Anda di halaman 1dari 106

PANDUAN FASILITATOR

MODUL BLOK XI
IKGM II

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019 / 2020

1
GAMBARAN BLOK
Blok XI (IKGM II) merupakan blok XI pada semester IV dari kurikulum blok
PBL Fakultas Kedokteran Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri. Blok
XI (I
KGM II) ini terdiri dari Enam modul yaitu modul Epidemiologi Gigi dan Mulut
(Dental Epid), Statistik, Manajement, Dokter gigi keluarga, Limbah medis dan
Ergonomi.
Bentuk kegiatan pembelajaran didalam blok ini yaitu small group discussion
(tutorial), perkuliahan klarifikasi dan perkuliahan tambahan.
Secara umum, isi blok ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar dalam
kesehatan masyarakat. Dalam blok ini mahasiswa akan mulai dikenalkan pada dental
ergonomic serta dental epidemiologi.
Blok XI (IKGM II) bertujuan memberikan pengetahuan tentang :
1. Epidemiologi masalah kesehatan gigi dan mulut
2. Satistik
3. Mananajemen pelayanan kesehatan di Rumah Sakit dan Mananajemen
Puskesmas
4. Kedokteran gigi keluarga
5. Limbah Medis
6. Menciptakan sistem kerja yang lebih sehat aman dan nyaman Ergonomi
Kedokteran Gigi
Diharapkan mahasiswa dapat mengerti konsep dari ilmu kesehatan masyarakat
dan pelaksanaannya di lapangan, sehingga dapat mempunyai bekal ilmu yang sesuai
dengan kompetensinya untuk dapat dilaksanakan di masyarakat.

2
TOPIK TREE
BLOK XI (IKGM II)

Masyarakat Dental

(Keluarga) Epidemiologi

Pelayanan
ERGONOMI
Kesehatan

Dokter
RS Puskesmas
Keluarga

Manajemen Standar Kebijakan


RS Puskesmas Pelayanan

Pedoman
Manajemen Manajemen Rawat Rawat Penyelenggaraan
Klinis Keuangan Jalan Inap

Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan Pelayanan Kesehatan


Bermutu Bermutu Bermutu

Derajat kesehatan
optimal

3
AREA KOMPETENSI
BLOK XI ( IKGM II )
Area Kompetensi (Domain) dari Standar Kompetensi Dokter Gigi yang akan dicapai
pada blok ini yaitu:
Domain V: Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat = Mampu menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat menuju kesehatan gigi dan mulut yang
prima.
Domain VI: Manajemen Praktik Dokter Gigi = Mampu menerapkan fungsi
manajemen dalam menjalankan praktik kedokteran gigi
Capaian Pembelajaran :
Mampu melakukan upaya kesehatan masyarakat :
1. Mampu menguasai oral epidemiologi secara mendalam
2. Menguasai prinsip-prinsip biostatistika
3. Menguasai konsep pencegahan penyakit gigi dan mulut secara mendalam
4. Menguasai prinsip – prinsip teknologi informasi untuk program kesehatan gigi
mulut masyarakat
5. Menguasai prinsip-prinsip teknologi informasi untuk penelusuran informasi dan
sumber belajar di bidang kesehatan gigi masyarakat
6. Menguasai teknologi informasi untuk pengumpulan dan pengolahan data di
bidang kesehatan gigi masyarakat
7. Menguasai prinsip – prinsip dasar manajemen
8. Menguasai prinsip-prinsip kepemimpinan dalam organisasi kesehatan
9. Menguasai konsep manajemen dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara
mendalam
10. Menguasai konsep perencanaan praktik kedokteran gigi secara mendalam
11. Menguasai konsep pengorganisasian dalam praktik kedokteran gigi secara
mendalam
12. Menguasai konsep pemantauan dan evaluasi praktik kedokteran gigi secara
mendalam
13. Menguasai konsep pembiayaan kesehatan secara mendalam
14. Menguasai konsep pengendalian infeksi di praktik dokter gigi secara mendalam
15. Menguasai konsep pengelolaan limbah medis secara umum
16. Menguasai prinsip-prinsip ergonomis
17. Menguasai konsep keselamatan pasien secara umum

4
KARAKTERISTIK MAHASISWA
Blok XI (IKGM II) ditujukan bagi mahasiswa Kedokteran Gigi semester 4 yang
telah mendapat dasar-dasar tentang ketrampilan belajar dengan metode PBL
(Problem Based Learning) pada blok sebelumnya. Blok ini dimaksudkan
memberikan dasar pengetahuan tentang modul Epidemiologi Gigi dan Mulut (Dental
Epid), Statistik, Manajement, Dokter gigi keluarga, Limbah medis dan Ergonomi
yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat menuju
kesehatan gigi dan mulut yang prima.

MATA KULIAH TERINTEGRASI


1. Epidemiologi Gigi dan Mulut (Dental Epid),
2. Statistik,
3. Manajement,
4. Dokter gigi keluarga,
5. Limbah medis dan
6. Ergonomi

5
TEORI
EPIDEMIOLOGI GIGI DAN MULUT
SURVEI KESEHATAN GIGI
Survei kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan untuk mengumpulkan data yang
diperlukan untuk mendiagnosis keadaan kesehatan gigi dan mulut yang terjadi di
masyarakat. Dari hasil diagnosis, kita akan memperoleh gambaran tentang kebutuhan
yang dirasakan oleh masyarakat sehingga kita dapat merencanakan Program
Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut.
A. PENGERTIAN
Pengertian dari survei adalah mengambil data pada sebagian orang yang
akan diamati atau diukur dengan teknik sampling.
B. TUJUAN
Tujuan kita melakukan survei kesehatan gigi adalah :
1. Menentukan status kesehatan gigi masyarakat, baik macam penyakit gigi,
prevalensi penyakit gigi, dan pola penyakit gigi dan mulut.
2. Mengumpulkan informasi/keterangan yang berhubungan dengan kesehatan
gigi sebagai dasar suatu program pencegahan, misalnya kebiasaan makan,
kebersihan dan kepercayaan.
C. JENIS-JENIS SURVEI
Jenis-jenis survei secara garis besar adalah
1. Survei Deskriptif
Adalah survei yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran situasi.
Misalnya survei tentang penyebab penyakit pada kelompok penduduk
menurut jenis kelamin, usia dan lain-lain.
2. Survei Analitik
Adalah survei yang dilakukan untuk menjelaskan suatu keadaan. Misalnya
survei tentang apakah tindakan pencegahan dapat menurunkan insidensi
karies gigi.
D. MACAM-MACAM SURVEI
1. Survei Epidemiologi
Survei ini diadakan untuk mendapatkan gambaran tentang penyebaran
penyakit atau ciri-ciri penyakit yang terdapat pada masyarakat dan faktor-
faktor lain yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit tertentu.
Kegunaan dari survei ini adalah
 Untuk mendapatkan diagnosis status kesehatan masyarakat
 Untuk menjelaskan penyebab dan riwayat penyakit, serta perjalanan
alamiah penyakit
 Untuk memberikan kontribusi pada evaluasi upaya kesehatan

6
2. Perencanaan Program Survei
Untuk dapat merencanakan suatu program, kita memerlukan informasi
dasar kesehatan pada kelompok masyarakat tentang status kesehatan dan
kebutuhan-kebutuhan perawatan masyarakat tersebut. Dengan demikian
usaha yang dijalankan betul-betul dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Pada
survei ini kita juga harus mengetahui sejauh mana kemampuan yang dimiliki
masyarakat untuk menjalankan program tersebut.
3. Survei Evaluasi
Survei ini dilakukan untuk menilai sejauh mana upaya pelayanan
kesehatan telah dilaksanakan, apakah sesuai dengan program yang kita
rencanakan.

E. ALAT UKUR ATAU INDEKS YANG DIPERLUKAN PADA SURVEI


KESEHATAN GIGI
Untuk mengetahui keadaan kesehatan gigi masyarakat, harus dilakukan
kesehatan gigi masyarakat. Dari hasil survey kesehatan gigi masyarakat
didapatkan data-data. Data-data yang dikumpulkan dari suatu survey, apakah itu
status kesehatan gigi dan informasi untuk mendiagnosa keadaan gigi masyarakat.
Data khusus mengenai penyakit penyakit gigi didapatkan dengan cara
menggunakan beberapa indeks, yang sering digunakan adalah :
1. DMF-T
2. def-t
3. OHI-S
4. CPITN
5. Prevalensi dan Insidensi
6. PI
7. GI
Mengapa untuk mendapatkan data kita harus menggunakan indeks?
Dengan menggunakan indeks, penilaian yang kita berikan seragam. Yang
perlu diperhatikan dalam menggunakan indeks adalah penilaian yang akan
dipergunakan harus mempunyai cara/metode yang seragam, sehingga ukuran
yang didapat juga seragam. Angka yang diperoleh dengan menggunakan indeks
adalah berdasarkan penilaian yang objektif, bukan berdasarkan penilaian yang
subjektif, misalnya baik, cukup, kurang sekali. Indeks adalah angka yang
menyatakan suatu keadaan klinis.
Dengan penggunaan indeks kita dapat
1. Membedakan keadaan klinis dari masyarakat pada saat yang sama atau pada
saat yang lain
2. Melihat kemajuan/kemunduran dari kesehatan gigi masyarakat

7
F. INDEKS KARIES GIGI
Indeks karies gigi adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit karies gigi.
Indeks karies yang bias dipakai adalah:
 Untuk gigi tetap : indeks DMF-T
 Untuk gigi susu : indeks def-t

1. Indeks DMF-T (DMF-Teeth)


D = Decay : jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
M = Missing : jumlah gigi tetap yang telah/harus dicabut karena karies
F = Filling : jumlah gigi yang telah ditambal
Angka DMF-T menggambarkan banyaknya karies yang diderita
seseorang dari dulu sampai sekarang
Contoh :
DMF : 2 artinya setiap anak mempunyai dua gigi yang terserang karies
DMF : 0 artinya gigi anak tersebut sehat
Kekurangan indkes DMF-T :
a) Tidak dapat menggambarkan banyaknya karies yang sebenarnya.
Karena jika pada gigi terdapat dua karies atau lebih, karies yang
dihitung adalah tetap satu gigi
b) Indeks DMF-T tidak dapat membedakan kedalaman dari karies,
misalnya Karies Superficialis, Media dan Profunda
2. Indeks def-t (def-teeth)
d = decay : jumlah gigi karies yang masih dapat ditambal
e = exfoliasi : jumlah gigi susu yang telah/harus dicabut karena karies
f = filling : jumlah gigi yang telah ditambal
kekurangan indeks def-t
a) e : exfoliasi, seharusnya dapat menunjukkan jumlah gigi yang dicabut
karena karies. Pada gigi susu kadang-kadang gigi yang tidak ada
disebabkan lepas dengan sendirinya karena faktor fisiologis disebut
Exfoliasi.
Angka-angka DMF-T atau def-t dari hasil survey dapat dipergunakan untuk :
1) mengetahui keadaan kesehatan gigi masyarakat, misalnya:
 mengetahui jumlah karies menurut umur
Jumlah Umur D M F DMF DMF
yang Rata-rata
diperiksa
5 20 - 24 4 6 0 10 10/5 = 2
4 25 - 29 5 2 4 11 11/4 = 2,25

8
7 30 - 34 7 4 5 16 16/7 = 2,45
5 35 - 44 8 4 6 18 18/5 = 3,60
 mengetahui peningkatan jumlah karies dalam waktu tertentu
 mengetahui hubungan antara karies dengan data yang lain
misalnya : hubungan antara fluor dengan karies. Hubungan antara keadaan
kebersihan gigi mulut dengan karies
2) membuat rencana program
 untuk menentukan jumlah tenaga, alat dan bahan, waktu yang diperlukan
untuk pelaksanaan program
3) melaksanakan program evaluasi
contoh:
dari angka DMF-T/dmf-t yang dikumpulkan dari survei, dapat digunakan untuk
mengevaluasi keberhasilan suatu program, misalnya pelaksanaan usaha
fluoridasi.
Jika angka D/d rendah dibandingkan sebelumnya usaha fluoridasi dianggap
berhasil mengurai frekuensi karies.

G. INDEKS KEBERSIHAN GIGI DAN MULUT


Untuk mengukur kebersihan gigi mulut kita menggunakan Oral Hygiene
Index Simplified dari Green dan Vermilion. OHI-S diperoleh dengan cara
menjumlahkan Debris Index dan Kalkulus Index.

OHI – S = Debris Index + Kalkulus Index

Atau

OHI – S = DI + CI

Untuk menilai kebersihan gigi dan mulut seseorang yang dilihat adalah
adanya debris (plak) dan kalkulus pada permukaan gigi. Pemeriksaan klinis yang
dilakukan untuk memudahkan penilaian. Pemeriksaan debris dan kalkulus
dilakukan pada gigi tertentu dari gigi tersebut, yaitu :
Untuk rahang atas yang diperiksa:
1. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal
2. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial
3. Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal
Untuk rahang bawah yang diperiksa:
1. Gigi M1 kiri bawah, permukaan lingual
2. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
3. Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual

9
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah
dicabut/tinggal sisa akar), penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang
sudah ditetapkan untuk mewakilinya, yaitu :
1. Bila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan
pada gigi M2 rahang atas/rahang bawah
2. Bila gigi M1 dan M2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian
dilakukan pada gigi M3 rahang atas/rahang bawah
3. Bila M1, M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, tidak dapat
dilakukan penilaian
4. Bila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilaian dilakukan pada I1 kiri
rahang atas
5. Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian
6. Bila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1
kanan rahang bawah
7. Bila gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan
penilaian
Bila terdapat kasus beberapa gigi diantara keenam gigi yang seharusnya
diperiksa tidak ada, debris index dan kalkulus masih dapat dihitung apabila
terdapat paling sedikit 2 gigi yang dapat dinilai.
Penilaian dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan hanya pada gigi
permanen.
Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian Debris Indeks dan Kalkulus Indeks:
1) Sebelum kita menilai untuk Debris atau Kalkulus, pertama-tama permukaan
gigi yang akan dilihat dibagi dengan garis-garis khayalan menjadi 3 bagian
yang sama luasnya.
Bagian A1 = 1/3 permukaan gigi bagian servikal
Bagian A2 = 1/3 permukaan gigi bagian tengah
Bagian A3 = 1/3 permukaan gigi bagian incisal
2) Penilaian Debris Index
a) Untuk pemeriksaan kita menggunakan alat sonde atau Periodontal
Explorer. Pertama-tama lakukan pemeriksaan debris pada 1/3
permukaan incisal/oklusal gigi, jika pada daerah ini ada debris yang
terbawa sonde, nilai yang diperoleh untuk gigi tersebut adalah 3. Sonde
diletakkan secara mendatar pada permukaan gigi.
b) Bila pada daerah 1/3 incisal/oklusal tidak ada debris yang terbawa
sonde, pemeriksaan dilanjutkan pada bagian 1/3 tengah. Jika ada debris
yang terbawa oleh sonde dibagian ini, nilai untuk gigi tersebut adalah 2.

10
c) Jika pada pemeriksaan di daerah 1/3 tengah tidak ada debrisyang
terbawa sonde, pemeriksaan dilanjutkan ke 1/3 bagian servikal.
Jika ada debris yang terbawa sonde dibagian ini, penilaian untuk gigi
tersebut adalah 1.
d) Jika pada pemeriksaan di daerah 1/3 servikal tidak ada debris yang
terbawa sonde (bersih), penilaian untuk gigi tersebut adalah 0
Pemeriksaan dilanjutkan pada gigi berikutnya.

H. PENILAIAN KALKULUS INDEKS


1. Sebelum dilakukan pemeriksaan, perlu kita perhatikan jenis karang gigi yang
berada pada permukaan gigi. Apakah karang gigi supragingival atau
subgingival? Posisi karang gigi tersebut
a) Karang gigi supragingival terletak diatas tepi gingival margin
b) Karang gigi subgingival terletak diatas tepi gingival margin
2. Untuk memperoleh kalkulus indeks, cara pemeriksaan hamper sama dengan
pemeriksaan untuk memperoleh debris indeks.
Untuk penilaian debris indeks dan kalkulus indeks perhatikan dengan
seksaam kriteria-kriteria penilaiannya. Hasil debris indeks dan kalkulus indeks
biasanya dalam bentuk pecahan, ini harus diubah menjadi decimal (dua angka
dibelakang koma).

TABEL 1 Kriteria Penilaian Debris


KRITERIA NILAI GAMBAR
1. Pada permukaan gigi yang 0
terlihat, tidak ada debris atau
pewarnaan ekstrinsik
2. a. Pada permukaan gigi yang 1
terlihat, ada debris lunak yang
menutupi permukaan gigi seluas
1/3 permukaan atau kurang dari
1/3 permukaan.
b. Pada permukaan gigi yang
terlihat, tidak ada debris lunak,
tetapi ada pewarnaan ekstrinsik
yang menutupi permukaan gigi
sebagian atau seluruhnya
3. Pada permukaan gigi yang 2
terlihat, ada debris lunak yang
menutupi permukaan tersebut

11
seluas lebih dari 1/3 permukaan
gigi, tetapi kurang dari 2/3
permukaan gigi
4. Pada permukaan gigi yang 3
terlihat, ada debris yang
menutupi permukaan tersebut
seluas lebih dari 2/3 permukaan
atau seluruh permukaan gigi

Contoh:
b.kr b.kn b.kn
M1 I1 M1
2 0 3
1 2 -
M1 I1 M1
1.kr 1.kn 1.kn

Contoh :
Pasien A : DI = 4
Pasien B : DI = 3
Pasien C : DI = 2
Pasien D : DI = 1
Pasien E : absen

Penilaian debris indeks adalah sebagai berikut:


1) Baik (good), apabila nilai berada di antara 0 – 0,6
2) Sedang (fair), apabila nilai berada di antara 0,7 – 1,8
3) Buruk (poor), apabila nilai berada di antara 1,9 – 3,0

12
TABEL 2 Kriteria Penilaian Kalkulus
KRITERIA NILAI GAMBAR
1. Tidak ada karang gigi 0
2. Pada permukaan gigi yang terlihat 1
karang gigi supragingival menutupi
permukaan gigi kurang dari 1/3
permukaan gigi
3. a. pada permukaan gigi yang terlihat, 2
ada karang gigi supragingival
menutupi permukaan gigi lebih dari
2/3 permukaan gigi
b. sekitar bagian servikal gigi
terdapat sedikit karang gigi
subgingival
4. a. pada permukaan gigi yang terlihat, 3
ada karang gigi supragingival
menutupi permukaan gigi lebih dari
2/3nya atau seluruh permukaan gigi
b. pada permukaan gigi ada karang
gigi subgingival yang menutupi dan
melingkari seluruh servikal (A.
Continous Band of Subgingival
Kalkulus)

Contoh:
b.kr b.kn b.kn
M1 I1 M1
1 0 1
- 0 2
M1 I1 M1
1.kr 1.kn 1.kn

13
Contoh :
Pasien A : CI = 1
Pasien B : CI = 0
Pasien C : CI = 2
Pasien D : CI = 1.5
Pasien E : absen

OHI-S atau Oral Hygiene Index – Simplified ini merupakan hasil


penjumlahan Debris Index dan Kalkulus Index

Contoh:
Pasien A : DI = 2 Ca I = 1
Maka OHI-S pasien A = 2 + 1 = 3
OHI-S rata-rata merupakan jumlah total OHI-S dibagi jumlah pasien / anak
yang diperiksa

Contoh :
Pasien A : DI = 2, Ca 1 = 1, maka OHI-s = 3
Pasien B : DI = 3, Ca 1 = 2, maka OHI-s = 5
Pasien C : absen
Pasien D : DI = 1, Ca 1 = 0, maka OHI-s = 1
Pasien E : DI = 0, Ca 1 = 0, maka OHI-s = 0

Penilaian OHI-S score adalah sebagai berikut


1) Baik (good), apabila nilai berada diantara 0 – 1,2
2) Sedang (fair), apabila nilai berada diantara 1,3 – 3,0
3) Buruk (poor), apabila nilai berada diantara 3,1 – 6,0

I. COMMUNITY PERIODONTAL INDEX FOR TREATMENT NEEDS /


CPITN
CPITN dipergunakan untuk mendapatkan gambaran tingkat kondisi jaringan
periodontal dan baik macam maupun besarannya kebutuhan perawatan.

14
Prinsip kerja CPITN ada beberapa hal, yaitu :
1. Mempergunkan sonde khusus yang disebut WHO Periodontal Examining
Probe
2. Terdapat Sextan yang meliputi 6 buah Sextan
3. Terdapat gigi index
4. Terdapat nilai (skor) untuk berbagai tingkatan kondisi jaringan periodontal
5. Menetukan relasi skor tertinggi dengan KKP (Kategori Kebutuhan
Perawatan), tenaga dan tipe pelayanan
a) Sonde Khusus
Untuk mengetahui kondisi jaringan periodontal, dipergunakan sonde
khusus yang ujung sondenya merupakan sebuah bola kecil yang
berdiameter 0,5 mm
 Sonde ini dimasukkan kedalam saku gusi untuk melihat adanya
perdarahan atau kedalama pocket
 Alat ini dipakai juga sebagai alat peraba adanya karang gigi
 Bilamana dalamnya pocket antara 4-5 mm, sebagian warna hitam
masih terlihat
 Adapun kedalaman pocket 6 mm atau lebih, maka seluruh bagian
sonde yang berwana hitam sudah tidak terlihat
b) Sextan
Untuk memperoleh penilaian CPITN dipergunakan Sextan yang
meliputi 6 regio, yaitu :
Sextan 1 : gigi 14, 15, 16, 17 kanan rahang atas
Sextan 2 : gigi 11 , 12, 13 kanan rahang atas dan 21, 22, 23, kiri
rahang atas
Sextan 3 : gigi 24, 25, 26, 27, kanan rahang atas
Sextan 4 : gigi 44, 45, 46, 47, kanan rahang bawah
Sextan 5 : gigi 41, 42, 43 kanan rahang bawah dan 31, 32, 33, kiri
rahang bawah
Sextan 6 : gigi 34, 35, 36, 37, kiri rahang bawah

1 2 3

7 6 5 4 3 2 1 7 6 5 4 3 2 1
7 6 5 4 3 2 1 7 6 5 4 3 2 1

4
1 5 6

15
Suatu Sextan dapat diperiksa bila sextan tersebut terdapat paling
sedikit 2 gigi dan tidak merupakan indikasi untuk pencabutan. Jika di
sextan hanya ada 1 gigi saja, gigi tersebut dimasukkan ke Sextan
disebelahnya.
Dengan demikian Sextan dengan 1 gigi tidak diberi skor/nilai.
Penilaian untuk satu Sextan adalah keadaan yang terparah/skor yang
paling tinggi.
c) Gigi Index
Untuk mendapatkan penilaian keadaan jaringan periodontal, tidak
semua gigi yang diperiksa. Melainkan hanya, beberapa gigi saja yang
disebut index gigi.
Gigi index harus diperiksa :
 Untuk orang dewasa usia 20 tahun dan keatas
17 16 11 26 27
47 46 31 36 37
 Untuk anak muda usia 19 tahun dan kebawah
16 11 26
46 31 36
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1) Jika salah satu gigi Molar dari gigi index tidak ada, tidak perlku
dilakukakn penggantian gigi tersebut
2) Jika dalam Sextan tidak terdapat gigi index, semua gigi yang ada
dalam Sextan tersebut semua diperiksa dan dinilai. Diambil yang
mempunyai keadaan terparah yang mempunyai skor tertinggi di
Sextan tersebut.
3) Untuk anak muda 19 tahun dan kebawah, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan gigi Molar kedua. Hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya False Pocket.
4) Untuk anak muda usia 15 tahun kebawah, pencatat hanya dilakukan
bila ada pendarahan dan karang gigi saja dan tidak pocket.
5) Bila tidak ada gigi index/gigi pengganti diberi tanda X.
Gigi index diraba dengan sonde untuk mengetahui adanya :
1) Pendarahan
2) Karang gigi
3) Kedalaman pocket antara 4-5 mm dan 6 mm atau lebih
4) Penilaian (skor) untuk Tingkat Kondisi Jaringan Periodontal
5) Menentukan relasi skor tertinggi dengan Kategori Kebutuhan
Perawatan (KKP) Tenaga dan Tipe Pelayanan

16
Tekanan yang diberikan pada daerah proximal suku gigi besarnya tidak
melebihi 25 gram. Cara untuk mengetahuinya, yaitu bila ujung sonde yang
bentuk bola ditekankan didaerah kulit di bawah kuku ibu jari tangan, tidak
menimbulkan rasa sakit atau rasa tidak enak atau rasa tidak menyenangkan.
Perabaan dengan ujung sonde/probing mengikuti konfigurasi anatomi akar
gigi dari distal ke arah medial baik pada permukaan lingual ataupun bukal.

TABEL 3 Penilaian (Skor) untuk Tingkat Kondisi Jaringan Periodontal


Nilai/Skor Kondisi Jaringan Periodontal Keterangan
0 Sehat Periodontal sehat tidak ada
perdarahan karang gigi dan pocket
1 Perdarahan Perdarahan tampak secara langsung
atau dengan kaca mulut setelah
selesai perabaan dengan sonde
2 Ada karang gigi Perabaan dengan sonde terasa kasar,
adanya karang gigi
3 Pocket 4 – 5 mm Sebagian warna hitam pada sonde
masih terlihat dari tepi gusi pada
daerah hitam
4 Pocket 6 mm atau lebih Seluruh warna hitam pada sonde
tidak terlihat, masuk kedalam
jaringan periodontal

TABEL 4
Menentukan Relasi Skor Tertinggi Dengan Kategori Kebutuhan Perawatan
Tenaga Dan Tipe Pelayanan
Skor Kondisi Jaringan KKP Tipe Pelayanan Tenaga
Periodontal
0 Sehat - 0 -
1 Perdarahan EIKM I Guru/prg
2 Karang gigi EIKM + SK II Prg/drg
3 Pocket dangkal EIKM + SK II Prg/drg
4 Pocket dalam EIKM + SK III Drg
Keterangan : EIKM = Edukasi Instruksi Kebersihan Mulut
SK = Skaling Instruksi
Contoh perhitungan CPITN:
Suatu kelompok terdiri dari 5 orang dewasa usia 35 – 44 tahun mempunyai nilai
pencatatan skor sebagai berikut :
Orang ke 1 : 5 Sextan, 1 Sextan pendarahan

17
Orang ke 2 : 2 Sextan sehat, 1 Sextan pendarahan, 1 Sextan karang gigi, 2
Sextan tidak ada gigi
Orang ke 3 : 1 Sextan pocket 4 mm, 4 Sextan pocket 5 mm, 1 Sextan tidak ada
karang gigi
Orang ke 4 : 1 Sextan sehat, 1 Sextan pendarahan, 2 Sextan karang gigi, 2
Sextan tidak ada gigi
Orang ke 5 : 2 Sextan sehat, 3 Sextan pendarahan, 1 Sextan karang gigi
1 0 0 0 2 1 0 2 3 3 X 4
1 0 0 X 0 X 4 4 4

4 1 0 2 5 1 0 1
X X 2 2 0 1

TABEL 5 Induk CPITN


Orang Jumlah Sextan dengan kode
Ke 0, 1, 2, 3, 4 dan X pada tiap orang
0 1 2 3 4 X
1 5 1 0 0 0 0
2 2 1 1 0 0 2
3 0 0 0 1 4 1
4 1 1 2 0 0 2
5 2 3 1 0 0 0
J 10 6 4 1 4 5

Nilai atau skor setiap Sextan dari tiap-tiap orang yang diperiksa
dimasukkan kedalam Tabel Induk (Master Tabel). Bilamana jumlah orang yang
diperiksa makin banyak (kelompok yang diperiksa makin besar), Tabel Induk
tersebut akan makin panjang kebawah. Kondisi periodontal dari kelompok yang
terdiri dari 50 orang di atas dapat disajikan dalam 2 macam tabel, yaitu :
TABEL 6 Persentase orang dengan skor tertinggi
Umur Jumlah Sehat Berdarah Karang Pocket Pocket
orang saja gigi dangkal dalam 6
bergigi 6-5 mm mm
0 1 2 3 4
35-44 th 5 0/5 x 1/5 x 100 3/5 x 100 0/5 x 100 1/5 x 100
100 = 0 = 20 = 60 =0 = 20

18
Persentasi orang yang mempunyai skor tertinggi atau suatu keadaan terparah di
dalam mulut.
Tabel ini menunjukkan tingkat keparahan kondisi jaringan periodontal.
TABEL Rata-rata Sextan dengan kode 0, 1 + 2 + 3 + 4, 2 + 3 + 4, 3 + 4, 4 dan x
7 setiap orang
0 1+2+ 3 2+3+4 3+4 4 X
+4
Umur N Sehat Berdarah Karang Pocket Pocket Tidak
parah gigi/parah dangkal dalam diperiksa
/ dalam
35-44 th 5 10/5 = 15/5 = 3 9/5 = 1,8 5/5 = 1 4/5 = 5/5 = 1
2 0,8

Rata-rata sextan terkena setiap orang untuk berbagai macam skor. Tabel ini
menunjukkan luasnya masalah.

J. PREVALENSI DAN INSIDENSI


Untuk mengetahui kejadian penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi di
masyarakat, harus mempunyai alat atau metode yang dapat dipakai untuk
mengukur jumlah suatu penyakit pada individu dan masyarakat. Ukuran yang
bisa dipergunakan pada penyakit gigi dan mulut ialah :
1. Prevalensi
Prevalensi adalah frekuensi suatu penyakit pada suatu jangka waktu
tertentu di kelompok masyarakat tertentu.
Contoh:
Jumlah murid SD Sejahtera terdiri dari 700 anak
Jumlah anak yang menderita karies = 250 anak
Prevalensi karies SD Sejahtera:

2. Insidensi
Insidensi adalah frekuensi timbulnya penyakit-penyakit baru selama satu
jangka waktu disatu kelompok masyarakat tertentu.
Contoh :
SD Sejahtera DMF Rata-rata Th 1998 = 2,24
Th 1999 = 2,35
Maka insidensi karies SD Sejahtera Th 1998 – 1999 adalah
DMF Rata-rata Th 1999 – DMF Rata-rata Th 1998 = 2,35 – 2,24 = 0,11

19
Berarti dalam 1 tahun di SD Sejahtera terjadi peningkatan DMF sebesar =
0,11

20
MATERI
BIOSTATISTIKA DALAM PROSES PENELITIAN KESEHATAN GIGI.
(Biostatistika)

1. PENDAHULUAN
Didalam suatu proses peneltian kwantitatif, selalu dibutuhkan analisa
statistik untuk membantu memastikan kesimpulan yang akan dibuat.
Analisa statistik akan sangat bermanfaat apabila penelitian tersebut
akan meramal atau menentukan hasil dari suatu sebab-akibat dalam variabel
peneltian, atau membedakan antar kelompok variabel dalam penelitian.
Didalam penelitian yang membutuhkan pembuktian dari Hipotesa yang
dibuat, statistik sangat membantu juga dalam memutuskan menolak atau
menerima hipotesa peneltian yang sudah di cantumkan dalam akhir dari suatu
kerangka konsep penelitian
Modul kali ini hanya akan membahas kegunaan statistik terapan dalam
menunjang proses penelitian, terutama dibidang kesehatan gigi.
Akhir dari pembelajaran modul ini diharapkan mahasiswa mampu secara
mandiri, menentukan analisa statistika yang akan dipakai didalam proses
peneiltiannya
Biostatistika sengaja dipakai sebagai modul kali ini karena penelitian
dibidang kesehatan gigi selalu berkaitan dengan peneltian Biomedis, sehingga
statistika terapan yang akan dipelajari banyak memberikan contoh dari aspek
biomedis.

2. Analisa Statistika.
Secara garis besar analisa statistika terbagi menjadi beberapa klasifikasi,
a. Menurut klasifikasi jenis penelitiannya, deskriptif atau inferensial
b. Menurut design peneltiannya, komparatif atau korelasional.
c. Menurut distribusi datanya, parametrik atau nonparametrik.

Analisa statistik deskriptif dipergunakan terutama untuk peneltian


deskriptif, atau peneltian pendahuluan dalam bentuk survey, dipakai untuk
menunjang peneltian yang lebih lanjut, atau bila peneltian tersebut
membutuhkan penggambaran studi penelitian terlebih dahulu.
Tidak dapat dikatakan analisa statistik deskriptif lebih rendah nilainya
dibanding statistik inferensial. Karena dalam suatu penggambaran fenomena
biologis dalam suatu peneltian yang belum pernah dikenal datanya, maka
peneltian deskriptif amat bermanfaat

21
Analisa statistik inferensial atau analisa statistik lanjut, dipergunakan
apabila penelitian dibidang kesehatan gigi membutuhkan suatu kepastian dari
proses empiris yang dilakukan.
Pada peneltian kwantitatif proses peneltian dimulai dengan permasalahan
yang disusun dari teori –teori yang ada dan dibuktikan secara empiris dari
collecting data, setelah data dianalisa menggunakan statistika, baru
dikembalikan lagi terhadap teori yang telah dipermasalahkan dari awal.
Analisa statistik secara umum hanya dikenal dua macam studi tergantung
dari variabel penelitian yang akan dianalisa. Apabila variabel dalam penelitian
akan di uji perbedaannya, misalnya ingin mengetahui variabel yang terbaik
dari perbedaan atau perbandingan dua variabel atau lebih, maka analisa
statistik komparasi yang akan dipakai.
Apabila dalam permasalahan penelitian ingin mengetahui hubungan antara
dua variabel atau lebih, sehingga variabel dalam penelitian tersebut
merupakan sebab akibat, maka analisa statistika yang dipakai adalah analisa
korelasional, lebih jauh lagi dengan analisa jalur
Misalnya, apakah ada hubungan tingkat kebersihan gigi dengan tingkat
kejadian karies, maka analisa statistik korelasional yang akan dipakai.

Analisa statistik baru dapat dilaksanakan apabila ada data, tanpa data
analisa statistik tidak dapat digunakan, sehubungan dengan hal tersebut maka
variabel dalam penelitian harus dapat diukur atau dinilai atau dihitung,
sehingga variabel tersebut dapat dianalisa atau dibedakan atau dihubungkan
dengan variabel lain untuk memenuhi tujuan penelitian dalam proses
penelitian. Definisi operasional variabel sangat penting untuk
menggambarkan variabel penelitian yang akan diukur.
Menurut aspek skala pengukuran ,data terbagi menjadi 4 domain:
a. Skala nominal
b. Skala ordinal
c. Skala interval
d. Skala rasio.
Skala nominal adalah sekumpulan data yang hanya dibedakan
berdasarkan kategori, atau kelompok dan belum mempunyai nilai atau
harga, contoh : warna, merah,putih,biru, dsb. Atau pria, wanita.
Skala ordinal adalah sekumpulan data yang dibedakan berdasarkan
ranking prioritas, akan tetapi belum mempunyai nilai atau harga. Hanya
berdasarkan ututan ranking saja, contoh : baik, sedang,jelek , tidak dapat
ditentukan dua kali sedang sama dengan baik, atau tiga kali jelek sama
dengan baik.

22
Skala interval adalah sekumpulan data yang sudah mempunyai nilai atau
harga, akan tetapi belum mempunyai nilai 0 yang mutlak, contoh hasil
nilai ujian , si A mendapat nilai 80 pada suatu mata kuliah, si B mendapat
nilai 40, tidak dapat dikatakan kepandaian si A dua kali dari kepandaian si
B.
Skala rasio, adalah sekumpulan data yang sudah mempunyai harga atau
nilai dan mempunyai nilai 0 yang mutlak, contoh : berat badan dalam
kilogram, Si A berat badannya 80 kg, si B beratnta 40 kg, dapat dikatakan
berat si A dua kali dari berat si B.
Sehubungan dengan skala ukuran data tersebut, apabila variabel yang
diukur mempunyai skala nominal atau ordinal, maka analisa statistik
mempergunakan analisa non parametrik. Apabila data yang diukur dari
variabel penelitian tersebut mempunyai skala interval atau rasio, dan
berdistribusi normal maka analisa statistik yang dipakai adalah parametrik.
Seandainya skala interval atau rasio tidak berdistribusi normal maka
analisa yang dipakai adalah statistik non parametrik.

3. Analisa statistik deskriptif.


Pada umumnya adalah menggambarkan secara luas data hasil penelitian
dalam bentuk ;
a. Tabel distribusi frekwensi
b. Grafik
c. Central tendency
d. Deviasi dan error

Tabel distribusi frekwensi dapat menunjukkan distribusi nilai dari


variabel yang diukur, sehingga terlihat nilai variabel yang terbanyak
terletak pada kelompok atau interval klas tertentu,contoh :

Tabel distribusi frekwensi ( karies) DMFT pada murid SDN... pada bulan..
tahun...

23
Dari tabel frekwensi diatas terlihat bahwa pada klas interval ke 3, nilai
DMFT antara 4 -5, mempunai frekwensi terbanyak (13) dari 39 murid yang
diperiksa, kalau dilihat distribusi frekwensinya, maka terlihat bahwa yang
mempunyai DMFT relatif rendah (0-1) frekwensinya relatif sedikit (5),
demikian juga yang mempunyai DMFT relatif tinggi ( 8-9), frekwensinya
relatif sedikit juga (4), fenomena ini normal terjadi pada data biomedis, akan
terjadi kecenderungan central pada nilai yang berada ditengah.

Penyajian anailsa deskriptif berikutnya dapat juga mempergunakan


grafik atau diagram, penyajian ini lebih unggul secara visual dibanding
dengan tabel distribusi frekwensi.
Terdapat pilihan grafik atau diagram yang dapat disajikan antara lain :
Barchart,histogram,pie diagram, atau grafik garis, tergantung kebutuhan dari
penyajian.
Berikut ini adalah contoh penyajian grafik

Grafik diatas disebut sebagai multiple Barchart, atau diagram batang


majemuk, grafik ini secara visual menunjukkan perbedaan kasus kejadian
diagnose disuatu klinik, mulai bulan juni sampai september, dimana terdapat
kasus yang melonjak pada bulan Agustus, terutama untuk diagnose
Hiperaemia Pulpae (HP).
Contoh berikutnya adalah , Pie diagram, secara visual diagram ini lebih detail
menyajikan data tetapi secara tunggal, jadi tidak dapat menyajikan multiple
kasus dalam beberapa bulan,akan tetapi hanya menyajikan kasus pada bulan
tertentu saja, contohnya sbb :

24
Pada Pie Diagram diatas terlihat hanya satu diagnose saja yang disajikan,
misalnya kasus Hiperaemia Pulpae, pada bulan Juni,Juli,Agustus dan
September, secara visual terlihat kasus Hiperaemia Pulpae terbanyak terjadi
pada bulan Agustus (warna biru tua).
Satu contoh lagi grafik yang sering dipakai adalah Histogram, dasar
pembuatan grafik ini adalah Tabel frekwensi, perbedaan dengan Barchart,
pada Hiostorgam, jarak antar Batang kontinyu (menyambung) berbeda dengan
Barchart ada jarak antara batang yang satu dengan batang yang lain.

Apabila menyajikan data deskriptif mempergunakan tabel frekwensi, maka


dapat dianalisa dalam tabel tersebut frekwensi dalam masing-masing klas
interval, tetapi apabila disajikan dalam grafik Histogram, secara visual terlihat
bahwa ada kecenderungan central yang meningkat relatif ditengah dari
Histogram, ini adalah gambaran dari kurva normal dari suatu fenomena
biomedis.

25
Dari masing-masing atap histogram kita tentukan titik ditengahnya, dan
masing-masing titik tersebut dihubungkan akan terjadi kurva seperti gambar
diatas, kurva normal.
Penyajian analisa deskriptif berikutnya adalah “central tendency”
Kecenderungan central tersebut sudah disinggung sedikit diatas, berikut ini
yang akan dijelaskan adalah nilai dari central tendency.
Dalam statistik, distribusi data hasil dari colecting data pada saat proses
penelitian harus mempunyai satu nilai sebagai wakil dari distribusi data
tersebut, tergantung dari skala pengukuran hasil dari colecting datanya.
Apabila skala pengukurannya ratio atau interval maka wakil nilai dari
distribusi data tersebut yang paling tepat adalah “Mean” (rata-rata hitung).
Apabila skala pengukurannya ordinal, maka wakil nilai dari distribusi data
tersebut yang paling tepat adalah “Median”.
Apabila skala pengukurannya nominal, maka wakil nilai dari distribusi data
tersebut yang paling tepat adalah “Modus” atau “Mode”

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3

Pada gambar 1 terlihat posisi Mean, Mode dan Median apablila suatu
distribusi data membentuk kurva normal, dimana Mean, Median dan Mode
berhimpit ditengah.
Akan tetapi tidak selalu distribusi data membentuk kurva normal, kadang-
kadang skewness atau menceng.
Pada gambar 2 terlihat posisi Mean, Median dan Mode apabila kurva
menceng ke kiri atau negatif.
Pada gambar 3 terlihat posisi Mode, Median dan Mean apabila kurva
menceng kekanan, atau positif.
Berkaitan dengan pembagian analisa statistik parametrik dan non parametrik
maka distribusi data yang ideal untuk data dengan skala ratio dan interval
adalah berdistribusi normal, sehinnga membentuk kurva normal. Kondisi data
semacam ini analisa statistik yang dapat dipergunakan adalah analisa statistik
parametrik. Akan tetapi pada proses penelitian terutama berkaitan dengan
teknik sampel dan cara mengukur variabel penelitian, jarang sekali didapatkan
distribusi data untuk skala ratio dan atau interval benar-benar simetris dan
berdistribusi normal. Untuk menentukan apakah diperlukan analisa statistik

26
parametrik atau non parametrik, maka data hasil collecting penelitian dapat
diuji mempergunakan uji statistik saphiro wilks , lilliefors atau kolmogorov
smirnov, jadi apabila distribusi data sedikit skewness namun uji dengan
saphiro wilks, lilliefors atau kolmogorov simirnov menjukkan berdistribusi
normal dimana probabilitas uji lebih besar dari α: 0.05, dapat dipergunakan uji
statistik parametrik, yang sering dipertanyakan kapan dipakai uji saphiro
wilks, lilliefors atau kolmogorov smirnov, beberapa buku tidak jelas-jelas
menyatakan berapa besar sampel yang harus dipenuhi agar dapat diuji dengan
salah satu dari uji distribusi normal tersebut, secara kasar dikatakan besar
sampel relatif kecil atau sedikit lebih tepat mempergunakan saphiro wiks,
tetapi timbul pertanyaan berapa besar sampel disebut kecil.
Apabila menggunakan aplikasi SPSS dalam uji normalitas, maka apabila
sampel berada diantara 7 s.d 50, pakailah uji shapiro wilks, apabila sampel
berada antara 51 s.d200 pakailah uji lilliefors, dan diatas 200 dapat dipakai
kolmogorov smirnov. Tetapi pendapat ini juga belum mutlak, karena
sebenarnya data berskala ratio atau interval, apabila sudah tepat cara
menentukan besar sampel dan tepat juga cara mengukur variabel yang akan
diteliti, dapat dipastikan akan mendekati distribusi normal, uji normalitas apa
saja yang dipakai hampir dipastikan akan berdistribusi normal, karena ini
adalah fenomena alam dari data dalam domain biomedis (kesehatan gigi).
Berarti ada kaitan yang sangat erat antara teknik pengambilan sampel dan
operasionalisasi pengukuran variabel yang diteliti, terhadap distribusi normal
data

Deviasi dan Error.


Seperti dijelaskan bahwa Mean (rata-rata hitung) merupakan wakil dari suatu
distribusi data yang diukur dari variabel penelitian. Dalam penelitian biomedis
tidak mungkin data yang dihasilkan mempunyai nilai yang sama, pasti ada
variasinya dan harapannya membentuk distribusi normal dan kurva normal.
Akan tetapi hal ini tidak selalu terjadi pada pengukuran dalam proses
peneltian.Nilai hasil ukur bergerak mulai dari yang rendah atau kecil sampai
pada nilai yang terbesar atau tinggi. Idealnya Mean berada ditangah dari suatu
distribusi data yang diukur tersebut, makin jauh jarak antara nilai-nilai dari
hasil ukur terhadap Meannya, maka Mean menjadi tidak representatif menjadi
wakil dari distribusi data.
Deviasi adalah nilai yang mengukur seberapa besar atau lebar harga Mean
terhadap masing-masing nilai dari suatu distribusi data, secara kasar apabila
nilai deviasi sebesar 1/10 dari nilai Mean, berati distribusi data tersebut
mendekati normal. Jadi makin kecil nilai standard deviasi, maka makin

27
homogen distribusi data tersebut. Jadi dengan menghitung Standard Deviasi
akan dapat diketahui seberapa besar penyimpangan harga Mean terhadap
masing-masing nilai dari suatu distribusi data.
Kalau Standard Deviasi untuk melihat penyimpangan harga Mean (sampel)
maka ada satu nilai lagi yang disebut Standard Error.
Standard errror justru melihat seberapa besar kesalahan sampel terhadap
populasinya, nilai Standard Error sangat berkaitan dengan nilai Standard
Deviasi, makin kecil Standard Deviasi maka makin kecil Standard error,
makin kecil kesalahan sampel terhadap populasinya.

SE = Standard Error of the Mean


SD = Standard Deviasi
n = besar sampel.
Dari rumus diatas terlihat bahwa nilai SE sangat tergantung dengan nilai SD ,
karena SD merupakan numerator, sehingga semakin besar niali SD maka akan
semakin besar pula nilai SE nya.

4. ANALISA STATISTIK INFERENSIAL


Kalau dalam analisa deskriptif hanyalah menggambarkan sampel yang didapat
dari hasil collecting data suatu proses penelitian, maka analisa statistik
Inferensial adalah proses generalisasi sampel terhadap populasinya. Hampir
semua penelitian bekerja pada sampel, sehingga untuk menarik kesimpulan
dari sampel terhadap populasinya maka melalui analisa statistik inferensial.
Proses analisa statistik inferensial ada 2 :
a. Menaksir parameter (populasi)
b. Menguji hipotesa statistik.

Yang dimaksud menaksir parameter adalah memperkirakan nilai populasi dari


nilai sampel yang diperoleh, sehingga untuk mengetahui berapan besar nilai
populasi cukup bekerja dari sampel yang relatif lebih kecil atau sedikit.
Lebih banyak akan dibahas berikutnya adalah menguji hipotesa statistik
karena uji hipotesa statistik atau disingkat uji statistik adalah proses akhir dari
suatu proses penelitian untuk memastikan hasil kesimpulan.
Dalam peneltian yang sudah lanjut artinya tidak hanya suatu survey atau
penggambaran dari variabel yang diteliti dimana mengkaitkan dua atau lebih
variabel dalam tujuannya membutuhkan Hipotesa untuk menjawab
permasalahan sementara. Dalam penelitian semacam ini ada dua hipotesa .

28
a. Hipotesa penelitian
b. Hipotesa statistik.

Hipotesa penelitian dicantumkan setelah membangun kerangka konsep dalam


penelitian, hipotesa penelitian adalah hubungan antara minimal dua variabel
yang akan diteliti, jadi pernyataan hipotesa penelitian sudah dalam bentuk
variabel yang dapat diukur, tetapi belum diuji secara empirik, berdasarkan
kajian teori
Hipotesa statistik, adalah pernyataan tentang populasi statistik yang
menunjukkan penerimaan atau penolakan hipotesa nol (H0) berdasarkan uji
statistik yang diperoleh dari data yang diamati (diuji), hipotesa statistik tidak
perlu tersurat cukup tersirat dalam pikiran peneliti setiap akan melakukan uji
statistik dari” hubungan” variabel.
Hipotesa nol (H0) selalu merupakan praduga” tidak ada”.
Tidak ada hubungan antara variabel x dan variabel y
Tidak ada perbedaan antara variabel a dan variabel b
Sebaliknya Hipotesa alternatif (H1) selalu merupakan praduga “ada”
Ada hubungan antara variabel x dan y
Ada perbedaan antara variabel a dan variabel b.
Didalam prakteknya, keputusan uji statistik yang dipakai hanyalah hipotesa
nol, jadi menerima atau menolak hipotesa nol, mayoritas harapannya adalah
menolak hipotesa nol, kesimpulannya menerima hipotesa alternatif.
Penngertian uji statistik adalah , suatu set aturan-aturan dalam analisa statistik
yang dipergunakan untuk pengambilan keputusan Hipotesa Statistik dengan
derajat ketelitian tertentu (taraf kemaknaan)
Jadi setiap melakukan uji statistik dari data yang berasal dari pengukuran
variabel-variabel, hasilnya berupa keputusan menolak atau menerima
Hipotesa Statistik.
Taraf kemaknaan, dapat berarti juga tingkat kesalahan (α ), sebelum
melakukan uji statistik harus ditentukan terlebih dahulu tingkat kesalahannya,
dalam Uji statistik tingkat kesalahan yang dapat diterima hanya 2 keputusan,
kesalahan sebesar 5 % atau 1 % dari kurva distribusi data

29
Gambar diatas adalah kurva normal dari suatu distribusi data, data tersebut
kalau dalam penelitian adalah distribusi data dari sampel. Pada uji statistik
minimal 2 data dari variabel yang akan diuji perbedaannya. Gambar diatas
adalah distribusi data dari salah satu variabel yang akan diuji secara statistik
dengan taraf kemaknaan atau tingkat kesalahan sebesar 5%, apabila luas kurva
tersebut 100 %, maka tingkat kesalahan 5 % tersebut berada simetris
disebelah kiri dan kanan dari kurva, masing-masing 2.5% disebelah kiri dan
2.5% disebelah kanan. Setelah kurva tersebut terpotong disebelah kiri dan
kanan sebesar 5%, berarti ada 95% daerah ditengah yang “benar” dan 5%
daerah ditepi yang “salah”. Pada proses uji statistik daerah 95% adalah daerah
Ho diterima, sedangkan daerah 2.5% disebelah kiri dan kanan dari kurva
adalah daerah Ho ditolak. Apabila Mean dari distribusi data yang akan diuji
perbedaannya berada didaerah 2,5 % berarti Ho ditolak, apabila berada
didaerah 95% berarti Ho diterima.

Penjelasan gambar :
Misalnya ada penelitian tentang manfaat 2 macam obat kumur terhadap
peningkatan PH saliva, obat kumur tersebut adalah obat kumur A dan obat
kumur B, obat kumur A adalah obat kumur standard yang telah lama beredar
di pasaran, obat kumur B adalah obat kumur dengan formula baru. Setelah
diujikan pada dua kelompok sampel yang berbeda, ternyata obat kumur A
meningkatkan PH saliva menjadi rata-rata 7.5 dan obat kumur B PH saliva

30
rata-ratanya 8.5. Kemudian kedua perbedaan rata-rata tersebut diuji statistik,
apakah perbedaan tersebut signifikan atau tidak pada α :0.05, apabila rata-rata
PH saliva obat kumur B berada pada daerah Ho ditolak, berarti ada perbedaan
yang signifikan antara PH saliva obat kumur A dan B, artinya obat kumur B
dapat lebih meningkatkan PH saliva daripada obat kumur A.
Apabila rata-rata PH saliva obat kumur B berada didaerah Ho diterima,
artinya tidak ada perbedaan yang signifikan antara obat kumur A dan B dalam
hal meningkatkan PH saliva.
Tingkat kemaknaan α : 0.05, apabila dilihat dari hasil SPSS , merupakan
daerah probabilitas atau disingkat p, akan terjadi kesimpulan signifikan
apabila p < 0.05, dan tidak signifikan perbedaannya apabila p > 0.05.

5. JENIS PENELITIAN DAN UJI STATISTIK.


Secara umum jenis penelitian hanya ada 2 macam :
a. Penelitian observasional
b. Penelitian eksperimental

Pada uji statistik tidak ada perbedaan analisa terhadap kedua macam jenis
penelitian tersebut, perbedaannya hanya tergantung pada skala ukur data yang
dipergunakan dan macam analisa yang dibutuhkan, komparasi (perebedaan)
atau korelasi (hubungan)
Uji statistik dipergunakan apabila penelitian bersifat analitik, meskipun dapat
juga dipergunakan pada penelitian deskriptif .
Selanjutnya akan disajikan bermacam uji statistik sehubungan dengan skala
ukur data dan jenis dan design penelitian yang dipergunakan .

Penelitian Obsevasional Analitik.


Data nominal.
Uji statistik pada dua atau lebih variabel memakai tabulasi silang
Uji komparasi dan uji korelasi.
Dapat dipergunakan uji Chi-Square dan dilanjutkan Coeffisien Contigensi ,
apabila uji Chi –
Square sudah Signifikan.
Khusus untuk penelitian epidemiologis, apabila uji Chi-Squre sudah
signifikan dapat dilanjutkan untuk mengetahui ratio antara variabel sebab dan
akibat berupa Ratio Prevalens untuk design Crossectional, Odds Ratio untuk
design Case-control dan Resiko Relatif untuk design Cohort.

31
Data ordinal.
Analisa komparasi 2 variabel.
Komparasi bersifat bebas ( Independent) memakai uji Mann whitney
Komparasi bersifat berpasangan ( paired )memakai Wilcoxon Sign Rank Test
Analisa korelasi, memakai uji korelasi dari Spearman.
Data ordinal variabel lebih dari 2.
Bersifat bebas memakai uji Kruskal wallis H
Bersifat berpasangan memakai uji Friedman
Korelasional memakai uji Log regresi

Data interval /ratio.


Untuk uji statistik tidak ada beda antara data berskala interval atau ratio
Uji statistik komparasi 2 variabel:
Berdistribusi normal antar variabel bebas (independent) memakai uji
Independent “t” test
Tidak berdistribusi normal antar variabel bebas, memakai uji Mann Whitney
Berdistribusi normal antar variabel berpasangan (paired) memakai uji Paired
“t” test
Tidak berdistribusi normal antar variabel berpasangan memakai uji Wilkoxon
Sign Rank Test
Uji statistik korelasi 2 variabel (bivariat) :
Berdistribusi normal memakai uji korelasi Pearson dan Simple Regresi.
Tidak berdistribusi normal memakai uji korelasi Spearman

Uji komparasi lebih dari 2 variabel :


Berdistribusi normal, komparasi bebas ( independent) memakai uji Oneway
Anova
Tidak berdistribusi normal, komparasi bebas ( independent), memaki uji
Kruskal Wallis H
Berdistribusi normal komparasi berpasangan (paired), memakai uji Repeated
Measures Anova
Tidak berdistribusi normal komparasi berpasangan (paired) , memakai uji
Friedman.
Uji korelasio lebih dari 2 variabel, berdistribusi normal, memakai multiple
regresion, pada multiple regresion masih ada syarat- syarat yang harus
dipenuhi:
a. Tidak terdapat multikolinieritas, yaitu adanya korelasi antara
variabel independent.

32
b. Tidak terjadi Heteroskedastisitas pada model regresi, artinya tidak
terjadi perbedaan varians yang signifikan pada model regresi
c. Tidak terjadi autokorelasi pada model regresi, pada analisa
hubungan sebab akibat, selalu ada variabel lain (pengganggu) yang
terlibat dalam hubungan sebab-akibat. Yang disebut auto korelasi
berarti ada korelasi antar variabel pengganggu tersebut. Dapat
dideteksi pada analisa Durbin-Watson (SPSS)
Semua persyaratan dalam multiple regresi tersebut dapat diketahui atau
dianalisa dengan program SPSS.

6. DESIGN PENELITIAN DAN UJI STATISTIK.


Dalam bidang kesehatan ,termasuk kesehatan gigi terdapat beberapa design
penelitian eksperimen yang dapat dipakai.
Dalam penelitian eksperimen terbagi menjadi 2 :
Eksperimen murni dan eksperimen semu.
Yang dimaksud eksperimen murni adalah design penelitian tersebut:
1. Random , artinya tidak ada pemilihan khusus pada subyek penlitian yang
akan diberi perlakuan.
2. Ada replikasi pada perlakuan (besar sampel)
3. Harus ada kontrol
4. Matching subyek yang akan diberi perlakuan
Berikut adalah design peneltian eksperimen dibidang kesehatan termasuk
kesehatan gigi
1. Post test only group design
2. Post test kontrol random group design
3. Pre- post test kontrol random group design
4. Solomon four group design
5. Cross over design : Single
Double
Latin square

33
Penjelasan gambar design penelitian diatas :
Post test only group design adalah pre eksperimen, analisa data berupa uji
statistik komparasi antara hasil post test A1 dan A2 adalah komparasi pada 2
variabel bebas, apabila data berskala ratio/interval dan berdistribusi normal,
uji statistik yang dipakai adalah Independent “t” test. Apabila data tidak
berdistribusi normal atau berskala ordinal, uji statistik yang dipakai adalah :
Mann Whitney.
Post only control random group design adalah design eksperimen murni, yang
dimaksud treatment random adalah misalnya besar sampel hasil perhitungan
rumus sampel adalah 7, maka untuk 3 variabel (A1,A2, dan kontro) masing-
masing sebesar 7, akan tetapi untuk subyek yang akan diberikan perlakuan
harus disiapkan subyek lebih besar dari 7, misalnya masing-masing 10, baru
dari subyek sampel tersebut diambil secara random sebesar 7 yang akan
diberikan perlakuan (treatment). Untuk uji staistik komparasi yang dipakai
adalah one way anova, apabila ketiga distribusi data (A1,A2, dan kontrol)
berskala ratio/interval dan berdistribusi normal. Apabila salah satu saja tidak
berdistribusi normal atau data berskala ordinal, maka uji statistik yang dipakai
adala Kruskal Wallis H

34
Penjelasan gambar :
Seperti penjelasan sebelumnya design eksperimen diatas karena ada unsur
random, ada kontrol dan ada replikasi, maka termasuk eksperimen
murni.Perlu ditambahkan matching subyek penelitian before (sebelum
perlakuan) harus diuji statistik terlebih dahulu dan harus tidak ada perbedaan
signifikan agar efek terhadap After (A) benar-benar disebabkan oleh faktor
perlakuan (X). Tujuan eksperimen tersebut ingin mengetahui efek perlakuan
terhadap subyek penelitian, sehingga dibandingkan dengan subyek tanpa
perlakuan (kontro).
Uji statistik yang dibutuhkan adalah uji komparasi antara A1X dan A2O,
apabila data berskala ratio /interval dan berdistribusi normal maka uji statistik
yang dipakai adalah Independent “t” test. Apabila tidak berdistribusi normal
atau berskala ordinal maka uji komparasi yang dipakai adalah Mann Whitney.

Solomon group design sebenarnya ingin membuktikan bahwa perlakuan pada


eksperimen membuktikan bahwa hasil akhir perlakuan benar-benar bersifat
random dan tidak ada unsur sebelum perlakuan (before) yang dapat
menimbulkan bias pada hasil perlakuan pada kelompok eksperimen (after).
Ada dua kali perlakuan (X) pada dua kelompok eksperimen yang berbeda.
Dua kelompok pertama didahului dengan variabel before dan dua kelompok
berikutnya tanpa ada pengukuran before. Uji statistik terakhir adalah uji
komparasi pada variabel A1, A2 ,A3, dan A4 memepergunakan oneway anova
apabila distribusi data semua variabel normal, dan mempergunakan Kruskal
Wallis H, apabila distribusi data tidak normal atau data berskala ordinal.

35
Terbantung tujuan penelitian juga misalnya ingin juga mengetahui efek before
pada 2 kelompok pertama dapat juga memakai uji statistik Ancova, dimana
variabel before sebagai covariate.

Design berikutnya yang dapat dipakai adalah crossover design, design ini
untuk meyakinkan proses matching pada subyek penelitian, terutama
penelitian pada manusia atau hewan coba. Misalnya akan dilakukan peneltian
khasiat obat kumur terhadap penurunan PH saliva, secara random subyek
yang sudah memenuhi kriteria inklusi dibagi dua ( A dan B), pada perlakuan
pertama kelompok A diberi obat kumur Z dan kelompok B diberi obat kumur
Y, kemudian diukuir PH saliva, setelah mengalami proses wash out, dimana
efek obat kumur sudah hilang, misalnya beberapa hari berikutnya maka
perlakuan kedua ditukar kelompok A diberi obat kumur Y dan kelompok B
diberi obat kumur Z. Uji Statistik pada analisa data tergantung tujuannya,
apabila ingin mengetahui perbedaan PH saliva pada kelompok A, dapat
dipergunakan uji paired “t” test, apabila ingin mengetahui hasil akhir
perbedaan PH saliva anatara kelompok A dan B dapat mempergunakan
Independent “t “ test, uji parametrik tersebut apabila distribusi data PH saliva
berdistribusi normal, apabila distribusi data PH saliva tidak normal dapat
dipakai uji non parametrik Wilcoxon Sign Rank Test dan Mann Whitney.
Penjelasan untuk double crossover design, prinsipnya sama, hanya proses
silang dilakukan berkali-kali, untuk meyakinkan proses matching, bedanya
untuk uji statistik masing-masing kelompok A atau kelompok B, komparasi
PH Saliva dapat dipakai Anova Same Subyek untuk distribusi Normal dan uji
Friedman untuk distribusi data tidak normal, untuk perbedaan perlakuan pada
kelompok A dan B, tetap pakai Independent “t” test untuk distribusi data PH
normal dan Mann Whitney untuk distribusi data tidak normal.

36
Design berikut lebih kompleks lagi tujuannya masih tetap agar eksperimen
dapat menunjukkan hasil yang lebih akurat tanpa dipengaruhi subyek
peneltian yang diragukan matching nya, jadi benar-benar efek terjadi karena
faktor perlakuan (treatment).
Penjelasannya sebagai berikut: misalnya penelitian akan mengetahui efek 2
macam obat kumur terhadap viskositas saliva, agar efek viskositas saliva tidak
terpengaruh dengan merk, maka obat kumur tersebut diisikan pada botol tanpa
label, termasuk obat kumur placebo, jadi ada 3 botol obat, 2 botol obat kumur
dan 1 botol kontrol (placebo). Ada 3 kelompok volunter yang sudah masuk
dalam kriteria inklusi dan secara random terbagi 3. Pemberian obat kumur
dilakukan ole orang ketiga, peneliti tidak tahu obat kumur atau placebo yang
diberikan, peneliti hanya mencatat efek viscositas, setelah dicatat dan
mengalami waktu washout, 3 kelompok orang tersebut disilang untuk
berkumur lagi dengan botol berbeda, dicatat lagi viscositas saliva setelah
berkumur, demikian crossing kelompok orang tersebut sampai 3 kali. Analisa
hasil (uji statisti) dapat bermacam-macam tergantung tujuannya, apabila ingin
menguji apakah ada perbedaan viscositas saliva antara obat 1,placebo dan
obat 2 pada orang yang sama maka uji statistik memakai anova same
sssubyek, akan tetapi apabila ingin menguji viskostas saliva dari 3 macam
obat berbeda dari 3 kelompok orang berbeda maka uji statisiknya memakai
one way anova.
Berikut adalah design khusus untuk Analisa of Varians, ada 4 design yang
sering digunakan dalam proses penelitian :
1.Oneway anova ( simple random design)

37
Penjelasan design anova diatas adalah apabila akan dibedakan lebih dari 2
variabel perlakuan (eksperimen), A0 adalah perlakuan kontrol, A1 adalah
perlakuan 1 dan A2 adalah perlakuan ke 2, tujuan penelitian biasanya ingin
mengetahui perlakuan mana yang terbaik, dibanding dengan perlakuan
kontrol. Apabila skema penelitian seperti berikut maka uji statistik yang
dipakai adalah : One way anova, apabila hasil anova terlihat ada perbedaan
yang signifikan antara ke 3 perlakuan tersebut, dilanjutkan dengan Tukey
HSD (multiple comparasion) untuk mengetahui hasil perlakuan mana yang
terbaik.
2.Treatment by Subyect Design
Before After Design, same subyect design/ repeated measures

Eksperimen yang menggunakan sampel subyek yang sama untuk bermacam


perlakuan yang diberikan dalam periode yang berbeda. Design ini adalah
kepanjangan dari paired “t” terst untuk variabel perlakuan lebih dari 2 dan
berpasangan (paired).
Uji statistik yang digunakan adalah Repeated Measure Anova (general linier
model)
3. Treatment by level design

38
Dipersiapkan untuk eksperimen yang menggolongkan sampel atau variabel
dalam tingkatan-tingkatan. Misalnya treatments (perlakuan ) 3 macam obat
antibiotik (A1,A2,A3 ), diberikan pada 3 level atau tingkatan penyakit yang
berbeda misalnya, L1, periodontitis parah, L2 periodontitis moderate, L3
periodontitis ringan.
Uji statsitik yang dipergunakan adalah general linier model dalam menu
univariate.
Analisa masih dalam kelompok Anova, tepatnya Anova by level design,
apabila menggunakan completely random design, maka dipergunakan
completely randomized block design.

4. Factorial design

Faktorial design merupakan peneltian kombinasi antara dua arah


perlakuan yang berbeda, misalnya perlakuan 3 macam obat antibiotik
dikombinasi dengan 3 macam obat anti inflamasi yang berbeda. Uji
statistik sering disebut two ways anova. Analisa dalam SPSS tetap
memakai Univariat tetapi memakai menu faktorial

39
MATERI
MANAJEMEN
MANAJEMEN

1. DASAR-DASAR MANAJEMEN
a. PENGERTIAN
Manajemen :
 Distinct process consisting of planning, organizing, actuating and
controlling performed to determine and accomplish stated objectives
by the use of human being and other resources. Artinya, manajemen
adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk
menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui
pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya (Terry, 1960).
 Siswanto (2007) menyebutkan bahwa manajemen sebagai ilmu
(science) dan sebagai seni. Manajemen merupakan suatu ilmu dan
seni, karena antara keduanya tidak bisa dipisahkan. Manajemen
sebagai suatu ilmu pengetahuan karena telah dipelajari sejak lama dan
telah diorganisasikan menjadi suatu teori. Hal ini dikarenakan
didalamnya menjelaskan tentang gejala-gejala managment,
gejalagejala ini lalu diteliti dengan menggunakan metode ilmiah yang
diwujudkan dalam bentuk suatu teori. Sedangkan, manajemen sebagai
suatu seni, memandang bahwa di dalam mencapai suatu tujuan
diperlukan kerja sama dengan orang lain, perlu diketahui mengenai
cara memerintahkan pada orang lain agar mau bekerja sama
(Siswanto, 2007).
Manajemen kesehatan
- Suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan
dan non-petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat
(Notoatmodjo, 2003)
- Penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan
masyarakat sehingga yang menjadi obyek dan sasaran manajemen
adalah pelayanan kesehatan masyarakat.
- Suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas kesehatan
dan non-petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat
melalui program kesehatan.
b. BATASAN
George R. Terry dalam “Principles of Management” menyampaikan
“manajemen adalah suatu proses yang membeda-bedakan atas;

40
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan dan
pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni, agar dapat
menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”
c. SEJARAH
Pada tahun 1886 Frederick W. Taylor melakukan suatu percobaan yang
kemudian menghasilkan konsep teori efisiensi dan efektivitas. Kemudian
Taylor menulis buku berjudul The Principle of Scientific Management
(1911) yang merupakan awal dari lahirnya manajemen sebagai ilmu.
d. MANFAAT
Menurut T. Hani Handoko, terdapat tiga alasan utama mengapa
manajemen diperlukan:
1. Manajemen diperlukan agar tujuan pribadi dan organisasi dapat
tercapai.
2. Manajemen juga diperlukan untuk menjaga keseimbangan antara
tujuan-tujuan, sasaran, dan kegiatan, yang saling bertentangan dari
pihak yang punya kepentingan dalam organisasi.
3. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas
suatu kerja organisasi
e. UNSUR-UNSUR
Manajemen terdiri dari beberapa unsur yang jika salah satu diantaranya
tidak sempurna atau tidak ada, maka akan berimbas dengan berkurangnya
upaya untuk mencapai tujuan. Unsur-unsur tersebut diantaranya sebagai
berikut.
 Human (Manusia)
 Money (Uang)
 Materials (Bahan)
Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan
jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain
manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan
bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan
manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil
yang dikehendaki.
 Machines (Mesin)
Dalam kegiatan perusahaan, mesin sangat diperlukan. Penggunaan
mesin akan membawa kemudahan atau menghasilkan keuntungan
yang lebih serta menciptakan efisiensi kerja.
 Methods (Metode)
Metode atau tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya
pekerjaan. Sebuah metode dapat dilaksanakan dengan

41
mempertimbangkan sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia,
penggunaan waktu dan uang. Perlu diingat meskipun metode baik,
sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak
mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan.
Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusia itu
sendiri.
 Market (Pasar)
f. FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN
Fungsi manajemen adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
manajemen, Terry membaginya menjadi empat, yaitu perencanaan
(planning). Pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan
pengawasan (controlling) yang lazim disebut POAC. Pada perkembangan
selanjutnya, beberapa penulis buku manajemen mengganti actuating
menjadi leading sehingga saat ini fungsi manajemen yang popular ialah
planning, organizing, leading, dan controlling.

PERENCANAAN

PENGAWASAN PENGORGANISASIAN

MEMIMIPIN

Gambar 1 Proses Manajemen (John R. Schermerhorn Jr. 1999)

Menurut Sondang P. Siagian fungsi-fungsi manajemen mencakup:


1. Perencanaan (planning) dapat didefenisikan sebagai keseluruhan
proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang
akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengorganisasian (Organizing) adalah keseluruhan proses
pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab
dan wewenang sedemikian rupa sehingga menciptakan suatu

42
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah di tentukan.
3. Penggerakan (Motivating) dapat didefenisikan sebagai keseluruhan
proses pemberian dorongan bekerja kepada para bawahan sedemikian
rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya
tujuan organisasi dengan efesien dan ekonomis.
4. Pengawasan (Controlling) adalah proses pengamatan pelaknsanaan
seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan
yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya.
5. Penilaian (Evaluation) adalah fungsi organik administrasi dan
manajemen yang terakhir. Defenisinya ialah proses pengukuran dan
perbandingan hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan
hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
g. Prinsip Manajemen
Prinsip - prinsip umum manajemen menurut Henry Fayol terdiri dari.
1. Pembagian kerja (Division of work)
2. Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility)
3. Disiplin (Discipline)
4. Kesatuan perintah (Unity of command)
5. Kesatuan pengarahan (Unity of direction)
6. Mengutamakan kepentingan organisasi di atas kepentingan sendiri
7. Penggajian pegawai
8. Pemusatan (Centralization)
9. Hirarki (tingkatan)
10. Ketertiban (Order)
11. Keadilan dan kejujuran
12. Stabilitas kondisi karyawan
13. Prakarsa (Inisiative)
14. Semangat kesatuan dan semangat korps

2. FUNGSI PERENCANAAN
a. Pengertian Perencanaan (Planning)
Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses penganalisasian dan pemahaman
sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk
mencapai tujuan demi masa depan yang baik.
Beberapa batasan tentang perencanaan yang penting diketahui adalah :

43
 Perencanaan adalah kemampuan untuk memilih suatu kemungkinan yang
tersedia dan yang dipandang paling tepat untuk mencapai tujuan.
 Perencanaan adalah pekerjaan yang menyangkut penyusunan konsep serta
kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
demi masa depan yang lebih baik.
 Perencanaan adalah upaya menyusun berbagai keputusan yang bersifat pokok
yang dipandang paling penting dan yang akan dilaksanakan menurut
urutannya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
 Perencanaan adalah proses menetapkan pengarahan yang resmi dan
menetapkan berbagai hambatan yang dipikirkan dan dalam menjalankan suatu
program guna dipakai sebagai pedoman dalam suatu organisasi.
 Perencanaan adalah proses kerja yang terus menerus yang meliputi
pengambilan keputusan yang bersifat pokok dan penting dan yang akan
dilaksanakan secara sistematik, melakukan perkiraan-perkiraan dengan
mempergunakan segala pengetahuan yang ada tentang masa depan,
mengorganisasi secara sistematik segala upaya yang dipandang perlu untuk
melaksanakan segala keputusan yang telah ditetapkan, serta mengukur
keberhasilan dalam pelaksanaan segala keputusan tersebut dengan
membandingkan hasil yang dicapai terhadap target yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan umpan balik yang diterima dan yang telah disusun
secara teratur dan baik.
b. Forecasting (Peramalan)
Pengertian peramalan menurut Arman Hakim Nasution (2006) adalah proses
untuk memperkirakan beberapa kebutuhan di masa datang yang meliputi
kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu dan lokasi yang
dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang dan jasa.
Pengertian peramalan menurut Jay Heizer dan Barry Render (2011) adalah
seni dan ilmu untuk memprediksi kejadian di masa depan dengan melibatkan
pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke masa mendatang
dengan model pendekatan sistematis.
c. Problem Solving
Menurut Santrock (2003), problem solving merupakan suatu cara untuk
menemukan jalan yang sesuai dalam rangka pencapaian tujuan ketika tujuan
tersebut belum dapat tercapai.
Hergenhahn dan Olson (2005) mengemukakan 4 (empat) bentuk proses yang
dapat dilakukan dalam memecahkan masalah, yaitu:
1. Trial and Error
Melakukan usaha dengan cara mencoba dari satu cara ke cara lain
sampai menemukan cara yang tepat.

44
2. Mechanical
Cara memecahkan suatu masalah dengan mengikuti aturan-aturan
yang telah berlaku, misalnya menyelesaikan soal-soal fisika dengan
rumus-rumus tertentu.
3. Reasoning
Cara penalaran dengan menghubungkan satu hal dengan hal lain.
4. Insight
Menurut teori Gestalt, insight juga melalui proses trial and error,
tetapi dengan memikirkan terlebih dahulu kemungkinan-kemungkinan
yang ada.
Menurut Santrock (2003) ada 4 (empat) tahap dalam melakukan pemecahan
masalah, yaitu:
1. Menemukan dan menggambarkan masalah yang sedang dihadapi.
2. Membangun strategi pemecahan masalah yang baik.
3. Mengevaluasi solusi yang sudah diperoleh.
4. Memikirkan dan mendefinisikan kembali masalah dan solusi dalam jangka
waktu yang lebih lama.
d. Programming
Programming adalah mengatur dan mengorganisasi rangkaian jalan atau cara
untuk menuju tercapainya tujuan sebagaimana yang ditetapkan dalam
planning.
e. Penyusunan Rancangan
Penyusunan rancangan (designing) adalah suatu upaya menghasilkan
pedoman yang juga merupakan ciri perencanaan.
f. Policy analysis
Pengkajian Kebijakan (Policy analisis) adalah suatu upaya untuk
menyelesaikan masalah yang bersifat retospektif, yakni hanya mengkaji
berbagai kebijakan dengan segala akibatnya yang telah ada atau telah terjadi.
Sedangkan kegiatan yang dilakukan pada perencanaan bersifat prospektif serta
bermaksud menghasilkan gagasan baru.
g. Decision making process
Pengambilan keputusan merupakan sebuah proses dinamis yang dipengaruhi
oleh banyak kekuatan termasuk lingkungan organisasi dan pengetahuan,
kecakapan dan motivasi. Pengambilan keputusan adalah ilmu dan seni
pemilihan alternatif solusi atau alternatif tindakan dari sejumlah alternatif
solusi dan tindakan yang tersedia guna menyelesaikan masalah (Dermawan,
2004).

Proses Pengambilan Keputusan

45
Menurut Kotler (2000), tahapan proses pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut:
 Identifikasi masalah. Dalam hal ini diharapkan mampu
mengidentifikasi masalah yang ada di dalam suatu keadaan.
 Pengumpulan dan penganalisis data. Pengambil keputusan diharapkan
dapat mengumpulkan dan menganalisis data yang dapat membantu
memecahkan masalah yang ada.
 Pembuatan alternatif-alternatif kebijakan. Setelah masalah dirinci
dengan tepat dan tersusun baik, maka perlu dipikirkan cara-cara
pemecahannya.
 Pemilihan salah satu alternatif terbaik. Pemilihan satu alternatif yang
dianggap paling tepat untuk memecahkan masalah tertentu dilakukan
atas dasar pertimbangan yang matang atau rekomendasi. Dalam
pemilihan satu alternatif dibutuhkan waktu yang lama karena hal ini
menentukan alternatif yang dipakai akan berhasil atau sebaliknya.
 Pelaksanaan keputusan. Dalam pelaksanaan keputusan berarti seorang
pengambil keputusan harus mampu menerima dampak yang positif
atau negatif. Ketika menerima dampak yang negatif, pemimpin harus
juga mempunyai alternatif yang lain.
 Pemantauan dan pengevaluasian hasil pelaksanaan. Setelah keputusan
dijalankan seharusnya seseorang dapat mengukur dampak dari
keputusan yang telah dibuat.
h. Manfaat Perencanaan
1. Suatu bentuk perencanaan dapat membuat pelaksanaan tugas menjadi
tepat dan kegiatan tiap unit akan terorganisir dengan baik menuju arah
yang sama.
2. Suatu perencanaan yang disusun dari penelitian yang akurat akan
menghindarkan kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi
3. Suatu perencanaan memuat standar atau batasan tindakan dan biaya akan
memudahkan pelaksaan pengawasan
4. Perencanaan bisa dipakai sebagai pedoman untuk melaksanakan kegiatan,
sehingga aparat pelaksana mempunyai irama atau gerak dan pandangan
yang sama untuk mencapai tujuan perusahaan.
i. Macam Perencanaan
Dari jenjang manajemennya, perencanaan dibagi menjadi tiga jenjang, yaitu:
1. Perencanaan jenjang atas (top-level).
Perencanaan pada jenjang ini mempunyai sifat yang strategis, yaitu
memberi petunjuk umum, merumuskan tujuan, mengambil keputusan, dan
memberi petunjuk pola penyelesaian, dan sifatnya menyeluruh. Tujuan dari

46
perencanaan ini adalah untuk jangka panjang dan menjadi tanggung jawab
manajemen puncak.
2. Perencanaan jenjang menengah
Perencanaan pada jenjang ini sifatnya administratif menyangkut car
menempuh dan bagaimana tujuan dari perencanaan tersebut bisa
dilaksanakan. Perencaan jenjang menengah ini menjadi tanggung jawab
manajemen madya (menengah).
3. Perencanaan jenjang bawah
Perencanaan pada jenjang ini memfokuskan diri untuk dapat menghasilkan,
sehingga perencaan mengarah pada pelaksanaan atau operasional.
Perencanaan jenjang bawah menjadi tanggung jawab manajemen
pelaksana.
j. Proses Perencanaan Program kesehatan Masyarakat :
 Menetapkan Prioritas Masalah
Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang
dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu
untuk menentukan urutan masalah dari yang paling penting sampai yang
kurang penting.
Cara pemilihan prioritas masalah banyak macamnya. Secara sederhana
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu
1. Scoring Technique (Metode Penskoran)
Memberikan nilai atau skor terhadap masalah tersebut dengan
menggunakan ukuran (parameter) antara lain :
a. Prevalensi penyakit (prevalence) atau besarnya masalah.
b. Berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh masalah tersebut
(severity).
c. Kenaikan atau meningkatnya prevalensi (rate increase)
d. Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut
(degree of unmet need).
e. Keuntungan sosial yang diperoleh bila masalah tersebut diatasi
(social benefit).
f. Teknologi yang tersedia dalam mengatasi masalah (technical
feasibility).
Beberapa metode skoring yang digunakan adalah metode Bryant,
Metode Matematik PAHO (Pan American Health Organization),
MCUA (Multiple Criteria Utility Asessment Method), Metode
Hanlon, Metode CARL, Metode Reinke.
2. Non Scoring Technique

47
• Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah
yang lazim digunakan adalah dengan teknik non-skoring
1. Metode Delbeq
Menetapkan prioritas masalah menggunakan teknik ini adalah
melalui diskusi kelompok namun peserta diskusi terdiri dari para
peserta yang tidak sama keahliannya, maka sebelumnya
dijelaskan dahulu sehingga mereka mempunyai persepsi yang
sama terhadap masalah-masalah yang akan dibahas.
Hasil diskusi ini adalah prioritas masalah yang disepakati
bersama.
2. Metode Delphi
Masalah-masalah didiskusikan oleh sekelompok orang yang
mempunyai keahlian yang sama. Melalui diskusi tersebut akan
menghasilkan prioritas masalah yang disepakati bersama.
Pemilihan prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan
khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya dimintakan untuk
mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah yang paling
banyak dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.

 Menetapkan Prioritas Jalan Keluar


Untuk menyusun alternatif jalan keluar dapat menggunakan langkah
sebagai berikut:
a. Menentukan berbagai penyebab masalah
b. Untuk menetukan penyebab masalah, dilakukan curah pendapat
(Brain Storming) dengan membahas data yang telah dikumpulkan.
Dapat digunakan alat bantu diagram hubungan sebab akibat (cause-
effect diagram) atau populer pula dengan sebutan diagram tulang ikan
(fish bone diagram).

METHOD
MAN
MATERIAL

MASALAH

ENVIRONMENT MONEY
MACHINE

Gambar Diagram Fishbone

48
Selanjutnya, adalah memilih prioritas jalan keluar (solusi masalah).
Berbagai macam alternatif yang tersedia haruslah dianalisis secara seksama
sebelum keputusan terhadap alternatif yang terpilih diambil. Analisis
terhadap alternatif yang tersedia sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut
ini:
1. Terdapat relevansi antara hasil alternatif dengan tujuan pemecahan
masalah yang dilakukan artinya dapat membantu mengurangi atau
mengatasi masalah yang ada.
2. Efektifitas
3. Relatif cost, dalam hal ini berapa besar biaya dari masing-masing
alternatif, pilihlah alternatif dengan biaya relatif murah namun tidak
mengurangi efektifitasnya.
4. Technical feasibility, apakah secara teknik suatu alternative dapat
dijalankan.
5. Ketersediaan sumber daya untuk menjalankan alternative yang
dipilih.
6. Keuntungan yang dimiliki oleh suatu alternative dibandingkan
dengan alternatif lainnya.
7. Kerugian yang mungkin timbul akibat pemilihan suatu alternatif.

k. Langkah-Langkah Perencanaan Kesehatan :


 Menetapkan Prioritas Masalah :
1. Analisis situasi
2. Identifikasi masalah
3. Penetapan Prioritas masalah
 Menetapkan Prioritas Jalan Keluar :
1. Menetapkan Tujuan
2. Menetapkan Alternatif Jalan Keluar
3. Menentukan Prioritas jalan Keluar
4. Kaji hambatan & kelemahan
5. Menyusun RKO

KEPEMIMPINAN

1. Definisi Kepemimpinan

49
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai kegiatan yang mampu menarik perhatian
orang lain, karyawan atau bawahan agar mengikuti aturan dalam organisasi. Kunci
utama dalam proses memimpin adalah mempengaruhi orang lain sehingga mereka
bersedia bekerja atas dasar kesadaran dan kemampuan sendiri untuk mencapai tujuan
organisasi, dengan kata lain seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
memotivasi anak buahnya, oleh karena itulah pemahaman tentang teori motivasi
diperlukan dalam proses memimpin.
Kepemimpinan ialah satu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan
pribadi, yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu
guna mencapai tujuan bersama (Kartono, 2013).
Menurut French dan Raven ada lima macam sumber kekuasaan yaitu: kekuasaan
paksaan (coercive power), kekuasaan imbalan (reward power), kekuasaan sah
(legitimate power), kekuasaan pakar (expert power), dan kekuasaan rujukan (refrent
power).
Motivasi adalah suatu kekuatan dalam diri seseorang yang menjadi pendorong untuk
melakukan suatu pekerjaan, teori motivasi yang terkenal dikemukakan oleh Abraham
Maslow. Ada lima tingkatan hirarki kebutuhan manusia yaitu: kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi.

2. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang dilihat
oleh pemimpin. Tercapainya visi dan misi dari suatu organisasi akan ditentukan oleh
gaya kepemimpinan seorang pemimpin di dalam organisasi tersebut. Adapun tipe-tipe
pemimpin sebagai berikut :
1) Otokratik, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Menuntut ketaatan penuh
dari para bawahan, b. Dalam menegakkan disiplin menunjukkan kekakuan, c.
Bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksi, d. Menggunakan
pendekatan punitif dalam hal terjadinya penyimpangan oleh bawahan.
2) Paternalistik, yaitu seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat : a. Kuatnya
ikatan primordial, b. Extended family system, c. Kehidupan masyarakat yang
komunalistik, d. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan
bermasyarakat, e. Masih dimungkinkan hubungan pribadi yang intim antara
seorang anggota masyarakat dengan anggota masyarakat lainnya.
3) Kharismatik, mempunyai karakakteristik yaitu: a. Daya tariknya yang sangat
memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-
kadang sangat besar, b. Seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut

50
meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara mengapa
orang tertentu itu dikagumi.
4) Laissez faire, mengidentifikasikan karakteristik sebagai berikut: a.
Pendelegasian wewenang secara ekstensif, b. Pengambilan keputusan
diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada para
petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut
keterlibatannya secara langsung, c. Status quo organisasional tidak terganggu, d.
Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan organisasi
berada pada tingkat yang minimum.
5) Demokratik, gaya ini mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Selalu
mengusahakan adanya pendelegasian wewenang yang praktis dan realistik tanpa
kehilangan kendali organisasional, b. Para bawahan dilibatkan secara aktif
dalam menentukan nasib sendiri melalui peransertanya dalam proses
pengambilan keputusan, c. Dalam proses pergerakkan bawahan selalu bertitik
tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia,
d. Ia senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik-kritik dari
bawahannya, e. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
usaha mencapai tujuan, f. Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih
sukses daripada dia sendiri, g. Berusaha mengembangkan kapasitas diri
pribadinya sebagai pemimpin (Siagian, 2010)

Kepemimpinan di Rumah Sakit


Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin
dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Seorang pemimpin memiliki karakteristik
tertentu, memahami ciri-ciri kepemimpinan seseorang harus dipahami bahwa
kepemimpinan mempunyai tiga komponen yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi
seseorang yang dikatakan sebagai pemimpin yang baik dalam satu situasi dan dengan
pengikut tertentu, belum tentu sebaik itu dalam situasi dan pengikut yang lain (Sari,
2015).
Pimpinan tertinggi organisasi rumah sakit adalah kepala atau Direktur Rumah Sakit
dengan nama jabatan Kepala, Direktur Utama atau Direktur Rumah Sakit. Dalam
menjalankan operasional rumah sakit, direktur dapat dibantu oleh wakil direktur atau
direktur (bila pimpinan tertinggi disebut direktur utama) sesuai dengan kebutuhan,
kelompok ini disebut direksi. Kepemimpinan yang efektif sebuah rumah sakit sangat
penting agar rumah sakit dapat beroperasi secara efisien serta memenuhi visi dan
misinya. Kepemimpinan rumah sakit dapat dilaksanakan secara bersama-sama
(direksi) atau individual (direktur).

51
Menurut PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77
TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT, Dalam
melaksanakan tugas memimpin penyelenggaraan Rumah Sakit, kepala Rumah Sakit
atau direktur Rumah Sakit menyelenggarakan fungsi:
a. koordinasi pelaksanaan tugas dan fungsi unsur organisasi;
b. penetapan kebijakan penyelenggaraan Rumah Sakit sesuai dengan
kewenangannya;
c. penyelenggaraan tugas dan fungsi Rumah Sakit;
d. pembinaan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan tugas dan fungsi unsur
organisasi;
e. evaluasi, pencatatan, dan pelaporan.
Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas:
a. kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit;
b. unsur pelayanan medis;
c. unsur keperawatan;
d. unsur penunjang medis;
e. unsur administrasi umum dan keuangan;
f. komite medis; dan
g. satuan pemeriksaan internal.

 Indikator Kinerja Rumah Sakit


Indikator kinerja adalah variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan
atau status dan memungkinakan dilakukan pengukuran terhadap perubahan yang
terjadi dari waktu ke waktu atau tolok ukur prestasi kuantitatif/kualitatif yang
digunakan untuk mengukur terjadinya perubahan terhadap besarnya target atau
standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 129/Menkes/SK/II/2008
telah menerbitkan peraturan tentang standar pelayanan minimal rumah sakit, dan
mengalami revisi pada tahun 2012. Direktorat Jendral Bina Upaya Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah menerbitkan buku pedoman
penyusunan standar pelayanan minimum di rumah sakit membagi jenis-jenis
pelayanan pada pusat pertanggungjawaban di rumah sakit yang wajib disediakan oleh
rumah sakit meliputi :
1. Pelayanan gawat darurat
2. Pelayanan rawat jalan
3. Pelayanan rawat inap
4. Pelayanan bedah
5. Pelayanan persalinan dan perinatology
6. Pelayanan intensif

52
7. Pelayanan radiologi
8. Pelayanan laboratorium patologi klinik
9. Pelayanan rehabilitasi medik
10. Pelayanan farmasi
11. Pelayanan gizi
13. Pelayanan transfuse darah
14. Pelayanan pasien dari keluarga miskin
15. Pelayanan rekam medik
16. Pelayanan administrasi manajamen
17. Pelayanan ambulans/kreta jenazah
18. Pelayanan pemulasaran jenazah
19. Pelayanan laundry
20. Pelayanan sarana rumah sakit
21. Pencegahan pengendalian infeksi
22. Pelayanan keamanan

Berbagai indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui


tingkat pemanfaatan, mutu, dan efesiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator
berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)


BOR menurut Huffman (1994) adalah “the ratio of patient service days
to inpatient bed count days in a period under consideration”. Sedangkan
menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur
pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi
rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter
BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes RI, 2005).

Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


ALOS menurut Huffman (1994) adalah “The average hospitalization
stay of inpatient discharged during the period under consideration”. ALOS
menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis

53
tertentu dapat dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara
umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat
tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini
memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur. Idealnya
tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.
Rumus TOI :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Huffman (1994) adalah “…the net effect of changed in
occupancy rate and length of stay”. BTO menurut Depkes RI (2005) adalah
frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur
dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya satu tempat tidur rata –
rata dipakai 40 – 50 kali/TAHUN.
Rumus BTO :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 2 x 24 jam
atau 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator
ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

6. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap
1000 penderita keluar.
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

54
Macam – Macam Analisa
Metode analisa guna penentuan staregi organisasi sangat banyak dikemukakan oleh
pakar manajemen yang dapat dipilih sesaui kebutuhan organisasi. Contoh analisa
sebagai berikut :
1. Metode balanced score card
Metode ini merupakan sebuah perencanaan strategis dan sistem manajemen yang
digunakan secara ekstensif dalam bisnis industri, pemerintah, dan organisasi nirlaba
di seluruh dunia untuk kegiatan usaha untuk menyelaraskan visi dan strategi
organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal,dan memantau kinerja
organisasi terhadap strategis tujuan. Konsep balanced scorecard mengukur kinerja
suatu organisasi dari empat perspektif yaitu perspektif finansial, perspektif customer,
perspektif proses bisnis internal, perspektif pertumbuhan dan pembelajaran. Konsep
ini dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton. Konsep ini
dikembangkan untuk melengkapi pengukuran kinerja finansial (atau yang dikenal
pengukuran kinerja tradisional) dan sebagai alat yang cukup penting bagi organisasi
perusahaan untuk merefleksikan pemikiran baru dalam era competitiveness dan
efektivitas organisasi. Konsep ini memperkenalkan suatu sistem pengukuran kinerja
perusahaan dengan mengunakan kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebenarnya
merupakan penjabaran dari apa yang menjadi misi dan strategi perusahan dalam
jangka panjang, yang digolongkan menjadi empat perspektif yang berbeda yaitu :
a. Perspektif finansial
Bagaimana kita berorientasi pada para pemegang saham
b. Perspektif customer
Bagaimana kita bisa menjadi supplier utama yang paling bernilai bagi para
customer.
c. Prespektif proses, bisnis internal
Proses bisnis apa saja yang terbaik yang harus kita lakukan, dalam jangka panjang
maupun jangka pendek untuk mencapai tujuan finansial dan kepuasan customer
d. Persepektif pertumbuhan dan pembelajaran
Bagaimana kita dapat meningkatkan dan menciptakan value secara terus menerus,
terutama dalam hubungnanya dengan kemampuan dan motivasi karyawan.

2. Metode SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats)


Metode in merupakan metode perencanaan strategis yang digunakan untuk
mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities),
dan ancaman (threats). Analisa ini membandingkan kekuatan internal dan ekternal
organisasi dan dimasukkan ke dalam perhitungan dan hasilnya akan keluar dan
dideskripsikan dalam empat kuadran yaitu :

55
A. Kwadran I strategi pertumbuhan agresif/cepat
Strategi ini dipilih karena berdasarkan analisa yang ada terdapat lebih banyak
kekuatan dan peluang dibandingkan dengan ancaman dan kelemahan, dengan
strategi ini maka diharpkan organisasi berusaha menembus pasar atau
pelanggan baru dengan berbagai produk-produk baru. Langkah yang
mendukung startegi diversifikasi berupa pengembangan pasar, penetrasi pasar,
pengembangan produk, integrasi horizontal, penciutan bisnis, likuidasi

B. Kwadran II strategi bertahap agresif atau putar haluan


Strategi ini dipilih karena walaupun terdapat lebih banyak kekuatan, namun
ancaman yang ada lebih banyak daripada peluang, dengan demikian
organisasi diharapkan bertahan pada produk-produk lamanya dan semantara
berusaha untuk tidak menembus pasar baru. Disebut strategi bertahan agresif
karena organisasi sewaktu-waktu juga dapat mengalihkan sasarannya
(memutar haluan) sehingga dapat mengubah ancaman menjadi peluang.
Langkah yang mendukung strategi pertumbuhan pengembangan pasar,
penetrasi pasar, pengembangan produk, integrasi kedepan, diversifikasi
konsentrik
C. Kwadran III strategi konglomerasi atau diversifikasi
Strategi ini menggabuungkan diri dengan perusahan lain atau membentuk
perusahaan lain dengan bidang usaha yang juga berlainan. Ini dilakukan
karena peluang yang ada cukup banyak namun tidak mendukung oleh
kekuatan yang ada, untuk itu perusahaan-perusahaan yang lain, dengan
demikian diharapakan dapat meraih peluang-peluang yang da. Langkah yang
mendukung strategi bertahan adalah pegurangan/ retrenchment, diversifikasi
konsentrik, diversifikasi horizontal, diversifikasi konglomerat, penciutan
bisnis/diversitur.
D. Kwadran IV strategi bertaha hidup
Strategi ini merupakan pilihan buruk karena kondisi eksternal maupun
internal tidak mendukung, lebih banyak kelemahan dibandingkan kekuatan
dan lebih banyak ancaman daripada peluang. Pada lingkungan seperti ini
rumah sakit diminta untuk sekedar mempertahankan diri dari pesain-
pesaingnya. Langkah yang mendukung strategi balik arah adalah diversifikasi
konsentrik, diversifikasi horizontal, diversifikasi konglomerat, usaha
patungan.

3. Metode Pengembangan Metode System Development Life Cycle (SDLC)

56
SDLC adalah Model ini mengusulkan sebuah pendekatan perkembangan perangkat
lunak yang sistematik dan sekunsial yang dimulai pada tingkat dan kemajuan sistem
pada seluruh analisis, desain, kode, pengujian, dan pemeliharaan. Model ini disusun
bertingkat, setiap tahap dalam model ini dilakukan berurutan, satu sebelum yang
lainnya. Model ini biasanya digunakan untuk membuat sebuah software dalam skala
besar dan yang akan dipakai dalam waktu yang lama. Sangat cocok untuk
pengembangan sistem yang besar.

MANAJEMEN PUSKESMAS

a. Definisi
Menurut Permenkes No.75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat,
disebutkan bahwa Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut
Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan
lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggitingginya di wilayah kerjanya .
Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang bertanggung
jawab atas kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya pada satu atau bagian
wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
dinas kesehatan kabupaten/kota, sehingga dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, akan mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota bersangkutan, yang tercantum dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Lima Tahunan
dinas kesehatan kabupaten/kota.

b. Tugas dan Fungsi


Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai
tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung
terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut, puskesmas
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
2. Penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

c. Susunan Organisasi

57
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Puskesmas dipimpin oleh seorang
Kepala Puskesmas yang merupakan seorang Tenaga Kesehatan dengan kriteria
sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat;
2. Masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan
3. Telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.
Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas dan dapat
merencanakan dan mengusulkan kebutuhan sumber daya Puskesmas kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal di Puskesmas kawasan terpencil dan sangat
terpencil yang tidak tersedia seorang tenaga kesehatan seperti kriteria diatas, maka
Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan dengan tingkat pendidikan paling
rendah diploma tiga.
Organisasi Puskesmas paling sedikit terdiri atas:
1. kepala Puskesmas
2. kepala sub bagian tata usaha
3. penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat;
4. penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan
5. penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring
6. fasilitas pelayanan kesehatan.
(Permenkes no.75 tahun 2014)
Puskesmas adalah Unit pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja tertemtu. Faktor luas wilayah, kondisi, dan jumlah penduduk
merupakan dasar pertimbangan di bangunya puskesmas. Kementrian Kesehatan = 1
puskesmas : 30.000 penduduk
Kewenangan kemandirian Puskesmas antara lain:
1. Menyelenggarakan :
perencanaan pembangunan kesehatan
pelaksanaan sesuai kondisi
evaluasi kultur budayasetempat
2. Mencari, menggali, mengelola sebagai pembiayaan ( pembiayaan Swasta &
masyarakat) sepengetahuan Dinas Kesehatan Kab/kota dan dipertanggung
jawabkan

d. Bentuk Badan Hukum


1. UPTD (Unit pelaksana Teknis Daerah)
a. Tidak melaksanakan fungsi pengaturan, pembinaan & perijinan

58
b. mempunyai misi / tugas pokok jelastidak tumpang tindih dengan unit
orang lain
c. Harus didukung 3 faktor ---sumber daya manusia, anggaran &
sarana
d. Memiliki rencana, program, & kegiatan pengembangan yang
berkelanjutan

2. BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)


a. Dapat merencanakan, mengelola,melaksanankan dan evaluasi secara
mandiri baik anggaran dan teknis kegiatan
b. Pembangunan Kesehatan
c. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan  meningkatkan kesadaran,
kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
d. Pembangunan yang berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat
dan keluarga serta pelayanan kesehatan
Wilayah Kecamatan
a. Batas wilayah kerja Puskesmas dalam melaksanakan tugas dan fungsi
b. Bila > 1 Puskesmas  tanggung jawab bersama
c. Koordinator salah satu Puskesmas

Agar Puskesmas dapat mengelola upaya kesehatan dengan baik dan


berkesinambungan dalam mencapai tujuannya, maka Puskesmas harus menyusun :
1. rencana kegiatan untuk periode 5 (lima) tahunan
2. rencana tahunan Puskesmas sesuai siklus perencanaan anggaran daerah.
Semua rencana kegiatan baik 5 (lima) tahunan maupun rencana tahunan, selain
mengacu pada kebijakan pembangunan kesehatan kabupaten/kota harus juga
disusun berdasarkan pada hasil analisis situasi saat itu (evidence based) dan
prediksi kedepan yang mungkin terjadi.
3. Proses selanjutnya adalah penggerakan dan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
rencana kegiatan/program yang disusun, kemudian melakukan pengawasan dan
pengendalian diikuti dengan upaya-upaya perbaikan dan peningkatan (Corrective
Action) dan diakhiri dengan pelaksanaan penilaian hasil kegiatan melalui
penilaian kinerja Puskesmas.

e. Visi dan Misi Puskesmas


VISI = Terwujudnya Kecamatan Sehat
Indikator sehat :
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku sehat

59
3. Pelayanan kesehatan yang bermutu
4. Derajad kesehatan yang optimal
MISI
1. Menggerakan pembangunan kecamatan berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian perorangan, keluarga, masyarakat - hidup
sehat
3. Memelihara & meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu
terjangkau dan merata
4. Memelihara &meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga &
masyarakat serta lingkungan
f. Azas dan Fungsi Puskesmas
Azas Puskesmas
1. Azas pertanggung jawaban wilayah
2. Azas peran serta masyarakat
3. Azas keterpaduan/ terintegrasi
4. Azas rujukan
Fungsi Puskesmas
1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan Kesehatan
2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat
3. Pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer
4. Pusat pelayanan kesehatan perorangan primer
Tata Kerja

BUPATI/
WALIKOTA

DINKES KAB/KOTA

RSUD

CAMAT PUSKESMAS

UNIT-2
FUNGSIONAl

Keterangan
garis lini
garis konsultasi
garis koordinasi fungsional

1. Tata kerja Puskesmas diatur sbb :


a. Koordinasi fungsional antar Puskesmas dengan RSUD dalam bidang
Pelayanan Medik

60
b. Koordinasi Fungsional antara Puskesmas dengan Camat, Kapolsek,
Danramil sertalintas sektor dalam bidang. Pembangunan Kesehatan di
wilayah Kecamatan

g. Program Puskesmas
Program puskesmas
1. Program Kesehatan Dasar
2. Program kesehatan pengembangan
(1) Basic six ( Upaya Kesehatan Wajib)
1. Promosi Kesehatan& Pemberdayaan masyarakat
2. Kesehatan Lingkungan (kesling)
3. Kesehatan ibu & anak ( KIA dan KB)
4. Perbaikan Gizi
5. Pembrantasan penyakit menular (P2M)
6. Pengobatan : Dalam Gedung
Luar Gedung
(2) Program pengembangan Disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan
kemampuan puskesmas
1. Upaya Kesehatan Sekolah
2. Upaya Kesehatan Kerja
3. Upaya Kesehatan Olahraga
4. Upaya Usia Lanjuut
5. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional
6. Dll

h. MANAJEMEN PUSKESMAS
Definisi: Proses rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik di
puskesmas untuk memberikan keluaran yang efektif dan efisien untuk semua
pekerjaan kegiatan
Meliputi:
1. Perencanaan
2. Penggerakan
3. Pelaksanaan
4. Pengendalian
5. Pengawasan
6. Penilaian

Manajemen adalah serangkaian proses yang terdiri atas perencanaan,


pengorganisasian, pelaksanaan dan kontrol (Planning, Organizing, Actuating,

61
Controling) untuk mencapai sasaran/tujuan secara efektif dan efesien. Efektif berarti
bahwa tujuan yang diharapkan dapat dicapai melalui proses penyelenggaraan yang
dilaksanakan dengan baik dan benar serta bermutu, berdasarkan atas hasil analisis
situasi yang didukung dengan data dan informasi yang akurat (evidence based).
Sedangkan efisien berarti bagaimana Puskesmas memanfaatkan sumber daya yang
tersedia untuk dapat melaksanaan upaya kesehatan sesuai standar dengan baik dan
benar, sehingga dapat mewujudkan target kinerja yang telah ditetapkan. Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, disebutkan bahwa Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan
kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan diwilayah kerjanya dan
berfungsi menyelenggarakan UKM dan UKP tingkat pertama diwilayah kerjanya.
Puskesmas dalam Sistem Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota, merupakan bagian dari
dinas kesehatan kabupaten/kota sebagai UPTD dinas kesehatan kabupaten/kota. Oleh
sebab itu, Puskesmas melaksanakan tugas dinas kesehatan kabupaten/kota yang
dilimpahkan kepadanya, antara lain kegiatan dalam Standar Pelayanan Minimal
(SPM) Bidang Kesehatan Kabupaten/kota dan upaya kesehatan yang secara spesifik
dibutuhkan masyarakat setempat (local specific).
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Puskesmas tersebut, Puskesmas harus
melaksanakan manajemen Puskesmas secara efektif dan efisien. Siklus manajemen
Puskesmas yang berkualitas merupakan rangkaian kegiatan rutin berkesinambungan,
yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan secara bermutu,
yang harus selalu dipantau secara berkala dan teratur, diawasi dan dikendalikan
sepanjang waktu, agar kinerjanya dapat diperbaiki dan ditingkatkan dalam satu siklus
“Plan-Do-Check-Action (P-D-C-A)”.
Untuk menjamin bahwa siklus manajemen Puskesmas yang berkualitas
berjalan secara efektif dan efisien, ditetapkan Tim Manajemen Puskesmas yang juga
dapat berfungsi sebagai penanggungjawab manajemen mutu di Puskesmas. Tim
terdiri atas penanggung jawab upaya kesehatan di Puskesmas dan didukung
sepenuhnya oleh jajaran pelaksananya masing-masing. Tim ini bertanggung jawab
terhadap tercapainya target kinerja Puskesmas, melalui pelaksanaan upaya kesehatan
yang bermutu.

62
Gambar siklus manajemen Puskesmas (Permenkes no. 44 Tahun 2016)
Manajemen Operasional
1. 3 prinsip manajemen operasional puskesmas
a. Perencanaan( P1)
RUK/POA RKA RPK DPA
b. Pengaturan( P2)
penggerakan
Pelaksanaan
2. Penilaian Kinerja Puskesmas
Manajemen Mutu
Manajemen Mutu: pendekatan manajemen yang terstruktur supaya
perencanaan, pelaksanaan fungsi puskesmas sesuai dengan standart
Manajemen Mutu meliputi :
a. Pembentukan tim manajemen Mutu
b. Survey indeks Kepuasan Masyarakat
c. Prosedur pengelolaan pengaduan pengguna layanan
d. Pemantauan pencegahan dan pengendalian infeksi
e. Penilaian standar puskesmas
Penilaian kinerja puskesmas

i. Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)


1. Pengertian
Tata cara pencatatan & pelaporan yang lengkap dari puskesmas -----
pengelolaan puskesmas : fisik, tenaga, sarana dan kegiatan pokok
Berdasar SK MenKes No 63/MenKes/II/81
SP2TP baik ---- data & informasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
pengawasan, dan evaluasi kesehatan masyarakat

63
2. Tujuan
Tujuan Umum = tersedianya data -- - akurat, tepat waktu, periodik
mutahir untuk pengelolaan di tingkat administrasi
Tujuan Khusus
a. Tersedia data -- tenaga, sarana dan keg.pokok
b. Pelaporan terlaksana dg teratur di tk administrasi
c. Pengambilan keputusan - pengelolaan program kesehatan

Ruang Lingkup
1. Puskesmas, puskesmas keliling, puskesmas pembantu mencakup data
umum
2. Domografi
3. Ketenagaaan. sarana
4. Kegiatan pokok - luar, dalam
5. Periodik -- bulanan,semester, tahunandengan formulir baku

Pelaksanaan
1. Pencatatan
2. Pengiriman/ pelaporan
3. Pengolahan / analisis

Pencatatan
a. Family order
b. Register -- rawat jalan / inap
penimbangan
persalinan
laboraorium
imunisasi
PKM
Pengamatan penyakit menular
c. kartu indeks penyakit
d. kartu perusahaan
e. kartu murid
f. sensus harian ( kegiatan & penyakit)

Pelaporan
Jenis Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas
a. Pelaporan kegiatan puskesmas Rutin( Bulanan, tribulan, semester,
tahunan)

64
b. Pelaporan Khusus, pelaporan khusus KLB
Laporan Tahunan dibuat oleh Kapus ( profil puskesmas, PKP, indeks
Kepuasan Masyarakat, penilaian Standar Puskesmas
1. Pengolahan dan analisa disetiap tingkat administrasi
Ruang Lingkup Pengolahan :
1. kompilasi data
2. tabulasi
3. penyusunan kartu indeks
4. penyusunan kartu harian & data kesakitan
5. perhitungan
6. penyajian -- narasi, tabel dan grafik
7. analisa --- pemantauan &perencanaan
8. membuat peta wilayah
Pemanfaatan SP2TP :
1. Pembinaan ,perencanaan , kebijakan
2. Peningkatan upaya kesehatan masyarakat
3. Penyusunan profil puskesmas
4. Penggambaran peran serta masyarakat
5. Penggambaran tingkat pemanfaatan Puskesmas
6. Penggambaran tingkat cakupan sasaran pelayanan kesehatan

j. Sistem Rujukan
Sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan
pelimpahantanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal ataupun horizontal
Menurut tata hubungannya
1. Rujukan Internal
Rujukan Horizontal yang terjadi antar unit pelayanan didalam institusi
tersebut
2. Rujukan eksternal
Rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang pelayanan kesehatan,
baik horizontal maupun vertical
Menurut lingkup pelayananya
1. Rujukan Medik
Rujukan pelayanan meliputi upaya penyembuah ( kuratif) dan pemulihan
(rehabilitatif)
Meliputi ( rujukan pasien, rujukan spicemen, rujukan pengetahuan)
2. Rujukan Kesehatan: berhubungan dalam pengiriman dan pemeriksaan bahan
ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap( promotif&preventif)

65
Menurut upaya kesehatan yang diselenggarakan
a. Rujukan Upaya kesehtan perorangan
contoh rujukan kasus penyakit
1) antara masyarakat dengan puskesmas
2) intern puskesmas
3) antara puskesmas dengan rumah sakit
b. Rujukan Upaya kesehatan Masyarakat
Rujukan masalah kesehatan masyarakat
misal: KLB, pencemaran lingkungan dan bencana

Rujukan Medis Rujukan Kes Mas

RSU Prop/Pusat Depkes/Dinkes Prop


TK3 Tk3
RSU Kab/Kota Dinkes Kab/Kota
BP4, BKMM, BKKM BP4, BKMM, BKKM
Sentra P3T Tk2 Tk2 Sentra P3
Klinik Swasta

Puskesmas
Dr. Keluarga Tk1 Tk1 Pusk, Dr., Keluarga

Posyandu Posyandu
Polindes Masya rakat Masya rakat

Yankes Individu
Individu Individu Individu

Evaluasi
• Telaah internal:
telaah bulanan dalam lokakarya mini bulanan
• Telaah eksternal
telaah tri wulan dalam lokakarya mini lintas sektor
KONSEP DASAR MANAJEMEN PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI

Manajemen dapat didefinisikan sebagai kemampuan atau ketrampilan untuk


memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan
orang lain (Siagian. 1994). Menurut George R Terry, manajemen adalah suatu proses
tentang perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang dilakukan dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia untuk menentukan dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.

RUANG LINGKUP MANAJEMEN KESEHATAN


Seperti halnya manajemen perusahaan, di bidang kesehatan juga dikenal
berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan dan sumber daya
yang dikelolanya. Ada bidang yang mengurus personalia (manajemen personalia),
keuangan (manajemen keuangan), logistic obat dan peralatan (manajemen logistic),
pelayanan kesehatan (manajemen pelayanan kesehatan, dan sistem informasi
manajemen dan sebagainya).

66
Dalam manajemen pelayanan kesehatan tersangkut tiga kelompok manusia,
yaitu: manusia penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider). Kelompok
penerima jasa pelayanan kesehatan (para konsumen). Kelompok yang secara tidak
langsung terlibat misalnya para administrator baik dikalangan perusahaan maupun
pemerintah, yaitu masyarakat secara keseluruhan atau keluarga-keluarga penderita
yang jutru tidak jarang sangat menentukan dalam manajemen pelayanan kesehatan.

MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN GIGI


Visi Departemen Kesehatan RI, Indonesia Sehat 2010 dicanangkan melalui
program kesehatan terutama di bidang promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan demi
mendapatkan tingkat kesadaran penting arti pemeliharaan kesehatan gigi.
Kegiatan-kegiatan pelaksanaan dapat melalui:
a. Macam-macam program penyuluhan kesehatan gigi dan mulut.
1. Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat dan keluarga
melalui UKGMD
2. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak usia sekolah
3. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada penderita/pengunjung
PKM/RS

b. Kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut:


1. Kegiatan promotif untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut
melalui penyuluhan
2. Kegiatan preventif untuk memberikan perlindungan khusus pada
gigi.
3. Kegiatan kuratif untuk memberikan penyembuhan orang sakit.
c. Keadaan dan masalah kesehatan gigi dan mulut:
1. Dilakukan survey melalu DMF-T, CPITN dan OHIS
2. Hasil survey melalui masalah yang didapat
d. Tujuan kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut:
1. Masyarakat mampu memelihara kesehatan gigi dan mulut
2. Masyarakat dapat melakukan perencanaan terjadinya penyuluhan
gigi dan mulut
3. Masyarakat dapat mempergunakan sarana pelayanan kesehatan
gigi
e. Tahap-tahap pelaksanaan:
1. tahap persiapan
2. tahap perencanaan

67
3. tahap pelaksanaan
4. tahap pembinaan
5. tahap penilaian
6. tahap pengembangan

Upaya Kesehatan
Sebagai Unit Pelaksana Teknis, Puskesmas bertugas menjalankan kebijakan
kesehatan dalam rangka pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Puskesmas berperan dalam
menyelenggarakan:
1. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama
Terdiri atas upaya kesehatan masyarakat esensial dan pengembangan. Upaya
kesehatan masyarakat esensial meliputi:
1. pelayanan promosi kesehatan;
2. pelayanan kesehatan lingkungan;
3. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;
4. pelayanan gizi; dan
5. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
6. surveilans dan sentinel SKDR
2. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) tingkat pertama
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama meliputi:
a. rawat jalan;
b. pelayanan gawat darurat;
c. pelayanan satu hari (one day care);
d. home care; dan/atau
e. rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL


Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi
kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.

Tujuan Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional


Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk memberikan
perlindungan kesehatan dalam bentuk manfaat pemeliharaan kesehatan dalam rangka

68
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah
membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Sasaran
Sasaran Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ini
adalah seluruh komponen mulai dari pemerintah (pusat dan daerah), BPJS, fasilitas
kesehatan, peserta dan pemangku kepentingan lainnya sebagai acuan dalam
pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan dalam Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) ini meliputi penyelenggaraan, peserta dan kepesertaan, pelayanan
kesehatan, pendanaan, badan penyelenggara dan hubungan antar lembaga, monitoring
dan evaluasi, pengawasan, dan penanganan keluhan.

Tahapan Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Tahapan kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sesuai dengan peta jalan
(roadmap) menuju jaminan kesehatan semesta/Universal Health Coverage (UHC) di
tahun 2019. Pada tahap awal kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang dimulai 1 Januari 2014 terdiri dari peserta PBI Jaminan Kesehatan
(pengalihan dari program Jamkesmas), Anggota TNI dan PNS di lingkungan
Kementerian Pertahanan dan anggota keluarganya, Anggota POLRI dan PNS di
lingkungan POLRI, dan anggota keluarganya, peserta asuransi kesehatan sosial dari
PT. Askes (Persero) beserta anggota keluarganya, peserta jaminan pemeliharaan
kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek dan anggota keluarganya, peserta
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang telah berintegrasi dan peserta mandiri
(pekerja bukan penerima upah dan pekerja penerima upah). Tahap selanjutnya sampai
dengan tahun 2019 seluruh penduduk menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN).

Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan untuk peserta JKN
terdiri atas fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan rujukan
tingkat lanjutan (FKRTL).
FKTP dimaksud adalah:
1. Puskesmas atau yang setara,
2. Praktik Dokter,
3. Praktik dokter gigi,

69
4. Klinik Pratama atau yang setara,
5. Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.
Dalam hal di suatu kecamatan tidak terdapat dokter berdasarkan penetapan Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, BPJS Kesehatan dapat bekerja sama
dengan praktik bidan dan/atau praktik perawat untuk memberikan Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama sesuai dengan kewenangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) berupa:
1. Klinik utama atau yang setara,
2. Rumah Sakit Umum,
3. Rumah Sakit Khusus.

Manfaat Jaminan Kesehatan


Manfaat JKN terdiri atas 2 (dua) jenis, yaitu manfaat medis dan manfaat non-medis.
Manfaat medis berupa pelayanan kesehatan yang komprehensif (promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medis yang tidak terikat dengan
besaran iuran yang dibayarkan. Manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulan.
Manfaat akomodasi untuk layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan peserta.
Manfaat ambulan hanya diberikan untuk pasien rujukan antar fasilitas kesehatan,
dengan kondisi tertentu sesuai rekomendasi dokter (PERATURAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 Tahun 2014 TENTANG
PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
NASIONAL)

70
Seorang dokter gigi yang telah lama mengikuti program PTT ditempatkan
di Rumah Sakit Umum Daerah. Sewaktu menjadi pegawai di Rumah sakit
tersebut dia diberi kepercayaan sebagai kepala ruangan. Sebagai kepala ruangan
memaksanya untuk lebih mengetahui tentang indikator kinerja rumah sakit
berdasarkan standar pelayanan minimal di rumah sakit. Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2012 telah menerbitkan buku pedoman
penyusunan standar pelayanan minimal di rumah sakit. Disamping indikator
tersebut, dia juga harus memahami tentang BOR (Bed Occupancy Ratio =
Angka penggunaan tempat tidur), ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata
lamanya pasien dirawat), TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran),
BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur), NDR (Net Death
Rate), GDR (Gross Death Rate) guna mendukungnya sebagai kepala ruangan.
Pada tahun ini dia memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak PTT.
Dengan ilmu manajemen yang telah diperoleh maka dia memutuskan untuk
pulang ke daerah asal dan ingin membangun klinik. Setelah melakukan analisa
perencanaan dengan metoda SWOT hasil yang didapatkan kekuatan yang
dimiliki berada pada kuadran satu. Untuk membuat klinik membutuhkan modal
untuk membeli bangunan, alat, serta bahan yang akan digunakan dia memakai
dana tabungannya dan kekurangannya dia meminjam ke bank dengan jangka
pinjaman selama 5 tahun. Dokter gigi mencari dokter umum Untuk membatu
dalam proses di klinik serta seorang tenaga administrasi dengan dengan sistem
pembayaran memakai sistem penggajian. Dengan komposisi fixed cost dan
variabel cost yang ada, dokter gigi tersebut dapat menentukan tarif. Untuk dapat
menunjang biaya operasional klinik, maka dokter gigi mengajukan ke BPJS
untuk dijadikan mitra kerjasama. Setelah melalui proses maka klinik tersebut
menjadi mitra kerjasama dengan sistem pembayaran kepada klinik memakai
sistem kapitasi.

Tujuan pembelajaran pada akhir skenario ini, mahasiswa diharapkan dapat :


1. Mampu menjelaskan pengertian manajemen
2. Mampu menjelaskan proses manajemen perumahsakitan dan manajemen
kedokteran gigi

71
3. Mampu menjelaskan macam- macam analisa strategi perencanaan.
4. Mampu menjelaskan prinsip-prinsip dasar manajemen dan fungsi
manajemen
5. Mampu memahami indikator kinerja rumah sakit berdasarkan kementerian
kesehatan.
6. Mampu menjelaskan arah organisasi berdasarkan salah satu metode analisa
SWOT sesuai kuadran.
7. Mampu menjelaskan macam-macam perencanaan.
8. Mampu menjelaskan macam-macam biaya (fixed cost dan variable cost)
guna suatu dasar penentuan tarif dasar di rumah sakit.
9. Mampu menjelaskan macam-macam sistem pembayaran jasa layanan
kesehatan.

72
MATERI
DOKTER GIGI KELUARGA
Capaian Pembelajaran:
1. Menguasai konsep perencanaan praktik kedokteran gigi secara
mendalam
a. Perencanaan strategi praktik dokter gigi
2. Menguasai konsep pengorganisasian dalam praktik kedokteran gigi
secara mendalam
a. Jenis-jenis praktik dokter gigi
b. Kepemimpinan
c. Pemasaran praktik dokter gigi
d. Tenaga kesehatan praktik dokter gigi
3. Menguasai konsep pemantauan dan evaluasi praktik kedokteran gigi
secara mendalam
a. Controlling dan evaluasi praktik kedokteran gigi
4. Menguasai konsep pembiayaan kesehatan secara mendalam
a. Sistem pembiayaan kesehatan
b. Pembiayaan praktik dokter gigi

MATERI MANAJEMEN KESEHATAN

A. DEFINISI
Manajemen berasal dari kata manui dalam bahasa latin yang artinya tangan
pemegang kendali kuda yang mengarahkan kuda sesuai dengan tujuan, para
pakar manajemen mendefisinsikan ilmu ini dari berbagai sudut pandang sehingga
mmelahirkan bermacam-macam definisi. Definisi klasik meyatakan bahwa
manajemen adalah ilmu dan seni tentang bagaimana melaksanakan pekerjaan
dengan menggunakan orang lain sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Definisi manajmemen yang paling trkenal dikemukakan oleh George R.
Terry, ia mengatakan bahwa manajemen adalah proses berkelanjutan yang terdiri
dari perencanaan (planning). Pengorganisasian (organizing), penggerakan
(actuating), dan pengawasan (controlling), semua dilakukan untuk mencapai
tujuan yang tealh ditetapkan dengan menggunakan sumber daya manusia dan
sumber daya lainnya.
Pada perkembangan selanjutnya beberapa penulis buku manajemen
mengganti fungsi actuating dengan leading (memimpin) sehingga definisi
berbunyi : manajemen adalah proses perencanaan (planning), Pengorganisasian

73
(organizing), memimpin (leading), dan pengawasan (controlling) dengan
menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan.
Manajemen kedokteran gigi merupakan salah satu cabang ilmu yang
mengulas tentang manajemen yang berhubung dengan kedokteran gigi. Pada
dasarnya prinsip yang dipakai tidak jauh berbeda dengan prinsip manajemen
secara umum, akan tetapi lebih dikondisikan dengan bagian kedokteran gigi.

B. FUNGSI MANAJEMEN
Fungsi manajemen adalah langkah-langkah yang dilakukan dalam proses
manajemen, Terry membaginya menjadi empat, yaitu perencanaan (planning).
Pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan
(controlling) yang lazim disebut POAC. Pada perkembangan selanjutnya,
beberapa penulis buku manajemen mengganti actuating menjadi leading
sehingga saat ini fungsi manajemen yang popular ialah planning, organizing,
leading, dan controlling.

PERENCANAAN

PENGAWASAN PENGORGANISASIAN

MEMIMIPIN

GAMBAR 1. PROSES MANAJEMEN (John R. Schermerhorn Jr. 1999)

1. Perencanaan
Perencanaan merupakan suatu proses sistematik berupa pengambilan
keputusan tentang pemilihan sasaran, tujuan, strategi, kebijakan, bentuk program,
pelaksanaan program, dan penilaian keberhasilan (evaluasi).
Pada perencanaan terdapat beberapa langkah yang perlu diperhatikan, yaitu
sebagai berikut:
1. Menganalisis visi dan misi organisasi, yaitu menerjemahkan dan
menjadikan tujuan organisasi sebagai pedoman atau landasan untuk segala
bentuk aktivitas dalam organisasi

74
2. Menganalisis dan menilai keberadaan sumber daya dengan
memperhitungkan kuantitas dan kualitas sumber daya sehingga dapat
mencapai tujuan optimal secara efektif dan efisien
3. Menetapkan perencanaan secara tertulis dan dikomunikasikan pada
seluruh anggota organisasi yang terlibat dalam pencapaian tujuan
organisasi
4. Menganalisis prediksi pencapaian hasil melalui penentuan indikator-
indikator keberhasilan dari proses yang akan dilakukan dalam pencapaian
tujuan organisasi
Pada setiap langkah tersebut berkaitan erat dengan pengambilan keputusan,
maka pengambilan keputusan harus diawali dengan identifikasi masalah, penentuan
prioritas, menyusun dan menganalisis alternatif, memilih dan melaksanakan
alternatif, serta melakukan evaluasi keputusan yang telah diambil. Perencanaan dapat
dilakukan secara formal maupun informal, bagi usaha kecil seperti praktek dokter
gigi pribadi perencanaan umumnya bersifat informal atau bahkan hanya ada di dalam
benak dokter itu sendiri, tapi bagi rumah sakit yang organisasinya kompleks dan
melibatkan banyak orang perencanaan harus dilakukan secara formal. Perencanaan
formal dibuat secara tertulis berdasarkan pertimbangan dan perhitugan tertentu, tidak
hanya mengandalkan ituisi seperti pada perencanaan informal.
Pada perencanaan praktik kedokteran gigi, level praktik kedokteran gigi
yang direncanakan mempengaruhi penyesuaian pelaksanaan langkah diatas.
Perencanaan praktik kedokteran gigi dengan level poliklinik/ praktek bersama akan
berbeda dengan praktik kedokteran gigi di level pribadi (praktik drg pribadi), oleh
karena di level praktik drg pribadi mungkin tidak dapat mengadopsi secara lengkap
semua langkah diatas.
Perencana/ orang yang akan merencanakan praktik dokter gigi
membutuhkan analisis Strength, Weakness, Opportunities, and Threats (SWOT) yang
tepat supaya perencana mampu menetapkan strategi tertentu dalam merencanakan
dan mengembangkan praktek. Menurut Ferrel dan Harline (2005) analisis SWOT
adalah suatu teknik perencanaan strategi yang bermanfaat untuk mengevaluasi
Kekuatan (Strength) dan Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunities) dan
Ancaman (Threats) dalam suatu kondisi, baik kondisi yang sedang berlangsung
maupun dalam perencanaan proyek baru.
Sebagai dasar perencanaan adalah data masa lalu dan perkiraan masa yang
akan datang, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Oleh karena itu
keberadaan sistem informasi rumah sakit sangat diperlukan dalam proses
perencanaan. Menurut sifatnya perencanaan dibagi menjadi perencanaan strategis dan
perencanaan operasional. Menurut jangka waktu perencanaan dibagi menjadi
perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang.Perencanaan jangka

75
pendek dibuat tidak lebih dari 1 tahun, sedangkan perencanaan jangka panjang dibuat
untuk 5 tahun atau lebih.
Rencana operasional ialah rencana teknis tentang apa yang akan dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan, rencana ini merupakan turunan dari rencana strategis
sehingga sifatnya lebih detail, teknis, dan dalam ruang lingkup yang lebih kecil.
Setiap unit terkait memiliki rencana operasional sendiri-sendiri tetapi semua dibuat
untuk mendukung rencana strategis. Contoh strategi untuk meningkatkan jumlah
kunjungan pasien dengan melakukan promosi lebih intensif dan menjalin kerjasama
dengan lebih banyak dokter spesialis maka rencana operasional yang bisa ditempuh
dengan memasang iklan dikoran, mengadakan talkshow di radio atau media televisi,
mengadakan seminar baik untuk masyarakat maupun dokter dokter spesialis yang
bekerja sama atau yang mau akan bekerja sama.
2. Pengorganisasian
Prinsip dasar yang menjadi landasan dalam membentuk dan menjalankan
proses pengelolaan organisasi diantaranya adalah:
a. Perumusan dan penyampaian tujuan, tugas pokok atau fungsi
b. Koordinasi, integrasi, dan kesatuan arah
c. Kewenangan, keseimbangan, dan adaptasi
Kebijakan strategis yang berpadu dengan dinamika yang terjadi pada sebuah
organisasi akan membuahkan budaya organisasi. Budaya organisasi merupakan nilai
atau keyakinan bersama yang dimiliki oleh seluruh anggota organisasi yang
kemudian menjadi tuntunan bersama dalam bertindak atau berperilaku. Dasar
pengorganisasian adalah aktivitas dalam rangka mencapai tujuan organisasi, aktivitas
ini kemudian diubah kedalam bentuk jabatan (position classification).
Pada organisasi pelayanan kesehatan, konsep pendekatan sistem dapat
diterapkan pada seluruh bentuk pelayanan kesehatan mulai dari lingkup organisasi
sederhana yaitu bentuk praktik pribadi hingga bentuk organisasi kompleks setingkat
rumah sakit. Pengorganisasian mengatur struktur organisasi, pembagian tugas-
wewenang-tanggung jawab, sistem informasi, dan koordinasi. Tahapan proses
pengorganisasian adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi aktivitas yang dibutuhkan dalam pencapaian tujuan
organisasi
b. Mengelompokkan aktivitas-aktivitas yang telah diidentifikasi
sebelumnya berdasarkan kesamaan spesifikasi atau karakteristik
c. Menyusun tugas-tugas terkait kelompok-kelompok aktivitas yang telah
ditentukan
d. Membagi wewenang dan tanggung jawab masing-masing pemangku
tugas

76
e. Menetapkan garis wewenang terhadap masing-masing tingkatan
struktural dalam organisasi
f. Melakukan koordinasi dan membangun hubungan kerja serta tanggung
jawab antar kelompok tugas
g. Menentukan penggunaan sumber daya dalam organisasi disesuaikan
dengan pembagian tugas yang telah ditentukan

Struktur organisasi secara sederhana dapat dibagi menjadi tiga bentuk, yang
pertama adalah organisasi lini (line organization), dalam bentuk kebijakan secara
jelas dipegang oleh seorang pimpinan yang kemudian didistribusikan kepada
bawahannya. Bentuk kedua adalah organisasi staf (staff organization), dalam hal ini
tugas pimpinan dibantu oleh staf dalam menyusun kebijakan. Bentuk terakhir adalah
organisasi lini dan staf (line and staf organization), serupa dengan bentuk kedua
tetapi staf memiliki kewenangan untuk langsung berhubungan dengan struktur
dibawahnya.
1. Pengendalian dan Penilaian
Fungsi pengendalian memiliki peran dalam mengamati dan menganalisis
proses pengelolaan organisasi berdasarkan fungsi perencanaan dan pengorganisasian
yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan fungsi penilaian dalam manajemen
dapat disebut juga sebagai proses evaluasi kinerja organisasi. Proses penilaian atau
evaluasi dapat disebut sebagai kegiatan sistematis, dan terencana untuk mengukur,
menilai, dan meng-klasifikasi pelaksanaan dan keberhasilan upaya pencapaian tujuan
organisasi.
Proses penilaian dan evaluasi diawali dengan mengacu pada indikator
penilaian kinerja yang telah ditetapkan sejak proses perencanaan melalui berbagai
pertimbangan strategis. Pembahasan penilaian indikator harus mencakup empat hal,
yaitu masukan (input), proses, keluaran (output), dampak (outcome). Hasil annalisis
penilaian kinerja yang didapatkan akan menjadi landasan bagi pengelola organisasi
untuk pengambilan keputusan strategis maupun teknis.

KOMPOSISI PENYUSUN TARIF ATAU HARGA JUAL


Harga adalah nilai yang dibayar oleh pembeli sebagai pertukaran untuk
mendapatkan produk yang akan dijual. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam penentuan harga jual adalah :
1. Pelanggan, tidak bisa di pungkiri bahwa pelanggan merupakan prioritas
anda, jadi pastikan bahwa harga jual yang anda tetapkan akan dapat di terima
oleh pelanggan. Artinya harga menentukan kualitas, yang berarti bahwa
harga menentukan kualitas yang anda tawarkan kepada target pelanggan

77
anda. Jika anda tidak mempertimbangkan faktor ini, bisa jadi produk yang di
tawarkan tidak akan laku.
2. Pesaing, perlu juga untuk melihat harga jual yang di tawarkan oleh pesaing
yang memiliki produk yang sama, pastikan bahwa harga jual produk anda
dapat bersaing dengan harga jual produk pesaing. Artinya anda harus
memperhatikan tingkat keuntungan, jika tingkat keuntungan yang telah di
tetapkan menyebabkan harga terlalu mahal, ada baiknya anda menurunkan
tingkat keuntungan.
3. Biaya, faktor ini merupakan faktor utama dalam menentukan harga jual
produk, jangan sampai harga jual yang di tetapkan tidak dapat menutup
biaya-biaya yang telah terjadi. Ini artinya anda harus benar-benar jeli dan
teliti dalam menghitung biaya yang terjadi, pastikan bahwa tidak ada biaya
yang tidak anda masukkan dalam perhitungan. Jika saja ada biaya yang tidak
anda hitung, akan menyebabkan harga yang tidak tepat, sehingga akan
berpengaruh terhadap tingkat keuntungan, atau lebih parahnya akan
menyebabkan kerugian.
4. Kemanfaatan untuk usaha, ini artinya apakah harga jual sudah pantas atau
belum, di nilai pantas jika harga dapat memberikan keuntungan yang di
harapkan. Seandainya saja keuntungan yang anda harapkan dapat tercapai,
tentu saja hal ini akan mempermudah dalam ekspansi perkembangan usaha
dan bisnis yang anda miliki.
Komposisi sebagai pertimbangan dalam penentuan tarif sebagai berikut :
Fixed cost adalah:
Biaya tetap ( fixed cost ) adalah biaya yang tidak dipengaruhi oleh jumlah
produksi/jasa dan waktu pengeluarannya, biasanya lebih dari satu tahun. Fixed
cost atau biaya tetap ini terdiri dari :- Biaya Investasi gedung rumah sakit- Biaya
peralatan Medis- Biaya peralatan Medis- Biaya Kendaraan (Ambulance, Mobil
Dinas, Motor, dll) Biaya tetap yang tidak berubah dengan berubahnya produksi

Variabel cost :
Biaya variabel adalah biaya yang bervariasi dengan output.Umumnya biaya
variabel meningkat pada tingkat yang relatif konstan untuk tenaga kerja dan
modal. Biaya variabel dapat mencakup upah, utilitas, bahan yang digunakan
dalam produksi, dll.

SISTEM PEMBIAYAAN JASA KESEHATAN


Pada dasarnya, ada 3 sistem pembiayaan jasa kesehatan yang ada saat ini,
yaitu :

78
1. Sistem Pembiayaan Fee For Service
Pada sistem pembiayaan fee for service, pembayaran jasa kesehatan
berasal dari kantong orang itu sendiri. Seperti yang dijelaskan sebelumnya,
pada mekanisme pembiayaan ini, pasien cendrung berada di dalam posisi
menerima sehingga sering terjadi penyimpangan seperti overutilisasi jasa
kesehatan dimana sang dokter memberikan banyak pelayanan yang pada
dasarnya tidak dibutuhkan, namun sengaja diberikan dengan tujuan agar
semakin banyak layanan yang diberikan, maka pendapatanyang didapat dari
layanan tersebut juga akan semakin besar.
2. Sistem Pembiayaan Kapitasi
Kapitasi merupakan suatu sistem pembiayaan pelayanan kesehatan yang
dilakukan di muka berdasar jumlah tanggungan kepala per suatu daerah
tertentu dalam kurun waktu tertentu tanpa melihat frekuensi kunjungan tiap
kepala tersebut. Misalnya saja setiap kepala di desa A ditetapkan biayanya
sebesar Rp 10.000,- /bulan, bila sang dokter bertanggung jawab atas 500
kepala, maka ia akan menerima Rp 10.000,- x 500 / bulannya yaitu Rp
5.000.000,- . Biaya sebesar Rp 5.000.000,- inilah yang akan ia kelola untuk
meningkatkan kualitas kesehatan di 500 warga tersebut, baik melaui
tindakan pencegahan (preventive), pengobatan (curative) maupun
rehabilitasi. Sehingga semakin banyak layanan kesehatan yang diberikan /
semakin banyak pasien yang sakit dan butuh pengobatan, biaya yang akan
dipotong semakin banyak dan penghasilan sang dokter akan semakin sedikit.
Pada sistem ini, termasuk di dalamnya jaminan kesehatan yang dijalankan
oleh PT.Askes
3. Sistem Pembiayaan Berdasar Gaji
Pada sistem ini, sang dokter akan menerima penghasilan tetap di tiap
bulannya sebagai balas jasa atas layanan kesehatan yang telah diberikan.
Termasuk di dalamnya sistem pembayaran pada penyedia layanan kesehatan
yang bekerja di instansi dimana dokternya dibayarkan berdasar gaji bulanan
di instansi tersebut, bukan dari jenis layanan kesehatan yang diberikannya.
4. Sistem reimbursement
Sistem penggantian biaya kesehatan oleh pihak perusahaan berdasar
layanan kesehatan yang dikeluarkan terhadap seorang pasien. Metode ini
pada dasarnya mirip dengan fee for service, hanya saja dana yang
dikeluarkan bukan oleh pasien, tapi pihak perusahaan yang menanggung
biaya kesehatan pasien, namun berbeda dengan kapitasi karena metode ini
melihat jumlah kunjungan dan jenis layanan yang diberikan oleh provider

79
Dari pembahasan ketiga sistem pembiayaan diatas, tentu saja setiap
metodenya memiliki segi positif dan negative masing – masing. Hal tersebut
dapat dirangkum sbb :

Sistem Kelebihan Kekurangan


Pembiayaan
Fee For Service  Penanganan yang  Sering terjadi moral
diberikan dokter hazard dimana provider
cendrung lebih akan sengaja secara
maksimal dan tidak berlebihan member
terkesan terbatas – batas layanan kesehatan dengan
tujuan meningkatkan
pendapatan dari layanan
tersebut
Kapitasi  Kepastian adanya pasien  Sering terjadi
 Jaminan pendapatan di underutilisasi
awal tahun bulan (pengurangan layanan
 Semakin efisien layanan, yang diberikan)
semakin banyak  Kebanyakan dokter
pendapatan merasa dirugikan
 Dokter lebih taat  Bila peserta sedikit, dapat
prosedur merugikan dokter
 Lebih menekankan pada
pencegahan dan promosi
kesehatan

Gaji  Dokter memperoleh  Sering terjadi kerjasama


pendapatan yang tetap antara pihak provider
tiap bulannya berdasar dengan bagian lain untuk
upah minimal yang telah memperoleh pendapatan
ditentukan yang lebih banyak
 Dokter cendrung
melakukan pelayanan
kesehatan seadanya dan
kurang optimal

80
Reimbursement  Dokter akan melakukan  Sering terjadi pemalsuan
penangan dengan identitas dan
maksimal dimanfaatkan oleh pihak
 Biaya kesehatan datang lain
dari pihak perusahaan  Sering terjadi adanya
sehingga pasien tidak overutilisasi dari penyedia
perlu mengeluarkan layanan kesehatan
biaya selain premi (bila
ada premi)

PENYELENGGARAAN KEDOKTERAN GIGI KELUARGA

A. PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat adalah terciptanya
masyarakat Indonesia yang hidup dan berperilaku dalam lingkungan sehat dan
mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu.
Untuk dapat mencapai tujuan tersebut telah ditetapkan 4 misi pembangunan
kesehatan yaitu :
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3. Memelihara dan meningkatkan pelayan kesehatan yang bermutu, merata dan
terjangkau
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat
serta lingkungannya
Pendekatan pencegahan primer yang menekankan pada pemeliharaan,
peningkatan dan perlindungan kesehatan gigi dan mulut, didukung deteksi dini,
pelayanan medik gigi dasar prima, merupakan prinsip dasar pelayanan
kedokteran gigi keluarga. Keluarga diperdayakan dan berperan sebagai subyek
menuju kesehatan gigi dan mulut yang optimal bagi semua.
Dalam sistim kesehatan nasional dinyatakan bahwa upaya kesehatan terdiri
dari 2 unsur utama yakni Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP). Dimasa mendatang pemerintah akan lebih
berkonsentrasi pada upaya-upaya kesehatan yang bersifat Public Good (UKM),
sedangkan UKP akan menjadi beban individu, keluarga dan kelompok-kelompok
masyarakat dalam suatu system Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang
akan memanfaatkan dokter dan dokter gigi keluarga sebagai lini terdepan dalam
pemberian pelayanan kesehatan.
B. ANALISIS SITUASI DAN KECENDERUNGAN

81
Kondisi saat ini penangan pelayanan kesehatan gigi dan mulut pada
umumnya masih cenderung pada penyakit gigi, dan belum bersifat komprehensif
serta holistik.Pemberi pelayanan cenderung pasif hanya menerima dan mengobati
penderita yang datang berobat, sedangkan upaya-upaya promotif – prefentif
masih kurang diperhatikan. Dipihak lain sebenarnya paradigma sehat
mengutamakan pada upaya pemeliharaan, peningkatan dan perlindungan
kesehatan dengan klien sebagai subjek utama yang berperan dan tidak semata-
mata sebagai objek eliminasi penyakit dan kecacatan. Sinergi peran pemberi
pelayanan dengan klien merupakan kunci pemecahan masalah kesehatan gigi dan
mulut yang menjamin pemerataan dan mutu pelayanan.Pelayanan kesehatan gigi
keluarga merupakan penjabaran operasional paradigma sehat yang menekankan
pada upaya pemeliharaan, peningkatan, dan perlindungan kesehatan gigi dan
mulut, serta pendayagunaan ilmu dan teknologi kedokteran gigi
dasar.Kecenderungan kedepan peran dokter gigi keluarga dapat mendorong
kemitraan unsur terkait, termasuk masyarakat dan badan usaha dibidang
kesehatan gigi dan mulut. Disamping itu akan memacu pelayana holistik
komprehensif, pendidikan, dan riset, termasuk penyediaan alat kesehatan gigi
dan mulut, obat dan komoditas yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut.
Analisis situasi dan kecenderungan penyelenggaraan kedokteran gigi
keluarga dari berbagai aspek yang mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan
gigi keluarga meliputi :
1. Status kesehatan gigi dan mulut
Upaya kesehatan gigi dan mulut di Indonesia belum terselenggara secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan .penyelenggaraan yang bersifat
pemeliharaan, peningkatan dan perlindungan kesehatan gigi dan mulut masih
dirasa kurang.
SKRT 2001 menunjukkan bahwa prevalensi karies aktif pada penduduk
umur 10 tahun keatas adalah 52,3% (yang belum ditangani) dan penduduk
yang pernah mengalami karies sebesar 71,20%. Index DMF-T mencapai
rata-rata 5,26 ini berarti jumlah kerusakan gigi rata-rata perorang adalah
lebih dari 5 gigi. Performance Treatment Index atau motivasi untuk
menumpatkan gigi yang karies pada umur 12 – 18 tahun sangat rendah
sekitar 4 – 5 % sedangkan besarnya kerusakan yang belum ditangani dan
memerlukan penumpatan dan atau pencabutan (Required Treatment Index)
pada usia ini sebesar 72,4 % - 82,5%.
Data tersebut menggambarkan bahwa pelayanan kesehatan gigi
ditangani pada kondisi penyakit yang sudah lanjut. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal seperti masih kurangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan gigi, ketidaktahuan , mahalnya biaya dan perilaku

82
dokter gigi yang masih bersifat pasif dan cenderung memberikan pelayanan
kuratif saja.
2. Jangkauan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
Jumlah saran pelayanan kesehatan gigi dan mulut masih belum
memadai.Penyebaran sarana dan prasarana kesehatan gigi dan mulut juga
belum merata. Pemanfaatan sarana kesehatan gigi (Puskesmas) oleh
masyarakat tercatat rata-rata 5,6% pertahun dari jumlah penduduk.
3. Pembiayaan kesehatan
Pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah yaitu rata-rata hanya
2,2 % Produk Domentik Bruto (PDB) atau rata-rata 12 – 18 USD per kapita
pertahun, sementara WHO menganjurkan 5% dari PDB pertahun. Tiga puluh
persen dari pembiayaan tersebut bersumber dari pemerintah dan 70%
bersumber dari masyarakat termasuk swasta.
4. Sumber Daya
a. Sumberdaya Manusia
Jumlah tenaga kesehatan belum memadai. Rasio tenaga dokter gigi
terhadap jumlah penduduk masih rendah yaitu 1 : 21.500, masih jauh
dari rasio ideal yaitu 1 : 2000. Penyebaran tenaga kesehatan gigi belum
merata meskipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan
penempatan dengan system PTT.
b. Sumberdaya Obat dan Perbekalan Kesehatan Gigi
Obat dan perbekalan kesehatan gigi dan mulut belum mempunyai
sistem pendistribusian yang menunjang kemudahan akses bagi daerah
terpencil.
c. Pemberdayaan Masyarakat
Untuk mencapai keberhasilan pembangunan kesehatan masih perlu
meningkatkan partisipasi aktif masyarakat.
5. Manajemen Kesehatan Gigi
Manajemen kesehatan gigi dan mulut sangat ditentukan antara lain oleh
tersedianya data dan informasi, dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan gigi serta administrasi kesehatan gigi.
C. PENGERTIAN
1. Pelayanan kedokteran gigi kelurga adalah suatu pelayanan kesehatan dasar
perorangan paripurna dalam bidang kesehatan gigi dan mulut yang
memsatkan layanannya kepada setiap individu dalam keluarga binaan.
2. Pelayanan Kesehatan Dasar Perorangan adalah pelayanan kesehatan tingkat
dasar yang menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dasar
(termasuk kedokteran yang dilakukan individu, masyarakat dan pemerintah

83
pada perorang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
dalam bentuk rawat jalan maupun rawat inap.
3. Dokter Gigi Keluarga adalah dokter gigi yang mempunyai pengetahuan,
sikap, dan perilaku professional dalam menjaga dan memelihara kesehatan
gigi dan keluarga binaannya dengan menyelenggarakan upaya pemeliharaan
kesehatan gigi dasar paripurna dengan pendekatan holistik dan kesisteman
serta proaktif dalam antisipasi dan pemecahan masalah kesehatan yang
dihadapi keluarga yang memilihnya sebagai mitra utama pemeliharaan
kesehatan gigi.
4. Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga atau Praktek Dokter Gigi Keluarga
adalah pelayanan kedokteran gigi keluarga yang bersifat paripurna
(promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan berkesinambungan dengan
mempertimbangkan dinamika keluarga dalam Iayanannya, sehingga
pelayanannya tidak dibatasi oleh golongan umur, jenis kelamin, maupun
sisten organ.
5. Klinik Dokter Gigi Keluarga adalah unit pelayanan kesehatan gigi yang
menyelenggarakan peIayanan dokter gigi keluarga.
6. Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah individu profesi yang menjalankan
peranannya dalam memberikan layanan kesehatan.
7. Standar adalah rumusan (ciri) tingkat kesempurnaan yang disepakati tentang
struktur, proses, maupun hasil suatu peIayanan kesehatan yang menjadi tolok
banding dalam menilai pencapaian suatu unit pelayanan kesehatan. Bakuan
ini harus dapat dicapai, diamati dan diukur.

D. KONSEP PENYELENGGARAAN PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI


KELUARGA

1. Prinsip Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga


Pelayanan kedokteran gigi keluarga sebagai upaya kesehatan
meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut yang setinggi-tingginya dan
pengguna jasa dalam konteks keluarga.Untuk itu dokter gigikeluarga tselaku
pemberi layanan dituntut untuk memenuhi beberapaprinsip pelayanan
kedokteran gigi keluarga yang merupakan landasan berpikir dan bertindak
yang profesional. Prinsip pelayanan yangdimaksud adalah:
a. Dokter Gigi kontak pertama (First contact)
Dokter gigi keluarga adalah pemberi layanan kesehatan (provider)
yang pertama kali ditemui oleh pasien/klien dalam menyelesaikan
masalah kesehatan gigi dan mulut.Umumnya masalah kesehatangigi dan
mulut yang ada di masyaraka dapat ditangani di stratapelayanan

84
pertama, maka dokter gigi keluarga berfungsi sebagaikontak pertama
dan penapis rujukan ke strata kedua dan ketiga.
b. Layanan bersifat pribadi (Personal Care)
Dokter gigi keluarga memberikan layanan kepada
perorangan(pribadi) dengan memperhatikan bahwa setiap orang
merupakan bagian dari keluarganya.Adanya hubungan baik dengan
pasiendan seluruh keluarganya memberi peluang kepada seorang dokter
gigi keluarga untuk memahami masalah pasien secara Iebih luas.Dengan
demikian keputusan medis dibuat tidak hanya dari aspek medis tetapi
juga dengan mempertimbangkan aspek sosial, budaya, dan ekonomi si
pasien beserta keluarganya.
c. Pelayanan Paripurna (Comprehensive)
Dokter Gigi Keluarga memberikan pelayanan menyeluruh dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan
(rehabilitatif) sesuai dengan kehutuhan pasien / klien.Namun dalam
memberikan layanannya dokter gigi keluarga lebih menekankan pada
upaya promotif, perlindungan khusus (specific, protection), deteksi dan
tindakan penanganan dini (early diagnosis& prompt treatment).Dengan
demikian pelayanan kesehatan gigi keluarga berorientasi kepada
paradigma sehat.
d. Paradigma sehat
Dokter gigi keluarga mampu mendorong masyarakat untuk bersikap
mandiri dalam menjaga kesehatan mereka sendiri melaluikesadaran
yang tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif
dan preventif.
e. Pelayanan Berkesinambungan (Continuous care)
Pelayanan KedokteranGigj Keluarga berpusat pada pasien (patient-
oriented).Prinsip ini melandasi hubungan jangka panjang antaradokter
gigi keluarga dan pasiennya dengan pelayanan kesehatangigi dan mulut
yang berkesinambungan dalam beberapa tahapkehidupan pasien.
f. Koordinasi dan kolaborasi
Dalam upaya mengatasi masalah pasiennya dokter gigi
keluargaperlu berkonsultasidengan disiplin lain, merujuk ke spesialis
danmemberikan informasi yang sejelas-jelasnya kepada pasien. Karena
itu dokter gigi keluarga bertindak sebagai koordinator yang mengurusi
segala hal yang berkaitan dengan kesehatan gigi danmulut pasien. Bila
pasien membutuhkan pelayanan yang berada di luar kompetensinya,
dokter gigi keluarga seharusnya bekerja sama dan mendelegasikan

85
pengelolahan pasien kepada pihak lain (doktergigi spesialis, dokter
keluarga, dokter spesialis) yang lebih kompeten dalam menangani
kebutuhan pasiennya.
g. Family and community oriented
Dalam mengatasi masalah pasiennya, dokter gigi
keluargamempertimbangkan kondisi si pasien terhadap keluarga tanpa
mengesampingkan pengaruh lingkungan sosial dan budaya tempat
pasien tinggal dan bekerja.Dalam mengatasi masalah pasiennya,dokter
gigi keluarga haruslah tetap memperhatikan dampak kondisi pasien
terhadap komunitas dan sebaliknya.

2. Karakteristik Dokter Gigi Keluarga


a. Berorientasi pada pencegahan penyakit serta pemeliharaankesehatan.
b. Memanfaatkan pendekatan menyeluruh, berorientasi pada pasien dan
keluarganya dalam menyelenggarakan setiap pelayanankesehatan.
c. Mempunyai kemampuan dan keterampilan diagnosa, serta kemampuan
merujuk yang handal disertai pengetahuan epidemiologi untuk
menemukan pola penyakit gigi dan mulut yang banyak diderita
masyarakat, dan juga dapat mengelola berbagai penyakit gigi mulut
secara komprehensif.
d. Dokter gigi keluarga memiliki pengetahuan tentang hubungan timbal
balik faktor biologis, sosial dan emosional dengan penyakityang di
hadapi, serta menguasai teknik pemecahan masalah untuk mengatasi
berbagai penyakit gigi dan mulut.
3. Manfaat Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
a. Terpenuhinya berbagai kebutuhan dan tuntutan layanan kesehatan gigi
Pada pelayanan ini tersedia semua jenis pelayanan kedokteran gigi
yang dapat dipenuhi berbagai kebutuhan dan tuntutan kesehatanpasien
beserta segenap anggota keluarganya.
Dimana setiapanggota keluarga memiliki kebutuhan dan tuntutan
kesehatan yang berbeda.
b. Memudahkan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Pada pelayanan ini tersedia semua jenis pelayanan kedokterangigi,
yang menyebabkan pemanfaatan pelayanan akan lebih mudah
dilakukan.
c. Biaya kesehatan akan lebih terkendali.
Diselenggarakan secara terpadu, menyebabkan kemungkinan
terjadinya tumpang tindih pelayanan kedokteran gigi sangatberkurang.
d. Mutu pelayanan akan lebih meningkat.

86
Perhatian utama pelayanan ini adalah pada klien sebagai manusia
seutuhnya, serta pendekatan bersifat holistik, sehingga mampu
menyelesaikan berbagai masalah kesehatan yang di temukan, dengan
demikian penerima dan pemberi pelayanan akan merasa lebih puas.
e. Bagi penyelenggara pelayanan : Kedokteran gigi keluarga merupakan
alternatif lahan praktek dan penghasilan. Ada kepastian biaya pelayanan
kesehatan gigi sehingga dokter gigi keluarga dapat merencanakan
pelayanan kesehatan pesertanya.

E. PENYELENGGARAAN PELAYANAN
1. Model Pelayanan Kedokteran Gigi Keluarga
Pelayanan dokter gigi keluarga dapat berkembang dari beberapamodel,
yaitu:
a. Dokter gigi keluarga praktik perorangan/praktek solo
Pelayanan dokter gigi keluarga yang dikembangkan atas inisiatif
(dokter gigi dan perawat gigi dan sesuai dengan standar perijinan yang
telah ditetapkan, serta memiliki sertifikat bahwa telah mengikuti melalui
Program Pendidikan Kedokteran Gigi Keluarga (PKGK) atau melalui
diklat khusus untuk melatih dokter gigi menjadi dokter gigi keluarga
sesuai kompetensi yang diharapkan.
b. Dokter gigi keluarga praktik berkelompok
Dokter gigi keluarga beserta tim yang melaksanakan praktik
untukpelayanan keluarga binaannya sebagai mitra kerja tergabung
dalamsistem pelayanan dokter keluarga/dokter gigi keluarga sehingga
standar klinik dan asuransi kesehatan yang digunakan sesuai dengan
konsep dokter gigi keluarga.

2. Ruang Lingkup Pelayanan


Pelayanan kedokteran gigi keluarga dilaksanakan dengan polapelayanan
berlapis melalui sistem rujukan berjenjang (Level of Care)dengan
pendekatan Primary Health Care.Tujuan pelayanan ini untukmemberikan
peIayanan yang menyeluruh dengan tingkat-tingkatpelayanan yang dikaitkan
dengan sumber daya yang ada di masyarakat.
Upaya tersebut diatas dimaksudkan untuk menjaga fungsi gigi dan
mulut sebagai bagian dari sistem cerna yang sangat penting untukkesehatan
seseorang, sebagai hagian dari sistem bicara, dan sebagai bagian dari
pembentukan estetika wajah.Disamping itu, menjaga kondisi gigi dan mulut
agar tidak menjadi sumber penyakit (focal infection) bagi organ lainnya, dan

87
untuk deteksi dini penyakit sistemik yang bermanivestasi di dalam rongga
mulut.
a. Ruang lingkup kerja dokter gigi:
1) Pelayanan Darurat / Basic Emergency Care yang terdiri dari
a) Basic Life support/Pertolongan pertama pada keadaandarurat
dan gawat darurat untuk selanjutnya dilakukanrujukan bila
diperlukan.
b) Mengurangi rasa sakit dan atau eliminasi infeksi/pertolongan
pertama pada gigi/mulut karena penyakit/cedera.
c) Reposisi dislokasi sendi rahang
d) Replantasi gigi
e) Penyesuaian oklusi (akut)
2) Pelayanan Pencegahan / Preventive Care yang terdiri dari:
a) Pendidikan kesehatan gigi (individu/kelompok)
b) Menghilangkan kebiasaan jelek/buruk
c) Tindakan perlindungan khusus
d) Tindakan penanganan dini (early detection &
prompttreatment)
e) Memberi advokasi untuk menanggulangi kelainan saliva
danmasalah nutrisi gizi/diet
3) Pelayanan Medik Gigi Dasar / Simple Care meliputi:
a) Tumpatan gigi (glassionomer/komposit
resin/tumpatankombinasi (open/closed sandwiche)
b) Ekstraksi gigi (gigi sulung persistensi/gigi tetap karena
penyakit/keperluan orthodonti/pencabutan serial (gigisulung)
c) Perawatan pulpa (pulp capping/pulpotomi/perawatansaluran
akar gigi anterior)
d) Perawatan/pengobatan abses
e) Penanganan dry socket
f) Mengobati ulkus rekuren (aphtosa)
g) Pengelolaan halitosis

4) Pelayanan Medik Gigi Khusus/ Moderate Care meliputi:


a) Konservasi gigi
b) Pedodonsi
c) Periodonsia
d) Bedah mulut
e) Othodonti
f) Prostodonsia

88
g) Oral medicine
a. Ruang lingkup perawat gigi:
1) Pelayanan Darurat
a) Mengurangi rasa sakit
2) Pelayanan Pencegahan:
a) Topikal
b) Scaling supra gingival
c) ART
d) Fissure sealent
e) Tumpatan 1 bidang untuk usia dibawah 15 tahun
f) Pendidikan kesehatan gigi dan konseling (kunjungan rumah)
g) Survei kesehatan gigi
3) Manajemen
a) Membuat poa hasil survei/mentabulasi data
b) Resepsionis
c) Pencatatan Rekam Medik
d) Laporan Evaluasi
4) Dental Assistant
5) Sterilisasi
3. Peningkatan SDM
a. Dalam pelayanan kedokteran gigi keluarga diperlukan tenaga
yaitudokter gigi keluarga, perawat gigi, dan tenaga Iainnya
sesuaidengan kebutuhan dan peraturan yang ada. Kebutuhansumberdaya
manusia yang tepat harus disusun berdasarkan jumlah keluarga atau
penduduk di Indonesia. Rasio dokter gigikeluarga beserta timnya
terhadap keluarga binaannya idealnyaadalah 1 : 500 keluarga atau 2500
penduduk, dan semua tenaga kesehatan bekerja secara aktif di pelayanan
kedokteran gigikeluarga, baik yang memiliki pendidikan kedokteran
gigi keluarga maupun yang mendapatkan pelatihan pelayanan
kedekteran gigikeluarga.
b. Pelatihan dan pendidikan dokter gigi keluarga
diselenggarakanbekerjasama antara Departemen Kesehatan Rl, Institusi
Pendidikan(FKG) dan Organisasi Profesi (PDGI).
4. Sistem Pembiayaan
Bentuk pokok pembiayaan UKP (Upaya Kesehatan
perorangan)sebagaimana tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional
(SKN)adalah sebagai berikut:
a. Dana untuk UKP dan individu dalam kesatuan keluarga melaluiJPK
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan) wajib dan JPK sukarela;

89
b. Dana untuk UKP masyarakat rentan dan keluarga miskin danpemerintah
melalui JPK wajib;
c. Dana dari masyarakat (dana sehat dan dana sosial keagamaan)digunakan
untuk UKM dan UKP;
Dalam SKN dinyatakan pula bahwa jika sistem jaminan kesehatantelah
berjalan, secara bertahap UKP strata I akan diselenggarakandengan
penerapan konsep dokter gigi keluarga, kecuali untuk daerahsangat terpencil
masih akan dilakukan oleh Puskesmas.
Pada dasarnya pembiayaan pada pelayanan dokter gigi keluargaharuslah
cukup, dikelola efisien, adil dan berkelanjutan sertatransparan dan akuntabel.
Kondisi ini dapat tercapai jika pelayanandokter gigi keluarga itu
diselenggarakan dimana kepesertaan yangmenjadi tanggung jawabnya
terlindungi dalam satu sistem jaminan,sehingga terpenuhi kebutuhan
dasarnya akan kesehatan melaluipenyelenggaraan kesehatan yang terkendali,
baik mutu maupunbiayanya. Sisi lain dari jaminan kesehatan ini adalah
meningkatkankemandirian masyarakat dalam memperoleh dan
membiayaipemeliharaan kesehatan serta pembentukan budaya perilaku
hidupsehat.
Pada sistem jaminan kesehatan dengan pembayaran pra-upaya
yangditerima dari badan penyelenggara JPK, dokter gigi keluarga sebagai
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) akan menekankan pada upayapromotif
dan preventif, serta pelayanan kuratif dan rehabilitatif yangdiberikan sesuai
dengan kebutuhan. Dokter Gigi keluarga sangatdihargai, hal ini mengingat
dengan pengetahuan dan keterampilanyang dimilikinya dia mampu
mendiagnosa dan mengobati penyakitsebagian pesertanya, bertindak sebagai
“gate keeper”, manajer, dankoordinator dalam pelayanan rujukan.
Referensi:
1. Peraturan Presiden tentang Sistem Kesehatan Nasional. PP no. 72
tahun 2012
2. Undang-undang tentang Praktik Kedokteran. UU no. 29 tahun 2004
3. Undang-undang tentang Kesehatan. UU no. 36 tahun 2009
4. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas. Permenkes no.75
tahun 2014
5. Peraturan Menteri Kesehatan tentang Pedoman Penyelenggaraan
Kedokteran Gigi Keluarga. Kepmenkes RI No
039/Menkes/SK/I/2007
6. Bramantoro. Taufan, 2016. Pengantar Organisasi dan Manajemen
Pelayanan Kesehatan Gigi. Airlangga University Press.

90
MATERI
LIMBAH MEDIS

Alat pelindung diri


Alat pelindung diri digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari paparan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh
dan selaput lendir pasien.
Beberapa alat yang termasuk dalam alat pelindung diri adalah:
a. Sarung tangan
Sarung tangan digunakan untuk mencegah infeksi silang ke pasien dan
melindungi tangan operator. Sarung tangan dianjurkan untuk dipakai selama
merawat pasien dan diganti setiap ganti pasien.
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu
 Sarung tangan lateks/vinil yang tidak disterilkan.
Sarung tangan ini dapat digunakan untuk pemeriksaan dan pencatatan.
Kekurangan dari sarung tangan ini adalah dapat terlalu sempit atau
terlalu longgar
 Sarung tangan bedah
Sarung tangan steril yang terbuat dari lateks, yang dapat digunakan
pada prosedur pembedahan
 Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan neopren atau polinitril, umumnya terlalu tebal dan besar
untuk pemakaian intraoral. Sarung tangan ini cocok untuk memegang
instrumen yang terkontaminasi dan untuk aktivitas pembersihan ruang
kerja.
b. Masker
Digunakan untuk melindungi dokter gigi dan perawat gigi dari percikan yang
berasal dari percikan henpis berkecapatan tinggi yang digunakan pada saat
preparasi gigi atau penggunaan scaller ultrasonic. Masker yang menutupi
hidung dan mulut dapat mengurangi terhirupnay partikel aerosol. Masker
sebaiknya diganti pada setiap pasien atau sekurang-kurangnya sekali setiap
jam dan lebih sering lagi pada keadaan kontaminasi aerosol yang hebat.
c. Kacamata pelindung
Kacamata pelindung mampu melindungi mata dari partikel-partikel seperti
pecahan gigi saat preparasi. Selain itu juga melindungi dari cahaya UV,
percikan cairan kimia. Kacamata yang memiliki perlindungan terbaik
mempuyai penutup bagian atas dan samping
d. Pakaian pelindung
Untuk mencegah penyebran infeksi ke anggota keluarganya, pkakaian kerja
harus dibuka di ruang praktik dan dicuci terpisah dengan pakaian biasa.
Pakaian pelindung ini jangan digunakan di ruang makan maupun kantor
e. Penutup kepala
Pemakaian penutup kepala dimaksudkan untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan di kulit kepala petugas ke alat-alat
atau daerah steril dan sebaliknya.
Urutan yang tepat dalam melepas alat pelindung diri adalah :
1. sarung tangan
2. kacamata/pelindung wajah
3. apron, baju pelindung dan topi
4. masker

91
5. pelindung kaki

Kontrol infeksi
Penyebaran infeksi dapat melalui cara kontak langsung yaitu menyentuh
langsung jaringan lunak atau lesi infeksi, darah, saliva pasien yang terinfeksi.
kontak tidak langsung karena adanya alat yang terinfeksi dipergunakan tanpa
maupun dengan steriliasai yang kurang baik. Percikan darah, saliva atau sekresi
nasofaringeal dalam bentuk spatter dan aerosol saat menggunakan henpis, skaler
ultrasonik maupun semprotan air dan udara. Program kontrol infeksi dibuat untuk
mencegah atau paling tidak mengurangi penyebaran penyakit dari :
a. Pasien ke tim kesehatan gigi
b. Tim kesehatan gigi ke pasien
c. Pasien satu ke pasien lainnya
d. Ruang perawatan gigi ke komunitas lingkungannya termasuk keluarga tim
kesehatan gigi
Jalur penyebaran infeksi silang
a. Pasien ke tim kesehatan gigi
Jalur ini merupakan jalur yang paling sulit dikontrol dibandingkan ketiga
jalur lainnya. Sumber dari mikroorganisme berasal dari mulut pasien. Pada
jalur ini, model penyebarannya penyakitnya melalui kontak langsung,
droplet infeksi, kontak tidak langsung.
b. Tim kesehatan gigi ke pasien
Kejadian ini relatif jarang,namun bisa terjadi bila melakukan perawatan
dengan prosedur yang tidak tepat. Sumber dari mikroorganisme berasal
dari tangan operator (lesi/perdarahan), mulut tim kesehatan gigi (cairan
mulut/respirasi). Pada jalur ini, model penyebarannya penyakitnya melalui
kontak langsung, droplet infeksi, kontak tidak langsung.
c. Pasien satu ke pasien lainnya
Sumber dari mikroorganisme berasal dari mulut pasien. Pada jalur ini,
model penyebarannya penyakitnya melalui kontak tidak langsung (lewat
instrument, permukaan tangan)
d. Ruang perawatan gigi ke komunitas lingkungannya termasuk keluarga tim
kesehatan gigi.
e. Sumber dari mikroorganisme berasal dari mulut pasien. Pada jalur infeksi
ruang perawatan gigi ke lingkungan model penyebarannya penyakitnya
melalui kontak tidak langsung, sedangkan untuk ruang perawatan gigi ke
keluarga tim kesehatan gigi bisa melalui kontak langsung maupun kontak
tidak langsung.
Tujuan dari kontrol infeksi adalah untuk menghilangkan atau mengurangi
jumlah mikroorganisme antar individu atau antara individu dengan permukaan yang
terkontaminasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
a. Pemakaian rubberdam,
b. Prosedur mencuci tangan yang tepat
c. Penggunaan alat pelindung diri
d. Mencuci dan mensterilisasi instrumen
e. Pengelolaan limbah infeksius
Pedoman dasar untuk tindakan pengontrolan infeksi ialah “ dilarang
melakukan disinfeksi bila dapat mensterilkan”. Sterilisasi adalahsuatu proses yang
dapat menghancurkan bentuk kehidupan mikrobiologi. Benda yang dikatakan steril
jika dipandang dari sudut mikrobilogi merupalan bebas dari kehidupan. Ada tiga

92
macam sterilisasi yaitu sterilisasi panas, sterilisasi gas, sterilisasi dengan cairan
kimia.

Dekontaminasi merupakan proses yang membuat benda mati lebih aman


untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan. Hal ini dilakukan sesaat setelah
benda tersebut terpapar dengan bagian yang terinfeksi agar tidak menyebabkan
infeksi silang.

Alat yang dipergunakan di kedokteran gigi sangat beragam. Alat ini terbuat
dari berbagai macam bahan dasar. Bahan tersebut berimbas kepada metode
pembersihan alat tersebut agar tidak rusak dan bisa dipakai tahan lama. Disamping itu
juga alat yang terbuat dari bahan sekali pakai perlu diperhatikan dalam penangnan
sebelum dan sesudah penggunaan.

Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di fasilitas pelayanan kesehatan

Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan / atau kegiatan. Kegiatan pelayanan
kesehatan tidak luput dari limbah. limbah yang dapat dihasilkan bisa termasuk bahan
berbahaya dan beracun. Bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan zat, energi,
dan/atau komponene lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau jumlahnya, baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/ atau merusak
lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan mahkluk hidup lainnya.

Limbah bahan berbahaya beracun atau limbah B3 merupakan sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3. Limbah B3 ini dapat berupa cairan, gas
maupun padat. Limbah B3 cair merupakan limbah cair yang mengandung B3 antara
lain larutan fixer, limbah kimia cair, dan limbah farmasi cair. Limbah infeksius juga
merupakan limbah B3. Limbah ini diakibatkan oleh kontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada dilingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan
varulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan.

Limbah B3 pada pelayanan kesahatan meliputi limbah dengan karakteristik


infeksius, benda tajam, patologis, bahan kimia kadaluwarsa, tumpahan atau sisa
kemasan, radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan medis yang memiliki kandungan
logam berat tinggi dan tabung gas atau kontainer bertekanan. Limbah B3 tersebut
supaya tidak mencemari lingkungan sekitar harus dapat dikelola dengan baik.

Pengelolaan limbah B3 yang timbul dari fasilitas pelayanan kesehatan


meliputi beberapa tahapan yaitu :

a. Pengurangan dan pemilahan limbah b3

93
Cara pengurangan limbah B3 dapat ditempuh dengan menghindari
penggunaan material yang mengandung bahan berbahaya dan beracun jika
terdapat pilihan lainnya. Melakukan tata kelola yang baik terhadap setiap
bahan atau material yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan
dan/atau pencemaran terhadap lingkungan, melakukan tata kelola yang baik
dalam pengadaan bahan kimia dan bahan farmasi untuk menghindari
terjadinya penumpukan dan kedaluwarsa; dan melakukan pencegahan dan
perawatan berkala terhadap peralatan sesuai jadwal. Cara pemilahan limbah
B3 dapat dengan memisahkan Limbah B3 berdasarkan jenis, kelompok,
dan/atau karakteristik Limbah B3; dan mewadahi Limbah B3 sesuai
kelompok Limbah B3. Tindakan ini dilakukan oleh penghasil limbah B3.
b. Penyimpanan Limbah B3
Penyimpan Limbah B3 menggunakan wadah Limbah B3 sesuai kelompok
Limbah B3. penggunaan warna pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah
sesuai karakteristik Limbah B3; dan pemberian simbol dan label Limbah B3
pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah B3 sesuai karakteristik Limbah
B3.
Keterangan warna pada limbah B3 adalah :
- merah, untuk Limbah radioaktif;
- kuning, untuk Limbah infeksius dan Limbah patologis
- ungu, untuk Limbah sitotoksik; dan
- cokelat, untuk Limbah bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau sisa
kemasan, dan Limbah farmasi.
Keterangan simbol pada limbah B3 adalah:
- radioaktif, untuk Limbah radioaktif;
- infeksius, untuk Limbah infeksius; dan
- sitotoksik, untuk Limbah sitotoksik

kegiatan penyimpanan limbah paling lama 2 (dua) hari saat limbah itu
dihasilkan bagi fasilitas pelayanan yang tidak memiliki izin penyimpanan
limbah dan diserahkan kepada pemegang izin pengelolaan limbah B3.
c. Pengangkutan limbah B3
Jika pengolahan limbah dilakukan di wilayah fasilitas kesehatan dapat
langsung diangkut oleh sumber daya manusia yang terlatih dibidangnya.
Pengangkut Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk
Kegiatan Pengangkutan Limbah B3, jika Pengangkutan Limbah B3 dilakukan
di luar wilayah kerja fasilitas pelayanan kesehatan
d. Pengolahan limbah B3
Pengolahan limbah B3 secara termal meliputi autoklaf tipe alir gravitasi dan /
atau tipe vakum, gelombang mikro, iradiasi frekwensi radio, insinerator

94
e. Penguburan limbah B3
Penguburan Limbah B3 hanya dapat dilakukan untuk Limbah B3: patologis;
dan/atau benda tajam.
f. Penimbunan limbah B3
Penimbunan Limbah B3 dilakukan terhadap Limbah B3 berupa:
- Abu terbang insinerator; dan
- slag atau abu dasar insinerator.

Limbah medis merupakan limbah yang dihasilkan ketika melakukan kegiatan


diagnosis, perawawatan atau imunisasi pada manusia maupun hewan. Limbah medis
dapat dibagi menjadi limbah medis infeksius dan limbah medis non ifeksius.

Limbah infeksius adalah limbah yang berpotensi menyebabkan infeksi penyakit.


Termasuk dalam kelompok limbah infeksius yaitu:

1. darah dan cairan tubuh,

2. Limbah laboratorium yang bersifat infeksius,

3. Limbah yang berasal dari kegiatan isolasi, dan

4. Limbah yang berasal dari kegiatan yang menggunakan hewan uji.

Limbah infeksius berupa darah dan cairan tubuh meliputi:

1. darah atau produk darah: a. serum, b. plasma, dan c. komponen darah lainnya.

2. cairan tubuh: a. semen, b. sekresi vagina, c. cairan serebrospinal, d. cairan pleural,


e. cairan peritoneal, f. cairan perikardial, g. cairan amniotik, dan h. cairan tubuh
lainnya yang terkontaminasi darah.

Tidak termasuk dalam kelompok cairan tubuh yaitu: a. urin, kecuali terdapat darah,
b. feses, kecuali terdapat darah, dan c. muntah, kecuali terdapat darah. Limbah benda
tajam merupakan Limbah yang dapat menusuk dan/atau menimbulkan luka dan telah
mengalami kontak dengan agen penyebab infeksi, antara lain jarum hipodermis; 1.
jarum intravena; 2. vial; 3. lanset (lancet); 4. siringe; 5. pipet pasteur; 6. kaca
preparat; 7. skalpel; 8. pisau; dan 9. kaca.

Termasuk dalam kelompok Limbah sitotoksik yaitu Limbah genotoksik yang


merupakan Limbah bersifat sangat berbahaya, mutagenik (menyebabkan mutasi
genetik), teratogenik (menyebabkan kerusakan embrio atau fetus), dan/atau
karsinogenik (menyebabkan kanker). 1. Genotoksik berarti toksik terhadap asam
deoksiribo nukleat (ADN), dan 2. Sitotoksik berarti toksik terhadap sel.

95
MATERI
ERGONOMI KEDOKTERAN GIGI DAN KESELAMATAN PASIEN
A. PENGERTIAN ERGONOMI
Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha menyelesaikan pekerjaan dan
lingkungan, terhadap orang atau sebaliknya, dengan tujuan tercapainya produktifitas
dan efisiensi yang setinggi-tingginya, melalui pemanfaatan manusia seoptimal
mungkin. Menurut Permenkes No 48 tahun 2016 tentang standar keselamatan dan
kesehatan kerja di perkantoran, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi
kompleks antara aspek pekerjaan yang meliputi peralatan kerja, tatacara kerja, proses
atau sistem kerja dan lingkungan kerja dengan kondisi fisik, fisiologis dan psikis
manusia karyawan untuk menyesuaikan aspek pekerjaan dengan kondisi karyawan
dapat bekerja dengan aman, nyaman efisien dan lebih produktif.
Tujuan ergonomi adalah bagaimana mengatur tenaga kerja, supaya tenaga kerja
dapat melakukan pekerjaan dengan rasa aman, selamat, efisien, efektif, produktif,
nyaman, dan terhindar dari bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja. Ergonomi
mempunyai keterkaitan dengan ilmu pendukung, yang antara lain ilmu mekanika,
matematika, fisika, kimia, perancangan, sosiologi, psikologi, antropologi,
manajemen, anatomi, dan fisiologi.
Konsep ergonomi adalah bekerja secara seimbang. Bekerja dengan tuntutan tugas
yang melebihi kemampuan kerja akan menyebabkan stress, kelelahan,
ketidaknyamanan, cidera, celaka, begitu juga sebaliknya. Keseimbangan ergonomi
diharapkan dapat menciptakan suasana bekerja yang seimbang, antara tugas dan
kemampuan tugas, sehingga performa kerja dapat dicapai secara optimal. Aspek
dalam ergonomi meliputi manusia, antropometri, dan sikap tubuh dalam bekerja.

B. RUANG LINGKUP PRINSIP ERGONOMI


Prinsip dasar ergonomi adalah menyesuikan manusia dengan pekerjaannya,
manusia bukan hanya harus mendapatkan pekerjaan. Akan tetai, pekerjaan yang
diperoleh dapat memeliharaharkat dan harga dirinyasebgaia manusia sehingga
bersifat manusiawi yang didalamnya terkandung pengertian adanya keselamatan
keamanan dan kenyamanan. Peralatan kerja harus sesuai dengan pemakai, lingkungan
kerjanya harus medukung fungsi tubuh yang sedang bekerja. Hal itulah yang dituju
dalam pelaksanaan ergonomi di tempat kerja.
Menurut (Suma’mur, 2011) dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip
ergonomi, yaitu sebagai berikut:
a. Bekerja dalam posisi atau postur normal.
b. Mengurangi beban berlebihan.
c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan.
d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh.

96
e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan.
f. Minimalisasi gerakan statis.
g. Minimalisasikan titik beban.
h. Mencakup jarak ruang.
i. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman.
j. Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja.
k. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti.
l. Mengurangi stres.

C. FAKTOR RESIKO ERGONOMI


Penting untuk memahami apakah suatu faktor resiko menjadi penyebab atau
bukan. Suatu faktor resiko tidaklah selalu menjadi suatu faktor penyebab. Faktor
resiko dalam ergonomi meliputi pengulangan gerakan yang terus menerus, kekuatan,
stres mekanis, postur tubuh, getaran, temperatur, dan tekanan yang disebabkan oleh
keadaan luar. Gerakan serupa yang berulang terus menerus, dalam jangka waktu
tertentu, dapat menyebabkan ketegangan yang berlebih pada otot. Kelebihan
penggunaan kelompok otot tertentu, dapat mendorong kearah kelelahan berotot.
Resiko terjadinya kelelahan otot juga dapat disebabkan oleh pengunaan kekuatan
yang berlebihan. Kekuatan yang diperlukan oleh suatu aktivitas, kadang-kadang dapat
berlebihan, sehingga menyebabkan kelelahan otot. Stres mekanis digambarkan
sebagai suatu keadaan cedera yang hebat akibat benda tajam, peralatan, atau
instrumen ketika memegang, menyeimbangkan, dan memanipulasi. Hal ini sering
terjadi ketika bekerja dengan lengan bawah, atau pergelangan tangan berlawanan
terhadap tepi suatu meja.
Postur tubuh adalah posisi bagian tubuh, yang berhubungan dengan suatu bagian
tubuh lain, yang dihubungkan dengan sudut yang saling berhubungan. Terdapat suatu
zona pergerakan netral, untuk tiap gerakan yang menghubungkan satu dengan yang
lainnya. Resiko cedera akan meningkat kapan saja, pada setiap orang saat bekerja,
apabila melakukan pekerjaan diluar zona netral mereka, sehingga posisi tubuh tidak
seimbang.
Getaran dari suatu alat Kedokteran Gigi pada umunya relatif kecil, namun
mungkin dapat menjadi faktor resiko, apabila diluar daerah kerja, praktisi melakukan
kegiatan lain yang berhubungan dengan alat, yang mempunyai getaran yang tinggi.
Temperatur ruangan juga mempengaruhi faktor resiko, dengan temperatur yang
sangat rendah akan menyebabkan terjadinya nerve end impairment. Tekanan yang
berasal dari luar, menggambarkan suatu keadaan diluar yang dapat mempengaruhi
pekerjaan, antara lain variasi pekerjaan, kendali pekerjaan, beban kerja, tekanan
waktu, dan batasan-batasan keuangan, dapat menjadi faktor resiko timbulnya
kelelahan.

97
Beberapa kondisi dapat terjadi karena sesorang tidak bekerja secara ergonomi.
Kondisi berikut menunjukkan beberapa tanda-tanda suatu sistem kerja yang tidak
ergonomik:
1. Hasil kerja (kualitas dan kuantitas) yang tidak memuaskan.
2. Sering terjadi kecelakaan kerja atau kejadian yang hampir berupa
kecelakaan.
3. Pekerja sering melakukan kesalahan (human error).
4. Pekerja mengeluhkan adanya nyeri atau sakit pada leher, bahu, punggung,
atau pinggang, dan mata.
5. Alat kerja atau mesin yang tidak sesuai dengan karakteristik fisik pekerja.
6. Pekerja terlalu cepat lelah dan butuh istirahat yang panjang.
7. Postur kerja yang buruk, misalnya sering membungkuk, menjangkau, atau
jongkok.
8. Lingkungan kerja yang tidak teratur, bising, pengap, atau redup.
9. Pekerja mengeluhkan beban kerja (fisik dan mental) yang berlebihan.
10. Komitmen kerja yang rendah.
11. Rendahnya partisipasi pekerja dalam sistem sumbang saran atau hilangnya
sikap kepedulian terhadap pekerjaan.
Tanda-tanda tersebut dapat menjadi suatu kelainan atau penyakit, yang antara
lain penyakit mata, musculoskeletal disorders, dan mungkin gangguan pada organ
tubuh yang lain. Tenaga kesehatan gigi yang belum menyadari mengenai manfaat
pentingnya penerapan konsep ergonomis, dapat mengakibatkan berbagai hal yang
dapat mempengaruhi kenerja. Akibat yang ditimbulkan dari permasalahan ergonomis
di KedokteranGigi disebabkan akibat penempatan posisi tubuh yang salah. Posisi
tubuh yang salah yang dilakukan berkali-kali dalam jangka waktu yang panjang,
dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal.

D. PENGERTIAN DENTAL ERGONOMI


Dental ergonomi merupakan pengetahuan yang mempelajari tentang
operator dan linkungan pekerjaannya agar tidak menimbulkan kelelahan, ketakutan
dan kebosanan pasien. dental ergonomi juga termasuk desain kursi yang
khusus khas untuk dokter gigi agar postur badan yang neutral tetap dapat
dipertahankan.
Dokter gigi dalam melakukan pekerjaannya mempunyai bahaya potensial yang
cukup banyak, antara lain bahaya potensial fisik seperti vibrasi dari alat bor gigi,
gelombang elektro magnetik dari alat alat gigi yang menggunakan listrik, sinar ultra
violet dari alat saat proses menambal gigi, pencahayaan, bising dari kompresor atau
alat bor.

98
Bahaya potensial ergonomi yang dialami dokter gigi adalah gerakan-gerakan
repetitif, posisi bekerja yang statis (duduk atau berdiri) dan posisi gerakan yang
janggal, seperti menggenggam (power grip), pinch grip, pressing, esktensi tangan,
fleksi tangan, rotating, posisi kepala menunduk, miring, tengadah, posisi punggung
bungkuk, miring, twisting, dan lain sebagainya. Bahaya potensial psikososial yang
dialami dokter gigi antara lain hubungan dengan rekan kerja dan stress target kerja.

E. KONSEP FOUR HANDED DENTISTRY


Telah dikembangkan suatu konsep kerja tim yang merupakan teknologi baru
yang diintegrasikan dalam suatu praktik dokter gigi modern selama beberapa dekade
terakhir. Konsep ini dikenal sebagai four-handed dentistry yang terdiri dari dokter
gigi dan asisten yang masing-masing memiliki keterampilan. Pada umumnya
rancangan dental unit dibuat dengan sputum-bowl yang terletak di daerah posisi
asisten, sehingga bagian ini menghambat penempatan asisten di daerah tersebut.
Akibatnya dokter gigi harus mengambil dan mengembalikan handpiece atau peralatan
lainnya dari/pada tempatnya, sehingga fokus pandangan operator berpindah-pindah
dari mulut pasien ke tempat peralatan (instrument tray). Hal ini menyebabkan tekanan
fisik pada tubuh yang sering bergerak dengan posisi otot yang menegang, kemudian
menyebabkan kelelahan pada mata. Alat yang baik sekalipun belum tentu
memberikan manfaat ergonomik, alat yang baik harus digunakan secara benar.
Four Handed Dentistry merupakan perawatan gigi yang dilakukan dengan 4
tangan secara bersamaan, 2 tangan operator dan 2 tangan asisten. Dalam konsep Four
Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja di sekitar Dental Unit yang
disebut Clock Concept. Zona kerja diidentifikasi menggunakan wajah pasien sebagai
wajah/ muka jam dengan kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di
belakang kepala pasien. Zona kerja tersebut dibagi menjadi 4, yaitu operator’s
zone, assistant’s zone, transfer zone danstatic zone.
Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s zone adalah
zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone adalah daerah tempat
transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan asisten. Instrumen
diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada pasien. Jangan memberikan alat di
atas mata pasien. Sedangkan static zone adalah daerah tanpa pergerakan dokter gigi
maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan
meja instrumen bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi instrumen tangan serta
peralatan yang dapat membuat takut pasien.
Beberapa prinsip yang dianjurkan untuk menerapkan konsep four-handed
dentistry agar dapat memberi manfaat yang lebih baik yaitu:

99
a. Dokter gigi diharapkan melatih asisten sehingga tidak perlu melakukan
pergerakan yang tidak efisien. Misalnya mengambil forcep atau alat
pencabutan gigi di daerah yang jauh dari jangkauannya.
b. Asisten yang membantu dokter gigi harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan dalam menangani peralatan. Terlatih untuk mengikuti setiap
prosedur perawatan yang dilakukan dokter gigi.
c. Asisten harus lebih sering menangani peralatan misalnya saliva ejector,
suction pump, handpiece dan bor, sehingga dokter gigi tidak perlu
melakukannya sendiri. Idealnya penanganan peralatan yang dilakukan asisten
adalah 80 – 90% dari waktu kerja, sehingga dokter gigi hanya berkonsentrasi
pada perawatan pasien.
d. Letak peralatan yang harus ditangani asisten lebih banyak berada pada sisi
asisten untuk memudahkan pemindahan alat ke dokter gigi. Posisi alat harus
berada di depan asisten dan jangan di samping asisten, agar tidak perlu
melakukan pergerakan tubuh memutar.
e. Asisten juga harus berada di daerah yang bebas agar mudah memindahkan
alat tanpa melewati dada pasien. Alat yang dipindahkan sebaiknya melewati
batas dagu pasien.
f. Bidang perawatan (operatory-field) dibentuk sedemikian rupa sehingga
terdapat ruang bebas, baik bagi asisten, dokter gigi dan pasien. Kondisi seperti
ini menyebabkan pasien tidak merasa terkurung oleh dokter gigi maupun
asisten. Biasanya ruangan dibagi atas empat daerah aktivitas, yaitu daerah
operator, daerah asisten, daerah untuk memindahkan alat, dan daerah statik.
Penglihatan yang kurang baik juga dapat mengakibatkan dokter gigi cenderung
membungkuk ke arah pasien agar mudah melihat daerah kerjanya. Hal ini dapat
menyebabkan ketegangan pada diskus, ligamentum dan otot di daerah leher.
Bilamana posisi ini dipertahankan selama berjamjam, maka akan menimbulkan
gangguan muskuloskeletal. Bagi dokter gigi dengan penglihatan yang kurang
memadai, dapat menggunakan alat pembesar atau dental-loupe sebagai alat bantu
lihat. Alat ini mencegah posisi membungkuk ke arah mulut pasien.
Pencahayaan yang sesuai dengan persyaratan merupakan salah satu faktor
penentu lainnya. Arah cahaya yang salah menyebabkan dokter gigi cenderung berada
pada posisi yang kurang menguntungkan. Jika cahaya dihalangi dengan tangan,
kepala, atau alat; dokter gigi akan menjulurkan leher dan badan bagian atas untuk
mencapai suatu bidang pandangan yang lebih baik. Penggunaan dental-light yang
besar dapat membantu dokter gigi melihat daerah kerja lebih baik, namun biasanya
cahaya lampu menjadi panas dan hal ini memberi rasa tidak nyaman bagi pasien.
Biasanya penggunaan fiber-optic handpiece lebih bermanfaat. Posisi dental-light yang

100
baik juga penting. Sebanyak 84% dari dokter gigi biasanya meletakan sumber cahaya
lebih tinggi, sehingga kadang-kadang menimbulkan bayangan.

F. PENGERTIAN KESELAMATAN PASIEN


Keselamatan Pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan pasien lebih
aman, meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan risiko pasien, pelaporan
dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Insiden Keselamatan Pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan
kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat
dicegah pada pasien.

G. STANDAR KESELAMATAN PASIEN


Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan kesehatan dan
penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi. Standar
keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. hak pasien.
2. mendidik pasien dan keluarga.
3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi
dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:
STANDAR I. HAK PASIEN
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang
rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan.
3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara
jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil
pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.

101
STANDAR II. MENDIDIK PASIEN DAN KELUARGA
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya tentang
kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan
pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di fasilitas
pelayanan kesehatan harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan
keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

STANDAR III. KESELAMATAN PASIEN DALAM KESINAMBUNGAN


PELAYANAN
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan.
Kriteria:
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien
masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan,
rujukan dan saat pasien keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien
dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh
tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi
untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan
sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut
lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga
dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.

102
STANDAR IV. PENGGUNAAN METODE-METODE PENINGKATAN KINERJA
UNTUK MELAKUKAN EVALUASI DAN PROGRAM PENINGKATAN
KESELAMATAN PASIEN
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses
yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan
kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses perancangan
(desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan fasilitas pelayanan
kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis
terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktorfaktor lain yang berpotensi risiko
bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan data
kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi,
manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi intensif terkait
dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses
kasus risiko tinggi.
4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua data dan
informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan,
agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin.

STANDAR V. PERAN KEPEMIMPINAN DALAM MENINGKATKAN


KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan
pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi
risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar
unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang
keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur,
mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan serta
meningkatkan keselamatan pasien.

103
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program
meminimalkan insiden. Insiden meliputi Kondisi Potensial Cedera (KPC),
Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC), Kejadian
Tidak Diharapkan (KTD). Selain Insiden diatas, terdapat KTD yang
mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau cedera berat yang temporer
dan membutuhkan intervensi untuk mempetahankan kehidupan, baik fisik
maupun psikis, yang tidak terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan
pasien yang dikenal dengan kejadian sentinel Contoh Kejadian sentinel antara
lain Tindakan invasif/pembedahan pada pasien yang salah, Tindakan invasif/
pembedahan pada bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan instrumen/alat/
benda-benda lain di dalam tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan,
Bunuh diri pada pasien rawat inap, Embolisme gas intravaskuler yang
mengakibatkan kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi
darah akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi
“Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar, Perkosaan
/tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun pengunjung. Selain contoh
kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang berdampak
luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah terlanjur di “ blow up”
oleh media, Kejadian yang menyangkut pejabat, selebriti dan publik figure
lainnya, Kejadian yang melibatkan berbagai institusi maupun fasilitas
pelayanan kesehatan lain, Kejadian yang sama yang timbul di berbagai
fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun waktu yang relatif bersamaan,
Kejadian yang menyangkut moral, misalnya : perkosaan atau tindakan
kekerasaan.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari
fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi dalam program
keselamatan pasien.
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada
pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan
penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan
insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis
Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (KNC/Near miss) dan “Kejadian
Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan.

104
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya
menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk
memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan
dengan “Kejadian Sentinel”.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan
antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan kesehatan dengan
pendekatan antar disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan
perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan perbaikan keselamatan
pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut.
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria
objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan
implementasinya.

STANDAR VI. MENDIDIK STAF TENTANG KESELAMATAN PASIEN


Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses
pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner
dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus memiliki
program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik
keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice
training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan pelatihan
tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan
interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.

105
STANDAR VII. KOMUNIKASI SEBAGAI KUNCI BAGI STAFF UNTUK
MENCAPAI KESELAMATAN PASIEN
Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses
manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses
manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang halhal terkait
dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk
merevisi manajemen informasi yang ada.

H. SASARAN KESELAMATAN PASIEN


Tujuan Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) adalah untuk menggiatkan perbaikan-
perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP
menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan, memberikan
bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat para pakar. Dengan
mempertimbangkan bahwa untuk menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan
berkualitas tinggi diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat
mungkin berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.
Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan,
diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang terdiri dari :
SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada PasienYang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

106

Anda mungkin juga menyukai