Anda di halaman 1dari 59

PERTIMBANGAN AKADEMIS PEMILIHAN PENGERING JAGUNG:

CONTINUOUS DRYER VS RECIRCULATING BATCH DRYER

Y. Aris Purwanto
Tajuddin Bantacut

PT. Brantas Abipraya


2020

1
Pernyataan Penulisan

Pertimbangan Akademis ini disusun mengacu pada teori dan praktik pengeringan
dengan pertimbangan rasional dalam pemilihan teknologi dan kapasitas pengering
dan dryer. Usulan yang dimuat merupakan pemikiran dari penyusun dan tidak
mewakili pihak manapun.

Bogor 15 Desember 2020

Penyusun

Y. Aris Purwanto Tajuddin Bantacut

2
DAFTAR ISI
Bab Sub-Bab Hal
1 Karakteristik dan Proses Pengeringan 1
1.1. Karakteristik Biji Jagung 1
1.2. Pascapanen Jagung 1
2 Pengeringan jagung 5
2.1. Pendahuluan 5
2.2. Kadar Air Kesetimbangan 6
2.3. Suhu dan Waktu Pengeringan 7
3 Aspek Teknik Pengeringan 9
4 Kebutuhan Energi Pengeringan 11
4.1. Energi Pengeringan 11
4.2. Sumber Energi Pengeringan 11
5 Teknologi Pengeringan 13
5.1. Pengertian Umum 13
5.2. Aspek Teknologi Proses Pengeringan 14
5.3. Penanganan Bahan 18
6 Alat Pengering Biji-Bijian 21
6.1. Alat Pengering 21
6.2. Bagian Alat Pengering 22
7 Perbandingan Continuous Dryer vs Recirculating Batch Dryer 24
7.1. Continuous Dryer 24
7.2. Recirculating Batch Dryer 25
7.3. Perbandigan Aspek Teknis Continuous dryer dan Recirculating 25
batch dryer
7.4. Biaya Pengeringan 26
7.5. Kebutuhan Kapasitas Silo 28
8 Rekomendasi Pengering Jagung 31
Daftar Pustaka 32

3
1. KARAKTERISTIK DAN PROSES
PENGERINGAN

1.1. Karakteristik Biji Jagung


Jagung (Zea mays ssp. mays) adalah salah satu tanaman pangan penghasil
karbohidrat yang terpenting yang digunakan untuk bahan pangan, pakan dan bahan
baku industri. Serapan terbesar di Indonesia sekarang adalah sebagai sumber pakan
ternak. Biji jagung berkeping tunggal, berderet rapi pada tongkolnya. Pada setiap
tanaman jagung ada satu tongkol. Setiap tongkol terdapat 10-14 deret biji jagung yang
terdiri dari 200-400 butir biji jagung (Suprapto dan Marzuki 2005). Bentuk morfologi
dari biji jagung yaitu mempunyai panjang 8 – 17 mm dan berat 150 – 600 mg. Diameter
lingkaran dari biji jagung yaitu 7,8 – 9,8 mm. Biji jagung memiliki kandungan
karbohidrat sebesar 72%, amilosa 25-30% dan amilopektin sekitar 70-75%. Bagian
jagung terdiri dari tiga bagian utama, yaitu 1) pericarp, berupa lapiran luar yang tipis
berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air, 2)
endosperm sebagai cadangan makanan mencapai 75 persen dari bobot biji yang
mengandung 90 persen pati dan 10 persen protein, mineral, minyak dan lainnya. dan
3) embrio (lembaga) sebagai calon tanaman yang terdiri dari plamule akar radikal,
sculetum dan koleoptil (Subekti 2010).

Gambar 1. Penampang bujur biji jagung (Anonim 2011)

1.2. Pascapanen Jagung

Jagung dipanen apabila sudah mencapai matang fisologis (tergantung dari varietas
dan tinggi tempat). Beberapa faktor dan ciri-ciri waktu panen yang tepat adalah: a)
jagung berumur 7-8 minggu setelah berbunga, b) daun dan batang tanaman mulai
menguning dan berwarna cokelat pada kadar air 35-40%. Penentuan umur panen juga

1
dapat bervariasi berdasarkan varietas jagung yang ditanam. Sementara umur panen
yang kurang tepat dapat menurunkan mutu jagung.

Berbagai cara yang dilakukan petani untuk mempercepat penurunan kadar air jagung,
seperti melakukan pemotongan batang atas tanaman, dengan memperpanjang waktu
panen di lapang, menggantung jagung di para-para saat musim hujan, atau
dihamparkan dan dijemur dengan sinar matahari. Penanganan pascapanen jagung
sebagai produk biji-bijian meliputi panen, yang dapat dilakukan pada tingkat kadar
masih tinggi (lebih dari 30%) ataupun ketika kadar air jagung sudah cukup rendah (20-
25%), perontokan, dan pengeringan, baik pengeringan jagung tongkol maupun jagung
pipil.

Dalam pengeringan jagung terdapat dua metode pengeringan yaitu pengeringan


dengan cara konvensional yaitu dengan pengeringan sinar matahari langsung dan
cara modern dengan menggunakan alat pengeringan khusus jagung contoh bed
dryer, recirculating batch dryer, continuous mix flow dryer, dan lain sebagainya.
Pengeringan jagung dalam bentuk tongkol tanpa kelobot diusahakan mencapai kadar
air 17-18% dan pengeringan jagung pipil dilakukan hingga mencapai 14-15%.

Jagung ditanam pada musim kering sehingga pada umumnya proses pengeringan
jagung dilakukan mulai dari lapang dengan menunda waktu panen. Jika dipanen kadar
air masih belum kering benar, petani akan melakukan proses pengeringan dengan
cara penjemuran dalam bentuk tongkol. Pengeringan jagung bertongkol merupakan
kegiatan yang sangat penting dalam tahapan penanganan pasca panen jagung.
Jagung yang telah dipanen harus segera dikeringkan apabila hendak disimpan
sebelum dilakukan pemipilan maupun jika segera dipipil.
Perlakuan yang dilakukan dalam pasca panen jagung adalah panen, pengeringan,
pemipilan, dan penggilingan.Panen terbaik jagung perlu memperhatikan dua hal, yaitu
ketetapan umur panen dan cara panen. Panen pada umur optimum akan memperoleh
jagung dengan mutu terbaik, sedangkan panen lebih awal akan menghasilkan jagung
dengan kadar butir keriput tinggi dan panen pada fase kelewat matang menyebabkan
jagung banyak rusak. Biasanya jagung siap dipanen apabila kadar air biji mencapai
30-40%. Panen jagung dapat dibedakan menjadi dua cara tergantung kondisi wilayah.
Untuk daerah dengan curah hujan rendah, tongkol dibiarkan tetap pada tanaman
hingga kering (kadar air 17-20%), kemudian jagung dipetik dengan meninggalkan
kelobot pada tanaman. Sedangkan daerah dengan daerah curah hujan cukup tinggi,
petani biasanya memanen jagung ketika masih segar (kadar air 30-40%). Batang
jagung dipotong dengan sabit pada ketinggian sejajar pinggang, kemudian jagung
diambil dan kelobotnya dikupas (Purwadaria, 1988). Pengeringan jagung dilakukan
dua tahap. Pengeringan pertama bertujuan agar jagung mudah dipipil dan terhindar
dari kerusakan akibat kadar air yang tinggi. Pengeringan kedua dimaksudkan untuk
menurunkan kadar air jagung sehingga siap disimpan untuk jangka waktu tertentu
(Munarso dan Thahir, 2002).

2
Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong
dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan.
Penjemuran dapat dilakukan di lantai, dengan alas anyaman bambu atau dengan cara
diikat dan digantung. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Pemipilan dapat
dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara yang lebih modern. Lama
penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan.
Pada pengeringan butiran (pipilan), kadar air jagung diturunkan sampai kadar air
sesuai mutu jagung yang dikehendaki. Standar mutu jagung pipilan yang dikeluarkan
oleh Badan Standardidasi Nasional (BSN) SNI 4483:2013 dapat dilihat seperti Tabel
1

Chakraverty dan Singh (2001) menyatakan bahwa suhu udara pengeringan


maksimum yang aman untuk pengeringan jagung untuk keperluan benih adalah 43°C,
sedangkan untuk bahan makanan 54°C serta untuk pakan ternak sebesar 82ºC.
Pengeringan biji jagung untuk benih dilakukan oleh Hossain (2008) menggunakan alat
pengering matahari-hibrid. Dengan kontrol aliran udara, suhu udara dapat
dipertahankan pada suhu 42 ± 1 ºC untuk mempertahankan daya perkemcambahan
benih jagung. Hasil penelitian menunjukkan daya perkecambahan benih lebih dari
90%. Pengeringan lapisan tebal biasanya digunakan untuk pengeringan biji-bijian
(termasuk jagung) dimana bahan ditumpuk sampai ketinggian tertentu. Udara
pengering bergerak dari bawah tumpukan ke bagian atas melewati bahan yang akan
dikeringkan. Pengeringan lapisan tebal adalah pengeringan yang di dalam prosesnya
terdapat gradient kadar air pada lapisan pengeringan untuk setiap waktu (Henderson
dan Perry, 1976). Brooker et al., (1974) menyatakan bahwa pada awal proses
pengeringan, pengeringan terjadi pada lapisan bawah. Kemudian selanjutnya proses
pengeringan terjadi pada lapisan yang ada di atasnya. Ketika pengeringan telah terjadi
pada semua lapisan, semua bahan telah dikeringkan sampai terjadi kesetimbangan
dengan udara pengering.

3
4
2. PENGERINGAN JAGUNG

2.1. Pendahuluan
Pengeringan adalah metode pengawetan hasil pertanian melalui penurunan kadar
dan aktivitas air untuk meminimalkan kerusakan kimiawi, biokimia, dan mikrobiologis
(Doymaz dan Pala 2003). Tujuan akhir dari pengeringan biji-bijian adalah untuk
menjaga kualitas dan mengurangi kadar air hingga aman untuk disimpan dalam waktu
yang relatif lama dan dapat diproses lebih lanjut. Dalam proses pengeringan, kadar
air dan kualitas butir dipengaruhi oleh banyak parameter seperti kadar air awal, suhu
udara panas dan laju pelepasan butiran. Jagung biasanya dipanen pada kadar air
lebih tinggi dari tingkat yang dibutuhkan yaitu 12% hingga 14% basis basah (w.b.)
untuk penyimpanan yang aman.
Kualitas mutu jagung terbaik adalah pada saat panen maka perlu dipertahankan dari
penurunan atau kerusakan. Salah satu stimulasi kerusakan adalah kadar air biji saat
panen yang masih relatif tinggi. Pengeringan harus segera dilakukan hingga
mencapai kadar air yang aman lebih kecil dari 15.5% jika segera dipasarkan. Untuk
penyimpanan dalam waktu lama (beberapa bulan) hingga sekitar 13% (Hall 1970;
Esper et al. 1998). Kualitas biji kering ditentukan oleh metoda pengeringan yang
menentukan lama dan laju pengeringan serta keutuhan biji.
Pengeringan udara panas mengubah struktur, konstitusi, dan penataan ruang
biopolimer. Selama pengeringan, struktur internal material diubah dan mengalami
stres disertai dengan penyusutan. Pelepasan air membentuk gradien (perbedaan)
kadar air, berakibat pada susut tegangan. Tegangan yang dihasilkan bergantung pada
metode pengeringan, kadar air, dan jaringan bahan, yang mengakibatkan kerusakan,
retak, dan diskontinuitas pada strukturnya (Lewicki dan Pawlak 2003). Suhu udara
pengeringan, laju aliran udara, waktu tinggal, dan kadar air biji-bijian berpengaruh
pada beberapa sifat mekanik, kimia, dan biologi bahan (Beke et al.1993). Suhu biji-
bijian dan suhu udara pengering adalah faktor penting sehingga suhu yang tidak
sesuai dapat menimbulkan kerusakan sel selama pengeringan serta sifat seluler
membran dan reologi bahan (Lewicki 1998). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi
pengeringan (suhu, laju alir udara, dan waktu tinggal) berbeda dari satu bahan ke
bahan lainnya. Akibatnya, rancangan proses dan peralatan dapat (seharusnya)
berbeda antara bahan yang dikeringkan.
Selama proses pengeringan, sejumlah fitur kualitas dapat berubah secara signifikan.
Tidak ada keraguan bahwa dari sudut pandang penyimpanan yang aman, parameter
yang paling penting adalah kadar air bahan (Esper dan Muhlbauer 1998). Selama
pengeringan, penyusutan terjadi bersamaan dengan difusi air sehingga dapat
mempengaruhi laju penghilangan air (Kocsis et al. 2009). Perubahan volume
bergantung pada beberapa faktor, seperti sifat biji jagung, metode pengeringan, dan
kondisi pengeringan (Moreira et al. 2000).

5
2.2. Kadar Air Kesetimbangan
Pengeringan mencakup proses perpindahan panas dan massa yang kompleks
mengurangi kadar air bahan melalui penerapan energi termal. Suhu udara dan
kelembaban relatif (RH) adalah karakteristik utama yang menentukan laju
pengeringan dan kadar air akhir jagung. Pada suhu dan kelembaban relatif udara
tertentu, jagung hanya akan kehilangan air sampai kadar tertentu dan pada akhirnya
mencapai keadaan keseimbangan dengan lingkungan. Sifat ini disebut dengan kadar
air kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content/EMC). Jadi, suhu dan kelembaban
relatif dari udara pengering menentukan tingkat kekeringan jagung. Setiap bahan
(hasil pertanian) memiliki EMC masing-masing.
Tabel 2 menunjukkan EMC jagung dalam kesetimbangan dengan udara pada
berbagai suhu dan tingkat kelembaban relatif. Pada kelembaban relatif udara 70%
dan suhu 32oC air dipaksa keluar melalui biji jagung dalam jumlah besar, tetapi jagung
ini tidak akan mengering di bawah 13.5%. Pemantauan EMC dan pengelolaan waktu
pengeringan yang cermat akan memberikan pengeringan yang paling ekonomis.
Dalam banyak kasus, terutama pada malam hari, penambahan panas mungkin
diperlukan untuk mengkondisikan udara agar memperbaiki EMC-nya. Penambahan
Chiller dan atau dehumidifier pada silo dapat mengatur EMC jika diperlukan, terutama
untuk penyimpanan jangka panjang, misalnya lebih dari 4 bulan.
Tabel 2. Kadar air kesetimbangan jagung
Kelembaban Relatif (%)
Suhu
(oC) 50 60 65 70 80 90
16 11.8 13.3 14.1 15.0 17.0 19.9
21 11.3 12.8 13.6 14.4 16.4 19.4
27 10.8 12.3 13.1 14.0 16.0 18.8
32 10.5 11.9 12.7 13.5 15.5 18.4
38 10.6 12.0 13.6 15.6 18.5
Sumber: ASAE Data D245.4/Average of two prediction equations
Suhu dan RH lingkungan Indonesia (termasuk Dompu dan Bolang Mongondow)
berkisar pada 32oC dan RH 70-80%. Dengan demikian, tingkat kekeringan yang
diperlukan sekitar 13-14% untuk penyimpanan jangka waktu yang lama. Peralatan
dan mekanisme pengeringan harus dirancang atau dipilih untuk dapat menghasilkan
kekeringan tersebut pada tingkat efisiensi proses yang optimal.
2.3. Suhu dan Waktu Pengeringan
Laju pengeringan bahan dipengaruhi oleh struktur fisik bahan serta bentuk ikatan dan
sifat air dalam bahan. Air permukaan lebih mudah diuapkan dibandingkan dengan air
yang terikat secara fisik, dan yang paling sulit dilepas adalah air yang terikat secara
kimiawi. Pada jagung, bentuk air yang terbanyak adalah terikat secara fisik berada

6
dalam biji. Air permukaan sudah dilepaskan pada saat pengeringan bonggol untuk
persiapan pemipilan. Oleh karena itu, fokus pengeringan jagung adalah pelepasan air
yang berada dalam biji jagung.
Pengeringan buatan (artificial drying) menerapakan teknologi pengeringan
menggunakan panas yang diperasikan secara mekanis. Laju dan tingkat kekeringan
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya: (i) tebal lapisan pengeringan, (ii)
kecepatan udara pengering, (iii) suhu udara pengering, dan (iv) kelembaban udara
pengering. Faktor ini menjadi parameter perancangan dryer sepsifik sesuai dengan
bahan yang dikeringkan. Oleh karena itu, semua bahan hasil pertanian memerlukan
suhu dan kecepatan alir udara pengering yang berbeda-beda.
Pengaturan suhu yang tidak tepat dapat menyebabkan biji jagung mudah pecah.
Semakin tinggi suhu semakin cepat kering, tetapi biji jagung semakin mudah pecah.
Jagung yang dikeringkan pada suhu 70oC, 21% lebih mudah pecah dibandingkan
dengan suhu 40oC, karena deformasi naik dan modulus elastisitas menurun.
Pengeringan untuk tujuan penyimpanan sebaiknya menggunakan suhu rendah
karena menghasilkan kekuatan mekanik yang lebih tinggi terhadap gaya tekan pada
permukaan. Sebaliknya, jika jagung akan digiling, penggunaan suhu lebih tinggi dapat
menurunkan konsumsi energi total karena waktu pengeringan yang jauh lebih singkat
(Abasi dan Minaei 2014). Proses pengeringan jagung tergantung pada penggunaan
jagung kering, suhu pengeringan berkisar antara 40-70oC sangat direkomendasikan.
Untuk jagung giling suhu pengeringan dapat mencapai 80oC.
Untuk menghindari pengeringan udara suhu rendah yang lambat, beberapa prosesor
menggunakan pengering konvektif suhu tinggi. Namun, fluks energi (perpindahan
energi melalui permukaan) yang terkait dengan pengering suhu tinggi memerlukan
pemaparan suhu tinggi pada kernel jagung dengan durasi yang lama sebelum
pengeringan selesai. Udara panas dapat mengeringkan jagung sepenuhnya ke kadar
air kesetimbangan penyimpanan yang aman, tetapi panas proses tidak cukup untuk
menonaktifkan beberapa spora jamur yang tahan panas dan berbahaya seperti
Aspergillus flavus dan Fusarium verticillioides (Bittman dan Kowalenko 2004). Suhu
tinggi menyebabkan pori-pori kernel menyusut dan hampir menutup, menyebabkan
pembentukan kerak atau "case hardening" yang tidak diinginkan. Dalam praktiknya,
beberapa lintasan mungkin diperlukan untuk mengurangi jumlah kerusakan akibat
panas. Namun demikian, semakin banyak tahapan pengeringan yang dibutuhkan
maka semakin besar pula masukan energi yang dibutuhkan (Hellevang 2011).
Dari uraian di atas, kombinasi waktu dan suhu menjadi penentu mutu jagung hasil
pengeringan. Suhu tinggi waktu yang lama akan menyebabkan penyusutan dan
kerusakan biji. Sebaliknya, waktu yang pendek dan suhu rendah tidak akan
mengeringkan jagung. Dengan demikian suhu rendah memerlukan waktu yang lama
serta suhu tinggi memerlukan waktu yang pendek tetapi kemungkinan terjadi
kerusakan. Pilihan kombinasi waktu dan suhu optimal menjadi penentu pemilihan alat
dan mesin pengeringan jagung. Oleh karena itu, suhu 70oC sangat dianjurkan untuk
pengeringan jagung untuk mematikan spora dan mengurangi kadar air.

7
8
3. ASPEK TEKNIS PENGERINGAN

Selama proses pengeringan terdapat dua hal penting yang terjadi pada bahan yang
dikeringkan. Pertama adalah pindah panas, yaitu perpindahan panas dari media
pengering ke bahan untuk mengatasi panas laten penguapan. Kedua adalah pindah
massa, yaitu perpindahan massa air dari bahan ke media pengeringan, pindah massa
air terjadi dalam bentuk uap air. Metode pengawetan dengan cara pengeringan
merupakan metode paling tua dari semua metode pengawetan yang ada.
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air
dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang dikandung melalui
penggunaan energi panas.

Agar pengeringan dapat berlangsung, harus diberikan energi panas pada bahan yang
dikeringkan, dan diperlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk
keluar dari daerah pengeringan. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang diambil
berasal dari semua permukaan bahan tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengeringan terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara,
tekanan uap di udara, dan waktu pengeringan.

Pengeringan merupakan proses mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana
perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan terhambat atau terhenti. Semakin banyak kadar air dalam suatu bahan,
maka semakin cepat pembusukannya oleh mikroorganisme. Dengan demikian bahan
yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama dan kandungan
nutrisinya masih ada. Akan tetapi misalnya pada ikan asin, dilakukan penggaraman
terlebih dulu sebelum dikeringkan. Ini dilakukan agar spora yang dapat meningkatkan
kadar air dapat dimatikan.

Setelah pengeringan, maka akan terjadi pengurangan bobot pada bahan yang
dikeringkan. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya jumlah berat air yang terkandung
pada bahan. Perlu diperhatikan bahwa pengeringan tidak meyebabkan berkurangnya
massa padatan yang terkandung pada bahan. Kadar air biasa dinyatakan dalam
persen, sedangkan perhitungannya dapat berdasarkan basis basah (bb) dan basis
kering (bk). Berikut ini adalah rumus yang digunakan untuk menghitung kadar air.

Pada proses pengeringan selalu diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimal.


Oleh karena itu perlu dilakukan usaha–usaha untuk mempercepat pindah panas dan
pindah massa (pindah massa dalam hal ini perpindahan air keluar dari bahan yang
dikeringkan dalam proses pengeringan tersebut). Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan untuk memperoleh keepatan pengeringan maksimum, yaitu:

1. Luas permukaan, semakin luas permukaan bahan yang dikeringkan, maka akan
semakin cepat bahan menjadi kering. Biasanya bahan yang akan dikeringkan
dipotong– potong untuk mempercepat pengeringan,
2. Suhu, semakin besar perbedaan suhu (antara medium pemanas dengan bahan
yang dikeringkan), maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung

9
sehingga mengakibatkan proses penguapan semakin cepat pula atau semakin
tinggi suhu udara pengering, maka akan semakin besar energi panas yang
dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindah panas semakin cepat
sehingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat,
3. Kecepatan udara, umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil
uap air dari permukaan bahan yang akan dikeringkan. Udara yang bergerak
adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk
mengambil uap air dan menghilangkan uap air dari permukaan bahan yang
dikeringkan,
4. Kelembaban udara, semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan
sekitarnya, maka akan semakin lama proses pengeringan berlangsung kering,
begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorpsi dan menahan
uap air. Setiap bahan khususnya bahan pangan mempunyai keseimbangan
kelembaban udara masing–masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu
dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan
mengambil uap air dari atmosfir,
5. Tekanan atm dan vakum, pada tekanan udara atmosfir 760 Hg (=1 atm), air akan
mendidih pada suhu 100ºC. Pada tekanan udara lebih rendah dari 1 atmosfir air
akan mendidih pada suhu lebih rendah dari 100ºC,
6. Waktu, semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan, maka semakin cepat
proses pengeringan selesai.

10
4. KEBUTUHAN ENERGI PENGERINGAN

4.1. Energi Pengeringan


Tingginya biaya pengoperasian pada pengering buatan produk-produk pertanian
terutama disebabkan oleh kebutuhan energi termal pada proses pengeringan. Energi
termal menyumbang kira-kira 90-95% dari total kebutuhan energi (Manalu 1999;
Nelwan 1997). Penggunaan sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan
energi termal pada pengeringan produk pertanian merupakan usaha yang dapat
dilakukan dalam rangka menurunkan biaya energi selain mendapatkan kepastian
keberadaan sumber energi dalam jangka panjang. Sumber energi surya dan
biomassa merupakan sumber-sumber energi terbarukan yang sangat potensial untuk
maksud tersebut.
Selain usaha peralihan sumber energi, usaha konservasi energi dapat dilakukan
dengan metode pengeringan dua tahap; yaitu pengeringan dilakukan dengan laju
yang relatif tinggi kemudian diikuti dengan laju yang rendah. Kadar air yang tinggi
masih sangat rentan terhadap pertumbuhan mikroba yang dapat menurunkan kualitas
biji, sehingga harus diturunkan pada pada tingkat kadar air tertentu untuk kemudian
dapat dilakukan tahap kedua yaitu pengeringan dengan laju yang relatif lebih rendah.
Pada kadar air yang lebih rendah, kira-kira 14-15%, biji-bijian termasuk jagung pipilan
lebih aman untuk disimpan dalam jangka waktu yang relatif lebih lama pada suhu dan
kelembaban yang umum ada di Indonesia.
4.2. Sumber energi pengeringan
Sekam sebagai limbah di penggilingan padi mempunyai peluang yang cukup besar
untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengeringan gabah. Hal tersebut
mengingat: 1) keberadaannya cukup melimpah. Jumlah sekam yang dihasilkan yaitu
sekitar 23 % dari berat gabah yang digiling, sedangkan jumlah sekam yang diperlukan
untuk mengeringkan gabah untuk berat yang sama sekitar 10 % (Sutrisno et.al. 2001);
2) sekam mempunyai nilai bakar yang cukup tinggi yaitu sebesar 3.500 kkal/kg sekam
atau 1/3 dari nilai bakar dari minyak tanah (Beagle 1979); dan 3) Harganya murah,
sekam merupakan produk samping penggilingan gabah menjadi beras.
Jumlah sekam padi ini sangat melimpah dan sampai sekarang hanya sejumlah kecil
saja yang dimanfaatkan untuk pembakaran dan pembuatan batu bata. Aktivitas lain
pemanfaatan sekam padi adalah untukmembuat arang sekam untuk media tanaman.
Bagaimanapun juga aktivitas untuk memproses sekam padi menjadi bahan bakar
alternatif melalui proses pirolisis lambat masih sangat terbatas dilakukan di Indonesia.
Sekam padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua
belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan. Pada proses
penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau
limbah penggilingan. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan

11
untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau
bahan bakar.
Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot
gabah. Sekam dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan problem
lingkungan. Ditinjau data komposisi kimiawi, sekam mengandung beberapa unsur
kimia penting seperti dapat dilihat pada Tabel 3. Dengan komposisi kandungan kimia
tersebut, sekam dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di antaranya: (a)
sebagai bahan baku pada industri kimia, terutama kandungan zat kimia furfural yang
dapat digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri kimia, (b) sebagai
bahan baku pada industri bahan bangunan, terutama kandungan silika (SiO2 ) yang
dapat digunakan untuk campuran pada pembuatan semen portland, bahan isolasi,
husk-board dan campuran pada industri bata merah, (c) sebagai sumber energi panas
pada berbagai keperluan manusia, kadar selulosa yang cukup tinggi dapat
memberikan pembakaran yang merata dan stabil.
Menurut Houston (1972) sekam memiliki bulk density 0,100 g/ ml, nilai kalori antara
3300 -3600 k.kalori/kg sekam dengan konduktivitas panas 0,271 BTU. Nilai energi
sekam lebih rendah dibanding briket batu bara muda yang mengandung energi 5.500
kkal/kg, minyak tanah 8.900 kkal/l, dan elpiji 11.900 kkal/kg.
Tabel 3. Komposisi sekam padi

12
5. TEKNOLOGI PENGERINGAN

5.1. Pengertian Umum

Pengeringan diperlukan untuk meminimalkan degradasi kimia atau fisik bahan


padatan selama penyimpanan, misalnya karena oksidasi atau pembusukan. Secara
umum, bahan yang mengandung sampai 20% berat air dianggap kering tergantung
pada produk dan spesifikasi kualitas produk yang dapat diterima. Pengeringan adalah
energi intensif satuan operasi. Oleh karena itu, efektivitas pengering dan efisiensi
energi menjadi perhatian aspek ekonomis pengolahan.

Mengeringkan bahan berarti menghilangkan (melepaskan) air dari bahan. Dalam


kebanyakan kasus, pengeringan dilakukan dengan menguapkan air yang terkandung
dalam bahan dengan memberikan energi setara dengan panas laten bahan tersebut.
Dengan demikian, ada dua faktor pengontrol proses penting yang masuk ke dalam
operasi unit pengeringan (Earle 1983):

a. perpindahan panas untuk menghasilkan panas laten penguapan yang diperlukan,


b. pergerakan air atau uap air melalui bahan dan kemudian menjauhi bahan tersebut
untuk melakukan pemisahan air dari makanan.

Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori:


a. Udara dan kontak mengering di bawah tekanan atmosfer. Dalam pengeringan
udara dan kontak, panas ditransfer melalui bahan baik dari udara panas maupun
dari permukaan yang dipanaskan. Uap air dihilangkan dengan udara.
Pengeringan biji-bijian masuk dalam kelompok ini.
b. Pengeringan vakum. Dalam pengeringan vakum, keuntungan pengringan ini
adalah penguapan air terjadi lebih mudah pada tekanan yang lebih rendah
daripada pada tekanan yang lebih tinggi. Perpindahan panas dalam pengeringan
vakum umumnya melalui konduksi, terkadang melalui radiasi.
c. Pengeringan beku. Dalam pengeringan beku, uap air menyublim dari makanan
beku. Struktur makanan lebih terjaga dalam kondisi ini. Temperatur dan tekanan
yang sesuai harus ditetapkan di pengering untuk memastikan bahwa sublimasi
terjadi.

Penguapan atau pelepasan air dilakukan dengan mengikuti sifat dasar air. Air murni
dapat berada dalam tiga bentuk padat, cair, dan uap (gas). Keberadaan air tergantung
pada suhu dan tekanan (Gambar 2). Pengeringan biji-bijian adalah proses perubahan
air dalam bentuk cair menjadi uap yang kemudian dilepaskan dari bahan padat.
Proses pelepasan dipengaruhi oleh suhu dan tekanan, semakin tinggi suhu semakin
cepat pengeringan, sebaliknya semakin tinggi tekanan lingkungan semakin lamabat
laju pelepasan air. Dengan demikian, mengubah fasa air dilakukan melalui manioulasi

13
tekanan dan suhu.

Gambar 2. Diagram fasa air

5.2. Aspek Teknologi Proses Pengeringan


5.2.1. Kadar Air
Dalam pengeringan bii-bijian, air yang terkandung dalam bahan diuapkan melalui
manipulasi suhu dan atau tekanan. Operasi pengeringan menggunakan aliran udara
panas sebagai pemasok energi yang dibutuhkan untuk penguapan dan sarana untuk
mengangkut uap air dari padatan. Perhatian khusus diperlukan saat mengeringkan
bahan hasil pertanian (termasuk jagung) untuk memastikan bahwa degradasi termal
tidak terjadi. Udara juga mengandung air sehingga perlu dipanaskan untuk
menurunkan RHnya sehingga dapat membawa air yang diuapkan dari bahan.
Udara basah atau lembab merupakan campuran udara kering dan uap air.
Kelembaban udara, juga dikenal sebagai rasio kelembaban atau kelembaban absolut,
adalah parameter tak berdimensi yang didefinisikan sebagai:

𝑀𝑎
𝐻=
𝑀𝑢

Ma adalah massa air yang ada dalam udara dan Mu adalah massa udara kering.
Kelembaban dapat diukur menggunakan hygrometer. Tekanan total udara lembab
sama dengan jumlah tekanan parsial konstituennya, termasuk uap air. Tekanan
parsial uap air di udara, pw, tergantung pada konsentrasi molar air dalam fasa gas:

Pw = 𝑌𝑤pT

14
dimana Yw adalah fraksi mol uap air dalam campuran uap udara dan pT adalah
tekanan total. Udara dikatakan jenuh dengan uap air pada suhu tertentu dan tekanan
jika kelembapannya maksimal dalam kondisi seperti itu. Penambahan uap air
selanjutnya ke udara jenuh menghasilkan kondensasi air cair berbentuk tetesan atau
kabut. Dalam kondisi jenuh, tekanan parsial air uap di udara sama dengan tekanan
uap saturasi psw air murni pada suhu tersebut. Kelembaban relatif udara didefinisikan
sebagai rasio tekanan parsial uap air di udara dengan tekanan uap saturasi air murni
pada suhu yang sama, yang dinyatakan dalam persentase:

𝑃𝑤
𝐾𝑒𝑙𝑒𝑚𝑏𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑁𝑖𝑠𝑏𝑖 (𝑅𝐻) = 𝑥100%
𝑃𝑠𝑤

Pada suhu tertentu, kadar air padatan basah bergantung pada kelembaban atmosfer
di sekitarnya. Ketika zat padat mengalami kontak dengan udara dalam jumlah yang
relatif besar, kondisi udara pada dasarnya tetap konstan bahkan jika kandungan air
zat padat tersebut berubah. Setelah periode yang cukup, keseimbangan antara udara
dan padatan basah tercapai. Pada suhu yang sama, kadar air kesetimbangan dari
padatan sebagai fungsi kelembaban relatif udara disajikan sebagai isoterm kadar air
kesetimbangan atau isoterm penyerapan air kesetimbangan.
5.2.2. Kinetika Pengeringan
Pengeringan adalah proses kompleks yang melibatkan perpindahan panas dan
massa secara bersamaan. Karena sifat fisik zat padat dapat berubah selama
pengeringan, memprediksi laju pengeringan dari prinsip teoretis seringkali tidak
mungkin dilakukan. Pengeringan terjadi dengan cara menguapkan air menggunakan
panas. Karena panas biasanya disediakan oleh aliran udara panas, perpindahan
panas konvektif diperlukan untuk memanaskan permukaan luar padatan sementara
perpindahan panas konduktif memungkinkan penetrasi panas di dalam bahan.
Perpindahan massa juga penting, karena air dalam padatan harus diangkut ke
permukaan sebagai cairan atau uap sebelum dibuang ke lingkungan gas. Prilaku ini
berbeda-beda dari satu bahan ke bahan lain. Misalnya, jagung dan padi mempunyai
perbedaan yang nyata.
Laju pengeringan L didefinisikan sebagai laju pengurangan massa air yang terkait
dengan padatan seiring waktu:

𝑑𝑋
𝐿 = −𝑀𝑠
𝑑𝑡

Ms adalah massa padatan kering, X adalah kadar air padatan yang dinyatakan dalam
basis massa kering, dan t adalah waktu. Dimensi L adalah MT-1; unit tipikal adalah
kgh-1. Laju pengeringan juga dapat dinyatakan dalam satuan luas dasar sebagai fluks
La dengan satuan, misalnya, kg m-2 h-1:
𝑀𝑠 𝑑𝑋
La =
𝐴 𝑑𝑡
15
dimana A adalah area yang tersedia untuk penguapan. Sebagai alternatif, laju
pengeringan spesifik per satuan massa padatan kering, Lm, adalah:
𝑑𝑋
Lm = − 𝑑𝑡 (kgkg-1jam-1)

Laju pengeringan menjadi salah satu parameter perancangan alat pengering


sehingga waktu kontak dan suhu udara sesuai dengan bahan yang dikeringkan. Sifat
badan yang berbeda-beda maka kondisi optimal pengeringan untuk masing-masing
bahan berbeda-beda.

Kinetika pengeringan dinilai dengan memplot nilai yang ditentukan secara


eksperimental untuk laju pengeringan terhadap kadar air padatan membentuk kurva
laju pengeringan (Gambar 3). Bentuk kurva laju pengeringan tergantung pada bahan
yang dikeringkan, ukuran dan ketebalannya, serta kondisi pengeringan. Kurva laju
pengeringan diukur menggunakan kondisi pengeringan konstan yaitu suhu udara
konstan, kelembaban, laju aliran, dan arah aliran. Kadar air dan sifat lain dari padatan
berubah dalam kondisi pengeringan konstan, yang hanya mengacu pada fasa gas
(Doran 2013).

Gambar 3. Kurva laju pengeringan


Saat pengeringan dimulai, kadar air padatan tinggi. Setelah pemanasan awal atau
periode induksi, air pertama yang menguap berasal dari permukaan padatan basah
yang bersentuhan langsung dengan aliran udara yang melintasinya. Jika air dipasok
dengan perpindahan massa dari dalam padatan ke permukaan dengan kecepatan
yang cukup cepat, permukaan tetap jenuh dengan air dan terjadi periode laju
pengeringan yang konstan. Selama periode laju pengeringan konstan, permukaan
padatan tetap basah sehingga air bebas selalu tersedia untuk penguapan, dan
perpindahan panas dan massa terjadi di permukaan. Dengan demikian, resistansi
terhadap panas dan perpindahan massa terletak di dalam lapisan batas gas luar yang
mengelilingi material.

16
Dengan pengeringan berkelanjutan, karena kadar air padatan berkurang, kadar air
kritis Xc tercapai. Laju pengeringan mulai menurun pada titik ini saat proses memasuki
periode laju pengeringan yang menurun. Penurunan laju pengeringan di bawah Xc
mencerminkan suatu perubahan dalam kondisi perpindahan panas dan atau massa
dalam sistem. Mula-mula selama periode laju penurunan, permukaan pengeringan
menjadi tidak jenuh sebagian dan tidak ada lagi film cair yang kontinu atau sebagian
kontinu pada permukaan padatan. Keadaan ini meluas secara bertahap sampai
seluruh permukaan menjadi kering. Saat lapisan padat dari bahan kering menumpuk
pada dan kemudian di bawah permukaan, panas harus ditransfer melalui konduksi ke
sisa air lebih jauh di dalam padatan. Akibatnya, permukaan yang menguap surut ke
dalam material saat proses pengeringan. Karena padatan kering di dekat permukaan
umumnya merupakan konduktor panas yang buruk, laju perpindahan panas menurun
secara bertahap.
Laju pengeringan tersebut selain dipengaruhi oleh kondisi pengeringan (suhu, volume
udara kering dan tekanan) juga dipengaruhi oleh sifat bahan, penempatan bahan
dalam pengering dan waktu kontak udara panas dengan bahan. Dengan demikian
perancangan aliran panas, waktu kontak dan suhu berbeda dari satu bahan ke bahan
lainnya.
5.2.3. Mekanisme Pergerakan Air dalam Bahan
Beberapa mekanisme transportasi kelembaban beroperasi selama pengeringan untuk
mengalirkan air dari dalam padatan ke permukaan, meliputi:
a. Difusi molekuler air cair
b. Aliran kapiler air cair dalam padatan berpori
c. Difusi molekul uap menguap di dalam padatan
d. Pengangkutan uap secara konvektif menguap di dalam padatan

Pada padatan berpori, kelembaban biasanya diangkut lebih efektif oleh gaya kapiler
daripada melalui difusi, tergantung pada ukuran pori. Aliran kapiler mengandalkan
perbedaan tekanan yang terjadi dalam padatan sebagai akibat dari efek tegangan
permukaan pada pori-pori yang sangat kecil. Jika laju penguapan air dalam padatan
melebihi laju pengangkutan uap ke sekitarnya, perpindahan massa dipengaruhi oleh
penumpukan tekanan yang dihasilkan di dalam material. Gradien tekanan juga dapat
mendorong perpindahan massa jika terjadi penyusutan padatan selama pengeringan.
Hal ini menunjukkan bahwa sifat bahan menentukan kecepatan pergerakan air ke
permukaan yang menjadi acuan dalam penentuan suhu, RH dan volume udara kering.

Akselerator perpindahan air adalah panas yang dipasok oleh udara panas untuk
meningkatkan tekanan uap air dalam bahan. Jumlah panas yang diperlukan berbeda-
beda untuk setiap bahan hasil pertanian. Persamaan berikut menjelaskan faktor kunci
adalah koefisien pindah panas bahan:
𝑄 = 𝑈𝐴ℎ(𝑇𝑎 − 𝑇)

17
Q adalah laju perpindahan panas, U adalah koefisien perpindahan panas
keseluruhan, Ah adalah luasnya perpindahan panas, Ta adalah suhu udara, dan T
adalah suhu permukaan padat yang mengering. Selama periode laju pengeringan
konstan, perpindahan panas konvektif adalah mekanisme transpor utama dan lapisan
batas film gas di luar padatan memberikan ketahanan perpindahan panas utama. U
dipengaruhi oleh sifat bahan yang berarti pasokan energi yang optimal berbeda-beda.

Volume energi yang diperlukan berbeda-beda menurut suhu dan kadar air awal.
Dengan demikian maka laju aliran udara panas berbeda-beda menurut tingkat
kekeringan awal bahan. Kadar air sebagai peubah perancangan menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan kapasitas ruang pengering, waktu kontak
dan kecepatan alir udara. Dalam prakteknya, meskipun dimungkinkan mengatur laju
aliran udara, tetapi banyak yang menetapkan aliran yang konstan yang sebagian
memvariasikan suhu. Rentang suhu dan kecepatan udara yang dapat diatur berbeda
antar bahan. Tabel 4 memperlhatkan kebuthan udara untuk jagung.

Tabel 4. Kebutuhan aliran udara pada pengeringan jagung

Laju Udara
Kadar Air Awal (%)
(m3menit-1 ton-1)
11-13 0.56
13-15 1.11
15-18 2.23
18-20 3.34

5.3. Penanganan Bahan


Jagung yang dapat dikeringkan adalah jagung pipil yang memiliki kadar air maksimum
bervariasi. Pergerakan bahan dimulai dari stasiun penerimaan hingga silo. Fasilitas
unloading disiapkan untuk mengosongkan silo dan atau memuat jagung kering ke atas
truk pengangkut atau masuk stasiun pengkemasan. Beberapa tahapan pokok yang
harus dilalui adalah seperti pada Gambar berikut:

18
Gambar 5. Pusat pengeringan jagung

Jagung masuk ke kawasan pabrik melalui stasiun timbangan untuk mengetahui


tingkat mutu terutama kadar air, kerusakan biji, dan kotoran. Tujuan pemeriksaan
mutu adalah untuk menentukan harga dan kondisi pengeringan yang akan digunakan
(suhu dan waktu pengeringan). Jika jumlah kotorannya banyak maka jagung basah
akan melalui proses pre-cleaner untuk memisahkan kotoran tersebut.
Jagung yang sudah bersih masuk ke dalam wet silo (silo basah) menunggu proses
pengeringan. Pada pengeringan sirkular silo basah ini sebagai m\penampung
sementara untuk mengisi pengering yang akan dijalankan sesudah penuh. Pada
pengeringan kontinyu, silo berperan sebagai penyangga untuk memastikan pasokan
jagung ke dalam pengering berjalan lancer dan sinambung.
Pengeringan menggunakan suhu yang tinggi sehingga jagung yang keluar dari
pengering sebaiknya dimasukkan ke dalam ruang penurun suhu (temperate silo)
sebelum dimasukkan ke dalam silo. Pengisian silo yang baik mengikuti kaidah FIFO
(First in First Out) silo yang diisi duluan akan dikosongkan lebih dahulu. Oleh karena
itu, silo dilengkapi dengan system transportasi bahan yang memungkinkan
pergerakan bahan dari pengering ke silo, antar silo dan dari setiap silo ke silo
penyangga jagung kering sebelum ditimbang dan dimuat ke truk atau dipindahkan ke
ruang pengkemasan.
Silo yang baik dilengkapi dengan sensor suhu dan kelembaban untuk memantau
perubahan kondisi penyimpanan. Untuk mengendalikan suhu, silo dilengkapi dengan
vetilasi dan auger. Pengndalian suhu hendaknya berjalan secara otomatis. Jika waktu
penyimpanan cukup lama, silo dapat dilengkapi dengan chiller untuk mengendalikan
(menurunkan) suhu.
Pengeluaran jagung dari silo melalui silo penyangga dan penimbangan. Fasilitas ini
diperlukan untuk memudahkan pengeluaran dan pengisian ke truk pengangkut dan
atau ke stasiun pengkemasan. Pencatatan dapat dilakukan secara otomatis dengan
menghubungkan timbangan (flow scale) ke stasiun pengendalian terpusat. Semua
pergerakan bahan dilakukan secara mekanis melalui bucket elevator, chain conveyor
dan gravitasi. Sistem transportasi berada dalam ruang tertutup untuk menjaga mutu
dan keamanan bahan.

19
20
6. ALAT PENGERING BIJI-BIJIAN

6.1. Alat Pengering


Metode pengeringan dibedakan menjadi tiga, yaitu 1) pengeringan matahari, 2) proses
pengeringan atmosferik, yang terdiri dari tipe Batch yaitu pengering tipe kiln, tower,
cabinet dryers dan tipe Kontinyu, yaitu pengering tipe tunnel, belt through conveyorm
fluidized bed, spray drum/roller dryers, dan 3) Pengeringan sub atmosferik yaitu
pengeringan vakum, pengeringan beku.
Di Indonesia, pengeringan biji-bijian dengan menggunakan alat pengering belum
lazim digunakan. Kalaupun ada, masih sangat terbatas penggunaannya. Secara
umum proses pengeringan masih mengandalkan energi matahari melalui proses
penjemuran. Menggunakan sinar matahari. Meskipun dari sisi biaya energi tidak
diperlukan tetapi proses pengeringan sangat tergantung pada sinar matahari yang
menyebabkan laju pengeringan tidak konstan, tidak cocok untuk produk yang
diharapkan mempunyai mutu tinggi serta produk akhir sering terkontaminasi debu,
kotoran maupun serangga.
Metode pengeringan buatan yang telah dikembangkan dan diujicobakan antara lain
adalah alat pengering surya (solar dryer), alat pengering tungku dan alat pengering
tenaga listrik. Beberapa jenis alat pengering yang dapat digunakan antara lain adalah:
Flat Bed-type Dryer, Upright-Type Forced Air Dryer, Recirculatng Batch Dryer, dan
Continuous Dryer. Penggunaan alat pengering buatan adalah untuk menghindari
kelemahan-kelemahan yang diakibatkan oleh metode pengeringan alami
(penjemuran).
Tujuan utama pengeringan adalah untuk melepaskan atau memindahkan air sampai
pada batas tertentu dimana microbial penyebab kerusakan pada bahan tidak dapat
berproduksi,dan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan. Selain itu
pengeringan juga bertujuan untuk meningkatkan stabilitas, pengurangan berat dan
volume bahan sehingga dapat mengurangi ongkos pengiriman, mempermudah
pengemasan, penyimpanan, dan pendistribusian bahan.
Pada dasarnya, metode pengeringan buatan dilakukan melalui pemberian panas yang
relatif konstan terhadap bahan pangan atau biji-bijian, sehingga proses pengeringan
dapat berlangsung dengan cepat dengan hasil yang maksimal. Dengan pengeringan
buatan diharapkan kandungan air mula-mula sekitar 30 % akan turun sedemikian rupa
hingga mencapai kadar air 12 – 16 %.
Pengeringan mekanis dapat dilakukan dengan dua metode yaitu :
a. Pengeringan kontinyu (continuous drying), dimana pemasukan dan pengeluaran
bahan berjalan terus menerus. Bahan yang dikeringkan bergerak melalui ruang
pengering dan mengalami kontak dengan udara panas secara paralel atau
berlawanan.

21
b. Pengeringan tumpukan (batch drying), bahan masuk ke alat pengering sampai
pengeluaran hasil kering, kemudian baru dimasukkan bahan berikutnya.
Pada metode tumpukan terdapat tiga jenis yaitu :
a. Pengeringan langsung (direct drying), bahan yang dikeringkan langsung
berhubungan dengan udara yang dipanaskan.
b. Pengeringan tidak langsung (indirect drying), udara panas berhubungan dengan
bahan melalui perantara, umumnya berupa dinding-dinding atau tempat
meletakkan bahan. Bahan akan kontak dengan panas secara konduksi.
c. Pengeringan beku (freeze drying), dalam hal ini bahan ditempatkan pada tempat
hampa udara, lalu dialiri udara yang sangat dingin melalui saluran udara sehingga
air bahan mengalami sublimasi yang kemudian dipompa ke luar ruang pendingin.
Secara garis besar ada dua jenis pengering jagung utama. Salah satunya adalah
pengering jagung aliran yang konkuren/bersamaan/sejalan, sedangkan jenis yang lain
adalah pengering jagung dengan aliran campuran. Menurut garis lintang yang
berbeda, pengguna harus memilih pengering jagung yang berbeda. Sebagai contoh,
pengering aliran campuran cocok untuk biji-bijian kering dan tanaman penghasil
minyak dengan lebih sedikit uap air di zona tropis. Sebaliknya, pengering konkuren
lebih dapat diterapkan untuk mengeringkan bahan baku bijian tersebut dengan
kelembaban yang lebih tinggi di zona beriklim sedang dan zona beriklim dingin.
6.2. Bagian Alat Pengering
Secara umum bagian alat pengering terdiri dari 4 bagian utama yaitu ruang pengering,
tungku pemanas, motor listrik atau diesel penggerak dan kipas. Fungsi utama dari
tungku ini adalah untuk pengering dengan udara panas sebagai media pengeringan.
Dalam seluruh proses pengeringan jagung, pertama-tama akan mengisi wadah
pengeringan dengan bijian, kemudian panas yang dihasilkan oleh tungku akan melalui
intake udara dan memasuki bagian dalam mesin. Jagung mengalir perlahan dari atas
ke bawah oleh adanya gravitasi. Sementara itu aliran udara panas secara berlapis
menyelimuti jagung. Dalam proses ini, panas dipindahkan dari udara ke bahan biji-
bijian untuk menaikkan suhu guna membuat uap air di dalam bahan bijian menguap
ke udara dan menjadi udara bebas yang kemudian dibuang melalui cerobong kotak
bersudut. Jika suhu di dalam pengering melebihi 150°C, atau suhu jagung lebih dari
60°C, kualitas jagung akan sangat terpengaruh.
Pengering jagung antara lain ada yang menggunakan teknologi proses pengeringan
suhu tinggi dan pengeringan suhu rendah multi-level segmen, yakni proses sebelum
pengeringan terlebih dahulu jagung masuk ke bagian pendinginan dalam suhu
penyimpanan untuk kemudian dilakukan sortasi guna memastikan kualitas jagung
yang homogen, sehingga dalam pengeringan akan menghemat energi dan membuat
tingkat kerusakan jagung menjadi minimal, yakni 3% atau kurang.
Saat mengeringkan biji jagung, penting untuk diingat bahwa retakan dan patahan
pada jagung dapat menyebabkan banyak masalah, baik dalam penyimpanan maupun

22
pemrosesan. Masalah utama yang terjadi dari pengeringan suhu tinggi dan kemudian
pendinginan yang cepat dari butir jagung adalah stress-cracking. Stres-retak adalah
ketika patahan terjadi di endosperm jagung. Kernel (inti bijian) yang retak-retak sering
menyerap air terlalu cepat, sehingga lebih cenderung menjadi rusak dan semakin
rentan terhadap kerusakan akibat serangan serangga dan jamur selama
penyimpanan kering. Untuk mengurangi jumlah biji-bijian yang hilang karena stress-
cracking itu, perusahaan mesin pengering telah mengembangkan pengering jagung
dengan metode pengeringan khusus untuk menjaga suhu pada level sedang dengan
pendinginannya yang lambat.
Tungku (furnace) adalah bagian dari sistem pengering yang sangat penting, karena
sumber energi pengeringan berasal dari tungku. Umumnya tungku pengering
menggunakan bahan bakar biomasa secara khusus menggunakan sekam padi
dengan pertimbangan biaya energi pengeringan, kemudahan memperoleh sekam
padi dan penanganan bahan bakar sekam yang relatif lebih mudah. Sistem indirect
heat (panas yang dipergunakan adalah panas tidak langsung) adalah sistem yang
paling umum dan aman digunakan, walaupun terjadi sekitar 15-16% penurunan
efisiensi pengunaan kalori panasnya. Sistem ini lazimnya tungku akan terletak
terpisah dari dryer, sehingga yang masuk di dalam dryer hanyalah angin panas bersih
saja, dimana panas hasil pembakaran akan melewati sejumlah pipa stainless steel,
dan panas yang dipergunakan adalah panas yang diambil dari dinding luar pipa
tersebut, untuk selanjutnya di alirkan ke dalam dryer untuk dipergunakan dalam
proses pengeringan.

23
7. PERBANDINGAN CONTINUOUS DRYER VS
RECIRCULATING BATCH DRYER

7.1. Continuous Dryer


Continuous dryer atau pengeringan kontinyu adalah sistem pengeringan biji-bijian
dimana produk yang dikeringkan terus mengalir melalui pengering tanpa henti. Karena
prosesnya berlangsung secara terus menerus, maka bahan yang masuk ke alat
pengering tidak tergantung dari jumlah minimal. Lama proses pengeringan tergantung
dari kadar air awal bahan yang masuk ke alat pengering. Pengering kontinyu memiliki
fitur yang sama dengan tipe batch. Namun, diperlukan beberapa tempat penyangga
(buffer) untuk mengendalikan butir jagung yang dikeluarkan dan menampung.
Operator pengering aliran kontinyu harus memiliki pengetahuan tentang manajemen
pengeringan jagung untuk memprogram pengering agar beroperasi dengan efisiensi
dan sesuai dengan tingkat kadar air produk yang diinginkan. Sistem pengeringan
kontinyu menawarkan biaya operasi rendah dibandingkan dengan sistem
pengeringan batch. Pengeringan tipe kontinyu menghasilkan kadar air butir jagung
yang seragam dan kapasitas pengeringan yang lebih tinggi dari pada batch pada
kondisi pengeringan yang sama.
Pengeringan dengan aliran kontinyu biasanya digunakan untuk jagung dengan jumlah
yang relatif besar. Sistem pengeringan kontinyu menawarkan fleksibilitas yang lebih
besar untuk operasi pengeringan. Biji jagung basah setelah dibersihkan dimasukkan
ke dalam pengering kontinyu yang secara terus-menerus mengalir dan kadar air
jagung setelah melewati tahapan pengeringan dapat dikurangi 2 hingga 4%
tergantung pada kadar air awal saat butir jagung melintasi tahapan proses
pengeringan tersebut. Butir jagung selanjutnya akan berhenti sementara dalam tray
untuk memberikan kesempatan air yang ada di dalam biji jagung keluar permukaan
biji jagung (tempering process). Karena biji jagung berbeda dengan butir sekam padi
yang mengharuskan laju proses pengeringan yang lebih lambat, maka laju proses
pengeringan untuk biji jagung dapat dipercepat dengan kombinasi suhu udara
pengering dan laju udara pengering yang digunakan.
Pada tahap akhir, biji jagung dipindahkan ke silo pendingin untuk menurunkan suhu
biji jagung. Proses ini ditujukan untuk menurunkan suhu butiran jagung agar sama
dengan suhu udara sekitarnya. Butir jagung akan terus mengeluarkan uap air sampai
udara di sekitarnya mencapai kondisi kesetimbangan dengan tekanan uap di dalam
butir jagung. Jika proses pendinginan ini tidak dilakukan maka permukaan butir jagung
akan mengalami kondensasi dan ini sangat rawan karena jamur dapat tumbuh dan
berkembang pada kondisi lembab. Setelah proses pendinginan selesai, butir jagung
dialirkan ke silo penyimpan.
7.2. Recirculating Batch Dryer

24
Mesin pengering tipe Recirculating batch dryer berfungsi mengeringkan jagung
dengan cara mensirkulasikan atau mengalirkan bahan yang dikeringkan melalui zona
pengeringan secara berulang sampai diperoleh kadar air yang diinginkan. Bahan yang
dikeringkan dialirkan ke alat pengering dan bersinggungan dengan udara pengering
secara berulang-ulang sampai kadar air yang diinginkan. Lama proses pengeringan
tergantung dari kadar air bahan yang masuk ke alat pengering. Kapasitas alat
pengering ditentukan oleh kapasitas bak pengering. Mesin pengering tipe ini terdiri
dari sembilan komponen utama yaitu bak pengering, bagian ruang pengering (drying
zone), bucket conveyor, kompor pemanas, blower hisap, ulir (screw) pembawa aliran
bahan yang dikeringkan, pengatur pengeluaran bahan yang dikeringkan, sistem
transmisi dan panel kontrol.
Mesin pengering ini menggunakan sistem pemanasan tidak langsung dengan
memanfaatkan sistem heat exchanger. Udara panas yang berasal dari tungku sekam
atau sumber panas lainnya dihembuskan mengggunakan kipas dengan aliran tegak
lurus ke arah sirkulasi biji-bijian di dalam ruang pengering yang disirkulasikan kembali
oleh bucket elevator ke ruang tempering. Biji-bijian secara konstan mengalir dari atas
ke dasar ruang pengering bersinggungan dengan udara pengering, selanjutnya
mengalami waktu tempering selama 60 menit dan dialirkan kembali ke ruang
pengering. Uap air dan kotoran ringan dari dalam ruang pengering dihisap dengan
menggunakan kipas dan dikeluarkan melalui saluran pembuangan. Proses ini
dilakukan secara berulang-ulang sampai kadar air yang diinginkan tercapai. Laju
pengeringan berkisar 1-2% dengan suhu pengering sampai dengan 55°C.
7.3. Perbandigan Aspek Teknis Continuous dryer dan Recirculating
batch dryer
Pengering mempunyai mekanisme kerja yang sama yakni pemberian udara panas ke
bahan yang dikeringkan. Energi panas akan meningkat tekanan uap dalam bahan dan
kelembaban relatif sekitar yang rendah. Air akan keluar dari bahan karena perbedaan
tekanan uap tersebut. Perbedaan antara pengering circular dan kontinyu dapat dilihat
pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Continuous dryer dan Recirculating batch dryer


Dryer
Parameter
Continuous Recirculating Batch
Keseragaman tingkat Seragam Beragam
kekeringan
Luas lahan yang diperlukan Kecil Besar

25
Area terbuka dengan Besar dan menutupi
Bangunan
canopy seluruh dryer
Biaya Proses Lebih murah Lebih mahal
Lebih baik pada
Minimum 6 ton/jam
kapasitas minimum (30
Pengeringan dalam jumlah kecil dan dapat bekerja 10
ton/siklus) atau lebih
jam/hari
kecil
Penambahan
kapasitas dan jam Perlu banyak dryer dan
Pengeringan dalam jumlah kerja tidak waktu loading dan
besar berpengaruh nyata unloading sehingga
terhadap luas lahan perlu lahan yang luas
yang diperlukan
Kapasitas dan jam Ditentukan oleh jumlah
Kapasitas Kerja
kerja unit
Loading secara
Pengisian dilakukan
kontinyu dengan
Loading dan unloading sampai penuh sebelum
kecepatan setara
beroperasi
dengan kapasitas
Perawatan Perlu rumit Lebih mudah
Untuk pengeringan Untuk pengeringan
Rekomendasi suhu tinggi dan suhu rendah dan
kapasitas besar kapasitas kecil
Jagung Sangat sesuai Sesuai

7.4. Biaya Pengeringan


Skenario CDC melakukan proses pengeringan adalah selama 3 bulan sesuai dengan
masa panen jagung di lokasi. Jika jam kerja per hari 25 hari, maka perhitungan biaya
pengeringan dapat ditunjukkan pada Tabel 6. Continuous dryer dengan kapasitas
pengeringan 10 ton per jam mempunyai skenario waktu pengeringan selama 12, 14
dan 16 jam per hari dengan masing-masing kapasitas pengeringan selama 3 bulan
adalah 9000, 12.000 dan 15.000 ton. Sedangkan untuk tipe recirculating batch dryer
mempunyai kapasitas 9000 ton. Proses pengeringan untuk tipe recirculating batch
dryer berlangsung 1 kali dalam sehari selama 10 jam dengan kapasitas 120 ton per
hari karena memperhitungkan proses loading dan unloading. Sementara untuk
continuous dryer tidak memerlukan kegiatan loading dan unloading sehingga proses
pengeringan dapat berlangsung secara terus menerus dengan asumsi sampai 20 jam
dalam sehari.

Tabel 6. Perhitungan biaya pengeringan

Continuous dryer

26
Kapasitas per hari (ton) 120 160 200
Kapasitas per tahun (ton) 9,000 12000 15,000
Jam operasional dryer/hari (jam) 12 16 20
Jam operasional dryer/bulan (hari) 25 25 25
Jam operasional dryer/Tahun (bulan) 3 3 3
Kebutuhan sekam (Rp)/tahun 83,250,000 111,000,000 138,750,000
Kebutuhan listrik (Rp)/tahun 648,000,000 864,000,000 1,080,000,000
Tenaga kerja (Rp) 312,000,000 624,000,000 624,000,000
Perawatan (Rp) 1,050,000,000 1,050,000,000 1,050,000,000
Biaya pengeringan Rp/kg 232.58 221 172.05

Recirculating batch dryer


Kapasitas per hari (ton) 120
Kapasitas per tahun (ton) 9,000
Jam operasional dryer/hari (jam) 12
Jam operasional dryer/bulan (hari) 25
Jam operasional dryer/Tahun (bulan) 3
Kebutuhan sekam (Rp) 112,500,000
Kebutuhan listrik (Rp) 378,000,000
Tenaga kerja (Rp) 312,000,000
Perawatan (Rp) 1,016,342,500
Biaya pengeringan Rp/kg 202

Jika dilihat pada kapasitas yang sama, yaitu 9000 ton per tahun dengan masa panen
3 bulan, biaya pengeringan continuous dryer mencapai Rp. 232.58/per kg, sementara
untuk tipe recirculating batch dryer adalah Rp. 202/kg. Untuk tipe continuous dryer,
kapasitas produksi masih bisa dinaikkan menjadi 12,000 dengan jam kerja 16 jam
sampai 15,000ton dengan jam kerja alat pengering 20 jam per hari. Masing-masing
biaya pengeringan menjadi Rp 221/kg dan Rp. 172.05/kg. Ini menunjukkan bahwa
continuous dryer mempunyai fleksibilitas kapasitas pengeringan sesuai dengan
potensi jagung yang ada di lokasi. Sementara untuk tipe recirculating batch dryer,
karena tipe batch yang dibatasi oleh kapasitas dan waktu pengeringan sampai semua
jabung mencapai kadar air kesetimbangan (14%) serta kegiatan loading dan
unloading, maka proses pengeringan dalam satu hari hanya berlangsung dalam satu
kali proses.

7.5. Kebutuhan Kapasitas Silo


Kapasitas silo yang diperlukan ditentukan oleh kapasitas pengering dan lama simpan
yang diharapkan. Pada prakteknya, banyak faktor lain yang menentukan yaitu jam
operasi/hari, hari kerja/bulan, jumlah bulan per tahun dan waktu persiapan seperti
loading dan unloading.
Dari perhitungan kapasitas silo 15,000ton (5 silo), dengan kapasitas pengeringan 10
ton per jam untuk tipe continuous dryer maka silo dapat dipenuhkan dalam waktu 3
bulan jika kerja dryer 20 jam/hari dan 25 hari kerja/bulan. Jika penjualan dilakukan

27
dalam kurun waktu pengeringan, maka silo tidak akan penuh. Semua kemungkinan
tersebut dengan asumsi jagung yang dikeringkan memiliki kadar air maksimum 20%
dengan kecepatan pengeringan 1%/jam flat. Lebih dari itu, pengisian silo menjadi lebih
panjang. Waktu optimal pengisian silo adalah 2 bulan sesuai dengan kebiasaan di
lapangan periode panen sekitar 40 hari dengan masa penjualan jagung dari petani
sampai 60 hari (Tabel 7).

Tabel 7. Waktu pengisian silo dengan variasi waktu kerja dan kadar air awal bahan

Jam Siklus Berat Produk


Waktu Waktu isi
Operas KA awal KA akhir Pengeringa
Pengeringa ton/har ton/bula ton/tahu Silo
i (jam) (%) (%) n
n (Jam) i n n (bulan)
(kali/hari)
18 14 4 2.3 274 6,857 54,857 2.19
16 19 14 5 2.0 240 6,000 48,000 2.50
20 14 6 1.8 213 5,333 42,667 2.81
Kapasitas Silo Rasional 10,000
18 14 4 2.9 343 8,571 68,571 1.75
20 19 14 5 2.5 300 7,500 60,000 2.00
20 14 6 2.2 267 6,667 53,333 2.25
Kapasitas Silo Rasional 15,000
18 14 4 3.4 411 10,286 82,286 1.46
24 19 14 5 3.0 360 9,000 72,000 1.67
20 14 6 2.7 320 8,000 64,000 1.88
Kapasitas Silo Rasional 16,000

Catatan: Asumsi yang digunakan adalah: 25 HK/bulan, 8 bulan kerja/tahun, kapasitas pengering 120
ton/hari (dioperasikan sebagai kontinyu), dan loading-unloading 3 jam.

Dengan mempertimbangkan bahwa semua jagung petani harus dikeringkan maka


kapasitas silo yang disarankan adalah 9,000 – 10,000 ton. Kapasitas lebih besar dapat
digunakan jika pembelian jagung dengan kadar air <15.5% tidak perlu dikeringkan.
Namun demikian, pilihan ini mengandung risiko jika penjualan tidak dapat dilakukan
dalam waktu kurang dari satu bulan atau maksimum 2 bulan. Pilihan lain, jika
kapasitas maksimum tetap dipertahankan maka silo dapat dilengkapi dengan chiller.
Perhitungan yang aman adalah jam operasi sekitar 10-16 jam untuk Continuous Dryer
dan satu siklus (10 jam) untuk Circular Dryer (Tabel 8).
Tabel 8. Kapasitas silo pada jam kerja rasional

28
Pada praktiknya, jam kerja dapat bervariasi tergantung kebutuhan. Perhitungan
(Tabel 8) digunakan untuk memastikan pengeringan berjalan baik meskipun pada
kapasitas kerja yang relatif pendek. Sebaliknya, jika kedatangan bahan baku
berlangsung cepat dalam volume besar maka jam operasi dapat diperpanjang,
terutama untuk Continuous Dryer. Dengan asumsi penjualan juga terjadi pada masa
operasi maka silo juga akan mengalami unloading (pengosongan) dan masuk ke
dalam ruang kemas (karena penjualan dalam kemasan) dan dapat disimpan di
gudang.
Berdasarkan pertimbangan aspek teknik dan teknologis, maka tipe pengering yang
direkomendasikan adalah continuous dryer kapasitas 10 ton per jam dengan silo yang
berkapasitas total 9,000-10,000 ton. Karena spesifikasi teknis silo adalah 3000 ton
untuk satu silo, maka rekomendasi silo di lokasi Dompu dan Bolang Mongondow
dengan kapasitas pengering 10 ton per jam dengan 3 silo.
Produksi jagung Kabupaten Dompu pada tahun 2018 mencapai 536,578 ton, artinya
dengan keberadaan CDC kapasitas 9000-10,000 ton, maka ketersediaan bahan baku
masih mencukup untuk mengisi CDC BULOG. Kebutuhan sekam, dengan produksi
padi yang 254,615 ton yang dapat menghasilkan sekam untuk bahan bakar dryer,
maka potensi sekam masih cukup untuk pasokan mesin pengering di CDC Dompu.
Demikian juga untuk CDC Bolang Mongondow, produksi jagung pada tahun 2018
adalah 410,980 ton dan produksi padi sebagai sumber bahan baku sekam, mencapai
254,615ton. Ini menunjukkan bahwa potensi pasokan jagung dan bahan bakar sekam
untuk CDC Bolang Mongondow cukup potensial.
Rencana pembangunan CDC Dompu adalah dengan mesin pengering kapasitas
100TPD (10 ton per jam dengan jam kerja 10 jam per hari) dan jumlah silo 5,
sedangkan CDC Bolang Mongondow dengan mesin pengering 100TPD (10 ton per
jam dengan jam kerja 10 jam per hari) dan jumlah silo 7. Jika rencana penempatan
silo tersebut tidak diubah, maka perlu mempertimbangkan penambahan kapasitas
pengering menjadi dua kali lipat, yaitu 200TPD (20 ton per jam dengan jam kerja 10
jam per hari). Untuk tipe continuous dryer, kapasitas pengering dalam 3 bulan dapat
mencapai 24,000 ton pada jam operasional 10 jam per hari. Biaya proses
pengeringan adalah Rp 151.28/kg.

29
30
8. REKOMENDASI

1. Dari perspektif bahan, waktu dan kebutuhan energi pengeringan maka setiap
bahan mempunyai kekhasan masing-masing. Kondisi pengeringan yang optimal
berbeda dari satu bahan ke bahan lainnya. Jagung memerlukan rancangan
pengeringan yang spesifik. Semakin khusus rancangan semakin baik meskipun
memerlukan pengelolaan operasi yang khusus pula.
2. Kondisi lingkungan tropis di Indonesia memiliki RH berkisar pada 65-80 persen
dan suhu 30-35oC. Pada kondisi ini EMC jagung sekitar 13.5-15.5% sehingga
jagung sebaiknya dikeringkan hingga 14% untuk dapat disimpan dalam waktu
yang lama (hingga 6 bulan).
3. Pengeringan jagung dapat menggunakan suhu tinggi dengan laju udara panas 2-
3 m3menit-1 ton-1.
4. Kadar air jagung beragam sehingga kecepatan dan waktu pengeringan akan
bervariasi, oleh karena itu alat pengering harus memiliki fasilitas pengatur
kecepatan dan suhu pengering.
5. Kapasitas silo optimum silo adalah 9,000 ton untuk kapasitas pengering 120
ton/hari recirculating batch dryer (4 batch x 30 ton) beroperasi satu kali proses
pengeringan per hari dan continuous dryer (10 ton/jam) minimum 16 jam/hari.
Kapasitas dapat ditingkatkan hingga 12,000 ton jika jam operasi 24 jam/hari. 25
hari per bulan.
6. Pengering sebaiknya digunakan khusus untuk jagung.
7. Continuous dryer lebih baik untuk jagung dibandingkan dengan recirculating batch
dryer karena dapat dilakukan pada suhu tinggi dengan waktu yang lebih singkat
jika kapasitas lebih dari 6 ton/jam dengan waktu operasi lebih dari 10 jam/hari.
Semakin besar kapasitas dan semakin panjang waktu operasi semakin efisien.
8. CDC untuk Dompu disarankan terdiri dari Continuous Dryer kapasitas 10 ton per
jam dan 3 Silo kapasitas 9000 ton serta untuk Bolang Mongondow kapasitas
Continuous Dryer 10 ton per jam dan 3 Silo dengan kapasitas total 9000 ton.
9. Jika kapasitas silo di Dompu dan Bolang Mongondow tidak berubah, maka perlu
dipertimbangkan penyesuaian kapasitas pengering yang digunakan menjadi dua
kali lipat (20 ton per jam) dengan implikasi, proses pengadaan jagung dan
ketersediaan bahan bakar yang diperlukan menjadi lebih besar. Meskipun potensi
jagung dan padi di Dompu dan Bolang Mongondow cukup besar, tetapi proses
bisnis di CDC menjadi lebih berat karena harus mempertimbangkan potensi
pemasaran jagung yang sudah dikeringkan dimana sebagian besar kebutuhan
jagung untuk pakan ternak berada di Pulau Jawa.

31
DAFTAR PUSTAKA

Abasi S, Minaei S. 2014. Effect of Drying Temperature on Mechanical Properties of


Dried Corn. Drying Technology 32(7), 774-780.
Anonim. 2011. Jagung. http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung.Diakses Pada 23
November 2020
Beagle. E.C. 1976. Rice Husk Conversion to Energy. Roma, Italy
Beke J, Vas A, Mujumdar AS. 1993. Impact op process parameters on the nutritional
value of convectively dried grains. Drying Technology 11(6), 1415–1428.
Bittman S, Kowalenko CG. 2004. Advanced silage corn management: A production
guide to coastal British Columbia and the Pacific Northwest. Agassiz, B.C: Pacific
Field Corn Association.
Brooker, D.B., F.W. Bakker., and C.W. Arkema. 1974. Drying Cereal Grains. West
Port. USA: The A VI Publishing Co. Inc.
Chakraverty, Amalendu dan Singh, R.Paul. 2001. Postharvest Techolology : cereal,
pulses, fruits and vegetables. Science Publishers, Inc., Enfield, NH, USA.
Doymaz I, Pala M. 2003. The thin-layer drying characteristics of corn. Journal of Food
Engineering 60(2), 125–130.
Doran PM. 2013. Bioprocess Engineering Principles. Elsevier Ltd.
Earle RL. 1983. Unit Operations in Food Processing. NZIFST (Inc.)
Esper A, Muhlbauer W. 1998. Solar drying – An effective means of food preservation.
Renewable Energy, 5, 95–100.
Hall DW. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical
Areas. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
Han F, Zuo C, Wu W, Li J, Liu Z. 2012. Model Predictive Control of the Grain Drying
Process. Mathematical Problems in Engineering. Article ID 584376,
doi:10.1155/2012/584376.
Hellevang K. 2011. Corn Drying and Storage Tips: NDSU Extension Service, Ag &
Biosystems Engineering Department.
Hossain, M. B., Brunton, N. P., Barry-Ryan, C., Martin-Diana, A. B., & Wilkinson,
Momparisont. 2008. Antioxidant activity of spice extracts and phenolics in co
synthetic antioxidants. Rasayan Journal of Chemistry, (4), 751–756.
Houston, D.F., 1972. Rice Chemistry and Technology. American Association of Cereal
Chemist, Inc. Minnesota.
Kocsis L, Deákvári J, Herdovics M. 2009. Corn drying investigation based on
thermographic image analysis. Synergy Conference 30. August–03. September
2009. Gödöllő, Hungary.

32
Lewicki PP. 1998. Effect of pre-drying treatment, drying and rehydration on plant tissue
properties: A review. International Journal of Food Properties, 1(1), 1–22.
Lewicki PP, Pawlak G. 2003. Effect of drying on microstructure of plant tissue. Drying
Technology 21(4), 657–683.
Manalu, LP. 1999. Pengering Energi Surya dengan Pengaduk Mekanis
untukPengeringan Kakao [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor
Moreira R, Figueiredo A, Sereno A. 2000. Shrinkage of apple disks during drying by
warm air convection and freeze drying. Drying Technology Journal 18(1&2), 279–
294.
Nelwan, L.O. 1997. Pengeringan Kakao dengan Energi Surya Menggunakan Rak
Pengering dengan Kolektor Tipe Efek Rumah Kaca [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Purwadaria, H.K. 1988. Teknologi Penanganan Pasca Panen Jagung. Buku
Pegangan (Edisi 2). Departemen Pertanian FAO, UNDP. Jakarta.
Subekti, N. A. 2010. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Teknik
Produksi dan Pengembangan Tanaman Jagung, 20-21.
Suprapto dan Marzuki. 2005. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung
(Zea Mays Saccharata Sturt). Penebar Swadaya. Jakarta.
Sutrisno, M., Wahyudin, dan E.E Ananto. 2001. The Technical and Economical
Performance of The “ABC” Type Paddy Dryer. Indonesian Journal of Agricultural
Science. Vol.2, No.2, Oktober 2001. Agency for Agricultural Research and
Development.

33

Anda mungkin juga menyukai