Anda di halaman 1dari 314

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

MANAJEMEN ORTAL DI RSGM

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya Cecilia Kinontoa (181014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)
Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya
kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi
tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Rumah sakit menurut ketentuan Pasal 1
angka 1 UU RS No. 44 Tahun 2009 adalah Institusi pelayanan kesehatan yang
menyelennggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Rumah sakit wajib memiliki izin mendirikan dan izin operasional. Menurut
Permenkes 3 Tahun 2020 pasal 31, persyaratan untuk memperoleh izin mendirikan
rumah sakit meliputi : Feasibility Study (FS), Detail Engineering Design, dan master
plan; dan pemenuhan pelayanan alat kesehatan. Izin ini diajukan oleh pemilik rumah
sakit. Untuk memperoleh izin operasional wajib diajukan oleh pengelola rumah sakit.
Pasal 32 persyaratannya yaitu profil rumah sakit yang memiliki visi dan misi, lingkup
kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi. Juga Self assessment yaitu jenis
pelayanan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta rumah sakit yang
mengacu pada lampiran peraturan menteri yaitu surat keterangan atau sertifikat izin
kelayakan atau pemanfaatan alat kesehatan; sertifikat akreditasi yang digunakanuntuk
perpanjangan Izin Operasional.
Klasifikasi tipe rumah sakit terbagi menjadi 4 tipe yaitu A, B, C, dan D. Kelas A
: mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub
spesialistik luas. Kelas B : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang-kurang nya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas. Kelas C :
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialis dasar. Kelas D :
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Menurut jenis pelayananya, rumah sakit dikategorikan menjadi 2 yaitu rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang
memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit sedangkan rumah
sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu bidang
atau suatu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ,
jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

1.2. Tujuan

a. Tujuan Umum
Tujuan umum RSGM adalah meningkatkan mutu pendidikan, penelitian dan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang berkualitas, profesional, modern dan sesuai
dengan tuntutan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran gigi.

b. Tujuan Khusus
Tujuan Khusus RSGM, yaitu :
1. Tersedianya sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masayarakat
secara optimal, meliputi :
- Pelayanan medik gigi primer, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi umum.
- Pelayanan medik gigi sekunder, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi spesialis.
- Pelayanan medik gigi tersier, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi subspesialis/dokter gigi spesialis
konsultan.
2. Tersedianya sarana pendidikan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan gigi
lainnya.
3. Tersedianya pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya pada kedokteran gigi.
4. Tersedianya unit pelayanan sebagai sarana rujukan bagi unit yang lebih
rendah.
5. Tersedianya unit penunjang program kegiatan medik kedokteran umum
(rujukansecara pelayanan kesehatan lain setingkat/horizontal), kegiatan
pelayanan kesehatan terintegrasi, pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
dan penelitian.

1.3. Sasaran

1) Terpenuhinya tuntutan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat


2) Meningkatnya pengetahuan observer di bidang manajemen RSGM.
3) Terwujudnya manajemen RSGM efektif, efisien, dan produktif agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
4) Termanfaatkannya hasil observasi dan analisis situasi RSGM oleh instansi
terkait yang memerlukannya.

1.4. Manfaat

 Bagi RSGM
Laporan hasil observasi ini dapat digunakan sebagai informasi, bahan
masukan, dan acuan untuk RSGM dalam mengembangkan dan meningkatkan
mutu pelayanan manajemen RSGM yang sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
• Bagi Mahasiswa Profesi
Observasi ini bermanfaat bagi mahasiswa profesi dokter gigi dalam memenuhi
salah satu tuntutan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, dan dapat berperan serta
bersama untuk meningkatkan mutu pelayanan serta dapat mengembangkan
wawasan mengenai manajemen pelayanan kesehatan gigi dan mulut di RSGM-
P UNSRAT.
• Bagi Masyarakat
Laporan hasil observasi ini dapat berguna bagi masyarakat untuk memperluas
pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran situasi manajemen RSGM, dan
dapat dijadikan sebagai referensi/acuan untuk observasi & penelitian
selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT


Rumah Sakit Gigi dan Mulut (selanjutnya disingkat RSGM) adalah rumah sakit
khusus yang memyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, dan merupakan
sarana pendidikan dan penelitian tenaga kesehatan gigi tingkat (D1, D3 dan S1),
pendidikan (dokter gigi dan dokter spesialis) serta pendidikan magister dan doktoral,
S2, spesialis dan S3 (Departemen Kesehatan RI, 2003).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer 1173 tahun 2004 tentang
rumah sakit gigi dan mulut menyatakan bahwa Rumah Sakit Gigi dan Mulut adalah
sarana pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan
mulut perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan
pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui
pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medis. Pengertian
Rumah Sakit Gigi dan Mulut Fungsi Tujuan Sasaran Sarana Sakit Gigi Dan Mulut
terbagi atas beberapa bagian, yaitu :
1. Laboratorium Periodonsia
2. Laboratorium Oral Medicine (OM)
3. Laboratorium Bedah Mulut
4. Laboratorium Prostodonsia
5. Laboratorium Ortodonsia
6. Laboratorium Konservasi
7. Laboratorium Pedodonsia
8. Laboratorium Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat

a. Fungsi RSGM
Fungsi RSGM adalah sebagai berikut :
1. Pelayanan atau pengabdian kepada masyarakat meliputi;
 sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut primer, sekunder, dan tersier,
penunjang, rujukan dan gawat darurat kesehatan gigi dan mulut.

• wadah pengembangan konsep pelayanan kedokteran gigi.


• pusat unggulan pelayanan kedokteran gigi.
2 Pendidikan sarana pendidikan dan pelatihan di bidang kedokteran gigi jenjang
diploma, dokter gigi, dokter gigi spesialis, dokter gigi spesialis. konsultan,
magister, doktor dan pendidikan berkelanjutan bidang kedokteran.
3 Penelitian
• pusat penelitian, pengkajian, dan pengembangan ilmu kedokteran gigi,
• pusat penerapan obat, bahan dan kedokteran gigi (Depkes RI, 2003).
RSGM berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan nomer 1173
tahun 2004, menurut fungsinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu RSGMPendidikan
dan RSGM non Pendidikan. RSGM Pendidikan adalah RSGM yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut, yang juga digunakan
sebagai sarana proses pembelajaran, pendidikan dan penelitian bagi profesi tenaga
kesehatan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya dan terikat melalui
kerjasama dengan fakultas kedokteran gigi.

b. Tujuan RSGM
1. Tujuan umum RSGM Tujuan umum RSGM yaitu meningkatkan mutu
pendidikan, penelitian dan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang
berkualitas, profesional, modern dan sesuai dengan tuntutan masyarakat serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran gigi
2. Tujuan Khusus RSGM Tujuan khusus RSGM, yaitu tersedianya sarana
pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masayarakat secara optimal, meliputi
:
 pelayanan medik gigi primer, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi umum.
 pelayanan medik gigi sekunder, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi spesialis.
 pelayanan medik gigi tersier, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi subspesialis/dokter gigi spesialis konsultan.
 tersedianya sarana pendidikan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan
gigi lainnya.
 tersedianya pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya pada kedokteran gigi.
 tersedianya unit pelayanan sebagai sarana rujukan bagi unit yang lebih
rendah.
 tersedianya unit penunjang program kegiatan medik kedokteran umum
(rujukan secara pelayanan kesehatan lain setingkat/horizontal), kegiatan
pelayanan kesehatan terintegrasi, pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
dan penelitian

2.2 IZIN RSGM


Izin operasi RSGM diuraikan dalam Peraturan MenKes Nomor
1173/MENKES/PER/2004 tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut, yaitu ;
• Pasal 21 : (1) Penyelenggaraan RSGM harus mendapat izin dari Dinas
Kesehatan Propinsi; (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi izin
mendirikan dan penyelenggaraan.
• Pasal 22 : (1) Izin mendirikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
merupakan izin yang diberikan kepada penyelenggara rumah sakit gigi danmulut
untuk membangun/mendirikan RSGM ; (2) Untuk mendapatkan izin mendirikan
harus mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kota
; (3) Izin mendirikan berlaku 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1(satu) kali ;
(4) Perpanjangan izin mendirikan sebagaimana dimaksud ayat (4) diberikanuntuk
memberikan kesempatan kepada pemohon untuk memenuhi persyaratan Upaya
Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan(UPL) atau
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), master plan, bangunan,
peralatan, tenaga kesehatan dan persyaratan lainnya sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku, dalam rangka memperoleh izin
penyelenggaraRSGM.
• Pasal 23 : (1) Izin penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang lagi ; (2) Penyelenggara
RSGM wajib mengajukan izin baru apabila terjadi perubahan terhadap jenis
RSGM, lokasi, dan nama RSGM.
• Pasal 24 : (1) Untuk pendirian RSGM PMA dan PMDN harus mendapat Surat
Persetujuan Penanaman Modal Asing (SPPMA)/ Surat Persetujuan Penanaman
Modal Dalam Negeri (SPPMDN) dari Badan Koordinasi Penanaman Modal
(BKPM) ; (2) SPPMA/SPPMDN sebagaimana dimaksud
program dan kegiatan RSGM serta melaporkannya kepada Dekan.
2. Direktur utama adalah dokter gigi dengan pengalaman/ pendidikan
di bidang manajemen perumahsakitan.

b. Komite Medik
1. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan
pelayanan medis di rumah sakit;
2. Memelihara mutu profesi staf medis; dan
3. Menjaga disiplin, etika, dan perilaku profesi staf medis.

c. Satuan Pemeriksaan Internal


Melaksanakan pemeriksaan audit kinerja internal rumah sakit.

d. Komkordik
1. Ketua merangkap sebagai anggota berasal dari unsur rumah sakit pendidikan

2. Wakil ketua merangkap sebagai anggota berasal dari unsur institusi pendidikan

3. Sekertaris merangkap sebagai anggota berasal dari unsur rumah sakit


pendidikan

4. Anggota yang mewakili setiap unsur fasilitas pelayanan kesehatan jejaring


rumah sakit pendidikan

e. Wakil Direktur I Bidang Pelayanan, Pendidikan, Penelitian dan Keperawatan


Kepala Divisi Pelayanan, Pendidikan, Penelitian dan Keperawatan memiliki tugas
membantu pelaksanaan sebagian dari tugas Direktur di bidang pelayanan,
pendidikan dan penelitian keperawatan dan bertanggung jawab kepada Direktur
sesuai dengan bidang tugas tiap-tiap Direktur, serta dapat memberikan
pertimbangan penilaian kinerja staf di unit kerjanya kepada Kepala Sub Bagian Tata
Usaha RSGM.
f. Bidang Pelayanan Medis
Bidang Pelayanan Medik mempunyai tugas membina, mengatur, memantau, dan
mengendalikan kegiatan pelayanan rawat inap, rawat jalan, pemanfaatan sarana dan
prasarana, serta evaluasi pelayanan rawat inap dan rawat jalan.
Uraian tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut :
1. menyiapkan bahan dan menyusun rencana kegiatan pelayanan medik
2. menyiapkan bahan dan menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana
pelayanan rawat inap, jalan, intensif dan darurat
3. menghimpun dan mengolah data jumlah pasien rawat inap, jalan, intensif,
rawat, dan darurat
4. menyiapkan bahan dan menyusun rencana kebutuhan peralatan pelayanan
rawat inap, jalan, intensif, dan darurat
5. menyiapkan bahan dan menyusun standar operasional prosedur pelayanan
rawat inap, jalan, intensif dan darurat
6. menyiapkan bahan dan melaksanakan kerja sama dengan unsur/unit kerja
terkait dalam penyusunan rencana kebutuhan, pemanfaatan sarana danprasarana
pelayanan rawat inap, jalan, intensif, dan darurat
7. menyiapkan fasilitasi kegiatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut rawat
inap, rawat jalan, intensif, dan darurat
8. melaksanakan pemeriksaan dan penilaian atas kondisi kelayakan sarana dan
prasarana pelayanan rawat inap, jalan, intensif, dan darurat
9. melakukan kerja sama dengan unsur/unit kerja terkait dalam kegiatan
pelayanan, inventarisasi peralatan medik, fasilitas sarana dan prasarana
pelayanan rawat inap, jalan, intensif, dan darurat
10. menyiapkan bahan dan menyusun laporan pemanfaatan peralatan medik,
fasilitas sarana dan prasarana pelayanan rawat inap, jalan, intensif, dan darurat
11. melaksanakan pemantauan dan evaluasi kegiatan pelayanan rawat inap,
jalan, intensif, dan darurat
12. melaksanakan tugas lain sesuai dengan bidang tugas dan tanggung
jawabnya.

g. Bidang Penunjang Medik dan Klinik


Unsur penunjang medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 bertugas
melaksanakan pelayanan penunjang medis.
1. Dalam melaksanakan tugas unsur penunjang medis menyelenggarakan fungsi:
a) penyusunan rencana pemberian pelayanan penunjang medis
b) koordinasi dan pelaksanaan pelayanan penunjang medis
c) pelaksanaan kendali mutu, kendali biaya, dan keselamatan pasien di bidang
pelayanan penunjang medis
d) pengelolaan rekam medis
e) pemantauan dan evaluasi pelayanan penunjang medis.
2. Rumah Sakit dapat membentuk unsur pelayanan penunjang non medis sesuai
dengan kebutuhan.
3. Kepala Rumah Sakit atau direktur Rumah Sakit menetapkan lingkup pelayanan
atau bidang yang masuk dalam unsur pelayanan penunjang medis dan unsur
pelayanan penunjang non medis.

h. Komite Keperawatan
1. Menyusun rencana pemberian pelayanan perawatan
2. Mengkoordinasi dan melaksanakan pelayanan keperawatan
3. Melaksanakan kendali mutu, kendali biaya dan keselamatan pasien di
bidang keperawatan
4. Memantau dan mengevaluasi pelyanan keperawatan.

i. Wakil Direktur II Bidang Keuangan dan Sumber Daya Manusia


1. Bidang Umum :
 Administrasi umum: prosudur kerja diatur dalam standart prosedur
oprasional yang di tandatangani oleh direktur.standar pelayanan
diatur dalam standar pelayanan minimal yang di tandatangani oleh
direktur. Ketentuan pada RSGM P Unsrat, jam kerja adalah dari
jam 08.00-14.00 dalam 5 hari kerja.
 Penilaian kinerja: penilaian kinerja tenaga kesehatan bukan dosen
diluar perawat dilakukan oleh kepala instalasi masing-masing.
Penilaian kinerja tenaga kependidikan dilakukan oleh kepala
bagian tata usaha programstudi atas pertimbangan kepala divisi
yang terkait.
 Sumber daya: menghimpun dan mengola data pengembangan
sumber daya manusia tenaga medik, perawat dan non medik
meyiapkan bahan dan melaksanakan Pendidikan, penelitian dan
pelatihan tenaga medis dan non medis rumah sakit.
2. Bidang keuangan:
Penerimaan RSGM merupakan penerimaan perguruan tinggi negeri
badan hokum dan bukan merupakan penerimaan negara bukan pajak.
RSGM dapat menerima dana dari institusi Pendidikan yang
menempatkan peserta didiknya di RSGM. RSGM dapat menerimadana
langsung dari masyarakat atas pelayanan yang diberikan sesuai tarif
yang ditetapkan. RSGM dapatmenerima dana dalam skema kerjasama
yang besarnya sesuai dengan yang diperjanjikan dalam surat perjanjian
kerja sama RSGM dapat menerima barang atau jasa dari pihak lain
dalam skema hibah atau bentuk kerja sama lainnya.

j. Kepala SMF
1. Menyelenggarakan kegiatan medis pada poli: bedah mulut dan
maksilofasial, kedokteran gigi anak, konservasi gigi, orthodonsia,
penyakit mulut, periodonsia, prostodonsia, ilmu kesehatan gigi
masyarakat, radiologi kedokteran gigi.
2. Pengembangan dan peningkatan mutu pelayanan di lingkungan satuan
medis fungsional RSGM-P megkoordinasi pengembangan SMF dengan
mengusulkan peran SMF yang ikut seminar.
3. Mengatur kegiatan profesi dengan cara, menjaga pelayanan sesuai dengan
standar profesi yang sudah ditetapkan
4. Menyelenggarakan rapat-rapat untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
profesi satuan medis fungsional.

2.5 KETENAGAAN RSGM

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Menteri Kesehatan No. 1173 tahun


2004 RSGM harus mempunyai tenaga yang meliputi:
1. Tenaga medis kedokteran gigi :
a. Dokter Gigi
b. Dokter Gigi Spesialis yang meliputi:
1) Bedah Mulut
2) Meratakan Gigi (Orthodonsi)
3) Penguat Gigi (Konservasi)
4) Gigi Tiruan (Prosthodonsi)
5) Kedokteran Gigi Anak (Pedodonsi)
6) Penyangga Gigi (Periodonsi)
7) Penyakit Mulut;
2. Dokter/Spesialis lainnya :
a. Dokter dengan pelatihan PPGD
b. Dokter Anestesi
c. Dokter Penyakit Dalam
d. Dokter spesialis anak
3. Tenaga Keperawatan :
a. Perawat Gigi
b. Perawat
4. Tenaga Kefarmasian:
a. Apoteker
b. Analis farmasi
c. Asisten apoteker
5. Tenaga Keteknisisan Medis :
a. Radiografer
b. Teknisi Gigi
c. Analis kesehatan
d. Perekam medis
6. Tenaga Non Kesehatan :
a. Administrasi

b. Kebersihan

Bagi RSGM Pendidikan, selain 7 dokter gigi spesialis


tersebut diatasdalam memenuhi kurikulum pendidikan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi harus
menyediakan dokter gigi spesialis lainnya meliputi bidang
kesehatan gigi masyarakat (dental public health), dental
material, oral biologi dan dental radiologi.

3. STANDAR PELAYANAN

1. Pelayanan Pasien
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan sangat kecil
kemungkinan menghapus virus Corona (Sars-Cov 2) dari muka bumi
dalam waktu cepat, “Coronavirus may never go away, even with a
vaccine”, kemungkinan virus ini akan bersama kita sekitar 2-3 tahun ke
depan. Kondisi ini tampak dari pandemik COVID-19 yang hingga saat
ini belum dapat teratasi di berbagai belahan dunia, hampir seluruh
populasi dunia saat ini rentan terpapar virus Sars-Cov 2 termasuk di
Indonesia. Gejalanya asimptomatik dan penularannya melalui droplet
dan aerosol ke banyak orang dalam waktu cepat. Pelayanan kedokteran
gigi di sisi lain menjadi pekerjaan dengan risiko tinggi karena tindakan
perawatan yang dilakukan sebagian besar berhubungan dengan
prosedur-prosedur yang menimbulkan aerosol. Oleh karenanya rumah
sakit gigi dan mulut (RSGM) pendidikan harus dapat segera beradaptasi
terhadap perubahan yang terjadi agar dapat tetap melaksanakan
fungsinya menjadi tempat pelayanan, pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Sebagai rumah sakit, RSGM
bertanggungjawab dan berkewajiban memberikan pelayanan dan
pendidikan yang menjamin terwujudnya patient safety dan civitas
hospitalia safety. Oleh karena itu RSGM harus menyiapkan perubahan-
perubahan dan memenuhi seluruh standar pelayanan baru di masa dan
pasca COVID-19untuk menjamin pelayanan yang aman dan nyaman di
Rumah Sakit.

4.Alur Pelayanan Pasien


a. Pendaftaran
Semua pasien wajib melakukan pendaftaran dan dicatat dalam rekam
medik. Untuk mempersingkat pertemuan pasien dengan pasien atau
petugas pendaftaran maka RSGM dapat membuat pendaftaran online 1
(satu) hari sebelum kunjungan atau dengan tetap memfasilitasi secara
offline.

b. Skrining dan Triase COVID-19


Skrining dan triase COVID-19akan dilakukan pada pasien RSGM
sebelum memasuki lingkungan RSGM dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
• Pasien diminta untuk cuci tangan 6 langkah menurut WHO dan
menggunakan masker
• Diukur suhu tubuhnya dan temperatur < 37.7°C (standard WHO).

• Pasien dengan tanda temperature > 37.7°C dan ada terdapat tanda
infeksi odontogen dan diarahkan ke IGD.
• Riwayat demam disertai salah satu gejala / tanda penyakit pernapasan
seperti: batuk, sesak nafas / sakit tenggorokan / pilek / pneumonia
ringan hingga berat DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan
gambaran klinis yang menyakinkan DAN pada 14 hari terakhir
sebelum timbul gejala, memenuhi salah satu kriteria berikut:
• Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di luar negeri yang
melaporkan transmisi lokal.
• Memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di area transmisi lokal di
Indonesia.

• Apabila memiliki simptom COVID-19 maka pasien dirujuk ke RS


rujukan COVID-19 terdekat.
Pasien yang lolos skrining COVID-19 tahap 1 akan melanjutkan tahap
sebagai berikut:

• Mengisi kuisioner penilaian risiko tentang COVID-19.

• Mengisi formulir pesetujuan umum (general consent) RSGM

• Menggunakan masker selama di ruang tunggu, sampai sebelum dan


sesudah perawatan. Dan diberikan edukasi tentang penggunaan
masker.
• Rapid test atau swab PCR test wajib untuk pasien rawat inap.

• Pasien akan memasuki area RSGM melalui pintu masuk yang


berbeda dengan pintu keluar.
• Menunggu di ruang tunggu dengan menerapkan jarak duduk 1 m
dengan pasien lain sesuai pengaturan kursi di ruang tunggu pasien.
Pasien tidak dibolehkan duduk berdampingan, kecuali pasien
anak/lansia yang datang didampingi orangtua/keluarganya.

5. Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar yang harus diterapkan di RSGM meliputi:

6. Kebersihan Tangan
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan dalam memberikan
pelayanan kesehatan yang aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko
infeksi lebih lanjut. Kewaspadaan standar diantaranya adalah menjaga
kebersihan tangan.Pasien diwajibkan mencuci tangan sebelum masuk ke
RS. menggunakan masker selama berada di kawasan rumah sakit, dan
tidak memegang area wajah sebelum cuci tangan.
Seluruh petugas kesehatan RSGM harus menerapkan “5 momen
kebersihan tangan”, yaitu:
5. Lakukan yang sama untuk tali karet bagian bawah dan letakan melewati sisi
belakang kepala.
6. Pastikan tidak ada tali karet yang membelit atau terpelintir.

7. Gunakan kedua tangan untuk mengatur penjepit hidung agar supaya sesuai dengan
bentuk hidung sehingga menempel erat.
8. Lakukan pemeriksaan segel positif dan negative sebelum memasuki ruangan yang
terkontaminasi.

Gambar 6 : Cara menggunakan masker N95

Melepas respirator merupakan prosedur yang sangat penting untuk mencegah terjadinya
infeksi.

• Lepaskan tali pengikat respirator tanpa menyentuh bagian filter

• Buang respirator ke tempat yang telah disediakan/tempat sampah

• Cuci tangan dengan menggunakan air dan sabun atau menggunakan cairan
sanitizer.

3) Alat Pelindung Mata Dan Wajah

Pelindung wajah atau pelindung mata tidak dibutuhkan pada saat anamnesa
pasien dimana pada proses ini pengaturan jarak antara pemeriksa dan pasien dijaga
minimal 1 meter. Pelindung mata harus digunakan untuk mencegah pajanan virus pada
mukosa mata apabila petugas kesehatan akan melakukan tindakan medis atau memasuki
ruangan dimana potensi virus dengan hantaran udara (airborne) terjadi. Pelindung wajah
digunakan hanya pada saat akan melakukan tindakan invasif. Apabila menggunakan
pelindung wajah atau goggle penting untuk diperhatikan bahwa bentuknya harus sesuai
dengan wajah pengguna

a) Alat Pelindung Mata / Goggles


Goggles pelindung dirancang agar ukurannya pas, tetapi tidak harus menutupi
mata pemakainya. Kacamata pelindung yang dipasang secara tidak langsung dan
dilengkapi dengan pelapis anti-kabut dari pabrik memberikan perlindungan mata praktis
yang paling dapat diandalkan dari percikan, droplet cairan pernapasan. Namun, agar
efektif, goggles harus pas, terutama dari sudut mata di sepanjang alis. Meskipun sangat
efektif sebagai pelindung mata, goggles tidak memberikan perlindungan percikan atau
semprotan untuk bagian wajah lainnya. Kacamata dengan ventilasi langsung
memungkinkan penetrasi dengan percikan atau semprotan; oleh karena itu, goggles
dengan ventilasi tidak langsung atau tanpa ventilasi lebih disukai untuk pengendalian
infeksi.
Tatacara penggunaan goggles:

• Pastikan tangan telah dibersihkan sebelum menyentuh goggles

• Periksa kondisi goggles yang akan digunakan apabila terdapat kerusakan maka
goggles tidak dapat digunakan
• Letakan tali pengika goggles ke sisi belakang kepala

• Letakan bingkai goggles menutupi mata

• Kencangkan tali pengikat sehingga membentuk sambungan yang era tantara


bingkai dan kulit wajah
• Pastikan goggles sudah terpasang dengan baik, tidak longgar atau goyang

• Pada saat melepaskan goggles, pastikan:

- Masih menggunakan sarung tangan bersih

- Longgarkan tali pengikat kepala

- Lepaskan goggles dan letakkan di tempat yang telah disediakan untuk


dibersihkan/dekontaminasi

Indikasi dan Kontraindikasi Pelindung Mata


Goggles diindikasikan pada perawatan pasien infeksius rutin yang tidak
membutuhkan tindakan medis invasif. Apabila tindakan medis invasif diperlukan seperti
halnya intubasi atau tindakan operasi maka goggles harus dikombinasikan dengan
pelindung wajah (face shield). Pada kondisi dimana petugas kesehatan menggunakan
kacamata baca/kacamata resep maka kacamata resep harus digunakan kombinasi
dengan goggles; atau dikombinasikan dengan pelindung wajah apabila ukuran goggles
tidak memungkinkan di kombinasikan dengan kacamata baca/resep tersebut.

b) Alat Pelindung Wajah / Faceshield


Pelindung wajah dirancang untuk membantu melindungi bagian-bagian wajah
pemakainya terhadap paparan tertentu. Sementara kacamata membantu melindungi
mata pemakai dari kontaminasi droplet sedangkan pelindung wajah dapat membantu
mengurangi paparan mata dan area wajah lainnya. Pelindung wajah, baik sekali pakai
atau dapat digunakan kembali, harus menutupi bagian depan dan samping wajah.
Pelindung wajah ini akan membantu mengurangi kemungkinan percikan, semprotan,
dan tetesan di sekitar tepi dan yang dapat mencapai mata atau area wajah lainnya.
Pelindung wajah saja mungkin tidak memberikan perlindungan mata yang cukup dari
tetesan udara atau aerosol sehingga pelindung wajah harus digunakan dengan kacamata
pelindung di mana tindakan pencegahan pengendalian infeksi melalui udara diperlukan.

Tatacara pemasangan faceshield

• Letakan tali pengikat ke sisi belakang kepala dan kencangkan

• Pastikan bagian atas dari pelindung wajah menempel dengan baik pada dahi

• Pastikan pelindung wajah sudah terpasang dengan baik di kepala dan tidak longgar
atau goyang.
• Pada saat melepaskan pelindung wajah pastikan:

- Masih menggunakan sarung tangan bersih

- Longgarkan tali pengikat kepala

- Lepaskan pelindung wajah dan letakkan di tempat yang telah disediakan untuk
di bersihkan/dekontaminasi.

4) Alat Pelindung Tubuh

Gaun medis adalah salah satu dari strategi pengendalian infeksi secara keseluruhan,
merupakan alat pelindung diri yang digunakan dalam perawatan kesehatan. Berdasarkan
jenisnya terdapat beberapa jenis gaun medis yaitu, gaun bedah, gaun isolasi, gaun isolasi
bedah, gaun non-bedah, gaun prosedural, dan gaun ruang operasi.
5) Alat Pelindung Kaki

Penggunaan alat pelindung kaki tidak spesifik terkait pencegahan infeksi COVID-19.
Penggunaan alat pelindung kaki disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat aktivitas
dilakukan. Alat pelindung kaki diharuskan mempergunakan sepatu agar dapat melindungi
kaki dari cidera, terutam dikarenakan kejatuhan alat tajam. Memakai sepatu sandal tidak
diperbolehkan karena dapat membahayakan. Jika aktivitas dilakukan di daerah dengan
potensi terjadinya luka tusuk pada kaki, maka alat pelindung kaki yang digunakan harus
tahan tusukan, begitu juga apabila area kerja yang licin dengan tumpahan minyak maka
sepatu yang digunakan harus jenis yang tahan minyak. Idealnya semua sepatu yang
digunakan harus tertutup melindung jemari sampai dengan pergelangan kaki. Pemakaian
shoe-cover dapat dilakukan untuk menutup sepatu yang dipergunakan di area perawatan.

Tabel 1 : Jenis APD Berdasarkan Lokasi Layanan Kesehatan, Profesi Dan Aktivitas Petugas
Petugas Jenis APD
atau Jenis Aktivitas yang
Pasien digunakan
Fasilitas kesehatan

Fasilitas Rawat Inap, IGD, Kamar Operasi dan Penunjang

 Masker
bedah ü Gaun/
Gown ü Sarung
Merawat secara
tangan ü
langsung pasien
Pelindung mata
dengan indikasi
Petugas (goggles) dan atau
COVID-19
Ruang kesehatan Pelindung wajah (face
perawatan shield)
pasien, IGD,  Pelindung
Kamar kepala ü Sepatu
operasi pelindung
Tindakan yang
menghasilkan aerosol  Masker N95
(pemeriksaan gigi ü Gaun/gown ü
seperti scaler ultrasonic Sarung tangan
dan high- speed air  Pelindung
driven, mata (goggles) dan
pemeriksaan hidung dan atau Pelindung
tenggorokan dll) pada wajah (face
pasien shield)
 Pelindung
kepala ü Celemek
(apron) ü Sepatu
pelindung

ü üMasker bedah
ü ü Gaun/ gown
Cleaning Masuk ke ruang rawat
Sarung tangan tebal
service pasien
Pelindung mata
(goggles)
ü Pelindung kepala

ü Sepatu pelindung

Area lain yang Semua staf, Semua kegiatan dimana Meenggunakan


digunakan termasuk tidak terjadi kontak ü masker bedah
untuk transit petugas langsung dengan
pasien (misal kesehatan pasien
koridor,
bangsal)
Petugas Skrining awal dan tidak ü Menjaga jarak dengan
kesehatan terjadi kontak langsung pasien (minimal 1 m)
ü ü
Menggunakan masker
ü
bedah Menggunakan
sarung tangan
Menggunakan face
Triase
shield
Pasien ü ü Menjaga jarak
dengan dengan pasien
Semua jenis kegiatan
gejala (minimal 1 m)
infeksi Mengenakan masker
saluran bedah
nafas
Pasien ü Menggunakan masker
tanpa Semua jenis kegiatan bedah
gejala
infeksi
saluran
nafas
ü üMasker N95
ü Gaun / Gown
Mengerjakan sampel
Laboratorium Analis Lab Sarung tangan
pasien
Pelindung mata dan
atau Pelindung wajah
(face shield )
ü Pelindung kepala

ü Sepatu pelindung

ü üMasker Bedah
ü ü Gaun/gown
Petugas
Petugas yang Sarung tangan panjang
Instalasi Di ruang
Pelindung mata
sterilisasi dekontaminasi melakukan pencucian alat
instrumen bedah (goggles) dan atau
Pelindung wajah
(face shield)
ü Pelindung kepala

ü Celemek (apron)

ü Sepatu pelindung

ü üMasker bedah
ü ü Gaun/gown

Di ruang Sarung tangan


Laundri Menangani linen
penerimaan infeksius ü panjang Pelindung

linen infeksius mata (goggles) dan

dan mesin atau Pelindung wajah

infeksius (face shield)


Pelindung kepala
ü Celemek (apron)
ü Sepatu pelindung

Bagian pendaftaran ü ü Masker bedah


Bagian admisi pelayanan, petugas kasir Pelindung wajah (Face
shield) atau pembatas
antara pasien dan petugas
berbahan akrilik atau
plastik atau yang setara
ü Menjaga jarak dengan

pasien 1 meter

Area Seluruh staf, Tugas yang bersifat ü


administrasi termasuk administratif dan tidak ada ü Menggunakan masker
petugas kontak langsung dengan bedah
kesehatan. pasien
Fasilitas Rawat Jalan
 Masker bedah
ü Gaun / Medical
Pemeriksaan fisik pada Gown ü Sarung
Petugas
pasien dengan gejala tangan
kesehatan
infeksi saluran nafas.  Pelindung
mata dan atau
Pelindung wajah (face
shield
)
 Pelindung
kepala ü Sepatu
pelindung

Ruang Pemeriksaan fisik  Masker N 95 ü


konsultasi dan pada pasien tanpa Gaun / Medical Gown ü

ruang Petugas gejala infeksi saluran Sarung tangan


tindakan nafas, tetapi  Pelindung mata
kesehatan
melakukan dan atau
pemeriksaan pada Pelindung wajah (face
saluran pernafasan shield) ü Pelindung kepala
termasuk
bronkoskopi.

Pemeriksaan gigi  Masker bedah


Petugas mengunakan ultrasonic ü Gaun / Coverall
kesehatan scaler Gown ü Sarung tangan
dan high- speed air driven, Pelindung
pemeriksaan hidung dan mata dan atau
tenggorokan dan Pelindung wajah (face
pemeriksaan mata pasien shield
terduga Covid-19 )
 Pelindung
kepala ü Sepatu
pelindung
Pasien  Mengenakan masker
dengan bedah
Konsultasi dan
gejala  Jaga jarak minimal 1
pemeriksaan selain
infeksi Meter
gigi mulut
saluran
nafas
Pasien  Menggunakan masker
tanpa bedah
Konsultasi dan
gejala  Jaga jarak minimal 1
pemeriksaan selain
infeksi meter
gigi mulut
saluran
nafas
 Masker bedah
 Gaun/Gown

Cleaning service Setelah dan di antara  Sarung tangan tebal ü


kegiatan konsultasi pasien Pelindung mata ü (goggles) ü
dengan Pelindung kepala ü Sepatu
infeksi saluran nafas oleh pelindung
petugas kesehatan
ü Kenakan masker bedah
pada pasien. Segera
pindahkan pasien ke
Pasien ruang isolasi atau ke
Ruang tunggu dengan Segala jenis kegiatan ruangan lain yang
gejala terpisah dengan pasien
infeksi lainnya. Jika tidak
saluran memungkinkan
nafas tempatkan pasien
dengan jarak minimal
1 m dengan pasien
lainnya.
Pasien Segala jenis kegiatan ü Menggunakan masker
tanpa bedah
gejala
infeksi
saluran
nafas
Seluruh staf, Pekerjaan administratif ü Menggunakan masker
Area termasuk bedah
administrasi petugas
kesehatan
Petugas Skrining awal tanpa ü Jaga jarak dengan pasien
kesehatan kontak dengan minimal 1 m.
ü
pasien Menggunakan masker
bedah
Pasien Segala jenis kegiatan ü ü Jaga jarak minimal 1 m
dengan gejala Kenakan masker bedah
Triase infeksi pada pasien
saluran nafas
Pasien tanpa Segala jenis kegiatan ü Menggunakan masker
gejala infeksi bedah
saluran nafas
ü üMasker bedah
ü ü Gaun / Gown
Sarung tangan tebal
Cleaning Membersihkan ruang Pelindung mata
service isolasi

ü Pelindung kepala

ü Sepatu pelindung

ü üMasker bedah
ü üGaun / Coverall Gown
Petugas Transport pasien ü ü Sarung tangan
kesehatan curiga Pelindung mata
COVID-19 ke RS rujukan Pelindung kepala
Sepatu pelindung
Hanya bertugas sebagai ü ü Menjaga jarak minimal 1
sopir pada proses transport m Menggunakan
pasien masker
terduga COVID- 19 dan bedah

Sopir area
sopir terpisah dengan area
pasien
ü üMasker bedah
Ambulans Membantu mengangkat ü üGaun / Coverall Gown
pasien dengan indikasi ü Sarung tangan
COVID-19 Pelindung mata
Pelindung kepala
ü Sepatu pelindung

Tidak ada kontak ü Masker bedah


langsung dengan
pasien indikasi
COVID- 19 namun area
sopir tidak terpisah dengan
area
pasien
Pasien dengan Dilakukan transport ke
suspek Covid- RS rujukan ü Masker bedah
19
Membersihkan setelah atau ü üMasker bedah
di antara kegiatan ü Gaun / Gown
Cleaning service pemindahan pasien ke RS Sarung tebal
rujukan
ü Pelindung mata

ü Pelindung kepala

ü Sepatu pelindung

Catatan : *Semua kategori tertulis Masker N95 adalah Masker N95 3M atau
yang setara

8. Urutan Pemakaian dan Pelepasan Alat Perlindungan Diri (APD)


Menggunakan dan melepaskan alat pengaman diri harus memiliki prosedur dan urutannya
sehingga mencegah terjadinya kontaminasi dari bagian yang terkontaminasi dan bagian tubuh
yang terlindungi.
Urutan Pemakaian Alat Pelindung Diri:

1. Pertama gunakan pakaian dan sepatu khusus kerja.

2. Cuci tangan dengan air dan sabun.

3. Kenakan tutup kepala bedah.

4. Kenakan masker pelindung sesuai dengan kebutuhan aktivitas; jangan lupa untuk
melakukan pemeriksaan seal setiap akan memasuki daerah atau ruangan
terkontaminasi.
5. Kenakan sarung tangan; lapisan dalam

6. Kenakan kacamata pelindung

7. Kenakan gaun isolasi bedah

8. Kenakan sarung tangan; lapisan luar

9. Pemakaian alat pelindung diri selesai


Langkah-langkah penggunaan APD Level 3 (Gambar 7) :

1. Lepaskan seluruh aksesoris (cincin, jam tangan, gelang).

2. Lakukan 6 langkah cuci tangan dengan air mengalir dan sabun (hand wash).

3. Gunakan sarung tangan steril.

4. Kenakan cover all mulai dari kaki terlebih dahulu, selanjutnya dinaikkan ke atas
sampai dengan bagian lengan dan leher, tutup resleting cover all.
5. Kenakan shoes cover pada kedua sepatu (atau sepatu boot), pastikan seluruh
permukaan sepatu tertutupi.
6. Kenakan tutup kepala (head cap) pastikan seluruh rambut tertutup.

7. Kenakan masker N95 (penggunaan masker N95 dipastikan bagian hidung yang
terdapat logam, kaitkan tali bagian bawah terlebih dahulu kemudian tali bagian atas
dengan cara silang. Tekan bagian hudung agar merapat mengikuti bentuk hidung
dan pastikan tepi masker N95 rapat dengan wajah), lanjutkan dengan mengenakan
masker bedah.
8. Kenakan kacamata goggles (bila petugas mengenakan kacamata, maka kacamata
goggles dikenakan setelah pemakaian kacamata), pastikan tidak ada celah untuk
udara masuk.
9. Kenakan bagian kepala dari cover all , pastikan seluruh permukaan kulit muka telah
terlindungi.
10. Langkah terakhir, kenakan sarung tangan ke 2 hingga bagian lengan bawah cover
all tertutupi oleh sarung tangan ke 2, petugas siap melakukan tindakan terhadap
pasien.

Urutan Melepaskan Alat Pelindung Diri:

1. Pertama ganti sarung tangan luar dengan sarung tangan yang baru; gunakan hand
sanitizer
2. Lepaskan gaun isolasi bedah dan sarung tangan luar; gunakan hand sanitizer

3. Lepaskan kacamata pelindung; gunakan hand sanitizer

4. Lepaskan masker; gunakan hand sanitizer 5. Lepaskan penutup kepala; gunakan


hand sanitizer
6. Lepaskan sarung tangan lateks bagian dalam
7. Pelepasan alat pelindung diri selesai.
Langkah-langkah melepaskan APD level 3:
1. Buka sarung tangan luar, gunakan hand sanitizer.
2. Lepaskan coverall mulai dari bagian kepala dan buka resleting dari batas leher.
Lepaskan coverall dengan menggulung dari dalam keluar, dari mulai lengan lanjut
kebagian badan dan kaki selanjutnya buang gulungan cover all ke dalam tempat
sampah infeksius.
3. Cuci tangan dengan hand sanitizer.

4. Lepaskan faceshield dan/atau google.

5. Cuci tangan dengan hand sanitizer


6. Lepaskan masker bedah mulai dari tali atas, dilanjutkan dengan tali bagian bawah,
buang masker ke tempat sampah infeksius.
7. Cuci tangan dengan hand sanitizer.

8. Lepaskan masker N95, mulai dari tali atas, dilanjutkan dengan tali bagian bawah, bila
N95 direuse siapkan wadah plastik klip untuk menyimpan dan diberi tanda. Bila tidak
re- use dapat langsung dibuang ke dalam tempat sampah infeksius.
9. Cuci tangan dengan hand sanitizer.

10. Lepaskan tutup kepala, gulung dari dalam keluar, buang ke tempat sampah infeksius.

11. Cuci tangan dengan hand sanitizer.

12. Lepaskan shoes cover, gulung dari dalam keluar, buang ke tempat sampah infeksius.

13. Cuci tangan dengan hand sanitizer.

14. Lepaskan sarung tangan pertama dengan cara menggulung dari dalam keluar, buang
ke tempat sampah ineksius. 15. Langkah terakhir cuci tangan 6 langkah dengan air
mengalir dan sabun.

Gambar 7 : Langkah-langkah penggunaan APD Level 3


(Sumber : Departemen Neurologi FKUI-RSCM)
Gambar 8 : Langkah-langkah pelepasan APD Level 3
(Sumber : Departemen Neurologi FKUI-RSCM)

9. Pengelolaan Linen dan Laundry


Karakteristik dan Sumber Linen
Pengawasan linen adalah upaya pengawasan terhadap tahapan-tahapan pencucian linen
di rumah sakit untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan dan lingkungan hidup yang
ditimbulkan. Linen merupakan salah satu kebutuhan pasien dirumah sakit yang dapat
memberikan dampak kenyamanan dan jaminan kesehatan. Pengelolaan linen yang
buruk akan menyebabkan potensi penularan penyakit bagi pasien, staf dan pengguna
linen lainnya. Untuk mewujudkan kualitas linen yang sehat dan nyaman serta aman,
maka dalam pengelolaan linen di rumah sakit harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
• Suhu air panas untuk pencucian 70°C dalam waktu 25 menit atau 95°C dalam waktu
10 menit.
• Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian dilengkapi
Informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan risiko paparannya dapat
tertangani secara cepat dan tepat.
• Standar kuman bagi linen dan seragam tenaga medis bersih setelah keluar dari proses
cuci tidak mengandung 20 CFU per 100 cm persegi.
• Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen bersih harus berbeda atau searah.

• Jarak rak linen dengan plafon : 40 cm.

• Dilakukan identifikasi jenis B3 yang didigunakan laundry dengan membuat daftar


inventori B3 dapat berupa tabel yang berisi informasi jenis B3, karakteritiknya,
ketersediaan MSDS, cara pewadahan, cara penyimpanan dan simbol limbah B3.
• Penggunaan jenis deterjen dan desinfektan untuk proses pencucian dilengkapi
Informasi Data Keamanan Bahan (MSDS) agar penanganan risiko paparannya dapat
tertangani secara cepat dan tepat.
• Ditempat laundry tersedia keran air keperluan higiene dan sanitasi dengan tekanan
cukup dan kualitas air yang memenuhi persyaratan baku mutu, juga tersedia air
panas dengan tekanan dan suhu yang memadai.
• Bangunan laundry dibuat permanen dan memenuhi persyaratan pedoman teknis
bangunan laundry rumah sakit atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
• Rumah Sakit melakukan pencucian secara terpisah antara linen infeksius dan
noninfeksius.
• Khusus untuk pencucian linen infeksius dilakukan diruangan khusus yang tertutup
dengan dilengkapi sistem sirkulasi udara sesuai dengan ketentuan.
• Laundry harus dilengkapi saluran air limbah tertutup yang dilengkapi dengan
pengolahan awal (pre-treatment) sebelum dialirkan ke unit pengolahan air limbah.
• Bangunan laundry terdiri dari ruang-ruang terpisah sesuai kegunaannya yaitu ruang
linen kotor dan ruang linen bersih harus dipisahkan dengan dinding yang permanen,
ruang untuk perlengkapan kebersihan, ruang perlengkapan cuci, ruang kereta linen,
kamar mandi dan ruang peniris atau pengering untuk alat-alat termasuk linen.
• Laundry harus dilengkapi “ruang antara” untuk tempat transit keluar-masuk petugas
laundry untuk mencegah penyebaran mikroorganisme.
• Alur penanganan proses linen mulai dari linen kotor sampai dengan linen bersih
harus searah (Hazard Analysis and Critical Control Point).
• Dalam area laundry tersedia fasilitas wastafel, pembilas mata (eye washer) dan atau
pembilas badan (body washer) dengan dilengkapi petunjuk arahnya.
• Proses pencucian laundry yang dilengkapi dengan suplai uap panas (steam), maka
seluruh pipa steam yang terpasang harus aman dengan dilengkapi steam trap atau
kelengkapan pereduksi panas pipa lainnya.
• Ruangan laundry dilengkapi ruangan menjahit, gudang khusus untuk menyimpan
bahan kimia untuk pencucian dan dilengkapi dengan penerangan, suhu dan
kelembaban serta tanda/simbol keselamatan yang memadai.

Perlakuan Terhadap Linen


a. Pengumpulan
• Pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius dimulai dari sumber dan
memasukkan linen kedalam kantong plastik sesuai jenisnya serta diberi label.

• Menghitung dan mencatat linen diruangan.

• Dilarang melakukan perendaman linen kotor di ruangan sumber.

b. Penerimaan

• Mencatat linen yang diterima dan telah dipilah antara infeksius dan non infeksius.

• Linen dipilah berdasarkan tingkat kekotorannya.

• Pencucian (Gambar 17)

• Menimbang berat linen untuk menyesuaikan dengan kapasitas mensin cuci dan
kebutuhan deterjen dan disinfektan.

• Membersihkan linen kotor dari tinja, urin, darah dan muntahan dengan
menggunakan mesin cuci infeksius.

• Mencuci dikelompokan berdasarkan tingkat kekotorannya.

• Pengeringan linen dengan mesin pengering (dryer) sehingga didapat hasil


pengeringan yang baik.

• Penyeterikaan dengan mesin seterika uap, mesin flat ironer sehingga didapat hasil
seterikaan yang baik.

• Linen bersih harus ditata sesuai jenisnya dan sistem stok linen (minimal 4 bagian)
dengan sistem first in first out.
Gambar 17: Skema Alur Linen Kotor

c. Distribusi

Dilakukan berdasarkan kartu tanda terima dari petugas penerima, kemudian petugas
menyerahkan linen bersih kepada petugas ruangan sesuai kartu tanda terima.
d. Pengangkutan

• Kantong untuk membungkus linen bersih harus dibedakan dengan kantong yang
digunakan untuk membungkus linen kotor.

• Menggunakan kereta yang berbeda dan tertutup antara linen bersih dan linen kotor.
Untuk kereta linen kotor didesain dengan pintu membuka keatas dan untuk linen
bersih dengan pintu membuka ke samping, dan pada setiap sudut sambungan
permukaan kereta harus ditutup dengan pelapis (siller) yang kuat agar tidak bocor.

• Kereta dorong harus dicuci dengan disinfektan setelah digunakan mengangkut linen
kotor.

• Waktu pengangkutan linen bersih dan kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.

• Linen bersih diangkut dengan kereta dorong yang berbeda warna.

• Rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pengangkutannya dari dan
ketempat laundry harus menggunakan mobil khusus.
• Petugas yang bekerja dalam pengelolan laundry linen harus menggunakan alat
pelindung diri seperti masker, sarung tangan, apron, sepatu boot, penutup kepala,
selain itu dilakukan pemeriksaaan kesehatan secara berkala, serta harus memperoleh
imunisasi hepatitis B setiap 6 (enam) bulan sekali.
• Untuk rumah sakit yang tidak mempunyai laundry tersendiri, pencuciannya dapat
bekerjasama dengan pihak lain dan pihak lain tersebut harus memenuhi persyaratan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta dilakukan pengawasan
penyelenggaraan linen secara rutin oleh pihak rumah sakit.

10. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit

Pengelolaan Limbah Cair


Air limbah kasus COVID-19yang harus diolah adalah semua air buangan termasuk tinja,
berasal dari kegiatan penanganan pasien COVID-19 yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme khususnya virus Corona, bahan kimia beracun, darah dan cairan tubuh
lain, serta cairan yang digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari
mulut dan/atau hidung atau·air kumur pasien dan air cucian alat kerja, alat makan dan
minum pasien dan/atau cucian linen, yang berbahaya bagi kesehatan, bersumber dari
kegiatan pasien isolasi Covid-19, ruang perawatan, ruang pemeriksaan, ruang
laboratorium, Ruang pencucian alat dan linen.

Adapun langkah-langkah dalam pengelolaan limbah adalah sebagai berikut:


1. Cairan dari mulut dan/atau hidung atau air kumur pasien dimasukkan ke wadah
pengumpulan yang disediakan atau langsung dibuang di wastafel atau lubang air
limbah di toilet.
2. Air cucian Dan alat kerja, alat makan dan minum pasien dan/atau cucian linen
dimasukkan langsung ke dalam lubang air Limbah yang tersedia.
3. Pastikann semua pipa penyaluran air Limbah harus tertutup dengan diameter
memadai.
4. Pastikann aliran pada semua titik aliran lancar, baik di dalam Gedung maupun di
luar Gedung.
5. Pemeriksaann instalasi penyaluran dilakukan setiap hari, pastikan semua unit
operasi dan unit proses IPAL bekerja optimal.
6. Unit proses IPAL sekurang-kurang terdiri atas proses sedimentasi awal, proses
biologis (aerob dan/atau anaerob), sedimentasi akhir, penanganan lumpur, dan
disinfeksi dengan klorinasi (dosis disesuaikan agar mencapai sisaa klor 0,1-0,2
mg/I). Setelah proses klorinasi, pastikan air kontak dengan udara untuk
menghilangkan kandungan klor di dalam air sebelum dibuang ke badan air
penerima.
Pengelolaan Limbah Padat Domestik
Limbah Padat Domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan kerumahtanggaan
atau sampah sejenis, seperti sisa makanan, kardus, kertas, dan sebagainya baik organik
maupun anorganik. Sedangkan limbah padat khusus meliputi masker sekali pakai,
sarung tangan bekas, tisu/kain yang mengandung cairan/droplet hidung dan mulut),
diperlakukan seperti Limbah B3 infeksius. Adapun langkah- langkahnya adalah sebagai
berikut:
1. Sediakan tiga wadah limbah padat domestik di lokasi yang mudah dijangkauu
orang, yaitu wadah untuk limbah padat organik, non organik, dan limbah padat
khusus (untuk masker sekali pakai, sarung tangan bekas, tisu/kain yang
mengandung cairan/droplet hidung dan mulut.
2. Wadah tersebut dilapisi dengan kantong plastik dengan warna berbeda sehingga
mudah untuk pengangkutan limbah dan pembersihan wadah.
3. Pengumpulann limbah dari wadah dilakukan bila sudah ¾ penuh atau sekurang-
kurangnya sekali dalam 24 jam.
4. Pengumpulann limbah padat pada wadah khusus ini dilakukan bila sudah ¾ atau
sekurang-kurangnya Dalam 6 jam.
5. Petugas pengumpulan limbah harus dilengkapi dengan masker, sarung tangan,
sepatu boots dan apron. Petugas pengumpulan sampah khusus harus dilengkapi
dengan masker, sarung tangan, sepatu boot, apron, kacamata pelindung (google),
dan penutup kepala.
Adapun langkah-langkah pengumpulan adalah sebagai berikut:

1. Buka Tutup tempat sampah, Ikat kantong pelapis dengan membuat satu simpul
dan Masukkann kantong tersebut ke wadah untuk diangkut.
2. Setelah melakukan pengumpulan, petugas wajib membersihkan seluruh badan
atau sekurang-kurangnya mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
3. Peralatan pelindung diri yaitu goggle, boot, dan apron yang digunakan agar
didisinfeksi sesegera mungkin pada larutan disinfektan, sedangkan masker dann
sarung tangan dibuang ke wadah limbah padat khusus.
4. Limbah padat organik dan anorganik agar disimpan di Tempat Penyimpanan
Sementara Limbah Padat Domestik paling lama 1 x 24 jam untuk Limbah padat
khusus/ infeksius agar disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara
Sampah/Limbah B3.
Pengelolaan Limbah Padat Medis
Limbah B3 Medis Padat adalah barang atau bahan sisa hasil kegiatan yang tidak digunakan
kembali yang berpotensi terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan
pasien dan/atau petugas di Fasyankes yang menangani pasien Covid-19, meliputi: masker
bekas, sarung tangan bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan,
kertas bekas makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas, Alat Pelindung Diri
bekas, sisa makanan pasien dan lain-lain, berasal dari kegiatan pelayanan di UGD, ruang
isolasi, ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan lainnya.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

• Limbah B3 medis dimasukkan ke dalam wadah/bin yang dilapisi kantong plastik


warna kuning yang bersimbol “biohazard”
• Hanya limbah B3 medis berbentuk padat yang dapat dimasukkan ke dalam kantong
plastik limbah B3 medis
• Bila di dalamnya terdapat cairan, maka cairan harus dibuang ke tempat
penampungan air limbah yang disediakan atau lubang di wastafel atau WC yang
mengalirkan ke dalam IPAL (instalasi pengolahan Air Limbah)
• Setelah ¾ penuh atau paling lama 12 jam, sampah/limbah B3 dikemas dan diikat
rapat.

• Limbah Padat B3 Medis yang telah diikat setiap 24 jam harus diangkut, dicatat dan
disimpan pada TPS Limbah B3 atau tempat yang khusus

Pengelolaan Biohazard
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaah sampah biohazard adalah sebagai
berikut:
• Petugas wajib menggunakan APD lengkap

• Pengumpulan limbah B3 medis padat ke TPS Limbah B3 dilakukan dengan


menggunakan alat transportasi khusus limbah infeksius dan petugas menggunakan
APD.
• Berikan simbol Infeksius dan label, serta keterangan “Limbah Sangat Infeksius.
Infeksius Khusus”
• Limbah B3 Medis yang telah diikat setiap 12 jam di dalam wadah/bin harus diangkut
dan disimpan pada TPS Limbah B3 atau tempat yang khusus
• Pada TPS Limbah B3 kemasan sampah/limbah B3 COVID-19 dilakukan disinfeksi
dengan menyemprotkan disinfektan (sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan)
pada plastik sampah yang telah terikaat
• Setelah selesai digunakan, wadah/bin didesinfeksi dengan desinfektan seperti klorin
0,5%, lysol, karbol, dan lain-lain
• Limbah B3 Medis padat yang telah diikat, dilakukan desinfeksi menggunakan
desinfektan berbasis klorin konsentrasi 0,5% bila akan diangkut pengolah limbah.

Adapun cara pengelolan sampah B3 atau biohazard adalah sebagai berikut:


1. Pengangkutan dilakukan dengan menggunakan alat transportasi khusus limbah dan
petugas menggunakan APD.
2. Petugas pengangkut yang telah selesai bekerja melepas APD dan segera mandi
dengan menggunakan sabun antiseptik dan air mengalir.
3. Dalam hal tidak dapat langsung dilakukan pengolahan, maka limbah dapat
disimpan dengan menggunakan freezer/cold-storage yang dapat diatur suhunya di
bawah 0 O C di dalam TPS
4. Melakukan desinfeksi dengan desinfektan klorin 0,5% pada TPS Limbah B3 secara
menyeluruh, sekurang-kurangnya sekali dalam sehari
5. Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan pengolahan/autoklaf/gelombang
mikro. Dalam kondisi darurat, penggunaan peralatan tersebut dikecualikan untuk
memilki izin
6. Pengolahan Limbah B3 menggunakan jasa perusahaan pengolahan yang berizin
dengan melakukan perjanjian kerjasama pengolahan dan pemusnahan :
• Volume limbah B3 harus tercatat dalam logbook setiap hari

• Memilki manifest limbah B3 yang telah diolah,

• Melaporkan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait


jumlah limbah B3 medis yang dikelola melalui Dinas Lingkungan Hidup Setiap
3 bulan sekali.

11. Manajemen Sarana Prasarana RSGMP


RSGM sebagai tempat pelayanan kesehatan di bidang gigi dan mulut memiliki kewajiban
menyiapkan segala sarana dan prasarana yang memadai agar aman bagi seluruh tenaga
perofesional di RSGM dan aman bagi pasien terkait dengan penularan dan infeksi silang
(cross infection).
Adapun RSGM diharuskan menyediakan sarana dan prasaran sebagai berikut :
(lihat Tabel 7: Kelengkapan Sarana Prasarana RSGM)
Tabel 7: Kelengkapan Sarana Prasarana RSGM
Sarana dan
Ruangan Tindakan / Persiapan Keterangan
Prasarana
Wadah cuci tangan 1. Sediakan poster atau Penerapan higiene dan sanitasi
pasien (di luar ruang banner mengenai etika lingkungan kerja :
tunggu). batuk dan hand hygiene
Pastikan sabun dan serta anjuran
tissue dalam kondisi menggunakan masker
tersedia (diletakkan di tempat yang
mudah terlihat)
Hand sanitizer (di 2. Letakkan hand 1. Selalu memastikan seluruh area
dalam ruang tunggu) sanitizer di tempat yang kerja bersih dan higienis dengan
mudah dijangkau melakukan
pembersihan secara berkala
menggunakan pembersih dan
desinfektan yang sesuai
(setiap 4 jam sekali). Terutama
handle pintu dan tangga, tombol lift,
peralatan kantor yang digunakan
bersama, area dan fasilitas umum
lainya.
Tempat sampah 3. Pasang sekat akrilik 2. Menjaga kualitas udara tempat
infeksius dan non yang kerja dengan mengoptimalkan
infeksius (buka tutup membatasi petugas pada sirkulasi udara dan sinar matahari
dengan kaki) daerah penerimaan masuk ruangan kerja, pembersihan
dengan filter AC.
pasien yang datang (dapat
juga dengan menggunakan
Ventilasi udara yang face shield) 3. Melakukan rekayasa
maximal 4. Atur jarak antar engineering pencegahan penularan
bangku kira-kira 1.5-2 seperti pemasangan
meter pembatas atau tabir kaca
Wadah tempat 5. Hilangkan semua 4. Melakukan pengukuran suhu tubuh
Ruang sampah yang tertutut majalah, koran atau (skrining)
tunggu rapat (buka tutup mainan yang dapat
dengan kaki) disentuh pasien berulang
kali tanpa dilakukannya
disinfeksi permukaan.
Disarankan à Mesin 6. Minimalkan jumlah 5. Terapkan physical distancing / jaga
penyaring bakteri (air antrian di ruang tunggu jarak
purifier) dengan cara system
antrian atau dengan
menunggu di kendaraan
masing2.
Sebagai alternatif dapat 6. Batasi penggunaan lift, tangga,
dengan menggunakan dan tempat duduk
exhaust yang
memperhitungkan
kekuatan sedot
dengan
memperhitungkan
Air
Change per Hour/ACH 7. Petugas kesehatan/petugas
(12) dikalikan K3/bagian kepegawaian melakukan
dengan volume pemantauan kesehatan pekerja secara
ruangan. Tempat proaktif
pengantar
8. Selalu menerapkan Germas
penunggu (anak dan
melalui Pola
geriatric)
Hidup Bersih dan Sehat saat di
rumah, dalam perjalanan ke dan dari
tempat kerja
dan selama di tempat kerja

Sarana dan
Ruangan Tindakan / Persiapan Keterangan
Prasarana
• Dedicated room 1. Sediakan poster
atau banner mengenai
etika batuk dan hand
hygiene serta anjuran
Ruang isolasi menggunakan masker
untuk pasien • Dilengkapi UVGI (diletakkan di tempat
yang yang mudah terlihat)
terduga • Tempat sampah
2. Letakkan hand
COVID infeksius dan
sanitizer di tempat yang
noninfeksius (buka
mudah dijangkau
tutup dengan kaki)
Saat perjalanan ke/dari
tempat RS :
• Petugas 1. Sediakan poster atau 1. Pastikan anda dalam
pendaftaran banner mengenai kondisi sehat, jika ada
menggunakan APD etika batuk dan hand keluhan batuk, pilek, demam
level 1 dengan face hygiene serta anjuran agar tetap tinggal di rumah.
shield menggunakan masker 2. Gunakan masker
• Tempat Sampah (diletakkan di tempat 3. Upayakan tidak
tertutup (buka yang mudah terlihat) menggunakan
tutup dengan transportasi umum
2. Letakkan hand
kaki)
sanitizer di tempat
• Penyediaan
yang mudah
Hand sanitizer Saat tiba di Rumah :
dijangkau.
• Disarankan à 1. Saat tiba, segera mencuci
3. Pasang sekat akrilik
Mesin penyaring tangan dengan sabun dan air
yang membatasi
bakteri (air mengalir.
petugas pada daerah
Ruang purifier) Gunakan siku untuk
penerimaan dengan
Pendaftaran • Sebagai membuka pintu dan menekan
pasien yang datang
alternatif dapat tombol lift.
(dapat juga dengan
dengan 3. Tidak berkerumun dan
menggunakan face
menggunakan menjaga jarak di lift dengan
shield)
exhaust yang posisi saling membelakangi.
4. Atur jarak antar
memperhitungkan 4. Bersihkan meja/area
bangku kira- kita 1-2
kekuatan sedot kerja dengan desinfektan.
meter.
dengan
memperhitungkan 5. Minimalkan jumlah 5. Upayakan tidak sering
Air Change per antrian di ruang menyentuh fasilitas/peralatan
Hour/ACH (12) tunggu dengan cara yang dipakai bersama di area
dikalikan dengan system antrian atau kerja, gunakan handsanitizer.
volume ruangan dengan menunggu di 6. Tetap menjaga jarak
• Disarankan kendaraan dengan rekan kerja minimal 1
menggunakan masing2 meter.
pembayaran secara 7. Usahakan aliran udara
non tunai dan sinar matahari masuk ke
ruang kerja.
8. Biasakan tidak
berjabat tangan.

Ruangan Sarana dan Prasarana Tindakan / Persiapan Keterangan

Petugas Farmasi 1. Letakkan hand


menggunakan APD level 1 sanitizer di tempat yang Selama di tempat kerja:
dengan Face Shield mudah dijangkau
1. Saat tiba, segera
2. Pasang penghalang mencuci tangan dengan
seperti plastik yang sabun dan air mengalir.
membatasi petugas
pada daerah
Tempat sampah medis dan penerimaan dengan 2. Gunakan siku untuk
non medis yang tertutup pasien yang datang (dapat membuka pintu dan
(buka tutup juga menekan tombol lift.
dengan kaki) dengan menggunakan face 3. Tidak berkerumun
shield) dan menjaga jarak di lift
dengan posisi saling
3. Atur jarak antar
membelakangi
bangku kira-kira 1.5-2
4. Bersihkan
meter
meja/area kerja dengan
4. Minimalkan jumlah
Hand sanitizer desinfektan.
antrian di ruang
• Disarankan à Mesin 5. Upayakan tidak
tunggu dengan cara
penyaring bakteri (air sering menyentuh
sisem antrian atau
purifier) alternative dengan fasilitas/peralatan yang
dengan menunggu di
menggunakan exhaust yang dipakai Bersama di area
kendaraan masing-
memperhitungkan Air kerja, gunakan hand
masing
Change perhour (ACH 12). sanitizer.
Diperhitungkan dengan 6.Tetap menjaga jarak
cara mengalikan Volume dengan rekan kerja
Ruang
ruangan dikalikan 12 dan minimal 1 meter
Apotek /
dibagi 60, 7. Usahakan aliran
Farmasi
hasilnya merupakan besaran udara dari sinar matahari
kapasitas hisapan exhaust masuk ruang kerja
fan. 8. Biasakan tidak
berjabat tangan
• Tempat sampah medis
9. Masker tetap
dan non medis (buka
digunakan
tutup dengan
kaki)

Tempat sampah tertutup


(buka tutup dengan kaki)
Hand sanitizer
Disarankan à Mesin
penyaring bakteri (air
purifier) alternative dengan
menggunakan exhaust yang
memperhitungkan ACH .
(12) dikalikan dengan
volume ruangan.

Sarana dan Tindakan /


Ruangan Keterangan
Prasarana Persiapan
Petugas Medrek
menggunakan APD Saat tiba di rumah :
level 1 dengan face
1. Jangan bersentuhan dengan
shield
anggota keluarga sebelum
Tempat sampah
membersihkan diri (mandi dan
tertutup (buka tutup
Ruang mengganti pakaian kerja)
dengan kaki)
Medrek
Hand sanitizer 2. Cuci pakaian dan masker
dengan deterjen.
Masker sekali pakai, sebelum dibuang
Disarankan à Mesin robek dan basahi dengan desinfektan
penyaring bakteri agar tidak
(air mencemari petugas pengelola sampah.
purifier) alternative
dengan
menggunakan exhaust
3. Jika dirasa perlu bersihkan
yang
handphone, kacamata, tas dengan
memperhitungkan
desinfektan
ACH
(12) dikalikan
dengan volume 4. Tingkatkan daya tahan tubuh
ruangan. dengan konsumsi gizi seimbang,
Petugas nakes aktifitas fisik
menggunakan APD
level 2*
Tempat sampah minimal 30 menit perhari, istirahat
infeksius dan nin cukup
infeksius tertutup (tidur minimal 7 jam), berjemur di pagi
(buka tutup dengan hari
kaki) 5. Lebih berhati-hati apabila
Hand sanitizer memiliki penyakit degeneratif seperti
Disarankan à Mesin diabetes,
Ruang penyaring bakteri hipertensi, gangguan paru dan
asesmen (air gangguan ginjal atau kondisi

keperawatan purifier) alternative immunocompromised/penyakit


dengan autoimun dan kehamilan. Upayakan
menggunakan exhaust penyakit degeneratif selalu dalam
yang kondisi terkontrol.
memperhitungkan
ACH
(12) dikalikan
dengan volume
ruangan.
Wastafel dengan
sabun dan paper
towel

Ruangan Sarana dan Prasarana Tindakan / Persiapan Keterangan

Dedicated • Lemari tempat penyimpanan


room untuk APD
donning • Meja tempat APD dan Hand
(sebelum sanitizer
ruangan
• Poster cara donning yang tepat
rawat
• Tempat sampah infeksius dan
jalan dengan
non infeksius (buka tutup
aerosol)
dengan kaki)
• Loker barang
Petugas menggunakan APD 1. Perawatan gigi terutama
tingkat 3* (hair cap, masker tindakan yang menimbulkan aerosol
bedah N95 atau setara FFP2 (aerosol generating procedure / AGP)
(minimal), baju kerja tertutut dilakukan pada ruangan dengan
seluruh badan (cover all suit), system tekanan negatif.
sarung tangan sekali 2. Tekananan negative tersebut,
pakai,kacamata, face shield, hair jumlah udara yang dikeluarkan harus
cap, boot) melebihi udara yang masuk. Udara
akan masuk melalui
koridor dan gang ke dalam ruangan
(tekanan negative). Hal ini untuk
mencegah
kontaminasi dan penyebaran dari
virus.
Center for Disease Control and
Prevention
USA menyatakan agar terdapat
perbedaan tekanan sebesar 0.01 inch
water gauge antara udara masuk dan
keluar.
3. Ruang dental unit merupakan
unit individual untuk 1 pasien. Bila
dental unit dalam posisi komunal agar
dibuatkan kubikel dengan penyekat
tertutup.
Ruang 4. Pintu agar menggunakan pintu
rawat jalan tipe self closing door (disarankan)
(tindakan Minimalkan buka tutup pintu,
Sabun (deterjen) dan obat kumur 5.
yang bersifat
yang mengandung, H O 1 % dan sedapat mungkin pintu selalu dalam
2 2
aerosol kondisi tertutup
Pov. iodine 0,2%
generating
6. Minimalkan jumlah personil di
procedure)
dalam ruangan.
Fasilitas cuci tangan 7. Persiapkan ruangan khusus untuk
donning dan doffing APD yang
merupakan ruangan terpisah dari
ruangan AGP.
Peletakan ruang donning dan doffing
harus memperhatikan arah Zonasi.

Hand sanitizer 8. Ruang donning tidak boleh dimasuki


oleh personil yang telah menggunakan
APD terkontaminasi pasca tindakan
AGP
Tempat dekontaminasi alat

9. Pada ruang doffing, area bersih dan


area kontaminasi harus dipisahkan
Pelindung dental unit (plastic dengan jelas
wrap) dan alat alat medis
Tempat sampah infeksius, non
infeksius, benda tajam di tempat
strategis

Gambar 18: Ruang rawat jalan kubikal tertutup bertekanan negative untuk tindakan
yang bersifat aerosol generating procedure (AGPs)
Ruangan Sarana dan Prasarana Tindakan / Persiapan Keterangan

Wadah penanmpungan APD


yang disposable
Wadah tempat
penampungan

Dedicated APD yang reusable

room untuk Hand sanitizer dan


doffing desinfektan lain
APD Poster cara doffing yang
tepat
Tempat sampah infeksius
dan non infeksius (buka
tutup dengan kaki)
Loker barang

Ruangan Sarana dan Prasarana Tindakan / Persiapan Keterangan

APD tingkat 2 (Goggle, hair cap,


surgical mask, gown, sarung tangan)
Sabun (deterjen) dan obat kumur
Ruang
yang mengandung, H2O2 1 % dan
rawat jalan
Pov. iodine 0,2%
untuk
Fasilitas cuci tangan
tindakan
Hand sanitizer
tanpa
Tempat dekontaminasi alat
aerosol (Non
Aerosol Pelindung dental unit dan alat alat
medis
Generating
Procedure, infeksius (buka tutup dengan kaki)

sesuai Disarankan à Mesin penyaring


klasifikasi bakteri (air purifier) alternative
tindakan dengan menggunakan exhaust yang
risiko memperhitungkan ACH (12)
1 dan 2) dikalikan dengan volume ruangan.
Petugas menggunakan APD tingkat 1. Sediakan poster
3* (hair cap, masker bedah N95 atau banner mengenai
atau setara FFP2 (minimal), baju etika batuk dan hand
kerja tertutut seluruh badan (cover hygiene serta anjuran
all suit), sarung tangan sekali menggunakan masker
pakai,kacamata, face shield, hair (diletakkan di tempat
cap, boot) yang mudah terlihat)
Tempat dekontaminasi alat 2. Letakkan hand
sanitizer
Pelindung dental unit dan alat alat di tempat yang mudah
medis dijangkau
IGD 3. Pasang sekat

Wastafel / wadah cuci tangan akrilik yang membatasi


(pastikan tissue dan sabun petugas pada daerah
senantiasa tersedia) penerimaan dengan
pasien yang datang (dapat
Handsinitizer
juga dengan
menggunakan face
shield)
4. Minimalkan
jumlah antrian di ruang
tunggu dengan cara
system antrian atau
dengan menunggu di
kendaraan masing2.

Disarankan à Mesin penyaring


bakteri (air purifier) alternative
dengan
menggunakan exhaust yang

memperhitungkan ACH dikalikan


(12) dengan volume
ruangan.
Tempat sampah infeksius dan non
infeksius (buka tutup dengan kaki)
Ruangan Sarana dan Prasarana Tindakan / Persiapan Keterangan

APD tingkat 3* ( masker Ruang OK dipersiapkan


bedah dengan konsep Laminar
N95 atau yang sejenis, baju Air Flow
kerja tertutut seluruh (bertekanan positif) dan dengan
badan, sarung ruang ante bertekanan
tangan sekali pakai, negatif
kacamata, face shield, hair
cap, boot)
Ruang ante yang bertekanan
negatif
Aerosol box untuk
OK anestesiologis
Suction volume tinggi
Wadah cuci tangan dengan
sabun an paper towel
handsinitizer,
Sistem ventilasi udara
berfilter
Mesin penyaring bakteri
Pelindung dental unit dan
alat alat medis
Peralatan medis sekali pakai
Tempat dekontaminasi
alat/spoel hoek
Tempat sampah infeksius
dan non infeksius (buka
tutup dengan
kaki) dan limbah tajam
(jarum,
blade, dll)
Gambar 19: Ruang OK dengan konsep Laminar Air Flow (bertekanan positif)

Gambar 20: Ruang ante bertekanan negative

Tindakan /
Ruangan Sarana dan Prasarana Keterangan
Persiapan
APD Tingkat II* ( pelindung mata dan
wajah, masker, sarung tangan sekali
pakai, penutup kepala, apron,sepatu
boot)
Wadah cuci tangan dengan sabun dan

Ruang rawat paper towel


inap handsinitizer
Disarankan à Mesin penyaring bakteri
(air purifier) alternative dengan
menggunakan exhaust yang
memperhitungkan ACH (12) dikalikan
dengan volume ruangan.
Tempat sampah infeksiu dan non
infeksius (buka tutup dengan kaki)
APD Tingkat II* (pelindung mata,
penutup kepala, masker bedah, sarung
tangan sekali pakai, jubah)
Mesin sterilisasi
Wadah cuci tangan
Sabun, handsinitizer, detergen
CSSD Tempat sampah infeksius dan non
infeksius
Disarankan à Mesin penyaring bakteri
(air purifier) alternative dengan
menggunakan exhaust yang
memperhitungkan ACH (12) dikalikan
dengan volume ruangan.
Cairan desinfeksi
APD Tingkat II* (pelindung mata,
penutup kepala, masker bedah, sarung
tangan sekali pakai, jubah
Mesin cuci pakaian
Wadah tempat pakaian kotor dan bersih

Tempat sampah infeksius dan non


infeksius
Laundry/
Disarankan à Mesin penyaring bakteri
Linen
(air purifier) alternative dengan
menggunakan exhaust yang
memperhitungkan ACH (12) dikalikan
dengan volume ruangan.
Jika kerjasama dengan pihak ketiga agar
menyediakan ruangan khusus dan
wadah khusus yang kedap sebelum
diserahkan ke vendor pihak ketiga

Tindakan /
Ruangan Sarana dan Prasarana Keterangan
Persiapan
Ruangan limbah COVID (biohazard)
TPS B3
sama dengan limbah medis/B3 lainnya.
Wadah cuci tangan / wastafel,
dilengkapi juga dengan hand sanitizer

Kamar mandi Shower


Handsinitizer
Ventilasi udara / exhaust

Wadah tempat sampah


APD Tingkat II (pelindung mata,
penutup kepala, masker bedah, sarung
tangan sekali pakai, jubah)
Wadah cuci tangan dengan sabun dan
paper towel
Laboratorium Handsanitizer
patologi Disarankan à Mesin penyaring bakteri
klinik / (air purifier) alternative dengan
anatomi menggunakan exhaust yang
memperhitungkan ACH (12) dikalikan
dengan volume ruangan.
Tempat sampah infeksius dan non
infeksius (buka tutup dengan kaki) dan
limbah tajam (jarum suntik, dll)
Kamar mandi
Jika lab melakukan pemeriksaan swab
nasofaring (PCR) à kualifikasi lab BSL-
3
APD Tingkat II (pelindung mata,
penutup kepala, masker bedah, sarung
tangan sekali pakai, jubah)
APD tingkat I dapat dipergunakan jika
Rumah sakit telah memberlakukan
kebijakan seluruh model/cetakan telah
dilakukan desinfeksi terlebih dahulu
Laboratorium Wadah cuci tangan dengan sabun dan
dental paper towel
Handsanitizer
Disarankan à Mesin penyaring bakteri
(air purifier) alternative dengan
menggunakan exhaust yang
memperhitungkan ACH (12) dikalikan
dengan volume ruangan.
Tempat sampah infeksius dan non
infeksius (buka tutup dengan kaki) dan
limbah tajam (jarum suntik, dll)
BAB III

ANALISIS SITUASI DAN PEMBAHASAN

1. Kajian Organisasi
A. Profil RSGM
Berdirinya RSGM PSPDG FK Unsrat tidak terlepas dari Program Studi
Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang
berdiri berdasarkan SK Dirjen Pendidikan Tinggi N0.406/D/T/2005. Seiring dengan
kebutuhan jenjang pendidikan profesi maka kebutuhan Rumah Sakit Gigi danMulut
sebagai sarana menempuh pendidikan jenjang profesi tidak dapat ditunda lagi
sehingga diresmikan Klinik Gigi dan Mulut FK UNSRAT pada 23 September Tahun
2010 sebagai tempat pendidikan jenjang profesi mahasiswa program studi
kedokteran gigi FK Unsrat.
RSGM PSPDG FK Unsrat merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayan kesehatan gigi dan mulut. Rumah Sakit ini sekaligus
merupakan sarana pendidikan dan penelitian kesehatan gigi dan mulut. RSGM
PSPDG FK Unsrat berlokasi di pusat kota, merupakan tempat yang strategis untuk
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat sekitar, dan dapat
menjadi pusat rujukan dalam penanganan penyakit-penyakit dalam bidang
kedokteran gigi dan mukut. RSGMP PSPDG FK Unsrat memiliki 4 lantai. Lantai
dasar digunakan untuk pelayanan umum meliputi pendaftaran pasien, InstalasiGawat
Darurat (IGD), ruang rekam medik, ruangan strerilisasi, ruang operasi, dan ruangan-
ruangan fungsional. Lantai 1 dan 2 digunakan untuk pelayanan tindakan medis,
ruang perawat di tiap lantai dan ruang makan. Lantai 3 digunakan sebagai aula, ruang
pertemuan, ruang administrasi mushola dan ruang direksi.
Pada tahun 2013 diterbitkan surat ijin penyelenggaraan sementara berdasarkan
surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Nomor 188.4/SK-
Dinkes/2083/V/2013 dan 188.4/SK- Dinkes/909/III/2014. Pada tahun 2014 telah
dilakukan visitasi Tim Kemenkes untuk Penetapan Kelas Rumah Sakit. Saat ini
status RSGM pendidikan sedang melakukan pembenahan untuk memperoleh ijin
operasional tetap.
B. Visi & Misi

Visi : Menjadi rumah sakit gigi dan mulut pendidikan dengan


pelayanan prima

Misi :

a. . Menyelenggarakan pelayanan kedokteran gigi yang berkualitas dan


profesional.

b. Menghasilkan tenaga kedokteran gigi yang kompeten, profesional,


berkualitas, berbudaya, dan berdaya saing
c. Berperan aktif dalam mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang
kedokteran gigi

C. Struktur Organisasi RSGM PSPDG FK UNSRAT


Struktur Organisasi RSGM PSPDG FK Unsrat dapat dilihat pada gambar

Gambar 2. Struktur Organisasi di RSGM PSPDG FK Unsrat


D. Ketenagaan RSGM-P PSPDG FK UNSRAT

Jenis Tenaga Berdasarkan


No. Nama Lengkap Tenaga
SUB PELAYANAN
Dokter Gigi Spesialis
1. Pritartha Sukatrini Anindita, drg, Sp Orto Orthodontik
Dokter Gigi Spesialis
2. Paulina N Gunawan, drg, M.Kes, SpKGA
Pedodontik
Dokter Gigi Spesialis
3. Dinar Wicaksono, drg, Sp.KG Konservasi
Dokter Gigi Spesialis
4. Yuliana, drg, Sp.PM
Penyakit Mulut

1. Aurelia Supit, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum


2. Crista Gretasya Sekeon, drg Dokter Gigi Umum
3. Gabriella Rey, drg, Dokter Gigi Umum
4. Ellen Tumewu, drg Dokter Gigi Umum
5. Randy Tjiptabudi, drg Dokter Gigi Umum
6. Jean Tairas, drg Dokter Gigi Umum
7. Sophie Mulalinda, drg Dokter Gigi Umum
8. Grace Tawas, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum
9. Ica Fadila Dilapanga, drg Dokter Gigi Umum
10. Irene Rompas, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum
11. Chelsea Siwi, drg Dokter Gigi Umum
12. Rinda Sulistyanti, drg Dokter Gigi Umum
13. Johanna Khoman, drg, Msi Dokter Gigi Umum
14. Krista Veronika Siagian, drg, MARS Dokter Gigi Umum
15. Kustina Zuliari, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum
16. Juliatri, drg Dokter Gigi Umum
17. Gregorius Ryan Tunggal, drg Dokter Gigi Umum
18. Maudy Komansilan, drg Dokter Gigi Umum
PEMBAHASAN

Berdasarkan PERMENKES No 93 Tahun 2015 Pasal 18 ayat (2).


Menyatakan bahwa rumah sakit harus memiliki izin oprasional yang masih
berlaku dan memiliki dokumen bekerja sama dengan institusi pendidikan.
Surat izin Rumah Sakit Gigi dan Mulut Unsrat,pada tahun 2013 diterbitkan
surat ijin penyelenggaraan sementara berdasarkan surat Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Nomor 188.4/SK-Dinkes/2083/V/2013dan
188.4/SK- Dinkes/909/III/2014. Pada tahun 2014 telah dilakukan visitasi Tim
Kemenkes untuk Penetapan Kelas Rumah Sakit dan pada saat ini sedang
melakukan pembenahan untuk memeproleh ijin operasional tetap.
Berdasarkan Keputusan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado Nomor 179/ UN12.1/PP/2016 struktur organisai yang ada
di RSGM-P UNSRAT, terdapat tiga jabatan utama yang dibawahi oleh
Direktur Rumah Sakit yaitu komite medik, komite keperawatan, dan staf
pegawai. Hal ini tentunya berpengaruh pada pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab dari masing-masing jabatan. Struktur organisasi yang belum lengkap
juga dapat menghambat kinerja dan pengambilan kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut itu sendiri.
Struktur organisasi RS yang terorganisir dengan baik juga dapat
mempermudah jalannya komunikasi dari setiap penanggung jawab dengan
direktur Rumah Sakit sehingga dapat memaksimalkan manajemen yang ada di
Rumah Sakit tersebut. Berdasarkan hasil observasi mengenai struktur
organisasi RSGM PSPDG FK Unsrat (lihat gambar 2) saat ini didapati masih
banyak kekurangan seperti tidak adanya Ketua Komite Medik, SPI dan
Komkordi. Kelengkapan anggota dalam struktur organisasi RSGM PSPDG FK
Unsrat sangat penting agar pengkoordiniran dalam bertugas dalam terlaksana
dengan baik sehingga program- program yang direncanakan dapat terlaksana
dengan baik.
Dalam segi ketenagaan, RSGM PSPDG FK Unsrat masih memiliki
kekurangan, diantaranya untuk Dokter gigi spesialis bedah mulut, Dokter gigi
spesialis penyakit mulut, Dokter gigi spesialis periodonsia, yang belum
dimiliki RSGM PSPDG FK Unsrat. Tenaga dokter spesialis lainnya seperti
dokter spesialis anestesi, dokter spesialis anak, doker spesialis penyakit dalam
yang juga tidak dimiliki RSGM PSPDG FK Unsrat. Kelengkapan ketenagaan
di RSGM PSPDG FK Unsrat sangat penting untuk menunjang lancarnya alur
pelayanan di RSGM PSPDG FK Unsrat.
Pada sistem pendaftaran online hanya boleh didaftarkan oleh operator
satu hari sebelum perawatan, dimulai dari jam 08.30 pagi sampai jam 11.00
siang dan melakukan pembayarandi loket pada jam 13.30 siang dan pada esok
harinya operator harus melapor pada perawat apabila operator jadi kerja atau
batal mengerjakan perawatan pada pasien. Jika hal tersebut tidak dilakukan
maka pendaftaran pasien dianggap batal dan operator tidak bias mengerjakan
perawatan kepada pasien. Kelebihan dari pendaftaran online ini pasien tidak
perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan perawatan, karena pasien
datang pada saat akan dirawat dan instruktur telah datang. Kekurangan pada
pendaftaran online tergantung kecepatan jaringan operator dan jumlah kuota.
Kedua sistem pendaftaran ini juga dapat dibatalkan pada hari perawatan
apabila instruktur berhalangan hadir dan uang pendaftarannya dikembalikan
dan diambil di bagian loket. Kedua sistem pendaftaran ini memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing sehingga masih memerlukan pembaharuan
agar menjadi lebih maksimal dalam penerapannya di RSGMP FK Unsrat.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Secara keselurahan sistem menejemen ortal di RSGM PSPDG FK Unsrat


sudah baik, namun ada beberapa kekurangan dimana beberapa ketenagaan masih
belum menjalani tugas dan tanggung jawab sesuai dengan job desc masing-
masing.

SARAN

1. RSGM PSPDG FK Unsrat harus memiliki struktur organisasi yang lengkap.


Agar pengkoordiniran untuk program-program yang akan dilaksanakan dapat
berjalan dengan baik dan program-program tersebut dapat terlaksana
2. RSGM UNSRAT harus meningkatkan sarana, prasaranan dan SDM minimal
sesuai dengan standar minimum RSGM untuk memaksimalkan pelayanan yang
ada di RSGM PSPDG FK Unsrat
3. Seluruh instansi rumah sakit harus lebih meningkatkan profesionalisme
kinerja dalam melakukan pelayanan di RSGM.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

KAJIAN SISTEM INFORMASI MANAJEMEN DI RSGM

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya Cecilia Kinontoa (181014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)
Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
A. Sistem Informasi Manajemen
Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam sebuah organisasi yang mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial dan kegiatan
strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan yang
dibutuhkan. (Jogiyanto,2005)
Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIM RS) adalah suatu rangkaian kegiatan yang
mencakup semua pelayanan kesehatan (rumah sakit) disemua tingkatan administrasi yang dapat
memberikan informasi kepada pengelolah untuk proses manajemen (berhubungan dengan
pengumpulan data, pengolahan data, penyajian informasi dan analisa) pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
Peran sistem informasi didalam kegiatan manajemen rumah sakit sangatlah membantu dan
mempunyai peran yang sangat efektif dalam proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Dengan sistem informasi, seorang pemimpin rumah sakit dapat mengambil suatu kebijakan secara
cepat, tepat dan akurat berdasarkan informasi yang didapat dari pelayanan kesehatan di rumah
sakit yang dipimpinnya.
Pengembangan sistem sangat diperlukan karena sistem memerlukan perawatan dan
pembenahan di setiap waktu (System Development) Pengembangan sistem dapat berarti
menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada.
Sistem perlu selalu dievaluasi dan diperbaiki karena dapat terjadi beberapa permasalahan: Adanya
permasalahan yang timbul dalam operasional system (kecurangan, kesalahan yang tidak disengaja,
tidak efisiennya operasi, tidak ditaatinya kebijakan dari manajemen yang telah ditetapkan)
Pertumbuhan organisasi yang mengakibatkan harus disusunnya sistem yang baru (cth:kebutuhan
sistem informasi yang semakin luas, volume pengolahan data yang semakin meningkat) Teknologi
informasi yang berkembang dengan cepat, berimbas pada perangkat lunak dan perangkat keras
yang begitu cepat berubah.
Tujuan utama dari evaluasi sistem informasi nantinya adalah upgrade, terutama dalam
perbaikan fungsi dan sistem, serta kualitas pemeliharaan. Evaluasi sistem informasi merupakan
prosedur menilai sejauh mana sebuah sistem informasi memenuhi tujuan.
Faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan suatu sistem informasi:
1. berjalannya fungsi-fungsi dalam sistem informasi
2. kualitas data
3. kegunaan Sistem Informasi sesuai harapan
4. kesederhanaan penggunaan Sistem Informasi
5. efisiensi sistem Informasi yang dirasakan pengguna
6. kepuasan penggunaan sistem informasi pada individu dan organisasi. (Platisa, 2009)

Salah satu parameter utama kesuksesan implementasi sistem tata kelola teknologi
informasi adalah adanya perilaku penggunaan teknologi informasi oleh sumber daya manusia yang
terarah dan selaras dengan strategi bisnis.
Banyak sistem informasi gagal diterapkan karena sumber daya manusianya berperilaku tidak
sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi. Misalnya saja tidak menggunakan sistem informasi
sesuai dengan kebutuhan atau bahkan menolak menggunakan sistem informasi dengan berbagai
alasan.

1. Tata Kerja Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut


a. Alur Pendaftaran Pasien
Pendaftaran online

1. Operator yang akan membawa pasien pada besok hari harus mendaftar sesuai formulir
yang disediakan secara online oleh pihak RSGM mulai pukul 08.30 WITA –
11.00 WITA.

2. Pengumuman nama-nama yang berhak mengerjakan pasien akan ditentukan oleh petugas
bagian loket pendaftaran berdasarkan urutan daftar yang tercepat dan sesuai dengan waktu
yang ditentukan. Jumlah pasien maksimal yang diterima masing-masing bagian adalah 4
orang/bagian. Setelah diperiksa oleh petugas, nama-nama bisa dilihat pada link pengumuman.
3. Pasien dan coass akan melakukan screening awal di bagian bersama dok pembimbing
4. Pada besok hari, petugas administrasi akan menyiapkan rekam medik pasien yang akan
melakukan perawatan dan petugas melakukan distribusi ke bagian-bagian yang akan
melakukan perawatan
5. Saat di RSGM pasien sendiri yang akan melakukan pendaftaran kembali di loket
pendaftaran dan menunjukan surat hasil swab antigen yang menunjukan negatif, bagi pasien
yang hanya menerima vaksinasi covid-19 dosis 2. Jika pasien sudah menerima vaksinasi
covid-19 dosis 3/booster sudah tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan swab antigen hanya
menunjukan kartu vaksin dan pasien wajib menunjukan data berupa KTP/KK/SIM/Kartu
pelajar kepada petugas pendaftaran. Kemudian petugas pendaftaran akan menanyakan kepada
pasien bagian yang akan dituju seperti bagian BM, Penyakit Mulut, Prostodonsia, Ortodonsia,
Periodonsia, Konservasi Gigi, IKGA, IKGM, RKG.
6. Untuk pasien baru petugas pendaftaran menginput data pasien dan coass di E-Hospital
khusus pasien baru. Untuk pasien lama petugas pendaftaran menginput data pasien dan coass
di E-Hospital khusus pasien lama.

7. Biaya pendaftaran sebesar Rp. 50.000 pada pasien baru dan pasien lama membayar biaya
pendaftaran sebesar Rp. 30.000.
8. Selesai melakukan pendaftaran pasien baru dan lama menunggu di ruang tunggu pasien
yang disediakan.
9. Pasien baru dan lama akan dipanggil dan diarahkan ke ruang ASKEP untuk melakukan
pemeriksaan umum dan akan dilanjutkan ke bagian yang dituju untuk melakukan tindakan.

b. Pendaftaran On Site (Hari H)

Pendaftaran hari H hanya berlaku pada bagian yang jumlah pasiennya


kurang dari 4 atau pada bagian tertentu yang tidak memiliki pasien pada
hari tersebut.

2. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang tersedia di RSGMP UNSRAT terdiri dari :


1. Instalasi air bersih
2. Instalasi listrik
3. Sarana pengelolahan limbah medis cair dan non medis Gedung terdiri dari 4 lantai yang
terbagi atas :
• Lantai dasar
1. Area parkir
2. Ruang pendaftaran
3. Ruang tunggu pasien
4. Ruang rekam medik
5. Ruang konsultasi dan tindakan bedah mulut dan penyakit mulut
6. Ruang sterilisasi
7. Ruang perawat
8. Ruang VIP
9. Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)
10. Ruang diskusi
11. Ruang obat dan bahan habis pakai
12. Ruang genset
13. Pantry
14. Ruang cor & trimmer
15. Ruang Teknisi
16. Ruang TPS LB3
17. Gudang
18. Toilet

• Lantai 1
1. Ruang konsultasi dan tindakan Periodonsia, Prostodonsia, Ortodonsia, Bedah mulut,
Pedodonsia, Konservasi, IKGM, Penyakit mulut.
2. Ruang perawat
3. Ruang makan
4. Ruang kompresor dan loker
5. Toilet

• Lantai 2
1. Ruang konsultasi dan tindakan Periodonsia, Prostodonsia, Ortodonsia, Bedah mulut,
Pedodonsia, Konservasi, IKGM, Penyakit mulut.
2. Ruang perawat
3. Toilet
• Lantai 3
1. Ruang direktur RSGM
2. Ruang dokter
3. Ruang rapat dan pertemuan
4. Ruang diskusi co-ass
5. Ruang baca & administrasi
6. Mushola
7. Ruang pertemuan co-ass
8. Toilet
4. Daftar Peralatan yang Dimiliki
5. Daftar Pelayanan dan Tarif RSGM-P PSPDG FK UNSRAT
Daftar Pelayanan dan Tarif RSGMP PSPDG FK Unsrat dapat dilihat pada tabel berikut ini

Bagian Perawatan Tarif (Rp) Satuan

Pendaftaran 1. Pendaftaran pasien baru Rp. 50.000.- Per orang

2. Pendaftaran pasien lama Rp. 30.000.- Per orang

Umum 1. Konsultasi dokter Rp. 50.000,-


Per orang

2. Kontrol Rp. 50.000,- Per kunjungan

1. Gingivektomi per Rp. 75.000,- Per kwadran


Beda Minor kwadran

2. Odontektomi Rp. 215.000,- Per regio

3. Operkulektom Rp. 105.000,- Per regio

4. Alveolektomi Rp. 215.000,- Per regio

5. Wring/splinting gigi Rp. 190.000,- Per rahang


dengan erich bar

6. Ekstiasi mukokel/biopsi
eksisi/insisi tumor jinak Rp. 80.000,- Per lesi
jar lunak rongga mulut
dan wajah

7. Enukleasi/marsupialisasi Rp. 195.000,- Per lesi


kista

8. Apikoektomi & prosedur Rp. 185000,- Per gigi


bedah endodontik lainnya
9. Insisi abses spesia wajah
Rp. 80.000,- Perregio
Bedah
Mulut 10. Aspirasi cairan lesi rongga Rp. 80.000,- Per regio
mulut & wajah

1. Pencabutan gigi akar Rp. 70.000,- Per gigi


tunggal

Rp. 70.000,- Per gigi


2. Pencabutan gigi akar jamak

3. Pencabutan dengan
Rp. 70.000,- Per gigi
komplikasi

Penyakit 1. Identivikasi varian normal


Mulut jaringan lunak rongga mulut Rp. 35.000,-

Per pasien

2. Perawatan lesi jaringan Rp. 45.000,- Per pasien


lunak rongga mulut

3. Identivikasi perawatan gigi


Rp. 40.000,- Per pasien
dan mulut pada pasien
sistemik
4. Tindakan swab candida Rp.65.000,- Per pasien

Konservasi

Rp. 100.000,- Per gigi


1. Tumpatan GIC klas V

2. Tumpatan komposit klas I Rp. 150.000,- Per gigi

3. Tumpatan komposit klas II Rp. 190.000,- Per gigi

4. Pulpcapping Rp. 50.000,- Per gigi


5. Tumpatan komposit klas IV
Rp. 235.000,-
Per gigi

6. Tumpatan komposit klas VI Per gigi


Rp. 235.000,-

7. Preparasi saluran akar Rp. 245.000,- Per gigi

8. Tumpatan komposit klas III Rp. 160.000,- Per gigi

Per gigi per


9. Sterilisasi PSA Rp. 245.000,- kunjungan

10. Obturasi PSA akar tunggal


Rp. 265.000,-
Per gigi

11. Obturasi PSA akar jamak Rp. 275.000,- Per gigi

Rp. 150.000,- Per gigi

12. Preparasi pasak

Rp. 230.000,- Per gigi

13. Pencetakan pasak

14. Insersi pasak Rp. 55.000,- Per gigi

15. Try in
Rp. 50.000,- Per gigi

16. Preparasi mahkota pasak Rp. 80.000,- Per gigi


17. Mencetak mahkota pasak Rp. 230.000,- Per gig

18. Insersi mahkota pasak Rp. 70.000,- Per gigi

19. Preparasi inlay & onlay Rp. 50.000,- Per gigi

20. Cetak inlai & onlay Rp. 255.000,- Per gigi

Ortodonsia
1. Pencetkan gigi pasien baru Rp. 70.000,-
Per pasien

2. Pencetakan gigi pasien lama Rp. 90.000,-


Per pasien
3. Perawatan ortodonsi lepasan Rp. 55.000,-
satu rahang (insersi)
Per pasien
4. Perawatan ortodonsi stu rahang Rp. 55.000,-
(ganti plat)
Per pasien
5. Kontrol perawatan orto lepasan Rp.55.000,- Per
kunjungan
IKGA 1. Pengelolaan kesehatan gigi dan Rp. 60.000,-
mulut per kunjungan Per pasien
2. Fissure sealent/preventive Rp.115.000,-
adhesive restoration dengan
bahan GIC Per gigi
3. Fissure sealent/preventive Rp. 140.000,-
adhesive restoration dengan
bahan komposit flowable Per gigi
4. Topikal aplikasi Rp. 45.000,-
Per pasien
5. Tumpatan GIC posterior Rp. 120.000,-
RA/RB gigi sulung Per gigi
6. Pulpcapping gigi sulung Rp. 75.000,-
Per gigi
7. Ekstraksi gigi sulung topikal Rp. 50.000,-
Per gigi
8. Ekstraksi gigi sulung infiltrasi Rp. 55.000,-
Per gigi
9. Perawatan gigi sulung Rp. 250.000,-
pulpektomi (tahap sterilisasi
medikamen CHKM) Per gigi
10. Perawatan gigi sulung non vital Rp. 255.000,-
(tahap sterilisasi
chresopene/cresotin) Per gigi
11. Perawatan gigi sulung non vital Rp. 250.000,-
(tahao obturasi) Per gigi
12. Mencetak SM/SSC Rp. 105.000,-
Per pasien
13. Indikasi space RP. 35.000,-
maintainer/insersi/kontrol/space
maintainer Per pasien
Prostodonsia 1. Pencetakan pasien baru dengan Rp. 50.000,-
bahan alginat Per pasien
2. Perawatan gigi tiruan akrilik Rp. 350.000,-
Per rahang
3. Perawatan gigi tiruan sebagian Rp. 275.000,-
lepasan akrilik Per rahang
4. Perawatan gigi tiruan jembatan Rp. 385.000,-
Per regio
5. Relining Rp. 35.000,-
Per plat
6. Rebasing Rp. 35.000,-
Per plat
Periodonsia 1. Pemberihan karang gigi manual Rp. 60.000,-
per rahang Per rahang
2. Pembersihan karang gigi Rp. 235.000,-
ultrasonic full mouth Per pasien
3. Splinting komposit per gigi Rp. 90.000,-
Per gigi
4. Splinting kawat per gigi Rp. 35.000,-
Per gigi
5. Occlusal adjusment Rp. 40.000,-
Per gigi
6. Kuretase gingiva per kwadran Rp. 130.000,-
Per kwadran
7. Hipersensitif dentin Rp. 90.000,-
Per gigi
Radiologi 1. Rongent periapikal Rp. 45.000,-
Per foto
2. Rongent bitewing Rp. 45.000,-
Per foto
3. Rongent Panoramik Rp. 70.000,-
Per foto
4. Rongent sefalomerti Rp. 70.000,-
Per foto
IKGM 1. Topical aplikasi fluor Rp. 40.000,-
Per pasien
2. Tindakan white spot Rp. 90.000,-
Per pasien
3. Kontrol plak (pengelolaan Rp. 45.000,-
perilaku kesehatan gigi dan
mulut) Per pasien
Bahan 1. GIC GC fuji VII tipe & whitw Rp.10.000,-
Medis 15gr
Tambahan
Per takar
2. GIC restorasi-tipe 2(fuji IX-Gc Rp. 8.000,-
gold label Hs posterior ekstra) Per takar
3. Aquades otsu Rp. 2.000,-
Per botol
4. Caviton GC Rp. 3.000,-
Per pcs
5. Gutta perca no 45-80 Rp. 5.000,-
Per takar
6. Zink fosfat GC Elite 35gr Rp. 10.000,-
minipack Per pcs
7. Malam violet Rp. 85.000,-
Per takar
8. Exaflex light body injection Rp. 15.000,-
type GC (warna merah) Per takar
9. Exaflex putty 1-1 Rp. 15.000,-
Per takar
10. GIC GC Gold label luting & Rp. 5000,-
lining tipe 1 35gr Per takar
11. Alginate aroma Rp. 15.000,-
Per takar
12. Dentin comditioner (GC) 25gr Rp.5.000,-
Per takar
13. GIC GC Gold label tipe IX A2, Rp. 15.000,-
A3 Per pcs
14. Syiringe disposable needle 3cc Rp. 1000,-
onemed Per takar
15. Zitemp Rp. 2.000,-
Per pcs
16. Syiringe disposable needle 1cc Rp. 3.000,-
terumo Per pcs
17. Tip saliva ejector Rp. 1.000,-
Per pcs
18. Syiringe disposable 10cc Rp. 2.000,-
onemed Per pcs
19. Sucion darah disposable Rp. 2.000,-
dochem Per pcs
20. Reso-pac Rp. 15.000,-
Per takar
21. Hesmospons (Technew) Rp. 5.000,-
Per pcs
22. Shellac base plate rahang atas Rp. 55.000,-
Per pcs
23. Peri compound green stick Rp. 30.000,-
Per pcs
24. Exaflex light body regular type Rp. 90.000,-
GC (warna biru) Per pcs
25. Exaflex light body monophase Rp. 125.000,-
clinic package GC (warna
ungu) Per takar
26. Malam merah cvex Rp. 15.000,-
Per lembar
27. Dental bib disposable Rp. 1.000,-
Per lember
28. Handskun disposable ukuran Rp. 5.000,-
L,M,S,XS Per pasang
29. Masker earloop disposble Rp. 3.000,-
sensimask Per lembar
30. Masker headloop disposble Rp. 3.000,-
sensimask Per lembar
31. Pehacain phapros Rp. 7.000,-
Per ampul
32. Syiringe 3cc (terumo) Rp. 3.000,-
Per pcs
33. Heraus kulzer moldabaster Rp. 10.000,-
alabaster plaster, white (gips
putih)-25gr Per takar
34. Heraus kulzer moldano hard Rp. 15.000,-
plaster yellow (gips kuning)-
25gr Per takar
B. Rekam Medik
Rekam Medis Secara umum isi rekam medis di RSGMP Unsrat Manado dikatakan sudah
lengkap sudah di update dari rakam medis sebelumnya. Berdasarkan Permenkes nomor 269 tahun
2008 pengisian rekam medis harus diisi dengan lengkap, untuk pasien rawat jalan pada sarana
pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat identitas pasien, tanggal dan waktu, hasil
anamnesis, hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis, diagnosis, rencana penatalaksanaan,
pengobatan/tindakan, pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien, odontogram dan
persetujuan tindakan bila perlu. Isi rekam medis pasien memiliki berbagai manfaat yang berguna
untuk petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis, kesimpulan mengenai penyakit yang
diderita oleh pasien, menentukan rencana perawatan maupun merupakan catatan segala kegiatan
para pelayan kesehatan atas pasien dari waktu ke waktu, sehingga menjadi sangat berguna untuk
mengingatkan kembali dokter tentang keadaan, hasil pemeriksaan, dan pengobatan yang telah
diberikan bila pasien datang kembali untuk berobat ulang setelah beberapa hari, beberapa bulan,
bahkan setelah beberapa tahun kemudian serta berbagai manfaat dalam berbagai bidang.
Dalam tata cara penyelenggaraan menyatakan kewajiban setiap rekam medis harus dibubuhi
nama, waktu dan tanda tangan dokter / tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
secara langsung memiliki tujuan agar dokter / tenaga kesehatan itulah yang bertanggungjawab
dalam segala isi rekam medis tersebut serta dapat diketahui dokter / tenaga kesehatan yang
merawat pasien tersebut. Dalam Permenkes nomor 269 tahun 2008 menyatakan dalam hal terjadi
kesalahan dalam melakukan pencacatan rekam medis, berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan
atau dihapus dengan cara apapun. Perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya
dapat dilakukan dengan pencoretan dan dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan. Dalam
Permenkes RI nomor 269 tahun 2008 pasal 5 menyatakan setiap dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis, dan harus dibuat segera serta
dilengkapi setelah pasien menerima pelayanan. Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi dalam melakukan praktek untuk mencapai gelar profesi
dokter gigi, tetapi dokter gigi yang membimbing mahasiswa co-ass yang bertanggung jawab dalam
rekam medis tersebut. Rekam medis di RSGMP Unsrat dilaksanakan melalui pencatatan dan
pendokumentasian hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien. Fasilitas yang dimaksud adalah tempat dan peralatan yang membantu
petugas dalam mengerjakan tugasnya dalam fasilitas yang disediakan dalam penyelenggaraan
rekam medis di RSGMP sudah memadai sudah memiliki ruangan penyimpanan rekam medis
sendiri. Dalam Permenkes nomor 269 tahun 2008 pasal 7 menyatakan sarana pelayanan kesehatan
wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis, isi
rekam medis adalah milik pasien yang wajib dijaga kerahasiaanya.Untuk melindungi kerahasiaan
tersebut dibuat ketentuan-ketentuan salah satunya adalah hanya petugas rekam medis yang
diizinkan masuk ruang penyimpanan berkas rekam medis.
Rekam medis di RSGMP Unsrat Manado belum pernah diminta oleh pasien. Isi rekam medis
dapat diminta oleh pasien karena merupakan milik pasien. Isi rekam medis yang diberikan dalam
bentuk ringkasan rekam medis sehingga ringkasan rekam medis dapat diberikan, dicatat, atau
dicopy oleh pasien atau orang yang diberi kuasa atau atas persetujuan tertulis pasien atau keluarga
pasien yang berhak untuk itu.Untuk rekam medis yang dipinjam oleh dokter/tenaga kesehatan
untuk keperluan pendidikan dan penelitian yang menyebutkan identitas pasien, harus mendapat
persetujuan secara tertulis dari pasien, tapi bila diperlukan untuk kepentingan negara tidak
diperlukan persetujuan dari pasien. Namun di RSGMP Unsrat belum ada rekam medis yang
digunakan untuk keperluan pendidikan dan penelitian yang menyebutkan identitas pasien.
Petugas rekam medis yang ada di RSGMP Unsrat belum memiliki kompetensi dalam
pelaksanaan tugasnya dikarenakan petugas rekam medis belum pernah mengikuti pembinaan dan
pelatihan mengenai rekam medis, sebagian besar petugas rekam medis yang ada di sana memiliki
profesi sebagai perawat gigi dimana mereka hanya melakukan tugas mereka berdasarkan
pengetahuan mereka tentang rekam medis yang mereka dapatkan pada saat kuliah.

Apakah manajemen informasi di RSGM sudah berfungsi dengan baik.


Standar MIRM 8 Rumah sakit menyelenggarakan pengelolaan rekam medis terkait asuhan pasien
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Elemen Penilaian MIRM 8 :
1. Terdapat unit kerja yang mengelola rekam medis yang memiliki regulasi dan program
untuk mengelola rekam medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. (R)
2. Organisasi pengelolah rekam medis dipimpin tenaga rekam medis yang memiliki
kompetensi dan kewenangan mengelola rekam medis sesuai dengan peraturan
perundanganundangan. (D, W)
3. Tersedia tempat penyimpanan rekam medis yang menjamin keamanan dan kerahasiaan
rekam medis. (D,O,W)

Manajemen informasi dengan perkembangan teknologi.


Peranan operasional sistem informasi dalam rumah sakit antara lain adalah (Sutanto, 2008) :
Kecepatan, misalnya kecepatan dalam penyelesaian pekerjaan administrasi rumah sakit. Akurasi,
dengan SIMRS pemeriksaan data transaksi cukup dengan membandingkan laporan antar unit yang
dihasilkan oleh SIMRS dan juga dapat mencegah terjadinya duplikasi data untuk transaksi-
transaksi tertentu sehingga data terjamin akurasinya. Integrasi, bila dengan sistem manual data
pasien harus dimasukkan di setiap unit, maka dengan SIMRS data tersebut cukup sekali
dimasukkan di bagian pendaftaran saja. Peningkatan pelayanan, pengaruh SIMRS yang dirasakan
oleh pasien adalah semakin cepat dan akuratnya pelayanan. Saat ini, pasien tidak perlu menunggu
lama untuk menyelesaikan administrasinya, baik rawat inap ataupun rawat jalan sebab ketika data-
data tersebut dibutuhkan dapat dilihat dengan waktu yang relatif singkat dan akurat. Peningkatan
efisiensi, jika kecepatan dan akurasi data meningkat, maka waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan pekerjaan administrasi akan lebih cepat dan menghindari permintaan pemeriksaan
laboratorium berulang dikarenakan kertas hasil pemeriksaan sebelumnya hilang. Kemudahan
pelaporan, proses pelaporan berbasis komputer hanya memakan waktu beberapa menit sehingga
dapat lebih konsentrasi untuk menganalisa laporan.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

KAJIAN MANAJEMEN PEMBIAYAAN KESEHATAN GIGI MULUT


DENGAN JKN DI RSGM

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya Cecilia Kinontoa (181014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)
Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

A. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

1. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

a. Definisi jaminan kesehatan nasional

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 71 Tahun 2013

jaminan kesehatan nasional merupakan jaminan perlindungan kesehatan

agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan

perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan

kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh

pemerintah. Menurut Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat

(2006) jaminan kesehatan adalah sebuah sistem yang memungkinkan

seseorang terbebas dari beban biaya berobat yang relatif mahal yang

menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup lain. Menurut

International Labour Office (2014) universal health coverage atau

jaminan kesehatan nasional merupakan sebuah program yang ditujukan

untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada seluruh

masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan tanpa memandang status

sosioekonomi.

b. Pelayanan dalam sistem jaminan kesehatan nasional


Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013) terdapat dua

jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh peserta jaminan kesehatan

nasional. Pelayanan tersebut berupa pelayanan kesehatan (manfaat medis)

dan ambulans (manfaat non medis).

c. Prosedur pelayanan

Menurut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2013 Prosedur

pelayanan dalam jaminan kesehatan nasional ialah pertama peserta harus

memperoleh pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama

tempat peserta terdaftar. Prosedur selanjutnya ialah apabila peserta

memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan, fasilitas kesehatan

tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat

lanjutan terdekat sesuai dengan sistem rujukan.

d. Sistem pembiayaan

Sistem pembiayaan yang digunakan Badan Pelaksanaan Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan untuk membayar kepada fasilitas kesehatan adalah

dengan sistem kapitasi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (primer),

serta sistem paket INA CBG’s untuk fasilitas kesehatan tingkat kedua

(sekunder) (Kemenkes, 2013).

1) Sistem pembiayaan kapitasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor

59 Tahun 2014 tentang standar tarif jaminan kesehatan nasional

menyatakan bahwa tarif kapitasi adalah besaran pembayaran perbulan

yang dibayar di muka oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan

tingkat pertama. Jumlah besaran kapitasi yang diberikan ialah


berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan

jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan.

Standar tarif kapitasi pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat

pertama adalah Rp. 3000,- (tiga ribu rupiah) sampai Rp. 6000,- (enam

ribu rupiah) seperti pada puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara.

Pada rumah sakit kelas D pratama, klinik pratama, praktik dokter, atau

fasilitas pelayanan kesehatan yang setara mendapatkan tarif kapitasi

sebesar Rp. 8000,- (delapan ribu rupiah) sampai Rp. 10.000,- (sepuluh

ribu rupiah) dan pada praktik perorangan dokter gigi sebesar Rp. 2000,-

(dua ribu rupiah).

Surat Edaran Menteri Kesehatan RI Nomor 31 Tahun 2014

menyebutkan bahwa besaran kapitasi di puskesmas yang terdapat

dokter gigi adalah sebesar Rp.6000,-. Penetapan jasa pelayanan

kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama yang diatur oleh

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 adalah

sekurangkurangnya 60% dari alokasi dana kapitasi dan sisanya

dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional kesehatan. Pembagian

jasa pelayanan kesehatan dan non kesehatan ditetapkan dengan

berdasarkan pertimbangan variabel ketenagaan dan variabel kehadiran.

2) Sistem pembiayaan berdasarkan INA CBG’s.

Menurut Permenkes Nomor 59 Tahun 2014 tarif Indonesian -

Case Based Groups atau disebut tarif INA-CBG’s adalah besaran

pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan


rujukan tingkat lanjutan. Besaran pemabayaran klaim pada paket

INACBGs diberikan berdasarkan paket layanan yang didasarkan

kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

2. Pelayanan Kedokteran Gigi dalam Jaminan Kesehatan Nasional

a. Pengertian pelayanan kedokteran gigi di JKN

Dewanto dan Lestari (2014) menyatakan bahwa pelayanan

kedokteran gigi di dalam sistem jaminan kesehatan nasional terletak pada

strata pelayanan primer dan strata pelayanan sekunder. Menurut BPJS

Kesehatan (2014a) pelayanan kedokteran gigi pertama (primer) adalah

suatu pelayanan kesehatan dasar paripurna dalam bidang kesehatan gigi

dan mulut yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan

mulut setiap individu dalam keluarga binaannya. Contoh dari pelayanan

kedokteran gigi primer adalah dokter gigi umum, sedangkan pelayanan

kedokteran gigi tingkat lanjutan (sekunder) merupakan pelayanan

kedokteran gigi yang merupakan rujukan dari pelayanan kedokteran gigi

primer, contohnya ialah dokter gigi spesialis.

b. Prinsip pelayanan kedokteran gigi primer

Menurut BPJS Kesehatan (2014a) prinsip-prinsip pelayanan kedokteran

gigi primer yaitu :

1) Kontak pertama ( first contact )

Dokter gigi sebagai pemberi pelayanan yang pertama kali ditemui oleh

pasien dalam masalah gigi dan mulut. Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1415 (2005) bahwa dokter gigi primer sebagai

kontak pertama dapat berfungsi sebagai penapis rujukan ke fasilitas

kesehatan tingkat lanjutan.


2) Layanan bersifat pribadi ( personal care )

Adanya hubungan baik antara dokter gigi dengan pasien dan

keluarganya. Prinsip ini dapat memberikan kesempatan bagi dokter gigi

keluarga untuk memahami masalah pasien secara lebih luas.

3) Pelayanan paripurna ( comprehensive )

Dokter gigi memberikan pelayanan menyeluruh dengan pendekatan

pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) sesuai

kebutuhan pasien. Prinsip ini dapat membantu dokter gigi untuk

memberikan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada paradigma

sehat.

4) Paradigma sehat

Dokter gigi mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri

dalam hal kesehatan. Prinsip ini juga menekankan agar pasien dapat

menjaga kesehatan mereka sendiri.

5) Pelayanan berkesinambungan ( continous care )

Prinsip tersebut merupakan prinsip yang melandasi hubungan jangka

panjang antara dokter gigi dan pasien dengan pelayanan kesehatan gigi

dan mulut. Prinsip tersebut dapat menjadikan pelayanan yang

berkesinambungan bagi dokter gigi dan pasien dalam beberapa tahap

kehidupan pasien.

6) Koordinasi dan kolaborasi

Dokter gigi pada fasilitas kesehatan tingkat pertama perlu berkonsultasi

dengan disiplin lain. Dokter gigi juga perlu untuk merujuk ke spesialis,
dan memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada pasien dalam

rangka upaya mengatasi masalah pasien.

7) Family and community oriented

Dokter gigi di fasilitas kesehatan tingkat pertama mempertimbangkan

kondisi pasien terhadap keluarga. Pertimbangan tersebut juga tidak

boleh mengesampingkan pengaruh lingkungan sosial dan budaya

setempat terhadap kesehatan pasien.

c. Cakupan pelayanan kedokteran gigi primer di jaminan kesehatan nasional

Dewanto dan Lestari (2014) mengatakan bahwa tindakan kedokteran gigi

yang termasuk dalam paket manfaat pada pelayanan kedokteran gigi

primer di jaminan kesehatan nasional ialah :

1) Konsultasi

2) Pencabutan gigi sulung

3) Pencabutan gigi permanen

4) Tumpatan dengan resin komposit (tumpatan sinar)

5) Tumpatan dengan semen ionomer kaca

6) Pulp capping (proteksi pulpa)

7) Kegawatdaruratan oro-dental
8) Scalling (pembersihan karang gigi) yang dibatasi satu kali per

tahun `

9) Premedikasi/pemberian obat

10) Protesa gigi (gigi tiruan lengkap maupun sebagian dengan ketentuan

tersendiri).

3. Hambatan Dokter Gigi di Era Jaminan Kesehatan Nasional


Muninjaya (2004) menyebutkan bahwa suatu hambatan atau

kelemahan sebuah program dapat dikategorikan kedalam 2 kategori, yaitu

faktor eksternal dan faktor internal. Hambatan eksternal adalah hambatan

yang berasal dari luar organisasi penyelenggara. Hambatan tersebut dapat

berasal dari alam yakni iklim ataupun kondisi geografis, tingkat pendidikan

masyarakat yang masih rendah, serta sikap dan budaya masyarakat yang tidak

kondusif.

Hambatan internal merupakan hambatan yang berasal dari dalam

organisasi penyelenggara. Hambatan tersebut dapat berasal dari keterbatasan

sumber daya manusia, dana yang dibutuhkan kurang memadai, sarana dan

prasarana yang minim, pengetahuan dan keterampilan yang kurang serta arus

informasi yang sangat lamban.

Besaran kapitasi merupakan salah satu hambatan internal yang

terdapat pada sistem JKN seperti yang disebutkan oleh Widiyani (2014)

bahwa tarif kapitasi bagi pelayanan dokter gigi di era JKN masih dinilai

rendah. Khariza (2015) menyebutkan bahwa hambatan internal lainnya pada

sistem JKN yakni sarana kesehatan yang masih belum memadai. Hambatan

internal lainnya di era JKN seperti yang disebutkan oleh Dewanto dan Lestari

(2014) adalah belum adanya kejelasan pada paket manfaat.

Despitasari (2014) juga menyebutkan bahwa hambatan dokter gigi di era JKN

dapat berasal dari peningkatan jumlah pasien di era JKN dan kurangnya

pengetahuan dokter gigi mengenai sistem JKN.

a. Besaran kapitasi

Grumbach, dkk. (1998 cit. Hendartini, 2008) menyebutkan bahwa

pembayaran kapitasi dapat menurunkan kualitas pelayanan kesehatan.


Penerapan sistem kapitasi menunjukkan sebagian dokter mengalami

tekanan akibat adanya pembatasan pengobatan dalam sistem pelayanan

terkendali dan hal ini akan berpengaruh pada pengobatan pasien yang

kurang optimal dan dapat menimbulkan ketidakpuasan pasien.

Sakunphanit (2015) juga menyebutkan bahwa sistem kapitasi

merupakan strategi sistem pembayaran yang baik untuk jangka panjang,

namun sistem kapitasi yang tidak membedakan jenis pelayanan kesehatan

dapat membatasi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan

kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan yang membutuhkan biaya yang

tinggi. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Januraga, dkk. (2010) yang menyatakan bahwa sistem kapitasi tidak lebih

baik dari sistem pembiayaan fee for service dalam hal menjaga mutu dan

standar pelayanan kesehatan sehingga ditakutkan dapat mengurangi

tingkat kepuasan masyarakat.

b. Sarana kesehatan gigi

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2001) sarana adalah

segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat untuk mencapai suatu

tujuan. Khariza (2015) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan yang

ada pada jaminan kesehatan nasional yakni pelayanan kesehatan pada

puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai penyedia layanan kesehatan

di JKN belum memadai, serta masih banyaknya fasilitas kesehatan yang

masih belum memenuhi standar. Hal tersebut sejalan dengan penelitian

yang dilakukan oleh Geswar, dkk. (2013) bahwa sarana kesehatan pada
fasilitas pelayanan primer maupun fasilitas pelayanan sekunder belum

memadai dikarenakan alat kesehatan yang masih kurang.

Permasalahan mengenai ketersediaan sarana kesehatan gigi yang

ada dikhawatirkan dapat menghambat pelayanan kesehatan yang diberikan

oleh dokter gigi. Berdasarkan Permenkes Nomor 71 Tahun 2013

disebutkan bahwa kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan merupakan

salah satu syarat kredensialing yang harus terdapat dalam fasilitas

pelayanan kesehatan agar dapat dikontrak oleh BPJS Kesehatan.

c. Paket manfaat

Dewanto dan Lestari (2014) menyebutkan bahwa salah satu

permasalahan awal pada sistem jaminan kesehatan nasional bidang

kedokteran gigi adalah belum adanya kejelasan mengenai syarat-syarat

yang terdapat dalam jenis tindakan yang termasuk dalam paket manfaat di

dalam sistem JKN. Permasalahan lainnya yang timbul pada paket manfaat

ialah belum adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk

ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan yang dijamin pembiayaannya oleh

BPJS Kesehatan.

d. Beban kerja provider

Despitasari (2014) menyebutkan bahwa salah satu permasalahan

yang timbul dalam pelaksanaan JKN ialah beberapa tenaga medis di

puskesmas yang mengeluhkan bahwa terdapat peningkatan jumlah pasien

semenjak era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis tersebut. Hal

tersebut dapat menimbulkan permasalahan sebab pada sistem pembagian

alokasi dana kapitasi di puskesmas tidak memperhitungkan variabel beban

kerja setiap tenaga medis. Sistem pembagian dana kapitasi yang tidak
membedakan beban kerja antara tenaga kesehatan di puskesmas tersebut

dapat membuat beberapa tenaga kesehatan menjadi malas dalam

memberikan pelayanan kesehatan sehingga dapat menghambat pelayanan

yang akan diberikan oleh tenaga kesehatan tersebut. Peningkatan beban

kerja tersebut dikhawatirkan dapat mempengaruhi pelayanan yang akan

diberikan oleh dokter gigi.

Dewanto dan Lestari (2014) juga menyebutkan bahwa penetapan

besaran kapitasi di puskesmas yang hanya berdasarkan variabel kehadiran

dan variabel ketenagaan menimbulkan beberapa permasalahan. Salah satu

permasalahannya adalah tidak dibedakannya antara tenaga medis yang

memiliki beban kerja lebih tinggi dengan tenaga medis yang memiliki

beban kerja lebih rendah pada pembagian jasa pelayanan.

Teori yang dikemukakan oleh Huey dan Wickens (1993)

menyatakan bahwa beban kerja yang tinggi dapat meningkatkan

timbulnya kesalahan dari tenaga kerja untuk menyelesaikan tuntutan

tugas-tugas yang penting. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusuma

dan Soesatyo (2014) juga menunjukkan bahwa semakin tinggi beban kerja

maka stres kerja akan semakin meningkat sehingga akan menurunkan

kinerja yang diberikan.

e. Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang JKN

Permasalahan berdasarkan tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh

tenaga kesehatan seperti yang diungkapkan oleh Despitasari (2014) yang

menyebutkan bahwa pada pelaksanaan JKN masih terdapat tenaga

kesehatan yang belum memahami mekanisme dan prosedur dari JKN

sehingga peserta JKN sering dibuat kebingungan atau bahkan dirugikan.


Jaminan Kesehatan (Jamkes) Indonesia (2016) juga menyebutkan bahwa

salah satu permasalahan dalam penerapan jaminan kesehatan nasional

ialah pada penerapan pelayanan berjenjang. Hal tersebut dapat terlihat dari

banyaknya kasus yang dapat ditangani oleh pelayanan primer atau

sekunder namun dirujuk ke pelayanan tersier karena ketidaksiapan tenaga

kesehatan dan kurangnya fasilitas di layanan kesehatan primer. Tenaga

kesehatan semestinya dapat memahami secara jelas mengenai sistem

rujukan dan selalu meningkatkan kompetensi agar dapat memberikan

pelayanan kesehatan secara professional yang dibutuhkan pasien.

Menurut Dewanto (2013) dokter gigi dalam pelaksanaan sistem

jaminan kesehatan nasional harus dapat memahami analisa situasional

daerah tempat praktek serta administrasi dan manajemen keuangan.

Analisa situasional daerah tempat praktek dapat membantu dokter gigi

untuk mengetahui kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat yang

berhubungan dengan penyakit gigi dan mulut sehingga dapat melakukan

upaya preventif intervensi yang tepat. Hal ini dapat membantu dokter gigi

untuk menurunkan angka kesakitan masyarakat sehingga dana kapitasi

yang didapatkan akan menguntungkan dokter gigi. Administrasi dan

manajemen keuangan juga merupakan hal yang harus diperhatikan oleh

dokter gigi. Administrasi yang dalam hal ini adalah data utilisasi dapat

membantu dokter gigi untuk melakukan revisi untuk peningkatan nilai

kapitasi setiap 2 tahun sekali sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 12

Tahun 2013. Manajemen keuangan dalam sistem JKN membutuhkan

kerangka konsep budgeting yang lebih menekankan dalam upaya

intervensi preventif yang sesuai dengan analisa daerah setempat


dibandingkan dengan tindakan kuratif. Dokter gigi yang tidak memahami

ketiga konsep tersebut akan mengalami sejumlah kendala dalam

melakukan pelayanan kesehatan di era JKN.

Sitepu, dkk. (2015) juga menyebutkan bahwa tenaga kesehatan di

era JKN juga harus memahami konsep paradigma sehat dalam sistem

kesehatan. Paradigma sehat tersebut meliputi pelayanan yang lebih

mengutamakan promotif dan preventif, namun tidak melupakan upaya

kuratif, rehabilitatif, dan paliatif. Hal tersebut dapat mewujudkan

tercapainya kesehatan setinggi-tingginya yang tidak hanya berfokus pada

kesehatan untuk bertahan hidup tetapi juga kesehatan untuk pembangunan

manusia. Berdasarkan hal tersebut maka pengetahuan dokter gigi

mengenai sistem JKN dapat dibagi menjadi komponen paradigma sehat,

manajemen kapitasi, sistem pada paket manfaat serta sistem rujukan.

B. Landasan Teori

Jaminan kesehatan nasional merupakan program pemerintah yang telah

diberlakukan sejak 1 Januari 2014. Program jaminan kesehatan nasional

memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan kepada setiap orang yang telah membayar

iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program ini memungkinkan

masyarakat untuk terbebas dari biaya kesehatan yang relatif mahal yang dapat

menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar hidup yang lain.

Pelayanan kedokteran gigi merupakan salah satu pelayanan kesehatan

yang tercakup di Jaminan Kesehatan Nasional, baik pelayanan kedokteran gigi

primer maupun pelayanan kedokteran gigi sekunder. Pelayanan kedokteran gigi

primer seyogyanya memberikan pelayanan yang berdasarkan prinsip kontak


pertama, pelayanan yang bersifat pribadi, pelayanan yang paripurna, berazaskan

paradigma sehat, melakukan koordinasi dan kolaborasi, serta family and

community oriented.

Hambatan yang dialami oleh dokter gigi dalam pelayanan JKN dapat

berasal dari besaran kapitasi yang didapatkan oleh dokter gigi, sarana kesehatan

gigi, beban kerja dokter gigi, tingkat pengetahuan dokter gigi mengenai sistem

JKN serta kejelasan dari sistem JKN. Tingkat pengetahuan dokter gigi yang

dimaksud adalah tingkat pengetahuan mengenai manajemen kapitasi, konsep

paradigma sehat, kejelasan pada paket manfaat serta kejelasan pada sistem

pelayanan berjenjang di era JKN.

Hambatan pertama yang dapat menghambat pelayanan yang diberikan

oleh dokter gigi ialah terkait besaran kapitasi pada penerapan sistem kapitasi.

Sistem kapitasi merupakan sistem pembayaran yang baik untuk jangka panjang,

namun sistem kapitasi yang tidak membedakan jenis pelayanan kesehatan dapat

menurunkan kualitas pelayanan kesehatan akibat adanya pembatasan

pengobatan pada sistem pelayanan yang terkendali yang dapat menimbulkan

ketidakpuasan pasien.

Hambatan lainnya yang dapat menghambat pelayanan dokter gigi dalam

memberikan pelayanan di era JKN ialah terkait dengan sarana kesehatan gigi

yang ada. Salah satu permasalahan yang ada pada penerapan JKN ialah sarana

kesehatan gigi yang ada pada puskesmas dan klinik yang ditunjuk sebagai

penyedia layanan kesehatan di JKN belum memadai, padahal sarana kesehatan

gigi merupakan salah satu syarat kredensialing yang harus terdapat dalam

fasilitas pelayanan kesehatan agar dapat dikontrak oleh BPJS kesehatan.


Kejelasan dalam paket manfaat merupakan permasalahan lain yang dapat

menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi. Hal tersebut disebabkan

belum adanya kejelasan mengenai syarat-syarat yang terdapat dalam jenis

tindakan yang termasuk dalam paket manfaat di dalam sistem JKN serta belum

adanya kejelasan mengenai jenis tindakan yang dapat dirujuk ke fasilitas

kesehatan tingkat lanjutan dan dijamin pembiayaannya oleh BPJS kesehatan.

Hambatan lain yang dapat menghambat pelayanan dokter gigi di era JKN

ialah terkait beban kerja. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya peningkatan

jumlah pasien semenjak era JKN yang menambah beban kerja tenaga medis.

Pembagian alokasi dana kapitasi di puskesmas sendiri, tidak membedakan beban

kerja antara tenaga kesehatan di puskesmas, sehingga tenaga kesehatan menjadi

malas dalam memberikan pelayanan kesehatan dan dapat menghambat

pelayanan yang akan diberikan.

Tingkat pengetahuan dokter gigi merupakan permasalahan lainnya yang

dapat menghambat pelayanan yang diberikan oleh dokter gigi di era JKN. Dokter

gigi dalam pelaksanaan sistem JKN perlu memahami analisa situasional daerah

tempat praktek untuk mengetahui kebiasaan masyarakat yang dapat

mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut masyarakat serta melakukan

administrasi terkait revisi besaran kapitasi setiap 2 tahun sekali dan memahami

manajemen keuangan di era JKN dengan baik. Dokter gigi juga perlu memahami

konsep paradigma sehat serta memahami secara jelas mengenai sistem rujukan

di era JKN.
C. Pembahasan Masalah

 Pembahasan masalah:

• Banyak anggota JKN yang ditolak saat berobat ke faskes

 Penyebab :

• Beberapa fakses mengutamakan pasien umum karena cashflow JKN

kurang baik

• Sumber daya faskes yang bekerja sama dengan BPJS kadang kurang

memadai

• Ada anggota JKN yang menunggak dalam pembayaran iuran JKN

• Jenis perawatan perlu dirawat di faskes pertama (primer) atau perlu

dirujuk ke faskes tingkat lanjutan  Hasil/ Output :

• Ketidakpuasan pasien/ anggota JKN

• Stigma masyarakat yang kurang baik terhadap BPJS dan penggunaan

JKN

• Pelayanan kesehatan yang tidak maksimal

D. Sistem JKN di RSGM

Untuk saat ini RSSGM belum menerima pasien rujukan sebagai tempat

rujukan kedua atau merujuk pasien dikarenakan RSGM msih belum melakukan

kerja sama dengan BPJS kota Manado, sehingga sistem pembiayaan berobat di
F. Kesimpulan dan Saran

 Kesimpulan
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional belum maksimal dan belum
sepenuhnya mencapai tujuan yaitu memberikan pelayanan kesehatan dasar
bagi masyarakat Indonesia. Begitu juga dengan RSGM Unsrat belum
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang prima dikarenakan
sistem pembiayaan masih bersifat mandiri.

 Saran
1. Perlu dilakukan evaluasi dan perbaikan sistem JKN berdasarkan masalah
masalah yang terjadi.
2. Perlu dilakukan sosialiasi lebih mengenai pentingnya JKN agar seluruh
masyarakat Indonesia menjadi anggota JKN.
3. Sebaiknya kedepannya RSGM Unsrat dapat bekerja sama dengan JKN agar
RSGM Unsrat dapat menjadi faskes rujukan kesgimul
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

Kajian Manajemen Praktik Pelayanan Kesehatan Gigi Mulut di RSGM

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya Cecilia Kinontoa (181014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)

Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

BAB I

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang


Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan,
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Menurut WHO (World Health Organization), rumah sakit adalah bagian integral
dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan
paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit
(preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi
tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik. Rumah sakit menurut ketentuan Pasal 1
angka 1 UU RS No. 44 Tahun 2009 adalah Institusi pelayanan kesehatan yang
menyelennggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. 3
Rumah sakit wajib memiliki izin mendirikan dan izin operasional. Menurut
Permenkes 3 Tahun 2020 pasal 31, persyaratan untuk memperoleh izin mendirikan
rumah sakit meliputi : Feasibility Study (FS), Detail Engineering Design, dan master
plan; dan pemenuhan pelayanan alat kesehatan. Izin ini diajukan oleh pemilik rumah
sakit. Untuk memperoleh izin operasional wajib diajukan oleh pengelola rumah sakit.
Pasal 32 persyaratannya yaitu profil rumah sakit yang memiliki visi dan misi, lingkup
kegiatan, rencana strategi, dan struktur organisasi. Juga Self assessment yaitu jenis
pelayanan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta rumah sakit yang
mengacu pada lampiran peraturan menteri yaitu surat keterangan atau sertifikat izin
kelayakan atau pemanfaatan alat kesehatan; sertifikat akreditasi yang digunakan
untuk perpanjangan Izin Operasional.
Klasifikasi tipe rumah sakit terbagi menjadi 4 tipe yaitu A, B, C, dan D. Ke las
A : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan sub
spesialistik luas. Kelas B : mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik
sekurang-kurang nya 11 spesialistik dan sub spesialistik terbatas. Kelas C :
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialis dasar. Kelas D :
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
Menurut jenis pelayananya, rumah sakit dikategorikan menjadi 2 yaitu rumah
sakit umum dan rumah sakit khusus. Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang

1
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

memberikan pelayanan kesehatan semua bidang dan jenis penyakit sedangkan rumah
sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada suatu
bidang atau suatu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur,
organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya. 4

Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) tergolong rumah sakit khusus. Menurut
KepMenKes Nomor 1173/MENKES/PER/2004 pada pasal 1 RSGM adalah sarana
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
perorangan untuk pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan
pelayanan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan
melalui pelayanan rawat jalan, gawat darurat dan pelayanan tindakan medik. 5

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan RSGM
a. Tujuan Umum
Tujuan umum RSGM adalah meningkatkan mutu pendidikan, penelitian dan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang berkualitas, profesional, modern dan sesuai
dengan tuntutan masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran gigi.

b. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus RSGM, yaitu :

1. Tersedianya sarana pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masayarakat


secara optimal, meliputi :

- Pelayanan medik gigi primer, yaitu tindakan medik gigi yang merupakan
wewenang dokter gigi umum.
- Pelayanan medik gigi sekunder, yaitu tindakan medik gigi yang
merupakan wewenang dokter gigi spesialis.
- Pelayanan medik gigi tersier, yaitu tindakan medik gigi yang merupakan
wewenang dokter gigi subspesialis/dokter gigi spesialis konsultan.
2. Tersedianya sarana pendidikan kedokteran gigi dan tenaga kesehatan gigi
lainnya.
3. Tersedianya pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya pada kedokteran gigi.

2
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

4. Tersedianya unit pelayanan sebagai sarana rujukan bagi unit yang lebih
rendah.
5. Tersedianya unit penunjang program kegiatan medik kedokteran umum
(rujukansecara pelayanan kesehatan lain setingkat/horizontal), kegiatan
pelayanan kesehatan terintegrasi, pendidikan dan pelatihan tenaga
kesehatan dan penelitian.
1.1 Sasaran
1) Terpenuhinya tuntutan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat
2) Meningkatnya pengetahuan observer di bidang manajemen RSGM.
3) Terwujudnya manajemen RSGM efektif, efisien, dan produktif agar dapat
meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
4) Termanfaatkannya hasil observasi dan analisis situasi RSGM oleh instansi
terkait yang memerlukannya.

1.2 Manfaat
1.2.1 Bagi RSGM

Laporan hasil observasi ini dapat digunakan sebagai informasi, bahan masukan, dan
acuan untuk RSGM dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu pelayanan
manajemen RSGM yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.

1.2.2 Bagi Mahasiswa Profesi

Observasi ini bermanfaat bagi mahasiswa profesi dokter gigi dalam memenuhi salah
satu tuntutan Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat, dan dapat berperan serta bersama
untuk menungjatkan mutu pelayanan serta dapat mengembangkan wawasan
mengenai manajemen pelayanan kesehatan gigi dan mulut di RSGM-P UNSRAT.

1.2.3 Bagi Masyarakat

Laporan hasil observasi ini dapat berguna bagi masyarakat untuk memperluas
pengetahuan dan wawasan mengenai gambaran situasi manajemen RSGM, dan dapat
dijadikan sebagai referensi/acuan untuk observasi & penelitian selanjutnya.

3
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

BAB II

ANALISIS SITUASI

1. Kajian Organisasi

A. Profil RSGM

Berdirinya RSGM PSPDG FK Unsrat tidak terlepas dari Program Studi


Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi yang berdiri
berdasarkan SK Dirjen Pendidikan Tinggi N0.406/D/T/2005. Seiring dengan
kebutuhan jenjang pendidikan profesi maka kebutuhan Rumah Sakit Gigi dan Mulut
sebagai sarana menempuh pendidikan jenjang profesi tidak dapat ditunda lagi
sehingga diresmikan Klinik Gigi dan Mulut FK UNSRAT pada 23 September Tahun
2010 sebagai tempat pendidikan jenjang profesi mahasiswa program studi kedokteran
gigi FK Unsrat.

RSGM PSPDG FK Unsrat merupakan sarana pelayanan kesehatan yang


menyelenggarakan pelayan kesehatan gigi dan mulut. Rumah Sakit ini sekaligus
merupakan sarana pendidikan dan penelitian kesehatan gigi dan mulut. RSGM
PSPDG FK Unsrat berlokasi di pusat kota, merupakan tempat yang strategis untuk
memberikan pelayanan kesehatan gigi dan mulut bagi masyarakat sekitar, dan dapat
menjadi pusat rujukan dalam penanganan penyakit-penyakit dalam bidang kedokteran
gigi dan mukut. RSGMP PSPDG FK Unsrat memiliki 4 lantai. Lantai dasar
digunakan untuk pelayanan umum meliputi pendaftaran pasien, Instalasi Gawat
Darurat (IGD), ruang rekam medik, ruangan strerilisasi, ruang operasi, dan ruangan-
ruangan fungsional. Lantai 1 dan 2 digunakan untuk pelayanan tindakan medis, ruang
perawat di tiap lantai dan ruang makan. Lantai 3 digunakan sebagai aula, ruang
pertemuan, mushola dan ruang direksi.

Pada tahun 2013 diterbitkan surat ijin penyelenggaraan sementara berdasarkan


surat Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Nomor 188.4/SK-
Dinkes/2083/V/2013 dan 188.4/SK-Dinkes/909/III/2014. Pada tahun 2014 telah
dilakukan visitasi Tim Kemenkes untuk Penetapan Kelas Rumah Sakit. Saat ini status
RSGM pendidikan tidak memiliki izin mendirikan dan izin operasional tetap.

4
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

B. Visi & Misi

Visi : Menjadi rumah sakit gigi dan mulut pendidikan dengan pelayanan
prima

Misi :

a. . Menyelenggarakan pelayanan kedokteran gigi yang berkualitas dan


profesional.
b. Menghasilkan tenaga kedokteran gigi yang kompeten, profesional,
berkualitas, berbudaya, dan berdaya saing
c. Berperan aktif dalam mengembangkan ilmu dan teknologi di bidang
kedokteran gigi

5
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

C. STRUKTUR PENGELOLAHAN KLINIK GIGI DAN MULUT UNSRAT

REKTORUNSRAT

PIMPINANKLINIK

drg. P.S. Anindita, Sp.Orto

Penanggung Jawab Pelayanan Penanggung Jawab Pelayanan Penanggung Jawab Administrasi


Medis dan Keperawatan Penunjang Medis dan Non Medis Umum dan Pelayanan

Drg. Crista Gretasya Sekeon

6
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

D. DAFTAR KETENAGAAN

Jenis Tenaga Berdasarkan


No. Nama Lengkap Tenaga
SUB PELAYANAN

Pritartha Sukatrini Anindita, drg, Sp Orto Dokter Gigi Spesialis Orthodontik


1.
Paulina N Gunawan, drg, M.Kes, SpKGA Dokter Gigi Spesialis Pedodontik
2.
Yuliana, drg, Sp.PM Dokter Gigi Spesialis Penyakit Mulut
3.

4. Dinar Wicaksono, drg, Sp.KG Dokter Gigi Spesialis Konservasi

1. Michael Andreas Leman, drg, MmedEd Dokter Gigi Umum

2. Aurelia Supit, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum

3. Crista Gretasya Sekeon, drg Dokter Gigi Umum

4. Gabriella Rey, drg, Dokter Gigi Umum

5. Ellen Tumewu, drg Dokter Gigi Umum

6. Randy Tjiptabudi, drg Dokter Gigi Umum

7. Jean Tairas, drg Dokter Gigi Umum

8. Sophie Mulalinda, drg Dokter Gigi Umum

9. Heidy Maria Rooroh, drg Dokter Gigi Umum

10. Grace Tawas, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum

11. Ica Fadila Dilapanga, drg Dokter Gigi Umum

12. Irene Rompas, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum

Chelsea Siwi, drg Dokter Gigi Umum


13.

14. Rinda Sulistyanti, drg Dokter Gigi Umum

15. Johanna Khoman, drg, Msi Dokter Gigi Umum

Krista Veronika Siagian, drg, MARS Dokter Gigi Umum


16.

17. Kustina Zuliari, drg, M.Kes Dokter Gigi Umum

7
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Juliatri, drg Dokter Gigi Umum


18.

19. Gregorius Ryan Tunggal, drg Dokter Gigi Umum

Maudy Komansilan, drg Dokter Gigi Umum


20.

21. Merlin Limpepas, drg Dokter Gigi Umum

Citra Ilery, drg, Dokter Gigi Umum


22.

23. Widyastuti Sahi , drg Dokter Gigi Umum

24. Natalya Wijaya, drg Dokter Gigi Umum

25. Olivia Supit, drg Dokter Gigi Umum

26. David Christo Kenda, drg Dokter Gigi Umum

27. Priska Umboh, drg Dokter Gigi Umum

28. Vonny N Sisca Wowor, drg, MKes Dokter Gigi Umum

Liliany Setianingrum, drg, Dokter Gigi Umum


29.

30. Monicha Manueke, drg, Dokter Gigi Umum

31. Yanti Warbung, drg, Dokter Gigi Umum

32. Rosely Lydia Inkiriwang, drg Dokter Gigi Umum

33. Anastasya Siswosubroto, drg Dokter Gigi Umum

Windy Tjiali, drg Dokter Gigi Umum


34.

35. Junita Taher, drg Dokter Gigi Umum

36. Yerio Raolika, drg Dokter Gigi Umum

Eilen Sinaga, drg Dokter Gigi Umum


37.

1 Gledis K.I. Rimbing, S.Kep, Ns Perawat Umum

1 Regina Endey, AmKG Perawat Gigi

2 Edgar Nangaro, AmKG Perawat Gigi

3 Edny Junita Iroth, AMKG Perawat Gigi

8
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

4 Christy Torar, AmKG Perawat Gigi

5 Indah Machmud, AmKG Perawat Gigi

6 Min Elvina, AmKG Perawat Gigi

7 Regina Endey, AmKG Perawat Gigi

1 Mekky Lasut Teknisi

2 Ronald Jhon Aror, ST Teknisi

1 Fenly Tangki Administrasi /

2 Sheylla Polla, Spd Administrasi / Pendaftaran

3 Jebby Ratu

4 Chintia

1 Santoso Korompot Petugas Kebersihan

2 Roliyanto Akase Petugas Kebersihan

3 Kardi Tagga Petugas Kebersihan

1 Arino Bandale Security

2 Jacob Lumentut Security

3 Steven Sentinuwu Security

4 Oscar Sadia Security

9
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

2. Tata Kerja Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

a. Alur Pendaftaran Pasien


i. Pendaftaran online H-1
1. Operator yang akan membawa pasien pada besok hari harus mendaftar
sesuai formulir yang disediakan secara online oleh pihak RSGM mulai
pukul 08.30 WITA – 11.00 WITA.
2. Pengumuman nama-nama yang berhak mengerjakan pasien akan ditentukan
oleh petugas bagian loket pendaftaran berdasarkan urutan daftar yang
tercepat dan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jumlah pasien maksimal
yang diterima masing-masing bagian adalah 20 orang. Setelah diperiksa
oleh petugas, nama-nama bisa dilihat pada bagian loket pendaftaran pukul
13.30 WITA.
3. Pada pukul 14.30 WITA – 15.00 WITA petugas bagian loket pendaftaran
akan memanggil nama-nama operator yang masuk kuota pendaftaran
berdasarkan bagian. Operator yang akan mendaftarkan pasien baru wajib
menyediakan identitas pasien berupa KTP/KK/SIM/Kartu pelajar dan
mengisi formulir identitas diri pasien serta membayar biaya sebesar Rp.
7.000. Operator yang akan mendaftarkan pasien lama wajib mengisi
formulir pendaftaran dan menyiapkan kartu berobat atau nomor kartu serta
membayar biaya sebesar Rp. 5.000.
4. Setelah pukul 15.00 WITA petugas loket pendaftaran melakukan
pengecekan kembali apabila ada operator yang tidak melakukan
pembayaran, operator tersebut tidak bisa mengerjakan pasien keesokan
harinya dan digantikan dengan operator lain yang masuk dalam kategori
cadangan. Batas pendaftaran operator cadangan sampai pukul 15.30 WITA.
5. Pada besok hari, petugas administrasi akan menyiapkan rekam medik
pasien yang akan melakukan perawatan dan petugas melakukan distribusi
ke bagian-bagian yang akan melakukan perawatan.

ii. Pendaftaran On Site (Hari H)


1. Pendaftaran Hari H hanya berlaku pada bagian yang jumlah pasiennya
kurang dari 20 dan pasien umum yang datang tanpa bantuan operator.
2.

10
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

3. Bagi operator yang mendaftarkan pasien pada hari H, pasien sudah harus
berada di RSGM dan pasien melakukan pendaftaran sendiri dan operator
tidak diizinkan mengambil nomor pendaftaran, kecuali pasien anak. Pasien
baru dan pasien lama mengambil dan mengisi formulir pendaftaran di loket
pendaftaran. Jam pendaftaran pada hari Senin dimulai pukul 08.30 WITA –
14.00 WITA dan pada hari Selasa hingga Jumat dimulai pukul 08.00 WITA
– 14.00 WITA.
4. Pasien akan dipanggil oleh petugas loket pendaftaran sesuai dengan nomor
yang tertera di formulir pendaftaran. Pada pasien baru wajib membawa
identitas berupa KTP/KK/SIM/Kartu pelajar dan membayar biaya
pendaftaran sebesar Rp. 7.000. Pada pasien lama wajib membawa kartu
berobat atau nomor kartu dan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp.
5.000.
5. Pasien baru dan lama menunggu di ruang tunggu pasien yang disediakan.
6. Pasien baru akan dipanggil dan diarahkan ke ruang ASKEP untuk
melakukan pemeriksaan umum.
7. Pasien baru dan lama akan dipanggil dan diarahkan oleh operator untuk
menuju ruang perawatan.

b. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang tersedia di Klinik Gigi dan Mulut UNSRAT terdiri dari :

1. Instalasi air bersih


2. Instalasi listrik
3. Sarana pengelolahan limbah medis cair dan non medis

Gedung terdiri dari 4 lantai yang terbagi atas :

 Lantai dasar
1. Area parkir
2. Ruang pendaftaran
3. Ruang tunggu pasien
4. Ruang rekam medik

11
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

5. Ruang konsultasi dan tindakan bedah mulut dan penyakit mulut


6. Ruang sterilisasi
7. Ruang perawat
8. Ruang VIP
9. Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD)
10. Ruang diskusi
11. Ruang obat dan bahan habis pakai
12. Ruang genset
13. Pantry
14. Ruang cor & trimmer
15. Ruang Teknisi
16. Ruang TPS LB3
17. Gudang
18. Toilet

 Lantai 1
1. Ruang konsultasi dan tindakan Periodonsia, Prostodonsia, Ortodonsia, Bedah mulut,
Pedodonsia, Konservasi, IKGM, Penyakit mulut.
2. Ruang perawat
3. Ruang makan
4. Ruang kompresor dan loker
5. Toilet

 Lantai 2
1. Ruang konsultasi dan tindakan Periodonsia, Prostodonsia, Ortodonsia, Bedah mulut,
Pedodonsia, Konservasi, IKGM, Penyakit mulut.
2. Ruang perawat
3. Toilet

 Lantai 3
1. Ruang direktur RSGM
2. Ruang dokter
3. Ruang rapat dan pertemuan

12
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

4. Ruang diskusi co-ass


5. Ruang baca & administrasi
6. Mushola
7. Ruang pertemuan co-ass
8. Toilet

c. Daftar Peralatan yang Dimiliki


Keadaan
No. Nama Barang Jumlah Kurang
Baik Rusak
Baik

1 Dental mirror 50 √

2 Mirror handle 40 √

3 Sonde 85 √

4 Pinset 85 √

5 Excavator 84 √

6 Gracey kurrete 1-2 21 √

7 Gracey kurrete 3-4 1 √

8 Gracey kurrete 7-8 1 √

9 Gracey kurrete 9-10 1 √

10 Gracey kurrete 11-12 1 √

11 Gracey kurrete 13-14 1 √

12 Gracey kurrete 15-16 1 √

13 Aderer wire bending 13cm 1 √

14 Wire bending pliers 1 √

15 Tc wire bending pliers 15cm 1 √

16 Universal plier weingart 1 √

17 Angle wire cutter up to 0,5mm 1 √

18 Distal end cutter tc 125mm 1 √

13
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

19 Ligature instrument 1 √

20 Forceps for positioning braket 1 √

21 Bracket positioning gauge 1 √

22 Dental probe WHO 20 √

23 Dental probe 1 √

24 Periodontal probe William 20 √

25 Scaler manual 20 √

26 Scaler manual 20 √

27 Scaler manual 20 √

28 Scaler manual 1 √

29 Dental mirror + handle 45 √

30 Amalgam stopper 20 √

31 Cement spatel kecil 40 √

32 Amalgam carver besar 15 √

33 Amalgam stopper 20 √

34 Cement stopper 5 √

35 Filling instrument spatula 15 √

36 Waxing instrument interproximal 20 √

37 Burnisher kecil 20 √

38 Burnisher sedang 10 √

39 Burnisher besar 20 √

40 Burnisher Y 1 √

Cement stopper+filling instrument double


41 34 √
ended

42 Amalgam carver 20 √

43 Matrix band 20 √

14
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

44 Retainer 20pak @10 √

45 Root canal meter 1 √

46 Tang ekstraksi anterior maksila 5 √

47 Tang ekstraksi anterior radix maksila 2 √

48 Tang ekstraksi premolar maksila 1 √

49 Tang ekstraksi molar radix maksila 11 √

50 Tang ekstraksi molar 3 maksila 1 √

51 Tang ekstraksi molar kanan maksila 6 √

52 Tang ekstraksi molar kiri maksila 7 √

53 Tang ekstraksi molar mandibula 7 √

54 Tang ekstraksi premolar mandibula 1 √

55 Tang ekstraksi kaninus mandibula 1 √

56 Tang ekstraksi molar 3 mandibula 1 √

57 Tang ekstraksi anterior maksila 5 √

58 Tang ekstraksi anterior radix maksila 6 √

59 Tang ekstraksi premolar maksila 5 √

60 Tang ekstraksi molar kiri maksila 5 √

61 Tang ekstraksi molar kanan maksila 5 √

62 Tang ekstraksi molar 3 maksila 5 √

63 Tang ekstraksi radix maksila 4 √

64 Tang ekstraksi anterior mandibular 4 √

65 Tang ekstraksi premolar mandibular 5 √

66 Tang ekstraksi molar mandibular 4 √

67 Tang ekstraksi molar 3 mandibula 4 √

68 Tang ekstraksi radix mandibular 8 √

69 Tang ekstraksi molar 3 radix mandibular 6 √

15
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

70 Cryer 5 pasang √

71 Bein lurus 2 √

72 Bein 13 √

73 Baki instrument besar 2 √

74 Baki instrument kecil 1 √

75 Baki instrument kecil 1 √

76 Autoclave 7 √

77 Dental unit 45 √

78 Timbangan 1 unit √

79 Alat radiologi 1 unit √

80 Komputer 11 unit 10 unit 1 unit

81 Laptop 1 unit √

82 Printer 4 unit 3 unit 1 unit

83 Finger scan 2 unit √

84 Genset 2 unit √

85 Tv 1 unit √

86 Wastafel 6 √

87 Tempat tissue 6 √

Hand Sanitizer 13 √

LCD 3 √

Pendingin ruangan 8 √

Kipas angin √

Hydrant 1 √

Pure it 4 √ √

Tempat sampah medis 18 √

Tempat sampah non-medis 10 √

16
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Biohazard 4 √

Bak cuci 2 √

Meja dokter 8 √

Sabun cair cuci tangan 6 √

Autoclav 2 √

d. Daftar Jenis Pelayanan dan Tarif


HARGA
NO. BAGIAN PERAWATAN
(Rp)

Identifikasi varian normal jaringan lunak rongga


20.000
1. PENYAKIT MULUT mulut

Lesi jaringan lunak rongga mulut 20.000

Pencabutan gigi anterior 50.000

Pencabutan gigi posterior 60.000

Operkulektomi 60.000
2. BEDAH MULUT
Pencabutan gigi dengan penyulit menggunakan
250.000
metode terbuka/odontektomi

alveolektomi 60.000

Pencetakan model studi 25.000

Pencetakan model kerja gtsl 25.000

Pencetakan model kerja gtp 275.000

3. PROSTODONSIA Pencetakan model kerja gtc 25.000

Try in gtc 70.000

Insersi GTSL & GTL 100.000

Insersi gtc 100.000

Fissure sealant/preventive adhesive restoration


80.000
gic

17
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Topikal aplikasi 80.000

Tumpatan GIC anterior sulung 80.000

Tumpatan GIC posterior rahang atas/rahang


80.000
bawah sulung

Ekstraksi gigi sulung topical 40.000

Ekstraksi gigi sulung infiltrasi 50.000

4. PEDODONSIA Perawatan gigi sulung non vital (tahap sterilisasi-


30.000
ChKm)

Perawatan gigi sulung non vital (tahap sterilisasi-


30.000
cresophene)

Perawatan Gigi Sulung Non Vital (Tahap


60.000
Obturasi)

Fissure sealant/preventive adhesive restoration


80.000
komposit flowable

Perawatan pulpotomi vital gigi sulung 30.000

Mencetak indikasi SM/SSC 25.000

Pencetakan 25.000

5. ORTODONSIA
Insersi alat 200.000

Tumpatan gic klas III / V gigi permanen 80.000

6. KONSERVASI Tumpatan komposit klas I / II / IV / VI gigi


100.000
permanen

Pulpcapping 60.000

Tahap sterilisasi chkm pulpektomi/endointrakanal


30.000
gigi permanen

Tahap sterilisasi cresophene


30.000
pulpektomi/endointrakanal gigi permanen

Tahap obturasi pulpektomi/endointrakanal


60.000
saluran akar tunggal gigi permanen

Tahap obturasi pulpektomi/endointrakanal 60.000

18
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

saluran akar jamak gigi permanen

Pencetakan pasak tuang 225.000

Insersi pasak tuang 100.000

Pencetakan mahkota pasak 225.000

Insersi mahkota pasak 100.000

Pencetakan inlay/onlay logam gigi permanen 225.000

Insersi inlay/onlay logam gigi permanen 100.000

Scalling manual 80.000

Scalling Ultrasonic 170.000

Kuretase 200.000
7. PERIODONSIA
Gingivektomi 200.000

Terapi Hipersensitif Dentin pada kasus resesi 50.000


ginggiva

Occlusal adjustment 10.000

e. Sistem Sterilisasi dan Pengolahan Limbah


Setelah pelayanan di RS Gigi dan Mulut Unsrat di tutup, terdapat petugas khusus
yang bertugas untuk membersihkan seluruh rumah sakit. Selain itu para petugas
bertanggung jawab dalam mengumpulkan limbah non medis maupun limbah medis.
Limbah medis dibedakan menjadi dua yaitu limbah padat dan limbah cair.
Limbah cair yang dihasilkan RSGM Unsrat sebanyak 3kubik/hari akan dialirkan ke
IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah), kemudian diolah menjadi air bersih. Cara
kerja IPAL dalam mengolah limbah cair yaitu dengan menggunakan sistem biofilter
dengan cara aerob dan anaerob. Prosesnya yaitu dengan mengalirkan limbah cair yang
berasal dari rumah sakit ke bak penampungan selanjutnya ke bak penampungan awal.
Pada tahap ini terjadi pengendapan dan air limbah selanjutnya diproses secara anaerob
yaitu injeksi cairan polimer dan PAC (untuk mengendapkan kapur, lumut). Untuk proses
injeksi secara aerob dilakukan khusus untuk bahan organik. Setelah proses aerob dan
anaerob dilakukan, tahap selanjutnya yaitu desinfektan (kaporisasi) untuk membunuh

19
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

kuman pada air limbah sebelum melalui proses filtrasi tabung bertekanan. Tahap
selanjutnya yaitu filtrasi biologi dan selanjutnya air limbah yang telah diproses tersebut
di buang ke media lingkungan.
Sementara limbah medis padat termasuk limbah benda tajam akan dikumpulkan di
tempat limbah medis khusus yang terletak di dalam RSGM Unsrat, selanjutnya dipilah,
disimpan sementara dan nantinya akan dilakukan pemusnahan. Penyimpanan sementara
limbah medis rumah sakit gigi dan mulut unsrat, dilakukan selama 1 bulan dan disimpan
pada wadah plastik.
Pemusnahan sampah menggunakan incinerator dilakukan satu kali dalam satu bulan,
pemusnahan limbah tersebut dilakukan di puskesmas paniki karena RSGM Unsrat belum
memiliki incinerator. Alat ini bekerja selama kurang lebih 2 jam dalam sekali beroperasi
dengan daya tampung kurang lebih 200Kg dengan suhu mencapai 1000 derajat celcius.
Hasil dari pembakaran berupa debu yang dikumpulkan kemudian akan di kubur pada
lahan yang telah tersedia.
Secara keseluruhan sistem sanitasi atau pengelolahan limbah di RSGM Unsrat cukup
baik, beberapa hal yang masih harus diperhatikan dan diperbaiki yaitu mengenai:
 Belum dilakukannya pengukuran dan pengadaan alat ukur suhu, ph,TSS (Total
suspensi solid)
 Botol sampel untuk limbah belum disediakan oleh rumahsakit
 Ruang khusus untuk pemeriksaan air limbah
 Belum dilakukan laporan sampah/ hari dikarenakan tidak tersedianya
timbangan
 Lemari D3 untuk bahan-bahan beracun belum tersedia
 Sirkulasi udara masih kurang baik
 Incinerator dan mobil pengangkut sampah masih belum tersedia

20
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

3. Merancang Sistem Informasi Di RSGM

Pasien Lama dan


pasien baru datang

Loket Nomor 2 (mengambil nomor antrian)

Pasien Menunggu di ruang tunggu pendaftaran

Loket Nomor 1 (Administrasi)

Pasien Menunggu diruang tunggu

Administrasi Data Pasien terhubung


Mengantarkan rekam secara online ketiap
medik kebagian bagian
perawatan

Pasien menerima
perawatan

21
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

BAB III

PEMBAHASAN

a. Analisis situasi

RSGMP Unsrat saat ini tidak mmiliki izin operasional tetap. Hal ini tentu saja
berdampak negatif bagi sumber daya pelayanan RGMP Unrat. UU Nomor 44 tahun 2009
tentang Rumah Sakit menentukan bahwa setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki
izin, baik izin mendirikan maupun izin operasional. Pelanggaran terhadap kewajiban ini
dianggap sebagai tindak pidana yang diancam dengan sanksi pidana penjara dan denda. Pasal
62 UU tentang Rumah Sakit menentukan sebagai berikut ”Setiap orang yang dengan sengaja
menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp. 5.000.000.000,000. Ancaman pidana tersebut dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan publik dari penyelenggaraan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan tujuan
pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit antara lain untuk “memberikan perlindungan
terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan Rumah Sakit dan sumber daya manusia
di Rumah Sakit”. Sebagai salah satu sumber daya di RSGM, co-ass (operator) tidak
mengetahui atau tidak diberikan sosialisasi tentang sanksi tersebut.

RSGMP Unsrat memiliki dua sistem pendaftaran, yaitu sistem pendaftaran online dan
sistem pendaftaran manual. Pada sistem pendaftaran online, hanya boleh didaftarkan oleh co-
ass satu hari sebelum pendaftaran, dimulai pukul 08.30 WITA sampai 11.00 WITA dan
melakukan pembayaran di loket pendaftaran pada

Pada sistem pendaftaran manual pasien datang sendiri untuk mendaftarkan dirinya dengan
membawa kartu tanda pengenal berupa KTP/KK/SIM/Kartu pelajar. Batas waktu pendaftaran
pasien pada hari Senin yaitu dari pukul 08.00 WITA sampai pukul 14.00 WITA, pada hari
selasa dimulai pukul 08.30 WITA sampai pukul 14.00 WITA. Tetapi pada Untuk system
pendaftaran online ini hanya boleh didaftarkan oleh operator satu hari sebelum perawatan,
dimulai dari jam 08.30 pagi sampai jam 11.00 siang dan melakukan pembayaran di loket
pada jam 12.00 siang, kemudian melapor shift kerja pada perawat apabila salah saru dari hal
tersebut tidak dilakukan maka pendaftaran pasien dianggap batal. Kelebihan dari pendaftaran
online ini pasien tidak perlu menunggu terlalu lama untuk mendapatkan perawatan, karena
pasien dating pada saat akan dirawat dan instruktur telah dating. Kekurangan pada

22
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

pendaftaran online tergantung kecepatan jaringan operator dan jumlah kuota. Kedua system
pendaftaran ini juga dapat dibatalkan pada hari perawatan apabila instruktur berhalangan
hadir dan uang pendaftarannya dikembalikan dan diambil di bagian loket. Kedua system
pendaftaran ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing sehingga masih
memerlukan pembaharuan agar menjadi lebih maksimal dalam penerapannya di RSGMP
Unsrat.

Sarana dan Prasana

1. Instalasi air bersih


Pengadaan instalasi air bersih sudah baik untuk mencuci tangan, alat dan
penggunaanya di toilet, namun belum bisa digunakan pada dental unit dikarenakan air
tersebut tidak aman untuk dipakai berkumur sehingga setiap operator wajib membeli
air kemasan untuk digunakan air di dental unit.
2. Instalasi listrik
RSGMP Unsrat sudah tersedia genset sehingga bila ada pemadaman listrik dapat
langsung dialihkan pada penggunaan genset dan tidak mengganggu aktivitas di
RSGMP seperti perawatan pasien.
3. Sarana Pengelolaan limbah medis, cair, dan non-medis
Sarana pengelolaan limbah medis di RSGMP belum memiliki tempat pengolahan
limbah medis sendiri sehingga pengolahan limbah medis dikumpulkan dan dibawa ke
puskesmas Paniki dan diproses di sana. Pengelolaan limbah cair sudah sesuai
prosedur karena RSGMP Unsrat sudah mempunyai IPAL sendiri. Pengelolaan limbah
non-medis dikumpulkan dan dibuang ke TPA. Sarana pengelolaan limbah sudah
sesuai SOP tapi ada baiknya jika RSGM mempunyai incinerator sendiri untuk
mengelolah limbah medis agar lebih meringankan biaya pengelolaan limbah medis.
Pada pengelolaan limbah cair hasil akhir dari IPAL harus ditampung ke dalam kolam
yang berisi ikan sebagai indikator bersih atau tidak hasil penyaringan dari IPAL.
4. Area parkiran
Lahan parkiran di RSGMP Unsrat masih perlu diperluas karena masih banyak mobil
koas yang parkir disembarang tempat dan sering menyebabkan kemacetan dan
mengganggu arus lalu lintas di daerah RSGMP Unsrat dan juga pernah ditegur oleh

23
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Dinas Perhubungan dan dari pihak Kepolisian datang untuk menertibkan di daerah
RSGM.
5. Sarana Prasarana di setiap lantai
Penyediaan dental unit belum cukup memadai, karena tidak sebanding dengan jumlah
koas yang ada di RSGMP dan juga dental unit masih banyak yang perlu di perbaiki
sehingga dapat berfungsi dengan baik pada saat perawatan pasien. Perlu adanya
maintenance untuk setiap dental unit mulai dari lampu, suction, kompresor triway
syringe dan bagian lainnya. Toilet sudah tersedia di setiap lantai perawatan pasien,
serta pintu toilet yang tidak bisa dikunci sehingga pengguna toilet merasa tidak aman
dan nyaman. Di toilet juga perlu menyediakan sabun dan tissue dan memerlukan
tenaga cleaning service untuk terus menjaga kebersihan toilet. Ruang perawat bagian
terlalu sempit yang menyebabkan antrian koas saat akan mengambil alat dan bahan
sehingga mengganggu aktivitas perawat bagian tersebut. Ruang baca di lantai 4 belum
memadai karena ruangan terlalu sempit sehingga yang ingin membaca yang bisa
masuk hanya terbatas, juga masih perlu ditambahkan buku-buku yang terbaru.

b. Peralatan yang Dimiliki


1. Ketersediaan peralatan
Peralatan yang disediakan oleh RSGM memenuhi kebutuhan peralatan yang harus
digunakan di setiap kasus. Namun dalam prakteknya jumlah peralatan tersebut tidak
seimbang dengan jumlah operator yang mengerjakan kasus yang sama di waktu yang
sama sehingga operator diwajibkan menyediakan alat yang dibutuhkan sendiri.
2. Kelayakan peralatan yang tersedia
Peralatan yang tersedia di RSGMP Unsrat tidak semuanya dalam keadaan baik,
sebagai contoh sebagian besar tang ekstraksi dalam keadaan kurang baik hal ini dapat
mempengaruhi aktivitas operator saat melakukan tindakan dan mempengaruhi hasil
akhir perawatan pada pasien.

c. Jenis Pelayanan dan Tarif


Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Unsrat tergolong dalam rumah sakit
khusus ,yang lokasinya berada di Kota Manado. Menurut KepMenKes Nomor
1173/MENKES/PER/2004 pada pasal 1 RSGM adalah sarana pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut perorangan untuk

24
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

pelayanan pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan pelayanan peningkatan


kesehatan dan pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui pelayanan rawat jalan,
gawat darurat, dan pelayanan tindakan medik.
Fungsi RSGM adalah menyelenggarakan :
- Pelayanan medik gigi dasar, spesialistik, dan subspesialistik
- Pelayanan penunjang ; seperti pelayanan kefarmasian, laboratorium, radiologi
gigi, pelayanan anastesi
- Pelayanan rujukan
- Pelayanan gawat darurat kesehatan gigi dan mulut
- Pendidikan
- Penelitian dan pengembangan

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1165/


MENKES/SK/X/ 2007 tentang Pola Tarif Rumah Sakit Badan Layanan Umum BAB XII
pasal 14 ayat 2 : Besaran tarif pelayanan medik gigi dan mulut rawat jalan untuk tindakan
kecil/sederhana , sedang, besar, canggih dan khusus ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit
sesuai dengan tingkat kecanggihan masing-masing rumah sakit, serta pada ayat 3 : Dalam
menentukan besaran tarif pemeriksaan pelayanan medik gigi dan mulut didasarkan
perhitungan unit cost gigi dan mulut masing-masing rumah sakit dengan memperhatikan
kemampuan dan keadaan masyarakat setempat dan tarif Rumah Sakit lainnya.

Pelayanan di RSGMP Unsrat terbagi dalam 7 poli pelayanan yang meliputi bedah mulut,
penyakit mulut, prostodonsia, pedodonsia, ortodonsia, konservasi, dan periodonsia, serta
terdapat bagian Radiologi yang dapat digunakan jika pasien memerlukan untuk dilakukan
rontgen.

Data yang didapat dari RSGMP Unsrat belum mencantumkan biaya secara rinci untuk
Bagian Radiologi jika pasien akan melakukan rontgen. Pada bagian Penyakit Mulut biaya
yang tercantum pada daftar tarif yang dikeluarkan RSGMP Unsrat tidak sesuai atau jauh
lebih murah dengan tarif yang dikenakan saat Coas mengerjakan pasien dengan kasus seperti
SAR atau ulkus traumatik. Pada bagian Bedah Mulut harga tarif pencabutan ini tergolong
murah untuk kalangan masyarakat. Harga pencabutan berkisar Rp. 50.000 – Rp. 60.000 untuk
pencabutan gigi akar tunggal atau jamak, yang sudah termasuk dengan harga bahan berupa
pehacain dan dispo 3cc. Pada bagian Prostodonsia tarif pelayanan yang dikeluarkan RSGMP
Unsrat relative terjangkau, dan sudah sesuai dengan standar pelayanan yang ada di RSGMP

25
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Unsrat. Pada bagian Pedodonsia, untuk tarif pelayanan berupa tumpatan GIC tidak sesuai
dengan tarif yang dikeluarkan RSGMP Unsrat (tarif lebih mahal dari yang tercantum pada
tarif yg dikeluarkan RSGM) begitu juga pada tarif pelayanan Topikal Aplikasi, tidak sesuai
dengan yang tercantum pada tarif yang dikeluarkan RSGMP Unsrat. Pada Bagian Ortodonsia
tarif yang dikeluarkan RSGMP Unsrat sudah sesuai dan relatif terjangkau untuk kalangan
masyarakat sendiri. Pada bagian Konservasi ada ketidaksesuaian tarif pada pelayanan berupa
tumpatan komposit kelas I, II, III, dan V, tarif yang dikeluarkan RSGM Unsrat sendiri
bervariatif untuk tumpatan komposit tergantung jenis kasus, sedangkan pada kenyataannya
saat pengerjaan pasien, tarif yang diminta untuk tumpatan komposit sendiri yaitu Rp.
100.000.- untuk semua jenis kasus tumpatan. Pada bagian Periodonsia tarif yang diminta
sudah sesuai dengan tarif yang dikeluarkan RSGMP Unsrat, dan termasuk relatif terjangkau
untuk masyarakat umum.

Secara keseluruhan tarif pelayanan yang ada di RSGMP Unsrat sebenarnya sudah relatif
terjangkau untuk masyarakat umum dan sesuai dengan standar pelayanan dan SDM yang ada
di RSGM Unsrat, karena itu banyak juga masyarakat umum yang datang untuk
memeriksakan giginya di RSGMP Unsrat.

Namun , banyaknya perbedaan tarif yang dikeluarkan RSGMP Unsrat dengan tarif yang
ditentukan saat pasien datang, maka RSGMP Unsrat sebaiknya melakukan revisi kembali
soal tarif di setiap pelayanan, dan perincian dari tarif tersebut berupa apa saja bahan dan alat
yang didapat dengan tarif di tiap pelayanan yang sudah ditentukan, misalnya :

Bagian Perawatan Harga Bahan/ Alat Diperoleh

- Pinjaman tip
scaler
- Oco
Periodonsia Scalling Ultrasonik Rp. 170.000.- - Betadine
- Cotton pelet
- Tampon Steril
- Pasta pumis

26
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

Dengan perincian tarif yang jelas tentunya akan memudahkan pengolahan sistem
manajemen keuangan yang ada di RSGMP Unsrat dan terlihat lebih transparan.

d. Sistem Sterilisasi dan Pengolahan Limbah


Sistem sterilisasi di RSGMP Unsrat belum sesuai SOP mulai dari pencucian alatnya saat
mencuci alat operator tidak menggunakan handscoon bahkan saat mensterilkan alat tidak
dipisahkan mana alat yang golongan kritis dan semi kritis. Sarana pengelolaan limbah
medis di RSGMP belum memiliki tempat pengolahan limbah medis sendiri sehingga
pengolahan limbah medis dikumpulkan dan dibawa ke puskesmas Paniki dan diproses di
sana. Pengelolaan limbah cair sudah sesuai prosedur karena RSGMP Unsrat sudah
mempunyai IPAL sendiri. Pengelolaan limbah non-medis dikumpulkan dan dibuang ke
TPA. Sarana pengelolaan limbah sudah sesuai SOP tapi ada baiknya jika RSGM
mempunyai incinerator sendiri untuk mengelolah limbah medis agar lebih meringankan
biaya pengelolaan limbah medis. Pada pengelolaan limbah cair hasil akhir dari IPAL
harus ditampung ke dalam kolam yang berisi ikan sebagai indikator bersih atau tidak hasil
penyaringan dari IPAL.

27
Laporan Manajemen Rumah Sakit Gigi dan Mulut

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

Belum semua hal yang menyangkut RSGMP Unsrat sudah sesuai SOP, ada beberapa hal
yang masih harus diperbaiki lagi dari RSGMP seperti Alur pendaftaran dan pelayanan di tiap-
tiap bagian harus di perbaiki lagi, belum menjalin kerjasama dengan JKN, sarana prasarana
yang belum memenuhi standar dari kementerian kesehatan RI, serta SDM baik dari tenaga
medis maupun tenaga ahli yang perlu di tambah.

b. Saran
1. RSGM UNSRAT harus meningkatkan sarana, prasaranan dan SDM tenaga medis dan
tenaga ahli untuk memaksimalkan pelayanan yang ada di RSGM UNSRAT.
2. Perlunya transparansi dalam pengelolaan sistem keuangan yang ada di RSGM
UNSRAT.
3. Perlunya upaya promosi RSGM UNSRAT dimasyarakat maupun instansi
pemerintahan.
4. Cara sterilisasi alat yang masih keliru harus diperbaiki lagi dari pihak RSGM.
5. Dental unit yang membutuhkan maintenance perlu diperhatikan juga oleh teknisi
RSGM agar pada saat dental unit digunakan dapat bekerja dengan baik sehingga tidak
mengganggunya pelayan pasien di RSGMP Unsrat.
6. Perlunya menjalin kerjasama JKN dengan pemerintah dalam mendukung program
pemerintah.

28
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN DI RSGM

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya Cecilia Kinontoa (181014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)
Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Rujukan merupakan salah satu upaya untuk memaksimalkan pelaksanaan dan pengembangan
kesehatan masyarakat. Dalam Permenkes No. 1 tahun 2012, tertuang rumusan pemerintah
mengenai sistem rujukan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbale balik baik secara vertikal dan secara horizontal. Secara
garis besar, sistem rujukan mengatur alur seseorang dengan gangguan kesehatan untuk
memeriksakan kondisinya. Dalam upaya untuk memaksimalkan pelayanan primer kesehatan
masyarakat dirumuskanlah sistem rujukan berjenjang sebagai cara untuk kendali mutu dan
biaya kesehatan. Pelayanan primer yang komprehensif dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan
Tingkat pertama (FKTP) yang wajib memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas.
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah membuat akses terhadap pelayanan
kesehatan semakin terbuka dan meningkatkan utilisasi. JKN merupakan bagian dari Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) Kesehatan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib.
Setiap peserta JKN memiliki hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang bersifat
menyeluruh dan diberikan secara berjenjang, efektif, dan efisien dengan menerapkan prinsip
kendali mutu dan kendali biaya berdasarkan indikasi medis. FKTP dan Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) wajib menerapkan sistem rujukan. Sistem rujukan
diselenggarakan dengan tujuan memberikan pelayanan kesehatan secara bermutu, sehingga
tujuan pelayanan tercapai tanpa harus menggunakan biaya yang mahal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Rujukan
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit atau
masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam arti
satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun
secara horisontal dalam arti antar sarana pelayanan kesehatan dalam strata yang sama.
1. Jenis Rujukan
Menurut tata hubungannya, rujukan terdiri dari:
a. Rujukan internal
Rujukan internal adalah rujukan horizontal yang terjadi antar unit pelayanan di
dalam institusi tersebut. Misalnya dari jejaring puskesmas (puskesmas
pembantu) ke puskesmas induk; Rujukan antar bagian di Rumah Sakit Gigi dan
Mulut misalnya dari bagian prostodonsia ke bedah mulut.
b. Rujukan eksternal
Rujukan eksternal adalah rujukan yang terjadi antar unit-unit dalam jenjang
pelayanan kesehatan, baik horizontal (dari puskesmas rawat jalan ke puskesmas
rawat inap) maupun vertikal (dari puskesmas ke rumah sakit umum daerah);
Rujukan bagian bedah mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut ke poli penyakit
dalam Rumah Sakit Umum.

Daerah atau praktek dokter spesialis penyakit dalam.


Menurut lingkup pelayanannya, rujukan terdiri dari:
a. Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan. Rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk
pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan kesehatan
dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional.
Misalnya bantuan laboratorium dan teknologi kesehatan; bantuan obat, vaksin,
pangan pada saat terjadi bencana, pemeriksaan bahan (spesimen) bila terjadi
keracunan massal, pemeriksaan air minum penduduk, dan sebagainya.
b. Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan. Rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan
kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan
medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan
bahan bahan pemeriksaan. Rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab
secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun
horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional.
Jenis rujukan medik antara lain:
1) Transfer of patient
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan
operatif dan lain-lain.
2) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih
lengkap.
3) Transfer of knowledge / personal
Pengiriman tenaga yang lebih kompeten atau ahli untuk meningkatkan mutu
layanan setempat.
2. Manfaat Rujukan
Manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan
terlihat sebagai berikut:
a. Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy
maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain penghematan dana karena tidak
perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana
kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan
kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan
administrasi, terutama pada aspek perencanaan.
b. Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya
pengobatan karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-
ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena
diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan.
c. Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan
Ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas
jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti
semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan
dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau
meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu.
3. Faktor - faktor yang mempengaruhi pemanfaatan rujukan pelayanan kesehatan
Model sistem kesehatan merupakan suatu model kepercayaan kesehatan yang
disebut sebagai model perilaku pemanfaatan pelayanan kesehatan (behavioral model
of helath service utilization). Tiga kategori utama faktor determinan dalam
pelayanan kesehatan, yaitu:
a. Karakteristik predisposisi
Karakterisrik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu
mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-
beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan
dalam tiga kelompok, yaitu :
1) Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur, dan status perkawinan.
2) Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan
sebagainya.
3) Kepercayaan kesehatan (health belief), sperti keyakinan bahwa pelayanan
kesehatan dapat menolong proses penyembuhan
penyakit.

b. Karakteristik kemampuan.
Karakteristik kemampuan (enabling characteristics) adalah sebagai keadaan
atau kondisi yang membuat seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk
memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan. Terdapat dua
golongan, yaitu:
1) Sumber daya keluarga
Yang termasuk sumber daya keluarga adalah penghasilan keluarga,
keikutsertaan dalam asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa
pelayanan kesehatan, dan pengetahuan tentang informasi pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan.
2) Sumber daya masyarakat
Yang termasuk sumber daya masyarakat adalah jumlah sarana
pelayanankesehatan yang ada, jumlah tenaga kesehatan yang ada, jumlah
tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk
terhadap tenaga kesehatan, dan lokasi pemukiman penduduk.Semakin
banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan
pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.
c. Karakteristik kebutuhan.
Karakteristik kebutuhan, dalam hal ini merupakan komponen yang paling
langsung berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penilaian
terhadap suatu penyakit merupakan bagian dari faktor kebutuhan. Penilaian
kebutuhan ini dapat dinilai dari dua sumber yaitu:
1) Penilaian individu (perceived need)
Merupakan penilaian keadaan kesehatan yang dirasakan oleh individu,
besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya rasa sakit yang diderita.
2) Penilaian klinik (evaluated need)
Merupakan penilaian beratnya penyakit oleh dokter yang merawatnya. Hal
ini tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan dan penentuan diagnosis
penyakit oleh dokter.
4. Faktor yang mempengaruhi keputusan seseorang menggunakan pelayanan kesehatan
a. Status Kesehatan, Pendapatan, Pendidikan
Faktor status kesehatan mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan
pelayanan kesehatan meskipun tidak selalu demikian fenomenanya. Semakin
tinggi status kesehatan, maka ada kecenderungan orang tersebut banyak
menggunakan pelayanan kesehatan. Tingkat pendapatan seseorang yang tidak
memiliki pendapatan dan biaya yang cukup akan sangat sulit mendapatkan
pelayanan kesehatan meskipun dia sangat membutuhkan pelayanan tersebut.
Akibatnya adalah tidak terdapatnya kesesuaian antara kebutuhan dan
permintaan (demand) terhadap pelayanan kesehatan. Disamping itu,
tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi tingkat utilisasi
pelayanan kesehatan. Biasanya orang dengan tingkat pendidikan formal yang
lebih tinggi akan mempunyai tingkat pengetahuan akan informasi tentang
layanan kesehatan yang lebih baik dan pada akhirnya akan mempengaruhi status
kesehatan seseorang.
b. Faktor Konsumen dan Pemberi Pelayanan Kesehatan
Provider sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan mempunyai peranan yang
lebih besar dalam menentukan tingkat dan jenis pelayanan yang akan
dikonsumsi bila dibandingkan dengan konsumen sebagai pembeli jasa
pelayanan. Hal ini sangat menguntungkan provider melakukan pemeriksaan dan
tindakan yang sebenarnya tidak diperlukan bagi pasien.Pada beberapa daerah
yang sudah maju dan sarana pelayanan kesehatan yang banyak, masyarakat
dapat menentukan pilihan terhadap provider yang sesuai dengan keinginan
konsumen/pasien. Tetapi bagi masyarakat dengan sarana dan fasilitas kesehatan
yang terbatas maka tidak ada pilihan lain kecuali menyerahkan semua keputusan
tersebut kepada provider yang ada.
c. Kemampuan dan Penerimaan Pelayanan Kesehatan
Kemampuan membayar pelayanan kesehatan berhubungan erat
dengan tingkat pelayanan kesehatan. Pihak ketiga (pemberi asuransi)
pada umumnya cenderung membayar pembiayaan kesehatan tertanggung lebih
besar dibanding dengan perorangan. Sebab itu, pada negara dimana asuransi
kesehatan sosial lebih dominan atas komersial atau sistem asuransi kesehatan
nasional, peranan pemberi asuransi sangat penting dalam menentukan
penggunaan pelayanan kesehatan.
d. Resiko Sakit dan Lingkungan
Faktor resiko dan lingkungan juga mempengaruhi tingkat utilisasi pelayanan
kesehatan seseorang. Resiko sakit tidak akan pernah sama pada setiap individu
dan datangnya penyakit tidak terduga pada masing-masing individu. Faktor
lingkungan juga sangat mempengaruhi status kesehatan individu maupun
masyarakat. Lingkungan hidup yang memenuhi persyaratan kesehatan
memberikan resiko sakit yang lebih rendah kepada individu dan masyarakat.
5. Model yang dilakukan dalam penelitian utilisasi pelayanan kesehatan dibagi dalam
tujuh kategori, berdasarkan tipe variabel yang digunakan sebagai faktor yang
menentukan dalam utilisasi pelayanan kesehatan
yaitu: :
a. Model Demografi (Demographic model)
Variabel yang dipakai pada model ini ialah umur, seks, status perkawinan, dan
besarnya keluarga. Variabel ini digunakan sebagai ukuran atau indikator yang
mempengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan.
b. Model Struktur Sosial (Social structural model)
Variabel yang dipakai pada model ini ialah pendidikan, pekerjaan, dan etnis.
Variabel ini mencerminkan status sosial dari individu atau keluarga dalam
masyarakat, yang juga dapat menggambarkan tingkat pemanfaatan pelayanan
kesehatan oleh masyarakat itu
sendiri.
c. Model Sosial Psikologis (Social psychological model)
Variabel yang dipakai pada model ini ialah pengetahuan, sikap, dan keyakinan
individu dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Variabel psikologi ini
mempengaruhi individu untuk mengambil keputusan dan bertindak dalam
menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia.
d. Model Sumber Keluarga (Family resource model)
Variabel yang dipakai pada model ini ialah pendapatan keluarga dan cakupan
asuransi kesehatan. Variabel ini dapat mengukur kesanggupan dari individu atau
keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Makin komprehensif paket
asuransi yang sanggup dibeli individu, makin menjamin pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan dapat dikonsumsi oleh individu tersebut.
e. Model Sumber daya Masyarakat (Community resource model) Variabel yang
dipakai pada model ini ialah penyediaan pelayanankesehatan dan sumber-
sumber di dalam masyarakat. Model sumber daya masyarakat ini ialah suplai
ekonomis yang berfokus pada ketersediaan sumber kesehatan pada masyarakat.
Semakin banyak penyediaan pelayanan kesehatan yang tersedia, makin tinggi
aksesibilitas masyarakat untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
f. Model Organisasi (Organization model)
Variabel yang dipakai pada model ini ialah pencerminan perbedaan bentuk-
bentuk sistem pelayanan kesehatan. Biasanya variabel yang digunakan ialah
gaya (style) praktek pengobatan (sendiri, rekanan, atau kelompok), sifat alamiah
(nature) dari pelayanan tersebut
(membayar langsung atau tidak), lokasi pelayanan kesehatan (pribadi, rumah
sakit, atau klinik), petugas dari pelayanan kesehatan yang pertama kali dikontak
oleh pasien (dokter, perawat, atau yang lainnya).
g. Model Sistem Kesehatan
Model ini mengintegrasikan keenam model diatas ke dalam satu model,
sehingga apabila dilakukan analisa terhadap penyediaan dan utilisasi pelayanan
kesehatan harus dipertimbangkan semua faktor yang berpengaruh didalamnya.

6. Faktor - faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan ialah


sebagai berikut:
a. Sosio budaya mencakup teknologi dan norma-norma yang berlaku
1) Kemajuan teknologi
Kemajuan teknologi di bidang kesehatan dapat mempengaruhi seseorang
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.Kemajuan teknologi dapat
menurunkan angka kesakitan atau kebutuhan untuk perawatan, seperti
penemuan vaksin untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan lain-lain.
Di sisi lain, kemajuan teknologi juga dapat meningkatkan utilisasi
pelayanan
kesehatan, seperti transplantasi jantung, ginjal, dan kemajuan di bidang
radiologi dapat meningkatkan utilisasi pelayanan kesehatan di masyarakat.
2) Norma-norma yang berlaku
Norma dan nilai-nilai sosial yang terdapat dalam masyarakat akan
mempengaruhi seseorang dalam bertindak termasuk dalam perilaku
utilisasi pelayanan kesehatan.
b. Organisasi meliputi ada tidaknya fasilitas pelayanan kesehatan, keterjangkauan
secara geografis, keterjangkauan sosial, dan karakteristik struktur pelayanan
kesehatan.

1) Ketersediaan pelayanan kesehatan


Ketersediaan pelayanan kesehatan mempengaruhi seseorang dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan, karena suatu pelayanan digunakan
jika tersedia.Suatu sumber daya dikatakan tersedia jika terdapat dan
diperoleh tanpa mempertimbangkan mudah atau sulitnya digunakan.
2) Keterjangkauan secara geografis
Keterjangkauan geografi (aksesibilitas) adalah faktor-faktor geografi yang
memudahkan atau menghambat individu dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan, berkaitan dengan jarak tempuh, waktu tempuh, dan kemudahan
dalam memperoleh alat transportasi.Hubungan antara akses geografi dan
penggunaan pelayanan tergantung dari sumber daya yang ada. Peningkatan
akses yang disebabkan oleh berkurangnya jarak, waktu tempuh, dan
kemudahan transportasi dapat mengakibatkan peningkatan pelayanan yang
berhubungan dengan keluhankeluhan ringan atau pemakaian pelayanan
preventif akan lebih tinggi daripada pelayanan kuratif.
3) Keterjangkauan sosial
Keterjangkauan sosial terdiri atas dua dimensi, yaitu dapat diterima dan
dapat dijangkau oleh masyarakat. Dalam aspek keterjangkauan sosial,
konsumen dalam memanfaatkan pelayanan memperhitungkan dari segi
ekonomi yaitu biaya pelayanan dan ada atau tidaknya penanggung biaya
pelayanan.
4) Karakteristik struktur pelayanan
Cara pelayanan terhadap petugas kesehatan dapat mempengaruhi
penggunaan pelayanan kesehatan.Sistem pemberian upah merupakan salah
satu faktor yang membentuk insentif tenaga kesehatan. Contoh dalam
sistem asuransi, dimana biaya pelayanan dokter dibayarkan kembali,
struktur pembayaran tersebut mempengaruhi penggunaan pelayanan
kesehatan. Para dokter cenderung membentuk pelayanan yang bisa
memberikan keuntungan untuk memaksimalkan pendapatan mereka. Selain
itu, struktur organisasi pelayanan kesehatan juga mempengaruhiutilisasi
seseorang terhadap pelayanan kesehatan. Bentuk pelayanan, seperti praktik
dokter tunggal, praktik dokter bersama, klinik, rumah sakit atau pelayanan
kesehatan lainnya membuat pola utilisasi pelayanan kesehatan yang
berbeda.
c. Faktor yang berhubungan dengan konsumen, meliputi derajat sakit, mobilitas
penderita, cacat yang dialami, sosio demografi (umur, jenis kelamin, status
perkawinan), sosio psikologi (persepsi sakit, kepercayaan, dsb), sosio ekonomi
(pendidikan, pendapatan, pekerjaan, jarak tempat tinggal dengan pusat
pelayanan kesehatan).
d. Faktor yang berhubungan dengan provider, meliputi kemampuan petugas dalam
menciptakan kebutuhan masyarakat untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan melalui karakteristik provider (pelayanan
dokter, pelayanan paramedik, jumlah dan jenis dokter, peralatan yang tersedia,
serta penggunaan teknologi canggih).

B. Rujukan Vertikal dan Rujukan Horizontal


Rujukan horizontal merupakan rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan dalam
satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai
dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan
yang sifatnya sementara atau menetap. Rujukan vertikal merupakan rujukan yang
dilakukan antar pelayanan kesehatan yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari
tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
 Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan.
Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan yang
lebih rendah dilakukan apabila:
 Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya;
 Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih baik
dalam menangani pasien tersebut;
 Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan, efisiensi
dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
 Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau ketenagaan.
1. Tingkatan pelayanan kesehatan perorangan
a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama:
• Puskesmas
• Praktek dokter umum
• Praktek dokter gigi
• Klinik umum
• RS kelas D pratama
Seluruh Fasilitas Kesehatan tingkat pertama milik TNI/Polri dinyatakan sebagai
klinik pratama.
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua
• Klinik spesialis
• Rumah Sakit Umum
• Rumah Sakit Khusus
c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga
Pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan dokter sub spesialis atau
dokter gigi sub spesialis yang dilaksanakan di rumah sakit umum, rumah sakit
khusus setara kelas A dan B baik milik pemerintah maupun swasta.

C. Puskesmas
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat
disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerjanya dalm bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai
wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah
kerjanya.

1. Wilayah kerja puskemas


Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.
Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan
infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah
kerja puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II,
sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati atau Walikota,
dengan saran teknis dari kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.Sasaran
penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000 penduduk setiap
Puskesmas. Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka Puskesmas perlu
ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yanng disebut
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling. Khusus untuk kota besar dengan
jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja Puskesmas bisa meliputi 1
Kelurahan. Puskesmas di ibukota Kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000 jiwa
atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai pusat rujukan
bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
2. Pelayanan kesehatan menyeluruh
Pelayanan Kesehatan yang diberikan Puskesmas ialah pelayanan kesehatan
menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (upaya
pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif (pemulihan
kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak
membedaan jenis kelamain dan golongan umur, sejak pembuahan dalam kandungan
sampai tutup usia.
3. Pelayanan kesehatan integratif
Sebelum ada Puskesmas, pelayanan kesehatan di kecamatan meliputi
Balai Pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, Usaha Sanitasi Lingkungan,
Pemberantasan Penyakit Menular, dan lain-lain. Usahausaha tersebut masih bekerja
sendiri-sendiri dan langsung melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan. Petugas Balai
Pengobatan tidak tahu menahu apa yang terjadi di BKIA, begitu juga petugas BKIA
tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh petugas sanitasi lingkungan dan
sebaliknya. Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan melalui Pusat Kesehatan
Masyarakat yakni Puskesmas, maka berbagai kegiatan pokok Puskesmas
dilaksanakan bersama di bawah satu koordinasi dan satu pimpinan.

4. Fungsi dan peran puskesmas Fungsi Puskesmas:


a. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya.
b. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
c. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya.
5. Dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan:
a. Mengajak masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam
rangka menolong dirinya sendiri.
b. Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai bagaimana menggali dan
menggunakan sumberdaya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis
maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan
tersebut tidak menimbulkan
ketergantungan.
d. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat.
e. Bekerja sama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan
program Puskesmas.
6. Sebagai salah satu faskes tingkat pertama di era JKN, puskesmas memiliki fungsi:
a. Penyelenggara UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) primer/tingkat pertama di
wilayah kerjanya.
b. Pusat penyedia data dan informasi kesehatan di wilayah kerjanya sekaligus
dikaitkan dengan perannya sebagai penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan di wilayahnya.
c. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan)
primer/tingkat pertama, yang berkualitas dan berorientasi pada pengguna
layanannya.

D. Sistem Rujukan di bidang Kedokteran Gigi


Sama halnya dengan bidang kedokteran umum, rujukan kesehatan secara berjenjang pun
menjadi hal yang penting di bidang kedokteran gigi. Mengingat kebutuhan dan biaya
dalam upaya meningkatkan kualitas kesehatan gigi dan mulut masyarakat sangat penting
untuk dilakukan dan diusahakan.
Rujukan di bidang kedokteran gigi dibedakan atas dua bagian, yakni rujukan kasus
dengan pasien dan tanpa pasien. Adapun bentuk rujukan yang dilakukan di bidang
Kedokteran Gigi ialah sebagai berikut :
 Dari posyandu/sekolah/pustu ke puskesmas
Indikasi : semua kelainan/kasus/keluhan yang ditemukan pada jaringan keras dan
jaringan lunak didalam rongga mulut.
 Dari poli gigi puskesmas ke rumah sakit yang lebih mampu
Indikasi: semua kelainan/kasus yang ditemukan tenaga kesehatan gigi (dokter gigi,
perawat gigi) di puskesmas yang memerlukan tindakan diluar kemampuannya.
 Rujukan Model (Prostetik atau Orthodonsi)
Pelayanan kesehatan gigi yang memerlukan pembuatan prothesa termasuk mahkota
dan jembatan, plat orthodonsi, obturator, feeding plate, inlay, onlay.
 Rujukan spesimen
Semua kelainan/kasus yang ditemukan tenaga kesehatan gigi di puskesmas yang
memerlukan pemeriksaan penunjang diagnostik/laboratorium sehubungan dengan
kelainan dalam rongga mulutnya.
 Rujukan ilmu pengetahuan dan teknologi
Keadaan dimana dibutuhkan peningkatan ilmu pengetahuan dan keterampilan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut, agar dapat memberikan pelayanan yang lebih
optimal.
 Rujukan kesehatan gigi
Semua kegiatan peningkatan promosi kesehatan dan pencegahan kasus yang
memerlukan bantuan teknologi, sarana, dan biaya operasional.

Surat rujukan kepada dokter/fasilitas kesehatan lain hendaknya memuat informasi:


 Nama dokter pemberi rujukan, alamat, nomer SIP
 Tanggal surat rujukan dibuat
 Identitas dokter yang dituju (nama dokter dengan spesialisasi, klinik/ rumah sakit)
 Data pasien (nama, usia/tanggal lahir, jenis kelamin)
 Deskripsi dan riwayat keluhan pasien
 Hasil pemeriksaan klinis
Hasil pemeriksaan penunjang (jika ada)
 Diagnosis tetap atau sementara (jika ada)
 Riwayat umum pasien (jika ada): penyakit sistemik pasien, riwayat pemberian obat-
obatan
 Riwayat sosial (jika ada) :apabila ditemukan ketekaitan dengan diagnosis kelainan
yang dikeluhkan pasien, misalnya pasien adalah perokok, atau peminum alkohol.

 Alasan rujukan (umumnya menggunakan kalimat “mohon tatalaksana di bidang TS”


atau dapat menuliskan alasan rujukan yang lebih detail)
 Ucapan terima kasih
 Nomor telpon dokter pemberi rujukan
Surat rujukan spesimen hendaknya memuat informasi:
 Nama dokter pemberi rujukan, alamat, nomor SIP
 Tanggal surat rujukan dibuat
 Laboratorium yang di tuju
 Data pasien (nama, usia/tanggal lahir, jenis kelamin)
 Jenis spesimen (sampel darah, serum, sputum, jaringan, swab ulser,
aspirasi trakhea, dll)
 Asal spesimen (dorsal lidah, mukosa bukal kiri, palatum durum, dll)
 Tanggal pengambilan spesimen
Pemeriksaan yang diinginkan (histopatologi, kultur jamur, KOHyeast
cell, dll)
 Ucapan terima kasih
 Nomor telpon dokter pemberi rujukan

E. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) adalah badan hukum publik
yang bertanggung jawab kepada presiden dan berfungsi menyelenggarakan program
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. JKN diselenggarakan dengan
menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak diberikan kepada
setiap orang yang membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
1. Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban BPJS ialah:
a. Fungsi
Menyelenggarakan program jaminan kesehatan.
b. Tugas
1) Melakukan dan/atau menerima pendaftaran Peserta;
2) Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi
Kerja;
3) Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah;
4) Mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan Peserta;
5) Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial;
6) Membayarkan Manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai
dengan ketentuan program
Jaminan Sosial;
7) Mmemberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan
Sosial kepada Peserta dan masyarakat

c. Wewenang
1) Menagih pembayaran Iuran;
2) 2) Menempatkan Dana Jaminan Sosial untuk investasi jangka pendek dan
jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas,
kehatihatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai;
3) Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan
Pemberi Kerja dalam memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan jaminan sosial
nasional;
4) Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar
pembayaran fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang
ditetapkan oleh Pemerintah;
5) Membuat atau menghentikan kontrak kerja dengan fasilitas kesehatan;
6) Mengenakan sanksi administratif kepada Peserta atau Pemberi Kerja yang
tidak memenuhi kewajibannya;
7) Melaporkan Pemberi Kerja kepada instansi yang berwenang mengenai
ketidakpatuhannya dalam membayar Iuran atau dalam memenuhi kewajiban
lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
8) Melakukan kerja sama dengan pihak lain dalam rangka penyelenggaraan
program Jaminan Sosial.
d. Hak
1) Memperoleh dana operasional untuk penyelenggaraan program yang
bersumber dari Dana Jaminan Sosial dan/atau sumber lainnya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
2) Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program
Jaminan Sosial dari DJSN setiap 6 (enam) bulan.
e. Kewajiban
1) Memberikan nomor identitas tunggal kepada Peserta;.
2) Mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk
sebesarbesarnya kepentingan Peserta;
3) Memberikan informasi melalui media massa cetak dan
elektronik mengenai kinerja, kondisi keuangan, serta kekayaan dan hasil
pengembangannya;
4) Memberikan Manfaat kepada seluruh Peserta sesuai dengan Undang-
Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional;
5) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai hak dan kewajiban untuk
mengikuti ketentuan yang berlaku;
6) Memberikan informasi kepada Peserta mengenai prosedur untuk
mendapatkan hak dan memenuhi kewajibannya
7) Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standar praktik aktuaria yang
lazim dan berlaku umum;
8) Melakukan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku dalam
penyelenggaraan Jaminan Sosial;
9) Melaporkan pelaksanaan setiap program, termasuk kondisi keuangan, secara
berkala enam bulan sekali kepada Presiden dengan tembusan kepada Dewan
Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
10) Melaporkan secara berkala kepada Pemerintah dan Pemerintah daerah
mengenai seluruh Fasilitas Kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan.
11) Menerapkan utilization review secara berkala dan berkesinambungan, dan
memberikan umpan balik hasilnya kepada faskes. Hasil utilization review
dilaporkan secara berkala kepada Menteri dan DJSN.
f. Kredensialing
Dalam menetapkan pilihan faskes, BPJS Kesehatan melakukan seleksi dan
kredensialing dengan menggunakan kriteria teknis yang meliputi:
1) Sumber daya manusia;
2) Kelengkapan sarana dan prasarana;
3) Lingkup pelayanan; dan
4) Komitmen pelayanan.
Perpanjangan kerja sama antara faskes dengan BPJS Kesehatan dilakukan
setelah rekredensialing.
2. Peserta dan Kepesertaan
a. Peserta
Peserta JKN yang diselenggarakan oleh BPJS ialah setiap orang, termasuk orang
asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia, yang telah membayar
iuran, meliputi:
1) Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan.
2) Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI),
terdiri dari:
a) Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:
 Pegawai Negeri Sipil;
 Anggota TNI;
 Anggota Polri;
 Pejabat Negara;
 Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri;
 Pegawai Swasta;
 Pekerja yang tidak termasuk poin di atas yang menerima upah.
 WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat enam bulan.

b. Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya, yaitu:


Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri; Pekerja yang tidak termasuk
poin di atas yang bukan penerima upah. Termasuk WNA yang bekerja di
Indonesia paling singkat enam bulan.

c. Bukan pekerja dan anggota keluarganya, yaitu:


 Investor;
 Pemberi Kerja;
 Penerima Pensiun, terdiri dari:
 Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
 Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
 Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun;
 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat
hak pensiun;
 Penerima pensiun lain;
 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.
 Veteran
 Perintis Kemerdekaan;
 Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis
Kemerdekaan;
 Bukan Pekerja yang tidak termasuk poin di atas yang mampu membayar
iuran.
b. Hak dan Kewajiban Peserta
Setiap Peserta JKN berhak:
1) Mendapatkan nomor identitas tunggal peserta.
2) Memperoleh manfaat pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
3) Memilih fasilitas kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan sesuai yang diinginkan. Perpindahan fasilitas kesehatan tingkat
pertama selanjutnya dapat dilakukan setelah 3 (tiga) bulan. Khusus bagi
peserta: Askes sosial dari PT. Askes (Persero), Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) dari PT. (Persero) Jamsostek, program Jamkesmas dan
TNI/POLRI, tiga bulan pertama penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN), Fasilitas KesehatanTingkat Pertama (FKTP) ditetapkan
oleh BPJS Kesehatan.
4) Mendapatkan informasi dan menyampaikan keluhan terkait dengan
pelayanan kesehatan JKN.
Setiap Peserta JKN berkewajiban untuk:
1) Mendaftarkan diri dan membayar iuran, kecuali Penerima Bantuan Iuran
(PBI) jaminan kesehatan pendaftaran dan pembayaran iurannya dilakukan
oleh Pemerintah.
2) Mentaati prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan.
3) Melaporkan perubahan data kepesertaan kepada BPJS Kesehatan dengan
menunjukkan identitas peserta pada saat pindah domisili, pindah kerja,
menikah, perceraian, kematian, kelahiran dan lain-lain.
3. Pembayaran iuran
Mengenai pembayaran iuran bagi peserta BPJS Kesehatan, ditetapkan bahwa:
a. Pemberi Kerja wajib memungut Iuran yang menjadi beban peserta dari ekerjanya
dan menyetorkannya kepada BPJS.
b. Pemberi Kerja wajib membayar dan menyetor Iuran yang menjadi tanggung
jawabnya kepada BPJS.
c. Peserta yang bukan pekerja dan bukan PBI wajib membayar dan menyetor iuran
yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
d. Pemerintah membayar dan menyetor Iuran untuk penerima Bantuan Iuran
kepada BPJS.
4. Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta JKN
Pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh peserta JKN antara lain:
a. Setiap peserta mempunyai hak mendapat pelayanan kesehatan
meliputi:
1) Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP) dan Rawat Inap
Tingkat Pertama (RITP),
2) Pelayanan kesehatan Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL),
Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL);
3) Pelayanan gawat darurat; dan
4) Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh menteri.
b. Manfaat jaminan yang diberikan kepada peserta dalam bentuk pelayanan
kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan
medis yang diperlukan.
c. Pelayanan kesehatan diberikan di fasilitas kesehatan yang telah melakukan
perjanjian kerjasama dengan BPJS Kesehatan atau pada keadaan tertentu
(kegawatdaruratan medik atau darurat medik) dapat dilakukan oleh fasilitas
kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
d. Pelayanan kesehatan dalam program JKN diberikan secara berjenjang, efektif
dan efisien dengan menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.
e. Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang dimulai dari pelayanan
kesehatan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat
diberikan atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama. Pelayanan
kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari pelayanan
kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama, kecuali pada keadaan gawat
darurat, kekhususan permasalahan kesehatan pasien, pertimbangan geografis,
dan pertimbangan ketersediaan fasilitas.
f. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) penerima rujukan wajib
merujuk kembali peserta JKN disertai jawaban dan tindak lanjut yang harus
dilakukan jika secara medis peserta sudah dapat dilayani di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) yang merujuk.
g. Program Rujuk Balik (PRB) pada penyakit-penyakit kronis (diabetes mellitus,
hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy,
skizofren, stroke, dan Sindroma Lupus Eritematosus) wajib dilakukan bila
kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat keterangan
rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.
h. Rujukan parsial dapat dilakukan antar fasilitas kesehatan dan biayanya
ditanggung oleh fasilitas kesehatan yang merujuk.
i. Kasus medis yang menjadi kompetensi FKTP harus diselesaikan secara tuntas di
FKTP, kecuali terdapat keterbatasan SDM, sarana dan prasarana di fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
j. Status kepesertaan pasien harus dipastikan sejak awal masuk Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Bila pasien berkeinginan menjadi peserta
JKN dapat diberi kesempatan untuk melakukan pendaftaran dan pembayaran
iuran peserta JKN dan selanjutnya menunjukkan nomor identitas peserta JKN
selambatlambatnya 3 x 24 jam hari kerja sejak yang bersangkutan dirawat atau
sebelum pasien pulang (bila pasien dirawat kurang dari 3 hari). Jika sampai
waktu yang telah ditentukan pasien tidak dapat menunjukkan nomor identitas
peserta JKN maka pasien dinyatakan sebagai pasien umum.
k. Pada daerah yang tidak terdapat fasilitas kesehatan yang memenuhi syarat
(ditetapkan oleh Dinas Kesehatan setempat dengan pertimbangan BPJS
Kesehatan dan asosiasi fasilitas kesehatan) dan peserta memerlukan pelayanan
kesehatan, maka peserta diberikan kompensasi oleh BPJS Kesehatan. Pemberian
kompensasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
l. Dalam hal tidak terdapat dokter spesialis pada suatu daerah dimungkinkan untuk
mendatangkan dokter spesialis di FKRTL
dengan persyaratan teknis dan administratif yaitu :
1) Diketahui oleh Dinas Kesehatan dan BPJS setempat.
2) Transportasi tidak bisa ditagihkan.
3) Menggunakan pola pembayaran INA-CBGs sesuai dengan kelas FKRTL
dokter. Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita penyakit HIV dan AIDS,
Tuberculosis (TB), malaria serta kusta dan korban narkotika yang
memerlukan rehabilitasi medis, pelayanannya dilakukan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang merupakan bagian dari pembayaran kapitasi
dan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tarif
INA-CBGs, sedangkan obatnya menggunakan obat program.Obat
program disediakan oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Jenis obat, fasilitas kesehatan yang melayani program
tersebut, mekanisme distribusi obat, diatur sesuai dengan ketentuan masing-
masing program.

F. Sistem Rujukan Berjenjang BPJS Kesehatan


1. Definisi
Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan
yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara
timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta
jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas kesehatan.
2. Ketentuan Umum
Ketentuan umum dari sistem rujukan berjenjang ialah:
a. Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari tiga tingkatan, yaitu:
1) Pelayanan kesehatan tingkat pertama;
2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua;
3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga.
b. Pelayanan kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar
yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama.
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik
yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis yang
menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
spesialistik.
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub
spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesialis atau dokter gigi sub spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik.
e. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama
dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan
prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
g. Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan
tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama
h. Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
i. Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
j. Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke
tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
k. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau
subspesialistik;
2) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.
l. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan pelayanan
yang lebih rendah dilakukan apabila:
1) Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;
2) Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut.
3) Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang;
4) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.
3. Tata Cara Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang
Sistem rujukan secara berjenjang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas
kesehatan pasien yang mungkin belum di dapatkan di fasilitas kesehatan dengan
sarana prasarana atau tenaga yang ahli dengan kompetensi yang spesifik sesuai
kondisi kesehatan pasien. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan
dilakujan perujukan pasien antara lain:.
a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu diatasi.
b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis ternyata tidak
mampu diatasi.
c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
d. Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan
dan perawatan di sarana kesehatan yang lebih mampu.
Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang ialah:
a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama.
2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk
ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes primer.
4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan
atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes
tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana
terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya
tersedia di faskes tersier.
c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
1) Terjadi keadaan gawat darurat, kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku.
2) Bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah.
3) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat dilakukan di
fasilitas kesehatan lanjutan.
4) Pertimbangan geografis.
5) Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
d. Pelayanan oleh bidan dan perawat
1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan
kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter
gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi
gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien, yaitu kondisi
di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberipelayanan kesehatan
tingkat pertama.
e. Rujukan Parsial
Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi pelayanan
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
merupakan satu rangkaian perawatan pasien di faskes tersebut. Rujukan parsial
dapat berupa:
1) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau tindakan.
2) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.
3) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.
G. Sistem Rujukan Interprofesi (Kolaborasi)
Kolaborasi interprofesional merupakan strategi untuk mencapai kualitas hasil yang
diinginkan secara efektif dan efesien dalam pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam
kolaborasi merupakan unsur penting untuk
meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien. Kemapuan untuk bekerja
dengan professional dari disiplin lain untuk memberikan kolaboratif, patient centred care
dianggap sebagai elemen penting dari praktek profesional yang membutuhkan spesifik
perangkat kopetensi. Prosedur merujuk dan menerima rujukan pasien ada dua pihak yang
terlibat yaitu pihak yang merujuk dan menerima rujukan pasien dengan standar prosedur
sebagai berikut:
1. Prosedur standar merujuk pasien
a. Prosedur klinis
1) Melakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medic
untuk menentukan diagnose utama dan diagnose banding.
2) Memberikan tindakan pra rujukan sesuai kasus berdasarkan standar
prosedur operasional (SPO).
3) Memutuskan unit pelayanan tujuan rujukan.
4) Untuk pasien yang gawat darurat harus didampingi oleh petugas
medis/paramedic yang kompeten di bidangnya yang mengetahui kondisi
pasien.
5) Apabila pasien diantar dengan kendaraan puskesmas keliling atau ambulans,
agar petugas dan kendaraan tetap menunggu pasien di IGD tujuan sampai
ada kepastian pasien tersebut mendapat pelayanan dan kesimpulan dirawat
inap atau rawat
jalan
b. Prosedur administratif
1) Dilakukan setelah pasien diberikan tindakan pra rujukan.
2) Membuat catatan rekam medis pasien.
3) Memberikan informed consent (persetujuan atau penolakan rujukan).
4) Membuat surat rujukan pasien rangkap dua. Lembar pertama dikirim ke
tempat rujukan bersama pasien yang bersangkutan.
Lembar kedua disimpan sebagai arsip.
5) Mencatat identitas pasien pada buku register pasien.
6) Pengiriman pasien ini sebaiknya dilaksanakan setelah administrasi yang
bersangkutan diselesaikan.
2. Prosedur standar menerima rujukan pasien
a. Prosedur klinis
1) Segera menerima dan melakukan stabilisasi pasien rujukan sesuai dengan
standar prosedur operasional.
2) Setelah stabil, meneruskan pasien ke ruang perawatan elektif untuk
perawatan selanjutnya atau meneruskan ke sarana kesehatan yang mampu
untuk dirujuk lanjut.
3) Melakukan monitoring dan evaluasi kemajuan pasien.
b. Prosedur administratif
1) Menerima, meneliti dan menandatangani surat rujukan pasien yang telah
diterima untuk ditempelkan di kartu status pasien.
2) Apabila pasien tersebut dapat diterima kemudian membuat tanda terima
pasien sesuai dengan aturan masing-masing sarana, kemudian mengisi hasil
pemeriksaan, pengobatan serta perawatan pada kartu catatan medis dan
diteruskan ke tempat perawatan selanjutnya sesuai kondisi pasien.
3) Membuat informed consent (persetujuan tindakan,persetujuan inap atau
pulang paksa).
4) Segera memberi informasi tentang keputusan tindakan atau perawatan yang
akan dilakukan pada petugas atau keluarga pasien yang mengantar.
5) Apabila tidak sanggup menangani (sesuai perlengkapan tempat praktek yang
bersangkutan), maka harus merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih mampu
dengan membuat surat rujukan pasien rangkap dua kemudian surat rujukan
yang asli dibawa bersama pasien, prosedur selanjutnya sampa seperti
merujuk pasien.
6) Mencatat identitas pasien di buku register yang ditentukan.
3. Merujuk pasien ke fasilitas kesehatan (faskes) yang lebih mampu Sejak kedatangan
pasien (non emergensi atau emergensi) baik yang diperiksa di Klinik/di IGD ataupun
pasien rujukan rawat jalan dan rawat inap, setelah dilakukan pengamatan (observasi)
dan pemantauan serta pertimbangan secara cermat, pasien perlu dirujuk ke fasyankes
tingkat ketiga yang lebih mampu, dengan kriteria:
a. Kondisi penyakit pasien menyebabkan pasien harus memperoleh pelayanan sub-
spesialisti di fasyankes tingkat tiga.
b. Pasien memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap, tetapi
pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan.
Tujuan merujuk ke fasyankes tingkat tiga ialah:
a. Mengalihkan pelayanan pasien ke fasyankes tingkat tiga, dan proses rujukan akan
mengikuti SPO yang berlaku disertai penjelasan tentang:
1) Kondisi penyakitnya saat ini dan diagnosis yang ditegakkan
2) Pemeriksaan yang sudah dan sedang dilakukan, serta hasilnya
3) Obat yang sudah diberikan dan tindakan yang sudah dilakukan
b. Merujuk pasien untuk pemeriksaan spesialis/subspesialis yang lebih kompeten,
dimana pasien masihtetap dirawat di fasyankes tingkat dua dengan saransaran
dari spesialis/sub spesialis
c. Melengkapi pemeriksaan penunjang medik yangtidak dapat
dilakukan dan pasien tetap ditangani didi fasyankes tingkat dua,
d. Hanya mengirimkan specimen laboratorium untuk diperiksa dan diperoleh
hasilnya, atau merujuk pemeriksaan foto Röntgen untuk ekspertisinya, mengirim
pembacaan hasil EKG, dan lainnya. Kepada pasien/keluarga perlu dijelaskan
tentang penyakit pasien dan kondisinya, perlunya pasien dirujuk ke fasyankes
yang lebih mampu sesuai kebutuhannya, antara lain perlu pemeriksaan penunjang
medis sehingga pasien, rancangan dan prosedur pengiriman pasien/ rujukan,
persiapan keluarga untuk memenuhi persyaratan rujukan, dan lainnya
sebagaimana prosedur informed concent, keputusan akhir akan ditentukan oleh
pasien/keluarga. Apabila keputusannya berupa:
a. Penolakan untuk dirujuk, maka kemungkinan pasien akan keluar dari pelayanan,
dan dalam kondisi demikian fasyankes rujukan tetap harus memberitahu
fasyankes perujuk tentang keputusan
pasien/keluarga bersangkutan
b. Rencana rujukan disetujui, selanjutnya prosedur pelaksanaan rujukan
dipersiapkan, demikian pula kebutuhan dukungan Sumber dayanya.

Atas persetujuan rujukan, provider pemberi layananakan membuat surat rujukan


rangkap dua, satu untuk fasyankes tujuan dan satu untuk arsip di fasyankes perujuk,
yang disimpan dalam fie rekam medik pasien Pasien dan pendamping rujukan
dipersiapkan dengan baik, dengan kelengkapan peralatan medik, obatobatan yang
akan digunakan dalam proses rujukan, dan perangkat komunikasinya, terutama bila
tujuan rujukan cukup jauh dan proses rujukan berisiko pada kondisi pasien yang
dirujuk
Pasien segera dirujuk diikuti keluarga, dalam kondisi emergensi didampingi petugas
Kesehatan yang berwenang untuk memberikan layanan medik emergensi selama
perjalanan,
Dengan perangkat komunikasi yang tersedia, Fasyankes perujuk akan berkoordinasi
dengan berbagai pihak, fasyankes tujuan rujukan dan provider yang mendampingi
pelaksanaan rujukan, dan sebaliknya, sampai akhirnya pasien diserahkan pada
provider di tempat rujukan.
4. Prosedur standar pelaksanaan rujuk balik
Rumah Sakit atau Puskesmas yang menerima rujukan pasien wajib mengembalikan
pasien ke Rumah Sakit, Puskesmas, Polindes,
Poskesdes pengirim setelah dilakukan proses:
a. Sesudah pemeriksaan medis, diobati dan dirawat tetapi penyembuhan
selanjutnya perlu di follow up oleh Rumah Sakit, Puskesmas, Polindes,
Poskesdes pengirim.
b. Sesudah pemeriksaan medis, diselesaikan tindakan kegawatan klinis, tetapi
pengobatan dan perawatan selanjutnya dapat dilakukan di Rumah Sakit,
Puskesmas, Polindes, Poskesdes pengirim. Melakukan pemeriksaan fisik dan
mendiagnosa bahwa kondisi pasien sudah memungkinkan untuk keluar dari
perawatan Rumah Sakit atau
Puskesmas tersebut dalam keadaan:
a. Sehat atau Sembuh
b. Sudah ada kemajuan klinis dan boleh rawat jalan.
c. Belum ada kemajuan klinis dan harus dirujuk ke tempat lain.
d. Pasien sudah meninggal.
Rumah Sakit atau Puskesmas yang menerima rujukan pasien harus memberikan
laporan atau informasi medis/balasan rujukan kepada Rumah Sakit atau Puskesmas
atau Polindes atau Poskesdes pengirim pasien mengenai kondisi klinis terahir pasien
apabila pasien keluar dari
Rumah Sakit atau Puskesmas.
5. Menerima balasan rujukan balik
a. Prosedur klinis
1) Melakukan kunjungan rumah pasien dan melakukan
pemeriksaan fisik.
2) Memperhatikan anjuran tindakan yang disampaikan oleh Rumah
Sakit/Puskesmas yangterakhir merawat pasien tersebut.
3) Melakukan tindak lanjut atau perawatan kesehatan masyarakat dan
memantau (follow-up) kondisi klinis pasien sampai sembuh.
b. Prosedur administratif
1) Meneliti isi surat balasan rujukan dan mencatat informasi tersebut di buku
register pasien rujukan, kemudian menyimpannya pada rekam medis pasien
yang bersangkutandan memberi tanda tanggal/jam telah ditindaklanjuti.
2) Segera memberi kabar kepada dokter pengirim bahwa surat balasan rujukan
telah diterima.
H. Tata cara pelaksanaan sistem rujukan berjenjang bagi pasien BPJS Kesehatan
Tatacara dan prosedur yang harus dilewati saat akan menerima rujukan kesehatan secara
berjenjang dengan menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan:
1. Fasilitas kesehatan rujukan tingkat pertama
a. Peserta datang ke Puskesmas/Klinik atau ke Dokter Gigi Praktek
Mandiri/Perorangan sesuai pilihan Peserta.
b. Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses
administrasi).
c. Fasilitas Kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta.
d. Fasilitas Kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian
tindakan/pengobatan.
e. Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan oleh Fasilitas Kesehatan.
f. Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan memperoleh obat.
g. Rujukan kasus gigi dapat dilakukan jika atas indikasi medis memerlukan
pemeriksaan/ tindakan spesialis/sub spesialis. Rujukan tersebut hanya dapat
dilakukan oleh Dokter Gigi, kecuali
Puskesmas/Klinik yang tidak memiliki Dokter Gigi.
2. Fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan
a. Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
b. Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan
identitas dan surat rujukan.
c. Fasilitas Kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan
kartu dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat
Elijibilitas Peserta (SEP) dan melakukan pencetakan SEP.
d. SEP akan dilegalisasi oleh Petugas BPJS Kesehatan di Rumah Sakit.
e. Peserta mendapatkan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dan/atau
perawatan dan/atau pemberian tindakan dan/atau obat dan/atau Bahan Medis
Habis Pakai (BMHP).
f. Setelah mendapatkan pelayanan, Peserta menandatangani bukti pelayanan pada
lembar yang disediakan oleh masing-masing
Fasilitas Kesehatan.
I. Work Authorization (Surat Perintah Kerja)
Work authorization atau surat perintah kerja merupakan hal yang sering dilakukan di
bidang kedokteran khususnya di bidang kedokteran gigi. Kebutuhan alat bantu sepertin
protesa, mahkota cekat, alat ortodontik dan lain sebagainya, membuat dokter gigi
membutuhkan bantuan lembaga atau orang yang kompeten di bidangnya. Surat perintah
kerja merupakan surat yang ditulis dengan singkat, sederhana, jelas dan berisi informasi
lengkap mengenai apa yang diinginkan. Sebuah surat perintah kerja hendaknya memuat:
1. Nama dan alamat laboratorium teknik gigi
2. Nama dan alamat dokter gigi pemesan
3. Tanggal pengiriman
4. Tanggal selesai pekerjaan yang diinginkan
5. Kolom untuk ciri – ciri pasien
6. Kolom untuk instruksi khusus
7. Gambar gigi serta lengkung gigi rahang atas dan bawah
8. Tanda tangan dokter gigi
( Contoh surat rujukan dan jawaban rujukan)
( Contoh surat rujukan di RSGM PSPDG FK Unsrat)
KODE ICD 10 PENYAKIT
GIGI DAN MULUT
NO KODE ICD 10 NAMA PENYAKIT / DIAGNOSA NO KODE ICD 10 NAMA PENYAKIT / DIAGNOSA
1 B.37.00 DENTURE STOMATITIS 17 K.04.0 PULPITIS (REVERSIBLE, IRREVERSIBLE, AKUT, KRONIK)
2 K.00.6 PERSISTENSI GIGI SULUNG 18 K.04.1 NEKROSIS PULPA
3 K.01.16 IMPAKSI M3 RA 19 K.04.6 ABSES PERIAPIKAL DGN SINUS
4 K.01.17 IMPAKSI M3 RB 20 K.04.7 ABSES PERIAPIKAL TANPA SINUS
5 K.02.3 KARIES TERHENTI (ARRESTED CARIES) 21 K.05.00 GINGIVITIS AKUT O/K PLAK
6 K.02.51 KARIES EMAIL PADA PERMUKAAN PIT & FISSURE 22 K.05.21 ABSES PERIODONTAL
7 K.02.61 KARIES EMAIL PADA PERMUKAAN HALUS GIGI 23 K.05.3 PERIODONTITIS KRONIK
8 K.02.52 KARIES DENTIN PADA PERMUKAAN PIT & FISSURE 24 K.08.3 RETAINED RADIX (GR / SISA AKAR)
9 K.02.62 KARIES DENTIN PADA PERMUKAAN HALUS GIGI 25 K.12.00 STOMATITIS APHTOSA RECURENT (SAR)
10 K.02.8 KARIES PROFUNDA DGN PULPA TERBUKA PD GIGI VITAL 26 K.12.04 TRAUMATIC ULCER
11 K.03.0 ATRISI GIGI 27 K.13.0 ANGULAR CHEILITIS
12 K.03.1 ABRASI GIGI 28 S.02.50 FRAKTUR EMAIL GIGI
13 K.03.2 EROSI GIGI 29 S.02.51 FRAKTUR MAHKOTA GIGI TANPA MENGENAI PULPA
14 K.03.6 PLAK & KALKULUS (FRAKTUR 1/3 INSISAL)
15 K.03.7 DISKOLORISASI
16 K.03.8 SENSITIVE DENTIN
DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
2012. Pedoman Sistem Rujukan Nasional. Jakarta.

2. Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV


Sagung Seto

3. Suhartati. 2015. Analisis Pelaksanaan Sistem Rujukan Rawat Jalan Tingkat


Pertama (RJTP) Pada Peserta BPJS Kesehatan Di Puskesmas 5 Ilir Dan

Puskesmas Merdeka. Palembang: FKM Unsri.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1 Tahun 2012 tentang Sistem Rujukan


Kesehatan Perorangan.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun


2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

6. Kemenkes. 2013. Bahan Paparan Jaminan Kesehatan Nasional


(JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta.
7. BPJS Kesehatan. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang.
8. Permenkes Nomor 71 Tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional.

9. Permenkes Nomor 23 Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 tentang

Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.


10. Permenkes Nomor 99 Tahun 2015 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan
Kesehatan Nasional.

11. Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

12. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman


Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

PENYULUHAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya Cecilia Kinontoa (181014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)
Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh secara
keseluruhan, sehingga pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut penting dilakukan. Gigi dan
mulut dapat dikatakan sehat apabila jaringan keras dan jaringan lunak gigi serta unsur – unsur
yang berhubungan dalam rongga mulut, memungkinkan individu makan, berbicara dan
berinteraksi sosial tanpa disfungsi, gangguan estetik, penyimpangan oklusi dan kehilangan gigi
sehingga mampu hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Permenkes tahun 2015
menyebutkan bahwa gigi dan mulut penting bagi kehidupan kita, karena mulut bukan hanya
sebagai pintu masuk untuk makanan dan minuman, tetapi mempunyai fungsi penting dalam
pencernaan makanan, estetik dan komunikasi. Mulut adalah cermin dari kesehatan gigi, karena
secara umum banyak gejala – gejala penyakit yang dapat dilihat di dalam mulut.
Pada usia mudah, kesehatan gigi merupakan masalah yang penting karena tidak saja
menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga menyebarkan infeksi ke bagian tubuh lainnya
sehingga mengakibatkan menurunnya produktivitas. Kondisi ini tentu akan mengurangi
frekuensi kehadiran para muda-mudi ke tingkat jenjang pendidikan, organisasi maupun
pekerjaan, mengganggu konsentrasi belajar, mengganggu kegiatan bersosialisasi,
mempengaruhi nafsu makan dan asupan makanan sehingga dapat memengaruhi status gizi dan
pada akhirnya dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan fisik. Umumnya kelompok muda
memiliki risiko masalah kesehatan gigi dan mulut yang tinggi karena pada rentang usia ini
biasanya suka untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang sesuai dengan keinginannya.
Generasi muda atau lebih sering dikenal dengan kaum milenial, dikenal memiliki gaya hidup
yang dinamis dengan mobilitas yang tinggi dan tuntutan untuk menyelesaikan sesuatu secara
cepat. Mereka juga rentan terpengaruh akan perubahan yang begitu cepat terjadi disekeliling.
Alhasil mereka jarang memerhatikan dan merawat secara utuh kesehatan giginya. Gaya hidup
ini membuat banyak generasi muda sangat rentan untuk terdeteksi beberapa masalah gigi dan
mulut khususnya karies.
Di dalam media penyuluhan kami, kami akan menjelaskan faktor yang dapat
meningkatkan masalah kesehatan gigi dan mulut pada kaum miuda-lansia, serta pencegahan
dan pemeliharaanya.
Jumlah perokok di Indonesia merupakan tertinggi di dunia dengan prevalensi konsumsi
pada penduduk dengan usia > 15 tahun di Indonesia terdapat 62,9% laki-laki dan 4,8%
perempuan. 225.700 meninggal akibat merokok dan penyakit lain yang berkaitan dengan
tembakau.
Kandungan dalam rokok yang dapat membahayakan kesehatan antara lain, seperti
karbonmonoksida dapat meningkatkan daraah yang akan berpengaruh pada sistem pertukaran
hemoglobin, tar uap pada masuk kedalam rongga mulut menyebabkan gigi menjadi kasar
sehingga lebih mudah ditempeli oleh plak gigi, nikotin bahan yang menyebabkan air ludah
berkurang sehingga mengakibatkan kesehatan dan kebersihan dari rongga mulut.
Kelainan yang terjadi pada rongga mulut akibat merokok antara lain pada gigi dapat
menyebabkan perubahan warna, mukosa dapat menyebabkan leukoplakia, lidah sulit untuk
merasakan pahit, asi dan manis dn gusi mengakibatkan terjadinya perdarhan.
Pada perokok aktif memiliki resiko 6x lebih tinggi terkena kaanker mulut sedangkan
Dampak buruk jika anda menjadi perokok aktif ataupun pasif :
- Menyebabkan kemandulan dan impotensi
- Menyebabkan kerontokan
- Kehilanagan pendengaran dibandingkan bukan perokok
- Merusak gigi dan menyebabkan bau mulut
- Menyebabkan stroke dan serangan jantung
- Menyebabkan kanker paru dan penyakit paru obstruktif
- Menyebabkan kanker leher rahim dan keguguran
- Menyebabkan kanker kulit
- Gangguan pada mata seperti katarak
- Tulang lebih mudah patah

1.2 Tujuan

a. Tujuan Instruksional Umum

1. Kaum muda-lansia dapat memahami bahaya merokok untuk kesehatan gigi dan mulut

2. Kaum muda-lansia dapat memahami resiko dari gaya hidup yang dapat meningkatkan
masalah kesehatan gigi dan mulut.

3. Kaum muda-lansia dapat memahami pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut.
b. Tujuan Instruksional Khusus

1. Mengurangi kebiasaan buruk merokok

2. Mengidentifikasi penyebab karies atau gigi berlubang

3. Mengurangi kebiasaan yang memicu karies dan melakukan upaya pencegahan

4. Menyikat gigi secara benar dan memilih produk pasta gigi yang tepat untuk digunakan
secara rutin.

5. Mendorong kebiasaan memeriksakan gigi ke dokter gigi 6 bulan sekali

1.3 Sasaran dan Target Penyuluhan

Sasaran dan target penyuluhan adalah pemuda di usia 17- 65 tahun

sebanyak 10 orang.

1.4 Materi Penyuluhan

1. Bahaya merokok bagi kesehatan gigi dan mulut

2. Pengenalan karies atau gigi berlubang

3. Faktor yang memengaruhi terjadinya karies atau gigi berlubang

4. Proses terjadinya karies atau gigi berlubang

5. Upaya pencegahan masalah gigi dan mulut pada usia produktif-lansia

1.5 Metode Penyuluhan

Metode yang digunakan yaitu metode pendekatan kelompok kecil dengan ceramah dan
peragaan.
1.6 Media Penyuluhan

Media yang digunakan yaitu laptop, lcd dan phantom.

1.7 Evaluasi Hasil Penyuluhan

Dilakukan sesi tanya jawab setelah pemberian materi dan simulasi kepada peserta
penyuluhan.

1.8 Waktu dan Tempat

Penyuluhan dilakukan secara tatap muka di Desa Budo pada tanggal 15 September
2022
BAB II

METODE PENYULUHAN

3.1 MATERI PENYULUHAN

A. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Gigi Dan Mulut


B. Pengenalan Karies atau Gigi Berlubang
1. Definisi Karies
Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang menyebabkan timbulnya kerusakan
jaringan pada permukaan gigi yang kemudian menjalar ke bagian pulpa. Proses
tersebut terjadi karena sejumlah faktor (multiple factors) di dalam rongga mulut
yang berinteraksi satu dengan yang lain.
2. Faktor Penyebab Karies
a. Host (gigi dan saliva)
Yang pertama yaitu faktor host atau gigi itu sendiri. Bias dilihat dari struktur
gigi, struktur enamel atau permukaan gigi yang memiliki banyak cekungan
dan tidak rata dapat mempengaruhi cepatnya terjadi karies, hal ini disebabkan
bentuk gigi membuat sulit untuk di bersihkan.
Saliva atau air liur juga memiliki peranan penting dalam pembentukan karies.
Saliva yang normal memiliki kadar keasaaman dengan PH 7. Jika PH kurang
dari 7 dan jumlah saliva yang kurang akan menjadi penyebab gigi berlubang,
kareana dalam saliva mengandung ion flour yang dapat mencegah terjadinya
karies.
b. Mikroorganisme
Kurangnya menjaga kebersihan gigi dan mulut akan menimbulkan plak,
dimana plak menjadi tempat untuk bertumbuhnya mikroorganisme atau
bakteri. Bakteri itu antara lain streptococcus dan laktobasilus, yang menempel
akan merusak permukaan gigi dan terjadinya lubang yang lebih dalam. Jika
tidak dibersihkan dalam 24 jam maka pertumbuhan bakteri dapat berlipatt
sebanyak 5 kali.
c. Waktu
Proses terjadinya karies tidak berlangsung dalam waktu singkat. Perjalanan
bakteri untuk menjadi gigi berlubang membutuhkan waktu 6-48 bulan,
sehingga perawatan pencegahan sangat diperlukan untuk menghindari
terjadinya karies.

d. Sisa makanan
Semua asupan makan dan minuman akan diubah oleh bakteri menjadi asam,
kondisi asam dalam mulut yang ditak normal akan meningkatkan resiko
terjadinya karies. Sisa makanan harus dibersihkan sampai tuntas, selain
dengan cara menyikat gigi, kita juga dapat menggunakan dental floss untuk
mengangkat sisa-sisa makanan yang terdapat pada celah gigi yang sulit
dijangkau dengan hanya menyikat gigi, juga penggunaan obat kumur agar
lebih mengoptimalkan pembersihan.
3. Proses Pembentukan Karies
Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit
menular lain, tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa
kurun waktu. Prosesnya dimulai ketika kita mengonsumsi makanan dan melekat
di gigi tetapi tidak dibersihkan maka akan menyebabkan penumpukan plak yang
banyak di gigi, baik permukaan gigi ataupun celah gigi.
Sisa makanan yang menumpuk menyebabkan timbulnya bakteri yang asam atau
bisa disebut dengan pembentukan asam laktat. Bakteri yang muncul akan
memfermentasi karbohidrat dari makanan yang kita makan sehingga
menyebabkan gigi kita menjadi keropos dan tidak kuat. Disaat itulah gigi kita bisa
menjadi karies atau berlubang.

B. Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

Untuk mencapai kesehatan gigi dan mulut yang optimal, maka harus dilakukan
perawatan secara berkala. Perawatan dapat dimulai dari memperhatikan diet
makanan, jangan terlalu banyak makanan yang mengandung gula dan makanan yang
lengket. Pembersihan plaks dan sisa makanan yang tersisa dengan menyikat gigi,
teknik dan caranya jangan sampai merusak terhadap struktur gigi dan gusi.
Kunjungan berkala ke dokter gigi setiap enam bulan sekali baik ada keluhan ataupun
tidak ada keluhan.
1. Sikat Gigi

Upaya dalam mencegah penyakit gigi dan mulut serta meningkatkan kebersihan
mulut dapat dilakukan dengan mencegah dan menghilangkan akumulasi plak. Tujuan
menyikat gigi adalah: Plak dapat disingkirkan secara mekanis, kemis, dan modifikasi
metode mekanis dan kemis. Menyikat gigi dengan menggunakan sikat gigi adalah
bentuk penyingkiran plak secara mekanis.

Tujuan dari menyikat gigi adalah:

1. Menyingkirkan plak atau mencegah terjadinya pembentukan plak

2. Membersihkan sisa-sisa makanan, debris atau stain

3. Merangsang jaringan gingiva

4. Melapisi permukaan gigi dengan fluor

Faktor yang mempengaruhi efektifitas penyikatan gigi termasuk didalamnya adalah


tipe sikat gigi yang digunakan, metode penyikatan gigi, pasta gigi serta waktu dan
frekuensi menyikat gigi. Ada beberapa metode cara menyikat gigi. Salah satu cara yang
mudah dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Siapkan sikat gigi dan pasta gigi yang mengandung fluor, banyaknya pasta gigi
sebesar kacang tanah.
b. Kumur-kumur sebelum menyikat gigi
c. Gigi bagian depan disikat dengan gerakan naik turun dengan posisi mulut
tertutup, selama dua menit atau sedikitnya delapan kali gerakan untuk setiap
permukaan.
d. Gigi yang menghadap ke pipi disikat dengan gerakan naik turun sedikit
memutar
e. Gigi yang menghadap ke lidah atau langit-langit disikat dengan gerakan dari
arah gusi ke permukaan gigi dengan posisi mulut terbuka
f. Gigi bagian pengunyahan disikat dengan gerakan maju mundur, dengan posisi
mulut terbuka
g. Setelah semua permukaan gigi selesai disikat, kumur satu kali saja, sikat gigi
dibersihkan dengan air dan disimpan, dengan posisi tegak, kepala sikat berada
di atas
2. Konsumsi Makanan Berserat

Kontrol plak dapat juga dilakukan dengan konsumsi makanan berserat. Kebiasaan
makan-makanan berserat tidak bersifat merangsang pembentukan plak, melainkan
berperan sebagai pengendali plak secara alamiah. Bahan makanan yang banyak
mengandung serat antara lain buah-buahan, sayuran terutama sayuran hijau, kacang-
kacangan dan serealia. Makanan berserat seperti sayur-sayuran dan buah-buahan
mengandung 75-95% air. Sayuran dan buah-buahan berserat dan berair akan bersifat
membersihkan karena harus dikunyah dan dapat merangsang sekresi saliva.

3. Penggunaan Alat Bantu

Alat bantu sikat gigi untuk dapat membersihkan plak secara sempurna terdiri dari :

3.1 Dental floss


Dental floss adalah salah satu alat bantu untuk membersihkan gigi yang
berbentuk benang dilapisi lilin dan ada pula yang tidak. Dental floss ini berguna
untuk menghilangkan plak pada permukaan interproksimal gigi serta
membersihkan partikel-partikel sisa-sisa makanan yang tertekan dibawah titik
kontak. Cara menggunakan dental floss sangat mudah yaitu tekan dental floss pada
titik kontak antara dua gigi dan digesek-gesek pada permukaan distal dan mesial
naik turun, keluar masuk pada gigi tersebut. Kotoran yang keluar dapat dihilangkan
dengan kumur-kumur.

3.2 Mouthwash
Obat kumur merupakan suatu larutan atau cairan yang digunakan untuk
membantu memberikan kesegaran pada rongga mulut serta membersihkan mulut
dari plak dan organisme yang menyebabkan penyakit dirongga mulut. Obat kumur
adalah cairan yang ditahan dalam mulut selama beberapa waktu dengan
menggunakan kekuatan mekanik oleh otot untuk menghilangkan patogen di dalam
mulut. Obat kumut kini telah menjadi intens dan dari beberapa produk obat kumur
terbaru mengklaim bahwa efektifitasnya dalam mengurangi penumpukan plak,
radang gusi dan halitosis.
4. Periksa Gigi ke Dokter Gigi 6 Bulan Sekali
Periksa gigi secara rutin ke dokter gigi memungkinkan pendeteksian masalah gigi
dan gusi dalam tahap awal. Artinya, jika terindikasi, misalnya gigi muncul lubang
kecil, dokter gigi bisa segera melakukan penambalan agar gigi tidak sampai
keropos. Penanganan dini justru akan menghemat biaya pengobatan dibanding
pada saat kondisi gigi sudah parah.
BAB III

LAPORAN PELAKSANAAN PENYULUHAN

3.1 Pelaksanaan
a. Waktu Pelaksanaan
Waktu pelaksanaan penyuluhuan kesehatan gigi dan mulut dilaksanakan pada tanggal
15 September 2022, dimulai pukul 08.00 sampai selesai. Oleh dokter gigi muda RSGM
Unsrat Manado, dengan nama sebagai berikut :
1. Meilan Malinda Suleh
2. Angela Magie Tambahani
Pelaksanaan diawali dengan doa dan perkenalan, kemudian dilanjutkan dengan
membawahkan materi dengan judul bahaya merokok untuk kesehatan gigi dan mulut
lewat power point yang di tampilkan pada lcd dibawahkan oleh pemateri dan dilanjutkan
dengan menjelaskan simulasi cara menyikat gigi dan mulut dengan menggunakan
pantom kemudian diakhiri dengan tanya jawab.

b. Tempat Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan kegiatan penyuluhan ini dilakukan Di Desa Budo agar
memudahkan interaksi dengan peserta karena dilakukan secara tatap muka.

c. Jumlah Peserta
Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut diikuti oleh 10 orang peserta. Penyuluh
sebanyak 2 orang, yang memiliki tugas sebagai moderator dan penyaji materi.

d. Proses Pelaksanaan
1. Penyuluhan dibuka dengan doa
2. Moderator memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penyuluhan kepada
peserta penyuluhan.
3. Menampilkan materi tentang bahaya merokok untuk kesehatan gigi dan mulut.
Dijelaskan oleh kedua penyuluh secara bergantian. Isi materi mengenai:
a. Bahaya Merokok Bagi Kesehatan Gigi Dan Mulut
b. Definisi Karies atau Gigi Berlubang
c. Faktor Penyebab Karies
d. Proses Pembentukan Karies
e. Cara menyikat gigi yang baik dan benar

4. Simulasi cara menyikat gigi dan mulut yang baik dan benar:
a. Pemilihan sikat gigi yang baik
b. Penggunaan pasta gigi berfluoride
c. Cara menyikat gigi
d. Penggunaan dental floss
e. Penggunaan obat kumur (mouthwash)
f. Makanan yang baik untuk kesehatan gigi dan mulut
g. Pentingnya periksa gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali
5. Moderator membuka sesi tanya jawab
6. Moderator memberikan Kuesioner Post Test yang harus diisi oleh peserta
penyuluhan
7. Moderator memberikan kesimpulan dan mengucapkan salam penutup dan doa
8. Penyuluh mengevaluasi hasil penyuluhan dan memberikan hadiah untuk peserta
dengan jawaban terbaik serta ucapan terima kasih untuk seluruh peserta
penyuluhan.

e. Permasalahan dan Hambatan


1. Penyuluhan dilakukan saat masa pandemi berlangsung, sehingga proses
penyuluhan tidak terlalu banyak peserta hanya dibatasi saja.
2. Dilakukan dipagi hari pada jam kerja masyarakan di Desa Budo
3. Terdapat masalah saat mendokumentasikan proses penyuluhan dikarenakan
terbatasnya memori penyimpanan hp penyaji materi.

3.2 Hasil Evaluasi


1. Struktur
a. Tempat pelaksanaan kegiatan tersedia
b. Media dan alat di siapkan oleh kelompok penyuluhan
c. Peserta sudah berada di ruang tunggu
d. Pelaksanaan berjalan sesuai rencana kegiatan

2. Proses
a. Proses interaktif pada saat tanya jawab
b. Partisipasi cukup aktif dan peserta sangat berantusias mengikuti penyuluhan yang
dilaksanakan.

3. Hasil Penyuluhan
a. Berdasarkan hasil tanya jawab setelah pemberian materi penyuluhan, seluruh
peserta penyuluhan dapat memahami dan mengeti materi yang telah diberikan.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Pada usia muda-lansia kesehatan gigi merupakan masalah yang penting karena tidak
saja menyebabkan keluhan rasa sakit, tetapi juga mengakibatkan menurunnya produktivitas.
Untuk itu penyuluh menyajikan materi penyuluhan ini agar para kaum milenial paham dan
sadar akan pentingnya kesehatan gigi. Berdasarkan kegiatan penyuluhan yang telah dilakukan
dan dievaluasi, para peserta sudah cukup paham tentang materi yang disajikan.

4.2 Saran

Saat ini pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya kesehatan gigi dan mulut
bahaya merokok bagi kesehatan gigi dan mulut masih rendah. Untuk itu penting dilakukan
penyuluhan atau kampanye online melalui sosial media atau media apapun khususnya disaat
pandemi seperti ini.
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

KAJIAN MANAJEMEN PUSKESMAS (FASKES PRIMER)

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya C. Kinintoa, SKG (18014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)
Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pusat Kesehatan Masayarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasiltas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan prefentif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Undang-undang nomor 36 tahun 2009 Tentang kesehatan menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang sama, bermutu, dan terjangkau.
Undang-undang tersebut juga mengamanatkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas akses
masyarakat terhadap fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Puseksmas sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dinas kesehatan kabupaten/kota
bertanggung jawab terhadap pelaksanan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dengan
memberikan pelayanan kesehatan masyarakat dan perorangan di tingkat dasar. Dari data dasar
Puskesmas dapat terlihat kesiapan Puskesmas dalam melayani masyarakat.
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Berbagai
upaya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut yang dilakukan secara menyeluruh, berjenjang
dan terpadu.
Upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
, di antaranya adalah dengan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dasar. Peran
Puskesmas dan jaringannya sebagai institusi yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan di
jenjang pertama yang terlibat langsung dengan masyarakat menjadi sangat penting.Puskesmas
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.
Untuk meningkatkan kinerja Puskesmas, diperlukan informasi yang lengkap tentang
Puskesmas, di antaranya berkaitan dengan kondisi bangunan Puskesmas dan sarananya, kondisi
jaringan Puskesmas, dan tenaga di Puskesmas. Kesemuanya itu digunakan sebagai masukan
pengambilan keputusan dalam proses manajemen pembangunan Puskesmas disetiap jenjang
administrasi kesehatan.
Untuk meningkatkan kinerja Puskesmas, diperlukan infromasi yang lengkap tentang
Puskesmas, di antaranya berkaitan dengan kondisi bangunan Puskesmas dan sarananya, kondisi
jaringan Puskesmas dan tenaga di Puskesmas. Kesemuanya itu di gunakan sebagai masukan
pengambilan keputusan dalam proses manajemen pembangunan Puskesmas di setiap jenjang
administrasi kesehatan.
Puskesmas Tikala Baru adalah salah satu unit pelayanan teknis Dinas Kesehatan Kota Manado
terletak di seluruh Tikala Baru Lingkungan 1 Kecamatan Tikala dengan jumlah penduduk yang
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru tahun 2016 berjumlah 35.929 jiwa.
1.2 Analisis Situasi
Visi dan Misi Puskesmas Tikala Baru
Visi : Kecamatan Tikala Sehat dan Berkualitas
Misi : 1. Mewujudkan Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas dan
menyenangkan
2. Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Melalui Pemberdayaan
Masyarakat
Motto : Kepuasan dan Kesembuhan Pasien adalah Harapanku
Komitmen Pelayanan Puskesmas Tikala Baru:
Memberikan Pelayanan Kesehatan yang Ramah dan Profesional
Komitmen Manajemen Mutu:
1. Senyum, Salam, Sapa, Santun
2. Cerdas dan Terampil
3. Kerjasama Tim dan integritas

1.2.2 Profil Puskesmas


Puskesmas Tikala Baru adalah salah satu unit pelayanan teknis Dinas Kesehatan Kota
Manado terletak di kelurahan Tikala Baru Lingkungan I Kecematan Tikala.
Dibangun pada tahun 1962 dengan status sebagai Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA),
kemudian pada tahun 1970 berstatus sebagai Balai Pengobatan (BP) dan belum mempunyai
wilayah kerja. Pada tahun 1972 dari status sebagai Balai Pengobatan, ditingkatkan menjadi
Puskesmas Tikala Baru KecematanWenang dengan 10 kelurahan yaitu Tikala Baru, Tikala Ares,
Banjer, Teling Bawah, Mahakeret Barat, Mahakeret Timur, Wenang Utara, Wenang Selatan, Bumi
Beringin.Tahun 2002 pemekaran Kecematan dan Kelurahan lagi wilayah Kecematan Wenang di
bagi menjadi dua Kecematan, Kecematan Wenang dan Kecematan Tikala. Wilayah kerja
Puskesmas Tikala menjadi 6.
Puskesmas Tikala Baru adalah salah satu unit pelayanan teknis Dinas Kesehatan Kota Manado
terletak di kelurahan Tikala Baru Lingkungan I Kecematan Tikala dengan jumlah penduduk yang
tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru Tahun 2016 berjumlah 35.929 jiwa. Tahun 2002
pemekaran kecematan dan kelurahan lagi wilayah Kecematan Wenang di bagi menjadi dua
Kecematan, Kecematan Wenang dan Kecematan Tikala. Wilayah kerja Puskesmas Tikala menjadi
6 Kelurahan yaitu Kelurahan Dendengan Dalam, Tikala Baru, Taas, Paal 4, Banjer, Tikala Ares,
Tahun 2013 terjadi pemekaran Kecematan lagi yaitu Kecematan Tikala menjadi 2 kecamatan yaitu
Kecematan Tikala dan Paal II. Wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru berubah menjadi 5
Kelurahan, dikarenakan Kelurahan Dendengan Dalam sudah masuk wilayah KecematanPaal IV,
tetapi pelayanan kesehatannya masih di tangani oleh Puskesmas Tikala Baru.
Luas wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru terdiri dari: Kelurahan Dendengan Dalam 63 ha,
Kelurahan Tikala Baru 105 ha, Kelurahan Taas 350 ha, Kelurahan Paal IV 233 ha, Kelurahan
Banjer 81 ha, dan Kelurahan Tikala Ares 24 ha. Batas Wilayah Kerja Puskesmas Tikala Baru:
sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Dendengan Luar, sebelah timur berbatasan dengan
Kecematan Pineleng, Sebelah selatan berbatasan dengan Kecematan Wanea, dan sebelah barat
berbatasan dengan Kecematan Wenang (Gambar 1).

Gambar 1. Peta wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru

Jumlah penduduk yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru Tahun 2016
berjumlah 35.929 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 18.637 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan 18.034 jiwa (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru


Jumlah Penduduk
No. Kelurahan
Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P
1 Dendengan Dalam 3.419 3.393 6.812
2 Tikala Baru 2.550 2.531 5.081
3 Taas 2.944 2.921 5.865
4 Paal IV 3.058 3.034 6.092
5 Banjer 5.167 5.126 10.293
6 Tikala Ares 896 890 1.786
Jumlah 18.637 18.034 35.929

Sarana pendidikan yang ada di wilayah kerja Tikala Baru sangat menunjang serta
meningkatkan mutu pendidikan untuk menghasilkan dan meningkatkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Mulai dari 7 SMA (Sekolah Menengah Atas), 2 SMK (Sekolah Menengah
Kejuruan), 7 SMP (Sekolah Menengah Pertama), 17 SD (Sekolah Dasar) dan 4 TK (Taman Kanak-
kanak) tersebar di seluruh Kelurahan di Kecematan Tikala.
Sarana transportasi yang digunakan oleh masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tikala Baru
berupa kendaraan bermotor, baik roda 2 ataupun roda 4. Karena jalan yang menghubungkan tiap
Kecematan memiliki jalan yang bagus. Jarak yang ditempuhpun paling jauh hanya berjarak 2 km
dengan rata-rata waktu tempuh berkisar 7 menit.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran tentang manajemen Puskesmas Tikala Baru mencakup tingkat
kinerja & pencapaian Puskesmas dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mendapatkan analisis situasi manjemen Puskesmas yang terdiri dari profil Puskesmas,
data umum, dan unit pelayanan.
2) Mendapatkan informasi tentang penyelenggaraan Puskesmas.
3) Mendapatkan informasi analisis kinerja Puskesmas dan bahan masukan dalam
penyusunan rencana kegiatan Puskesmas untuk akreditasi pada tahun yang akan
datang.

BAB II
LANDASAN TEORI
1.1 Peran Manajemen
Peran manajemen kesehatan menurut George Terry:
1. Planning (perencanaan)
Merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk
mencapainya.
2. Organizing (pengorganisasian)
Menghimpun sumber daya (resources) yang dimiliki organisasi dan memanfaatkannya
secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Actuating (directing, commanding, motivating, staffing, coordinating)
Proses bimbingan kepada para staff agar mampu bekerja secara optimal.
4. Controlling (monitoring)
Pengawasan dan pengendalian untuk mengamati pelaksanaan kegiatan untuk melihat
koreksi bila ada penyimpangan.

1.2 Tim dan Sistem Kerja


Seiring dengan makin kompleksnya pelayanan kedokteran gigi, profesi di bidang ini turut
ikut berkembang. Bila dahulu cukup hanya dokter gigi saja yang memberikan pelayanan, kini
di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, pelayanan diberikan oleh sebuah tim yang
terdiri dari Dentist, Dental Hygienist, Dental Assistant, dan Dental Technician. Dentist adalah
dokter gigi yang memberikan pelayanan kedokteran gigi. Dental Hygienist bertugas mengisi
Rekam Medis, serta melakukan tindakan Preventive Dentistry seperti membersihkan karang
gigi secara mandiri. Dental Assistant bertugas sebagai asisten yang membantu dokter gigi
mengambil alat, menyiapkan bahan, mengontrol saliva, membersihkan mulut, serta mengatur
cahaya lampu selama suatu prosedur perawatan sedang dilakukan. Dental Technician berkerja
di Laboratorium, membuat protesa dan alat bantu yang akan dipasang di mulut pasien. Di
Indonesia kondisinya sedikit berbeda, hanya dikenal 2 profesi kesehatan gigi diluar dokter
gigi yaitu Perawat Gigi dan Tekniker Gigi. Perawat Gigi bertugas seperti Dental Assistant dan
Dental Hygienist, sedangkan Tekniker Gigi bertugas sama seperti Dental Technician. Pada
saat suatu pelayanan kedokteran gigi dilakukan hanya akan ada 2 orang yang berada disekitar
pasien yaitu Dokter Gigi dan Perawat Gigi. Tugas kedua orang ini berbeda namun saling
mendukung, ini kemudian melahirkan istilah Four Handed Dentistry. Konsep Four Handed
Dentistry telah diadopsi oleh para produser pembuatan dental unit, sehingga saat ini seluruh
dental unit yang dibuat selalu dilengkapi dengan sisi Dental Asistant disebelah kiri pasien.
Oleh karena itulah konsep Four Handed Dentistry menjadi dasar dalam desain tata letak
penempatan alat kedokteran gigi.
1.3 Jalur Kerja dan Pergerakan
Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar
Dental Unit yang disebut Clock Concept. Bila kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12
terletak tepat di belakang kepala pasien, maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone,
arah jam 2 sampai jam 4 disebut Assisten’s Zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut Transfer
Zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11 disebut Operator’s Zone sebagai tempat
pergerakan Dokter Gigi (Gambar 2).

Gambar 2. Clock Concep (Nusanti, 2000)

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta tidak
terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak (Mobile Cabinet)
yang berisi Instrumen Tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien. Assistant’s
Zone adalah zona tempat pergerakan Perawat Gigi, pada Dental Unit di sisi ini dilengkapi
dengan Semprotan Air/Angin dan Penghisap Ludah, serta Light Cure Unit pada Dental Unit
yang lengkap. Transfer Zone adalah daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan antara tangan
dokter gigi dan tangan Perawat Gigi. Sedangkan Operator’s Zone sebagai tempat pergerakan
Dokter Gigi. Selain pergerakan yang terjadi di seputar Dental Unit, pergerakan lain yang perlu
diperhatikan ketika membuat desain tata letak alat adalah pergerakan Dokter Gigi, Pasien, dan
Perawat Gigi di dalam ruangan maupun antar ruangan. Jarak antar peralatan serta dengan
dinding bangunan perlu diperhitungkan untuk memberi ruang bagi pergerakan Dokter Gigi,
Perawat Gigi, dan Pasien ketika masuk atau keluar Ruang Perawatan, mengambil sesuatu dari
Dental Cabinet, serta pergerakan untuk keperluan sterilisasi (Gambar 3).
Gambar 3. Pergerakan dalam Ruang Pemeriksaan (Kilpatrick, 1974)
1.4 Tata Letak Penempatan Alat
Prinsip utama dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi adalah prinsip
ergonomis, yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, baik
fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Tata letak
hanyalah salah satu faktor dalam ergonomis, banyak faktor lain yang merupakan unsur
ergonomis seperti desain warna, pencahaaan, suhu, kebisingan, dan kualitas udara ruangan,
serta desain peralatan yang digunakan.
Ruang Periksa adalah ruang utama dalam praktek dokter gigi, tata letak peralatan dalam
ruangan ini berorientasi memberi kemudahan dan kenyamanan bagi Dokter Gigi, Perawat
Gigi, berserta Pasiennya ketika proses perawatan dilakukan. Ukuran minimal Ruang
Perawatan untuk satu Dental Unit adalah 2,5 X 3,5 Meter, dalam ruangan ini dapat dimasukan
satu buah Dental Unit, Mobile Cabinet, serta dua buah Dental Stool. Unsur penunjang lain
dapat turut dimasukan seperti audio-video atau televisi untuk hiburan pasien yang sedang
dirawat (Gambar 4).

Gambar 4. Tata letak penempatan alat

Perhatian pertama dalam mendesain penempatan peralatan adalah terhadap Dental Unit.
Alat ini bukan kursi statis tetapi dapat direbahkan dan dinaik-turunkan. Pada saat posisi rebah
panjang Dental Unit adalah sekitar 1,8-2 Meter. Di belakang Dental Unit diperlukan ruang
sebesar 1 Meter untuk Operator’s Zone dan Static Zone, oleh karena itu jarak ideal antara
ujung bawah Dental Unit dengan dinding belakang atau Dental Cabinet yang diletakkan di
belakang adalah 3 Meter; sementara jarak antara ujung bawah Dental Unit dengan dinding
depan minimal 0,5 Meter. Dental Unit umumnya memiliki lebar 0,9 Meter, bila Tray dalam
kondisi terbuka keluar maka lebar keseluruhan umumnya 1,5 Cm. Jarak dari tiap sisi minimal
0,8 Meter untuk pergerakan di Operator’s Zone dan Asistant’s Zone.
Mobile Cabinet sebagai tempat menyimpan bahan dan alat yang akan digunakan pada saat
perawatan diletakan di Static Zone. Zona ini tidak akan terlihat oleh pasien dan terletak
diantara Operator’s Zone dan Assistant Zone sehingga baik Dokter Gigi maupun Perawat Gigi
akan dengan mudah mengambil bahan maupun alat yang diperlukan dalam perawatan. Bila
Mobile Cabinet lebih dari satu, maka Mobile Cabinet kedua diletakan di Operator’s Zone.
Alat besar terakhir yang berada di Ruang Perawatan adalah Dental Cabinet sebagai tempat
penyimpanan utama bahan maupun alat kedokteran gigi. Umumnya berbentuk bufet setengah
badan seperti Kitchen Cabinet dengan ketebalan 0,6-0,8 Meter. Bila hanya satu sisi, lemari ini
ditempatkan di Static Zone, sedangkan bila berbentuk L, ditempatkan di Static Zone dan
Assistant’s Zone. Keberadaan Dental Cabinet akan menambah luas ruangan yang
diperlukan untuk menempatkannya (Gambar 5).

Gambar 5. Tata letak penempatan alat

1.5 Syarat Tata Ruang Dental Office


Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi perhatian pasien yang
memasuki suatu ruangan pelayanan kedokteran gigi. Jadi alat-alat tersebut harus selalu dalam
keadaan bersih dan siap pakai.
Tempat-tempat yang harus mendapat perhatian pada dental unit:
a) Meja instrument, harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.
b) Handpiece harus bersih dan diberi pelumas sesudah digunakan.
c) Three way syringe.
d) Penghisap saliva.
e) Penghisap darah (vacuum tip).
f) Spittoon cuspidor bowl.
Spittoon bowl, disiram dengan lisol kemudian disiram dengan air bersih lalu disikat dengan
deterjen dan dibilas kembali.
g) Pegangan lampu harus bersih dan diulas dengan alkohol 70%.

Pada dental chair :


a) Sandaran kepala/head rest bersih.
b) Sandaran tangan/arm rest bersih.
c) Tempat duduk bersih.
d) Tempat menaruh kaki/foot rest bersih.
Apabila akan melakukan tindakan:
1) Lapisi dengan plastik (wrapping).
(a) Engsel-engsel di dental unit.
(b)Pegangan lampu.
(c) Meja.
(d)Pegangan kursi.
(e) Sandaran kepala.
2) Desinfeksi permukaan: siapkan larutan klorin 0,05%, semprotkan ke semua permukaan,
tunggu sampai 10 menit, lap dengan lap basah dan keringkan dengan lap/ handuk kering.

1.1 Komponen
1.2 Ergonomis
1.2.1 Definisi
Ergonomis berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon dan Nomos. Ergon mrmiliki
arti kerja, dan Nomos memiliki arti hukum; jadi pengertian ergonomis itu sendiri secara
garis besar adalah studi tentang manusia untuk menciptakan sistim kerja yang lebih
sehat dan nyaman.

1.2.2 Tujuan
1. Mendapatkan hasil yang optimal dengan menguasai pengetahuan dan teknik kerja
2. Hemat waktu dengan menguasai urutan kerja dan prosedur
3. Efisiensi gerak dengan cara meletakan alat dan bahan pada posisi yang tepat
4. Kerja relaks, minim kelelahan, dengan memperhatika letak chair, operator dan
asisten
5. Menimbulkan kepercayaan pasien

5.1.1 Prinsip
1. Eliminate. Mengurangi alat dan pergerakan yang tidak perlu
2. Combine. Kombinasi 2 alat/ gerakan. Air-water spray, double ended instrument,
handpiece + water spray, double purpose bur.
3. Rearrange. Persiapan alat, prosedur dan jadwal yang baik
4. Simplify. Menyederhanakan alat/ prosedur.

5.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


1. Pengaturan tata ruang antara lain: sistim pencahayaan, dekorasi ruangan, dan
pemilihan warna ruangan.
2. Posisi operator dan asisten terhadap pasien
3. Cara duduk operator dan pasien
4. Posisi pasien
5. Posisi alat-alat
6. Penerangan
7. Four handed dentistry

5.1.3 Penatalaksanaan
Posisi Operator:
1. Berdiri
 Berdiri tegak, kedua kaki bertumpu diatas lantai
 Berat badan dibebankan pada kedua telapak kaki
 Mulut pasien setinggi siku operator

2.Duduk
 Duduk kedua kaki bertumpu diatas lantai, lengan kaki bagian bawah
membentuk sudut 90° dengan lengan kaki bagian atas / paha.
 Punggung lurus, bahu simetris sama tinggi.
 Jarak mata ke medan kerja + 6 inci
 Pandangan ke medan kerja tidakterhalang
 Mulut pasien sama tinggi dengan siku operator

Posisi Pasien:
1. Duduk
Untuk Operator yang Berdiri:
 Pasien duduk pada kursi gigi sedikit miring ke belakang (slight backward
tilt)
 Berat badan pasien bertumpu pada sudut yang dibentuk oleh alas kursi dan
sandaran punggung
 Posisi mulut pasien membuat sudut 30° dengan bidang horisontal.
 Mulut pasien setinggi siku operator

Untuk Operator yang Duduk


 Pasien duduk di kursi gigi sedikit miring ke belakang
 Posisi mulut pasien membuat sudut 45° dengan bidang horisontal
 Mulut pasien setinggi siku operator

2. Telentang (Supine Position)


 Pasien tidur telentang pada kursi gigi
 Semua tubuh tertopang pada kursi gigi
 Kepala segaris dengan punggung
 Otot leher dan kepala berada pada posisi normal/istirahat
 Mulut pasien setinggi sikuoperator dan setinggi lututasisten
Sikap Duduk Asisten:
 Asisten duduk posisi lebih tinggi dari operator
 Kedua kaki bertumpu pada kursiasisten
 Lutut asisten setinggi mulut pasien
 Punggung lurus
 Pandangan asisten dan operator ke medan
 Pandangan harus jelas tak terhalang

Four Handed Dentistry merupakan perawatan gigi yang dilakukan dengan 4


tangan secara bersamaan, 2 tanganoperator dan 2 tangan asisten. Dalam
konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja di
sekitarDental Unit yang disebut Clock Concept.Zona kerja diidentifikasi
menggunakan wajah pasien sebagai wajah/ muka jam dengan kepala pasien
dijadikan pusat dan jam 12 terletak tepat di belakang kepala pasien. Zona kerja
tersebut dibagi menjadi 4, yaitu operator’s zone, assistant’s zone,transfer
zone dan static zone.
Operator’s zone sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Assistant’s zoneadalah
zona tempat pergerakan perawat gigi atau asisten. Transfer zone adalah daerah
tempat transfer alat dan bahan antara tangan dokter gigi dan tangan asisten.
Instrumen diberikan dari asisten ke dokter gigi lewat dada pasien. Jangan
memberikan alat di atas mata pasien. Sedangkan static zone adalah daerah tanpa
pergerakan dokter gigi maupun perawat gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona
ini untuk menempatkan meja instrumen bergerak (Mobile Cabinet) yang berisi
instrumen tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien.

Keempat zona tersebut untuk right-handed operator adalah:


Area Operator (Operator’s zone) : Jam 7 – 12(Aktivitas Operator)
Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 2 – 4 (Aktivitas Asisten)
Area Transfer (Transfer zone) : Jam 4 – 7(Instrumen diberikan)
Area Statis (Static zone) : Jam 12 – 2

Keempat zona tersebut untuk left-handed operator adalah:


Area Operator (Operator’s zone) : Jam 12 – 5(Aktivitas Operator)
Area Asistan (Assistant’s zone) : Jam 8 – 10 (Aktivitas Asisten)
Area Transfer (Transfer zone) : Jam 5 – 8(Instrumen diberikan)
Area Statis (Static zone) : Jam 10 – 12

5.2 Sistem Pembayaran


Sistem pembiayaan kesehatan Indonesia secara umum terbagi dalam 2 sistem yaitu:
1. Fee for service (out of pocket)
Sistem ini secara singkat diartikan sebagai sistem pembayaran berdasarkan
layanan, dimana pencari layanan kesehatan berobat lalu membayar kepada pemberi
pelayanan kesehatan (PPK). PPK (dokter atau rumah sakit) mendapatkan pendapatan
berdasarkan atas pelayanan yang diberikan, semakin banyak yang dilayani, semakin
banyak pula pendapatan yang diterima.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem
pembiayaan kesehatan secara Fee for Service ini. Dari laporan World Health
Organization di tahun 2006 sebagian besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung
pada sistem, Fee for Service dan hanya 8,4% yang dapat mengikuti sistem Health
Insurance (WHO, 2009). Kelemahan sistemFee for Service adalah terbukanya peluang
bagi pihak pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk memanfaatkan hubungan Agency
Relationship , dimana PPK mendapat imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan
yang diberikannya kepada pasien yang besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi. Semakin
banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari
jasa medik yang ditagihkan ke pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung PPK
didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak.
2. Health insurance
Sistem ini diartikan sebagai sistem pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga atau
pihak asuransi setelah pencari layanan kesehatan berobat. Sistem health insurance ini dapat
berupa system kapitasi dan system Diagnose Related Group (DRG system).
Sistem kapitasi merupakan metode pembayaran untuk jasa pelayanan kesehatan
dimana PPK menerima sejumlah tetap penghasilan per peserta untuk pelayanan yang telah
ditentukkan per periode waktu. Pembayaran bagi PPK dengan system kapitasi adalah
pembayaran yang dilakukan oleh suatu lembaga kepada PPK atas jasa pelayanan kesehatan
dengan pembayaran di muka sejumlah dana sebesar perkalian anggota dengan satuan biaya
(unit cost) tertentu. Salah satu lembaga di Indonesia adalah Badan Penyelenggara JPKM
(Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Masyarakat yang telah menajdi peserta
akan membayar iuran dimuka untuk memperoleh pelayanan kesehatan paripurna dan
berjenjang dengan pelayanan tingkat pertama sebagai ujung tombak yang memenuhi
kebutuhan utama kesehatan dengan mutu terjaga dan biaya terjangkau.
Sistem kedua yaitu DRG (Diagnose Related Group) tidak berbeda jauh dengan system
kapitasi di atas. Pada system ini, pembayaran dilakukan dengan melihat diagnosis penyakit
yang dialami pasien. PPK telah mendapat dana dalam penanganan pasien dengan diagnosis
tertentu dengan jumlah dana yang berbeda pula tiap diagnosis penyakit. Jumlah dana yang
diberikan ini, jika dapat dioptimalkan penggunaannya demi kesehatan pasien, sisa dana
akan menjadi pemasukan bagi PPK.
Kelemahan dari system Health Insurance adalah dapat
terjadinya underutilization dimana dapat terjadi penurunan kualitas dan fasilitas yang
diberikan kepada pasien untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Selain itu, jika
peserta tidak banyak bergabung dalam system ini, maka resiko kerugian tidak dapat
terhindarkan. Namun dibalik kelemahan, terdapat kelebihan system ini berupa PPK
mendapat jaminan adanya pasien (captive market), mendapat kepastian dana di tiap awal
periode waktu tertentu, PPK taat prosedur sehingga mengurangi terjadinya multidrug dan
multidiagnose. Dan system ini akan membuat PPK lebih kea rah preventif dan promotif
kesehatan.

5.3 Kontrol Infeksi


5.3.1 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Terhadap Pasien
Tata Laksana Penanganan Pasien :
1. Lakukan kebersihan tangan.
2. Pakai Alat Pelindung Diri (sarung tangan, masker).
3. Berkumur antiseptik sebelum diperiksa.
4. Pemberian antiseptik pada daerah operasi untuk tindakan invasif.
5. Penggunaan suction sekali pakai yang berdaya hisap 􀆟 nggi.
6. Penggunaan gelas kumur disposable (sekali pakai).
7. Jumlah alat diagnosa set yang tersedia minimal ½ jumlah rata-rata jumlah kunjungan
pasien per hari.
8. Perjelas area yang dikhususkan bagi bahan dan alat yang telah disterilkan dari bahan
dan alat yang belum dibersihkan.
9. Buat SOP untuk pemrosesan instrumen: mulai dari penerimaan instrumen
terkontaminasi, pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi dan penyimpanan.
10.Siapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk perawatan sebelum memulai suatu
perawatan.
11.Penempatan posisi pasien dengan benar sehingga memudahkan kerja operator dan
mencegah timbulnya kecelakaan kerja.
12.Dianjurkan pemakaian isolator karet (rubberdam) untuk mencegah terjadinya
percikan dari mulut pasien dan mereduksi kontak yang tidak perlu antara tangan dan
mukosa pasien.

1.9.2 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Terhadap Tenaga Pelayanan Kesehatan


Gigi
Karena status infeksi pasien terkadang tidak diketahui, untuk mencegah infeksi
silang baik pada pasien atau tenaga pelayanan kesehatan gigi, penting untuk
beranggapan bahwa setiap darah dan cairan tubuh pasien berpotensi berpenyakit infeksi
dan dapat menular, maka pentin`g untuk dilakukan Kewaspadaan Standar.

1) Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan merupakan hal yang paling penting dan merupakan pilar untuk
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut
harus melakukan kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air mengalir jika
tangan terlihat kotor (termasuk keadaan terkena serbuk/ powder dari sarung tangan),
terkontaminasi cairan tubuh, kontak langsung dengan individu pasien, setelah kontak
dengan permukaan dalam ruang praktik termasuk peralatan, gigi palsu, cetakan gips.
Lamanya mencuci tangan 40-60 detik. Jika tangan tidak tampak kotor lakukan
kebersihan tangan dengan cara gosok tangan dengan handrub/cairan berbasis alkohol,
lamanya 20-30 detik. Metoda dan tata cara mencuci tangan dalam “hand hygiene”
tergantung pada beberapa tipe dan prosedur, tingkat keparahan dari kontaminasi dan
persistensi melekatnya antimikroba yang digunakan pada kulit. Untuk pelaksanaan rutin
dalam praktik dokter gigi dan prosedur non bedah, mencuci tangan dan antiseptik dapat
dicapai dengan menggunakan sabun detergent antimikroba yang standar. Untuk
prosedur pembedahan, sabun antimikroba (bedah) yang mengandung chlorhexidin
gluconate 4% harus digunakan. Sebagai alternatif pengganti bagi yang sensitif terhadap
chlorhexidin gluconate, dapat menggunakan iodophor (Depkes, 2005). Tempatkan
produk cairan kebersihan tangan dalam tempat yang disposible atau yang diisi ulang,
dicuci dan dikeringkan terlebih dahulu sebelum diisi ulang. Jangan diisi ulang cairan
antiseptik sebelum dibersihkan dan dikeringkan terlebihdahulu.

2) Penggunaan Alat Pelindung Diri


Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut wajib menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) dibawah ini. Penyediaan peralatan dan bahan perlindungan diri bagi tenaga di
puskesmas wajib dipenuhi dan untuk pengadaan dikoordinasikan dengan dinas
kesehatan kota/ kabupaten.
(1) Sarung tangan. Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan sarung
tangan ketika melakukan perawatan yang memungkinkan berkontak dengan darah
atau cairan tubuh lainnya. Sarung tangan harus diganti tiap pasien, lepaskan sarung
tangan dengan benar setelah digunakan dan segera lakukan kebersihan tangan untuk
menghindari transfer mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan.
Lepaskan sarung tangan jika sobek, atau bocor dan lakukan kebersihan tangan
sebelum memakai kembali sarung tangan. Disarankan untuk 􀆟 dak mencuci,
mendisinfeksi atau mensterilkan ulang sarung tangan yang telah digunakan
(2) Masker. Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut wajib menggunakan masker
pada saat melakukan tindakan untuk mencegah potensi infeksi akibat kontaminasi
aerosol serta percikansaliva dan darah dari pasien dan sebaliknya. Masker harus
sesuai dan melekat dengan baik dengan wajah sehingga menutup mulut dan hidung
dengan baik. Ganti masker diantara pasien atau jika masker lembab atau basah dan
ternoda selama tindakan ke pasien. Masker akan kehilangan kualitas
perlindungannya jika basah. Lepaskan masker jika tindakan telah selesai.
(3) Kacamata Pelindung. Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan
gaun/ baju pelindung yang digunakan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan
melindungi kulit dari kontaminasi darah dan cairan tubuh. Gaun pelindung ini harus
dicuci setiap hari. Gaun pelindung terbuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat
dipakai ulang (kain), tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya
dapat sekali pakai (disposable). Lepaskan gaun/ baju pelindung jika tindakan telah
selesai.
(4) Gaun/ baju Pelindung. Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan
kacamata pelindung untuk menghindari kemungkinan infeksi akibat kontaminasi
aerosol dan percikansaliva dan darah. Kacamata ini harus didekontaminasi dengan
air dan sabun kemudian didisinfeksi setiap kali berganti pasien. Sebelum melakukan
perawatan bagi pasien, gunakan baju pelindung, lalu masker bedah dan selanjutnya
kacamata pelindung sebelum mencuci tangan. Setelah tangan dikeringkan, ambil
sarung tangan, kenakan dengan cara seperti tertera di atas. Setelah selesai perawatan
dan seluruh instrumen kotor telah disingkirkan, lepaskan sarung tangan yang telah
terkontaminasi dengan memegang sisi bagian luar dan menariknya hingga terlepas
dari dalam ke luar. Setelah salah satu sarung tangan terlepas, lepaskan sarung tangan
lainnya dengan memegang sisi bagian dalam sarung tangan dan menariknya hingga
terlepas. Apabila seluruh alat pelindungdiri telah dilepaskan, hindari menyentuh
areaterkontaminasi. Selalu lakukan kebersihan tangan dan keringkan tangan sebelum
memasang kembali sarung tangan.

1.10 Pengelolaan Limbah


1.10.2 Definisi Limbah Medis
Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah
medis harus sesegera mungkin diolah setelah dihasilkan dan penyimpanan menjadi
pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah. Faktor penting dalam
penyimpanan limbah medis adalah melengkapi tempat penyimpanan dengan
penutup, menjaga areal penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah
non-medis, membatasi akses lokasi, dan pemilihan tempat yang tepat.

1.10.3 Jenis-Jenis Limbah Medis


Menurut peraturan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002, limbah medis
dikategorikan berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya serta
volume dan sifat persistensinya yang dapat menimbulkan berbagai
masalah. Kategori tersebut adalah:
1. Limbah benda tajam seperti jarum suntik, perlengkapan intravena,
pipet Pasteur, pecahan gelas, dan lain-lain.
2. Limbah infeksius. Limbah infeksius adalah limbah yang berkaitan dengan
pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif) dan
limbah laboratorium. Limbah ini dapat menjadi sumber penyebaran penyakit
pada petugas, pasien, pengunjung, maupun masyarakat sekitar. Oleh karena itu,
limbah ini memerlukan wadah atau kontainer khusus dalam pengolahannya.
3. Limbah patologi. Limbah ini merupakan limbah jaringan tubuh yang terbuang
dari proses bedah atau autopsi.
4. Limbah sitotoksik, yaitu bahan yang terkontaminasi selama peracikan,
pengangkutan, atau tindakan terapi sitotoksik.
5. Limbah farmasi, yang merupakan limbah yang berasal dari obat-obatan yang
kedaluwarsa, obat-obat yang terbuang karena tidak memenuhi spesifikasi atau
kemasan yang terkontaminasi, obat-obat yang dibuang pasien atau oleh
masyarakat, obat-obatan yang tidak diperlukan lagi oleh institusi bersangkutan,
dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
6. Limbah kimia yang dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
laboratorium, proses sterilisasi dan riset.
7. Limbah radioaktif, yaitu limbah yang terkontaminasi dengan radioisotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radionukleotida.

1.10.4 Cara Penanganan Limbah Medis yang Tepat


1. Peraturan pembuangan limbah sesuai peraturan lokal yang berlaku.
2. Pastikan bahwa tenaga pelayanan kesehatan gigi yang menangani limbah
medis di training tentang penanganan limbah yang tepat, metode pembuangan
dan bahaya kesehatan.
3. Gunakan kode warna dan label kontainer, warna kuning untuk limbah infeksius
dan warna hitam untuk limbah non infeksius.
4. Tempatkan limbah tajam seperti jarum, blade scapel, orthodontic bands,
pecahan instrumen metal dan bur pada kontainer yang tepat yaitu tahan tusuk
dan tahan bocor, kode warna kuning.
5. Darah, cairan suction atau limbah cair lain dibuangke dalam drain yang
terhubung dengan sistem sanitary.
6. Buang gigi yang dicabut ke limbah infeksius, kecuali diberikan kepada
keluarga.

1.10.5 Bahaya Penanganan Limbah Medis yang Tidak Tepat


Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti:
1. Gangguan kenyamanan dan estetika, berupa warna yang berasal dari sedimen,
larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organic, yang
menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang.
2. Kerusakan harta benda, dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut
(korosif dan karat) air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan
kualitas bangunan disekitar rumah sakit.
3. Gangguan/ kerusakan tanaman dan binatang, dapat disebabkan oleh virus,
senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrient tertentu dan fosfor.
4. Gangguan terhadap kesehatan manusia, dapat disebabkan oleh berbagai jenis
bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam berat seperti Hg,
Pb dan Cd yang bersal dari bagian kedokteran gigi.
5. Gangguan genetic dan reproduksi.
6. Pengelolaan sampah rumah sakit yang kurang baik akan menjadi tempat yang
baik bagi vector penyakit seperti lalat dan tikus.
7. Kecelakaan kerja pada pekerja atau masyarakat akibat tercecernya jarum
suntik atau benda tajam lainnya.
8. Insiden penyakit demam berdarah dengue meningkat karena vector penyakit
hidup dan berkembangbiak dalam sampah kaleng bekas atau genangan air.
9. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas
tertentu yang menimbulkan bau busuk.
10. Adanya partikel debu yang berterbangan akan mengganggu pernafasan,
menimbulkan pencemaran udara yang akan menyebabkan kuman penyakit
mengkontaminasi peralatan medis dan makanan rumah sakit.
11. Apabila terjadi pembakaran sampah rumah sakit yang tidak saniter asapnya
akan mengganggu pernafasan, penglihatan dan penurunan kualitas udara.

1.10.6 Kebijakan Pemerintah dalam Upaya Menangani Limbah Medis


Menurut Kepmenkes 1204/Menkes/SK/X/2004 petugas pengelola sampah
harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri dari topi/ helm, masker,
pelindung mata, pakaian panjang, apron untuk industry, sepatu boot, serta sarung
tangan khusus. Kebijakan Pemerintah yang mengenai penaganan limbah medis
antara lain:
1. Mewajibkna semua pengelola fasyankes untuk mengelola limbah dengan benar
2. Melakukan program pengurangna limbah
3. Meningkatkan kapasitas SDM
4. Meningkatkan kemitraan khususnya dengan swasta/ pihak ketiga
5. Meningkatkan monitoring dan evaluasi

BAB III
ANALISIS
3.1 Pelayanan
3.1.1 Alur Pasien
Alur perawatan pasien di poliklinik gigi Puskesmas Tikala Baru (Gambar 6). Pasien
datang kemudian mendaftarkan dirinya ke loket pendaftaran. Kemudian, rekam medis
pasien di ambil di bagian rekam medis dan diberikan ke bagian poliklinik gigi. Pasien
kemudian dilayani sesuai kebutuhan perawatannya. Pada kasus yang membutuhkan
pengobatan, pasien diminta untuk mengambil obat di apotik Puskesmas Tikala Baru.
Setelah itu, pasien pulang.

Pasien Pendaftar Poliklinik Pasien


Apotik
Datang an Gigi Pulang

Gambar 6. alur pasien di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru

Apabila tindakan tersebut bisa dilakukan di puskesmas dan alat yang tersedia di
puskesmas memenuhi kebutuhan tindakan, dokter gigi akan melakukan tindakan langsung
di poli gigi puskesmas. Namun, apabila tindakan tersebut tidak bisa dilakukan di puskemas
karena hasil diagnosa memerlukan tindakan yang tidak bisa dilakukan di puskesmas atau
karena keterbatasan alat, maka pasien akan dirujuk.
Tindakan yang biasanya dapat dilayani di poli gigi Puskesmas Tikala Baru yaitu:
1. Premedikasi
Pasien datang dengan tujuan untuk mencabut giginya namun masih sakit.Jadi,
dokter gigi belum bisa langsung melakukan tindakan pencabutan.Oleh karena itu,
dokter gigi memberikan premedikasi kepada pasien tersebut.
2. Ekstraksi
Ekstraksi yang dilakukan adalah ekstraksi gigi anak dan dewasa, ekstraksi gigi
molar dengan tingkat kesulitan rendah, ekstraksi sisa akar dan mobile.Poli gigi
Puskesmas Tikala Baru hanya melayani tindakan ekstrasi gigi yang sederhana
karena menyesuaikan dengan ketersediaan alat.
3. Penambalan gigi
Penambalan gigi yang dilakukan menggunakan bahan tumpatan GIC pada kasus
dengan keadaan gigi yang masih dapat ditumpat.

3.1.2 Pihak Yang Terlibat


Pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala
Baru yaitu: 1 orang dokter gigi dan 3 orang perawat gigi.

3.1.3 Macam-Macam Tipe Pembayaran Oleh Pasien


Manajemen pembiayaan pelayanan kesehatan di Puskesmas Tikala Baru bekerja
sama dengan JKN dan dikelola oleh bendahara JKN. Pembiayaan pelayanan
diselenggarakan oleh JKN. Sistem pembiayaanya ialah sistem kapitasi berdasarkan jumlah
peserta yang termasuk di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) Puskesmas Tikala
Baru.Sistem pembiayaan kapitasi dilakukan sesuai dengan kriteria penilaian kapitasi
berbasis kinerja.Jumlah kapitasi setiap bulannya berbeda sesuai dengan pelayanan dan
kinerja yang diinput ke sistem pusat.Penerimaan pembiayaan pelayanan jasa dari JKN
adalah 60-70%.

3.1.4 Ketersediaan Alat dan Bahan


Ketersediaan alat dan bahan di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru cukup
memadai untuk dilakukan perawatan (Gambar 7). Pengadaan alat dan bahan
diselenggarakan oleh Pemerintah dan JKN.

Gambar 7. Alat dan bahan di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru


3.2 Ruang Praktik
3.2.1 Analisis Ruangan
Ruang Periksa adalah ruang utama dalam praktek dokter gigi, tata letak peralatan
dalam ruangan ini berorientasi memberi kemudahan dan kenyamanan bagi Dokter Gigi,
Perawat Gigi, berserta Pasiennya ketika proses perawatan dilakukan. Ukuran Ruang
Perawatan Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru sudah cukup memadai, dengan ukuran
yang melebihi standar minimal suatu ruang praktik dokter gigi yaitu 2,5 X 3,5 Meter .
Dalam ruangan ini cukup memadai untuk satu Dental Unit, meja kerja, lemari alat dan
bahan, dan alat steril autoclave (Gambar 8).

Gambar 8. Ruangan Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru

3.2.2 Kontrol Infeksi


Kontrol infeksi yang dilakukan di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru
berpedoman pada kewaspadaan standar. Dimana dokter gigi dan perawat dalam melakukan
perawatan kepada pasien menggunakan alat pelindung diri berupa kaca mata pelindung,
masker, sarung tangan. Selesai melakukan perawatan, perawat melakukan desinfeksi
tingkat tinggi (DTT) pada peralatan semi kritis yaitu membersihkan handpiece dan
threeway syringe dengan alkohol. Perawat gigi kemudian menyikat alat diagnostic set yang
telah digunakan, ke dalam cairan detergen kemudian di bilas dengan air mengalir lalu
dikeringkan (Gambar 9).

Gambar 10. Kontrol infeksi di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru


3.2.3 Pembuangan Limbah Praktik
Pembuangan limbah praktik kedokteran gigi di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala
Baru (Gambar 11). Instrumen alat tajam seperti alat suntik dan blade di buang dalam wadah
yang tidak dapat robek. Bila wadah tersebut penuh. Sampah medis dibuang di keranjang
warna hijau, sedangkan sampah non medis dibuang di tempat sampah biasa.

Gambar 11. Pembuangan limbah praktik Kedokteran Gigi di Puskesmas Tikala Baru

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pelayanan
4.1.1 Alur Pasien
Alur pelayanan di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru sudah baik. Pasien lansia
dipisah dengan pasien umum, untuk meningkatkan kenyamanan bersama. Masing-masing
Puskesmas memiliki alur pasien yang berbeda, tergantung kebijakan Puskesmas tersebut.
Khususnya antara puskesmas rawat jalan dan puskesmas rawat inap (perawatan).
Perbedaan utama alur pelayanan tergantung pada kasus yang bersifat darurat (emergency)
seperti: serangan penyakit akut, kecelakaan lalu lintas. Kondisi seperti ini kemungkinan
tidak mengikuti alur baku, bisa langsung menuju ruang gawat darurat atau ruang tindakan
yang terdapat di puskesmas. Bila keadaannya normal dan wajar saja, maka pada umumnya,
pengunjung puskesmas, harus mengikuti prosedur alur pelayanan standar rawat jala
(Gambar 6).

4.1.2 Pihak Yang Terlibat


Pihak yang terlibat di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru sudah memenuhi standar
dalam memberikan pelayanan. Minimal jumlah SDM dalam suatu puskesmas yaitu dokter
gigi minimal 1 orang, perawat gigi minimal 1 orang.

4.1.3 Macam-Macam Tipe Pembayaran Oleh Pasien


Sistem pembayaran di Puskesmas Tikala Baru menjunjung tinggi moto Puskesmas
yaitu No Pungli. Setiap pelayanan yang dilakukan gratis, dan tidak ada biaya yang harus
dibayarkan oleh pasien. Bila pasien umum yang tidak memiliki kartu BPJS atau KIS, pasien
tetap dilayani namun tindakan perawatan yang dilakukan terbatas. Hanya berupa
pemeriksaan umum dan konsultasi medis. Setelah itu pasien dirujuk ke tempak praktik
dokter gigi umum.

4.1.4 Ketersediaan Alat Dan Bahan


Ketersediaan alat dan bahan di Poliklinik Gigi Puskesmas Tikala Baru sudah dianggap
memenuhi standar. Terdapat peralatan non medis berupa kursi dan meja, serta lemari
peralatan. Sedangkan alat dan bahan medis disediakan oleh Pemerintah dan JKN.

4.2 Ruang Praktik


4.2.1 Analisis Ruangan
Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi perhatian pasien yang
memasuki suatu ruangan pelayanan kedokteran gigi. Ruang Periksa adalah ruang utama
dalam praktek dokter gigi, tata letak peralatan dalam ruangan ini berorientasi memberi
kemudahan dan kenyamanan bagi Dokter Gigi, Perawat Gigi, berserta Pasiennya ketika
proses perawatan dilakukan. Ukuran minimal Ruang Perawatan untuk satu Dental Unit
adalah 2,5 X 3,5 Meter, dalam ruangan ini dapat dimasukan satu buah Dental Unit, Mobile
Cabinet, serta dua buah Dental Stool. Ukuran ruangan praktik dokter gigi di Poliklinik Gigi
Puskesmas Tikala Baru masih kurang luas, meskipun sudah memenuhi standar minimal
ukuran suatu ruang praktik dokter gigi. Pada kenyataannya ruangan Poliklinik gigi terasa
sempit sehingga tidak memudahkan pergerakan dokter gigi dan perawatnya untuk
melakukan perawatan.

4.2.2 Kontrol Infeksi


Sarana pelayanan kesehatan wajib memberikan jaminan keamanan kesehatan baik
bagi tenaga kesehatan maupun masyarakat yang dilayani. Tenaga pelayanan kesehatan gigi
dan mulut di Indonesia mempunyai kewajiban untuk selalu memenuhi salah satu kriteria
standar pelayanankedokteran gigi di Indonesia, yaitu melaksanakan Pencegahan dan
Pengendalian Infeks (PPI). Prosedur pelaksanaan tentang Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi tersebut harus dilaksanakan pada semua fasilitas pelayanan kesehatan gigi dan
mulut di seluruh Indonesia. Dokter gigi harus dapat memastikan seluruh tenaga pelayanan
yang bekerja di dalam lingkungannya mempunyai pengetahuan dan mendapatkan pela􀆟
han yang adekuat tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi. Hal tersebut termasuk
kebersihan tangan, pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi peralatan serta bahan yang
digunakan. Teknik pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi harus sesuai dengan
perkembangan keilmuan dan secara rutin dilakukan monitoring.

4.2.3 Pembuangan Limbah Praktik


Pembuangan limbah praktik dipisah antara limbah medis, limbah non medis, dan limbah
instrumen tajam. Namun pada pembuangan akhir, limbah medis dan non medis di gabung
dalam satu tempat. Hanya limbah instrumen tajam yang pembuangannya dikhususkan.
Instrumen/ alat tajam dikeluarkan isimya dan dibakar atau diisin dengan semen selanjutnya
dikubur.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah organisasi fungsional yang
menyelenggarakan upaya kesehatan yang menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima, dan
terjangkau oleh masyarakat, dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh
pemerinntah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang optimal, tanpa
mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat ternyata masih
menyimpan berbagai permasalahan yang kini banyak dikeluhkan oleh masyarakat. Tidak hanya
dilihat dari segi sarana dan prasaran yang kurang memadai, tetapi juga dari segi tenaga medis yang
demikian pula adanya. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus dari pemerintah dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat serta komitmen untuk merubah sistem
pelayanan puskesma yang dinilai buruk oleh masyarakat. Selain itu, Puskesmas juga harus
memiliki standar pelayanan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat untuk mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Puskesmas Tikala Baru dalam hal pelayanan
kesehatannya sudah baik karena ditunjang oleh tenaga kesehatan yang memadai.

5.2 Saran
1. Puskesmas harus lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan mengelolah sistem
kesehatan secara menyeluruh.
2. Melakukan perbaikan saran dan prasarana Puskesmas demi terpenuhinya kebutuhan
masyarakat akan pelayanan kesehatan.
3. Mensosialisasikan program-program Puskesmas kepada masyarakat untuk memberika
pengertian kepada masyarakat akan peran puskesmas dalam masyarakat.
4. Melaksanakan program-program puskesmas seperti melakukan penyuluhan yang rutin
kepada masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. 2015 September; 382:
169.
3. Kementerian Kesehatan RI. Data dasar Puskesmas tahun 2014. 2014 Oktober
4. Profil Kesehatan Puskesmas Tikala Baru tahun 2015
5. Diakses di: http://www.indonesian-publichealth.com/pengertian-suveilans/
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman kerja Puskesmas.
7. Kementerian Kesehatan RI. Stabdar pencegahan dan pengendalian infeksi pelayanan
kesehatan gigi dan mulut di fasilitas pelayanan kesehatan. 2012
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI

MERANCANG MANAJEMEN PELAYANAN DAN PRAKTIK MANDIRI

Oleh :
1. Stiven Sumual, SKG (0701136055)
2. Happy Febriani, SKG (0701136047)
3. Edwin Kalara, SKG (1401403014)
4. Bonie Tulaka, SKG (1401403071)
5. Febrian Sujana Putra (17014103059)
6. Fitrisya C. Kinintoa, SKG (18014103003)
7. Pingkan E. O. Lengkong (15014103031)
8. Debby J. Suhanda (15014103111)

Pembimbing :
drg. Vonny N. S. Wowor, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2023
SKENARIO KASUS

Dokter Gigi Cahaya lulusan FKG Universitas Sam Ratulangi, berencana akan segera membuka
praktik mandiri di Kota Manado, Sulawesi Utara. Ada masukan yang diberikan keluarga agar
dia berpraktik di daerah pusat kota dengan sasaran pasar golongan menengah hingga menengah
ke atas. Sebelumnya Dokter gigi Cahaya pernah bekerja selama setahun di salah satu klinik Gigi
terkenal di ibukota. Dokter gigi Anastasya masih menimbang-nimbang untung ruginya.

Praktik Dokter Gigi Mandiri di Grand Kawanua Daerah Kelurahan Paniki Bawah, Kecamatan
Mapanget, Kota Manado, Sulawesi Utara
Sasaran Praktik : Pasien Menengah ke Atas
Nama Tempat Praktik : Royal Dental
Sumber Daya Manusia (SDM) : 1 dokter gigi, 1 dokter gigi spesialis, 2 perawat gigi, 1
pegawai administrasi
Pengaturan Jadwal Praktik : Senin-Jumat
Pengaturan Jam Praktik : 17.00-21.00 WITA

Analisis SWOT
Analisis SWOT kerap digunakan dalam mengevaluasi sebuah bisnis atau proyek. Analisis
SWOT tak jarang dijadikan sebagai cara untuk menilai sejauh mana bisnis yang dijalankan,
apakah sudah sesuai target atau belum. Analisa atau analisis SWOT adalah merupakan teknik
atau metode perencanaan strategi yang bertujuan untuk mengevaluasi kekuatan (strength),
kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek atau
bisnis. Albert Humphrey adalah orang pertama yang mencetuskan teknik ini. Dibutuhkan strategi
yang baik untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam konteks organisasi, bisnis,
atau usaha. Metode analisa SWOT atau analisis SWOT bertujuan untuk menggambarkan situasi
dan kondisiyang sedang dihadapi dalam suatu usaha.
Analisis SWOT terdiri dari empat unsur utama, yaitu Strength (kekuatan), Weakness
(kelemahan), Opportunity (peluang) dan Threats (ancaman). Berikut penjelasan dan panduan
dasar dari keempat unsur tersebut:

Strength (Kekuatan)
Analisis atau analisa swot ini adalah akan menyoroti unsur kekuatan yang dimiliki oleh bisnis
yang bisa memberikan pengaruh positif. Pihak perusahaan atau organisasi bisa menganalisis apa
saja kelebihan perusahaan, keunggulan yang dimiliki perusahaan, serta keunikan perusahaan
yang membedakannya dengan perusahaan lainnya. Dalam analisis SWOT biasanya dimasukkan
sebanyak mungkin hal positif yang menonjolkan kekuatan dan keunggulan dari perusahaan.

Weakness (Kelemahan)
Setiap perusahaan pasti memiliki kelemahan. Hal ini dapat memberi pengaruh negatif terhadap
perusahaan. Oleh sebab itu Anda perlu mengetahui apa saja kelemahan yang dimiliki perusahaan
agar bisa menjadi bahan perbaikan. Untuk mengetahui kelemahan apa saja yang dimiliki oleh
perusahaan, posisikan diri Anda sebagai konsumen yang biasanya lebih tahu apa yang kurang
dari sebuah perusahan. Selain itu, menganalisis hal apa yang dimiliki perusahaan lain tapi tidak
dimiliki perusahaan Anda. Lalu analisa mengenai faktor apa saja yang menyebabkan kehilangan
atau kerugian bagiperusahaan, dan apa yang membuat perusahaan lain lebih baik dari perusahaan
Anda.

Opportunity (Peluang)
Analisis peluang sangat penting bagi sebuah perusahaan karena hal inilah yang akan menentukan
perkembangan perusahaan di kemudian hari. Anda harus melihat peluang apa saja yang ada dan
perkembangan tren apa yang sejalan dengan perusahaan yang bisa membantu perusahaan lebih
berkembang. Hal ini menjadi penting agar Anda mampu bertahan dan diterima di masyarakat.

Threats (Ancaman)
Analisis ancaman mencakup hal-hal apa saja yang mungkin dihadapi perusahaan yang dapat
menghambat perkembangan perusahaan. Anda harus melihat apa saja ancaman yang ada agar
dapat menentukan apakah bisnis dapat bertahan atau tidak. Beberapa hal yang harus diperhatikan
misalnya ketersediaan sumber daya, apa saja yang dilakukan pesaing, ada berapa jumlah pesaing,
bagaimana minat konsumen, dan juga kekuatan finansial Anda.
Manfaat Analisis SWOT

Analisis SWOT atau analisa SWOT adalah merupakan faktor kunci yang menentukan
kontinuitas suatu perusahaan. Hasil dari analisis ini dapat memberikan rekomendasi untuk
meningkatkan kekuatan, mengurangi kelemahan, mempertahankan peluang, serta
menghindari potensi ancaman. Analisis SWOT juga berguna untuk menetapkan prioritas
mana saja yang harus didahulukan oleh perusahaan. Anda jadi bisa mengetahui seberapa
besar potensi pasar, minat dan peluang pasar yang dapat dimanfaatkan, serta tingginya tingkat
persaingan pasar pada produk atau usaha.

Berikut adalah beberapa manfaat utama dari melakukan analisis SWOT:

1. Pemahaman yang mendalam tentang keadaan internal dan eksternal: Analisis SWOT
membantu organisasi memahami dengan lebih baik kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang ada. Ini membuka peluang untuk mengevaluasi situasi secara
komprehensif dan memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kesuksesan organisasi.
2. Identifikasi keunggulan kompetitif: Melalui analisis SWOT, organisasi dapat
mengidentifikasi kekuatan unik dan keunggulan yang membedakan mereka dari pesaing.
Dengan memahami kekuatan mereka, organisasi dapat memanfaatkannya untuk
menciptakan strategi pemasaran dan posisi pasar yang lebih kuat.
3. Penemuan peluang baru: Analisis SWOT membantu organisasi mengidentifikasi
peluang-peluang baru di pasar atau dalam lingkungan bisnis. Dengan mengidentifikasi
peluang ini, organisasi dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk mengambil
keuntungan darinya dan meningkatkan pertumbuhan bisnis.
4. Pengelolaan risiko: Dalam analisis SWOT, ancaman eksternal diidentifikasi. Ini
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dan mengelola risiko yang mungkin
timbul. Dengan memahami ancaman tersebut, organisasi dapat mengambil langkah-
langkah pencegahan atau rencana mitigasi untuk mengurangi dampak negatifnya.
5. Pengambilan keputusan yang lebih baik: Analisis SWOT menyediakan informasi yang
berharga untuk pengambilan keputusan strategis. Dengan pemahaman yang lebih baik
tentang situasi internal dan eksternal, organisasi dapat membuat keputusan yang lebih
cerdas dan terinformasi tentang arah dan prioritas bisnis mereka.
6. Perencanaan strategis yang efektif: Analisis SWOT menjadi dasar untuk perencanaan
strategis yang efektif. Dengan mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman, organisasi dapat merumuskan strategi yang lebih baik dan mengalokasikan
sumber daya dengan bijaksana untuk mencapai tujuan bisnis mereka.
Tujuan Analisis SWOT

Analisis SWOT bertujuan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam
suatu perusahaan. Analisis ini ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang dihadapi
atau yang mungkin akan dihadapi oleh perusahaan. Dengan melakukan analisis SWOT, Anda
bisa mengetahui kekuatan dan kelebihan perusahaan sehingga dapat memanfaatkan hal tersebut
demi kemajuan perusahaan. Selain itu, Anda bisa menganalisis kelemahan apa saja yang dimiliki
perusahaan untuk mencegah hal-hal yang bisa merugikan perusahaan. Analisis SWOT juga
berguna untuk meneliti peluang yang ada sehingga Anda tahu kapan perusahaan harus bergerak
agar mampu bertahan dan diterima di masyarakat. Anda juga tidak bisa melupakan masalah
ancaman yang mungkin ada dalam dunia bisnis. Dengan menganalisis ancaman, perusahaan bisa
dengan sigap mencegah hal buruk yang dapat merugikan dan memberi efek negatif. Setelah
melakukan analisis SWOT, Anda bisa mengetahui apa saja yang harus dilakukan untuk
memecahkan masalah yang ada. Anda harus bisa mengatasi setiap masalah yang sedang atau
mungkin terjadi di masa mendatang. Untuk itu Anda bisa memanfaatkan apa saja kekuatan yang
dimiliki perusahaan sehingga Anda bisa menonjolkan hal tersebut. Kekuatan yang dimiliki
perusahaan dapat menjadi daya tarik sendiri bagi pasar. Anda harus bisa memanfaatkan kekuatan
perusahaan dengan sebaik-baiknya dan terus berusaha agar bisa memberikan pengaruh positif
bagi perusahaan.

Faktor yang Memengaruhi Analisis SWOT

Terdapat dua faktor penting yang bisa memengaruhi keempat komponen analisis SWOT. Faktor
tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang
berasal dari dalam perusahaan, terdiri dari dua komponen yaitu kekuatan dan kelemahan.
Dampaknya akan sangat baik bagi perusahaan atau bisnis apabila kekuatan lebih menonjol
dibandingkan kelemahan. Faktor internal mencakup kelebihan atau kekurangan internal
perusahaan, keuangan atau finansial, sumber daya manusia atau lainnya yang dimiliki.
Sedangkan, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar perusahaan, terdiri dari dua
komponen yaitu peluang dan ancaman. Faktor eksternal tidak terlibat secara langsung dalam
aktivitas perusahaan. Yang termasuk faktor eksternal adalah budaya, lingkungan, sosial politik,
ekonomi, sumber modal, peraturan pemerintah, ideologi, perkembangan teknologi, tren,
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Analisis SWOT dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi hasil dan keefektifannya.
Berikut ini adalah beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan analisis
SWOT:
Informasi yang akurat dan terperinci: Untuk melakukan analisis SWOT yang efektif, penting
untuk memiliki data dan informasi yang akurat, lengkap, dan terperinci tentang faktor-faktor
yang dievaluasi. Informasi yang tidak lengkap atau tidak akurat dapat menghasilkan analisis
yang tidak akurat dan mengarah pada keputusan yang tidak tepat.
1. Keterlibatan stakeholder: Melibatkan stakeholder yang relevan dalam proses analisis
SWOT dapat memberikan wawasan yang beragam dan memperkaya perspektif.
Stakeholder dapat memberikan informasi berharga tentang kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman yang terkait dengan organisasi atau situasi yang sedang dievaluasi.
2. Penggunaan metode yang tepat: Ada beberapa pendekatan atau metode yang dapat
digunakan dalam analisis SWOT, seperti diskusi kelompok, wawancara, survei, atau
analisis data. Memilih metode yang tepat dan sesuai dengan situasi dapat membantu
memperoleh hasil yang lebih baik dan relevan.
3. Analisis yang obyektif: Penting untuk melakukan analisis SWOT secara obyektif tanpa
bias atau preferensi pribadi. Menghindari pemikiran kelompok atau kecenderungan
mengabaikan faktor-faktor yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan atau harapan
dapat membantu memperoleh hasil yang lebih objektif dan terpercaya.
4. Lingkungan bisnis dan faktor eksternal: Analisis SWOT harus memperhitungkan faktor-
faktor eksternal yang mempengaruhi organisasi atau situasi yang sedang dievaluasi.
Perubahan dalam lingkungan bisnis, seperti tren pasar, peraturan pemerintah, perubahan
teknologi, atau persaingan industri, dapat mempengaruhianalisis SWOT dan hasilnya.
5. Konteks dan tujuan: Memahami konteks dan tujuan analisis SWOT penting untuk
memfokuskan evaluasi dan mengarahkan pemikiran. Konteks organisasi atau situasi yang
sedang dievaluasi dan tujuan yang ingin dicapai harus menjadi panduan dalam
menentukan faktor-faktor yang dievaluasi dan dampaknya terhadap keputusan strategis.

Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, analisis SWOT dapat dilakukan secara lebih efektif dan
menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam tentang posisi, tantangan, dan peluang
organisasi atau situasi yang sedang dievaluasi.

Cara Membuat Analisis SWOT

Untuk melakukan analisis SWOT, Anda perlu menjabarkan empat komponen yang ada, yaitu
kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threats).
Setelah itu, yang harus dilakukan adalah membuat strategi berdasarkan analisis tersebut. Hasil
dari analisis kekuatan memiliki manfaat agar membuat
perusahaan lebih menonjol. Analisis kelemahan digunakan untuk mencegah perusahaan
mengalami kemunduran atau kerugian. Lalu hasil analisis peluang berguna untuk melihat
kesempatan yang ada. Sedangkan hasil analisis ancaman gunakan untuk mengatasi hambatan
yang sedang atau mungkin dihadapi. Membuat analisis SWOT melibatkan beberapa langkah
yang perlu diikuti dengan hati-hati. Berikut ini adalah contoh cara membuat analisis SWOT:

Identifikasi faktor internal (Kekuatan dan Kelemahan)


● Identifikasi kekuatan (Strengths): Identifikasi aspek-aspek positif internal yang
memberikan keunggulan kompetitif kepada organisasi. Misalnya, keunggulan produk,
keahlian karyawan, atau reputasi yang baik.
● Identifikasi kelemahan (Weaknesses): Identifikasi aspek-aspek negatif internal yang
menjadi hambatan atau kelemahan dalam pencapaian tujuan organisasi. Misalnya,
kurangnya sumber daya, sistem yang tidak efisien, atau kurangnya inovasi.

Identifikasi faktor eksternal (Peluang dan Ancaman)


● Identifikasi peluang (Opportunities): Identifikasi faktor-faktor eksternal yang dapat
dimanfaatkan oleh organisasi untuk mencapai tujuan atau memperluas pangsa pasar.
Misalnya, perubahan tren pasar, perubahan regulasi yang menguntungkan, atau
perkembangan teknologi baru.
● Identifikasi ancaman (Threats): Identifikasi faktor-faktor eksternal yang dapat
menghambat kesuksesan organisasi atau menjadi ancaman terhadap keberlanjutan bisnis.
Misalnya, persaingan yang intens, perubahan kebijakan pemerintah, atau perubahan
preferensi konsumen.

Evaluasi dan prioritisasi faktor-faktor analisis SWOT


● Evaluasi faktor-faktor SWOT secara kualitatif dan kuantitatif. Tinjau dan analisissetiap
faktor dengan cermat untuk memahami dampaknya terhadap organisasi.
● Prioritaskan faktor-faktor SWOT berdasarkan tingkat signifikansinya dan
kemampuan organisasi untuk mengelolanya.
● Identifikasi faktor-faktor yang perlu diberikan perhatian khusus atau dijadikan
prioritas dalam perencanaan strategis.

Mengembangkan strategi berdasarkan analisis SWOT


● Gunakan hasil analisis SWOT untuk merumuskan strategi dan langkah-langkahyang
sesuai dengan kondisi dan potensi organisasi.
● Manfaatkan kekuatan internal dan peluang eksternal untuk memperluas pangsapasar
atau meningkatkan kinerja.
● Atasi kelemahan internal dan tangani ancaman eksternal melalui rencanatindakan yang
tepat.

Implementasi dan pemantauan:


● Terapkan strategi yang telah dirumuskan dan tetap memantau perubahan yangterjadi.
● Sesuaikan strategi jika diperlukan berdasarkan perubahan dalam lingkunganbisnis atau
evaluasi ulang faktor-faktor SWOT.

Melalui langkah-langkah ini, analisis SWOT dapat membantu organisasi untuk memahami posisi
mereka di pasar, mengidentifikasi peluang dan ancaman yang ada, dan mengembangkan strategi
yang efektif untuk mencapai tujuan bisnis mereka.

Berdasarkan analisis SWOT didapatkan data sebagai berikut:

Strength → Faktor Internal


- Lokasi dengan lingkungan asri, strategis, mudah diakses oleh angkutan umum
(berada pada jalur angkutan umum)
- Hanya satu dokter gigi sehingga keuntungan dapat dikelola secara pribadi
- Sumber Daya Manusia yang komunikatif dan kompeten dalam bidang kesehatan gigi
(dokter gigi, perawat gigi,dll) → Sekiranya ada sertifikasi khusus → kualitas staf
administrasi
- Adanya layanan konsultasi gratis bagi pasien pasca perawatan melalui online chat
- Sarana Prasarana: air lancar, ruang tunggu dan ruang perawatan nyaman, tersedia hiburan
melalui tv dan audio, memiliki akses wifi, dan terdapat ac
- Proses Administrasi yang Simpel dan tidak berbelit-belit agar memudahkan pasien
- Pasien tidak perlu menunggu lama karena terdapat pelayanan reservasi
- Memanfaatkan perkembangan teknologi perawatan kesehatan gigi dan mulut

Weakness → Faktor Internal


- Dokter gigi membutuhkan biaya yang besar karena berasal dari modal pribadi
- Renovasi tempat yang memerlukan biaya tambahan
- Kurangnya lahan parkir
- Dokter gigi masih baru (fresh graduate) → jam terbang praktik; dokter gigi dantempat
praktik mandiri yang masih baru dikenal
Opportunities → Faktor Eksternal
- Belum ada dokter gigi di sekitar area tersebut
- Dekat dengan akses rumah sakit (RS Siloam dan RS Advent)
- Area bebas banjir dan longsor
- Dekat dengan apotek
- Pertumbuhan penduduk pada daerah tersebut cukup tinggi
- Banyak keluhan penyakit gigi dan mulut disertai dengan masyarakat yang tinggi
kesadaran menjaga kesehatan gigi dan mulut*

Threat → Faktor Eksternal


- Area rawan kriminal
- Kurangnya kompleks perumahan karena didominasi perkantoran
- Daya saing dokter gigi dengan tukang gigi di masyarakat
- Citra praktik dokter gigi senior yang lebih baik
- Perbedaan tarif dan lokasi praktik dokter gigi lainnya yang dekat pusat belanja

STRATEGI

1. Bagaimana dokter gigi Anastasya merancang tempat praktik mandiri sesuai lokasi yang
dipilihnya :
- Pengorganisasian tempat praktik mandiri
1. Sumber Daya Manusia
Organisasi merupakan suatu bentuk dari hubungan yang mempunyai sifat
dinamis, dapat menyesuaikan diri pada perubahan serta diciptakan oleh
manusia untuk mencapai tujuan yang sudah diperhitungkan. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NOMOR 09/ MENKES/
PER/ 2014, yang tertera dalam pasal 9, 10, 11, dan 12:

Bagian Keempat Ketenagaan


Pasal 9
(1) Penanggung jawab teknis klinik harus seorang tenaga
medis.
(2) Penanggung jawab teknis klinik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus memiliki Surat Izin Praktik (SIP) di
klinik tersebut, dan dapat merangkap sebagai pemberi
pelayanan.
Pasal 10

Tenaga medis hanya dapat menjadi penanggungjawab


teknis pada 1 (satu) klinik.

Pasal 11

(3) Ketenagaan klinik rawat jalan terdiri atas tenaga medis,


tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga
non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
(4) Ketenagaan klinik rawat inap terdiri atas tenaga medis,
tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga gizi,
tenaga analis kesehatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga
non kesehatan sesuai dengan kebutuhan.
(5) Jenis, kualifikasi, dan jumlah tenaga kesehatan lain serta
tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis
pelayanan yang diberikan oleh klinik.

Pasal 12
(6) Tenaga medis pada klinik pratama yang memberikan
pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 2 (dua)
orang dokter dan/ atau dokter gigi sebagai pemberi
pelayanan.
(7) Tenaga medis pada klinik utama yang memberikan
pelayanan kedokteran paling sedikit terdiri dari 1 (satu)
orang dokter spesialis dan 1 (satu) orang dokter sebagai
pemberi pelayanan.
(8) Tenaga medis pada klinik utama yang memberikan
pelayanan kedokteran gigi paling sedikit terdiri dari 1
(satu) orang dokter gigi spesialis dan 1 (satu) orang dokter
gigi sebagai pemberi pelayanan.

Klinik harus mempunyai tenaga yang meliputi :


a. Tenaga medis kedokteran gigi: (1) Dokter gigi, (2) Dokter gigi spesialis
yang meliputi: bedah mulut; meratakan gigi (orthodonsi), penguat gigi
(konservasi), gigi tiruan (prosthodonsi), kedokteran
gigi anak (pedodonsi), penyangga gigi (periodonsi), penyakit mulut; dan
radiologi.
b. Tenaga keperawatan (1) Perawat gigi (2) Perawat
c. Tenaga kefarmasian (1) Apoteker; (2) Analis farmasi; dan (3)
Asisten apoteker
d. Tenaga keteknisan medis (1) Radiografer; (2) Teknisi gigi; (3)
Analis kesehatan; dan (4) Perekam medis
e. Tenaga non kesehatan (1) Administrasi (2) Kebersihan
Terdapat beberapa jenis komponen pelayanan rumah sakit gigi dan
mulut sebagai bahan acuan dalam membuat Klinik Spesialis Gigi dan
Mulut, yaitu: konsultasi medis; administrasi rumah sakit; penunjang
diagnostik; tindakan medik operatif; tindakan medik non operatif;
radiologi; farmasi; bahan dan alat habis pakai; laboratorium klinik; dan
laboratorium teknik gigi.

2. Sarana dan Prasarana


Peralatan standart yang biasa digunakan oleh dokter gigi/ dokter spesialis gigi
dalam melakukan praktik kedokteran gigi adalah sebagai berikut:
a. Dental chair. Setiap ruang praktik dokter gigi wajib terdapat dental chair
karena alat ini merupakan alat utama yang digunakan para dokter gigi
dalam melakukan tindakan medis pada pasien.
b. Sterilisator elektrik Sebagai alat suplai tenaga listrik dalam pengoperasian
peralatan yang memerlukan arus listrik.
c. Air compressor untuk dental unit merupakan sebuah alat yang berisi
tekanan udara yang digunakan untuk pengoperasian. Alat ini berfungsi
meniupkan udara tekanan tinggi.
d. Set diagnostik standar (2 kaca mulut, 1 sonde halfmoon, 1 eskavator, 1
pinset) yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan gigi dan mulut
awal.
e. Set highspeed dan lowspeed handpiece yang digunakan untuk
mengoperasikan bur.
f. Set alat skeling manual dan ultrasonik digunakan untuk membersihkan
karang gigi.
g. Set tang cabut gigi dewasa dan anak digunakan untuk mencabut gigi.
h. Sendok cetak digunakan untuk membuat cetakan replika bentuk gigi yang
memerlukan bantuan medis, misalnya pemasangan gigi palsu dan kawat
gigi. Dilengkapi mangkuk karet dan sendok plastik untuk mengaduk
bahan.
i. Dental x-ray unit. Beberapa dokter sering menggunakan x-ray hal ini
dikarenakan untuk beberapa kasus beberapa bagian gigi yang tersembunyi,
misalnya di bawah gigi dan hanya dapat dilihat melalui x-ray.

3. Tata Ruang Klinik


Berikut adalah persyaratan ruang dan standart fasilitas yang ada di klinik
menurut Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1295/ Menkes/ Per / XII/ 2007, yang meliputi pasal 10 dan pasal 11 sebagai
berikut:

Pasal 10
Persyaratan klinik kedokteran:
1. Setiap dokter yang berpraktik di klinik kedokteran harus
mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik
(SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
2. Bagi praktik yang dibuka 24 jam harus :
a. Mempunyai dokter jaga yang setiap saat berada
ditempat;
b. Mempunyai tenaga keperawatan minimal 3
(orang) orang yang setiap saat berada ditempat.
3. Bangunan/ ruangan sebagai berikut:

a. Mempunyai bangunan fisik yang permanen dan tidak


bergabung dengan tempat tinggal;
b. Mempunyai ruang pendaftaran/ ruang tunggu, ruang
konsultasi kedokteran minimal 3x4 m2 dengan fasilitas tempat cuci
tangan dengan air yang mengalir, ruang administrasi, ruang
emergency, ruang tindakan, kamar mandi/ WC dan ruang lainnya
yang memenuhi persyaratan kesehatan;
c. Ventilasi yang menjamin peredaran udara yang baik
dilengkapi dengan mekanis (AC, kipas angin, exhaust fan) dan
penerangan yang cukup;

d. Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi;

e. Mempunyai sarana pembuangan limbah dan limbah harus


dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
f. Bangunan radiologi harus sesuai peraturan yang berlaku.

Pasal 11

Klinik Kedokteran Gigi merupakan tempat yang digunakan


untuk menyelenggarakan pelayanan kedokteran gigi yang
dilaksanakan oleh lebih dari satu orang dokter gigi,
dengan persyaratan sebagai berikut:

1. Dipimpin oleh seorang dokter gigi /dokter gigi spesialis


yang mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin
Praktik sebagai penanggung jawab pelayanan.
2. Masing-masing dokter gigi /dokter gigi spesialis
mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik
(SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
3. Bangunan/ ruangan sebagai berikut:
a. Mempunyai bangunan fisik yang permanen dan
tidak bergabung dengan tempat tinggal.
b. Mempunyai ruang pendaftaran /ruang tunggu,
ruang konsultasi kedokteran gigi minimal 3x4 m2
dengan fasilitas tempat cuci tangan dengan air
yang mengalir, ruang administrasi, ruang
emergency, kamar mandi/ WC dan ruang lainnya
yang memenuhi persyaratan kesehatan;
c. Memenuhi persyaratan hygiene dan sanitasi;
d. Ventilasi yang menjamin peredaran udara yang
baik dilengkapi dengan mekanis (AC, kipas angin,
exhaust fan) dan penerangan yang cukup.
e. Mempunyai sarana pembuangan limbah dan
limbah harus dikelola sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
4. Memiliki peraturan internal, standar prosedur operasional,
dan peraturan disiplin yang tidak bertentangan dengan
standar kompetensi, standar profesi, dan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
5. Memiliki izin fasilitas pelayanan kesehatan, izin
penyelenggaraan dan izin peralatan kedokteran sesuai
dengan ketentuan peratuan
perundang-undangan yang berlaku;
6. Memasang papan nama fasilitas pelayanan kesehatan dan
daftar nama dokter yang berpraktik diklinik tersebut.

- Rancangan praktik dengan memperhatikan ketentuan pemerintah tentang


persyaratan & kebijakan untuk melakukan praktik mandiri, termasuk pemenuhan
persyaratan pendirian bangunananya

Pelayanan Kedokteran Gigi merupakan pelayanan paripurna dalam bidang kesehatan


gigi dan mulut yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut yang
setingi- tingginya. Pelayanan medis, termasuk pelayanan kedoketran gigi merupakan
pelayan kesehatan yang diberikan dokter gigi sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya yang dapat berupa pelayanan promotif, preventif, diagnostik,
konsultatif, kuratif, atau rehabilitatif. Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indinesia Nomor 2052/
MENKES/PER/X/2011.
Praktik kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter dan dokter gigi
adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dokter gigi spesialis lulusan pendidikan
kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun luar negeri yang diakui oleh
Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam
menyelenggarakan praktik kedokteran, dokter dan dokter gigi harus mengikuti pedoman
standar pelayanan. Standar profesi kedokteran adalah batasan kemampuan (knowledge,
skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter atau
dokter gigi untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara
mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Dalam ragka memenuhi kebutuhan dalam penyelenggaraan praktik dokter dan dokter
gigi, maka diatur dalam Izin Praktik Kedokteran dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran
dengan Peraturan Menteri Kesehatan dan Undang-undang Kesehatan. Konsil Kedokteran
Indonesia mengatur atau menetapkan tata cara registrasi dokter dan dokter gigi,
penyelenggaraan praktik kedokteran yang baik, kemitraan dalam hubungan dokter-
pasien, tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi,
serta pedoman penegakan disiplin
profesi kedokteran yang harus ditaati oleh dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan
praktik kedokteran.
Dalam melaksanakan praktik kedokteran, setiap dokter dan dokter gigi wajib
memiliki Surat Ijin Praktik yang selanjutnya disebut SIP merupakan bukti tertulis yang
diberikan Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi
persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Selain itu, Surat Tanda Registrasi
dokter dan doktergigi yang selanjutnya disebut STR merupakan bukti tertulis yang
diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah
teregistrasi.
1. Surat Ijin Praktik
Setiap dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran wajib memiliki
SIP. SIP dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota. Dalam
memberikan SIP Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota harus
mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan. SIP bagi dokter dan dokter gigi dapat berupa SIP dokter,
SIP dokter gigi, SIP dokter spesialis, dan SIP dokter gigispesialis. SIP dokter atau dokter
gigi diberikan paling banyak untuk 3 (tiga) tempat praktik, baik fasilitas kesehatan milik
pemerintah, swasta, maupun praktik perorangan. SIP 3 tempat praktik ini dapat berbada
dalam kabupaten atau kota yang sama atau berbeda di provinsi yang sama atau provinsi
lain. Untuk memperoleh SIP, dokter dan dokter gigi harus mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota tempat praktik kedokteran
dilaksanakan dengan melampirkan :
a. Fotocopy STR yang diterbitkan dan dilegalisasi oleh KKI;
b. Surat pernyaan mempunya tempat praktik, atau surat keterangan dari fasilitas
pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya;
c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi dokter dan dokter gigi yang bekerja pada
instansi atau fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu
d. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik; dan
e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x3 sebanyak 2 (dua)
lembar. SIP berlaku sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai
dengan yang tercantum dalam SIP, dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan. Perpanjangan SIP harus sudah diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten atau Kota selambat-lambatnya
3 (tiga) bulan sebelum masa berlaku SIP berakhir. Dalam keadaan STR habis masa
berlakunya, SIP dapat diperpanjang apabila permohonan perpanjangan STR telah
diproses yang dibuktikan dengan tanda terima
pengurusan yang dikeluarkan oleh organiasi profess dengan masa berlakupaling lama
6 bulan.

Dokter dan dokter gigi yang akan menghentikan kegiatan praktik kedokteran
atau praktik kedokteran gigi di suatu tempat, wajib memberitahukan kepada Kepala
Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota setempat. Pemberitahuan dilakukan secara tertulis
dengan pengembalian SIP. Kepala Dinas Kesehatan kabupaten atau Kota harus
mengembalikan fotocopy STR yang dilegalisasi asli oleh KKI milik dokter dan
dokter gigi tersebut segera setelah SIP dikembalikan. Sebagaimana keadaan
fotocopy STR yang dilegalisasi asli oleh KKI hilang, Kepala Dinas Kabupaten atau
Kota harus membuat pernyataan mengenai hilangnyaSTR tersebbut untuk
permintaan fotocopy STR legalisasi asli kepada KKI.

2. Penyelenggaraan Praktik

Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP berwenang untuk menyelenggarkanpraktik
kedokteran, yang meliputi antara lain :

a. Mewawancarai pasien
b. Memeriksa fisik dan mental pasien

c. Menentukan pemeriksaan penunjang

d. Menegakan diagnosis

e. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien

f. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

g. Menulis resep obat dan alat kesehatan

h. Menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi

i. Menyimpan dan memberikan obat dalam jumlah dan jenis yang sesuai denganstandar
an

j. Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik


didaerah terpencil dan yang tidak ada apotek.
Praktik kedokteran dilaksanakan berdasarkan pada kesepakatan hubungan
kepercayaan antara dokter dan dokter gigi dngan pasien dalam upaya pemeliharaan
kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan , pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan. Upaya maksimal sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Dalam melaksanakan praktik kedokteran dokter dan dokter gigi harus sesuai dengan
kewenangan dan kompetensi yang dimiliki. Dalam

rangka memebrikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna penyelamatan nyawa,
dokter atau dokter gigi dapat melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi diluar
kewenangan klinisnya sesuia dengan kebutuhan medis. Pelaksanaan kewengan harus
dilakukan sesuai dengan standar profesi. Dokter atau dokter gigi dapat memberikan
pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau
tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi.
Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki SIP dan menyelenggarakan praktik
perorangan wajib memasang papan nama praktik kedokteran. Papan nama harus memuat
nama dokter atau dokter gigi, nomor STR, dan nomor SIP. Apabila dokter atau dokter
gigi berhalangan melaksanakan praktik dapat menunjuk dokter atau doketr gigi
pengganti, yang memiliki SIP yang setara dan tidak harus SIP di tempat tersebut. Dalam
keadaan tertentu untuk kepentingan pemenuhuan kebutuhan pelayanan, dokter atau
dokter gigi yang memiliki SIP dapat menggantikan dokter spesialis atau dokter gigi
spesialis, dengan memberitahukan penggantian yersebut kepada pasien. Pemberitahuan
dokter atau dokter gigiyang berhalangan melaksanakan praktik atau telah menunjuk
pengganti harus menempelkan atau mmenempatkan pemberitahuan pada tempat yang
mudah terlihat.

B. Persyaratan Pendirian Bangunan


Bangunan gedung diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 28 Tahun 2002.
Lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi ketentuan fungsi bangunan gedung,
persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran
masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Bangunan
gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukananya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah
dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya,
baik
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Setiap bangunan gedung harus memenuhi
persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai fungsi bangunan gedung
dan peraturan perundang-undangan. Persyaratan administratif bangunan gedung
meliputi status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas
tanah, status kepemilikan gedung, dan izin mendirkan bangunan gedung.
Persyaratan teknis bangunan gedung gedung meliputi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan
bangunan gedung.
Dalam membuat rancangan pendirian bangunan tempat praktik, harus memenuhi
syarat pendirian bangunan. Bangunan tempat praktik dokter atau dokter gigi termasuk
bangunan gedung tertentu, merupakan bangunan yang digunakan untuk kepentingan
umum dan bangunan gedung fungsi sosial,yang fungsi utamanya untuk pelayanan
kesehatan.
1. Persyaratan Administratif Bangunan Gedung

Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif sebagaiman


dimkasud pada pasal 8 ayat 2 dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setiap
bangunan harus didirikanpada tanah yang status kepemilikan jelas, baik milik sendiri
maupun milik pihak lain. Dalam hal tanahnya milik pihak lain, bangunan gedung hanya
dapat didirikan dengan izin pemanfaatan tanah dari pemegang hak atas tanah atau
pemilik tanah dalam bentuk perjanjian tertulis antara pemegang hak atas tanah atau
pemilik tanah dengan pemilik gedung bangunan. Perjanjian tertulis memuat paling sedkit
hak dan kewajiban para pihak, luas, letak, dan batas- batas tanah, serta fungsi bangunan
gedung dan jangka waktu pemanfaatan.
Status kepemilikan bangunan gedung dibuktikan dengan surat bukti kepemilikan
bangunan gedung yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, kecuali bangunan gedung
fungsi khusus oleh Pemerintah berdasakan hasil kegiatan pendataan bangunan gedung.
Kepemilikan bangunan gedung dapat dialihkan kepada pihak lain. Dalam hal pemilik
bangunan gedung bukan pemilik tanah, pengalihan hak harus mendapat persetujuan
pemilik tanah. Ketentuan lebih lanjut mengenai surat bukti kepemilikan bangunan
gedung diatur dengan Peraturan Presiden.
Kegiatan pendataan untuk bangunan gedung baru dilakukan bersamaan dengan
proses izin mendirikan bangunan gedung untuk keperluan tertib pembangunan dan
pemanfaatan bangunan gedung, pemilik bangunan wajib memberikan data yang
diperlukan oleh pemerintah daerah dalam melakukan pendataan bangunan gedung.
Berdasarkan oendataan bangunan gedung,
pemerintah daerah mendaftar bangunan gedung tersebut untuk keperuan system
informasi bangunan gedung. Ketentuan lebih lanjut mengenau tata cara pendataan
bangunan gedung diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Izin mendirikan Bangunan Gedung

Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin
mendirikan bangunan gedung. Izin mendirikan bangunan yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten atau Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun
baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan atau merawat bangunan gedung sesuai
dengan persyaratan administratif dan persyaratata teknis yang berlaku. Permohonan izin
mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan
gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan
gedung. Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana kabupaten/kota
untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap orang yang akan mengajukan
permohonanizin mendirikan bangunan gedung.

Surat keterangan rencana kabupaten/kota merupakan ketentuan yang berlaku untuk


lokasi yang bersangkutan dan berisi: a. fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun
pada lokasi bersangkutan; b. ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan; c.
jumlah lantai/lapis bangunan gedung di bawah permukaan tanah dan KTB yang
diizinkan; d. garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung yang diizinkan;
e. KDB maksimum yang diizinkan; f. KLB maksimum yang diizinkan; g. KDH
minimum yang diwajibkan; h. KTB maksimum yang diizinkan; dan i. jaringan utilitas
kota. Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota dapat juga dicantumkan ketentuan-
ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan yang digunakan sebagai
dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan gedung
wajib melengkapi dengan: a. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda
bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; b. data
pemilik bangunan gedung; c. rencana teknis bangunan gedung; dan d. hasil analisis
mengenai dampak lingkungan bagi bangunan gedung yang menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan. Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung
yang menimbulkan dampak penting terhadap, harus mendapat pertimbangan teknis dari
tim ahli bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik. Permohonan
izin mendirikan bangunan gedung yang telah memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis disetujui dan disahkan oleh bupati/walikota, kecuali untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur, untuk bangunan gedung fungsi
khusus oleh Pemerintah dalam bentuk izin mendirikan bangunan gedung. Izin
mendirikan bangunan gedung merupakan prasyarat untuk mendapatkan pelayanan
utilitas umum kabupaten/kota.

3. Persyaratan Tata Bangunan

Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan


gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan.
Persyaratan peruntukan merupakan persyaratan peruntukan lokasi yang bersangkutan
sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. Persyaratan intensitas
bangunan gedung meliputi persyaratan kepadatan, ketinggian, dan jarak bebas bangunan
gedung yang ditetapkan untuk lokasi yang bersangkutan. Setiap mendirikan bangunan
gedung, fungsinya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL. Setiap mendirikan bangunan gedung di atas,
dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh
mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi
prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melanggar ketentuan minimal
jarak bebas bangunan gedung yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP,
dan/atau RTBL. Penetapan garis sempadan bangunan gedung dengan tepi jalan, tepi
sungai, tepi pantai, tepi danau, jalan kereta api, dan/atau jaringan tegangan tinggi
didasarkan pada pertimbangan keselamatan dan kesehatan. Penetapan jarak antara
bangunan gedung dengan batas-batas persil, dan jarak antara as jalan dan pagar halaman
yang diizinkan pada lokasi yang bersangkutan harus didasarkan pada pertimbangan
keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. Penetapan jarak bebas bangunan
gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah
didasarkan pada jaringan utilitas umum yang ada atau yang akan dibangun.
Persyaratan arsitektur bangunan gedung meliputi persyaratan penampilan bangunan
gedung, tata ruang-dalam, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung
dengan lingkungannya, serta pertimbangan adanya keseimbangan antara nilai-nilai sosial
budaya setempat terhadap penerapan berbagai perkembangan arsitektur dan rekayasa.
Pemerintah daerah dapat menetapkan kaidahkaidah arsitektur tertentu pada bangunan
gedung untuk suatu kawasan setelah mendapat pertimbangan teknis tim ahli bangunan
gedung, dan mempertimbangkan pendapat publik.
Penerapan persyaratan pengendalian dampak lingkungan hanya berlaku bagi
bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Setiap
mendirikan bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting, harus didahului
dengan menyertakan analisis mengenai dampak lingkungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.

- Rancangan praktik dengan konsep lingkungan kerja yang sehat, konsepgreen


dentistry

Praktik kedokteran gigi dapat menghasilkan limbah dan menggunakan sumber


energi dan air yang cukup besar. Risiko yang dapat ditimbulkan akibat limbah
praktik kedokteran gigi cukup besar sehingga pengelolaan dan penanganan limbah
medis harus diperhatikan dan dijalankan dengan benar oleh setiap dokter gigi. Oleh
karena itu, tahun 2007 diperkenalkan sebuah konsep “Green dentistry” atau dikenal
juga dengan kedokteran gigi ramah lingkungan yang bertujuan untuk mengurangi
dampak lingkungan akibat proses administrasi, konstruksi, prosedur dental, serta
material dental. Berikut adalah contoh alat dan bahan dibidang kedokteran gigi
yang jika tidak ditangani dengan baik dapat merusak lingkungan :

- Limbah Amalgam :
Merkuri sebagai bahan pencampur amalgam merupakan bahan toksik. Kandungan
merkuri dalam amalgam 40-50%. Terbuangnya limbah merkuri ke aliran limbah
dapat merugikan lingkungan.
- Dental X-Ray :
Limbah bahan kimia untuk fiksasi, developer dan cleaner pada pencucian foto
rontgen.

1. Bahan fiksasi film X-ray merupakan limbah yang toksik karena kandungan
silver yang tinggi
2. Bahan developer X-ray dilarang dibuang sembarang mengingat
kandungan hydroquinone yang merupakan limbah berbahaya

3. X-ray cleaner merupakan limbah berbahaya bila mengandung chromium

4. Film x-ray termasuk dalam limbah berbahaya karena kandungan silver Selain

kedua jenis limbah tersebut, bahan-bahan dan obat yang selalu


dipakai dokter gigi dalam praktiknya juga dapat mengganggu lingkungan,
seperti jarum suntik, masker, sarung tangan, alat-alat pemanas, obat-obat pulpa dan
sinar halogen serta laser. Jika tidak ditampung di tempat khusus, bahan-bahan
tersebut dapat ikut aliran pembuangan selokan lalu ke sungai dan ke laut atau bisa
juga mengendap di sekitar saluran pembuangan. Sehingga dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan dan menimbulkan penyakit yang menular.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut harus memperhatikan aspek kesehatan


lingkungan, karena lingkungan yang buruk merupakan faktor resiko dari berbagai
masalah kesehatan. Green dentistry hadir sebagai sebuah pendekatan yang
menggabungkan praktik kedokteran gigi dengan pemeliharaan kesehatan
lingkungan.

Untuk mendukung kegiatan tersebut praktik dokter gigi perlu menggunakan


bahan kedokteran gigi yang non toksik untuk mengurangi limbah. Beberapa cara
untuk mengurangi toksik adalah dengan mengurangi atau menghentikan penggunaan
bahan
berbahaya, seperti menyiapkan alat pembuangan yang aman bagi kesehatan
lingkungan dan menggunakan bahan lain yang lebih aman seperti menggunakan
tambalan composite resin, dan penggunaan digital X-Ray.

Langkah-langkah Green Dentistry

1. Kurangi pemakaian energi: misalnya dengan menggunakan lampu


hemat energi, menggunakan lampu fluorescent daripada halogen,
menghindari pendingin udara ditempat praktek.
2. Kurangi pemakaian air dan bahan/alat disposable. Sebagai gantinya dapat
menggunakan gelas yang dapat didaur ulang.
3. Pahami dan terapkan konsep green building: Membangun Klinik
menggunakan konsep ramah lingkungan yaitu memaksimalkan ventilasi dan
jendela untuk mengurangi pendingin ruangan dan pencahayaan bisa cukup
memadai.
4. Penggunaan Digital X-ray: Peralatan x-ray yang tradisional beralih ke
digital x-ray karena tidak membutuhkan film, tidak melalui proses dengan
bahan kimia, membutuhkan energi listrik, memperkecil radiasi pada
pasien dan operator, dan dapat diolah secara komputerisasi.
5. Menggunakan teknologi tepat guna untuk mengelola limbah medis dan
gunakan bahan kedokteran gigi yang non-toksik untuk mengurangi limbah
berbahaya bagi lingkungan.
Cara untuk mengurangi toksik adalah dengan mengurangi atau menghentikan
penggunaan bahan berbahaya. Selain itu juga dapat menyiapkan alat pembuangan
yang aman bagi lingkungan dan menggunakan bahan lain yang lebih aman
digunakan.

- Rancangan dengan memperhatikan pengelolaan limbah praktik yangmemenuhi


ketentuan pemerintah (tata cara & persyaratan teknisnya)

Aktivitas pelayanan kesehatan di praktik dokter gigi memproduksi hasil sampingan


berupa limbah medis yang dapat menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik.
Limbah medis sebagai material hasil dari aktivitas pelayanan kesehatan pada berpotensi
mentransmisikan agen infeksius ke manusia. Pengelolaan limbah kedokteran gigi yang baik
dimulai dari pemisahan limbah dengan tepat (segregating), limbah dikemas dan diberi label
untuk memudahkan melakukan identifikasi limbah (packaging), menyimpan limbah dengan tepat
dan aman pada tempat yang sesuai (storing), mentransfer limbah pada petugas yang berwenang
(transporting) dan melakukan pem
usnahan limbah medis (disposing). Jumlah rerata limbah praktik dokter gigi yang
berpotensi infeksius per hari adalah 3,2 kg, limbah medis berpotensi toksik adalah 1,2 kg perhari
dan limbah medis berpotensi radioaktif adalah 0,18 kg perhari. Berdasarkan persentase limbah
medis layanan kesehatan gigi mandiri di Kota Pekanbaru yang berpotensi infeksius sebanyak
69%, toxic 27% dan bahan berbahaya 4%. Jumlah limbah yang dihasilkan oleh praktik dokter
gigi memang tidak banyak, namun dengan semakin bertambahnya jumlah praktik dokter gigi
yang ada maka akumulasi limbah medis yang dihasilkanpun menjadi berlipat ganda.
Menurut PERMENHUT NO. 56 TAHUN 2015 dalam pasal 3 menyatakan bahwa klinik
pelayanan kesehatan termasuk praktik dokter gigi bertanggung jawab untuk mengelola limbah
yang dihasilkan saat pelayanan kesehatan berlangsung. Selanjutnya dalam pasal 4 dijelaskan
jenis-jenis limbah yang harus diperhatikan antara lain: Limbah B3 meliputi Limbah: a. dengan
karakteristik infeksius; b. benda tajam; c. patologis; d. bahan kimia kedaluwarsa, tumpahan, atau
sisa kemasan; e. radioaktif; f. farmasi; g. sitotoksik; h. peralatan medis yang memiliki kandungan
logam berat tinggi; dan i. tabung gas atau kontainer bertekanan.
Lebih lanjut pada pasal 5 menyebutkan: Pengelolaan Limbah B3 yang timbul dari fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi tahapan:
a. Pengurangan dan pemilahan Limbah B3;
b. Penyimpanan Limbah B3;
c. Pengangkutan Limbah B3;
d. Pengolahan Limbah B3;
e. penguburan Limbah B3; dan/atau f.
Penimbunan Limbah B3.
Limbah yang dihasilkan pada setiap praktik dokter gigi adalah limbah medis dan limbah
non medis. Berdasarkan wujudnya, limbah medis yang dihasilkan berupa limbah padat dan
limbah cair. Limbah terbanyak yang dihasilkan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan gigi
adalah limbah medis infeksius. Pelayanan kesehatan gigi yang menghasilkan limbah medis
dalam jumlah relatif banyak adalah pencabutan gigi serta tindakan bedah mulut, penambalan gigi
dan pembersihan karang gigi. Pelayanan tersebut memerlukan peralatan yang cukup banyak
sehingga timbulan limbah pun banyak. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018
Provinsi Sulawesi Utara, pasien yang menerima perawatan penambalan gigi sebesar 1,89%,
pencabutan gigi sebesar 7,49% dan tindakan bedah mulut 0,26%.

1. Pemisahan dan pengurangan limbah medis


Pengurangan limbah medis melibatkan kerjasama yang baik dari praktik dokter gigi dan
supplier pemasok alat dan bahan untuk menerapkan metode first in first out agar mencegah
terjadinya penumpukkan bahan yang berpotensi menyebabkan bahan lama tidak terpakai dan
kadaluarsa.
Selain itu praktik dokter gigi dapat memanfaatkan penggunaan kembali bahan-bahan
selain bahan disposable serta daur ulang bahan-bahan plastik sesuai dengan kategorinya.
Pemisahan limbah medis merupakan tanggung jawab dari praktik dokter gigi selaku penghasil
limbah, terlebih untuk mencegah limbah infeksius agara tidak terbuang pada tempat yang salah
dan menyebabkan kontaminasi silang. Penempatan tempat sampah yang dipisahkan menjadi
golongan “infeksius” dan “non infeksius” pada posisi bersebelahan dapat mengurangi risiko
kesalahan pembuangan limbah infeksius.

2. Penyimpanan Limbah Medis


Pengemasan dilakukan dengan mengikat kantong plastik sebagai wadah limbah apabila
limbah sudah penuh. Limbah jarum suntik diletakkan pada safety box dan ditutup rapat. Selama
observasi berlangsung pengikatan dilakukan dengan cara yang biasa bukan dengan ikatan swan
neck tie. Penyimpanan dilakukan menurut kategori limbah medis dan dipisahkan dengan kode
warna yang diatur dalam PERMENHUT No. 56 Tahun 2015 Pasal 7 dan Pasal 8. Setelah
diletakkan ke dalam tempat penyimpanan yang sesuai, apabila penghasil limbah B3 tidak
memiliki izin untuk pengelolaan limbah, maka harus diserahkan ke fasilitas yang berwenang
untuk melakukan penyimpanan dan pengelolaan maksimal 2 hari sejak limbah dikemas.
Lebih lanjut, penggunaan simbol dan label pada setiap kemasan dan/atau wadah Limbah
B3 pada kegiatan Pengangkutan Limbah B3 ke luar lokasi penghasil Limbah B3 mengacu pada
ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label LimbahBahan
Berbahaya dan Beracun.

3. Pengangkutan Limbah Medis


Setelah limbah medis dikemas atau sudah disimpan di fasilitas penyimpanan limbah
medis, pengangkutan limbah medis diatur dalam PERMENHUT No. 56 Tahun 2015 yang
memperbolehkan hanya kendaraan atau fasilitas dengan izin saja yang bisa melakukan
pengangkutan limbah medis. Perizinan diterbitkan oleh Kepala Instansi Lingkungan Hidup:
a. provinsi, jika Pengangkutan Limbah B3 dilakukan lintas kabupaten/kota dalam wilayah
provinsi; atau
b. kabupaten/kota, jika Pengangkutan Limbah B3 dilakukan dalam wilayah kabupaten/kota.
Untuk mendapatkan persetujuan Pengangkutan Limbah B3, Penghasil Limbah B3
menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Kepala Instansi Lingkungan Hidup
sebagaimana dimaksud dengan melampirkan:
a. identitas pemohon;
b. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan diangkut;
c. nama personel yang:
1. pernah mengikuti pelatihan Pengelolaan Limbah B3; atau
2. memiliki pengalaman dalam Pengelolaan Limbah B3.
d. dokumen yang menjelaskan tentang alat angkut Limbah B3; dan
e. tujuan pengangkutan Limbah B3 berupa dokumen kerjasama antara PenghasilLimbah B3
dengan:
1. pemegang Izin Penyimpanan Limbah B3 yang digunakan sebagai depo
pemindahan; dan/atau
2. pengolah Limbah B3 yang memiliki Izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3.
Pengangkutan yang tepat merupakan bagian yang penting dalam pengelolaan limbah dari
kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam pelaksanaannya dan untuk mengurangi risiko
terhadap personil pelaksana, maka diperlukan pelibatan seluruh bagian meliputi: bagian
perawatan dan pemeliharaan fasilitas pengelolaan limbah fasilitas pelayanan kesehatan, bagian
house keeping, maupun kerjasama antar personilpelaksana.
Pengumpulan Limbah, yang merupakan bagian dari kegiatan penyimpanan, yang
dilakukan oleh penghasil Limbah sebaiknya dilakukan dari ruangan ke ruangan pada setiap
pergantian petugas jaga, atau sesering mungkin. Waktu pengumpulan untuk setiap kategori
limbah harus dimulai pada setiap dimulainya tugas jaga yang baru.
1. Pengumpulan Setempat (on-site).
Limbah harus dihindari terakumulasi pada tempat dihasilkannya. Kantong limbah
harus ditutup atau diikat secara kuat apabila telah terisi 3/4 (tiga per empat) dari volume
maksimalnya. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh personil yang secara langsung
melakukan penangan Limbah antara lain:
a. Limbah yang harus dikumpulkan minimum setiap hari atau sesuai kebutuhan dan
diangkut ke lokasi pengumpulan.
b. setiap kantong Limbah harus dilengkapi dengan simbol dan label sesuai kategoriLimbah,
termasuk informasi mengenai sumber Limbah.
c. setiap pemindahan kantong atau wadah Limbah harus segera diganti dengankantong
atau wadah Limbah baru yang sama jenisnya.
d. kantong atau wadah Limbah baru harus selalu tersedia pada setiap lokasidihasilkannya
Limbah.
e. pengumpulan Limbah radioaktif harus dilakukan sesuai peraturan perundang-
undangan di bidang ketenaganukliran.

2. Pengangkutan insitu.
Pengangkutan Limbah pada lokasi fasilitas pelayanan kesehatan dapat menggunakan troli
atau wadah beroda. Alat pengangkutan Limbah harus memenuhi spesifikasi:
a. mudah dilakukan bongkar-muat Limbah,
b. troli atau wadah yang digunakan tahap goresan limbah beda tajam, dan
c. mudah dibersihkan.
Alat pengangkutan Limbah insitu harus dibersihkan dan dilakukan desinfeksi setiap hari
menggunakan desinfektan yang tepat seperti senyawa klorin, formaldehida, fenolik, dan asam.
Personil yang melakukan pengangkutan Limbah harus dilengkapi dengan pakaian yang
memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja.
4. Pengolahan Limbah Medis
Pengolahan Limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat
bahaya dan/atau sifat racun. Dalam pelaksanaannya, pengolahan Limbah B3 dari fasilitas
pelayanan kesehatan dapat dilakukan pengolahan secara termal atau nontermal. Pengolahan
secara termal antara lain menggunakan alat berupa:
1. Autoklaf;
2. gelombang mikro
3. irradiasi frekuensi; dan/atau
4. Insinerator.

Pengolahan secara nontermal antara lain: 1. enkapsulasi sebelum ditimbun; 2. inertisasi


sebelum ditimbun; dan 3. desinfeksi kimiawi. Untuk limbah berwujud cair
dapat dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari fasilitas pelayanan kesehatan.

Tujuan pengolahan limbah medis adalah mengubah karakteristik biologis dan/atau kimia limbah
sehingga potensi bahayanya terhadap manusia berkurang atau tidak ada. Beberapa istilah yang
digunakan dalam pengolahan limbah medis dan menunjukkan tingkat pengolahannya antara lain:
dekontaminasi, sterilisasi, desinfeksi, membuat tidak berbahaya (render harmless), dan dimatikan
(kills). Istilah-istilah tersebut tidak menunjukkan tingkat efisensi dari suatu proses pengolahan
Limbah medis, sehingga untuk mengetahui tingkat efisiensi proses pengolahan limbah medis
ditetapkan berdasarkan tingkat destruksi mikrobial dalam setiap proses pengolahan limbah
medis.

Desinfeksi limbah medis berdasarkan tingkat inaktivasi mikrobial ditetapkan dalam 4 (empat)
tingkat berikut:
1. Tingkat 1 Inaktivasi bakteri vegetatif, jamur, dan virus lipofilik sebesar 1 x 106 (satu kali
sepuluh pangkat enam) atau lebih besar
2. Tingkat 2 Inaktivasi bakteri vegetatif, jamur, virus lipofilik/hidrofilik, parasit, dan
mikobakteria sebesar 1 x 106 (satu kali sepuluh pangkat enam) atau lebih besar
3. Tingkat 3 Inaktivasi bakteri vegetatif, jamur, virus lipofilik/hidrofilik, parasit, dan
mikobakteria sebesar 1 x 106 (satu kali sepuluh pangkat enam) atau lebih besar, dan
inaktivasi spora Bacillus stearothermophilus dan spora Bacillus subtilis sebesar 1 x 104
(satu kali sepuluh pangkat empat) atau lebih besar
4. Tingkat 4 Inaktivasi bakteri vegetatif, jamur, virus lipofilik/hidrofilik, parasit,
mikobakteria, dan spora Bacillus stearothermophilus sebesar 1 x 106 (satu kali sepuluh
pangkat enam) atau lebih besar.

Teknologi dan/atau Proses Pengolahan Limbah Medis. Insinerasi dengan insinerator


merupakan teknologi yang paling umum digunakan untuk melakukan pengolahan dan/atau
destruksi Limbah yang dihasilkan dari kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan. Beberapa teknologi
lainnya yang umum digunakan dalam pengolahan dan/atau proses Limbah medis yaitu:
a. termal,
b. kimiawi,
c. proses biologis,
d. iradiasi,
e. enkapsulasi,
f. inertisasi, dan/atau
g. teknologi lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

a. Proses termal
Proses termal menggunakan panas untuk menghancurkan mikroorganisma patogen.
Beberapa proses pengolahan secara termal, yaitu:
1) Pirolisis.
Pirolisis adalah dekomposisi termal suatu Limbah pada kondisi nir-oksigendalam
tungku pengolahan sehingga -101- limbah dikonversi dalam bentuk gas, cairan, dan/atau
padatan. Pirolisis dapat digunakan untuk melakukan pengolahan berbagai limbah medis,
kecuali limbah radioaktif. Hasil akhir pengolahan berupa butiran/agregat berminyak
(greasy aggregates), logam yang dapat didaur ulang, dan/atau karbon hitam (jelaga). Sisa
abu pembakaran ini harus ditimbun minimum di fasilitas penimbunan saniter (sanitary
landfill) atau fasilitas penimbunan terkontrol (controlled landfill) setelah dilakukan
enkapsulasi atau inertisasi dan memenuhi persyaratan uji kuat tekan dan TCLP.
2) Pengolahan termal basah dan kering.
Pengolahan termal basah atau desinfeksi uap didasarkan pada pemajanan limbah
infeksius yang telah dicacah terhadap temperatur tinggi, uap bertekanan tinggi, dan
serupa dengan proses sterilisasi menggunakan autoklaf. Dalam pengolahan limbah benda
tajam, pencacahan yang digunakan dalam metode ini dapat mengurangi bahaya fisik
limbah benda tajam dan mengurangi volume limbah. Persyaratan teknis metode ini sama
dengan persyaratan teknis desinfeksi limbah medis menggunakan peralatan autoklaf.
Beberapa metode pengolahan termal basah dan kering yaitu: a) autoklaf. b) gelombang
mikro.

B. Desinfeksi kimiawi
Desinfeksi kimiawi adalah penggunaan bahan kimia seperti senyawa aldehida, klor,
fenolik dan lain sebagainya untuk membunuh atau inaktivasi patogen pada limbah medis.
Desinfeksi kimiawi merupakan salah satu cara yang tepat untuk melakukan pengolahan limbah
berupa darah, urin, dan air limbah. Metode ini dapat pula digunakan untuk mengolah limbah
infeksius yang mengandung patogen. Metode ini dapat pula dikombinasikan dengan pencacahan
untuk mengoptimalkan proses desinfeksi kimiawi. Metode desinfeksi kimiawi ini hanya dapat
digunakan apabila tidak terdapat fasilitas pengolahan limbah medis lainnya, karena penggunaan
bahan kimia akan menyebabkan perlunya dilakukan pengelolaan lebih lanjut terhadap limbah
hasil pengolahannya. Bahan kimia yang umumnya digunakan untuk desinfeksi kimiawi adalah
natrium hipoklorit (NaOCl) 3% (tiga persen) sampai dengan 6% (enam persen). NaOCl tersebut
cukup efektif membunuh bakteri, jamur, virus, dan mengendalikan bau limbah infeksius. Saat ini
telah tersedia desinfektan nonklorin antara lain asam peroksi- asetat (asam perasetat),
glutaraldehida, natrium hidroksida, gas ozone, dan kalsium oksida.

C. Pengolahan secara biologis


Pengolahansecara biologis yaitu pengolahan limbah menggunakan organisme dan/atau
enzim. Pengolahan secara biologis memerlukan pengaturan temperatur, pH, jumlah organisme,
kelembaban, dan variabel lainnya.

d. Teknologi radiasi Sterilisasi menggunakan teknologi radiasi adalah memecah molekul


asam deoksiribo nukleat (ADN) organisme patogen. Teknologi radiasi ionisasi sangat efektif
untuk merusak Asam Deoksiribo Nukleat (ADN), dan membutuhkan total energi yang lebih
rendah dibandingkan dengan pengelolaan menggunakan teknologi termal.

e. Enkapsulasi
Proses enkapsulasi pada prinsipnya melakukan solidifikasi terhadap Limbah untuk menghindari
terjadinya pelindian terhadap limbah dan menghilangkan risiko Limbah diakses oleh organisme
pemulung (scavengers). Enkapsulasi dilakukan dengan cara memasukkan limbah sebanyak 2/3
dari volume wadah dan selanjutnya ditambahkan material immobilisasi sampai penuh sebelum
wadahnya ditutup dan dikungkung. Material immobilisasi dapat berupa pasir bituminus dan/atau
semen. Wadah yang digunakan dapat berupa high density polyethylene (HDPE) atau drum
logam. Limbah yang dilakukan enkapsulasi dapat berupa Limbah benda tajam, abu terbang (fly
ash) dan/atau abu dasar (bottom ash) dari insinerator sebelum akhirnya hasil enkapsulasi tersebut
ditimbun di fasilitas: 1) penimbunan saniter (sanitary landfill); 2) penimbunan terkontrol
(controlled landfill); atau 3) penimbusan akhir (landfill) limbah B3

f. Inertisasi Inertisasi merupakan proses solidifikasi Limbah menggunakan semen dan


material lainnya sebelum Limbah ditimbun di fasilitas penimbunan saniter (sanitary landfill), -
104- fasilitas penimbunan terkontrol (controlled landfill), atau
fasilitas penimbusan akhir Limbah B3. Inertisasi dapat dilakukan terhadap limbah abu/residu
hasil pembakaran insinerator. Contoh komposisi untuk proses inertisasi (solidifikasi) yaitu
mencampurkan antara abu/residu hasil pembakaran insinerator (fly ash dan/atau bottom ash),
pasir dan semen portland dengan perbandingan

3:1:2 (tiga banding satu banding dua).

5. Penguburan Limbah Medis


Pada prinsipnya Limbah benda tajam dan/atau Limbah patologis wajib dilakukan pengelolaan
sebagaimana Pengelolaan Limbah B3. Dalam hal suatu lokasi belum terdapat fasilitas dan/atau
akses jasa Pengelolaan Limbah B3, Limbah benda tajam antara lain berupa jarum, siringe, dan
vial, dan/atau limbah patologis berupa jaringan tubuh manusia, bangkai hewan uji, dapat
dilakukan pengelolaan dengan cara
penguburan. Penguburan Limbah benda tajam, dan/atau limbah patologis hanya dapat dilakukan
oleh penghasil Limbah, yaitu fasilitas pelayanan kesehatan. Pada kondisi darurat seperti untuk
penanggulangan keadaan bencana dimana tidak dimungkinkan untuk melakukan Pengelolaan
Limbah B3 sebagaimana mestinya, penguburan dapat dilakukan pula terhadap Limbah infeksius
setelah dilakukan desinfeksi sebelumnya. Beberapa persyaratan penguburan limbah B3 yang
harus dipenuhi meliputi:
1. Lokasi kuburan Limbah hanya dapat diakses oleh petugas.
2. Lokasi kuburan Limbah harus berada di daerah hilir sumur atau badan air lainnya.
3. Lapisan bawah kuburan Limbah harus dilapisi dengan lapisan tanah penghalang berupa
tanah liat yang dipadatkan dengan ketebalan paling rendah 20 cm (dua puluh centimeter), untuk
penguburan Limbah patologis.
4. Limbah yang dapat dilakukan penguburan hanya Limbah medis berupa jaringan tubuh
manusia, bangkai hewan uji, dan/atau Limbah benda tajam (jarum, siringe, dan vial).
5. Tiap lapisan Limbah harus ditutup dengan lapisan tanah untuk menghindari bau serta
organisma vektor penyakit lainnya.
6. Kuburan Limbah harus dilengkapi dengan pagar pengaman dan diberikan tanda
peringatan.
7. Lokasi kuburan Limbah harus dilakukan pemantauan secara rutin.

Izin Limbah

- Rancangan dengan memperhatikan prinsip-prinsip pencegahan


&pengendalian infeksi, K3, dental ergonomic, four handed
1. Pembatasan Kontaminasi
a. Peralatan kritis

Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah atau
jaringan mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi dengan
menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam
kategori kritis adalah semua instrumen bedah, periodontal scaller,
scalpel,bur diamond, bur tulang, dll.

b. Peralatan semi kritis


Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalamrongga mulut
tetapi tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi
kritis wajib dilakukan minimal desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
apabila terdapat alat yang dapat bertoleransi terhadap panas, maka
dapat dilakukan sterilisasi dengan menggunakan panas. Sebagai
contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori semi kritis adalah
instrumen diagnosa, kondensor, sendok cetak,handpiece dll.

c. Peralatan non kritis


Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalamrongga
mulut dan dapat dilakukan dengan menggunakan disinfektan tingkat
rendah. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori
nonkritis adalah tensimeter, occipital calipers, radiograph cone, glass
plate, semen spatel, dll. Dental unit masuk kedalam katagori semi non
kritis tetapi harus dilakukan disinfeksi karena sering terpapar percikan
darah maupun air liur.

2. Penentuan zona (Basic Protocol HKSAR, 2008)

Area pembersihan dan pemrosesan instrumen yang telahdigunakan


(Zona Kotor), dan area sterilisasi dan penyimpanan instrumen bersih (Zona
bersih), serta area perawatanpasien (Zona Kerja) harus terpisah satu sama
lain. Zona kotor jangan berdekatandengan zona bersih dan zona kerja.
Gambar 26. Pembagian Zona dalam Pelayanan Kedokteran Gigi

Jangan melintasi zona-zona tersebut dengan cara sebagai berikutuntuk


menghindari kontaminasi.

Gambar 27. Alur Alat/Instrumen dalam pelayanan kedokteran gigi


3. Pre-Cleaning
Pra-cleaning dilakukan dengan cara merendam alat dengan larutan
enzymatik/detergen dengan tujuan untuk melepas noda, darah, lemak dan
cairan tubuh lainnya dari suatu benda sehingga memudahkan untuk
pengelolaan selanjutnya. Untuk meminimalkan pajanan terhadap petugas,
pemilahan alat-alat terkontaminasi dilakukan langsung oleh si pemakai
sebelum melepaskan alat pelndung diri (APD). Proses ini dilakukan
selama berkisar 5-10 menit atausesuai produk yang digunakan.

4. Pembersihan instrumen

Seluruh instrumen yang digunakan dalam proses perawatan harus


dibersihkan/digosok menggunakan sabun dan air. Larutan deterjen harus
disiapkan setiap hari, dan diganti lebih sering jika nampak kotor. Operator
harus selalu menggunakan sarung tangan khusus, celemek, masker dan
kacamata ketika membersihkan instrumen. Gunakan selalu sikat atau sikat
gigi yang berbulu lunak untuk menggosok instrumen dan alat lainnya
untuk menghilangkan seluruh materi organik (darahdan saliva) dan
kotoran lainnya. Hal ini harus dilakukan dibawahpermukaan air untuk
menghindari terjadi cipratan.Seluruh permukaan instrumen dan alat harus
digosok. Penanganan bagialat-alat yang memiliki engsel (misalnya
forceps) dan lekukan (misalnya bone file) harus ditangani secara khusus.
Setelah dibersihkan, seluruh instrumen dan alat harus dibilas
menggunakan air mengalir atau air yang disimpan dalamwadah (diganti
secara berkala) untuk membersihkan seluruh larutan deterjen dan
kemudian dikeringkan dengan handuk bersih.

5. Disinfeksi Tingkat Tinggi

Apabila memungkinkan, instrumen yang bersentuhan dengan tulang


atau jaringan lunak atau telah kontak dengan darah harus disterilisasi.
Apabila tidak tersedia panci tekan atauautoklaf, instrumen dapat
didisinfeksi dengan direbus dalam panci berisi air selama 20 menit setelah
dibersihkan dengan menggunakan air dan sabun. 20 menit dihitung sejak
air mulai mendidih. Setelah air
dalam panci mulai mendidih, jangan tambahkan air ataupun
instrumen selama proses disinfeksi berlangsung.

6. Sterilisasi

Instrumen dengan engsel seperti forceps untuk ekstraksi harus terbuka


sebelum diletakkan dalam alat sterilisasi. Instrumen harus diletakkan
sehingga uap dapat berputar mengelilinginya. Apabila menggunakan panci
tekan, instrumen diletakkan pada wadah di atas permukaan air.
Pertahankantemperatur sampai 121°C (250°F) dengan tekanan 15 pound
selama 20 menit untuk instrumen yang tidak dibungkus dan 30 menit
untuk instrumen yang dibungkus. Mulai penghitungan waktu ketika uap
nampak terlihat dan turunkan panas sampai batas temperatur tetap
menghasilkan uap panas. Pada akhir proses sterilisasi, biarkan uap keluar
lalu buka tutup panci tekanuntuk membiarkan instrumen mendingin secara
perlahan.
Bila menggunakan autoklaf digunakan temperature 121°C, tekanan
15 psi (pressure per square inch) selama 30 menit. Metode sterilisasi panas
kering dilakukan dengan menggunakan oven dengan panas yang tinggi,
adapun temperatur dan waktunya adalah sesuai petunjuk pabrik.

Gambar 28. Sterilisasi menggunakan autoklaf


Gambar 29. Sterilisasi menggunakan panci tekan

Setelah melewati seluruh proses sterilisasi atau disinfeksi tingkat


tinggi, instrumen yang tidak dibungkus dapat segera digunakan atau
disimpan dalam wadah yang juga telah disterilisasi atau didisinfeksi yang
telah diberi tanda yang mengindikasikan bahwa instrumen didalamnya
telah disterilkan.Instrumen harus disimpan dalam tempat tertutup (lemari,
laci atau kontainer) dan harus digunakan lagi dalam waktu kurang dari satu
minggu.
Penyimpanan adalah hal yang penting. Sterilitas alat yang dibungkus
dapat bertahan lebih lama kecuali apabila pembungkus sobek atau basah,
yang dapat mengakibatkan kontaminasi (CDC, 2003 ; Mayworm, 1984).
Instrumen dalam pembungkus yang rusak harus dibersihkan, dibungkus
dan disterilkan kembali.

Gambar 30. Pembungkusan alat setelah


dilakukan sterilisasi

7. Penatalaksanaan Dental Unit

Dental unit dan dental chair adalah benda utama yang menjadi
perhatian pasien yang memasuki suatu ruanganpelayanan kedokteran gigi.
Jadi alat-alat tersebut harus selalu dalam keadaan bersih dan siap pakai.
Tempat-tempat yang harus mendapat perhatian pada dental unit:

a) Meja instrument, harus bersih dan diulasdengan


alkohol70%.

b) Handpiece harus bersih dan diberi pelumas


sesudahdigunakan.

c) Three way syringe.

d) Penghisap saliva.
e) Penghisap darah (vacuum tip).

f) Spittoon cuspidor bowl.

Spittoon bowl, disiram dengan lisol kemudian disiram denganair


bersih lalu disikat dengan deterjen dan dibilas kembali.
g) Pegangan lampu harus bersih dan diulas dengan alkohol70%.

Pada dental chair :

a) Sandaran kepala/head rest bersih.

b) Sandaran tangan/arm rest bersih.

c) Tempat duduk bersih.

d) Tempat menaruh kaki/foot rest bersih.

Apabila akan melakukan tindakan :

1) Lapisi dengan plastik(wrapping).

a. Engsel-engsel di dentalunit.

b. Pegangan lampu.

c. Meja.

d. Pegangan kursi.

e. Sandaran kepala.
2) Desinfeksi permukaan: siapkan larutan klorin 0,05%,
semprotkan ke semua permukaan, tunggu sampai 10 menit, lap
dengan lap basah dan keringkan dengan lap/ handuk kering.
2. Konsep Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Institute Occupational Safety and Health, tujuan adanya konsep


keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah untuk melindungi kesehatan tenaga kerja,
meningkatkan efisiensi kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit. Selain
itu, dua hal terbesar yang menjadi penyebab kecelakaan kerja yaitu : perilaku yang tidak
aman dan kondisi lingkungan yang tidak aman, berdasarkan data dari Biro Pelatihan
Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah
diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut:

1. Sembrono dan tidak hati - hati

2. Tidak mematuhi peraturan

3. Tidak mengikuti standar prosedur kerja.

4. Tidak memakai alat pelindung diri

5. Kondisi badan yang lemah

Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa
dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan
yang tidak memenuhi syarat, dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman.Jika dilihat dari
hal-hal fundamental dalam konsep K3 tersebut, maka sebenarnya bukan hanya bidang-bidang
yang mempunyai cakupan tenaga kerja yang banyak saja yang perlu menerapkan konsep K3,
tetapi lingkungan kerja seperti apa pun seperti kesehatan dan jasa lainnya seharusnya
menerapkan konsep tersebut terlepas dari seberapa banyak tenaga kerja yang ada di
dalamnya.

Klinik Dokter Gigi


Klinik dokter gigi merupakan salah satu tempat pekerjaan di bidang kesehatan. Ada beberapa
jenis pekerja yang terlibat di dalamnya. Secara umum pekerja-pekerja tersebut antara lain:
dokter gigi, perawat gigi, apoteker, ahli radiologi, cleaning service, asisten apoteker, petugas
keamanan, dan bagian administrasi. Praktek
dokter gigi merupakan salah satu bidang pekerjaan yang banyak mengandung resiko. Alat-
alat yang digunakan di dalamnya berjumlah banyak dan cukup mengundang bahaya jika cara
menggunakannya kurang tepat. Resiko tersebut sama-sama akan ditanggung baik oleh
Operator maupun oleh pekerja-pekerja lain selain dokter giginya.
Berikut ini alat-alat yang digunakan pada suatu klinik dokter gigi menurut Kosterman
(2012) antara lain:

1. Dentist side : high speed, low speed, scaler, light cure, water and air spray.

1. Dental asistant side : saliva ejector, water and air spray, dan light cure unit.

2. Lampu

3. X-ray unit

4. Loop

5. Ultrasonic scaler

6. LC unit cordless

Sementara itu, resiko yang ditanggung oleh operator yaitu dokter gigi maupun
pasien sangat beragam. Bagi dokter gigi resiko utama vang dapat mengancam
keselamatannya yaitu resiko tertular penyakit berbahaya yang diderita pasiennya,
contohnya penyakit hepatitis dan penyakit menular lainnya. Selain itu resiko terluka
akibat peralatan-peralatan yang biasa digunakannya pun bisa saja terjadi mengingat
peralatan praktek dokter gigi seperti high atau low speed yang dikombinasikan dengan
mata bor yang bersifat tajam dan berbahaya. Sedangkan untuk pekerja-pekerja lainnya,
resiko yang harus dihadapinya yaitu kemungkinan terkena radiasi dari alat-alat radiologi
yang digunakan di klinik dokter gigi. Alat-alat tersebut banyak

menggunakan sinar-sinar seperti alfa, beta, dan gamma yang dapat mengganggu
kesehatan. Menurut Aulia Ishak (2004), dua tipe energi radiasi menyebabkan masalah
kesehatan yang harus diselesaikan oleh teknisi keselamatan. Pertama energi radiasi panas
dari proses seperti pengolahan baja, dan kedua adalah radiasi alpa, beta, gamma yang
meningkatkan emisi partikel radio aktif. Sinar gamma memiliki energi yang sangat besar
dan dapat menyebabkan masalah bahan radio aktif. Salah satu masalah besar ialah
adanya bahaya penyebaran bahan radiasi yang mencemari. Beberapa substansi memilki
umur paruh yang singkat (kekuatan radio aktifnya setengah dari interval,
yang singkat) dan sedikit susah. Yang lainnya memiliki umur paruh yang panjang,
mungkin terdiri dari radioaktif yang berbahaya selama 1000 tahun.

Integrasi Konsep K3 di Klinik Dokter Gigi


Konsep utama keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang mengutamakan
keselamatan bagi pekerja dan keefisienan kerja tentunya memiliki korelasi tersendiri
dengan klinik dokter gigi yang banyak mengandung resiko bagi keselamatan kerja
pekerja-pekerja yang ada di dalamnya. Klinik dokter gigi seharusnya menerapkan konsep
K3 tersebut di kehidupan sehari- harinya. Integrasi konsep K3 di klinik dokter gigi bisa
dilakukan baik dengan cara menjamin keselamatan dan kesehatan kerja pekerjanya dan
dengan menerapkan cara-cara untuk mengendalikan ancaman bahaya kesehatan kerja
yang mungkin terjadi. Jaminan K3 untuk pekerja yang berada di dalam ruang lingkup
klinik dokter gigi bisa dilakukan dengan bekerjasama dengan perusahaan penyedia
jaminan sosial tenaga kerja. Menurut Reini D. Wirahadikusumah (2007), penanganan
masalah ini didukung oleh adanya UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Berdasarkan UU ini, jaminan sosial tenaga keria (jamsostek) adalah perlindungan bagi
tenaga kerja dalam aminan sosial tenaga kerja (jamsostek) adalah perlindungan bagi
tenaga kerja dalam bentuk santunan uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang
hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat dari suatu peristiwa atau keadaan
yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, tua dan
meninggal dunia. Jamsostek kemudian diatur lebih lanjut melalui PP No. 14/1993
mengenai penyelenggaraan jamsostek di Indonesia. Kemudian, PP ini diperjelas lagi
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. PER-05/MEN/1993, yang menunjuk PT.
ASTEK (sekarang menjadi PT. Jamsostek), sebagai sebuah badan (satu-satunya)
penyelenggara jamsostek secara nasional. Khusus mengenai aspek kesehatan kerja diatur
melalui Keppres No.22/1993. Dalam Keppres ini, terdapat 31 jenis penyakit yang diakui
untuk mungkin timbul karena hubungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita salah
satu penyakit ini berhak mendapat jaminan

kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan
kerja berakhir (sampai maksimal 3 tahun). Pada umumnya, penyakit-penyakit tersebut
adalahsebagai akibat terkena bahan kimia yang beracun juga termasuk kelainan
pendengaran akibat kebisingan serta kelainan otot, tulang dan persendian. Sementara itu
cara-cara untuk mengendalikan ancaman kesehatan kerja menurut Institute Occupational
Safety and Health antara lain adalah:
1. Pengendalian teknik: mengganti prosedur kerja, menutup
mengisolasi bahan berbahaya, menggunakan otomatisasi pekerjaan,
menggunakan cara kerja basah dan ventilasi pergantian udara.

2. Pengendalian administrasi : mengurangi waktu pajanan, menyusun peraturan


keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung, memasang tanda-tanda peringatan,
membuat daftar data bahan-bahan yang aman, melakukan pelatihan sistempenangganan
darurat.

3. Pemantauan kesehatan : melakukan pemeriksaan kesehatan.

Oleh karena itu berdasarkan aspek-aspek yang ada, maka di klinik-klinik dokter gigi perlu
diterapkan konsep keselamatan dan kesehatan kerja (K3) demi menjaga keselamatan dan
keefisienan kerja dari para pekerja yang terlibat. Integrasi konsep K3 di klinik dokter gigi bisa
berupa menjamin keselamatan dan kesehatan kerja dan dengan menerapkan cara-cara untuk
mengendalikan ancaman bahaya kesehatan kerja bagi pekerja yang ada di dalamnya. Dengan
dilakukannya hal ini semoga bisa meningkatkan keselamatan, kesehatan dan produktivitas dari
para pekerja di lingkungan kerja dan bias menjadi budaya untuk kedepannya.

3. Dental Ergonomic

Ergonomi merupakan sains yang berhubungan dengan interaksi antara manusia


dengan linkungan kerja mereka. Oleh itu, dental ergonomi merupakan pengetahuan
yang mempelajari tentang operator dan linkungan pekerjaannya agar tidak
menimbulkan kelelahan, ketakutan dan kebosanan pasien. dental ergonomi juga
termasuk desain kursi yang khusus khas untuk dokter gigi agar postur badan yang
neutral tetap dapat dipertahankan.

Tujuan ergonomi

1. Untuk mendapatkan hasil yang optimal pada pekerjaan dokter gigi. hal ini
dapat dicapai dengan mengausai pengetahuan dan teknik kerja.

2. Menghemat waktu. Dengan menguasai urutan kerja dan


prosedur, dokter gigi dapat berkerja secara efisien dan cepat tanpa ragu-ragu
dan ini dapat menghematkan waktu dalam perawatan.
3. Untuk bekerja secara efisien. Efisiensi kerja dapat ditingkatkan
dengan cara meletakkan peralatan dan bahan disusun secara berurutan dengan
tahap prosedur kerja yang dilakukan.
4. Supaya dokter gigi dapat bekerja dengan nyaman. Hal ini dapat
dicapai dengan cara meletakkan dental chair, meja peralata, lampu serta posisi
operator dan asistennya.
5. Untuk mendapatkan kepercayaan dari pasien. kerja yang efisien dan
kenyamanan pasien akan memberikan rasa kepercayaan pasien kepada dokter
gigi dan membina hubungan yang positif antara pasien dengan dokter gigi.

Dental ergonomi juga bertujuan untuk memberikan keselesaan kepada dokter gigi
saat bekerja. dokter gigi mungkin menderita musculoskeletal disorder yang berhubungan
dengan kerja atau work-related musculoskeletal disorder (WMSDs). Tanda dan gejala
dari WMSD adalah:

1. Leher sakit pada waktu malam

2. Punggung berasa kaku pada waktu pagi

3. Pergelangan tangan sakit

4. Rasa kebas pada jari

Salah satu tipe WMSD adalah Sindrom Karpal Tunnel. Sindrom ini terjadi akibat
kompresi pada nervus median yang bermula dari pleksus brachial yang menginervasi jari
tangan. Etiologi dari sindrom ini adalah pergerakan yang berulang atau aspek lain dari
postur tubuh yang kurang baik. oleh itu, ergonomi penting dalam mempertahankan
postur badan yang neutral ketika operator duduk pada praktek. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa posisi neutral adalah sedikit lebih kurang dari 90˚ untuk kepala,
tubuh, lengan dan paha yang merupakan posisi yang paling baik.

Gambar 31. menunjukkan bagian pada tangan yang diinervasi pleksus branchialyang akan
terpengaruh apabila menderita Sindrom Karpal Tunnel

Gambar 32. menunjukkan proses injuri sel syaraf pada Sindrom Karpal Tunnel
Prinsip Ergonomi

1. Eliminate yaitu mengurangi alat-alat dan gerakan yang tidak perlu

2. Combine yaitu mengabungkan dua alat atau gerakan yang lebih

3. Rearrange yaitu mempersiapkan alat-alat, prosedur dan jadwal yangbaik

4. Simplify yaitu menyederhanakan


alat-alat dan prosedur Hal-hal yang harus diperhatikan
pada dental ergonomic, yaitu:
1. Posisi kursi pasien

2. Posisi Pasien

3. Posisi oprator secara umum

4. Posisi oprator sesuai bidang yang kerjakan

5. Posisi oprator pada clock zone

1. Posisi kursi pasien

Pasien nyaman duduk pada kursi sehingga berat badan pasien jatuh padasandaran
dan kepala penderita

2. Posisi pasien

a. Duduk dengan nyaman

b. Standart kepala diatur sehingga memberi pandangan jelas dalammulut


pasien

c. Mulut pasien setinggi siku oprator pada waktu operator dalam posisikerja
3. Posisi operator secara umum

a. Bekerja sebelah kanan pasien

b. Kaki kiri menggerakan dynamo dan kaki kanan untuk penyeimbang

c. Tangan kiri memegang kaca mulut dan tangan kanan instrument lain

d. Pada waktu bekerja, jari jari fiksasi pada gigi penderita

e. Jarak antar oprator dan pasien kurang lebih 30 cm

f. Ushakan menyentuh pasien sesedikit mungkin

g. Bernafas perlahan lahan, jangan menghirup nafas pasien danjangan


bernafas terlalu dekat dengan pasien

4. Posisi Operator sesuai bidang yang dikerjakan

a. Gigi posterior RA kanan/kiri

· Operator berada disamping kanan belakang

· Tangan merangkul kepala pasien

· Obyek / gigi dilihat dengan kaca mulut

b. Gigi Anterior RA

· Operator berada disamping kanan depan

c. Gigi Posterior RB kiri

· Operator berada disamping kanan depan

· Tangan menyilang, tangan kiri dibawah tangan kanan

· Tangan kiri memegang kaca mulut (membuka mukosa


pipi/menahan lidah)

d. Gigi Posterior RB kanan

Operator berada disamping kanan depan

· Tangan kiri memegang kaca mulut

e. Gigi anterior RB
· Operator berada disamping kanan depan

5. Posisi operator berdasarkan clock position

a. 12-2 = static zone

b. 2-4 =Assitent’s Zone

c. 4-7 =Transfer Zone

d. 7-12 = Oprator Zone

Gambar 33. Clock konsep

4. Four-Handed Destistry

Four hanadalah teknik dalam kedokteran gigi dimana dokter gigi dan perawat
gigi secara bersama melakukan tindakan perawatan kepada pasien.
Metode ini dilakukan bertujuan untuk mempercepat proses dan mengurangi kelelahan
baik itu untuk pasien dan tenaga kesehatan gigi. Tujuan four-handed dentistry yang
lainnya adalah untuk memperpendek waktu perawatan gigi yang diberikan kepada pasien
dan meningkatkan kualitas pekerjaan.

Metode ini sangat efektif dipergunakan, karena transfer alat antara dokter gigi dan
perawat gigi bisa lebih cepat, tidak hanya mempercepat tranfer alat tetapi juga
mempercepat penyiapan bahan- bahan untuk perawatan. Misalnya pada saat dilakukan
penambalan gigi, dokter gigi melakukan reparasi dan setelah
reparasi bahan tumpatan bisa langsung diaplikasikan dengan cepat karena sudah
dipersiapkan perawat gigi sebagai partnernya.
Patut disadari bahwasannya dalam kasus tertentu misalnya melakukan bedah, seorang
dokter gigi tidak akan dapat bekerja sendiri sehingga perlu rekan atau partner kerja, nah
posisi perawat gigi inilah yang mendampingi agar perawatan dapat terlaksana dan
berjalan dengan baik.
Pekerjaan dalam dunia kedokteran gigi bisa dibilang cukup berat, disini dibutuhkan
ketelitian dan tenaga sebagai pendukungnya. Coba kita bayangkan jika seorang dokter
gigi melakukan pencabutan gigi sehari 10 pasien saja yang dikerjakan sendiri, bisa sakit
pasti otot tangannya. Dengan menggunakan metode four handed dentistry dimana
didalamnya terjadi kerjasama antara dokter gigi dan perawat gigi maka pekerjaan yang
dilakukan jauh lebih ringan.
Strategi yang dapat digunakan untuk melakukan teknik four-handed dentistry agar
berjalan efektif menurut saya adalah dokter gigi dan perawat gigi perlu mengembangkan
serangkaian sinyal komunikasi verbal dan non-verbal dalam komunikasinya yang
disepakati dan dimengerti bersama. Dengan komunikasi yang baik maka apa yang
diinginkan dokter gigi dan apa yang diberikan dokter gigi bisa sejalan.

Posisi Kerja Dalam FHD

· Dental Assistant bertugas sebagai asisten yang mengisi Rekam Medis,


melakukan tindakan Preventive Dentistry seperti membersihkan karang gigi
secara mandiri, serta membantu dokter gigi mengambil alat, menyiapkan bahan,
mengontrol saliva, membersihkan mulut, serta mengatur cahaya lampu selama
suatu prosedur perawatan sedang dilakukan

· Pada saat suatu pelayanan kedokteran gigi dilakukan hanya akan ada 2 orang
yang berada disekitar pasien yaitu Dokter Gigi dan Perawat Gigi. Tugas kedua
orang ini berbeda namun saling mendukung, ini kemudian melahirkan istilah
Four Handed Dentistry.
Pembagian posisi kerja

· Posisi ini merupakan posisi yang diidentikkan dengan arah jarumjam,


dengan asumsi kepala pasien sebagai pusat (jam12).
· Posisi kerja dapat berubah-ubah tergantung lingkungan klinik,
perawatan, serta kenyamanan dalam kerja.
· Posisi kerja antara asisten dan operator dibagi-bagi ke dalam zona kerjatertentu.

Pembagian zona kerja (clock concept)


1. Zona operator

Posisi jam 7-12. Zona ini merupakan zona untuk pergerakan operator saatmelakukan
perawatan

2. Zona asisten

Posisi jam 2-4. Zona ini merupakan zona untuk pergerakan asisten.Posisi
asisten dapat berubah-ubah menyesuaikan posisi operator.

3. Zona statis

Posisi jam 12-2. Zona ini digunakan untuk tempat meja instrumen danbahan.

4. Zona transfer

Posisi jam 4-7. Merupakan zona yang digunakan untuk mentransferalat2 dari
asisten ke operator.
Maka dibuat desain tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai berikut:
Rancangan Lingkungan Fisik

1) Luas Tanah 1000 m2


2) Luas Bangunan ±5.5 x 6 m2
3) Luas ruang konsultasi dan ruang perawatan ±4 x 2 m2
4) Ruang administrasi dan ruang tunggu ±4 x 2.5 m2
5) Toilet
6) Pembangunan dikonsultasikan dengan ahlinya, meliputi :
a) Instalasi sanitasi
b) Instalasi listrik
c) Sistem tata udara
d) Sistem pencahayaan
e) Sistem udara
7) Temperatur: 22 derajat celcius (didukung oleh fasilitas AC sebanyak 2 buah)
8) Pencahayaan: baik karena menggunakan cahaya lampu dan cahaya matahari yang
didapatkan dari jendela dan pembatas ruang yang transparan.
9) Dinding & lantai: warna putih (memberikan efek menenangkan, rapih, dan tidak
terkesan terlalu ramai).
10) Traffic control: baik karena perabot ruang ditata dengan rapih dan desainnya
memberikan kemudahan keluar masuknya dental team tanpa menimbulkan
kekacauan.
11) Sound control: dilengkapi dengan musik yang dapat mengalihkan perhatian pasien
dan membuat pasien lebih nyaman. (kontrol dari admin).
Prinsip ergonomis dasar dari desain ruang praktek dapat membantu memprioritaskan
penempatan barang karena tidak semua objek dapat menempati ruang yang sama. Prinsip
ergonomis berfungsi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang
digunakan baik saat berlangsungnya aktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan
keterbatasan manusia, baik fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan
menjadi lebih baik. Tata letak hanyalah salah satu berbagai faktor dalam ergonomis, ada banyak
faktor lain yang merupakan unsur ergonomis seperti desain warna, pencahaaan, suhu,
kebisingan, dan kualitas udara ruangan, sertadesain peralatan yang digunakan.

Gambar Klinik gigi tampak depan


Gambar Klinik gigi tampak atas
Gambar Raung Tunggu Pasien
Gambar Ruang Konsultasi Dokter Gigi dengan Pasien
Gambar Ruang Perawatan (1)
Gambar Ruang Perawatan (2)
Gambar Bagian Alat dan Bahan pada Ruang Perawatan

Dalam pembuatan desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi harus
didasarkan pada konsep Four Handed Dentistry dan ergonomis. Dalam konsep Four
Handed Dentistry dikenal Clock Concept yang membagi zona kerja menjadi Static
Zone, Assisten’s Zone, Transfer Zone, dan Operator’s Zone, zona-zona ini menjadi
pedoman dalam penempatan alat kedokteran gigi.
Dalam konsep Four Handed Dentistry konsep pembagian zona kerja disekita
Dental Unit yang disebut Clock Concept, bila kepala pasien sebagai pusat dan jam 12
terletak lurus dengan kepala pasien, maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut dengan
zona static (static), jam 2 sampai jam 4 ialah daerah kerja dari asisten dokter (assisten’s
zone), arah jam 4 (empat) sampai jam 8 (delapan) disebut zona pertukaran alat (transfer
zone), dan kemudian jam 8 sampai dengan jam 11 disebut dengan operator zone yaitu
sebagai tempat pergerakan dokter gigi. Dental Unit di sisi ini dilengkapi dengan
Semprotan
Air/Angin dan Penghisap Ludah (Suction), serta Light Cure Unit pada DentalUnit
yang lengkap.

Manajemen Sanitasi

● Pengelolaan limbah, dibedakan berdasarkan sampah medik dan non medik.


● Sterilisasi, dapat berupa panas kering atau menggunakan autoclave.
● Pengelolaan Air: Baik karena air yang digunakan di klinik adalah air bersih dan
pengelolaannya terlebih dahulu dilakukan penyaringan.

Manajemen Sumber Daya Manusia


Sumber Daya Manusia (SDM): 1 Dokter Gigi, 2 Perawat Gigi, 1 Pegawai Administrasi.

Manajemen penyimpanan alat dan bahan

● Sistem stok barang dan inventarisasi harus sistematis dan diperhitungkan dengan baik.
● Harus ada pencatatan laporan permintaan penggunaan barang, yang berisi tentang:
tanggal pembelian, jumlah pembelian, tanggal pemakaian, jumlah pemakaian, tanggal
expired, Sisa stok, pemakaian rata-rata per-bulan, daftar kebutuhan, harga satuan
● Manajemen penyimpanan bahan: Lihat detail prosedur penyimpanan masing-masing
produk, beberapa bahan membutuhkan penyimpanan di dalam kulkas dengan suhu 6-10
derajat, simpan pada suhu kamar dan tidak terpapar oleh sinar matahari, simpan bahan-
bahan yang mudah menguap pada tempat yang tertutup rapat, list pengambilan bahan
harus ada checklistnya.

Prinsip Waktu dan Pergerakan


Dokter gigi dan asisten ini memiliki keterampilan masing-masing sehingga dalam
melaksanakan tugasnya dapat mencapai tujuan tujuan yang diharapkan. Sistem Sistem four
handed dentistry meliputi posisi komponen (dokter gigi dan asisten), peran komponen yang
dihubungkan dengan tata letak peralatan di dental unit dan posisi pasien dalam suatu praktik
dokter gigi. Berikut ini pembagian posisi kerja dokter gigi dan perawat gigi, yang dibagi
menjadi 4 zona:
a. Static zone arah jam 11 – 2 merupakan zona tanpa pergerakan dokter gigi maupun
perawat gigi. Serta merupakan zona yang tidak terlihat oleh pasien. Sehingga dapat
digunakan untuk meletakkan mobile cabinet dan alat – alat yang mungkin dapat
membuat takut pasien.
b. Assistant’s zone arah jam 2 – 4 merupakan zona pergerakan perawat gigi. c.
Operator’s zone arah jam 8-11 merupakan zona pergerakan dokter gigi
d. Transfer zone arah jam 4 – 8 merupakan zona dimana alat dipertukarkan antara dokter
gigi dan perawat gigi.

- Ketenagaan & fungsinya di praktik dokter gigi


Ketenagaan & fungsinya di praktik dokter gigi sebagaimana diatur dalam
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9
TAHUN 2014 TENTANG KLINIK.
1. Komponen ketenagaan di praktik Dokter gigi mandiri terdiri dari:
a. Dokter gigi
b. Perawat Gigi
c. Tenaga Administrasi
d. Tenaga kebersihan ( Jika diperlukan)
2. Fungsi Ketenagaan di praktik dokter gigi mandiri:
a. Dokter Gigi
● Pembiayaan pengadaan alat dan bahan serta
pengadaan obat

● Pembiayaan karyawan
● Pembiayaan pengolaan tempat praktek
● Memberikan pelayanan dan pengobatan gigi.
● Membuat catatan medis dengan baik dan benar dibuku
rekam medis.
● Supervisi kegiatan perawat gigi
● Melakukan pencatatan, pelaporan, pengolahan dan analisa
data hasil kegiatan serta merencanakan dan melaksanakan
upaya tindak lanjut.
● Memberikan surat rujukan pasien ke Rumah Sakit apabila
sudah tidak bisa diatasi di Klinik

b. Perawat Gigi
● Memelihara dan membersihkan peralatan medis gigi.
● Membantu Dokter gigi dalam melakukan tindakankepada
pasien gigi.
● Memberikan rujukan Dokter kepada pasien

c. Administrasi
● Menerima pendaftaran pasien yang ingin berobat.
● Melayani pasien dengan ramah tamah serta sopan
● Memberikan informasi kepada pasien bahwa pasien
dipanggil berdasarkan nomor urut antri
● Menyusun rekam medis pasien pada tempatnya
● Mencatat diagnosa pasien yang datang pada buku
laporan bulanan
● Membuat laporan bulanan pasien untuk diberikankepada
bpjs dan asuransi mandiri Inhealth.
● Mencetak rujukan yang kemudian ditandatangani oleh
dokter
● Memberikan rujukan yang sudah ditandatangani oleh
dokter kepada pasien.
d. Petugas Kebersihan
● Membersihkan klinik setiap pagi dan sore hari.
● Memisahkan sampah medis dengan sampah biasa.

Maka direncanakan praktik mandiri dokter gigi dengan komponen SDM, sebagai berikut:
1. Dokter gigi umum : 2 orang, bertugas memberikan perawatan kesehatan gigi dan
mulut secara umum kepada pasien.
2. Perawat gigi : 2 orang, bertugas membantu dokter gigi dalam menanganipasien.
3. Petugas Administrasi : 1 orang, bertugas mengurusi pendaftaran pasien atau
mendata pasien, serta mengurusi bagian keuangan atau pembiayaan dan Rekam
Medis.

- Penentuan tarif dengan melakukan perhitungan unit cost

Tarif dokter gigi di Indonesia yang relative tinggi ternyata masih berada di bawah negara
lain. Belum adanya penentuan tarif yang baku dalam pelayanan dokter gigi, baik
pelayanan primer dan pelayanan sekunder, mengakibatkan penentuan budget atau
anggaran untuk pelayanan Kesehatan gigi belum dapat dilaksanakan dengan sempurna.
Biaya Satuan (Unit Cost) Unit Cost atau biaya satuan adalah biaya yang dikeluarkan
untuk menghasilkan satu produk, dan merupakan biaya rata-rata
hasil perhitungan dari biaya total dibagi sejumlah biaya produksi. Unit cost hanya dapat
dihitung bila administrasi keuangan rapi (sistematis), sehingga dapat melihat pemasukan
untuk setiap jenis pelayanan. Perhitungan biaya satuan (Unit Cost) bertujuan untuk
mendapatkan informasi mengenai perencanaan anggaran, pengendalian biaya, penetapan
harga, penetapan subsidi serta membantu pengambilan keputusan. Hal ini dapat
dilakukan agar keseimbangan antara pendapatan dengan biaya produksi dapat
direncanakan dengan sebaik mungkin. Sehingga untuk mengendalikan biaya, memerlukan
suatu metode perhitungan biaya yang tepat guna menghasilkan informasi biaya yang
akurat yang berkenaan dengan biaya aktivitas pelayanannya.
Cara perhitungan berdasarakan unit cost yaitu seluruh biaya yang dibebankan dalam
melaksanakan kegiatan produksi atau menghasilkan jasa atau kegiatan tertentu (jumlah
pendapatan untuk setiap jenis pelayanan) dibagi dengan jumlah satuan produk atau jasa
yang dihasilkan (jumlah kunjungan untuk pelayanan tersebut). Unit cost identik dengan
tarif atau harga jual (harga pokok ditambah margin). Unit cost ini penting untuk
menghitung tarif atau kapitasi, serta kontrol biaya dan ketaatan tim terhadap SOP yang
telah disepakati.

Misalkan :
1 Hari terdapat rata-rata 4 pasien dengan 6 hari kerja (Senin-Jumat)
1 Minggu 5 x 5 hari = 25 pasien
1 Bulan 25 x 4 minggu = 100 pasien
1 Tahun 100 x 12 bulan = 1200 pasien.

Jenis Biaya:
1) Fixed Cost (Biaya Tetap) : Biaya yang bersifat tetap, tidak dipengaruhi oleh biaya
volume atau produksi. Misal : Biaya sewa tempat.
2) Variable Cost (Biaya Variabel/Tidak Tetap) : Biaya yang sifatnya variabel atau
berubah menurut jumlah produksi. Misal : Biaya material (bahan), jasa medis, dll.
3) Semi-variabel Cost : Tidak mencakup keduanya. Biaya yang berubah berdasarkan
volume tetapi tidak terkait langsung secara proporsional dengan volume produksi. Misal :
Biaya telepon, biaya perawatan dan perbaikan.

Contoh
Penentuan biaya untuk tindakan TAF White Spot
A. Fixed cost
- Lampu ruangan (10 buah) : Rp. 500.000 (masa pakai 3tahun)
: Rp. 167.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 140

- AC (2 buah) : Rp. 4.000.000 (masa pakai 5tahun)


: Rp. 800.000 per tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 667

- Meja dan kursi front office : Rp. 1.000.000 (masa pakai 10


tahun)
: Rp. 100.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 83

- Meja dan kursi tunggu pasien (1 unit) : Rp. 1.500.000 (masa pakai 10
tahun)
: Rp. 150.000
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 125

- Kompresor : Rp. 2.500.000 (masa pakai 10


tahun)
: Rp. 250.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 208

- Laptop (1 unit) : Rp. 7.000.000 (masa pakai 10


tahun)
: Rp. 700.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 584

- Televisi dan audio (2 unit) : Rp. 10.000.000 (masa pakai 10


tahun)
: Rp. 1.000.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 834

- Lemari besi rekam medis : Rp. 800.000 (masa pakai 15tahun)


: Rp. 53.400/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 45

- Lemari alat dan bahan : Rp. 3.000.000 (masa pakai 15


tahun)
: Rp. 200.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 167

- Autoklaf : Rp. 3.000.000 (masa pakai 15


tahun)
: Rp. 200.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 167

- Dental unit : Rp. 120.000.000 (masa pakai15


tahun)
: Rp. 8.000.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 6.700

- Set diagnostik dan neribekken : Rp. 250.000 (masa pakai 5tahun)


: Rp. 50.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 42

- Set handpiece highspeed dan lowspeed : Rp. 2.000.000 (masa pakai 5tahun)
: Rp. 400.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 334

- Tenaga perawat (1 orang)/tahun : Rp. 36.000.0000


Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 30.000

- Tenaga administrasi (1 orang)/tahun : Rp. 30.000.000


Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 25.000

Total fixed cost : Rp. 65.096

B. Variable Cost:
- Listrik, Air, Wifi, sampah : Rp. 10.000.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 8.334
- Biaya perbaikan : Rp. 4.000.000/tahun
Diperoleh biaya / pasien (±1200) : Rp. 3.350

- Bahan Medis Habis Pakai

No Nama barang Jumlah Harga /pasien

1 Sarung tangan 50 Rp. 100.000 Rp. 2.000

2 Masker 100 Rp. 50.000 Rp. 500

3 Cotton pellet 1000 Rp. 30.000 Rp. 30

4 Cotton roll 500 Rp. 30.000 Rp. 60

5 Pasta profilaksis 200 Rp. 150.000 Rp. 750

6 Gelas kumur 100 Rp. 20.000 Rp. 200

7 Tissue 40 (100 Rp. 10.000 Rp. 250


lembar/5)

8 Polibib 200 Rp. 60.000 Rp. 300

9 Suction 200 Rp. 50.000 Rp. 250

10 3M Clinpro White 1 Rp. 30.000 Rp. 30.000


Varnish

11 Bur poles karet 100 Rp. 1.500 Rp. 15

Rp. 34.355

Tindakan aplikasi TAF White Spot


Unit cost = FC + VC = Rp. Rp. 65.096 + Rp.46.039 = Rp. 111.135
Sehingga tarif = UC + Rp. 100.000 (biaya jasa) = Rp. 211.135 ~ Rp. 212.000

2. Bagaimana prosedur pengurusan ijin mendirikan bangunan praktik dan


pengurusan Surat Ijin Praktik?

Alur pengurusan izin mendirikan bangunan:


Izin Mendirikan Bangunan
Alur pengurusan surat izin praktik:

Dasar Hukum

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/Menkes/Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan


Pelaksanaan Praktik Kedokteran

Persyaratan

Persyaratan administratif yang harus dilengkapi :

1. Bagi Pemohon Baru :

1. Mengisi surat permohonan ditujukkan kepada kepala DPMTPSPdan


NAKER Kab. Landak (asli bermatrai)

2. Surat pengantar dari kepala Puskesmas setempat

3. Foto copy ijazah danSurat Penugasan /SP

4. Surat Tanda Registrasi (STR) Dokter

5. Foto copy KTP

6. Foto copy SK penempatan/SK PTT/SK Pensiun

7. Surat Persetujuan dari atasan bagi PNS

8. Pas Photo 4x6cm = 2 lembar, 3x4cm = 1 lembar

9. Surat Pernyataan diatas matrai Rp.10.000

10. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; IDI/PDGI cabang Kabupaten


Landak

11. Surat Persetujuan dari perhimpunan dokter spesialis (bagi yang


berijazah spesialis )

12. Foto copy SIP lama bagi dokter yang telah memiliki SIP

13. Sarana dan Prasarana tempat praktik (Kamar mandi, WC)

14. Foto copy NPWP


2. Bagi Pemohon perpanjangan SIP :

1. Lengkapi persyaratan diatas dan

2. Melampirkan SIP asli yang lama

Prosedur

1. Pemohon mengisi formulir pengajuan izin

2. Penyerahan berkas

3. Berkas di verifikasi oleh petugas

4. Berkas yang belum lengkap/ tidak memenuhi syarat akan di kembalikan dankembali
ke proses awal

5. Berkas yang sudah lengkap dan memenuhi syarat akan di proses selanjutnya
dilakukan visitasi/penilaian

6. Visitasi / penilaian (Tidak Visitasi bagi nakes yg bekerja di fasyankes berizin)

7. Jika hasil visitasi / penilaian memenuhi syarat maka izin diproses

8. Jika hasil visitasi tidak memenuhi syarat maka penerbitan izin ditunda ataudibatalkan

9. Pencetakan izin dan paraf yang berwenang

10. Tanda tangan Kepala Dinas yang berwenang mengeluarkan izin

11. Penomoran izin

12. Penyerahan izin kepada pemohon

13. Staf mengarsipkan izin

Biaya

Tidak Dikenakan Biaya (Gratis)

Waktu
Surat Rekomendasi Profesi
Izin ke Dinkes,
KEPANITERAAN KLINIK MODUL KESEHATAN GIGI MASYARAKAT
BALAI PENGOBATAN RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

COMMUNITY DENTAL HEALTH PROJECT

KELURAHAN PANGOLOMBIAN
KECAMATAN TOMOHON SELATAN
KOTA TOMOHON
(04-14 MARET 2014)

Nama : Stiven Orvill Sumual, SKG

NRI : 0701136055

Tutor : drg. Ni Wayan Mariati, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2014

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
Cinta dan Penyertaan-Nya kami Mahasiswa klinik (Co-Ass) Kedokteran Gigi dan
Angkatan 2012 dapat menyusun Laporan Praktek Belajar Lapangan IV di Kelurahan
Pangolombian Kecamatan Tomohon Selatan

Adapun maksud dan tujuan kami dalam penyusunan laporan ini adalah sebagai
wujud pertanggung jawaban kami atas pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan IV yang
telah dilaksanakan di Kelurahan Pangolombian Kecamatan Tomohon Selatan, Kota
Tomohon selama 11 (sebelas) hari.

Dalam penyusunan laporan ini, kami menyadari bahwa begitu banyak pihak yang
turut membantu dalam penyelesaian laporan ini. Oleh sebab itu, kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada setiap pihak yang telah meluangkan waktu dan tenaganya
guna membantu kami sehingga pelaksanaan Praktek Belajar Lapangan ini bisa
terlaksana dengan baik.

Terima Kasih, Tuhan Memberkati.

Pangolombian, 11 Maret 2014


Hormat Kami,

2
UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan Terima Kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Rektor Universitas Sam Ratulangi
3. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
4. Prof. dr. P.L. Suling, Msc, SpKK (K) selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
5. dr. Damayanti P. selaku sekertaris Program Studi Pendidikan Dokter Gigi
Universitas Sam Ratulangi
6. drg. Ni Wayan Maryati, M.Kes selaku Penanggung Jawab Blok Ilmu Kedokteran
Gigi Komunitas II
7. drg. Michael A. Leman selaku Supervisor kelompok 10
8. Bapak Kepala kecamatan Tomohon Selatan
9. Bpk. Alex Takumansang,S.Sos selaku Kepala Kelurahan Pangolombian
10. Bpk. Ambalao Supit selaku Kepala Lingkungan 1.
11. Ibu. Welmi Wenur selaku Kepala Lingkungan 2.
12. Bpk. Joni Sumendap selaku Kepala Lingkungan 3.
13. Bpk. Jantje Matoneng selaku Kepala Lingkungan 4.
14. Bpk. Edy Soondakh selaku Kepala Lingkungan 5.
15. Bpk. Nes Budiman selaku Kepala Lingkungan 6.
16. Dwayne Riwudjeru, SKG, Christy Hansu, SKG, Randy Tjiptabudi, SKG, Citra
Ilery, SKG, Natalia SKG, dan lain-lain selaku pendamping kelompok X,
17. Kel. Hamber yang telah menerima kami untuk menginap dirumahnya,
18. Para Perangkat kelurahan yang ada di Kelurahan Pangolombian dan para
Masyarakat yang telah menerima kami dengan baik.

Tuhan selalu memberkati dalam setiap kehidupan dan tanggung jawab setiap hari,
Amin

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………... i


DAFTAR ISI …………………………………………………………….. iii
DAFTAR LAPORAN ……………………………………………………. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………… 1
1.2 Tujuan Praktik Belajar Lapangan …………………………………. 2
1.3 Waktu dan Lokasi Praktik Belajar Lapangan ……………………… 2
1.4 Metode Belajar Lapangan ………………………………………….. 2
1.5 Organisasi Pelaksanaan Program Kerja ……………………………. 3
BAB II PROFIL DAERAH
2.1 Kecamatan Tomohon Selatan
a. Geografis dan Demografi ………………………………………. 5
b. Sosial, Ekonomi dan Pendidikan ……………………………….. 6
2.2 Kelurahan Pangolombian
a. Profil Kelurahan Pangolombian ………………… ……….. 7
b Kesehatan ……………………………………………………… 8
c. Sarana Umum ………………………………………………….. 8
d. Kondisi Ekonomi ………………………………………………. 8
BAB III TINJAUAN PUSKESMAS KELURAHAN PANGOLOMBIAN
3.1 Struktur Organisasi Puskesmas ……………………………………. 10
3.2 Visi ………………………………………………………………… 11
3.3 Misi ………………………………………………………………… 11
3.4 Upaya Kesehatan ……………………………………………………. 11
3.5 Profil Puskesmas Pangolombian …………………………………. 13
Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut
Di Puskesmas Pangolombian ……………………………………. 14
BAB IV
KESEHATAN GIGI DAN MULUT KELURAHAN PANGOLOMBIAN
4.1 Identifikasi Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut Masyarakat ……… 19
a. Perhitungan Sampel ……………………………………………. 19
b. Pengisian Kuisoner ……………………………………………… 20

4
c. Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T ……………………………….. 20
4.2 Gambaran Prioritas Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut
Di Masyarakat …………………………………………………….. 21
4.3 Hasil Pemeriksaan OHI-S, DMF-T, GI ……………………………. 24
a. Masyarakat Umum …………………………………………….. 24
b. Ibu Hamil ………………………………………………………. 27
c. Anak-anak ………………………………………………………. 30
BAB V PELAKSANA PROGRAM KERJA
5.1 Kegiatan Mahasiswa ………………………………………………. 33
5.2 Hasil Kegiatan ……………………………………………………… 35
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan ………………………………………………………… 37
6.2 Saran ……………………………………………………………… 37
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 38

5
DAFTAR LAPORAN

A. Daftar Tabel

Tabel yang ada pada kelompok kami diperoleh dari :

1. Data Kependudukan Kecamatan Pangolombian Bulan Januari 2014


2. Data Kependudukan menurut mata pencarian Kecamatan
PangolombianBulan Januari 2014
3. Data Kependudukan menurut tingkat pendidikan Kecamatan Pangolombian
Bulan Januari 2014
4. 10 penyakit paling menonjol di Kecamatan Tomohon Selatan
5. Daftar pasien Pangolombianyang melakukan pengobatan gigi dan mulut ke
Puskesmas Pangolombiandari Januari sampai Desember 2013
6. Kuesioner Kelurahan Pangolombian
7. Pemeriksaan DMF-T masyarakat umum Kelurahan Pangolombian
8. Pemeriksaan OHI-S masyarakat umum Kelurahan Pangolombian
9. Pemeriksaan DMF-T, OHI-S & GI-S pada ibu hamil Kelurahan Pangolombian
10. Jumlah DMF-T pada ibu hamil Kelurahan Pangolombian
11. Jumlah OHI-S pada ibu hamil Kelurahan Pangolombian
12. Jumlah GI-S pada ibu hamil Kelurahan Pangolombian
13. Pemeriksaan def-t pada anak-anak Kelurahan Pangolombian
14. Program preventif dan promotif
II. Daftar Gambar
a. 10 penyakit paling sering terjadi di Kecamatan Pangolombian (dilampirkan
dalam bentuk Diagram)
b. DMF-T masyarakat umum (dilampirkan dalam bentuk Diagram batang)
c. OHI-S masyarakat umum (dilampirkan dalam bentuk batang)
d. DMF-T pada ibu hamil (dilampirkan dalam bentuk batang)
e. OHI-S pada ibu hamil (dilampirkan dalam bentuk batang)
f. GI-S pada ibu hamil (dilampirkan dalam bentuk batang)
g. def-t pada anak-anak (dilampirkan dalam bentuk batang)

BAB I

6
PENDAHULUAN

“COMMUNITY DENTAL HEALTH PROJECT III”


Upaya Promotif dan Preventif untuk Meningkatkan Derajat Kesehatan Gigi dan
Mulut Kelurahan Pangolombian, Kecamatan Tomohon Selatan

I.1 Latar belakang


Pada umumnya, masyarakat sering menyepelekan masalah kesehatan gigi
dan mulut. Belum banyak yang memeriksakan gigi nya ke dokter gigi, bila
belum sakit gigi atau mengalami penyakit mulut lainnya. Oleh karena itu
diperlukansuatu tindakan yang bisa menyadarkan masyarakat agar dapat
meningkatkan kesehatan baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Perwujudan dari hal tersebut adalah dengan meningkatkan keadaan kesehatan
masyarakat tersebut dengan dilakukan upaya kesehatan.
Upaya kesehatan harus dilakukakan secara konsisten, terpadu dan
berkesinambungan sampai masyarakat menyadari dan dapat hidup sehat. Untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tidak hanya dibutuhkan upaya
kuratif (pengobatan) dan upaya rehabilitatif saja, namun yang lebih penting lagi
yakni upaya promotif dan preventifyang bersifat promosi (peningkatan)
kesehatan, dan kegiatan pencegahan terhadap suatu masalah kesehatan/penyakit.
Kedua bentuk upaya ini juga tidak memakan biaya yang besar dibandingkan
dengan ketika kita harus berobat karena sudah menderita penyakit.
Program Studi pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi sejak mula berdirinya mempunyai visi yaitu menjadikan Program
Pendidikan Kedokteran Gigi yang memiliki komitmen penuh pada pelayanan
kesehatan gigi dan mulut, pengembangan ilmu kedokteran gigi, dan penelitian
dengan menghasilkan lulusan dokter gigi yang profesional dan berwawasan
bahari serta diakui secara nasional maupun internasional, mampu berkompetisi
di pasar lokal, regional dan bahkan global. Berpadanan dengan apa yang menjadi
visi bangsa dalam bidang kesehatan maka Program Studi pendidikan Dokter

7
Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi kembali mengadakan
Community Dental Health Project berupa Praktek Belajar Lapangan IV.
Praktik Belajar Lapangan merupakan kegiatan dimana mahasiswa
kedoteran gigi di turun langsung ke masyarakat untuk dapat mengidentifikasi
masalah kesehatan gigi dan mulut di daerah tersebut dan melakukan suatu bentuk
kegiatan promosi yang dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai
Kesehatan Gigi dan Mulut demi meningkatkan status Kesehatan Gigi dan Mulut
di Kecamatan Tomohon Selatan, khususnya di kelurahan Pangolombian.

I.2 Tujuan Praktik Belajar Lapangan

Adapun tujuan Praktik Belajar Lapangan Mahasiswa Program Studi Pendidikan


Dokter Gigi Fakultas Kedokteran adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan mendapatkan pengalaman tentang cara-cara melakukan


analisis masalah kesehatan gigi dan mulut masyarakat
2. Mempraktikkan cara penerapan fungsi manajemen program pencegahan
penyakit gigi dan mulut serta promosi kesehatan gigi dan mulut
3. Mempraktikan cara preventif dan promotif dalam merubah perilaku di bidang
kesehatan gigi dan mulut
4. Menerapkan teknik komunikasi yang efektif dan efisien dalam melaksanakan
upaya promosi kesehatan gigi dan mulut
5. Melengkapi penilaian dalam modul IKGM mahasiswa klinik di Program Studi
Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.

I.3 Waktu dan Lokasi Praktik Belajar Lapangan

8
Praktik Belajar Lapangan dilaksanakan mulai tanggal 4 maret 2014 sampai
dengan 15 maret 2014 di Kelurahan Panglombian Kecamatan Tomohon Selatan
Kota Tomohon.

I.4 Metode Belajar Lapangan

Metode yang digunakan dalam praktik belajar lapangan ini adalah :

1. Pengumpulan data
2. Observasi
3. Wawancara
4. Pengolahan dan analisis data
5. Penyusunan rencana kerja operasional program kesehatan gigi dan mulut
6. Pelaksanaan program promosi kesehatan gigi dan mulut, serta pencegahan
penyakit gigi dan mulut (demontrasi, pendidikan/penyuluhan kesehatan
gigi dan mulut, pelatihan kader kesehatan gigi)
7. Kunjungan ke Kantor Kecamatan
8. Diskusi dengan Kepala Puskesmas

I.5 Organisasi Pelaksanaan Program Kerja

Dalam pelaksanaan kegiatan yang diprogramkan, mahasiswa harus banyak


berperan sebagai penggerak.

Untuk realisasi program kerja tersebut mahasiswa Program Studi Pendidikan


Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado, Posko
Kelurahan Pangolombian, maka setiap program dikoordinir dan untuk
memudahkan pelaksanaan program, maka kami memiliki struktur organisasi
seperti yang tertulis sebagai berikut :

Penanggung Jawab : drg. Ni Wayan Mariati, M.Kes

9
SUPERVISOR : drg. Michael A. Leman

BAB II

PROFIL DAERAH

2.1 Kecamatan Tomohon Selatan

a. Geografis dan Demografi


Kecamatan Pangolombian merupakan salah satu kecamatan yang
terdapat di Kota Tomohon Kecamatan Tomohon Selatan mempunyai luas
wilayah 1955 hektar. Wilayah Kecamatan Pangolombian meliputi 8 kelurahan.
Kelurahan Lansot, Tumatangtang, Tumatangtang 1, Kampung Jawa, Pinaras,
Lahengdong, Tondangow, Pangolombian, Uluindano, Wailan, Wailan 1,
Wailan 2. Dengan jumlah lingkungan 43 lingkungan, jumlah penduduk 31.302
jiwa (des 2009), dengan jumlah RT 200 RT, Kacamatan Pangolombianmasih
termasuk kawasan kota Tomohon, dengan 9285 Kepala Keluarga dengan
jumlah laki-laki 11.684 jiwa dan perempuan 9.272 jiwa.
b. Sosial, Ekonomi dan Pendidikan

Keadaan penduduk di Kecamatan Pangolombian dikategorikan sebagai


wilayah yang heterogen karena terdiri dari beberapa suku yaitu suku Minahasa,
Jawa, Sanger dan Gorontalo.

Sebagian besar penduduk Kecamatan Pangolombian tergolong dalam


masyarakat pra-sejahtera. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan yang
sebagian besar sampai pada jenjang SMA, sedikit perguruan tinggi dan mata
pencaharian penduduk.

Wilayah Kecamatan Pangolombian berada dekat dengan kota


Tomohon, dan dekat dengan daerah pariwisata disekitarnya. Mata pencaharian
penduduk terdiri atas Petani, Karyawan/ Wira Usaha, PNS, TNI, POLRI,
Tukang, Pendeta/Pastor, Imam, Buruh, Sopir.

10
Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Pangolombian tersebar secara merata
di seluruh kelurahan.

1. DATA KEPENDUDUKAN KECAMATAN PANGOLOMBIAN BULAN


JANUARI 2014
Jumlah Jumlah Wajib Memiliki Wajib KTP Memiliki
NO KELURAHAN kepala Kartu Kartu KTP
keluarga Keluarga Keluarga
L P L P L P L P L P
1 Lansot 1415 132 1327 128 987 139 1641 1690 1624 1386
2 Tumatangtang 1171 1101 964 2540 2418
3 Tumatangtang 1 923 87 923 87 793 75 1080 967 952 942
4 Kampung Jawa 1198 59 1198 59 964 31 1486 1536 1164 1261
5 Pangolombian 1274 228 1274 228 1203 162 1784 1730 1663 1458
6 Pinaras 985 126 849 199 840 193 1362 1331 1330 1323
7 Lahengdong 588 104 588 104 556 92 721 914 868 874
8 Tondangow 814 178 822 179 794 90 1070 1104 969 981
JUMLAH 8368 914 8082 984 7101 782 11684 9272 10988 8225

2. DATA KEPENDUDUKAN MENURUT MATA PENCARIAN


KECAMATAN PANGOLOMBIANBULAN JANUARI 2014

PENGANGGAGU
KARYAWAN
PNS

PENSIUNAN
PENDETA/

NELAYAN

KELURAHAN
TUKANG

JUMLAH
PASTOR

NO
PEGAW

BURUH
POLRI

SOPIR
GURU

IMAM

TANI

RAN
TNI
AI

Lansot
1 22 40 7 7 564 40 23 62 65 1 17 224
Tumatangtang
2 28 62 2 12 545 150 14 1 50 608 436 10 46 7 1449
Kampung Jawa
3 33 62 1 23 275 47 3 1 91 116 196 4 5 43 585
Pangolombian
4 36 49 22 23 399 14 2 2 22 67 125 4 4 5 290
Pinaras
5 23 27 24 7 726 12 1 1 60 25 2 119
Lahendong
6 26 111 30 18 375 16 2 6 137 181 2 4 383
Walian
7 25 82 1 7 268 40 3 1 210 90 4 60 413
Uluindano
8 36 121 7 6 287

11
JUMLAH 229 554 94 103 3439 319 25 5 193 1260 1118 21 63 134 3463

3. DATA KEPENDUDUKAN MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN


KECAMATAN PANGOLOMBIAN BULAN JANUARI 2014

PERGUR
No TK SD SMP SMA

TINGGI
KELURAHAN

UAN

JUMLAH
L P L P L P L P L P

1 LANSOT 63 79 329 339 185 176 161 114 25 26 1497


2 KAMPUNG JAWA 37 45 245 210 158 117 89 99 26 35 1061
3 TUMATANGTANG 55 56 250 237 127 133 150 159 36 49 1252

4 PANGOLOMBIAN 58 65 279 233 202 191 141 161 80 78 1488


5 PINARAS 35 31 785 798 852 847 758 732 84 78 5000
6 LAHENDONG 30 31 243 216 164 139 166 200 62 58 1309
7 WALIAN 18 9 116 118 55 42 50 53 39 45 545

8 ULUINDANO 51 45 195 202 106 133 206 219 82 76 1315

JUMLAH 347 341 2442 2353 1849 1778 1721 1737 434 445 13.467

Dalam Praktik Belajar Lapangan ini kami mengambil sejumlah sampel


dari 1 Kelurahan yaitu Kelurahan Pangolombian. Sedangkan untuk
Kecamatan Tomohon Selatan secara keseluruhan kami hanya mengambil data
kesehatan gigi dan mulut dari puskesmas di Kelurahan Pangolombian.

2.2 Kelurahan Pangolombian

Profil Kelurahan Pangolombian


Kelurahan ini memiliki 6 lingkungan, 21 RT dengan jumlah penduduk 4152
jiwa (Laki-laki sebanyak 1368 jiwa dan perempuan 1784 jiwa) dengan jumlah
Kepala Keluarga sebanyak 733 KK.
Luas wilayah Kelurahan Pangolombian 602 km2/Ha terdiri dari :
-Luas pemukiman adalah 229,3 km2/Ha
-Luas kuburan adalah 5 km2/Ha

12
-Luas pekarangan adalah 218 km2/Ha
-Luas taman adalah 0.8 km2/Ha
-Luas perkantoran adalah 0,8 km2/Ha
-Lain-lain 148,6 km2/Ha

a. Kesehatan
Kebanyakan masyarakat di desa ini mudah mendapatkan air karena memiliki
sumber mata air dari sumur dan air PAM .

b. Sarana Umum
1. Sarana Pendidikan
• 2 Unit SD ( SDN INPRES 6/84Pangolombian dan SDN INPRES
5/81Pangolombian)
• 1 Unit TK (TK GMIM Getsemani)

2. Sarana Ibadah
• Masjid : -
• Gereja Kristen : 12
• Gereja katolik : -
• Vihara : -
• Pura :-

3. Sarana Kesehatan
• 1 Puskesmas
• 1 poliklinik/ balai pengobatan
• 1 dokter praktik
• 1 dokter Gigi praktik ( drg. Mirza Leander Sumual)

c. Kondisi Ekonomi

13
Masyarakat Pangolombian sudah termasuk masyarakat yang pra-
sejahtera - Sejahtera. Sebagian besar warga bermata pencaharian sebagai Tani
Dan Karyawan/wirausahawan, hal ini berhubung kelurahan Pangolombian
yang berada dekat dengan PLTU. Selain itu masyarakat berprofesi sebagai
PNS, Guru, TNI-Polri, dan beberapa diantaranya Buruh, Sopir dan Ojek.Di
kelurahan ini terdapat 2 Taman Kanak-kanak dan 2 Sekolah Dasar.

BAB III

14
TINJAUAN PUSKESMAS KECAMATAN TOMOHON SELATAN

Visi Puskesmas

Adapun visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas


Kecamatan Tomohon Selatan Kelurahan Pangolombian adalah :

“Terciptanya Puskesmas Pangolombian Kecamatan Tomohon Selatan sebagai


pusat layanan kesehatan layanan masyarakat serta dengan sikap dan tindakan
profesional dari sumber daya kesehatan”.

3.3 Misi Puskesmas

Adapun misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas


Kecamatan Pangolombianadalah :

1. Meningkatkan pelayanan kesehatan dan terjangkau oleh seluruh lapisan


masyarakat.
2. Mengembangkan dan membina profesionalitas tenaga kesehatan yang merata,
berkualitas dan mempunyai integritas yang tinggi dalam pelayanan kepada
masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, seminar, diskusi ilmiah dll
3. Mengembangkan sarana dan prasarana kesehatan sebagai penunjang pelayanan
4. Menjalin kerjasama dengan semua stakeholder sebagai mitra

Upaya Kesehatan

Untuk tercapainya visi Pembangunan Kesehatan melalui Puskesmas yakni


terwujudnya Kecamatan Sehat Menuju Indonesia Sehat, Puskesmas bertanggung
jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan
masyarakat, yang keduanya jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan
pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan
menjadi 3 yakni :

15
a. Upaya Program Wajib
Upaya Program Wajib Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta yang mempunyai daya ungkit
tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Upaya Kesehatan
wajib ini harus diselenggarakan oleh setiap Puskesmas yang ada diwilayah
Indonesia.

Upaya Kesehatan Wajib tersebut adalah :

1. Upaya Promosi Kesehatan


2. Upaya Kesling dan Surveilen
3. Upaya KIA dan KB
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M)
6. Upaya Pengobatan/ Poliklinik

b. Upaya Kesehatan Pengembangan


Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas. Upaya Kesehatan Pengembangan
dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok Puskesmas yang telah ada yakni :

1. Upaya Kesehatan Mata


2. Upaya Kesehatan Jiwa
3. Upaya Perawatan Usila
4. Upaya Kesehatan Kerja
5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6. Upaya Kesehatan Perkesmas
7. Upaya Kesehatan Batra

C. Upaya Program Penunjang

Adalah upaya yang dilakukan oleh puskesmas untuk menunjang setiap Visi
dan Misi dari puskesmas tersebut agar terciptanya masyrakat yang sehat secara

16
jasmani, dan bisa lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih
baik lagi.

1. Upaya penunjang gudang obat


2. Upaya penunjang loket
3. Upaya penunjang laboratorium
4. Upaya penunjang apotek
5. Upaya penunjang desa binaan

Profil Puskesmas Kecamatan Tomohon Selatan

Puskesmas Kecamatan Tomohon Selatan, Kelurahan Pangolombian terletak


dikelurahan Pangolombian dengan29orang tenaga pelaksana. Terdiri dari :

1. Dokter umum PNS :4 orang


2. Dokter Gigi PNS :1 orang
3. Bidan :4 orang
4. Perawat : 14 orang
5. Perawat Gigi :2 orang
6. Kesehatan masyarakat :1 orang
7. Sanitarian :2 orang
8. Gizi :2 orang
Puskesmas Pangolombian memiliki Kelurahan Lansot, Tumatangtang,
Tumatangtang 1, Kampung Jawa, Pinaras, Lahengdong, Tondangow, Pangolombian,
Uluindano, Wailan dan masing-masing mempunyai puskesmas pembantu.

10 Penyakit yang paling sering terjadi di Kecamatan Pangolombian yang


tercatat sampai saat ini adalah :

4.Tabel 10 Penyakit paling menonjol di Kecamatan Tomohon Selatan

NO NAMA PENYAKIT JUMLAH PENDERITA


1 ISPA 2005
2 CC 1016
3 HPT 708
4 DERMATITIS 659

17
5 OBS FEBRIS 630
6 ILI 428
7 GASTRITIS 389
8 MYALGIA 324
9 DIARE 187
10 TONSILITIS 142

a.Grafik Kesehatan

2500
2005
2000

1500
1016
1000
708
659 630
500
428
389
0 187
142

Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas Pangolombian


Tenaga kesehatan gigi dan mulut di Kecamatan Tomohon Selatan sudah lama
ada. Oleh sebab itu, masyarakat yang mempunyai masalah menyangkut kesehatan gigi
dan mulut sudah bisa menerima pelayanan kesehatan. Namun tenaga kesehatan di
bidang tersebut hanya terdiri dari 2 perawat gigi dan 1 dokter gigi. Tindakan yang
selama ini dilakukan oleh perawat gigi dalam menangani kasus mengenai masalah
Kesehatan Gigi dan Mulut kepada masyarakat Tomohon Selatan, khususnya di
Kelurahan Pangolombian adalah tindakan pencabutan gigi tetap.
Adapun data masyarakat Pangolombian yang melakukan pengobatan gigi dan
mulut ke Puskesmas Pangolombian dari bulan Januari-Desember 2013 yang kami
peroleh yaitu :

18
5. Daftar pasien Pangolombian yang melakukan pengobatan gigi dan mulut ke
puskesmas Pangolombiandari Januari-Desember 2013

NO NAMA No. L/P UMUR TINDAKAN


Index
1 NL 93295 L 39 Pemeriksaan & Pengobatan K. Perio
2 RS 97349 P 31 Pemeriksaan & Pengobatan K. Perio
3 NB 91755 P 27 Pemeriksaan & Pengobatan K. Perio
4 FL - L 18 Pemeriksaan & Pengobatan K. Perio
5 YM 07212 L 7 Pemeriksaan abses, Pengobatan abses (rujuk
RSUD)
6 MS 07212 L 41 Pemeriksaan dan pengobatan abses (rujuk RSUD)
7 MW 01155 P 4 Pemeriksaan & Pengobatan abses (rujuk RSUD)
8 NP 03412 P 62 Pemeriksaan & Pengobatan abses (rujuk RSUD)
9 BA 05366 L 47 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
10 DM - L 8 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
11 SN 04227 L 47 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
12 YR 030160 P 37 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
13 MB 98177 P 6 Pemeriksaan dan pengobatan abses (mobility)
14 FE 980014 L 37 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
15 AM 96329 P 8 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
16 HA - L 37 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
17 GH 91460 P 5 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
18 AD 97263 L 14 Pemeriksaan dan pengobatan Abses (gusi
bengkak)
19 MS - L 33 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
20 AN 01925 P 16 Pemeriksaan karies (rujuk RSUD)
21 LP 91422 P 39 Pemeriksaan dan pengobatan karies
22 SH 97576 L 4 Pemeriksaan dan pengobatan abses
23 AM 03642 L 13 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
24 FT - L 44 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
25 SM 03595 P 30 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
(gingivitis)
26 CB 91305 L 41 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
(gingivitis)
27 HT 06159 P 76 Pemeriksaan karies dan pengobatan karies
28 SK 03191 L 69 Pemeriksaan karies dan pengobatan karies
29 RM - L 20 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
30. RP 98292 P 32 Pemeriksaan abses dan pengobatan abses
31 RO 04275 L 36 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio

19
32. RR 91111 P 32 Pemeriksaaan dan pengobatan gingivitis
33 TP 04935 P 63 Rujukan gingivitis
34 CR 9344 P 24 Rujukan gingivitis
35 RL - P 54 Pemeriksaan dan pengobatan karies
36 NS 96332 P 23 Pemeriksaan k.perio dan pengobatan K.perio
37 AM 9635 P 32 Pemeriksaan dan pengobatan abses
38 KT 07198 L 21 Rujukan periodontitis
39 SB 91272 P 7 Pemeriksaan dan poengobatan abses
40 AA 49103 P 9 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
41 RD 9163 L 6 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
42 SM 05187 P 35 Rujukan gingivitis
43 AL 041019 P 37 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
44 OL 9770 p 30 Pemeriksaan dan pengobatan karies
45 MT 0496 L 72 Pemeriksaan K. Perio dan Rujukan
46 YW - P 19 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
47 AB 93200 p 42 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
48 HM - P 42 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
49 YU 9656 P 41 Pemeriksaan dan pengobatan karies
50 JP 011094 L 40 Pemeriksaaan abses dan rujukan RSUD Tomohon
51 ZO - P 6 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
52 YB 96110 P 30 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
53 JT - L 45 Pemeriksaan dan pengobatan abses
54 ST 061110 P 44 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
55 TM 0858 P 43 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
56 NN - P 4 Pemeriksaaan dan pengobatan abses
57 RM - L 10 Mobility
58 BT - L 64 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
59 HH - P 8 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
60 HP - L 46 Pencabutan gigi permanen
61 JB 0858 P 17 Pemeriksaaan dan pengobatan abses
62 YM 95143 L 66 Pencabutan gigi permanen

20
63 MR 94423 P 33 Pemeriksaan dan pengobatan karies (rujukan
umum)
64 PK 0607 L 71 Pemeriksaan dan pengobatan karies
65 NY 01294 P 30 Pemeriksaan karies dan pencabutan gigi permanen
66 JP 9194 L 17 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
67 RW - L 25 Pemeriksaan dan pengobatan karies (caries
dentist)
68 FT 94419 P 2 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
69 AM 91836 L 4 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
70 AM 96203 L 4 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
71 NA 9712 P 28 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
72 TL 9131 P 39 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
73 RJ 97681 L 16 Perikoronitis
74 LM 9340 p 46 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
75 NT 94302 P 32 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
76 SP - P 28 Pulpitis akut
77 RD - P 15 Pemeriksaan K. Perio dan pengobatan K.Perio
78 MM - P 11 Gingivitis
79 AB 98304 L 31 Pemeriksaan dan pengobatan karies
80 FT 9650 P 29 Pemeriksaan karies (rujukan umum)
81 SH 05320 P 69 Pemeriksaan dan pengobatan abses
82 ND 04296 P 41 Pemeriksaan dan pengobatan K perio
83 SO 9331 P 43 Pemeriksaan dan pengobatan karies (rujukan)
84 FJ 94121 L 11 Pemeriksaaan dan pengobatan karies
85 YA - P 24 Pemeriksaan dan pengobatan K perio
86 YR 97621 L 35 Pemeriksaan dan pengobatan K perio
87 TDH - L 65 Pemeriksaan dan pengobatan karies (KMA non
vital)
88 BT 96390 L 64 Pemeriksaan dan pengobatan K perio
89 SB 92001 P 27 Pemeriksaan dan pengobatan karies (rujukan)
90 YA 91141 L 36 Pemeriksaan dan pengobatan karies

21
91 RS 92150 L 34 Pemeriksaan dan pengobatan karies
92 YR 91872 P 48 Pemeriksan dan pengobatan abses
93 AM 9649 P 48 Pemeriksaan dan pengobatan karies (rujukan
umum)

BAB IV

KESEHATAN GIGI DAN MULUT

KELURAHAN PANGOLOMBIAN

22
4..1 Identifikasi Masalah Kesehatan Gigi Dan Mulut Masyarakat
Di Kecamatan PangolombianKota Tomohon khususnya Kelurahan
Pangolombian. kami mengidentifikasikan masalah Kesehatan Gigi dan Mulut di
masyarakat dengan menggunakan 3 metode. Ketiga metode tersebut yaitu :
1. Perhitungan Sampel
2. Pengisian Kuisioner
3. Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T

a. Perhitungan Sampel
Perhitungan sampel menggunakan Rumus Slovin :
N
n =
1 + N (e)2
Ket :
n : Jumlah Sampel
N : Total Populasi
e2 : Konstanta ( 0,1 )

4152
n = = 98 sampel
1 + 4152 (0,1)2

a. Pengisian Kuesioner
Pengisian kuesioner ini kami lakukan di lingkungan-lingkungan yang
menjadi target kami di Kelurahan Pangolombian. Kuesioner ini dilakukan dengan
cara pembagian kuisioner yang terdiri dari beberapa pertanyaan yang sangat
mudah untuk diisi dan kemudian diberikan kepada masyarakat lingkungan 1
sampai lingkungan 6 kelurahan Pangolombian.

23
Kuesioner ini berkaitan dengan Kesehatan Gigi dan Mulut dan sasarannya
masyarakat umum ( baik pria maupun wanita ). Akan tetapi sasaran pengambilan
sampel kami yaitu masyarakat yang sudah menikah dan juga masyarakat yang
sudah memiliki anak, sebab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuesioner
tertuju pada masyarakat umum yang telah berkeluarga.

b. Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T


Pemeriksaan OHI-S dan DMF-T ini dilakukan pada masyarakat umum yang
ada di Kelurahan Pangolombian. Pemeriksaan tersebut dilakukan agar data status
Kesehatan Gigi dan Mulut lebih jelas diperoleh.

4.2 Gambaran Prioritas Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut di Masyarakat


Dari survei yang telah dilaksanakan melalui pembagian kuesioner, kami
melihat bahwa sebagian besar masyarakat di Kelurahan Pangolombian
pengetahuannya mengenai kesehatan secara umum dan kesehatan gigi dan mulutsudah
baik.Berikut ini merupakan tabel hasil kuesioner :
6.TABEL KUISIONER KELURAHAN PANGOLOMBIAN

PRESENTAS
PILIHAN
NO

E
PERTANYAAN

JAWABAN
GIZI
Ya 73,46%
1 Apakah anak minum ASI ? Tidak 24,48%
Tidak Tahu 2,04%
Ya 55,10%
Apakah anak minum susu/cairan manis dari
2 Tidak 42,85%
botol?
Tidak Tahu 2,04%
Apakah anak sering makan permen/kue Ya 80,61%
3 kering/snack dll? TIdak 19,30%
Tidak Tahu 0%
Ya 78,57%
4 Apakah anak dibiasakan makan sayur? TIdak 21,42%
Tidak Tahu 0%
Apakah anak dibiasakan makan buah-buahan Ya 74,51%
5
berserat? TIdak 24,48%

24
Tidak Tahu 0%

PENGGUNAAN TEMBAKAU
Ya 55,10%
6 Apakah anda seorang perokok? TIdak 44,89%
Tidak Tahu 0%
>18 Tahun 36,73%
Umur berapa mulai merokok/mengunyah
7 <18 Tahun 36,73%
tembakau?
Tidak Tahu 26,83%
Apakah biasa merokok di dlm rumah ketika Ya 39,79%
9 bersama anggota rumah tangga lain? Tidak 60,2%
Tidak Tahu 0%
TANGGAPAN PELAYANAN BEROBAT JALAN
Dalam 1 tahun terakhir di mana menjalani
Puskesmas 57,14%
berobat
Lain - lain 24,48%
10 jalan terakhir?
Tidak Tahu 6,12%
Dokter 12,24%
Sangat Baik 12,24%
Baik 65,30%
11 Bagaimana pelayanan berobat jalan terakhir? Sedang 22,4%
Buruk 0%
Sangat Buruk 0%
Lama 51,02%
12 Bagaimana penilaian lama waktu menunggu? Sebentar 24,48%
Biasa Saja 24,40%
Bagaimana penilaian keramahan dari peskes Sangat Baik 0%
dlm menyapa & berbicara? Baik 68,36%
13 Sedang 31,63%
Buruk 0%
Sangat Buruk 0%
14 Bagaimana menilai cara pelkes menjamin Sangat Baik 0%
kerahasiaan / dapat berbicara secara Baik 86,73%
pribadi mengenai penyakitnya? Sedang 13,26%
Buruk 0%
Sangat Buruk 0%
SANITASI LINGKUNGAN
15 Rata - rata jumlah air untuk keperluan >100 Liter 36,73%
rumah tangga/hari? <100 Liter 47,95%
Tidak Tahu 15,30%
Apakah disekitar sumber air (rad <10m) Ya 15,30%
16 terdapat sumber pencemaran? Tidak 84,69%
(Air limbah / tangki septic / sampah) Tidak Tahu 0%

25
Apakah air untuk semua kebutuhan rumah Ya 87,75%
17 tangga diperoleh dengan mudah Tidak 12,24%
sepanjang tahun? Tidak Tahu 0%
Bagaimana kualitas fisik air minum? Keruh 0%
Berwarna 0%
Berasa 0%
18
Berbusa 0%
Berbau 0%
Baik 100%

Apakah jenis sarana/tempat penampungan air Tidak Ada,Langsung


0%
dari sumber
19 minum sblum dimasak? Wadah Terbuka 0%
Wadah Tertutup 100%
Tidak Tahu 0%
Bagaimana pengolahan air minum sebelum Langsung Diminum 0%
diminum atau digunakan? Dimasak 91,83%
Disaring 0%
diberi bahan kimia 0%
Lainnya 8,16%
20
Tidak Tahu 0%

Apakah tersedia tempat pembuangan Ya 95,91%


21 sampah di luar rumah? Tidak Ada 4,8%
Tidak Tahu 0%
Ya 100%
22 Apakah mencuci tangan pakai sabun? Tidak 0%
Tidak Tahu 0%
Jamban 100%
Kolam/sawah/selokan 0%
Sungai/danau/laut 0%
23 Di mana biasa BAB? Lubang Tanah 0%
Pantai/tanah lapang/ 0%
kebun/ halaman
Lainnya 0%
KESEHATAN GIGI DAN MULUT

26
1 Apakah anak sudah dibiasakan menyikat
Ya 97,95%
gigi ?
2 Apakah biasa menggosok gigi setiap hari ? Ya 91,83%
3 Berapa kali menyikat gigi sehari ? 2 x sehari 69,38%
4 Apakah menyikat gigi dilakukan
Ya 97,95%
menggunakan odol ?
5 Dalam 1 tahun terakhir, apakah mempunyai
Ya 58,16%
masalah dengan gigi atau mulut ?
6 Dalam 1 tahun terakhir, apakah menerima
perawatan atau pengobatan dari perawat Tidak 84,69%
gigi atau dokter gigi ?
7 Apakah sulit mendapatkan pelayanan
kesehatan dari perawat gigi atau dokter gigi Tidak 74,48%
?
8 Jenis perawatan atau pengobatan apa saja
yang diterima untuk masalah gigi dan mulut Tidak pernah 73,46%
yang dialami ?
9 Apakah telah kehilangan seluruh gigi asli ? Tidak 100%
Dari hasil pengisian kuesioner menunjukkan bahwa :

• Pemenuhan gizi masyarakat Pangolombian tergolong baik.


• Penggunaan tembakau terdapat 55% masyarakat memiliki kebiasaan mengisap
rokok.
• Rata-rata masyarakat Pangolombian mengatakan bahwa pelayanan kesehatan
untuk mereka tergolong Baik.
• Kualitas air tergolong baik, namun pembagian air untuk seluruh masyarakat
belum merata. Beberapa daerah melimpah air, namun beberapa diantaranya
>100 liter.
• Kesehatan gigi dan mulut : kesadaran masyarakat untuk menyikat gigi sudah
baik, namun inisiatif masyarakat untuk memeriksakan gigi mereka ke dokter gigi
masih sangat kurang.

27
4.3 Hasil Pemeriksaan OHI-S, DMF-T, GI

a. Masyarakat Umum

Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada 98 orang yang diambil secara acak dari 6
lingkungan yang ada di Kelurahan Pangolombian didapatkan jumlah gigi yang rusak
394, jumlah gigi yang hilang 237, jumlah gigi yang ditambal 13.Sedangkan hasil
pemeriksaan OHI-S masyarakat kelurahan Pangolombian didapatkan kategori baik 27
orang, kategori sedang 58 orang, kategori buruk 13 orang.

7.Tabel Pemeriksaan DMF-T Masyarakat Umum Kelurahan


PANGOLOMBIAN

LINGKUNGAN II

LINGKUNGAN V
LINGKUNGAN I

LINGKUNGAN

LINGKUNGAN

LINGKUNGAN

PRESENTASE
DMF-T

JUMLAH

JUMLAH
III

IV
SASARAN
RESPONDEN

VI
Ling 1= 16 68 394 60,18%
Sampel D 74 69 38 54 96
Ling 2= 16
sampel
Ling 3= 17 M 45 92 23 22 38 17 237 36,8%
Masyarakat sampel
Kelurahan Ling 4= 17
Pangolombian sampel
Ling 5= 16 F 0 0 7 5 0 1 13 2,01%
sampel
Ling 6= 16
sampel
Total 98 Sampel 644 100%

Dari data tabel di atas, jumlah Decay (D) masyarakat Kelurahan Pangolombian yaitu
394, jumlah Missing (M) masyarakat Kelurahan Pangolombian yaitu 237, dan
jumlah Missing (M) masyarakat Kelurahan Pangolombian yaitu 13. Total DMF-T
masyarakat Kelurahan Pangolombian yaitu 644. Jadi rata-rata DMF-T di Kelurahan
Pangolombian yaitu jumlah total DMF-T masyarakat kelurahan Pangolombian dibagi

28
dengan total sampel yang diperiksa sebanyak 98 orang, sehingga didapatkan rata-rata
DMF-T di Kelurahan Pangolombian adalah 6,57 ( kategori sangat tinggi).

DMF-T Masyarakat Umum


450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
D M F

Decay Missing Filling

8.Tabel Pemeriksaan OHI-S Masyarakat Umum Kelurahan Pangolombian


LINGKUNGAN II

LINGKUNGAN V
LINGKUNGAN I

LINGKUNGAN

LINGKUNGAN

LINGKUNGAN

PRESENTASE
DMF-T

JUMLAH

JUMLAH
III

IV

SASARAN
RESPONDEN VI

Ling 1= 16 4 27 27,55%
Sampel Baik 3 1 6 4 9
Ling 2= 16
sampel
Ling 3= 17 Sedang 11 12 9 12 6 8 58 59,18%
Masyarakat sampel
Kelurahan Ling 4= 17
Pangolombian sampel
Ling 5= 16 Buruk 2 3 2 1 1 4 13 13,26%
sampel
Ling 6= 16
sampel
Total 98 Sampel 98 100%

29
Dari data tabel di atas, jumlah OHI-S masyarakat Kelurahan Pangolombian kategori
baik adalah 27, kategori sedang 58, dan kategori buruk 13. Rata-rata OHI-S
masyaratakat Pangolombian didapat dari, jumlah tatal OHI-S lingkungan 1 sampai
lingkungan 6 dibagi jumlah sampel yaitu 98 orang. Jadi, rata-rata OHI-S yang kami
dapatkan yaitu 1,86 (kategori sedang).

OHI-S Masyarakat Umum


70

60

50

40

30

20

10

0
Baik Sedang Buruk

baik sedang buruk

b. Ibu Hamil

Dari hasil pemeriksaan 8 orang ibu hamil yang diambil secara acak didapatkan
DMF-T dari 8 hamil tersebut adalah 26 gigi yang rusak, 8 gigi yang hilang dan
tidak ada gigi yang ditambal.
Sedangkan OHI-s dari 8 ibu hamil yang diperiksa adalah sedang. Dan sebagian
besar ibu hamil tersebut memiliki status kesehatan gusi yang sehat.

9.Tabel Pemeriksaan DMF-T, OHI-S & GI-S pada Ibu HamilKelurahan


Pangolombian
DMF-T OHI-S
No Nama Umur TOTAL KATEGORI GI KATEGORI
D M F DI-S CI-S
1 IK 28 4 0 0 1,5 1,2 2,7 sedang 1,3 Sedang

30
sedang Ringan
2 18 5 2 0 1,2 1 2,2 0,67
W
sedang Ringan
3 27 4 0 0 1,33 0,67 2 1
SM
sedang Ringan
4 34 2 2 0 1 0,5 1,5 0,83
NK
sedang Ringan
5 25 2 0 0 1,2 1 2,2 0,33
SM
sedang Ringan
6 31 0 4 0 1,5 0,67 2,17 0,33
S
Ringan
7 39 8 0 0 2 0.67 2,67 sedang 0,18
U
Ringan
8 22 1 0 0 1 1 2 sedang 0,67
FM
TOTAL 26 8 0 17,14 5,31

Dari data tabel di atas total OHI-S dari 8 orang ibu hamil di kelurahan Pangolombian
yaitu sebesar 17,14. Rata-rata OHI-S ibu hamil di Kelurahan Pangolombian yaitu 2,14
(kategori sedang), yang diperoleh dari total OHI-S 8 orang ibu hamil di Kelurahan
Pangolombian dibagi dengan jumlah ibu hamil yang diperiksa.

10.Tabel Jumlah DMF-T pada Ibu Hamil Kelurahan Pangolombian

SASARAN JUMLAH DMF JUMLAH PERSENTASE


SAMPEL
Ibu-ibu D 26 76,47%
Hamil 8 orang M 8 23,53%
Pangolombian F 0 0.00%
TOTAL 34 100.00%

31
DMF-T Ibu Hamil
30

25

20

15

10

0
D M F

D M F

11.Tabel Jumlah OHI-S pada Ibu Hamil Kelurahan Pangolombian


JUMLAH
SASARAN KATEGORI JUMLAH PERSENTASE
SAMPEL
Ibu-ibu Baik 0 0.00%
Hamil 8 orang Sedang 8 100.00%
Pangolombian Buruk 0 0.00%
TOTAL 8 100.00%

OHI-S Ibu Hamil


9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Baik Sedang Buruk

Baik Sedang Buruk

32
12.Tabel Jumlah GI-S pada Ibu Hamil Kelurahan Pangolombian
JUMLAH
SASARAN KATEGORI JUMLAH PERSENTASE
SAMPEL
Ibu-ibu ringan 7 87,5%
Hamil 8 orang sedang 1 12,5%
Pangolombian berat 0 0.00%
TOTAL 8 100.00%

Dari pemeriksaan status kesehatan gusi 8 orang ibu hamil diperoleh data 7 orang ibu
hamil memiliki status kesehatan gusi kategori ringan, dan 1 orang memiliki status
kesehatan gusi sedang.

GI-S Ibu Hamil


8
7
6
5
4
3
2
1
0
Ringan Sedang Berat

Ringan Sedang Berat

c. Anak-Anak

Dari hasil pemeriksaan def-t terhadap 58 orang anak-anak Kelurahan


Pangolombian (sampel diambil dari TK dan SD)yang diambil secara acak terdapat
314 gigi yang rusak, 52gigi yang erupsi dan 3 gigi yang ditambal.

33
13.Tabel Pemeriksaan def-t pada Anak-anak Kelurahan Pangolombian
JUMLAH SD SD
SASARAN def-t TK Jumlah Persentase
SAMPEL 5/81 6/84
Anak-anak d 113 126 75 314 85,09%
TK & SD di
58 anak e 30 13 9 52 14,09%
Kel.
Pangolombian f 3 0 0 3 0,81%
TOTAL 369

Dari data tabel di atas, jumlah decay (d) anak-anak di Kelurahan Pangolombian yaitu
314, jumlah erupsi (e) anak-anak di Kelurahan Pangolombian yaitu 52, dan jumlah
filling (f) anak-anak di Kelurahan Pangolombian yaitu 3. Total def-T anak-anak
Kelurahan Pangolombian yaitu 369. Jadi rata-rata def-T anak-anak di Kelurahan
Pangolombian yaitu jumlah total def-T anak-anak Kelurahan Pangolombian dibagi
dengan total sampel yang diperiksa sebanyak 58 orang, sehingga didapatkan rata-rata
def-T anak-anak di Kelurahan Pangolombian adalah 6,36 ( kategori sangat tinggi).

def-T Anak-Anak Kelurahan Pangolombian


350

300

250

200

150

100

50

0
d e f

d e f

34
14.Tabel Pemeriksaan OHI-S pada Anak-anak Kelurahan Pangolombian
JUMLAH SD SD
SASARAN OHI-S TK Jumlah Persentase
SAMPEL 5/81 6/84
Anak-anak BAIK 20 14 15 49 84,48%
TK & SD di
58 anak SEDANG 0 6 3 9 15,51%
Kel.
Pangolombian BURUK 0 0 0 0 0%
TOTAL 58

Dari data tabel di atas, jumlah OHI-S anak-anak di Kelurahan Pangolombian


kategori baik adalah 49, kategori sedang 9, dan kategori buruk 0.

OHI-S pada Anak-Anak Kelurahan


Pangolombian
60
50
40
30
20
10
0
BAIK SEDANG BURUK

baik sedang buruk

BAB V
PELAKSANAAN PROGRAM KERJA

35
Dari permasalahan mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut yang telah diperoleh di
Kecamatan Tomohon Selatan khususnya Kelurahan Pangolombian, maka kami telah
membuat beberapa program berupa upaya preventif dan promotif.

5.1 Kegiatan Mahasiswa

1. Penyuluhan, sikat gigi masal dan pengkaderan dokter gigi cilik di SD


Inpres 6/84 dan SD INPRES 5/81.
2. Penyuluhan dan Sikat gigi masalTK GMIM Getsemani .
3. Pengambilan data melalui kuisioner kepada masyarakat Pangolombian.
4. Pemeriksaan OHIS dan DMF-Tkepada masyarakat Pangolombian.
5. Pengkaderan Kesehatan gigi dan mulut kepada Ibu-ibu PKK dan
perwakilan tiap lingkungan.
6. Penyuluhan kepada Ibu Hamil, dan Ibu-ibu PKK.
7. Pembersihan karang gigi untuk masyarakat Kelurahan Pangolombian.
8. Penyuluhan kepada warga KelurahanPangolombian penyuluhan kepada
ibu hamil dan kesehatan gigi dan mulut), OHIS, DMF-T.

15.Tabel Program Preventif dan promotif

36
Metode Sasaran Kegiatan

Alat Peraga
Penyuluhan, Anak – Anak SD Mengajarkan tentang pentingnnya Flipchart
Sikat Gigi SD dan dan TK menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Phantom
TK serta mengajarkan cara menyikat gigi
yang baik dan benar.
Pemilihan Dokter Anak-anak SD Melatih anak-anak sekolah untuk Flipchart
Gigi Cilik di tiap menjadi kader kesehatan gigi dan Phantom
SD mulut di sekolah Mading

Penyuluhan Ibu – Ibu Hamil Memberi materi tentang : Poster


Perilaku ibu hamil Pamflet
Penyakit ibu hamil dan janin
Penyakit gigi dan mulut pada ibu hamil
Nutrisi yang berhubungan dengan
Kesehatan Gigi dan Mulut
Sejarah singakat rokok.
1.Diskusi Interaktif Ibu – Ibu PKK Memberi materi tentang : Pamflet
2.Pengkaderan kepala-kepala Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut Flipchart
lingkungan Cara menyikat gigi yang benar Phantom
Gigi berlubang Poster
Pemberdayaan kader kesehatan gigi
Bahaya merokok

5.2 Hasil Kegiatan

37
1. Penyuluhan dan pengkaderan dokter gigi cilik di SD Inpres 684 dan SD
INPRES 5/81
Di SD Pangolombian kami mengadakan pengkaderan dokter gigi cilik kepada
4 orang murid yang dianggap mampu menjadi kader kesehatan gigi dan mulut
di SD tersebut tentang bagian – bagian dan fungsi gigi,proses gigi berlubang,
cara menyikat gigi yang benar, serta makanan dan minuman yang baik dan
tidak baik untuk kesehatan gigi dan mulut.
Kami juga melakukan penyuluhan kepada murid SD tentang proses gigi
berlubang, cara menyikat gigi yang benar, anatomi gigi, serta makanan dan
minuman yang baik dan tidak baik untuk kesehatan gigi dan mulut.
Selain itu kami juga melakukan kegiatan sikat gigi masal yang diikuti oleh
seluruh murid SD

2. Penyuluhan dan sikat gigi masal TK GMIM Getsemani Pangolombian


Di TK ini kami mengadakan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut di TK
tersebut tentang bagian – bagian dan fungsi gigi,proses gigi berlubang, cara
menyikat gigi yang benar, serta makanan dan minuman yang baik dan tidak
baik untuk kesehatan gigi dan mulut.
Selain itu kami juga melakukan kegiatan sikat gigi massal yang diikuti oleh
murid-murid TK tersebut.

3. Penyuluhan dan pengkaderan pada Ibu-ibu PKK, Ibu Hamil.


Di Kelurahan Pangolombian kami mengadakan pengkaderan kepadaIbu-ibu
PKK, ibu hamil, RT dan lingkungan 1-6 yang dianggap mampu menjadi
kader kesehatan gigi dan mulut.
Kami juga melakukan penyuluhan kepada perwakilan guru, ibu-ibu PKK, ibu
hamil, RT dan lingkungan 1-6 tentang bagian – bagian dan fungsi gigi,proses
gigi berlubang, cara menyikat gigi yang benar, kesehatan gigi dan mulut bagi
ibu hamil, bahaya rokok, serta makanan dan minuman yang baik dan tidak
baik untuk kesehatan gigi dan mulut.

4. Pembersihan karang gigi

38
Dari hasil pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut di Kelurahan Pangolombian
kami mendapatkan hasil bahwa indeks OHI-S masyarakat Pangolombian
rata-rata dan termasuk golongan sedang. Oleh karena itu kami melakukan
kegiatan pencegahan dengan melakukan pembersihan karang gigi pada
masyarakat.

BAB VI

39
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari kegiatan Praktek Belajar Lapangan yang dilakukan selama 11 hari di
kelurahan Pangolombian, kecamatan Tomohon Selatan, kota Tomohon,
didapatkan bahwa rata-rata derajat kesehatan gigi dan mulutkelurahan
Pangolombian masih tergolong sedang. Dan yang perlu menjadi perhatian
adalah jumlah karies atau kerusakan gigi yang tergolong sangat tinggi.
Dari Hasil pengolahan data yang didapatkan di lapangan menunjukan status
OHIS lingkungan 1sampai lingkungan 6 yang tergolong sedang dengan rata-rata
OHI-S berjumlah 1,86. Dan dari data kuesioner yang kami dapat bahwa 55%
dari masyarakat Pangolombian memiliki kebiasaan merokok. Hal ini juga
berpengaruh terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat setempat.
Data DMF-T masyarakat umum Kelurahan Pangolombian memiliki rata-
rata dengan kategori sangat tinggi yaitu berjumlah 6,57. Dari data kisioner yang
kami peroleh, kurangnya inisiatif dan kesadaran masyarakat untuk
memeriksakan giginya ke dokter gigi atau perawat gigi. Dilihat dari jumlah
karies yang sangat banyak, namun banyak diantaranya tidak pernah
memeriksakan giginya ke dokter gigi atau perawat gigi.

6.2 Saran

1. Pemerintah dapat memotivasi masyarakat dalam memelihara kesehatan dan


kebersihan lingkungan, serta pembagian jumlah air yang merata.

2. Pihak atau badan kesehatan setempat dapat lebih mempromosikan tentang


pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut, agar masyarakat dapat
menyadarinya dan berinisiatif untuk memeriksakan giginya ke dokter atau
perawat gigi yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

40
1. Arsip Kecamatan Tomohon Selatan
2. Kepala Puskesmas dan Perawat di Kecamatan Tomohon Selatan
3. Arsip Puskesmas Tomohon Selatan
4. Lurah Pangolombian dan sekertaris
5. Arsip Kelurahan Pangolombian
6. Kepala Lingkungan 1-6 KelurahanPangolombian

41
42
43
44

Anda mungkin juga menyukai