Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENELITIAN

EVALUASI KADAR AIR GABAH

KETUA PENELITI : Andi Nurwidah, S.Si., M.Pd NIDN. 0929076502


ANGGOTA MAHASISWA : Andi Asni
Arinil Haq

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG


TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : EVALUASI KADAR AIR GABAH

Peneliti/Pelaksana
Nama Lengkap : Andi Nurwidah, S.Si., M.Pd
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang
NIDN : 0929076502
Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Nomor HP : +62 812-1000-255
Alamat surel (e-mail) : andiwida@yahoo.com

Institusi Mitra (jika ada)


Nama Institusi Mitra :-
Alamat :-
Penanggung Jawab :-
Tahun Pelaksanaan : Tahun ke 1 dari rencana 1tahun
Biaya Tahun Berjalan : Rp 3.500.000
Biaya Keseluruhan : Rp 3.500.000

Rappang, 16 April 2021


Mengetahui,
Kepala LP3M UMS Rappang
Rappang,
Ketua,

(Ahmad Mustanir, S.I.P., M.Si)


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan.,

mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan serta membandingkan kadar air gabah sebelum

dan sesudah dikeringkan . Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: Pada

percobaan pertama yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan didapatkan hasil 20,5

%. Pada percobaan kedua yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan didapatkan

hasil 14%. Setelah di keringkan selama 4 jam. Pada percobaan terakhir yaitu membandingkan

kadar air gabah sebelum dan sesudah dikeringkan, dapat dilihat dari hasilnya perbedaan yang

sangat signifikan dari hasil kadar air setelah pemanenan dan kadar air setelah pengeringan

menurun sebanyak 6,5%.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ ii
ABSTRAK ...................................................................................................................... iii
ABSTRACT .................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 4
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................. 8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 10
BAB V KESIMPULAN .................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 18

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani

adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses

pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi

beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari

ketidaksempurnaan penanganan pasca panen mencapai 20,51%, dimana kehilangan saat

pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya

kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih

menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi

proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar (Purwanto, 2015).

Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca panen yang baik, sampai

usaha ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika tingkat kehilangan panen bisa ditekan

sampai minimal 0,5 sampai 1 persen untuk setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap

dapat dikurangi sampai 3 sampai 5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan

mencapai 1,59 sampai 2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung

mengamankan target produksi beras nasional setiap tahunnya (Purwanto, 2015).

Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi

menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan.

Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui

karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi

beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak

1
dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut

dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras

sosoh (beras putih) (Purwanto, 2015).

1.2 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan.

2. Mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan.

3. Membandingkan kadar air gabah sebelum dan sesudah dikeringkan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Beras adalah makanan pokok penduduk Indonesia. Namun ironisnya Indonesia sebagai

negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang subur justru mengimpor beras dari negara

lain. Salah satu penghambat produksi beras di Indonesia yaitu permasalahan pada proses

pengeringan gabah. Selama ini para petani Indonesia hanya mengandalkan panas matahari untuk

mengeringkan gabah hasil panennya sehingga pada saat musim hujan mereka mengalami

kesulitan dalam proses pengeringannya. Pengeringan menggunakan panas matahari

membutuhkan waktu minimal 3 hari untuk mencapai kadar air minimal dalam gabah agar dapat

digiling dengan sempurna sehingga jika hari hujan petani tidak dapat mengeringkan gabah

mereka dan hal ini dapat menyebabkan gabah rusak yang pada akhirnya beras yang dihasilkan

memiliki kualitas jelek (Rohmat, 2012).

Gabah adalah bulir padi,biasanya mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari

tangkainya atau jerami.asal kata “gabah” dari bahasa jawa gabah.dalam perdagangan

komoditas,gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi

karena perdagangan padi dalam skala besar dalam bentuk gabah.terdapat definisi teknis

perdaganagn untuk gabah,yaitu “hasil tanam padi yang telah dipisahkan dari tangkainya dengan

cara perontokan” (Haryadi, 2018).

Beras memiliki banyak varian mungkin beberapa diantaranya sudah dikenal

seperti;varietas pandan wangi,varietas ramos,varietas rojolele,varietas batang lembang dan lain-

lain. Warna dan bulir beras yang berbeda-beda adalah karena faktor genetik,hal ini disebabkan

oleh perbedaan gen yang mengatur warna aleuron,warna endorspemia dan komposisi pati pada

endospermia.dan juga karena faktor lingkungan yang membuat gabah padi kurang nutrisinya

dikarenakan lingkungan sekitar yang tidak mendukung pertumbuan padi itu sendiri,faktor

3
lingkungan lainnya juga dapt mempengaruhi gabah padi misalnya kurangnya pengairan pada

padi,tanah yang kurang unsur hara,cuaca,temperatur,cahaya dan faktor lingkungan penghambat

dimana pada saat itu padi yang varietasnya sama ditanami pada lingkungan yang berbeda

sehingga padi tersebut menampakkan perbedaan. (Haryadi, 2018).

Gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam tergantung dari varietasnya. Secara

garis besar butiran-butiran gabah dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Bagian pertama yaitu

bagian yang paling luar disebut sekam. Sekam tersusun atas palea, lemma, dan glume. Bagian

kedua disebut lapisan bekatul, lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah dan

lapisan silang. Sedangkan bagian terakhir atau bagian terdalam disebut endosperm

(Abdul, 2012).

Ukuran beras dibedakan dalam 3 tipe yaitu panjang (long grain), sedang (mediumgrain),

dan pendek (short grain). Beras yang berukuran pendek cenderung berbentuk bulat, liat dan

sukar patah. Sedangkan yang berukuran panjang berbentuk langsing dan mudah patah. Antar tipe

beras pendek (<5,5 mm) dan panjang (>6,6 mm) dapat menimbulkan perbedaan rendemen

sampai 5%. Bentuk beras juga mempengaruhi perolehan beras kepala dan beras patah hasil

gilingan (Iswari, 2012).

Gabah dan biji- bijian secara umum merupakan bahan pangan yang penting karena

sifatnya yang mampu mempertahankan mutu selama penyimpanan dengan baik. Kadar air

merupakan faktor utama yang menentukan ketahanan gabah dalam simpanan setelah gabah

digiling menjadi beras. Kadar air yang baik untuk melakukan penggilingan adalah 13-15 %. Oleh

sebab itu gabah dengan kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (Haryadi, 2018 ).

Gabah dari hasil panen atau yang dikenal dengan nama ”Gabah Kering Panen (GKP)”

biasanya mempunyai kandungan air 18 – 25 %. Gabah harus memenuhi syarat kandungan air

4
gabah agar gabah layak disimpan atau digiling, yaitu kandungan airnya sekitar 14%, sedangkan

agar gabah dapat langsung digiling, kandungan airnya harus 12-13% (Departemen Pertanian,

2010). Gabah Kering Panen ini harus secepatnya dikeringkan karena jika tidak langsung

dikeringkan, akan muncul permasalahan-permasalahan, yaitu akan terjadi kerusakan pada butir

beras yang dihasilkan, ditandai dengan warna beras yang agak kecoklatan, menyebabkan harga

jual rendah sehingga merugikan petani dan dengan kadar air tersebut gabah tidak mempunyai

ketahanan untuk disimpan (Parnsakhorn dkk, 2012).

Selama ini, sebagian besar petani di Indonesia mengeringkan gabah dengan cara

menjemurnya di lahan tertentu dengan mengandalkan panas matahari. Cara ini umum dilakukan

karena proses pengeringannya sederhana dan biayanya yang dikeluarkan sedikit. Tetapi cara

konvensional ini memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain : ketergantungan terhadap panas

matahari, lamanya proses pengeringan, luas lahan, jumlah pekerja, dan lain-lain. Akibat

pemanasan global ini, tidak dapat lagi dipastikan kapan musim kemarau tiba. Petani tidak bisa

mengeringkan padi dengan tenang karena hujan bisa datang kapan saja. Sedangkan jika gabah

tidak segera dikeringkan, gabah tersebut akan tumbuh atau membusuk karena aktivitas

metabolisme oleh mikroorganisme. Hal ini tentu saja menurunkan kualitas gabah dan merugikan

petani. (Lea dkk, 2014).

Gabah kering panen (GKP) adalah gabah yang baru dipanen secara umum mempunyai

kadar air cukup tinggi, yaitu 22,9–29,1% kadar air yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas

enzim-enzim dalam gabah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas enzim-enzim

dalam gabah dipengaruhi oleh suhu. bahwa suhu optimum amilase beras adalah 40–60 oC,

protease pada suhu 60 oC lipase pada suhu 37 oC dan tetap stabil sampai suhu 40 oC. Oleh

karena itu, kombinasi antara GKP dan suhu penyimpanan digunakan untuk akselerasi

5
pengusangan gabah dalam penelitian ini. Meskipun kadar air gabah yang tinggi menjadi faktor

pembatas karena gabah akan cepat rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

suhu dan lama penyimpanan GKP terhadap mutu giling dan warna beras. (Ashar dan Iqbal,

2013).

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 25 September 2021 Pukul 09.00

WITA. Adapun lokasi pelaksanaan praktikum ini adalah bertempat di Desa Timoreng Panua.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Moistur meter

b. Baskom

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Gabah

C. Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan bahan serta alat yang digunakan (Gabah basah, alat moisture meter, baskom dan

terpal).

2. Mengukur kadar air gabah basah atau kadar air gabah setelah pemanenan didalam baskom,

amati dan catat kadar airnya.

6
3. Mengeringkan gabah pada terpal dibawah sinar matahari langsung selama 4 jam. setelah 4

jam masukkan gabah kering kedalam baskom, ukur kadar air gabah kering. Amati dan catat

hasil kadar airnya.

7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian ini kadar air setelah pemanenan atau kadar air gabah basah didapatkan

hasil 20,5%, setelah dikeringkan selama 4 jam pada terpal dibawah sinar matahari

didapatkan hasil kadar air gabah 14,0%.

1. Dapat dilihat dari hasilnya perbedaan yang sangat signifikan dari hasil kadar air setelah

pemanenan dan kadar air setelah pengeringan menurun sebanyak 6,5%. Hal ini

dikarenakan pada proses pengeringannya diawasi dengan ketat serta sinar matahari yang

tidak terlalu panas sehingga kadar air yang didapatkan sesuai.

2. Hasil yang didapatkan pada kadar air setelah pengeringan adalah merupakan kadar air

gabah menurut SNI 01-2891-1992 yaitu 14%. Alat yang digunakan untuk mengukur

kadar air gabah adalah Moisture meter banyak juga disebut dengan tester kadar air. Alat

ini juga dapat menghitung kelembaban dalam segala kondisi, baik terhampar, maupun

dalam keadaan tersimpan disuatu tempat tertentu.

2.2 Status Luaran

Pada dasarnya aktifitas yang telah dikerjakan sejak disetujuinya proposal penawaran untuk

mengerjakan proyek penelitian, berjalan dengan baik dengan tahapan yang telah direncanakan.

Berikut pada Tabel 3 disajikan luaran yang direncanakan dan capaian yang telah dikerjakan

sampai pada laporan kemajuan penelitian ini.

Tabel .3. Hasil capaian penelitian tahap akhir

No Luaran yang direncanakan Capaian

1. Publikasi Penelitian pada Jurmal JASATHP: Jurnal Sains dan Teknologi Hasil

8
Nasional Pertanian

2.3 Rencana Tahap Selanjutnya

Laporan akhir penelitian ini belum begitu maksimal. Penulis akan mencapai target

pencapaian pada tahun ini sehingga hasil kontribusi penelitian ini dapat bermanfaat oleh

khalayak orang banyak, namun tentunya pada tahapan penelitian ini masih berpeluang untuk

diadakan perbaikan, utamanya pada sasaran responden dimana akan direncanakan

pengembangan perlunya untuk meningkatkan kemampuannya melalui pendidikan nonformal.

9
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Pada percobaan pertama yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan didapatkan

hasil 20,5 %.

2. Pada percobaan kedua yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan didapatkan

hasil 14%. Setelah di keringkan selama 4 jam.

3. Pada percobaan terakhir yaitu membandingkan kadar air gabah sebelum dan sesudah

dikeringkan, dapat dilihat dari hasilnya perbedaan yang sangat signifikan dari hasil kadar air

setelah pemanenan dan kadar air setelah pengeringan menurun sebanyak 6,5%.

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat praktikum berlangsung kita harus memahami prosedur dengan benar dan teliti agar

mendapatkan hasil pengamatan dan perhitungan yang benar.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abdul. (2012). Keanekaragaman Genetik . Yogyakarta: Offset.

Figiart, R. (2012). Peningkatan Kualitas Gabah Dengan Proses Pengeringan Menggunakan Zeolit
Pada Unggun Terfluidisasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 206-212.

Haryadi. (2018). Dasar-Dasar Pemuliaan Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Iqbal, A. d. (2013). Penanganan Pasca Panen Berbagai Varietas Padi. Jurnal Galung Tropika,
55-59.

Iswari. (2012). Varietas Padi. Yogyakarta: Kanisius.

Noomhorm, P. d. (2012). Effects Of Storage Temperature On Physical and Chemical Properties


Of Brown Rice, Parboiled Brow Rice and Parboiled. Thai Journal Of Agricultural
Scince, 221-231.

Purwanto. (2015). Kehilangan Pasca Panen Padi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Songsermpong, L. d. (2014). Head Rice Yield, Pasting Property and Correlations Of Accelerated
Paddy Rice Aging Properties by Microwave Heating Conditions. International Food
Research Journal, 703-712.

11

Anda mungkin juga menyukai