Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil
guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang
lebih serasi dan manusiawi. Pelaksanaan diterapkan melalui Undang Undang No 1
tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Undang -undang keselamatan kerja lebih
bersifat pencegahan (preventif), maka sangat diperlukan usaha-usaha pengendalian
lingkungan kerja, supaya semua faktor-faktor lingkungan kerja yang mungkin
membahayakan atau dapat menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja dapat
dihilangkan. Lingkungan kerja adalah sesuatu yang berada disekitar tenaga kerja
dengan pekerjaannya. Lingkungan kerja dapat menyebabkan pengaruh positif
kepada tenaga kerja atau efek yang sebaliknya.

Ergonomi tidak dapat dipisahkan dari perkembangan teknologi dan kemajuan


industrialisasi. Alat-alat yang diciptakan manusia dengan maksud mengurangi beban
kerja baik di pabrik maupun di rumah hampir selalu disertai tidak selalu sesuai
dengan prinsip ergonomi. Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusaha
menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya dengan
tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-tingginya melalui
pemanfaatan manusia seoptimal mungkin. Saat ini, ergonomi merupakan salah satu
penyebab penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yang penting. Pengaruh
utama ergonomi kepada manusia adalah dapat munculnya berbagai penyakit yang
berhubungan dengan sikap kerja. Hubungan antara ergonomi dengan kemungkinan
timbulnya gangguan terhadap kesehatan sangat dipengarui oleh beberapa faktor
yaitu faktor manusia sebagai tenaga kerja, sarana kerja yang tidak memadai, tidak
adanya keserasian ukuran dan bentuk sarana kerja terhadap tenaga kerja.

Gangguan-gangguan kesehatan ini secara langsung atau tidak akan


berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikis serta psikososial karyawan sehari-hari.
Jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan baik, maka
karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi bosan, jenuh, stres, dan lambat laun
akan mengalami gangguan serta keluhan-keluhan penyakit serta menurunkan
produktifitas kerja karyawan.

Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi dari berbagai risiko yang
mempengaruhi kehidupan para pekerja. berbagai risiko tersebut adalah
kemungkinan terjadinya penyakit akibat kerja, penyakit yang berhubungan dengan
pekerjaan dan kecelakaan akibat kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau
kematian. Antisipasi ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian
antara pekerja, proses kerja dan lingkungan kerja agar tenaga kerja dapat
melakukan pekerjaannya dengan rasa aman, selamat, efisien, efektif dan produktif,
disamping juga rasa nyaman serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul di
tempat kerja.

P.T Albasia Batang Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dalam


bidang industri pengolahan kayu(barcore) memiliki berbagai bentuk ergonomi
sebagai faktor risiko penyakit akibat kerja bagi karyawannya. Faktor ergonomi ini
dapat disebabkan karena sarana yang tidak memadai, tidak adanya keserasian
ukuran dan bentuk sarana kerja terhadap tenaga kerja yang digunakan dalam
proses produksi itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan tindakan pencegahan dan
pengendalian terhadap bentuk ergonomi dari pihak PT. Albasia Batang Sejahtera,
baik dari segi manajerial, operasional dan juga sarana bagi karyawannya untuk
mengurangi resiko penyakit akibat kerja karena faktor ergonomi. Atas dasar
tersebut, kami akan melakukan penelitian mengenai bentuk ergonomi dan faktor
psikologi yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja di PT Albasia
Batang Sejahtera

Laporan kunjungan perusahaan di PT Albasia Batang Sejahtera ini dibuat


sebagai salah satu syarat tugas pelatihan HIPERKES periode November 2021,
dalam rangka mempelajari K3 khususnya ergonomi dan psikologi kerja.

1.2. Tujuan

1. Mengetahui bentuk ergonomi di lingkungan kerja PT Albasia Batang Sejahtera

2. Mengetahui risiko penyakit akibat kerja yang ditimbulkan akibat berbagai bentuk
ergonomi di lingkungan kerja PT Albasia Batang Sejahtera
3. Mengetahui pengendalian berbagai bentuk ergonomi yang terjadi di lingkungan
kerja PT Albasia Batang Sejahtera.

4. Mengetahui bahaya psikologi kerja di PT Albasia Batang Sejahtera yang


berpotensi dapat menyebabkan gangguan di tempat kerja.

1.3. Dasar Hukum

Dengan alasan untuk melindungi para tenaga kerja dan pengembangan


usaha demi tercapainya tidak adanya kecelakaan dan penyakit akibat kerja maka
ada beberapa landasan yang digunakan oleh perusahaan, sebagai berikut :

1.UU No.I tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja.

2.UU No 13 tahun 2003 pasal 86 dan 87 tentang ketenagakerjaan.

3.UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan.

4.UU No 3 tahun 1992 tentang jaminan sosial tenaga kerja.

5.Permenakertrans No.03/Men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja.

6. Kepres RI No.22 tahun 1993 tentang penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau

lingkungan kerja.

7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 2018, Tentang Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) Lingkungan Kerja.
BAB II

HASIL

2.1. Gambaran Umum dan Proses Produksi Industri Pengolahan Kayu (Barecore)

P.T. Albasia Batang Sejahtera adalah perusahaan yang bergerak di


industri pengolahan kayu albasia/sengon menjadi barecore. Urutan proses
produksinya adalah sebagai berikut :

1. Memilih bahan baku

Bahan baku untuk pembuatan barecore adalah kayu lunak diantaranya adalah
kayu albasia / sengon, bisa berbentuk gelondongan atau balken (kayu yang
sudah jadi bentuk balok). Bahan baku berbentuk balken dengan ukuran panjang
130 cm, lebar 8 cm dan tebal 6,2 cm.

2. Proses pengeringan balken.

Proses ini dilakukan untuk mengurangi moisture content/kadar air balken yang


rata-rata sebesar 40% menjadi 6%. Proses ini membutuhkan waktu kurang lebih
sekitar 6 hari. proses pengeringan kayu ini dilakukan dalam sebuah ruangan
besar seperti oven raksasa yang biasa disebut dengan kiln dry.

3. Pemotongan bahan baku.

Bahan baku dipotong menjadi 3 bagian dengan menggunakan mesin cross


cutting yang masing-masing memiliki ukuran 42 cm x 15,8 cm x 5,8 cm. Dalam
proses pemotongan ini juga dilakukan sortir untuk memisahkan mana yang bisa
diproses lebih lanjut, mana kayu yang retak. Proses ini menghasilkan waste
(limbah), karena harus memotong ujung dari kayu yang rusak.

4. Proses penghalusan (double planner).

Proses menghaluskan permukaan kayu dilakukan dengan mesin double planner.


Dalam proses ini juga dihasilkan waste (limbah), karena faktor bahan baku yang
tidak pernah berbentuk balok sempurna sehingga harus diratakan permukaannya
menjadi bentuk kotak rata dengan ukuran 42cm x 15,8cm x 5,5 cm, atau bisa juga
karena retak yang diketahui setelah kayu dihaluskan, sehingga operator harus
membuang kayu yang retak tersebut.

5. Proses pembelahan (multi rip).


Proses lanjutan setelah double planner adalah dengan mesin multi rip, dimana
kayu yang sudah dihaluskan pada proses double planner kemudian dipotong lagi
menjadi 10 bagian dan menghasilkan masing-masing dengan ukuran 42 cm x
1,33 cm x 5,5 cm. Potongan-potongan ini disebut dengan core piece. Dari proses
ini juga menghasilkan waste (limbah), karena adanya kayu yang lebih kecil atau
lebih tipis dari ukuran standarnya.

6. Proses penyusunan dan pengeleman.

Setelah proses pemotongan balok kayu (core pieces) disusun/disatukan satu


persatu membentuk lembaran dan dilakukan pengeleman dengan bahan resin
bubuk bentuk khusus yang dikembangkan dari liquid urea formaldehida resin.

7. Proses pengepresan.

Setelah pengolesan lem, susunan core pieces ditidurkan sehingga menjadi


bentuk papan, kemudian dimasukkan ke dalam proses pengepresan untuk
menyatukan core pieces yang telah diolesi lem sebelumnya. Proses ini
menggunakan mesin press hidrolis dengan arah pengepresan dari 2 arah yaitu
dari atas dan samping. Core pieces dipress dengan teknik finger joint selama 15
menit. hasil ukuran proses ini adalah 126 cm x 248 cm x 1,33 cm.

8. Proses pengeringan.

Selesai proses press, maka barecore yang hampir jadi dilanjutkan ke proses


pengeringan lem dengan air dryer supaya pengeringan bisa merata. Kemudian
dilakukan inspeksi akhir dengan cara menjatuhkan barecore ke lantai, jika tidak
ada satu core pun yang lepas, maka barecore tersebut memenuhi standar
produksi.

9. Proses cutting finishing.

Pada proses cutting finishing, barecore yang sudah jadi dirapikan lagi sisi-sisinya.
Hasil akhirnya adalah papan ukuran 126 cm x 246 cm x 1.33 cm. Setelah
proses finishing maka barecore ditumpuk/disusun dan dilakukan pengepakan
(packing) yang berisi 83 sheets atau 26 sheets barecore.

2.2. Identifikasi Faktor Bahaya Ergonomi dan Psikologi Kerja

2.2.1. Aspek Ergonomi

Bagian Risiko Pengendalian


No. Potensi Bahaya Saran
Proses Bahaya yang Ada
1. Pemotongan  Pekerjaan
repetisi
 Posisi
kepala/leher
yang
canggung
 Mengangkat
beban
dengan
membungkuk
 Sudut siku
canggung
 Mengangkat
secara
manual
berulang
 Posisi
Penghalusa kepala/leher
2.
n yang
canggung
 Mengangkat
beban
dengan
membungkuk
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

2.2.2. Aspek Psikologi Kerja

Risiko Pengendalian
No. Potensi Bahaya Saran
Bahaya yang Ada
1.  Pekerjaan Bosan,
monoton jenuh

2.  Merasa betul2 Overload


tidak punya quantity
waktu utk
istirahat berkala

3.  Merasa Overload
berhenti dalam quality
karir

Anda mungkin juga menyukai