Peneliti/Pelaksana
Nama Lengkap : Andi Nurwidah, S.Si., M.Pd
Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Sidenreng Rappang
NIDN : 0929076502
Jabatan Fungsional : Asisten Ahli
Program Studi : Teknologi Hasil Pertanian
Nomor HP : +62 812-1000-255
Alamat surel (e-mail) : andiwida@yahoo.com
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan.,
mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan serta membandingkan kadar air gabah sebelum
dan sesudah dikeringkan . Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut: Pada
percobaan pertama yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan didapatkan hasil 20,5
%. Pada percobaan kedua yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan didapatkan
hasil 14%. Setelah di keringkan selama 4 jam. Pada percobaan terakhir yaitu membandingkan
kadar air gabah sebelum dan sesudah dikeringkan, dapat dilihat dari hasilnya perbedaan yang
sangat signifikan dari hasil kadar air setelah pemanenan dan kadar air setelah pengeringan
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah utama dalam penanganan pasca panen padi yang sering dialami oleh petani
adalah tingginya kehilangan hasil selama pasca panen. Kegiatan pasca panen meliputi proses
pemanenan padi, penyimpanan padi, pengeringan gabah, dan penggilingan gabah hingga menjadi
beras. BPS (1996) menyebutkan kehilangan hasil panen dan pasca panen akibat dari
pemanenan 9,52%, perontokan 4,78 %, pengeringan 2,13% dan penggilingan 2,19%. Besarnya
kehilangan pasca panen terjadi kemungkinan dikarenakan sebagian besar petani masih
menggunakan cara-cara tradisional atau meskipun sudah menggunakan peralatan mekanis tetapi
proses penanganan pasca panennya masih belum baik dan benar (Purwanto, 2015).
Pemerintah perlu lebih mengkampanyekan penanganan pasca panen yang baik, sampai
usaha ini mendapat respon yang baik dari petani. Jika tingkat kehilangan panen bisa ditekan
sampai minimal 0,5 sampai 1 persen untuk setiap kegiatan pasca panen dan secara bertahap
dapat dikurangi sampai 3 sampai 5 persen berarti total produksi padi yang bisa diselamatkan
mencapai 1,59 sampai 2,65 juta ton. Suatu jumlah yang sangat besar untuk mendukung
Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi
menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan.
Dalam kaitan dengan proses penggilingan padi, karakteristik fisik padi sangat perlu diketahui
karena proses penggilingan padi sebenarnya mengolah bentuk fisik dari butiran padi menjadi
beras putih. Butiran padi yang memiliki bagian-bagian yang tidak dapat dimakan atau tidak enak
1
dimakan, sehingga perlu dipisahkan. Selama proses penggilingan, bagian-bagian tersebut
dilepaskan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Beras adalah makanan pokok penduduk Indonesia. Namun ironisnya Indonesia sebagai
negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang subur justru mengimpor beras dari negara
lain. Salah satu penghambat produksi beras di Indonesia yaitu permasalahan pada proses
pengeringan gabah. Selama ini para petani Indonesia hanya mengandalkan panas matahari untuk
mengeringkan gabah hasil panennya sehingga pada saat musim hujan mereka mengalami
membutuhkan waktu minimal 3 hari untuk mencapai kadar air minimal dalam gabah agar dapat
digiling dengan sempurna sehingga jika hari hujan petani tidak dapat mengeringkan gabah
mereka dan hal ini dapat menyebabkan gabah rusak yang pada akhirnya beras yang dihasilkan
Gabah adalah bulir padi,biasanya mengacu pada bulir padi yang telah dipisahkan dari
tangkainya atau jerami.asal kata “gabah” dari bahasa jawa gabah.dalam perdagangan
komoditas,gabah merupakan tahap yang penting dalam pengolahan padi sebelum dikonsumsi
karena perdagangan padi dalam skala besar dalam bentuk gabah.terdapat definisi teknis
perdaganagn untuk gabah,yaitu “hasil tanam padi yang telah dipisahkan dari tangkainya dengan
lain. Warna dan bulir beras yang berbeda-beda adalah karena faktor genetik,hal ini disebabkan
oleh perbedaan gen yang mengatur warna aleuron,warna endorspemia dan komposisi pati pada
endospermia.dan juga karena faktor lingkungan yang membuat gabah padi kurang nutrisinya
dikarenakan lingkungan sekitar yang tidak mendukung pertumbuan padi itu sendiri,faktor
3
lingkungan lainnya juga dapt mempengaruhi gabah padi misalnya kurangnya pengairan pada
dimana pada saat itu padi yang varietasnya sama ditanami pada lingkungan yang berbeda
Gabah memiliki karakteristik bentuk yang beragam tergantung dari varietasnya. Secara
garis besar butiran-butiran gabah dapat dibedakan menjadi tiga bagian. Bagian pertama yaitu
bagian yang paling luar disebut sekam. Sekam tersusun atas palea, lemma, dan glume. Bagian
kedua disebut lapisan bekatul, lapisan bekatul tersusun atas lapisan luar, lapisan tengah dan
lapisan silang. Sedangkan bagian terakhir atau bagian terdalam disebut endosperm
(Abdul, 2012).
Ukuran beras dibedakan dalam 3 tipe yaitu panjang (long grain), sedang (mediumgrain),
dan pendek (short grain). Beras yang berukuran pendek cenderung berbentuk bulat, liat dan
sukar patah. Sedangkan yang berukuran panjang berbentuk langsing dan mudah patah. Antar tipe
beras pendek (<5,5 mm) dan panjang (>6,6 mm) dapat menimbulkan perbedaan rendemen
sampai 5%. Bentuk beras juga mempengaruhi perolehan beras kepala dan beras patah hasil
Gabah dan biji- bijian secara umum merupakan bahan pangan yang penting karena
sifatnya yang mampu mempertahankan mutu selama penyimpanan dengan baik. Kadar air
merupakan faktor utama yang menentukan ketahanan gabah dalam simpanan setelah gabah
digiling menjadi beras. Kadar air yang baik untuk melakukan penggilingan adalah 13-15 %. Oleh
sebab itu gabah dengan kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (Haryadi, 2018 ).
Gabah dari hasil panen atau yang dikenal dengan nama ”Gabah Kering Panen (GKP)”
biasanya mempunyai kandungan air 18 – 25 %. Gabah harus memenuhi syarat kandungan air
4
gabah agar gabah layak disimpan atau digiling, yaitu kandungan airnya sekitar 14%, sedangkan
agar gabah dapat langsung digiling, kandungan airnya harus 12-13% (Departemen Pertanian,
2010). Gabah Kering Panen ini harus secepatnya dikeringkan karena jika tidak langsung
dikeringkan, akan muncul permasalahan-permasalahan, yaitu akan terjadi kerusakan pada butir
beras yang dihasilkan, ditandai dengan warna beras yang agak kecoklatan, menyebabkan harga
jual rendah sehingga merugikan petani dan dengan kadar air tersebut gabah tidak mempunyai
Selama ini, sebagian besar petani di Indonesia mengeringkan gabah dengan cara
menjemurnya di lahan tertentu dengan mengandalkan panas matahari. Cara ini umum dilakukan
karena proses pengeringannya sederhana dan biayanya yang dikeluarkan sedikit. Tetapi cara
matahari, lamanya proses pengeringan, luas lahan, jumlah pekerja, dan lain-lain. Akibat
pemanasan global ini, tidak dapat lagi dipastikan kapan musim kemarau tiba. Petani tidak bisa
mengeringkan padi dengan tenang karena hujan bisa datang kapan saja. Sedangkan jika gabah
tidak segera dikeringkan, gabah tersebut akan tumbuh atau membusuk karena aktivitas
metabolisme oleh mikroorganisme. Hal ini tentu saja menurunkan kualitas gabah dan merugikan
Gabah kering panen (GKP) adalah gabah yang baru dipanen secara umum mempunyai
kadar air cukup tinggi, yaitu 22,9–29,1% kadar air yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas
dalam gabah dipengaruhi oleh suhu. bahwa suhu optimum amilase beras adalah 40–60 oC,
protease pada suhu 60 oC lipase pada suhu 37 oC dan tetap stabil sampai suhu 40 oC. Oleh
karena itu, kombinasi antara GKP dan suhu penyimpanan digunakan untuk akselerasi
5
pengusangan gabah dalam penelitian ini. Meskipun kadar air gabah yang tinggi menjadi faktor
pembatas karena gabah akan cepat rusak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
suhu dan lama penyimpanan GKP terhadap mutu giling dan warna beras. (Ashar dan Iqbal,
2013).
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada hari sabtu tanggal 25 September 2021 Pukul 09.00
WITA. Adapun lokasi pelaksanaan praktikum ini adalah bertempat di Desa Timoreng Panua.
a. Moistur meter
b. Baskom
a. Gabah
C. Prosedur Kerja
1. Menyiapkan bahan serta alat yang digunakan (Gabah basah, alat moisture meter, baskom dan
terpal).
2. Mengukur kadar air gabah basah atau kadar air gabah setelah pemanenan didalam baskom,
6
3. Mengeringkan gabah pada terpal dibawah sinar matahari langsung selama 4 jam. setelah 4
jam masukkan gabah kering kedalam baskom, ukur kadar air gabah kering. Amati dan catat
7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini kadar air setelah pemanenan atau kadar air gabah basah didapatkan
hasil 20,5%, setelah dikeringkan selama 4 jam pada terpal dibawah sinar matahari
1. Dapat dilihat dari hasilnya perbedaan yang sangat signifikan dari hasil kadar air setelah
pemanenan dan kadar air setelah pengeringan menurun sebanyak 6,5%. Hal ini
dikarenakan pada proses pengeringannya diawasi dengan ketat serta sinar matahari yang
2. Hasil yang didapatkan pada kadar air setelah pengeringan adalah merupakan kadar air
gabah menurut SNI 01-2891-1992 yaitu 14%. Alat yang digunakan untuk mengukur
kadar air gabah adalah Moisture meter banyak juga disebut dengan tester kadar air. Alat
ini juga dapat menghitung kelembaban dalam segala kondisi, baik terhampar, maupun
Pada dasarnya aktifitas yang telah dikerjakan sejak disetujuinya proposal penawaran untuk
mengerjakan proyek penelitian, berjalan dengan baik dengan tahapan yang telah direncanakan.
Berikut pada Tabel 3 disajikan luaran yang direncanakan dan capaian yang telah dikerjakan
1. Publikasi Penelitian pada Jurmal JASATHP: Jurnal Sains dan Teknologi Hasil
8
Nasional Pertanian
Laporan akhir penelitian ini belum begitu maksimal. Penulis akan mencapai target
pencapaian pada tahun ini sehingga hasil kontribusi penelitian ini dapat bermanfaat oleh
khalayak orang banyak, namun tentunya pada tahapan penelitian ini masih berpeluang untuk
9
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pada percobaan pertama yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pemanenan didapatkan
hasil 20,5 %.
2. Pada percobaan kedua yaitu mengetahui kadar air gabah setelah pengeringan didapatkan
3. Pada percobaan terakhir yaitu membandingkan kadar air gabah sebelum dan sesudah
dikeringkan, dapat dilihat dari hasilnya perbedaan yang sangat signifikan dari hasil kadar air
setelah pemanenan dan kadar air setelah pengeringan menurun sebanyak 6,5%.
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat praktikum berlangsung kita harus memahami prosedur dengan benar dan teliti agar
10
DAFTAR PUSTAKA
Figiart, R. (2012). Peningkatan Kualitas Gabah Dengan Proses Pengeringan Menggunakan Zeolit
Pada Unggun Terfluidisasi. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, 206-212.
Iqbal, A. d. (2013). Penanganan Pasca Panen Berbagai Varietas Padi. Jurnal Galung Tropika,
55-59.
Purwanto. (2015). Kehilangan Pasca Panen Padi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Songsermpong, L. d. (2014). Head Rice Yield, Pasting Property and Correlations Of Accelerated
Paddy Rice Aging Properties by Microwave Heating Conditions. International Food
Research Journal, 703-712.
11