Anda di halaman 1dari 93

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan tepat waktu dengan judul "Metode Pemisahan Harta Haram

Yang Bercampur Dengan Harta Halal Dalam Transaksi Keuangan Bank

Syariah (Studi Kasus Bank Syariah Indonesia Meulaboh)”. Shalawat dan

salam tak lupa senantiasa kita sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW yang

kita harapkan syafa’at-nya di yaumul qiyamah nanti, Aamiin.

Penulisan skripsi ini banyak mendapatkan bantuan, pengarahan, bimbingan

serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr. Inayatillah, M.Ag selaku Ketua STAIN Teungku Dirundeng

Meulaboh.

2. Bapak Edwar Ibrahim, Lc., MA selaku Ketua Program Studi Hukum

Ekonomi Syariah dan Ibu Asra Febriani, MA selaku Sekretaris Program

Studi Hukum Ekonomi Syariah.

3. Ibu Sri Dwi Friwarti, M.H selaku pembimbing I (satu) dan Bapak Dr.

Anton Jamal, M.A selaku pembimbing II (dua) yang telah bersedia

meluangkan waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis

sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini.

4. Bapak Dr. H. Syamsuar, M.Ag selaku dewan penguji I (satu) dan Bapak

Edwar Ibrahim, MA selaku dewan penguji II (satu) yang telah bersedia

membimbing dan mengarahkan penulis dalam perbaikan skripsi ini.

i
5. Seluruh dosen Program Studi Hukum Ekonomi Syariah yang telah sudi

kiranya menyalurkan ilmu selama kurang lebih 4 (empat) tahun ini.

6. Teristimewa kepada ayahanda Abdul Kamil dan ibunda Ivo Nila Sari

Siregar yang telah mencurahkan segenap perhatian dan kasih sayang

kepada penulis baik berupa moral maupun material, dan telah

mendo’akan penulis hingga Allah SWT memudahkan penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

7. Teristimewa kepada adik- adik tercinta Mursyidawara dan Fadil Habib

yang penuh pengertian dan ketulusan selalu mendampingi penulis,

memberikan dukungan, serta mendo’akan penulis dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

8. Rakan seperjuangan HES B 2017 dan kepada sahabat serta teman-

teman yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Akhir kata dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, penulis

menyadari bahwa dalam usaha penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis dengan segenap kerendahan hati mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun dari pembaca sekalian demi tercapainya karya

ilmiah yang lebih sempurna di masa yang akan datang.

Meulaboh, 13 Agustus 2021


Penulis,

Muzdalifah
NIM: 152017048

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................iv
ABSTRAK ................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .......................................................................5
D. Penjelasan Istilah............................................................................................6
E. Penelitian Terdahulu ......................................................................................7
F. Landasan Teori ...............................................................................................8
G. Sistematika Penulisan.....................................................................................10
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Halal dan Haram Dalam Islam .......................................................................12
B. Harta Haram Dalam Islam .............................................................................21
C. Metode Pemisahan Harta Haram yang Bercampur dengan Harta Halal
dalam Transaksi Keuangan Bank Syariah menurut Dewan Syariah
Nasional (DSN) ..............................................................................................42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...............................................................................................52
B. Jenis Data .......................................................................................................52
C. Sumber Data ...................................................................................................53
D. Subjek dan Lokasi Penelitian .........................................................................54
E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................................54
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...........................................................56
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Bank Syariah Indonesia Meulaboh...................................59
B. Produk-produk dan Sistem Transaksi Keuangan Bank Syariah Indonesia
Meulaboh........................................................................................................63
C. Metode Pemisahan Harta Haram yang Bercampur dengan Harta Halal
dalam Transaksi Keuangan Bank Syariah Indonesia Meulaboh ....................69
D. Analisis Hasil Penelitian ................................................................................72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................74
B. Saran...............................................................................................................76

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................77


LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran-lampiran:

1. Surat Keterangan Penunjukkan Pembimbing

2. Surat Pengantar Izin Penelitian

3. Surat Bukti Telah Melakukan Penelitian

4. Daftar Riwayat Hidup

iv
ABSTRAK

Bank Syariah mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam proses transaksi
keuangannya. Salah satu produk khusus perbankan syariah adalah produk berbasis
DANA dengan transaksi tabungan, pembiayaan, dan investasi dengan
menggunakan akad yang berprinsip syariah. Namun, masih banyak masyarakat
yang ragu tentang kehalalan setiap sistem transaksi keuangan tersebut, apakah
terpisah dengan unsur harta haram atau tidak. Untuk meminimalisir peredaran
harta haram di Indonesia, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode
pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam transaksi
keuangan di Bank Syariah Indonesia Meulaboh. Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian lapangan (field research). Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini adalah observasi, dokumentasi dan wawancara. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Bank Syariah Indonesia Meulaboh tidak memiliki metode
khusus dalam pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam
transaksi keuangannya disebabkan karena setiap produk transaksinya sudah
berprinsip syariah, walaupun disetiap transaksi keuangannya sudah menerapkan
90% teori tafriq al-halalan al-haram, Bank Syariah Indonesia Meulaboh
dinyatakan belum melakukan pemisahan harta haram yang bercampur dengan
harta halal secara signifikan.

Kata Kunci: Harta Haram, Tranksaksi Keuangan, Metode Pemisahan Harta


Haram yang Bercampur dengan Harta Halal.

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia yang hidup di abad modern dituntut untuk mengumpulkan dan

menumpuk harta sebanyak-banyaknya agar bisa hidup layak dan tenang

menghadapi masa depan diri dan anak cucunya. Pada saat ini orang-orang tidak

peduli lagi dari mana harta dia dapatkan.1 Apakah dari jalan yang baik atau dari

jalan yang buruk, dan mereka juga tidak mempedulikan apakah mereka memakan

harta yang halal atau harta yang haram, atau harta yang berada di antara keduanya.

Dalam Hadisnya, Rasulullah SAW., telah bersabda:

ِ َُّ‫ ٌَأْرًِ ػهى ان‬:‫ي ِ ػٍ أثً ْشٌشح سضً هللا ػُّ ػٍ انُجً ملسو هيلع هللا ىلص لبل‬
ٌ ‫بط صَ َي‬
ٌ‫ب‬ ّ ‫ع ِؼ ٍْ ٍذ ان ًَ ْمج ُِش‬
َ ٍْ ‫ػ‬
َ

‫ََلٌُجَب ِنً ان ًَ ْش ُء َيب أ َ َخزَ ِي ُُّْ أ َ ِي ٍَ ان َح ََل ِل أ َ ْو ِيٍَ ان َح َش ِاو‬

Artinya: Dari Sa‟id Al Maqburi, dari Abu Hurairah RA, dari Rasulullah SAW.,

beliau bersabda: akan datang kepada manusia suatu masa dimana

seseorang tidak peduli apa yang ia ambil; apakah dari yang halal atau

dari yang haram. (HR. Bukhari)2

Persoalan halal dan haram adalah seperti soal-soal lain di mana orang-orang

jahiliyyah pernah tersesat sejauh-jauhnya dan mengalami kekacauan yang luar

1
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2018), h. 25
2
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jilid 12,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 32

1
2

biasa sehingga mereka berani menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang

halal. Bangsa Arab pada zaman jahiliyyah merupakan contoh yang sangat jelas

tentang rusaknya timbangan penghalalan dan pengharaman dalam sesuatu dan

perbuatan. Mereka memperbolehkan meminum minuman keras dan memakan riba

secara berlipat ganda, melecehkan kaum wanita, berbuat durhaka kepada mereka

dan sebagainya.3 Untuk menghindari fenomena tersebut, sejak zaman Amirul

mukminin Umar bin Khatthab telah mengambil kebijakan preventif. Beliau

mengutus para petugas ke pasar-pasar untuk mengusir para pedagang yang tidak

mengerti halal haram dalam jual beli.4

Di dalam al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 168, Allah SWT., telah

memerintahkan kepada seluruh umat manusia agar memakan harta yang

didapatkannya secara halal. Allah SWT., berfirman:

َ َٰ ٍ‫ش أ‬
َ ‫ط ِۚ ٍِ ئََِّ ۥُّ نَ ُك أى‬
ٌ ِ‫ّ ُّٔ ُّيج‬ٞ ‫ػذ‬
ٍٍ َّ ‫د ٱن‬
ِ َٕ َٰ ‫ط‬ َ ‫ض َح َٰهَ اَل‬
ُ ‫ط ٍِّجا ب َٔ ََل رَزَّجِؼُٕاْ ُخ‬ ُ َُّ‫َٰ ٌََٰٓأٌَُّ َٓب ٱن‬
ِ ‫بط ُكهُٕاْ ِي ًَّب فًِ أٱۡل َ أس‬
ٔٙ١
Artinya: Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang

terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah

setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah: 168)

Mencari harta halal merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Tidak

mentaati perintah Allah SWT., itu sama saja dengan mendurhakai Allah SWT.,

(berbuat dosa) yang akan dapat menimbulkan rusaknya jasmani, rohani dan akal

fikiran setiap insan dimuka bumi ini. Setelah Allah SWT., memerintahkan semua

manusia agar mencari harta dengan cara yang halal, secara khusus Allah SWT.,

3
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Rabbani Press, 2008), h. 18
4
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, ... h. 33
3

memerintahkan para rasul agar memakan harta dari yang halal saja lalu Allah

SWT., memerintahkan mereka untuk beramal shalih, Allah SWT., berfirman:

َ ٌَُٕ‫ص ِه ًح ۖب ئِ ًَِّ ثِ ًَب ر َ أؼ ًَه‬


٘ٔ ‫ٍّى‬ٞ ‫ػ ِه‬ َ َٰ ْ‫ٱػ ًَهُٕا‬ َّ ٍَ‫ع ُم ُكهُٕاْ ِي‬
ِ َ‫ٱنط ٍِّ َٰج‬
‫ذ َٔ أ‬ ُّ ‫َٰ ٌََٰٓأٌَُّ َٓب‬
ُ ‫ٱنش‬

Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan

kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui

apa yang kamu kerjakan. (Al-Mu‟minun: 51)

Hal ini mengisyaratkan bahwa sangat erat hubungan antara mengkonsumsi

makanan yang halal dengan amal shalih. Maka jangan diharap jasad kita akan

bergairah untuk melakukan amal-amal shalih bila jasad tersebut tumbuh dan

berkembang dari makanan yang haram.5

Harta haram sangat berdampak buruk bagi diri pribadi dan umat. Karena,

memakan harta haram merupakan ciri khas dari kelompok mayoritas yahudi.

Harta haram di ibaratkan sebagai api neraka yang akan membakar siapa saja yang

memasukkan harta haram ke dalam perut mereka. Sehingga dalam perkembangan

situasi sosial dan politik global sekarang ini, diantara hal yang sangat penting dan

mendesak untuk dilakukan adalah mengembangkan hukum Islam melalui

pembaharuan pemikiran ekonomi syariah (muamalah al-maliyah al-

iqtishadiyah),6 yang akan diterapkan dalam sistem transaksi keuangan bank

syariah, agar dampak buruk dari peredaran harta haram dapat di cegah.

5
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, ... h. 28
6
Ma‟ruf Amin, Penggalian dan Penerapan Hukum Ekonomi Syariah di Negara Hukum
Indonesia, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2012), h. 47
4

Dari hasil observasi peneliti, diketahui bahwa Bank Syariah Indonesia

merupakan penggabungan dari tiga bank yaitu, Bank Syariah Mandiri, Bank BNI

Syariah dan Bank BRI Syariah, yang telah resmi beroperasi mulai pada tanggal 1

Februari 2021 di seluruh Indonesia. Bank Syariah Indonesia adalah bank yang

berbasis perbankan syariah dengan menerapkan sistem dan aturan-aturan yang

diatur oleh syariat Islam.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana

metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam

transaksi keuangan bank syariah. Penelitian ini dirancang dengan bersifat field

reseacrh (penelitian lapangan). Metode penelitian yang digunakan untuk

mengumpulkan data ialah metode kualitatif. Data yang telah diperoleh akan

dianalisis dengan metode teknik induktif, dengan melakukan observasi

(pengamatan), wawancara dan dokumentasi sebagai instrumen pengumpulan data.

Sementara hasil penelitian akan diuraikan secara deskriptif. Untuk itu, penelitian

ini akan berpusat pada judul “Metode Pemisahan Harta Haram yang

Bercampur dengan Harta Halal dalam Transaksi Keuangan Bank Syariah

(Studi Kasus Bank Syariah Indonesia Meulaboh)”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep halal dan haram dalam Islam?

2. Bagaimana konsep dan kriteria harta haram dalam Islam?

3. Bagaimana metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan

harta halal dalam transaksi keuangan Bank Syariah Indonesia

Meulaboh?
5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan merupakan suatu hal yang ingin dicapai dalam suatu penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep halal dan haram dalam Islam;

2. Untuk mengetahui konsep dan kriteria harta haram dalam Islam;

3. Untuk mengetahui bagaimana metode (cara) pemisahan harta haram

yang bercampur dengan harta halal dalam transaksi keuangan Bank

Syariah Indonesia Meulaboh.

Sedangkan manfaat dari penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

informasi atau pengetahuan tentang dampak harta haram apabila

bercampur dengan harta halal.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi

penelitian yang berkaitan dengan metode pemisahan harta haram

yang bercampur dengan harta halal dalam transaksi keuangan Bank

Syariah.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi peneliti dapat menambah wawasan mengenai metode

pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam

transaksi keuangan Bank Syariah.

b. Sebagai suatu sumbangsih bagi masyarakat terhadap pengetahuan

dalam dunia perekonomian Islam Kontemporer dewasa ini,


6

mengenai metode pemisahan percampuran harta haram dengan

harta halal dalam transaksi keuangan Bank Syariah.

c. Memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lembaga bank

syariah mengenai urgensinya pemisahan harta haram yang

bercampur dengan harta halal dalam transaksi keuangan bank

syariah studi Bank Syariah Indonesia Meulaboh.

D. Penjelasan Istilah

Untuk mempermudah peneliti dalam meneliti penelitian ini, maka

berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, dijelaskan bahwa:

Adapun yang dimaksud dengan metode dalam penelitian ini adalah cara,

pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi. Metode juga berarti

rangkaian cara dan langkah yang tertib dan terpola. Metode juga berarti

seperangkat langkah (apa yang harus dikerjakan) yang tersusun dan sistematis. 7

Sedangkan yang dimaksud dengan pemisahan harta dalam penelitian ini adalah

suatu proses memilah atau memisahkan suatu harta yang tidak sesuai yang

bergabung atau bercampur. Adapun yang dimaksud dengan harta dalam penelitian

ini adalah suatu barang yang berharga, yang dapat disimpan, dan dimanfaatkan

baik berupa uang, emas, maupun surat berharga.

Harta haram dalam penelitian ini merupakan harta yang didapat dengan cara

atau jalan yang buruk atau tidak sesuai dengan syariat. Harta haram adalah setiap

7
Moh Yunus & Andi Risma Jaya, Metode dan Model Pengambilan Keputusan, (Jawa
Barat: CV. Adanu Abitama, 2020), h. 20
7

harta yang didapatkan dari jalan yang di larang syariat.8 Sedangkan yang

dimaksud dengan harta halal dalam penelitian ini adalah harta yang didapat dari

cara atau jalan yang baik sesuai dengan aturan syariat.

Dari penjelasan istilah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa “Metode

Pemisahan Harta Haram yang Bercampur dengan Harta Halal dalam Transaksi

Keuangan Bank Syariah” dalam penelitian ini adalah suatu cara atau proses yang

dilakukan secara sistematis oleh bank untuk memisahkan antara harta haram yang

bercampur dengan harta halal dalam suatu transaksi keuangan bank syariah.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini belum banyak yang

meneliti, namun ada salah satu penelitian yang sedikit terkait dengan penelitian

ini, yaitu:

Penelitian yang dilakukan oleh Jamaluddin dari IAI Tribakti Kediri, dalam

jurnal Volume 25 Nomor 2 September 2014, yang berjudul “Mengembangkan

Teori Tafriq Al-Halalan Al-Haram & I‟adat Al-Nazhar Perspektif Hukum Islam”.

Dalam jurnalnya, penelitian ini difokuskan pada penerapan teori tafriq dan teori

i‟adat al-nazhar dalam perkembangan ekonomi, dalam lingkup produk-produk

dan bisnis yang berbasis syariah di Indonesia. Hasil yang didapat dalam penelitian

ini adalah bahwa dalam menumbuh kembangkan hukum, keadilan dan ekonomi

syariah di Indonesia ada dua teori yang harus diterapkan yaitu teori tafriq dan

8
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, ... h. 25
8

teori i‟adat al-nazhar (telaah ulang). Teori tafriq ini dikembangkan oleh Ibn

Taimiah dengan menyusun kaidah tafriq al-halalan al-haram.9

Dengan demikian, perbedaan penelitiannya adalah penelitian tersebut tidak

meneliti tentang metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta

halal dalam transaksi keuangan bank syariah, namun hanya berfokus pada

penerapan teori tafriq al-halalan al-haram & teori i‟adat al-nazhar dalam

perkembangan ekonomi di Indonesia. Sehingga dalam penelitian ini akan di

jelaskan secara rinci terkait metode pemisahan harta haram yang bercampur

dengan harta halal dalam transaksi keuangan bank syariah khususnya pada Bank

Syariah Indonesia Meulaboh.

F. Landasan Teori

Untuk mempermudah peneliti dalam menganalisis data, maka teori yang

digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepemilikan. Secara etimologi, milik

berasal dari bahasa arab „al-milk‟ yang berarti penguasaan terhadap sesuatu dan

juga bisa berarti yang dimiliki (harta).10 Menurut Mustaq Ahmad Az-zarqa,

kepemilikan adalah salah satu persyaratan untuk sahnya sebuah transaksi harta

benda.11 Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa kepemilikan adalah suatu

bentuk ikatan antara individu terkait dengan harta, yang pada tahap proses

kepemilikan harta, syara‟ mensyaratkan berbagai hal yang disebut „asba al-milk‟

9
Jamaluddin, Mengembangkan Teori Tafriq Al-halal-an Al-haram & I‟adat Al-nazhar
Perspektif Hukum Islam, (Jurnal PDF), Volume 25 Nomor 2 September 2014,
http://www.google.com didownload pada tanggal 3 September 2020.
10
Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, Cet. 2, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h. 31
11
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000), h. 55
9

(asal usul kepemilikan).12 Jadi berdasarkan definisi di atas, kepemilikan adalah

suatu bentuk syarat seseorang terhadap harta agar dapat menguasai, memiliki dan

memanfaatkannya, yang diperoleh sesuai dengan persyaratan kepemilikan harta.

a. Harta

Dalam terminologi Arab, harta (mal) adalah segala sesuatu yang di

inginkan sekali oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Orang-

orang desa (badui) sering menghubungkan harta dengan ternak dan orang-

orang kota sering menghubungkannya dengan emas dan perak, tetapi

kemudian berubah pengertian menjadi segala barang yang disimpan dan

dimiliki.13 Ibnu Najim mengatakan bahwa harta sesuai dengan yang

ditegaskan ulama-ulama ushul fiqh adalah sesuatu yang dimiliki dan

disimpan untuk keperluan terutama menyangkut yang nyata. Dengan

demikian, tidak termasuk didalamnya pemilikan manfaat-manfaat. Dengan

demikian, harta adalah segala sesuatu yang dimiliki seseorang, berwujud

nyata dan dapat dimanfaatkan baik berupa benda maupun jasa.14

b. Harta Haram

Haram ialah sesuatu yang dilarang oleh pembuat syariat dengan larangan

yang pasti, dimana orang yang melanggarnya akan dikenai hukuman (siksa)

di akhirat dan adakalanya dikenai hukuman juga di dunia.15 Yang dimaksud

dengan harta haram adalah setiap harta yang didapatkan dari jalan yang

12
M. Faruq an-Nabhan, Sistem Ekonomi Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2002), h. 38
13
Abu Alhamdi Bihaqqi Muhammad, Fikih Kekayaan, (terjemahan dari ahkam al-
Aghaniya karya Dr. Abdullah Laam bin Ibrahim), Cet. 1, (Jakarta: ZAMAN, 2015), h. 38
14
Abu Alhamdi Bihaqqi Muhammad, Fikih Kekayaan, ... h. 39
15
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Rabbani Press, 2008), h. 13
10

dilarang syariat.16 Harta haram yang mereka hasilkan sangat berdampak

buruk terhadap pribadi prilakunya secara khusus dan umat manusia secara

umum, salah satunya adalah perbuatan mendurhakai Allah dan mengikuti

langkah syaitan.

c. Harta Halal

Halal ialah sesuatu yang mubah (diperkenankan), yang terlepas dari ikatan

larangan, dan diizinkan oleh pembuat syar‟i untuk dilakukan. Harta halal

adalah segala kekayaan atau harta yang di dapat dengan cara dan jalan yang

baik yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri atas lima bab.

Pada bab I pendahuluan menjelaskan tentang: latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, penjelasan istilah, penelitian

terdahulu, landasan teori, dan sistematika penulisan.

Adapun pada bab II kajian teoritis dalam penelitian ini menjelaskan tentang:

konsep halal dan haram dalam Islam, konsep dan kriteria harta haram dalam

islam, dan metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal

dalam transaksi keuangan bank syariah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN).

Adapun pada bab III metode penelitian berisi tentang: jenis penelitian, jenis

data, sumber data, subjek dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, serta

teknik pengolahan dan analisis data.

16
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, ... h. 25
11

Adapun bab IV hasil penelitian meliputi: gambaran umum Bank Syariah

Indonesia Meulaboh, produk-produk dan sistem transaksi keuangan Bank Syariah

Indonesia Meulaboh, metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan

harta halal dalam transaksi keuangan di Bank Syariah indonesia Meulaboh, serta

analisis hasil penelitian.

Sedangkan bab V penutup berisi tentang: kesimpulan dan saran.


BAB II

KAJIAN TEORITIS

A. Halal dan Haram dalam Islam

1. Konsep Halal dalam Islam

a. Pengertian Halal

Kata halal berasal dari bahasa Arab dari akar kata “Halla-Yahullu-Hallan

wa Halalan” yang berarti bertahalul (keluar dari ihram), dibolehkan atau

diizinkan. Jika kata tersebut dikaitkan dengan suatu barang maka berarti halal

(dimakan atau diminum). Namun jika dikaitkan dengan tempat maka kata tersebut

berarti berhenti, singgah, tinggal atau berdiam.17

Dalam konteks yang lebih luas, istilah halal merujuk pada segala sesatu

yang diizinkan atau dibolehkan menurut ajaran Islam yang mencakup aktivitas,

tingkah laku, cara berpakaian, cara mendapatkan rezeki dan sebagainya. 18 Halal

adalah lawan dari haram. Halal artinya terlepas (dari keharaman). Halal adalah

sesuatu yang dipandang sah. 19 Halal juga berarti ialah sesuatu yang mubah

(diperkenankan), yang terlepas dari ikatan larangan, dan diizinkan oleh pembuat

syariat untuk dilakukan.20

17
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya:Pustaka Progresif, 1997),
h.291
18
Murtadho Ridwan, Nilai Filosofi Halal dalam Ekonomi Syariah, Jurnal Kajian Ekonomi
dan Perbankan, PDF, (Kudus: Stain Kudus, 2019), h. 16
19
Totok Jumantoro & Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fikih, (Jakarta: Amzah,
2005), h. 79
20
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Rabbani Press, 2008), h. 13

12
13

Menurut Ensiklopedih hukum Islam, halal (hallan-Yahillu, hillan), berarti

membebaskan, memecahkan, membubarkan, dan membolehkan, segala sesuatu

yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika menggunakannya. 21

Halal secara bahasa, menurut sebagian pendapat berasal dari akar kata ‫انحم‬

yang artinya yaitu sesuatu yang dibolehkan menurut syariat. Abu Muhammad al-

Husayn ibn Mas‟ud al-Baghawi dari mazhab Syafi‟i, berpendapat kata halal

berarti sesuatu yang dibolehkan oleh syariat karena baik. Sementara, Muhammad

ibn „Ali al-Syawkani berpendapat bahwa dinyatakannya sebagai halal karena telah

terurainya simpul tali atau ikatan larangan yang mencegah. Sehingga, dari

penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa halal adalah sesuatu yang

diperbolehkan oleh syariat untuk dilakukan, digunakan, atau diusahakan, karena

telah terurai tali atau ikatan yang mencegahnya atau unsur yang

membahayakannya dengan disertai perhatian cara memperolehnya, bukan dengan

hasil muamalah yang dilarang.22

Dengan demikian, dari beberapa definisi di atas dapat penulis simpulkan

bahwa halal adalah segala sesuatu yang baik, dibolehkan atau diizinkan oleh

syariat Islam, baik dalam bentuk aktivitas atau perbuatan, atau dalam bentuk

makanan atau harta. Maka, dapat dikatakan bahwa makna dari halal mengandung

kewajiban dan keharusan bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang telah

diketahui halal, baik untuk dikonsumsi, dipergunakan atau dilakukan.

21
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve,
2006), h. 505-506
22
Muchtar Ali, Konsep Makanan Halal dalam Tinjauan Syariah, Volume. XVI, Nomor.
2, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2016), h. 291-291
14

b. Pembagian Halal

Dalam al-Qur‟an, kata halal disebut sebanyak 48 kali dan terdapat dalam

20 Surah dengan makna yang berbeda-beda. Sehingga dari beberapa makna halal

yang berbeda, halal dibagi menjadi dua;23

1) Halal yang memiliki arti atau makna yang berkaitan dengan makanan dan

minuman seperti yang tercantum dalam Q.S. al-Baqarah: 168:

َ َٰ ٍ‫ش أ‬
َ ‫ط ِۚ ٍِ ِئََّ ۥُّ نَ ُك أى‬
ُّٔ ّٞ ‫ػذ‬ َّ ‫د ٱن‬ َ ‫ض َح َٰهَ اَل‬
ُ ‫ط ٍِّجا ب َٔ ََل رَز َّ ِجؼُٕاْ ُخ‬
ِ َٕ َٰ ‫ط‬ ُ َُّ‫َٰ ٌََٰٓأٌَُّ َٓب ٱن‬
ِ ‫بط ُكهُٕاْ ِي ًَّب ِفً أٱۡل َ أس‬

ٌ ‫ُّي ِج‬
ٔٙ١ ٍٍ

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa

yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-

langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh

yang nyata bagimu.

Q.S. al-Maidah: 88,

١١ ٌَُُٕ‫ِي أََزُى ثِِۦّ ُي أإ ِي‬


َٰٓ ‫ٱَّللَ ٱنَّز‬ َ ‫ٱَّللُ َح َٰهَ اَل‬
َّ ْ‫ط ٍِّجا ِۚب َٔٱرَّمُٕا‬ َّ ‫َٔ ُكهُٕاْ ِي ًَّب َسصَ لَ ُك ُى‬

Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah

SWT., telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah

SWT., yang kamu beriman kepada-Nya.

Q.S. al-Anfal : 69,

ّٞ ُ‫غف‬
ٙ٦ ‫ٍّى‬ٞ ‫ٕس َّس ِح‬ َّ ٌَّ ‫ٱَّللَ ِئ‬
َ َ‫ٱَّلل‬ َ ‫غُِ أًز ُ أى َح َٰهَ اَل‬
ِۚ َّ ْ‫ط ٍِّجا ِۚب َٔٱرَّمُٕا‬ َ ‫فَ ُكهُٕاْ ِي ًَّب‬

23
Murtadho Ridwan, Nilai Filosofi Haram Dalam Ekonomi Syariah, Jurnal Kajian
Ekonomi dan Perbankan, PDF, (Kudus: STAIN Kudus, 2019), h. 16
15

Artinya: Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu

ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan

bertakwalah kepada Allah SWT; sesungguhnya Allah SWT.,

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Q.S. al-Nahl: 114.

ٔٔٗ ٌَُٔ‫ٱَّلل ِئٌ ُكُز ُ أى ِئٌَّبُِ ر َؼأ جُذ‬


ِ َّ ‫ذ‬َ ًَ ‫ٱش ُك ُشٔاْ َِؼأ‬ َ ‫ٱَّللُ َح َٰهَ اَل‬
‫ط ٍِّجا ب َٔ أ‬ َّ ‫فَ ُكهُٕاْ ِي ًَّب َسصَ لَكُ ُى‬

Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah

diberikan Allah SWT., kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah

SWT., jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.

2) Halal yang memiliki makna atau arti yang berkaitan dengan aktivitas,

perilaku, atau tindakan24, seperti Q.S. al-Baqarah: 187 & 275, dan Q.S. al-

Nisa: 19.

Diantara contoh halal dari segi makanan dan minuman adalah firman

Allah SWT., dalam Q.S. al-Baqarah: 168

َ َٰ ٍ‫ش أ‬
َ ‫ط ِۚ ٍِ ئََِّّۥُ نَ ُك أى‬
ٌ ِ‫ّ ُّٔ ُّيج‬ٞ ‫ػذ‬
ٍٍ َّ ‫د ٱن‬
ِ َٕ َٰ ‫ط‬ َ ‫ض َح َٰهَ اَل‬
ُ ‫ط ٍِّجا ب َٔ ََل رَزَّجِؼُٕاْ ُخ‬ ُ َُّ‫َٰ ٌََٰٓأٌَُّ َٓب ٱن‬
ِ ‫بط ُكهُٕاْ ِي ًَّب فًِ أٱۡل َ أس‬

ٔٙ١

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang

terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah

24
Murtadho Ridwan, Nilai Filosofi ... h. 17
16

syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata

bagimu.

Sedangkan contoh halal dari segi aktivitas atau perbuatan adalah firman

Allah SWT., dalam Q.S. al-Baqarah: 275

ٕ٧٘ ... ْ‫ٱنشثَ َٰٕ ِۚا‬


ّ ِ ‫ٱَّللُ أٱنجَ أٍ َغ َٔ َح َّش َو‬
َّ ‫ َٔأ َ َح َّم‬...

Artinya: ... padahal Allah SWT., telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba...

Adapun syarat untuk memenuhi kategori halal ada dua, yaitu:

1) Halal dzatnya adalah halal dari hukum asalnya.

2) Halal cara memperolehnya adalah cara memperoleh sesuai dengan syariat

Islam, misalnya tidak dengan mencuri, atau menyembelih hewan tanpa

membaca bismillah.

2. Konsep Haram dalam Islam Haram

a. Pengertian Haram

Haram ( ‫ ) انحشاو‬atau muharram ( ‫ ) انًحشو‬secara lughawi berarti sesuatu yang

lebih banyak kerusakannya. Dalam istilah hukum, haram ialah:

‫ػهَى َٔ ْج ِّ انهُّ ُض ْٔ ِو‬


َ ِّ ‫ػ ٍْ فِ ْؼ ِه‬ َّ ‫ع ْانك‬
َ ‫َف‬ ُ ‫بس‬
ِ ‫ش‬َّ ‫ت ان‬ َ ‫َيب‬
َ َ‫طه‬

Artinya: Sesuatu yang dituntut syari‟ (pembuat hukum) untuk tidak

memperbuatnya secara tuntutan yang pasti.25

25
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, (Jakarta: KENCANA, 2011), h. 366
17

Kata haram secara etimologi berarti “sesuatu yang dilarang

mengerjakannya”. Secara terminologi ushul fiqh, kata haram berarti sesuatu yang

dilarang oleh Allah SWT., dan Rasulullah SAW., di mana yang melanggarnya

dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, dan orang yang meninggalkannya

karena mentaati Allah SWT., diberi pahala. Misalnya, larangan mencuri dalam

firman Allah SWT., (Q.S. al-Maidah: 38), dan larangan menganiaya (Q.S. al-

Baqarah: 279).

Haram merupakan pasangan dari halal, dalam arti tidak ada sesuatu yang

dapat disebut haram tanpa ada yang halal, dan sebaliknya. Haram merupakan

salah satu dari al-Ahkam al-Khamsah yang harus dijauhi setiap mukallaf. Islam

memberi ancaman berat bagi siapa saja yang melanggarnya. 26 Haram adalah yang

Allah SWT., melarang untuk dilakukan dengan larangan yang tegas, setiap orang

yang menantangnya akan berhadapan dengan siksaan Allah SWT., di akhirat,

bahkan terkadang ia juga terancam sanksi di dunia.27

Haram menurut bahasa adalah dilarang/terlarang atau tidak diizinkan.28

Haram juga berarti mencegah, mencabut, terlarang,29 sehingga sesuatu yang

diketahui jelas keharamannya menjadikan seorang muslim untuk menghindarinya

26
Ahmad Munif Suratmaputra, Problematika Uang Haram Dalam Kajian Fiqh, (Jurnal
PDF), Volume 02, Nomor 01, (Jakarta: IIQ Jakarta, 2017), h. 22
27
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Rabbani Press, 2008), h. 1
28
Muchtar Ali, Konsep Makanan Halal Dalam Tinjauan Syariah, Volume. XVI, Nomor.
2, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2016), h. 295
29
Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997),
h. 256
18

atau mencegah dirinya untuk mengkonsumsi, mempergunakan, atau

melakukannya.30

Dapat penulis simpulkan bahwa haram adalah segala sesuatu yang dilarang

oleh Allah SWT., dan Rasul-Nya untuk dikerjakan dan terdapat implikasi hukum

atau sanksi bagi yang mengerjakannya.

b. Pembagian Haram

Ada perbedaan pembagian haram menurut jumhur ulama dan Hanafiyah,

yaitu:

Menurut Jumhur Ulama, berdasarkan kekuatan dalilnya haram dibagi

menjadi dua, ada haram yang berstatus dalil qath‟i dan haram yang berstatus dalil

zhanni.31

1) Haram yang berstatus dalil qath‟i adalah status yang kebenarannya

bersifat absolut atau pasti. Artinya, haram yang statusnya qath‟i ialah

keharaman sesuatu yang ditunjukkan secara tegas dan jelas oleh nash

al-Qur‟an, atau as-Sunnah.

2) Haram yang berstatus dalil zhanni adalah status yang kebenarannya

tidak bersifat absolut, tetapi nisbi. Artinya, haram yang statusnya

zhanni ialah keharaman sesuatu yang tidak ditegaskan secara langsung

oleh nash al-Qur‟an atau as-Sunnah. Hukum haram tersebut diperoleh

dari ijtihad.

30
Amir Mahmud, Kajian Hadis Tentang Halal, Haram, dan Syubhat, Jurnal Adabiyah,
(PDF) Volume. 17, Nomor. 2, (Jawa Timur: Universitas Yudharta Pasuruan, 2017), h. 139
31
Ahmad Munif Suratmaputra, Problematika Uang ... h. 23
19

Jumhur Ulama tidak memisahkan antara dalil haram ditinjau dari segi

hukum haram, karena hukum haram itu di samping ditetapkan dengan dalil al-

Qur‟an, ada juga yang ditetapkan dengan dalil hadis yang tidak mutawatir, hadis

masyhur, bahkan juga dengan hadis ahad yang kesemuanya adalah dalil zhanni.

dalil zhanni dapat dijadikan hujah dalam beramal dan menetapkan hukum, tetapi

tidak dapat menjadi hujah dalam persoalan „aqidah. Sedangkan ulama Hanafiyah

memiliki pandangan untuk memisahkan antara larangan yang ditetapkan dengan

dalil qath‟i dan ditetapkan dengan dalil zhanni. Dalam hal ini ulama Hanafiyah

membagi larangan yang pasti itu menjadi dua:32

Pertama, larangan yang pasti yang ditetapkan dengan dalil yang qath‟i yang

tidak diragukan kebenarannya. Inilah yang dinamakan “haram” oleh Hanafiyah.

Umpamanya memakan bangkai dan daging babi.

Kedua, larangan yang pasti yang ditetapkan dengan dalil yang zhanni seperti

hadis ahad makruh” untuk menghindarkannya dari sebutan haram, meskipun di

disebut makruh tahrim ( ‫) يكشِٔ انزحشٌى‬. Abu Hanifah dan murid-muridnya

menggunakan kata “belakangnya masih juga disebutkan kata “tahrim”.

Umpamanya larangan memakan daging keledai jinak yang ditetapkan dengan

Hadis Rasulullah SAW., yang tidak mutawatir. Sehingga, prinsip dalam

menetapkan hukum haram bagi yang dilarang adalah karena adanya sifat memberi

mudarat (merusak) dalam perbuatan yang dilarang itu. Allah SWT., tidak akan

mengharamkan sesuatu kecuali terdapat unsur perusak menurut biasanya. Haram

menurut pengertian ini terbagi menjadi dua:

32
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, (Jakarta: KENCANA, 2011), h. 367
20

Pertama, al-Muharram li dzatihi, yaitu sesuatu yang diharamkan oleh

syariat karena esensinya mengandung kemudaratan bagi kehidupan manusia, dan

kemudaratan itu tidak bisa terpisah dari zatnya.33 Kemudaratan itu akan langsung

mengenai dharuriyat yang lima (lima unsur pokok dalam kehidupan manusia

muslim). Contohnya seperti haramnya membunuh karena langsung mengenai jiwa

(nyawa); haramnya minum khamar karena langsung mengenai akal; haramnya

murtad karena langsung mengenai agama; haramnya mencuri karena langsung

mengenai harta; haramnya berzina karena langsung mengenai keturunan atau

harga diri.34

Kedua, al-Muharram li ghairihi, yaitu sesuatu yang dilarang bukan karena

esensi atau zatnya, karena secara esensial tidak mengandung kemudaratan, namun

dalam kondisi tertentu, sesuatu itu dilarang karena adanya pertimbangan

eksternal.35 Artinya tidak langsung mengenai satu di antara dharuriyat yang lima

itu. Haram li ghairihi atau ghairu zati kadang-kadang digunakan juga untuk

pengertian haram „ardhi atau haram sampingan, yaitu suatu perbuatan yang

menurut asalnya tidak haram tetapi karena dilakukan dalam suatu kondisi tertentu

yang terlarang, maka ia menjadi haram. Contohnya, melakukan jual beli saat

khatib sedang melakukan khatbah jumat.36

Kedua-dua status haram ini sama-sama hukum Islam, dan sama-sama

haram, yang membedakannya adalah ingkar terhadap sesuatu yang keharamannya

33
Satria Effendi & M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2005), h. 51
34
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid 1, (Jakarta: KENCANA, 2011), h.367
35
Satria Effendi & M. Zein, Ushul Fiqh, (Jakarta: KENCANA, 2005), h. 53
36
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh ... h.368
21

qath‟i dapat menyebabkan seseorang menjadi kufur. Sedangkan ingkar kepada

sesuatu yang keharamannya bersifat zhanni tidak menyebabkan seseorang

menjadi kufur, atau paling-paling tidak fasik.37

B. Harta Haram Dalam Islam

1. Konsep Harta dalam Islam

a. Pengertian Harta

Harta dalam bahasa arab disebut dengan al-mal yang berasal dari kata ‫يبل‬

‫ – ًٌم – يٍَل‬yang menurut bahasa berarti condong, cenderung, atau miring. Al-mal

juga diartikan sebagai segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka

pelihara, baik dalam bentuk materi maupun manfaat.38 Harta atau mal jamaknya

amwal, secara etimologis mempunyai beberapa arti yaitu condong, cenderung,

dan miring, karena memang manusia condong dan cenderung untuk memiliki

harta. Harta juga diartikan dengan sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh

manusia baik berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, pakaian

dan tempat tinggal. Oleh karena itu, secara etimologis sesuatu yang tidak

diketahui manusia tidak bisa dinamakan harta seperti burung di udara, ikan di

dalam air, pohon di hutan dan barang tambang yang ada di bumi. 39 Menurut

bahasa umum, arti mal ialah uang atau harta. Adapun menurut istilah ialah segala

benda yang berharga atau bersifat materi serta beredar di antara manusia.40

37
Ahmad Munif Suratmaputra, Problematika Uang ... h. 23
38
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufran Ihsan, & Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
KENCANA, 2012), h. 17
39
Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 21
40
M. Abdul Mujieb (et.al), Kamus Istilah Fiqih, Cet. 1, (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus,
1994), h. 191
22

Muhammad Abu Zahrah mengartikan harta (mal) menurut bahasa sebagai

berikut.

‫ا َ ْن ًَب ُل فًِ انهُّغَ ِخ ُك ُّم َيب َيهَّ ْكزَُّ ِي ٍْ َج ًٍِ ِْغ ْاۡل َ ْشٍَب ِء‬

Artinya: Mal (harta) dalam arti bahasa adalah segala sesuatu yang engkau

miliki.

Sedangkan Wahbah Zuhaili mengemukakan pengertian harta (mal) menurut

bahasa sebagai berikut.

ً‫ػ ًٍُْب أ َ ْٔ َي ُْفَؼَخ‬ َ ‫بٌ ثِ ْبن ِف ْؼ ِم‬


َ ٌَ‫ع َٕا ٌء أ َ َكب‬ ُ ‫غ‬ ِ ْ ُِ‫ ُك ُّم َيب ٌُ ْمزََُى ٌََٔ ُح ْٕ ُص‬: ‫انًبل‬
َ َْ ‫اْل‬

Artinya: Mal (harta) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan dan diperoleh

manusia secara langsung, baik berupa benda maupun manfaat.

Dapat diambil intisari bahwa pengertian harta (mal) menurut bahasa adalah

setiap barang yang mungkin dimiliki oleh manusia, baik berupa benda („ain)

seperti emas, perak, tanah dan rumah, maupun manfaat seperti kendaraan, pakaian

dan tempat tinggal.41 Pengertian harta (mal) menurut istilah yang dikemukakan

oleh para ulama adalah sebagai berikut:

1) Menurut Ulama Hanafiyah

Wahbah Zuhaili mengutip definisi harta menurut ulama hanafiyah sebagai

berikut.

ُ ‫ا َ ْن ًَب ُل ُْ َٕ ُك ُّم َيبٌُ ًْ ِك ٍُ ِحٍَبصَ رُُّ َٔئِح َْش‬


َ ِّ ِ‫اصُِ ٌَُٔ ُْزَفَ ُغ ث‬
ً ‫ػبدَح‬

41
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 55
23

Artinya: Harta adalah segala sesuatu yang mungkin diambil dan dikuasai serta

dimanfaatkan menurut adat kebiasaan.

Dapat dipahami dari beberapa definisi tersebut bahwa harta harus memiliki

dua unsur, yaitu:

a) Dimiliki dan dikuasai. Apabila sesuatu itu tidak bisa dimiliki dan

dikuasai, maka tidak dianggap harta. Contohnya seperti udara dan panas

matahari.

b) Dapat dimanfaatkan menurut adat kebiasaan. Apabila sesuatu itu tidak

bisa dimanfaatkan menurut adat kebiasaan maka tidak dianggap sebagai

harta. Contohnya seperti satu biji beras, atau satu tetes air. Demikian pula

benda-benda yang tidak bisa dimanfaatkan dalam keadaan biasa, seperti

daging bangkai, tidak dianggap sebagai harta (mal).42

2) Menurut Jumhur Fuqaha

Sedangkan jumhur fuqaha mendefinisikan harta (mal) sebagai berikut;

َ ِ‫ُك ُّم َيبنَُّ لِ ٍْ ًَخٌٌَ ْهضَ ُو ُيزْ ِهفَُّ ث‬


ِّ َِ‫ض ًَب‬

Artinya: Harta adalah Segala sesuatu yang mempunyai nilai dan dikenakan

ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya.43

Harta adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai, baik berupa benda yang

kelihatan, seperti emas dan perak maupun yang tidak kelihatan, seperti hak dan

42
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, ... h. 56
43
Nasroen Haroen, Fiqh muamalah, Cet. 2, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000 ), h.73
24

manfaat. Definisi ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Imam

Syafi‟i, yaitu:

‫ػهَى َيبنَُّ لِ ٍْ ًَخٌ ٌُجَبعُ فِ ٍْ َٓب ٌََٔ ْهضَ ُو ُيزْ ِهفَّ َٔ ِئ ٌْ لَهَّذ‬
َ ‫ََل ٌَمَ ُغ اِ ْع ُى َيب ٍل ئ َ ََّل‬

Artinya: Tidak termasuk dalam kelompok harta (mal) kecuali sesuatu yang

mempunyai nilai, dapat dijual dan orang yang merusaknya diwajibkan

mengganti kerugian walaupun sedikit.

Dilihat dari dua definisi tersebut bahwa adanya perbedaan pandangan antara

Hanafiyah dan jumhur. Hanafiyah memandang bahwa manfaat dari suatu benda

bukan termasuk harta. Sedangkan jumhur ulama memandang bahwa manfaat

termasuk harta, sebab yang penting dari suatu benda adalah manfaatnya bukan

zatnya, yang dimaksud manfaat ialah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari

benda yang tampak, seperti menempati rumah atau mengendarai mobil. Demikian

pula hak yang berkaitan dengan harta, oleh Hanafiyah tidak dipandang sebagai

harta karena tidak bisa dikuasai zatnya. Akan tetapi, jumhur ulama berpendapat

bahwa hak milik dianggap sebagai harta, sebab dapat dikuasai dengan menguasai

pokoknya.44

Implikasi dari perbedaan pendapatan tersebut terlihat dalam contoh berikut:

Apabila seseorang merampas atau menggunakan kendaraan orang lain tanpa izin,

menurut jumhur, orang itu dapat dituntut ganti rugi, karena manfaat kendaraan itu

mempunyai nilai harta. Mereka berpendirian bahwa manfaat sesuatu benda

merupakan unsur terpenting dalam harta, karena nilai harta diukur pada kualitas

44
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 57
25

dan kuantitas manfaat benda. Akan tetapi, ulama Hanafiyah mengatakan bahwa

penggunaan kendaraan orang lain tanpa izin, tidak dapat dituntut ganti rugi,

karena orang itu tidak mengambil haknya, tetapi hanya sekedar memanfaatkan

kendaraan, sementara kendaraannya tetap utuh. Namun demikian ulama

Hanafiyah tetap dapat membenarkan pemanfaatan milik orang lain tanpa izin. 45

Sebagai penegasan ulama Hanafiyah mendefinisikan harta sebagai sesuatu

yang berwujud dan dapat disimpan sehingga sesuatu yang tidak berwujud dan

tidak dapat disimpan tidak termasuk harta, seperti hak dan manfaat. Ulama

Hanafiyah membedakan antara harta dengan milik. Milik adalah sesuatu yang

dapat digunakan dan tidak dicampuri penggunaanya oleh orang lain. Adapun harta

adalah sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan. Dalam

penggunaanya, harta dapat dicampuri oleh orang lain. Jadi, menurut ulama

Hanafiyah, yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a‟yan).46

Salah seorang fukaha Mutaakhirin, Mustaq Ahmad Al-Zarqa juga

menyatakan bahwa harta adalah:

ِ َُّ‫د لِ ٍْ ًَ ٍخ َيب ِدٌَّّ ٍخ ُيزَذَا ِٔنَ ٍخ ثٍٍََْ ان‬


‫بط‬ َ ‫ُك ُّم‬
ِ ‫ػٍ ٍٍْ رَا‬

Artinya: Segala zat („ain) yang berharga, bersifat materi dan beredar di

antara manusia.47

45
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufran Ihsan & Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
KENCANA, 2012), h. 18
46
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h. 9-10
47
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufran Ihsan, & Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
KENCANA, 2012), h. 18
26

Definisi harta atau mal adalah unsur penting dalam hukum kontrak Islam.

Mal didefinisikan sebagai sesuatu yang berwujud, yang mana sifat manusia yang

akan selalu condong kepadanya.48 Secara sederhana harta juga memiliki arti

sesuatu yang dapat dimiliki. Ia juga termasuk salah satu sendi bagi kehidupan

manusia di dunia, karena tanpa harta atau secara khusus makanan manusia tidak

akan bertahan hidup.49 Harta adalah sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan

tabiatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya. 50

Dari beberapa definisi harta tersebut, dapat peneliti simpulkan bahwa harta

adalah segala sesuatu yang berwujud dan bernilai, dapat dimiliki oleh manusia

untuk disimpan dan dimanfaatkan yang berbentuk materi baik berupa uang, emas,

perak, ataupun kebutuhan sandang. Dalam penelitian ini, harta yang akan diteliti

berkaitan dengan sesuatu yang bernilai dan dapat disimpan di bank seperti uang

dan emas.

2. Karakteristik Harta Haram

Pada dasarnya, bahwa asal sesuatu yang diciptakan Allah adalah halal dan

mubah. Tidak ada satupun yang haram, kecuali karena ada nas yang sah dan tegas

dari syari‟ (yang berwenang membuat hukum itu sendiri, yaitu Allah dan Rasul)

yang mengharamkannya.51

‫ػهَى انزَّح ِْشٌ ِْى‬ ِ ‫ص ُم فًِ اۡل َ ْشٍَب َء‬


َ ‫اْلثَب َح ِخ َحزَّى ٌَذُ ُّل انذَ ِن ٍْ ُم‬ ْ َ ‫ا َ ْۡل‬
48
Frank E. Vogel & Samuel L. Hayes, III, Hukum Keuangan Islam, Konsep Teori dan
Praktik, terj. M. Shobirin Asnawi, et.al, dari judul aslinya “Islamic Law and Finance; Religion,
Risk, and Return, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2007), h. 116-117
49
Amir Syarifuddin, Garis-garis Buku Besar Fiqh, Ed. 1, (Jakarta: KENCANA, 2012), h.
177
50
Rahmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Press, 2000), h. 21
51
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, (Jakarta: Rabbani Press, 2008), h. 19
27

Artinya: Hukum asal segala sesuatu itu adalah kebolehan (mubah), sampai ada

dalil yang menunjukkan keharamannya.

Begitu pula dengan harta. Harta pada asalnya hukumnya halal atau mubah,

yang membuat harta menjadi haram itu disebabkan adanya dalil yang

menunjukkan keharamannya esensinya dan karena sebab cara memperolehnya.

Harta haram adalah segala sesuatu yang berwujud dan bernilai, yang dapat

disimpan, dan dimanfaatkan pada waktu tertentu yang meliputi uang, emas, atau

kebutuhan sandang dan pangan yang diperoleh atau didapat dari jalan yang

dilarang oleh aturan syariat Islam.

Para Ulama membagi harta haram menjadi dua:52

1. Harta haram karena zatnya yaitu harta yang haram pada asal dan sifatnya, ini

menyangkut semua yang diharamkan syariat dengan sebab tertentu pada

zatnya, tidak terpisah dalam segala keadaan.53 Seperti minuman keras,

bangkai, dan lain-lain. Pengharaman barang-barang tersebut dijelaskan dalam

beberapa ayat:

ُ ‫ٱَّلل ِثِۦّ َٔ أٱن ًُ أُ َخ ُِمَخُ َٔ أٱن ًَ إٔلُٕرَح‬


ِ َّ ‫ٌش َٔ َيب َٰٓ أ ُ ِْ َّم ِنغ أٍَ ِش‬ ِ ‫ػهَ أٍ ُك ُى أٱن ًَ أٍزَخُ َٔٱنذَّ ُو َٔنَ أح ُى أٱن ِخ‬
ِ ‫ُض‬ َ ‫ُح ِ ّش َي أذ‬
ْ‫ت َٔأٌَ ر أَغز أَم ِغ ًُٕا‬ ِ ‫ص‬ ُ ُُّ‫ػهَى ٱن‬ َّ ‫َٔ أٱن ًُز ََش ِدٌَّخُ َٔٱنَُّ ِطٍ َحخُ َٔ َيب َٰٓ أ َ َك َم ٱن‬
َ ‫غجُ ُغ ِئ ََّل َيب رَ َّك أٍز ُ أى َٔ َيب رُ ِث َح‬
ُ‫ٱخش إَٔ ِۚ ٌِ أٱنٍَ إٔ َو أ َ أك ًَ أهذ‬ ٌۗ َٰ َٰ
‫ظ ٱنَّزٌٍَِ َكفَ ُشٔاْ ِيٍ دٌُِِ ُك أى فَ ََل ر أَخش إَٔ ُْ أى َٔ أ‬ َ ِ‫ثِ أٱۡل َ أصنَ ِِۚى رَ ِن ُك أى فِ أغ ٌك أٱنٍَ إٔ َو ٌَئ‬
‫ص ٍخ غ أٍَ َش‬ َ ًَ ‫ط َّش فًِ َي أخ‬ ‫ٱْل أع َٰهَ َى د اٌُِ ِۚب فَ ًَ ٍِ أ‬
ُ ‫ٱض‬ ِ ‫ضٍذُ نَ ُك ُى أ‬ ِ ‫ػهَ أٍ ُك أى َِؼأ ًَزًِ َٔ َس‬ َ ُ‫نَ ُك أى دٌَُِ ُك أى َٔأ َ أر ًَ أًذ‬
ٖ ‫ٍّى‬ٞ ‫ٕس َّس ِح‬ ّٞ ُ‫غف‬ َّ ٌَّ ِ‫ف ِّ ِْل أث ٖى فَا‬
َ َ‫ٱَّلل‬ ٖ َِ‫ُيز َ َجب‬

52
Bambang Trim, 40 Kedahsyatan Bisnis Ala Nabi SAW, (Bandung: Karya Kita, 2008), h.
67
53
Muhammad Wildan Fawaid, Pengaruh Harta Halaldan Harta Haram Pada Umat,
Jurnal PDF, Volume. 1, Nomor. 2, (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2016), h. 68
28

Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,


(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini
orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu,
sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Q.S. al-maidah: 3)

Dengan demikian, barang-barang haram yang telah disebutkan di atas

tidak disampaikan untuk pembatasan hanya pada barang tersebut saja, tapi

semua yang menyebabkan kemudharatan kepada manusia dianalogikan

kepadanya, seperti narkotik dan berbagai jenis rokok yang sudah pasti

membahayakan manusia.

2. Harta haram karena sebab tertentu atau harta haram karena cara

mendapatkannya. Harta haram yang demikian adalah semua yang diharamkan

syariah karena pensifatannya dan bukan asal zatnya, karena sebab

pengharamannya tidak ada pada zat dan hakekatnya, tapi datang dari sebab

luar yang terpisah dari zat tersebut. Contohnya seperti harta riba. Harta riba

tidak diharamkan zatnya, tapi diharamkan pada sifatnya, karena zat hartanya

halal namun menjadi haram karena orang yang mengusahakannya, karena

didapatkan dengan cara yang dilarang syariat.


29

Najis

Zat (esensinya) Memabukkan

Judi

Harta Haram
Kriminal

Riba

Sumber Luar Mudarat

Suap
a. Harta haram karena zatnya (esensinya)

1) Najis

Najis adalah sesuatu yang menghalangi seseorang dari status suci. Dalam

kaitannya dengan makanan (harta), benda najis haram untuk dimakan, baik benda

itu aslinya merupakan benda najis ataupun makanan yang suci yang terkena atau

terkontaminasi oleh najis. Intinya, semua benda najis haram dimakan/dikonsumsi

atau digunakan. Dalam fikih kuliner, ketentuan yang berlaku adalah semua benda

yang termasuk najis, hukumnya haram dimakan atau digunakan. Alasannya,

benda najis itu pada dasarnya semuanya kotor.54

Hukum asal najis adalah dimusnahkan dan dijauhkan dari lingkungan tempat

seorang muslim mendekatkan diri kepada Rabbnya. Namun terkadang sebagian

najis memiliki nilai ekonomis di mata sebagian manusia sehingga mereka mau

membeli najis tersebut dari orang lain.55 Agar seorang muslim benar-benar bersih

54
Ahmad Sarwat, Halal atau Haram?, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2017), h.
31
55
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2018), h. 56
30

tubuhnya dari najis dan darah serta dagingnya bersih dari makanan yang dibeli

dari hasil penjualan najis, maka Allah SWT., menutup celah ini dengan sabda

Rasulullah SAW., yang artinya:

Jabir bin Abdullah telah mendengar Rasulullah SAW., bersabda ketika


Fathu Makkah:”Sesungguhnya Allah SWT., dan Rasulullah SAW., telah
mengharamkan penjualan khamr, bangkai, babi, dan patung.”
Kemudian ditanya: “Ya Rasulullah SAW., bagaimana dengan lemak
gajih bangkai?” Jawab Rasulullah SAW., “Tidak boleh, tetap haram
menjualnya”. (HR. Bukhari)56

Oleh karena itu, hasil penjualan najis merupakan harta haram dan pelakunya

dilaknat oleh Allah SWT., sebagaimana ia melaknat orang yahudi. 57 Salah satu

bentuk dari najis adalah sebagai berikut.

a) Bangkai

Yang dimaksud dengan bangkai adalah hewan darat yang mati tanpa

disembelih atau dibunuh dengan cara yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat

Islam. Bangkai hewan yang hidup di darat dan mengalir darahnya saat di potong

bagian tubuhnya disepakati oleh para ulama bahwa hukumnya najis, sebagaimana

yang dinukil oleh Ibnu Rusyd.

Hewan mati yang termasuk bangkai antara lain yaitu; hewan yang mati tanpa

diputuskan urat saluran pernafasan dan urat saluran makanan, hewan ternak yang

disembelih tanpa mengucapkan “bismillah”, dan hewan yang disembelih oleh non

muslim.58 Landasan ijma‟ diantaranya:

56
Muhammad Fu‟ad Abdul Baqi, Hadis Shahih Bukhari –Muslim, Jilid 2, (Jakarta: PT
Elex Media Komputindo, 2021), h.264
57
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2018), h. 57
58
Erwandi Tarmizi, Harta Haram, ... h. 67-69
31

ُ‫ٱَّلل ِثِۦّ َٔ أٱن ًُ أُ َخُِمَخُ َٔ أٱن ًَ إٔلُٕرَح ُ َٔ أٱن ًُز ََش ِدٌَّخ‬
ِ َّ ‫ٌش َٔ َيب َٰٓ أ ُ ِْ َّم ِنغ أٍَ ِش‬ ِ ‫ػهَ أٍ ُك ُى أٱن ًَ أٍزَخُ َٔٱنذَّ ُو َٔنَ أح ُى أٱن ِخ‬
ِ ‫ُض‬ َ ‫ُح ِ ّش َي أذ‬

َّ ‫َٔٱنَُّ ِطٍ َحخُ َٔ َيب َٰٓ أ َ َك َم ٱن‬


ٖ ...‫غجُ ُغ ِئ ََّل َيب رَ َّك أٍز ُ أى‬

Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging

hewan) yang disembelih atas nama selain Allah SWT., yang tercekik,

yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,

kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, (Q.S. al-Maidah : 3)

b) Darah

Di antara bentuk najis adalah darah yang mengalir akibat hewan disembelih.

Adapun darah yang tidak mengalir, seperti darah yang tersisa di dalam daging dan

urat hewan setelah disembelih, hukumnya halal dan boleh dimakan. Sebagaimana

Allah SWT., berfirman dalam al-Qur‟an;

َ ‫بؽ َٔ ََل‬
‫ػ ٖبد‬ ٖ َ‫ٱضط َّش غ أٍَ َش ث‬ ِ ۖ َّ ‫ٌش َٔ َيب َٰٓ أ ُ ِْ َّم ثِِۦّ ِنغ أٍَ ِش‬
ُ ‫ٱَّلل فَ ًَ ٍِ أ‬ ِ ‫ػهَ أٍكُ ُى أٱن ًَ أٍزَخَ َٔٱنذ ََّو َٔنَ أح َى أٱن ِخ‬
ِ ‫ُض‬ َ ‫ئََِّ ًَب َح َّش َو‬

ّٞ ُ‫غف‬
ٔ٧ٖ ‫ٕس َّس ِحٍ ٌى‬ َ َ‫ٱَّلل‬ َ ‫َل ئِ أث َى‬
َّ ٌَّ ِ‫ػهَ أٍ ِۚ ِّ ئ‬ َٰٓ َ َ‫ف‬

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,


daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama)
selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
(memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah: 173)

َ ‫بؽ َٔ ََل‬
‫ػ ٖبد‬ ٖ َ‫ٱضط َّش غ أٍَ َش ث‬ ِ َّ ‫ٌش َٔ َيب َٰٓ أ ُ ِْ َّم ِنغ أٍَ ِش‬
ُ ‫ٱَّلل ثِ ِۖۦّ فَ ًَ ٍِ أ‬ ِ ‫ػهَ أٍكُ ُى أٱن ًَ أٍزَخَ َٔٱنذ ََّو َٔنَ أح َى أٱن ِخ‬
ِ ‫ُض‬ َ ‫ئََِّ ًَب َح َّش َو‬

ّٞ ُ‫غف‬
ٔٔ٘ ‫ٍّى‬ٞ ‫ٕس َّس ِح‬ َّ ٌَّ ِ‫فَا‬
َ َ‫ٱَّلل‬

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan)


bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan
32

menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa


memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui
batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Q.S. al-Nahl : 115)

Allah SWT., mengharamkan darah untuk dimakan, serta menggandengkan

hukum haramnya dengan bangkai. Dan bangkai adalah najis maka hukum

haramnya darah juga karena sifat najisnya.59

Para ulama telah sepakat bahwa tidak sah menjual darah yang mengalir dari

hasil sembelihan, karena darah tersebut hukumnya najis, dan najis tidak sah

diperjual belikan. Maka hasil keuntungan menjual darah termasuk harta haram.

Sebagaimana sabda Rasulullah SAW.,

c) Kotoran (Tinja) dan Air Kencing (Urine)

Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis menurut

jumhur ulama. Abu Hanifah mengatakan kotoran manusia termasuk najis berat,

sedangkan Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan najis ringan. Dasar kenajisan

kotoran tinja adalah sabda Rasulullah SAW.,60 yang artinya:

Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Al Aswad dari bapaknya bahwa ia


mendengar Abdullah berkata; Rasulullah SAW., mendatangi tempat buang
hajat, lalu beliau memerintahkan kepadaku untuk membawakan tiga batu,
aku pun mendapatkan dua batu lalu mencari yang ketiga namun tidak
kutemukan. Akhirnya aku mengambil kotoran binatang (yang mengeras)
dan membawanya kepada Rasulullah SAW. Beliau mengambil kedua batu
itu dan membuang kotoran binatang tersebut seraya bersabda, „ini adalah
kotor (najis)‟. (HR. Bukhari)61

59
Erwandi Tarmizi, Harta Haram ... h. 85-86
60
Ahmad Sarwat, Halal atau Haram?, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2017), h.
39
61
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jilid 2,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 75
33

Maka, dapat penulis simpulkan bahwa, setiap benda yang zatnya (esensinya)

adalah najis, haram untuk dimakan, dikonsumsi, atau diperjual belikan, karena

najis hukumnya adalah haram. Sehingga, uang yang berasal dari penjualan najis

adalah harta haram.

2) Memabukkan

Mabuk dalam Syariat Islam adalah hilang akal. Seseorang yang mabuk tidak

bisa berpikir normal dengan akal sehatnya. Akalnya hilang berganti halusinasi dan

khayalan. Orang mabuk juga sulit membedakan mana yang nyata mana yang

tidak. Mabuk disebut dengan istilah iskar (mabuk) dan „illat (kecacatan) dari

haramnya khamar adalah memabukkan. Adapun definisi atau batasan orang

mabuk menurut para ulama seperti Al-Malikiyah, As-Syafi‟iyah dan Al-

Hanabilah adalah orang yang meracau dan perkataanya campur aduk.

Sedangkan menurut pendapat Imam Abu Hanifah, batasan mabuk adalah

makanan atau minuman yang apabila dikonsumsi akan membuat pelakunya

kehilangan akal sehingga tidak bisa memahami sesuatu. Orang yang mabuk

adalah orang yang tidak bisa membedakan mana langit dan mana bumi, juga tidak

bisa membedakan mana laki-laki dan mana wanita.62

Obat-obatan yang disalahgunakan dan narkotika juga termasuk haram karena

bisa membahayakan tubuh manusia. Khamar yang memabukkan disebut induk

kejahatan karena orang yang mabuk akan hilang kendali atas kesadarannya.

Meminum khamar termasuk salah satu dosa besar.

62
Ahmad Sarwat, Halal atau Haram?... h. 52-55
34

Khamar adalah minuman yang memabukkan terbuat dari air perasan anggur

yang telah difermentasikan, atau dari air apa saja yang memabukkan. 63 Definisi

ini didasarkan oleh hadis Rasulullah SAW., yang artinya:

Dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah SAW., bersabda,


“Sesungguhnya segala sesuatu yang memabukkan adalah khamar,
sedang segala sesuatu yang memabukkan hukumnya haram. Siapa yang
mati karena meminum khamar atau kecanduan khamar, maka dia tidak
akan meminumnya di akhirat”. (HR. Muslim)64

Firman Allah SWT.,

َ َٰ ٍ‫ش أ‬
‫ط ٍِ فَ أ‬
ُُِٕ‫ٱجزَُِج‬ َ ٍ‫ّظ ِ ّي أ‬ٞ ‫بة َٔ أٱۡل َ أص َٰنَ ُى ِس أج‬
َّ ‫ػ ًَ ِم ٱن‬ ُ ‫ص‬َ ََ‫َٰ ٌََٰٓأٌَُّ َٓب ٱنَّزٌٍَِ َءا َيُُ َٰٕٓاْ ِئََّ ًَب أٱنخ أًَ ُش َٔ أٱن ًَ أٍغ ُِش َٔ أٱۡل‬

٦ٓ ٌَُٕ‫نَؼَهَّ ُك أى ر ُ أف ِهح‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (Q.S. al-Maidah:
90)

Seorang muslim bukan saja haram untuk meminum khamar, namun juga

haram untuk memiliki dan menyimpannya sebagai koleksi, apalagi menjual atau

membelinya.65 Rasulullah SAW., bersabda, yang artinya:

Dari Al A‟masy, dari Abu Adh-Dhuha, dari Masruq, dari Aisyah RA.,

“Ketika turun ayat-ayat terakhir surah al-Baqarah, Rasulullah SAW.,

63
Erwandi Tarmizi, Harta Haram ... h. 101
64
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan Abu Daud, Buku 2, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), h. 670
65
Ahmad Sarwat, Halal atau Haram?, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2017), h.
78
35

keluar dan bersabda, „Telah diharamkan jual beli khamar‟.”(HR.

Bukhari)66

Dari dalil-dalil yang begitu banyak dan tegas maka seluruh ulama sepakat

bahwa haram hukumnya memproduksi, menjual dan mengkonsumsi khamar, dan

harta yang diperoleh dari hasil memproduksi, menjual, mendistribusikan, dan jasa

menuangkan khamar (pelayan) adalah harta haram.67

3) Mudarat

Pada dasarnya, tindakan yang berakibat mudarat termasuk membunuh diri

sendiri adalah haram. Sebagaimana firman Allah SWT.,

َّ ٌَّ ‫ٱَّلل َٔ ََل ر ُ أهمُٕاْ ثِأ َ أٌذٌِ ُك أى ِئنَى ٱنزَّٓأ هُ َك ِخ َٔأ َ أح ِغُُ َٰٕٓ ِۚاْ ِئ‬
ٔ٦٘ ٍٍَُِ‫ٱَّللَ ٌ ُِحتُّ أٱن ًُ أح ِغ‬ َ ًِ‫َٔأ ََ ِفمُٕاْ ف‬
ِ َّ ‫عجٍِ ِم‬

Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah SWT., dan

janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan

berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah SWT., menyukai orang-

orang yang berbuat baik. (Q.S. al-Baqarah:195)

66
Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jilid 12,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2010), h. 407
67
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2018), h. 106
36

b. Harta haram karena sebab luar (cara memperolehnya)

1) Kriminal

Bentuk pengambilan harta orang lain dengan jalan haram antara lain lewat

tindak kriminal seperti pencurian, pemerasan, perampokan, penjambretan, dan

penjarahan.

Harta yang didapat dengan cara haram tidak akan bisa menjadi halal, bersih,

atau suci dengan diinfakkan, disedekahkan, atau didonasikan kepada orang-orang

fakir. Yang wajib dilakukan atas harta haram itu adalah dikembalikan kepada

yang berhak. Selama yang memiliki tidak meridhainya, urusannya akan terus

berlanjut sampai ke akhirat.68

Bentuk-bentuk cara memperoleh harta dari tindak kriminal, antara lain:

a) Pencurian adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi

dari tempat peenyimpanan barang atau harta kekayaan tersebut, 69 dalam al-

Qur‟an disebutkan tentang kewajiban dipotong tangannya bagi siapapun yang

mengambil harta orang lain dengan cara mencuri.

ٌ ‫ػ ِض‬
ٖ١ ‫ٍّى‬ٞ ‫ٌض َح ِك‬ ِ ٌۗ َّ ٍَ‫غجَب ََ َٰ َك اَل ِ ّي‬
َّ َٔ ‫ٱَّلل‬
َ ُ‫ٱَّلل‬ َ ‫بسلَخُ فَ أٱل‬
َ َ‫طؼُ َٰٕٓاْ أ َ أٌ ِذٌَ ُٓ ًَب َجضَ آَٰ َۢ َء ِث ًَب ك‬ ِ ‫غ‬َّ ‫بس ُق َٔٱن‬
ِ ‫غ‬َّ ‫َٔٱن‬

Artinya: Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah

tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka

kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah SWT., dan Allah Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. al-Maidah: 38)

68
Ahmad Sarwat, Halal atau Haram?, ... h.191
69
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 101
37

b) Perampasan atau penodongan

Perampasan adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau

sekelompok orang untuk mengambil dan menguasai secara paksa harta orang lain

dengan menakut-nakuti atau membunuh korban,70 sedangkan pencurian dilakukan

tanpa sepengetahuan yang punya. Orang yang merampas harta orang lain secara

terang-terangan disebut dengan hirabah. Hukumannya sangat keras, yaitu dibunuh

atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau

dibuang dari negeri. Ketentuan ini telah ditegaskan oleh Allah SWT., dalam al-

Qur‟an.
َٰٓ
ٔ‫صهَّج َُٰٕٓاْ أ َ أ‬
َ ٌُ ٔ‫غبدًا أٌَ ٌُمَزَّهُ َٰٕٓاْ أ َ أ‬ ِ ‫عٕنَ ۥُّ ٌََٔ أغؼَ إٌَٔ فًِ أٱۡل َ أس‬
َ َ‫ض ف‬ ِ ‫ِئََّ ًَب َج َٰضَ ُؤاْ ٱنَّزٌٍَِ ٌُ َح‬
َّ ٌَُٕ‫بسث‬
ُ ‫ٱَّللَ َٔ َس‬

ِۚ ِ ‫ط َغ أ َ أٌذٌِ ِٓ أى َٔأ َ أس ُجهُ ُٓى ِ ّي أٍ ِخ َٰهَفٍ أ َ أٔ ٌُُفَ إٔاْ ِيٍَ أٱۡل َ أس‬
ِ‫ّي فًِ ٱنذ أٍََُّ ۖب َٔنَ ُٓ أى فًِ أٱۡل َٰٓ ِخ َشح‬ٞ ‫ض َٰرَ ِن َك نَ ُٓ أى ِخ أض‬ َّ َ‫رُم‬

ٖٖ ‫ػ ِظٍ ٌى‬ ٌ َ ‫ػز‬


َ ‫اة‬ َ

Artinya: Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi


Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah
mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka
dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk
mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
(Q.S. al-Maidah : 33)

c) Penggelapan

Penggelapan ialah mengambil hak orang lain dengan cara yang awalnya tidak

merupakan pengambilan, seperti meminjam harta dari satu pihak atau

menyimpannya, tetapi kemudian membawa lari uang yang dipinjamnya. 71

70
Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, ... h. 127
71
Ahmad Sarwat, Halal atau Haram?, ... h. 193-194
38

2) Riba

Harta yang didapat dari hasil riba atau renten termasuk yang haram dimakan.

Allah SWT., telah mengharamkan riba secara mutlak tanpa membedakan yang

berbunga rendah atau besar. Pada hakikatnya, riba adalah sesuatu yang dilaknat.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam firmannya:

ّ ِ ‫ٱَّللُ أٱنجَ أٍ َغ َٔ َح َّش َو‬


ٕ٧٘ ِۚۚ ... ْ‫ٱنشثَ َٰٕا‬ َّ ‫ َٔأ َ َح َّم‬...

Artinya: ...padahal Allah SWT., telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba... (Q.S. al-Baqarah: 275)

Riba di dalam bahasa Arab berarti “bertambah”. Maka segala sesuatu yang

bertambah dinamakan riba. Menurut istilah, riba berarti menambahkan beban

kepada pihak yang berhutang (dikenal dengan riba dayn) atau menambahkan

takaran pada saat melakukan tukar menukar 6 komoditi (emas, perak, gandum,

sya‟ir, kurma dan garam) dengan jenis yang sama, atau tukar menukar emas

dengan perak dan makanan dengan makanan dengan cara tidak tunai (dikenal

dengan riba bai).72

Islam telah melarang riba, (usury atau bunga) dan karenanya di dalam sistem

ekonomi yang didasarkan pada al-Qur‟an dan Sunnah tidak ada izin untuk

mencari kekayaan atau nafkah melalui bunga. 73

72
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Bogor: PT. Berkat Mulia
Insani, 2018), h.383
73
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Jakarta:
KENCANA, 2012), h. 51
39

ْ‫ظ َٰرَ ِن َك ِثأَََّ ُٓ أى لَبنُ َٰٕٓا‬ َ َٰ ٍ‫ش أ‬


ّ ِۚ ِ ًَ ‫ط ٍُ يٍَِ أٱن‬ ّ ِ ٌَُٕ‫ٱنَّزٌٍَِ ٌَ أأ ُكه‬
ُ َّ‫ٱنشثَ َٰٕاْ ََل ٌَمُٕ ُيٌَٕ ِئ ََّل َك ًَب ٌَمُٕ ُو ٱنَّزِي ٌَز َ َخج‬
َّ ‫طُّ ٱن‬

َ ‫ٱنشثَ َٰٕ ِۚاْ فَ ًٍَ َجب َٰٓ َء ۥُِ َي إٔ ِػ‬


‫ّخ ِ ّيٍ َّس ِثِّۦّ فَٱَز َ َٓ َٰى فَهَ ۥُّ َيب‬ٞ ‫ظ‬ َّ ‫ٱنشثَ َٰٕ ٌۗاْ َٔأ َ َح َّم‬
ّ ِ ‫ٱَّللُ أٱنجَ أٍ َغ َٔ َح َّش َو‬ ّ ِ ‫ِئََّ ًَب أٱنجَ أٍ ُغ ِي أث ُم‬
َٰٓ
ٕ٧٘ ٌَُٔ‫بس ُْ أى فٍِ َٓب َٰ َخ ِهذ‬ ُ ‫ػبد َ فَأ ُ ْٔ َٰنَئِ َك أَصأ َٰ َح‬
ِۖ َُّ‫ت ٱن‬ ِ ۖ َّ ‫ف َٔأ َ أي ُش َٰٓۥُِ ِئنَى‬
َ ٍ‫ٱَّلل َٔ َي أ‬ َ َ‫عه‬
َ

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri


melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah SWT., telah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah SWT., Orang yang
kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. al-Baqarah : 275)

Betapa buruknya riba dan betapa besar dosanya. Baik al-Qur‟an maupun

Sunnah mengutuk riba dengan kutukan yang paling keras. Menurut al-Qur‟an,

riba yang umumnya diterjemahkan sebagai bunga, menurunkan kekayaan nasional

sedangkan zakat meningkatkannya. Memungut riba dalam pandangan al-Qur‟an

sama artinya dengan mengumumkan perang melawan Allah SWT., sedang

menurut Rasulullah SAW., satu dirham bunga yang diambil oleh seseorang,

sedang ia mengetahui bahwa itu riba lebih besar dosanya daripada tiga puluh

enam kali zina.74

Dampak riba terhadap pribadi dan ekonomi antara lain adalah riba dapat

merusak sumber daya manusia, riba merupakan penyebab utama terjadinya

inflasi, riba menghambat lajunya pertumbuhan ekonomi, riba menciptakan

74
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi, ... h. 53
40

kesenjangan sosial, dan riba faktor utama terjadinya krisis ekonomi global.75

Salah satu contoh riba yang terdapat di dalam transaksi keuangan bank adalah riba

dayn yaitu tambahan atau bunga dari transaksi hutang piutang. Bunga bank adalah

imbalan yang dibayar oleh peminjam atas dana yang diterimanya, bunga

dinyatakan dalam persen.

3) Judi

Salah satu cara memperoleh harta haram adalah dengan cara berjudi.

Penghasilan melalui judi dianggap oleh Islam sebagai sesuatu yang haram.

ٌۗ‫بط َٔ ِئ أث ًُ ُٓ ًَب َٰٓ أ َ أكجَ ُش ِيٍ ََّ أف ِؼ ِٓ ًَب‬


ِ َُّ‫ٍّش َٔ َي ََُٰ ِف ُغ ِنه‬ٞ ‫ّى َك ِج‬ٞ ‫ػ ٍِ أٱنخ أًَ ِش َٔ أٱن ًَ أٍغ ِِۖش لُ أم فٍِ ِٓ ًَب َٰٓ ِئ أث‬
َ ‫۞ٌَغئَهَُٕ ََك‬

ٕٔ٦ ٌَٔ‫ذ نَؼَهَّ ُك أى رَزَفَ َّك ُش‬ َّ ٍُ ٍِّ َ‫ٌَٕ لُ ِم أٱنؼَ أف ٌۗ َٕ َك َٰزَ ِن َك ٌُج‬
ِ ٌََٰ َٰٓ ‫ٱَّللُ نَ ُك ُى أٱۡل‬ ۖ ُ‫ٌََٔغئَهَُٕ ََك َيبرَا ٌُُ ِفم‬

Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah:


„Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya‟, dan
mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah:
„Yang lebih dari keperluan‟. Demikianlah Allah SWT., menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Q.S. al-Baqarah: 219)

Kata yang digunakan al-Qur‟an untuk judi adalah maisir yang secara harfiah

berarti mendapatkan sesuatu dengan amat mudah atau mendapat laba tanpa

bekerja untuknya. Bentuk-bentuk modern judi adalah lotre, teka-teki silang,

permainan kartu (dengan taruhan), hadiah (yang ditawarkan oleh beberapa

perusahaan) dan sebagainya.76

4) Suap

Suap melenyapkan keadilan dan melahirkan banyak bencana sosial ekonomi.

Islam tidak saja mengharamkan penyuapan melainkan juga mengancam kedua


75
Erwandi Tarmizi, Harta Haram ... h. 392-395
76
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam ... h. 60
41

belah pihak yang terlibat dengan neraka di akhirat. Suap adalah dosa besar dan

kejahatan kriminal di dalam suatu negara Islam.77

Suap (risywah) adalah sesuatu yang diberikan (berupa uang, barang ataupun

jasa) kepada seorang hakim atau siapapun juga, agar hakim, penjabat, aparat dan

lainnya berpihak kepada pemberi dengan melakukan apa yang diinginkannya,

baik keinginan tersebut sesuatu yang terlarang ataupun tidak.78 Sebagaimana

firman Allah SWT.;

ُّ ‫ة أ َ َٰ َّكهٌَُٕ ِنه‬
ِ ِۚ ‫غ أح‬
ٕٗ ... ‫ذ‬ ِ ‫ع َٰ ًَّؼٌَُٕ ِن أه َك ِز‬
َ

Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong,

banyak memakan yang haram ... (Q.S. al-Maidah: 42)

Sogok merusak dan menghancurkan sebuah tatanan masyarakat, menghambat

pertumbuhan ekonomi serta kemajuan sebuah negara. Hak-hak orang lemah, dakir

dan miskin akan tertindas dan tergilas pada masyarakat yang dipenuhi risywah.

Oleh karena itu, Islam sebagai agama yang menjadi rahmat bagi alam semesta

telah mengharamkan sogok dan memasukkan perbuatan ini ke dalam dosa besar

serta mengutuk setiap individu yang terlibat dengan sogok: pemberi, perantara

dan penerima.79

Rasulullah SAW., mengutuk dan mendoakan agar orang-orang yang terlibat

dalam proses sogok dijauhkan dari rahmat Allah SWT. Ibnu Umar berkata, yang

artinya:

َّ ‫ نَؼٍَ سعٕل هللا ملسو هيلع هللا ىلص‬:‫ػٍ ػجذهللا ثٍ ػًشٔ لبل‬
ً‫انشا ِشً ٔان ًُشرش‬ َ
77
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam ... h. 54
78
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, ... h.221
79
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, ... h.225-226
42

Artinya: Dari Abdullah bin Amru, ia berkata: Rasulullah SAW., melaknat orang

yang menyuap dan orang yang disuap. (HR. Abu Daud)80

Dapat penulis simpulkan bahwa, kriteria daripada harta haram itu ada dua.

Harta haram yang berasal dari zat (esensinya) yang sudah jelas dinyatakan oleh

dalil, dan harta haram yang berasal dari cara memperolehnya yang juga telah

dinyatakan keharamannya di dalam al-Qur‟an dan Hadith. Maka dari penjelasan

tersebut jelaslah perbedaan antara harta haram karena zatnya dan harta haram

karena cara memperolehnya.

C. Metode Pemisahan Harta Haram yang Bercampur dengan Harta Halal


menurut Dewan Syariah Nasional (DSN)

DSN (Dewan Syariah Nasional) adalah dewan yang dibentuk MUI untuk

menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga

keuangan syariah.81 DSN merupakan bagian dari Majelis Ulama Indonesia, yang

mempunyai tugas membantu pihak terkait, seperti Departemen Keuangan, Bank

Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ketentuan untuk lembaga

keuangan syariah. Dewan Syariah Nasional (DSN) beranggotakan para ahli

hukum Islam serta ahli dan praktisi ekonomi, terutama sektor keuangan bank

maupun non bank, yang berfungsi untuk melaksanakan tugas-tugas MUI dalam

mendorong dan memajukan ekonomi umat, disamping itu, lembaga ini pun

bertugas antara lain untuk menggali, menguji dan merumuskan nilai dan prinsip-

prinsip hukum Islam untuk dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi di


80
Muhammad Nashiruddin Al Albani, Shahih Sunan Abu Daud, Buku 2, (Jakarta:
AMZAH, 2006), h. 630
81
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan sistem
operasional, Cet. 1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 543
43

lembaga-lembaga keuangan syariah, serta mengawasi pelaksanaan dan

implementasinya.82

Fatwa secara terminologis, sebagaimana dikemukakan oleh Zamakhsyari

adalah penjelasan hukum syara‟ tentang suatu masalah atas pertanyaan seseorang

atau kelompok. Menurut Yusuf Qardawi, fatwa adalah menerangkan hukum

syara‟ dalam suatu persoalan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh

peminta fatwa baik secara perorangan atau kolektif.83

Diskusi mengenai percampuran benda yang halal dengan benda yang haram,

atau percampuran benda yang najis dengan benda yang suci terus bergulir di

kalangan pakar hukum Islam. Syaikh al-Islam Taqiy al-Din Ahmad Ibn Taimiah

al-Harani yang di Indonesia lebih dikenal dengan nama Ibn Taimiah, ia diduga

kuat telah memperkaya kaidah “idza ijtama‟ al-halal wa al-haram ghuliba al-

haram” dengan membuat kaidah baru sebagai “lanjutan” dari kaidah tersebut.

Ibn Taimiah ditanya tentang dua hal: 1) status hukum (halal atau haramnya) harta

pengusaha yang sebagian besar hartanya berasal dari hasil usaha sektor/bidang

usaha yang haram, antara lain usaha hiburan yang menampilkan tarian telanjang

(striptease) atau perjudian; dan 2) status hukum (halal atau haramnya) harta para

pemimpin yang memperoleh/mendapatkan harta secara tidak halal (melalui

korupsi atau gratifikasi).84

82
Ahyar Ari Gayo & Ade Irawan Taufik, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia Dalam Mendorong Perkembangan Bisnis Perbankan Syariah
(Perspektif Hukum Perbankan Syariah), Jurnal PDF, Volume. 1, Nomor.2, (Jakarta: Kementerian
Hukum dan HAM RI, 2012), h. 260
83
Ma‟ruf Amin, Fatwa Dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: eLSAS, 2008), h. 19
84
Jamaluddin, Mengembangkan Teori Tafriq Al-halal-an Al-haram & I‟adat Al-nazhar
Perspektif Hukum Islam, (Jurnal PDF), Volume 25 Nomor 2 September 2014,
http://www.google.com didownload pada tanggal 3 September 2020, h. 302
44

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Ibn Taimiah menjelaskan

bahwa: 1) apabila dalam harta pengusaha atau pemimpin tersebut tercampur

antara harta yang halal dengan harta yang haram karena sektor usaha yang

dilakukannya termasuk syubhat, maka jangan dihukumi haram kecuali setelah

diketahui secara pasti tentang keharamannya, dan tidak boleh pula dihukumi halal

kecuali setelah diketahui secara pasti tentang kehalalannya. Apabila mayoritas

(kebanyakan) harta mereka termasuk harta yang halal, maka tidak boleh dihukumi

haram; sedangkan apabila mayoritas harta mereka termasuk harta yang haram,

maka boleh dihukumi haram; 2) apabila dalam harta mereka terdapat harta yang

haram dan yang halal, dan semuanya telah tercampur (ikhtilath), maka harta yang

haram adalah haram secara hukum, sedangkan harta yang halal adalah halal secara

hukum; yang boleh digunakan adalah harta yang halal dengan cara memilah atau

memisahkan dan/atau mengambil harta yang berdasarkan analisis faktual

termasuk harta yang diperoleh dengan cara yang halal untuk digunakan. 85

Penjelasan tersebut kemudian dibingkai dalam suatu kaidah lanjutan;

ََّ‫ظ ِث ًَب ِن ِّ ا َ ْن َح ََل َل َٔ ْان َح َشا ُو ْخ ِش َج لَذْ َس ْان َح َشا ْو َٔ ْانجَبلًِ َح ََل ن‬
َ َ‫َي ٍْ اِ ْخز َه‬

Artinya: Siapa saja yang hartanya bercampur antara harta yang halal dengan

harta yang haram, keluarkanlah kadar harta yang haram, dan harta

85
Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam Sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi Syariah Di
Indonesia, (Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017), h. 40
45

yang tersisa yaitu setelah dipisahkan dan/atau dikeluarkan kadar harta

yang haramnya adalah harta yang halal baginya.86

Ketika menafsirkan ayat: ”...jika kamu bertaubat, maka bagimu pokok

hartamu...” (Q.S. al-Baqarah: 279) Ibn Arabi al-Maliki dalam kitab Ahkam al-

Qur‟an sejalan dengan kaidah yang dikemukakan Ibn Taimiah tersebut, bahkan ia

mengkiritik pendapat yang menyatakan bahwa ”apabila harta yang halal

tercampur dengan harta yang haram sehingga tidak dapat

dipilah/dibedakan/dipisah, kemudian kadar harta haram yang tercampur dengan

harta halal tersebut diambil (dikeluarkan, dipisahkan), maka harta yang tersisa

tetap tidak halal dan tidak thayyib, karena boleh jadi bagian yang dikeluarkan itu

merupakan bagian yang halal dan yang tersisa adalah bagian harta yang

haram.” Ibn Arabi al-Maliki menegaskan bahwa pendapat tersebut merupakan

sikap berlebihan dalam melaksanakan penyimpangan dari ajaran agama Islam.

Kemudian, Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan dalam kitab Mausu„at al-

Qawa„id al-Fiqhiyyah, menjelaskan kaidah tersebut, bahwa apabila dalam harta

seseorang yang merupakan hasil usaha yang halal tercampur dengan harta yang

merupakan hasil usaha yang tidak halal, maka dapat dilakukan dua cara berikut: 1)

dalam hal harta tersebut merupakan harta yang dapat dipilah-pilah atau

dipisahkan, dibedakan mana yang halal dan mana yang haram, maka harta yang

haram harus dikeluarkan (dipisahkan), dan 2) apabila harta yang bercampur

tersebut merupakan harta yang tidak dapat dipilah-pilah misalnya uang, maka

86
Kaidah pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal, yang kemudian
dikenal dengan teori tafriq al-halalan al-haram yang telah dicetus dan dikembangkan oleh
IbnTaimiah.
46

harus dilakukan penghitungan secara cermat, lalu kadar bagian yang haram harus

dipisahkan dan sisanya adalah harta yang halal baginya. Bagian harta yang haram

tersebut -artinya diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum Islam-

wajib dikembalikan kepada pemiliknya yang sah; jika si pemilik tidak diketahui,

maka harta tersebut disedekahkan atas nama pemilik.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa, kaidah “idza ijtama‟ al-halal wa

al-haram ghuliba al-haram” hanya dapat digunakan terhadap percampuran harta

yang tidak mungkin dibeda-bedakan lagi atau dipisah antara yang satu dengan

yang lain, baik secara hakiki maupun secara hukmi; sedangkan kaidah “man

ikhtalatha bi malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram wa al-baqi halal

lah” dapat digunakan terhadap percampuran harta yang memungkinkan dilakukan

pembedaan atau pemisahan antara yang satu dengan yang lain. 87

Pemisahan antara yang halal dari yang haram dapat dilakukan dalam hal

yang diharamkan tidak termasuk haram karena substansinya (haram lidzatih).

Teori ini dapat dirumuskan bahwa harta atau uang dalam persepektif fiqh

bukanlah benda haram karena zatnya („ainiyah) tapi haram karena cara

memperolehnya yang tidak sesuai syariah (ligairih). Oleh karena itu, apabila

tercampur uang yang halal dengan uang yang haram karena proses

mendapatkannya tidak sesuai syariah, sementara jumlah uang yang haram

dikira/dihitung, maka keluarkanlah uang dengan jumlah tertentu yang diyakini

haram; bearti uang yang tersisa adalah halal hukumnya. Teori tafriq yang

dikembangkan selain mengacu pada kaidah yang dirumuskan oleh Ibnu Taimiah

87
Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum Islam ... h. 42
47

sebagaimana dipaparkan di atas, juga berdasarkan pada fatwa Ibnu Shalah, Imam

Nawawi, dan Ibn Qayyim al-Jauziyyah, yaitu:88 Ibn Shalah berfatwa bahwa dalam

hal terjadi percampuran antara uang yang halal dengan uang yang haram yang

tidak dapat dibedakan secara pasti, jalan keluarnya adalah memisahkan (baca:

mengeluarkan) uang yang haram, dan gunakanlah sisanya (yang halal). Dalam hal

pemilik uang yang haram masih dapat diketahui, maka uang tersebut harus

dikembalikan kepada pemiliknya. Apabila pemiliknya sudah tidak diketahui (atau

diketahui tapi tidak ada), maka uang haram tersebut harus disedekahkan.

Kemudian, Imam al-Nawawi berpendapat bahwa Ulama Syafi‟iyyah

sepakat tentang metode menyelesaikan percampuran harta yang halal dengan harta

yang haram. Apabila minyak atau gandum hasil ghasab (haram karena prosesnya)

dicampur dengan harta yang sejenisnya yang diperoleh dengan cara yang halal,

maka ulama Syafiiyah berpendapat bahwa harta yang haram harus dikeluarkan

sesuai kadar atau ukuran yang hak, dan sisanya (setelah dikeluarkan yang haram)

berarti halal bagi yang melakukan ghasab tersebut.

Sedangkan, Ibn Qayyim al-Jauziyah menegaskan pendapat Ibn Taimiah

tentang tafriq al-halal „an al-haram, dengan menyatakan bahwa pertaubatan bagi

orang yang hartanya tercampur antara yang halal dan yang haram sehingga ia sulit

membedakannya, adalah dengan cara mendermakan harta yang diyakini

haramnya, dan sisanya berarti miliknya yang halal dan baik (thayyib).

Teori tafriq al-halal min al-haram merupakan pengecualian dari kaidah

umum diketahui masyarakat, yaitu idza ijtama„a al-halal wa al-haram ghuliba al-

88
Ma‟ruf Amin, Era Baru Ekonomi Islam Indonesia: Dari Fikih Ke Praktek Ekonomi
Islam, (Jakarta: eLSAS, 2011), h. 44-47
48

haram. Pengecualian ini penting dikembangkan terutama dalam hal percampuran

harta yang halal dengan harta yang haram bukan karena substansinya (lidzatihi),

tetapi haram karena prosesnya (lighairihi).89

Teori tafriq al-halal „an al-haram digunakan pada fatwa DSN-MUI dengan

pertimbangan bahwa dalam konteks Indonesia, kegiatan ekonomi Syariah belum

bisa dilepaskan sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional yang ribawi.

Setidaknya institusi ekonomi Syariah berhubungan dengan institusi ekonomi

konvensional yang ribawi dari aspek permodalan, pengembangan produk, maupun

keuntungan yang diperoleh.” Teori tafriq al-halalan al-haram antara lain

diaplikasikan dalam hal-hal berikut:90

a. Pendirian Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS) oleh Bank

Konvensional;

Teori tafriq al-halalan al-haram merupakan jawaban atas komentar banyak

pihak tentang berdirinya bank-bank syariah, terutama UUS yang dibentuk atau

didirikan oleh bank-bank konvesional. Di antara umat Islam ada yang

meragukan kehalalan produk Unit Usaha Syariah karena modal pembentukan

berasal dari bank konvensional yang termasuk perusahaan ribawi. Teori tafriq

al-halal min al-haram diaplikasikan dengan cara mengidentifikasi seluruh uang

yang menjadi milik bank konvensional sehingga diketahui mana yang

merupakan bunga dan mana yang merupakan modal atau pendapatan yang

diperoleh dari jasa-jasa yang tidak didasarkan pada bunga. Pendapatan bank

yang berasal dari bunga disisihkan terlebih dahulu, maka sisanya dapat atau

89
Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum ... h. 44
90
Ma„ruf Amin, Era Baru ... h. 47-51.
49

boleh dijadikan modal pendirian bank syariah atau UUS karena diyakini

halal.91

b. Pembentukan reksadana Syariah

Fatwa DSN-MUI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Reksadana Syariah dan

telah diakomodir pihak Otoritas dalam bentuk regulasi yang berupa Peraturan

Bapepam Nomor IX.A.13 Tahun 2009. Reksadana adalah wadah yang

dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal yang punya

tujuan investasi bersama. Pengelolaan reksadana dilakukan oleh manajer

investasi berdasarkan kontrak/perjanjian yang dibuat menurut ketentuan

Bapepam LK. Manajer investasi wajib mengelola portofolio Reksadana

menurut tujuan dan kebijakan investasi yang dicantumkan dalam kontrak dan

prospektus. Sebagai imbal jasa pengelolaan reksadana, Manajer Investasi

berhak memperoleh fee yang besarnnya disesuaikan dengan Nilai aktiva Bersih

Reksdana dan kinerja pengelolaan. Nilai aktiva bersih adalah nilai pasar wajar

dari portofolio, efek dan kekayaan lain dari reksadana dikurangi seluruh

kewajibannya.92

Reksadana Syariah pertama kali diluncurkan pada 25 Juni 1997 oleh PT

Danareksa dan mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun 2002. Sebagai

institusi yang berwenang dalam menjamin kesesuaian Syariah (Shariah

compliance), DSN-MUI pada tahun 2001 mengeluarkan fatwa Nomor 20

Tahun 2001. Dalam fatwa tersebut reksadana syariah diartikan sebagai

reksadana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik

91
Ma‟ruf Amin, Solusi Hukum ... h. 44
92
Marzuki Usman dkk, Bunga Rampai Reksadana, (Jakarta: Balai Pustaka. 1997), h. 17
50

dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/ rabb

al-mal) dengan manajer investasi sebagai pengguna, maupun rasio asal modal

yang berupa pinjaman dari bank syariah atau bank ribawi, serta produk

usahanya.93 DSN-MUI dalam fatwanya secara tegas telah menetapkan bahwa

dalam penentuan dan pembagian hasil investasi harus bersih dari unsur non-

halal, sehingga Manajer Investasi harus melakukan pemisahan bagian

pendapatan yang mengandung unsur non-halal dari pendapatan yang di yakini

halal (tafriq al-halal minal haram). Penghasilan yang dapat diterima oleh

Reksadana syariah adalah dari:

a. Saham yang berupa: 1) deviden yang merupakan bagi hasil keuntungan

yang dibagikan dari laba yang dihasilkan emiten, baik dibayarkan dalam

bentuk tunai atau dalam bentuk saham; 2) rights yang merupakan hak

untuk memesan efek lebih dahulu yang diberikan oleh emiten; dan 3)

capital gain yang merupakan keuntungan yang diperoleh dalam jual beli

saham di pasar modal;

b. Obligasi yang sesuai syariah;

c. Surat berharga dari pasar uang yang sesuai dengan Syariah; dan

d. Bagi hasil deposito dari bank-bank syariah.

Hasil investasi yang harus dipisahkan yang berasal dari non halal akan

digunakan untuk kemaslahatan umat (bukan digunakan secara peribadi). Fatwa

ini telah diadopsi dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.A.13 Tahun 2009 yang

menetapkan bahwa efek atau instrumen (surat berharga) yang tidak memenuhi

93
Iswi Hariyani, dan Serfianto DP, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal (Jakarta:
Visimedia 2010), h. 358.
51

prinsip-prinsip syariah dipisahkan dari perhitungan Nilai Aktiva Bersih (NAB)

Reksadana dan diperlakukan sebagai dana sosial.94

Maka, dapat dipahami bahwa, DSN MUI dalam melakukan pemisahan

harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam suatu transaksi

keuangan di Bank Syariah, menggunakan teori Tafriq al-Halalan al-Haram

yang kemudian, teori ini diterapkan dalam setiap Fatwa DSN MUI. Teori ini,

dikembangkan dengan harapan dapat membantu meminimalisir peredaran harta

haram dalam masyarakat melalui suatu transaksi keuangan bank.

94
Lihat dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 20/DSN-MUI/IV/ 2001 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi Reksadana Syariah.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah bersifat penelitian lapangan

(field research). Penelitian lapangan (field reseacrh) yaitu pencarian data di

lapangan karena penelitian yang dilakukan menyangkut dengan persoalan-

persoalan atau kenyataan-kenyataan dalam kehidupan nyata, bukan pemikiran

abstrak yang terdapat dalam teks-teks dan dokumen-dokumen tertulis atau

terekam.95 Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan dengan data

utama yang di himpun bersumber atau diperoleh dari lapangan.

B. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan jenis data primer dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif yaitu metode penelitian yang bersifat fleksibel dan berubah-

ubah sesuai dengan kondisi lapangan.96 Oleh karena itu peneliti sangat

mempengaruhi keberhasilan dalam penelitian yang dilakukan. Metode penelitian

kualitatif adalah suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan

memahami suatu gejala sentral.97 Dengan menggunakan metode jenis data

pendekatan penelitian kualitatif ini, peneliti dapat langsung berkomunikasi dengan

95
Tim IAIN Ar-Raniry, Panduan Karya Tulis Ilmiah (Skripsi, Thesis dan Disertasi),
(Banda Aceh: Hasanah Grafika, 2003), h. 23
96
Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2006), h. 199
97
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif (Jenis, Karakteristik, dan Keunggulannya),
(Jakarta: PT. Grasindo, 2010), h. 7

52
53

subjek penelitian sehingga akan menghasilkan gambaran yang ingin ditulis

peneliti dengan menggunakan bahasa dan tafsiran subjek penelitian.

C. Sumber Data

Penelitian hakikatnya adalah mencari data dimana data tersebut harus digali

berdasarkan sumbernya. Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah

sumber data primer. Ada beberapa sumber data yang akan digunakan, antara lain:

1. Data Primer

Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek atau

objek penelitian yang diteliti atau ada hubungannya dengan objek yang akan

diteliti.98 Sumber primer adalah referensi yang menyediakan data dasar untuk

sebuah observasi.99 Sumber data primer dalam penelitian ini didapatkan dari

hasil observasi, dokumentasi dan wawancara dengan pihak Bank Syariah

Indonesia Meulaboh.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah data yang paling banyak ditemukan di

perpustakaan, yang termasuk dalam data sekunder adalah buku-buku, bacaan

ilmiah, monografi, dan jurnal-jurnal akademik.100 Sumber data sekunder

adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh peneliti

dari objek atau subjek penelitiannya. Data sekunder diperoleh melalui studi

kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti teori yang relevan dengan

98
Muhammad Prabundu & Tika, Metodologi Riset Bisnis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006),
h. 57
99
Tim IAIN Ar-Raniry, Panduan Karya ... h. 22
100
Tim IAIN Ar-Raniry, Panduan Karya ... h. 22
54

masalah yang akan diteliti, seperti jurnal, buku-buku dan lain sebagainya.101

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, atau

jurnal-jurnal yang berkaitan dengan harta haram, pemisahan dan

pencampuran harta haram. Salah satu buku yang digunakan dalam penelitian

ini adalah karya “Erwandi Tarmizi, tentang Harta Haram Muamalat

Kontemporer”.

D. Subjek dan Lokasi Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah pimpinan Bank Syariah Indonesia

Meulaboh yang mengetahui masalah sistem transaksi keuangan pada Bank

Syariah Indonesia Meulaboh. Sedangkan lokasi dalam panelitian ini adalah kantor

cabang Bank Syariah Indonesia Meulaboh.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah mencari informasi dan keterangan yang relevan

dengan karya/penelitian. Pengumpulan data adalah cara-cara yang dipergunakan

peneliti untuk mengumpulkan data atau keterangan dari pihak-pihak yang

mengetahui masalah.102

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Observasi adalah bagian dalam pengumpulan data. Observasi berarti

mengumpulkan data langsung dari lapangan.103 Observasi adalah pengamatan

terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak

101
Syaifuddin Azwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 91
102
Tim IAIN Samarinda, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah IAIN Samarinda, (Samarinda:
LPM IAIN Samarinda, 2015), h. 28
103
J.R. Raco, Metode Penelitian ... h. 112
55

langsung dengan melibatkan semua indera (penglihatan, pendengaran,

penciuman, pembau dan perasa) untuk memperoleh data yang harus di

kumpulkan dari penelitian.104 Dalam penelitian ini, observasi dilakukan

dengan membaca dan mencari tahu tentang Bank Syariah Indonesia melalui

website Bank yang berhubungan dengan hal yang akan diteliti.

2. Wawancara

Wawancara (interview) adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

untuk mendapat informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi. 105

Wawancara adalah kegiatan percakapan antara dua pihak untuk tujuan-tujuan

tertentu. Dalam wawancara tersebut terdapat pewawancara yang akan mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dan yang di wawancarai sebagai pihak yang memberikan

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.106 Wawancara pada penelitian

kualitatif merupakan pembicaraan yang mempunyai tujuan dan di dahului

pertanyaan informal.107 Wawancara dalam penelitian ini langsung dilakukan

kepada pihak-pihak di kantor Bank Syariah Indonesia Meulaboh.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data mengenai hal-hal yang

berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen rapat, dan

sebagainya.108 Metode pengumpulan data dengan dokumentasi, dalam penelitian

104
Danu Eko Agustinova, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Candi
Gebang, 2015), h. 36
105
J.R. Raco, Metode Penelitian ... h. 116
106
Tim IAIN Samarinda, Pedoman Penulisan ... h. 30
107
Iman Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), h. 160
108
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif : Analisis Data, (Yogyakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2014), h. 75
56

ini untuk memperkuat hasil penelitian observasi dan wawancara. Dokumentasi

adalah teknik pengumpulan data dengan mengambil informasi-informasi yang

berupa data, rekaman, dan gambar yang berkaitan dengan masalah yang akan

diteliti. Bentuk dokumentasi dalam penelitian ini berupa catatan, buku serta

rekaman yang berkaitan dengan Bank Syariah Indonesia Meulaboh.

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari lapangan, peneliti kemudian

menganalisis dan mengkorelasikan/menghubungkan data yang didapat dari

lapangan dengan teori-teori teoritis yang telah di jelaskan sebagai dasar acuan

dalam penelitian ini. Untuk menganalisis data tersebut peneliti menggunakan

teknik induktif. Teknik induktif yaitu metode yang berasal dari fakta-fakta atau

peristiwa-peristiwa yang konkret (jelas), kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-

peristiwa yang konkret tersebut ditarik generalisasi-generalisasi yang umum. 109

Sehingga dalam penelitian ini, peneliti memaparkan pembahasan dengan

menganalisis data di lapangan yang nantinya akan didapatkan hasil kesimpulan

secara umum mengenai metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan

harta halal dalam transaksi keuangan Bank Syariah Indonesia Meulaboh, yang

akan dipaparkan secara deskriptif.

109
Sutrisno Hadi, Metode Research, (Yogyakarta: Andi, 2002), h. 42
57

Teknik pengolahan data dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan

dengan cara:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu

maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Sehingga perlu segera dilakukan

analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari

tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data

yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan

mencari bila diperlukan.110

Data yang diperoleh dalam lapangan ditulis/diketik dalam bentuk uraian

atau laporan yang terinci. Kemudian dibuat rangkuman dipilih hal-hal pokok

dan difokuskan pada hal-hal yang penting.111 Dalam penelitian ini, peneliti

mengumpulkan data yang diperoleh dari hasil dokumentasi, observasi, dan

wawancara dengan pihak Bank Syariah Indonesia Meulaboh. Data yang

diperoleh berupa sejarah Bank Syariah Indonesia Meulaboh, produk-produk

dan sistem transaksi keuangan Bank Syariah indonesia, dan metode

pemisahan yang akan dilakukan Bank Syariah terhadap percampuran harta

haram dengan harta halal dalam transaksi keuangan.

110
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D), (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 369.
111
Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2002), h. 129.
58

2. Penyajian Data (Display Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan

dalam teknik pengolahan data dan analisis data adalah mendisplaykan data,

dalam penelitian kualitatif, penyajian data dilakukan dalam bentuk uraian

singkat (deskriptif), bagan dan hubungan antar kategori. Dengan mendisplay

data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.112

Peneliti melakukan penyajian data tentang gambaran umum Bank Syariah

Indonesia, visi dan misi Bank Syariah Indonesia Meulaboh, Produk-produk

dan sistem transkasi keuangan Bank Syariah Meulaboh, dan metode

pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam transaksi

keuangan di Bank Syariah Indonesia Meulaboh. Sehingga memudahkan

peneliti untuk memahami apa yang terjadi dan memudahkan peneliti dalam

merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami

tersebut.

112
Sugiyono, Metode Penelitian ... h. 341
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Bank Syariah di Indonesia

Menurut bahasa, kata bank berasal dari bahasa italia “banca”, yang artinya

“meja” atau “tempat menukarkan uang”. Menurut arti istilah, bank adalah

lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa di lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pengertian bank adalah

badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dengan demikian, dari definisi-definisi tersebut dapat dipahami bahwa bank

memiliki tiga bentuk kegiatan, yaitu (1) menghimpun dana dari masyarakat; (2)

menyalurkan dana kepada masyarakat; (3) memberikan jasa-jasa lainnya.

Bank Syariah atau Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan

prinsip-prinsip syariat Islam. Dalam redaksi lain, bank syariah adalah bank yang

tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur‟an dan hadis.

Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa bank syariah adalah lembaga

perbankan sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan, tetapi dalam

kegiatan operasinya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Prinsip

tersebut yang paling mendasar antara lain dalam cara bermuamalah dijauhi

59
60

praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba dan

diganti dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan

perdagangan.

Di Indonesia, bank pertama yang beroperasi menurut syariat Islam adalah

Bank Mu‟amalat Indonesia (BMI). Bank ini didirikan pada tahun 1992 dan mulai

beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992. Bank Mu‟amalat Indonesia (BMI) lahir

berkat dukungan yang sangat kuat dari seluruh masyarakat muslim Indonesia dan

pemerintah Indonesia, termasuk para pegawai negeri yang turut andil membeli

saham. Usaha tim perbankan MUI demikian sigap, sehingga hanya dalam waktu

satu tahun setelah tercetusnya ide, pada tanggal 1 November 1991

dilaksanakannya penandatanganan akte pendirian PT. Bank Mu‟amalat Indonesia

(BMI) di Hotel Sahid Jaya, pada saat itu terkumpul dana sebanyak Rp. 84 Miliar.

Dua hari kemudian, yaitu tanggal 3 November 1991, tim perbankan MUI

mengadakan silaturrahmi dengan Presiden Suharto dan masyarakat Jawa Barat di

Bogor untuk menggalang dukungan dana, sehingga modal keseluruhannya telah

mencapai Rp116 Miliar. Prinsip-prinsip operasional Bank Mu‟amalat Indonesia

mengacu kepada sistem syariah, dengan berpegang teguh kepada tiga prinsip

operasional, yaitu (1) sistem bagi hasil; (2) sistem jual beli dengan margin

keuntungan, dan (3) sistem fee (jasa).

Setelah berdirinya Bank Mu‟amalat Indonesia, maka menyusullah bank

umum syariah yang lain, seperti Bank Syariah Mandiri. Di samping bank umum

syariah, bank-bank konvensional juga membuka unit usaha syariah, seperti BNI

Syariah, Bank Jabar Syariah, dan BRI Syariah. Selain itu yang banyak
61

bermunculan adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah atau BPRS, antara lain:

BPR Berkah Amal Sejahtera, BPR Dana Mardhatillah, dan BPR Amanah

Rabbaniah, ketiga-tiganya di Bandung, serta BPRS Baitul Mu‟awanah dan BPRS

Cilegon Mandiri, di Serang dan Cilegon Provinsi Banten. Dengan demikian, dapat

dipahami bahwa bank syariah memiliki sejarah yang panjang di Indonesia.

Pada tanggal 01 Februari 2021 yang bertepatan dengan 19 Jumadil Akhir

1442 H menjadi penanda sejarah terbentuknya sebuah lembaga perbankan syariah

yang merupakan hasil dari merger anak perusahaan BUMN bidang perbankan di

antaranya Bank Rakyat Indonesia Syariah, Bank Syariah Mandiri dan BNI

Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia atau disingkat dengan BSI. BSI

mendapatkan izin dari OJK dengan Nomor: SR-3/PB.1/2021 tanggal 27 Januari

2021 perihal pemberian izin penggabungan PT Bank Syariah Mandiri dan PT

Bank BNI Syariah ke dalam PT Bank BRI Syariah Tbk, serta izin perubahan

nama dengan menggunakan izin usaha atas nama PT Bank Syariah Indonesia Tbk

sebagai hasil penggabungannya.

Penggabungan ini akan menyatukan kelebihan dari ketiga Bank Syariah

sehingga menghadirkan layanan yang lebih lengkap, jangkauan lebih luas, serta

memiliki kapasitas permodalan yang lebih baik. Adapun komposisi pemegang

saham BSI terdiri atas PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar 51,2%, PT Bank

Negara Indonesia (Persero) Tbk sebesar 25,0%, PT Bank Rakyat Indonesia

(Persero) Tbk sebesar 17,4%, DPLK BRI Saham Syariah sebesar 2% dan Publik

sebesar 4,4%
62

2. Deskripsi Lokasi Penelitian

Bank Syariah Indonesia KC Meulaboh merupakan Bank Syariah Indonesia

yang berasal dari eks Bank Syariah Mandiri (BSM) Meulaboh. Bank ini,

beralamat di Jl. Nasional, Ujong Baroh, Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat,

Aceh, Indonesia, dengan kode pos 23615.

Jam Operasional
Senin Selasa Rabu Kamis Jum‟at
08:00-15:30 08:00-15:30 08:00-15:30 08:00-15:30 08:00-15:30

Tabel. 1.1

Visi Bank Syariah Indonesia adalah “TOP 10 Global Islamic Bank” dengan

Misi yaitu:

1. Memberikan akses solusi keuangan syariah di Indonesia; dengan target

yang ingin dicapai oleh Bank Syariah Indonesia adalah “Melayani >20

juta nasabah dan menjadi top 4 bank berdasarkan asset (500+T) dan

nilai buku 50 T di tahun 2025”.


63

2. Menjadi bank besar yang memberikan nilai terbaik bagi para pemegang

saham; dengan target “Top 5 bank yang paling profitable di Indonesia

(ROE 18%) dan valuasi kuat (PB>2)”.

3. Menjadi perusahaan pilihan dan kebanggaan para talenta terbaik

Indonesia; dengan target menjadi “Perusahaan dengan nilai yang kuat

dan memberdayakan masyarakat serta berkomitmen pada

pengembangan karyawan dengan budaya berbasis kinerja”.

3. Struktur Organisasi Bank Syariah Indonesia Meulaboh

Struktur organisasi Bank Syariah Indonesia Meulaboh tetap berpusat dari BSI

Pusat di Jakarta.113

B. Produk dan Sistem Transaksi Keuangan Bank Syariah Indonesia


Meulaboh

Sistem keuangan merupakan tatanan perekonomian dalam suatu negara

yang berperan untuk melakukan aktivitas ekonomi dalam berbagai jasa transaksi

keuangan yang diselenggarakan oleh suatu lembaga keuangan. Lembaga

keuangan mempunyai peran yang sangat penting dalam perekonomian.

113
Hasil wawancara dengan Bapak Fakhrial Manager Management Bank Syariah
Indonesia (eks BSM) Meulaboh, pada tanggal 3 Agustus 2021, pukul 10:15 WIB.
64

Perekonomian suatu negara tidak akan bisa berjalan tanpa adanya lembaga

keuangan. Sebab, proses berjalannya transaksi keuangan pada suatu negara juga

untuk kepentingan perekonomian masyarakat. Sistem keuangan syariah

merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang membutuhkan

dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melalui produk dan jasa

keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sistem keuangan syariah

harus berjalan sesuai prinsip syariah yaitu prinsip hukum Islam dalam kegiatan

perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki

kewenangan dalam bidang syariah.

Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

intermediary. Artinya, lembaga bank adalah lembaga yang dalam aktivitasnya

berkaitan dengan masalah uang. Kegiatan dan usaha bank akan selalu terkait

dengan komoditas, antara lain: memindahkan uang, menerima dan membayarkan

kembali uang dalam rekening, mendiskonto surat wesel, serta membeli dan

menjual surat-surat berharga lainnya. Untuk menghindari pengoperasian bank

dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam

dengan melahirkan bank Islam.

Bank Islam lahir di Indonesia sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah ada

undang-undang No. 7 tahun 1992, yang direvisi dengan undang-undang

Perbankan No. 10 tahun 1998, dalam bentuk sebuah bank yang beroperasinya

dengan sistem bagi hasil. Pada dasarnya bank mempunyai dua peran yaitu

menghimpun dana secara langsung yang berasal dari masyarakat yang sedang
65

kelebihan dana (surplus unit) dan menyalurkan dana secara langsung kepada

masyarakat yang membutuhkan dana (defisit unit).

Menurut UU RI No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dimaksud

dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak. Sedangkan, didalam UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah,

yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan

usahanya berdasarkan prinsip syariah dan dalam kegiatannya memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran.

Kegiatan bank syariah antara lain: (a) sebagai manajer investasi yang

mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akad mudharabah

atau sebagai agen investasi; (b) sebagai investor yang menginvestasikan dana

yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan

menggunakan alat investasi yang sesuai dengan prinsip syariah dan membagi hasil

yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik bank; (c)

sebagai penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran seperti bank non-

syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; dan (d) sebagai

pengemban fungsi sosial berupa pengelola dana zakat, infaq, shadaqah serta

pinjaman kebajikan (qardhul hasan) sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Bagi masyarakat modern, aktivitas keuangan dan perbankan dipandang

sebagai wahana untuk membawa kepada dua prinsip, yaitu:


66

1. Prinsip al-Ta‟awun, merupakan prinsip saling membantu dan bekerja sama

antara anggota masyarakat dalam kebaikan.

2. Prinsip menghindari al-Iktinaz, seperti membiarkan uang menganggur dan

tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum.

Selain itu, dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, perbankan syariah

memiliki prinsip dasar yang harus dipatuhi. Prinsip-prinsip tersebut telah menjadi

landasan yang kuat bagi pengelola perbankan syariah. Adapun prinsip dasar

dalam perbankan syariah tersebut antara lain:

1. Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jasa yang

diharamkan;

2. Larangan terhadap transaksi yang diharamkan sistem dan prosedur perolehan

keuntungannya.

Adapun prinsip-prinsip dasar dari sistem transaksi keuangan perbankan

syariah antara lain sebagai berikut:

1. Prinsip titipan atau simpanan (Depository/Al-wadi‟ah)

Al-wadi‟ah diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik

individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan

saja si penitip menghendaki.

2. Prinsip akad bagi hasil (Profit Sharing)

a. Musyarakah; transaksi ini dilandasi oleh adanya keinginan para pihak

yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki

secara bersama-sama. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal

proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal


67

berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan

oleh pelaksana proyek.

b. Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak

pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola.

Dalam praktiknya mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu

mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan

pihak lain yang cakupannya lebih luas. Sedangkan mudharabah

muqayyah memiliki cakupan yang dibatasi oleh waktu. Dalam dunia

perbankan mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan

atau pendanaan seperti pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan

mudharabah diambil dari simpanan tabungan berjangka seperti tabungan

haji atau tabungan kurban.

3. Prinsip akad jual beli

a. Murabahah yaitu kontrak jual beli dimana bank bertindak sebagai

penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli

bank di tambah keuntungan. Dalam transaksi ini barang diserahkan

segera setelah akad, sedangkan pembayaran dapat dilakukan secara

cicilan (bi tsaman ajil) maupun sekaligus.

b. Bai‟ as-Salam yaitu transaksi jual beli yang pembayarannya dilaksanakan

ketika akad berlangsung dan penyerahannya dilaksanakan di akhir sesuai

dengan perjanjian yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam

dunia perbankan as-Salam adalah kontrak jual beli di mana nasabah

bertindak sebagai penjual sementara bank sebagai pembeli. Barang


68

diserahkan oleh nasabah secara tangguh, sedangkan pembayaran secara

tunai oleh bank. Dalam transaksi ini, kuantitas harga dan waktu

penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Transaksi ini biasanya

digunakan untuk produk pertanian dalam jangka waktu yang singkat.

c. Bai‟ al-Istishna‟ adalah produk istishna yang menyerupai produk salam,

namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan beberapa kali

pembayaran. Istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada

pembayaran manufaktur dan konstruksi.

d. Ijarah dan Ijarah wa iqtima yaitu kontrak jual beli di mana bank

bertindak sebagai penjual jasa sementara nasabah sebagai pembeli.

Diakhir masa kontrak, bank dapat menawarkan nasabah untuk membeli

barang yang disewakan. Jika sewa cicilannya sudah termasuk harga

pokok barang maka disebut ijarah wa iqtina.

4. Qard al-Hasan yaitu pinjaman dana bank kepada pihak yang layak

mendapatkannya. Bank sama sekali dilarang untuk menerima manfaat

sapapun.

Pada Bank Syariah Indonesia Meulaboh, setiap layanan produk transaksi

keuangannya sudah menerapkan prinsip syariah sesuai dengan al-Qur‟an dan

Hadith. Setiap produk transaksi memiliki akadnya masing-masing yang sesuai

dengan jenis produknya.114 Salah satu produk khusus di Bank Syariah Indonesia

Meulaboh adalah produk yang berbasis DANA, dengan layanan transaksi

Tabungan, Pembiayaan dan Investasi, produk ini merupakan produk yang


114
Hasil wawancara dengan Bapak Fakhrial Manager Managemet Bank Syariah Indonesia
(eks BSM) Meulaboh, pada tanggal 3 Agustus 2021, pukul 10:20 WIB.
69

berkaitan dengan masalah pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta

halal, dan produk dengan sistem transaksi tersebut sangat diminati oleh

masyarakat dizaman sekarang ini. Semua transaksi tersebut dilakukan dengan

sistem yang berdasarkan prinsip syariah, dengan menggunakan akad Mudharabah

Muthlaqah, Mudharabah dan Wadiah Yad Dhamanah.115 Sedangkan dalam

produk Kartu Pembiayaan, transaksinya menggunakan tiga akad yaitu akad

Kafalah, Qardh dan Ijarah yang telah diatur didalam fatwa DSN MUI.

C. Metode Pemisahan Harta Haram yang Bercampur dengan Harta Halal


dalam Transaksi Keuangan Bank Syariah Indonesia Meulaboh

Dalam hal pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam

transaksi keuangan di Bank Syariah. DSN MUI sudah mengembangkan teori

tafriq al-halalan al-haram yang merupakan suatu kaidah dalam pemisahan

percampuran antara harta haram dengan harta halal.

Harta atau uang dalam pandangan fikih bukanlah benda haram karena

zatnya, tetapi haram karena cara memperolehnya yang tidak sesuai syariah.

Sehingga dapat untuk dipisahkan mana yang diperoleh dengan cara yang halal dan

mana yang haram. Dengan demikian, dana yang halal dapat diakui sebagai suatu

penghasilan yang sah, sedangkan dana yang tidak halal harus dipisahkan dan

dialokasikan untuk kepentingan umum.

Bank Syariah Indonesia yang merupakan gabungan dari tiga bank, yaitu

Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah dan Bank BNI syariah, tidak memiliki

115
Hasil wawancara dengan Bapak Fakhrial Manager Managemet Bank Syariah Indonesia
(eks BSM) Meulaboh, pada tanggal 3 Agustus 2021, pukul 10:25 WIB.
70

suatu metode khusus dalam pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta

halal dalam suatu transaksi keuangannya. Bank Syariah Indonesia, tidak

mempunyai metode sendiri dalam pemisahan harta haram yang bercampur dengan

harta halal dikarenakan bank ini berasal dari bank yang sudah berlabel syariah.

Dalam setiap produk dan transaksi keuangannya, sudah menerapkan akad-akad

yang sesuai dengan syariah, yang akad tersebut diterapkan berdasarkan produk

jasa keuangannya.116 Dalam pemindahan atau perubahan bank konven menjadi

bank syariah, hal yang digunakan hanya melalui perubahan akad-akad disetiap

produk-produknya dengan menandatangi pemindahan akad dari konven menjadi

syariah, yang hal ini ditunjukkan kepada nasabah dan juga pihak bank.117

Jika di telaah dengan menggunakan teori tafriq al-halalan al-haram yang

merupakan teori yang telah dikembangkan DSN MUI untuk pemisahan harta

haram yang bercampur dengan harta halal dalam transaksi keuangan di bank

syariah, maka dapat diketahui bahwa:

Sebuah transaksi itu bukanlah suatu zat, kalau zatnya haram, mau

diberlakukan atau ditransaksikan seperti apapun akan tetap haram. Misalnya,

minyak babi ketika diteteskan ke dalam sup ayam, maka seluruh sup tersebut akan

terhukum haram. Sedangkan dalam suatu transaksi, apabila transaksi tersebut

dilakukan tidak sesuai dengan syariah, maka dapat disebut haram walaupun

zatnya adalah halal. Begitu juga sebaliknya, apabila ada zat yang halal dan belum

ditransaksikan secara haram, jangan langsung di hukumi haram. Dengan

116
Hasil wawancara dengan Bapak Fakhrial Manager Managemet Bank Syariah Indonesia
(eks BSM) Meulaboh, pada tanggal 3 Agustus 2021, pukul 10:00 WIB.
117
Hasil wawancara dengan Bapak Fakhrial Manager Managemet Bank Syariah Indonesia
(eks BSM) Meulaboh, pada tanggal 3 Agustus 2021, pukul 10:10 WIB.
71

demikian, apabila di lihat dari konteks modal di bank syariah yang berasal dari

bank konvensional ini merupakan urusan non-zat. Ketika ingin menghukumi halal

atau haramnya modal bank syariah tersebut, maka yang harus pahami adalah

transaksinya. Hukum asal dari modal bank adalah halal, ketika modal bank

tersebut ditransaksikan secara haram seperti pada bank konvensional, maka baru

bisa di hukumi haram. Sedangkan, apabila modal bank tersebut ditransaksikan

sesuai dengan syariah seperti pada bank syariah, maka hukumnya menjadi halal.

Dengan demikian, berdasarkan pada teori tafriq al-halalan al-haram dapat

penulis analisis bahwa, modal Bank Syariah Indonesia itu adalah halal, dan hasil

pendapatan dari modal bank yang telah ditransaksikan juga halal. Modal tersebut

sudah dipastikan terpisah dari transaksi yang haram karena ditransaksikan secara

syariah.

Bank Syariah Indonesia juga memiliki suatu layanan transaksi yang

berbentuk kartu ATM. Salah satunya adalah BSI Debit GPN yang merupakan

produk kartu Debet/ATM yang diterbitkan oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk.

Kartu ini dapat digunakan untuk transaksi penarikan tunai di seluruh mesin ATM

Bank BSI di seluruh Indonesia. Dalam konteks mesin ATM, maka hukum

transaksi dan aksesnya juga berbeda. Bank Syariah menggunakan aliran dana

yang sesuai dengan syariah, sedangkan bank konvesional mempunyai aliran

dananya sendiri. Kartu ATM Bank Syariah hanya dapat menggunakan akses pada

rekening mesin ATM yang berbasis bank syariah saja. Sebaliknya, katru ATM

dari bank konvensional hanya dapat menggunakan transaksi dari mesin ATM

konvensional. Maka, dapat penulis simpulkan, bahwa apabila dilihat dari sudut
72

pandang mesin ATM atau produk Kartu ATM, Bank Syariah Indonesia sudah

dapat memastikan pemisahan transaksi yang halal dan yang haram sehingga tidak

terdapat percampuran antara uang yang haram dengan yang halal.

D. Analisis Hasil Penelitian

Metode pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam

transaksi keuangan di Bank Syariah merupakan suatu cara atau proses yang

dilakukan secara sistematis oleh bank untuk memisahkan antara harta haram yang

bercampur dengan harta halal dalam suatu transaksi keuanganya.

Harta haram sangat berdampak buruk bagi kehidupan manusia. Petaka yang

amat buruk dalam memakan harta haram adalah ibarat memasukkan api neraka ke

dalam perutnya. Salah satu sumber terbesar peredarannya harta haram adalah

melalui transaksi perbankan. Perbankan sudah menjadi salah satu instansi terbesar

dalam melayani setiap produk dalam transaksi keuangan. Untuk meminimalisir

peredaran harta haram tersebut, Indonesia sudah membangun produk transaksi

keuangan yang berbasis syariah dengan membentuk Bank Syariah Indonesia.

Namun demikian, masih banyak nasabah yang meragukan kehalalan dari

suatu transaksi pada bank syariah. Untuk menjawab keraguan tersebut, DSN MUI

mengembangkan suatu teori yang berasal dari kaidah yang dicetus oleh Ibn

Taimiah, yang kaidah tersebut berbunyi:

Apabila terjadi percampuran antara harta haram dengan harta halal, maka

keluarkanlah kadar harta haram tersebut, dan harta yang tersisa setelah

dikeluarkan kadar harta haramnya dapat diyakini halal baginya.


73

Sehingga, terbentuklah sebuah teori tafriq al-halalan al-haram, yang

diharapkan teori ini dapat diterapkan disetiap produk transaksi keuangan bank

syariah.

Setelah penulis melakukan penelitian di Bank Syariah Indonesia Meulaboh,

ditemukan jawaban bahwa, Bank Syariah Indonesia Meulaboh tidak memiliki

metode khusus atau metode sendiri dalam pemisahan harta haram yang bercampur

dengan harta halal dalam transaksi keuangannya, disebabkan karena setiap produk

dan sistem keuangan sudah berprinsip syariah, walaupun dalam setiap fatwanya

sudah menerapkan teori tafriq al-halalan al-haram, namun dapat disimpulkan

bahwa BSI Meulaboh belum melakukan pemisahan harta haram dalam sistem

transaksinya secara signifikan.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Halal adalah segala sesuatu yang baik, dibolehkan atau diizinkan oleh

syariat Islam, baik dalam bentuk aktivitas atau perbuatan, dan atau dalam

bentuk makanan atau harta. Halal mengandung kewajiban atau keharusan

bagi seorang muslim untuk memilihnya, baik untuk dikonsumsi,

dipergunakan, atau dilakukan. Sedangkan haram adalah segala sesuatu

yang dilarang oleh Allah SWT., dan Rasulullah SAW., untuk dikerjakan

atau digunakan. Haram mengandung implikasi hukum atau sanksi bagi

yang mengerjakannya. Halal dan haram sama-sama memiliki dua

pembagian, yaitu (a) yang berasal dari zatnya (esensinya); (b) yang berasal

dari cara memperolehnya (sumber luar).

2. Harta haram adalah segala sesuatu yang berwujud dan bernilai, yang

dimiliki oleh manusia untuk di simpan, dimanfaatkan pada waktu tertentu

yang meliputi uang, emas, atau kebutuhan sandang dan pangan yang

diperoleh atau didapat dari jalan yang dilarang oleh syariat Islam. Harta

haram memiliki karakteristik yaitu (a) harta haram yang berasal dari

zatnya, salah satunya adalah khamar. Khamar memiliki zat memabukkan,

yang dapat memnyebabkan seseorang dapat hilang akal dan tidak dapat

membedakan mana yang baik dan buruk. Hukum menjual khamar adalah

haram, dan uang yang berasal dari menjual khamar termasuk harta haram.

(b) Harta haram yang berasal dari sumber luar, salah satunya adalah riba.

74
75

Riba adalah sesuatu yang bertambah atau dalam dunia perbankan sering

disebut bunga. Riba biasanya terdapat dalam transaksi hutang piutang, atau

tabungan yang berasal dari bank konvensional. Riba hukumnya haram dan

merupakan sesuatu yang dilaknat oleh Allah SWT., dan Rasulullah SAW.,

Uang yang berasal dari riba atau bunga adalah harta haram.

3. Teori tafriq al-halalan al-haram merupakan suatu metode dalam

pemisahan harta haram yang bercampur dengan harta halal dalam transaksi

keuangan Bank Syariah. Teori ini telah dikembangkan oleh DSN MUI dan

telah diterapkan didalam fatwa DSN. Teori ini memiliki prinsip bahwa,

apabila terdapat percampuran antara harta haram dengan harta halal maka

harus dipisahkan dengan cara memisahkan atau mengeluarkan unsur

haramnya berdasarkan nominal atau banyaknya. Apabila diketahui

pemilliknya maka harus dikembalikan, tetapi jika tidak diketahui maka

dapat digunakan untuk kepentingan infrastruktur umum. Bank Syariah

Meulaboh tidak memiliki metode khusus dalam pemisahan harta haram

dan harta halal disebabkan karena setiap produk yang ada di Bank Syariah

Indonesia Meulaboh sudah menggunakan prinsip syariah dengan sistem

akad yang sesuai dengan jenis produknya, walaupun dalam setiap

fatwanya sudah menerapkan teori tafriq al-halalan al-haram, namun dapat

disimpulkan bahwa BSI Meulaboh belum melakukan pemisahan harta

haram dalam sistem transaksinya secara signifikan.


76

B. Saran

Penelitian yang baik adalah penelitian yang mampu memberikan

manfaatkan bagi orang lain. Begitu juga dengan memberikan pendapat atau saran

untuk pihak lain dalam rangka menghadirkan solusi terhadap masalah yang

diteliti. Adapun saran dalam permasalahan ini adalah:

1. Bagi kantor Bank Syariah Indonesia Meulaboh

Bank Syariah Indonesia Meulaboh diharapkan dapat lebih efektif

serta meningkatkan kualitas layanan produk transaksi keuanganya yang

sesuai dengan prinsip syariah. Bank Syariah Indonesia Meulaboh juga

diharapkan dapat mensosialisasikan bentuk produk yang berprinsip

syariah kepada masyarakat Aceh Barat, sehingga masyarakat tidak

memiliki keraguan terhadap kehalalan setiap produk transaksi di Bank

Syariah Indonesia Meulaboh.

2. Bagi Masyarakat

Bagi seluruh lapisan masyarakat umumnya dan kepada masyarakat

Islam khususnya, tidak perlu ragu lagi untuk menggunakan jasa layanan

transaksi keuangannya di Bank Syariah karena sudah dipastika terpisah

dari unsur harta haram.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Baqi, Muhammad Fu‟ad, Hadis Shahih Bukhari –Muslim, Jilid 2, Jakarta:
PT Elex Media Komputindo, 2021.

Agustinova, Danu Eko, Memahami Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:


Candi Gebang, 2015.

Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2000.

Ali, Muchtar, Konsep Makanan Halal dalam Tinjauan Syariah, (Jurnal PDF),
Volume. XVI, Nomor. 2, Jakarta: Kementerian Agama RI, 2016.

Al Asqalani, Ibnu Hajar, Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jilid
12, Jakarta: Pustaka Azzam, 2010.

__________, Fathul Baari: Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari, Jilid 2, Jakarta:


Pustaka Azzam, 2002.
Al Albani, Muhammad Nashiruddin, Shahih Sunan Abu Daud, Buku 2, Jakarta:
AMZAH, 2006.

Amin, Ma‟ruf, Penggalian dan Penerapan Hukum Ekonomi Syariah di Negara


Hukum Indonesia, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2012.
__________, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: eLSAS, 2008.

__________, Solusi Hukum Islam Sebagai Pendorong Arus Baru Ekonomi


Syariah di Indonesia, Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim, 2017.

__________, Era Baru Ekonomi Islam Indonesia : Dari Fikih ke Praktek


Ekonomi Islam, Jakarta: eLSAS, 2011.

Amin, Samsul Munir & Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta:
Amzah, 2005.

An-Nabhan, M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta: UII Press, 2002.

Antonio, Syafi‟i & Karnaen Perwataatmaja, Apa dab Bagaimana Bank Islam,
Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992.

Ar-Raniry, Tim IAIN, Panduan Karya Tulis Ilmiah (Skripsi, Thesis, Disertasi),
Banda Aceh: Hasanah Grafika, 2003.

Azwar, Syarifuddin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

77
78

Chaudry, Muhammad Sharif, Sistem Ekonomi Islam:Prinsip dasar, Jakarta:


Kencana 2012.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van
Hoeve, 2006.

DP, Serfianto & Iswi Hariyani, Buku Pintar Hukum Bisnis Pasar Modal, Jakarta:
Visimedia, 2010.

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif:analisis data, Yogyakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 2014.

Fawaid, Muhammad Wildan, Pengaruh Harta Haram dan Harta Halal pada
Umat, (Jurnal PDF), Volume 1, Nomor 2, Surabaya: UIN Sunan Ampel,
2016.

Firmansyah, M. Anang & Andrianto, Manajemen Bank Syariah (Implemetasi


Teori dan Praktik), Surabaya: CV. Penerbit Qiara Media, 2019.

Gunawan Imam, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2014.

Haroen, Nasroen, Fiqih Muamalah, Cet. 2, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

Hadi, Sutrisno, Metode Research, Yogyakarta: Andi, 2002.

Http://www.bankbsi.co.id diaksespada taggal 10/08/2021.

Iskandar, Eddy, Aplikasi Sistem Keuangan Syariah Pada Perbankan, Jurnal PDF,
Vol 2, No. 2 Juli-Desember, Medan: Univ. Dharmawangsa, 2017.

Ismail, Perbankan Syariah, Jakarta: Kencana, 2017.

Jamaluddin, Mengembangkan Teori Tafriq al-Halalan al-Haram & I‟adat al-


Nazhar Perspektif Hukum Islam, (Jurnal PDF), Volume 25, Nomor 2
September 2014, Http://www.google.com di download pada tanggal 3
September 2020.

Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Kementerian Agama RI, Buku Saku Perbankan Syariah, Jakarta: Dirjen


Bimbingan Masyarakat Islam, 2013.

Khoerudin, Koko & Hariman Surya Siregar, Fikih Muamalah (Teori dan
Implementasi), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2019.
79

L.Hayes, Samuel & Frank E.Vogel, Hukum Keuangan Islam, Konsep Teori dan
Praktik, terj. M. Shobirin Asnawi, et.al, dari judul aslinya “Islamic law
and finance, religion, and return, Bandung: Penerbit Nasa Media, 2007.

Masyrofah, dan Nurul Irfan, Fiqh Jinayah, Jakarta: AMZAH, 2013.

M. Moeliono, Anton, Kamus Besar Bahasa Indonesia, et.al, Cet. 2, Jakarta: Balai
Pustaka, 1989.

Muhammad, Abu Alhamdi Bihaqqi, Fikih Kekayaan, (terjemahan dari ahkam al-
ghaniya karya Dr. Abdullah Laam bin Ibrahim), Cet. 1, Jakarta: Zaman,
2015.

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2015.

Mujieb, M. Abdul (et.al), Kamus Istilah Fiqih, Cet. 1, Jakarta: PT. Pustaka
Firdaus, 1994.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progresif,


1997.

Muslich, Ahmad Wardi, Fiqh Muamalat, ed.1, Cet.1, Jakarta: Amzah, 2013.

Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Bandung: Tarsito, 2002.

Qardawi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta: Rabbani Press, 2008.

Ridwan, Murtadho, Nilai Filosofi Halal dalam Ekonomi Syariah, (Jurnal PDF),
Kudus: STAIN Kudus, 2019.

Raco, J.R, Metode Penelitian Kualitatif (Jenis, Karakteristik dan


Keunggulannya), Jakarta: PT. Grasindo, 2010.

Samarinda, Tim IAIN, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah IAIN Samarinda,


Samarinda: LPM IAIN Samarinda, 2015.

Sarwono, Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Yogyakarta:


Graha Ilmu, 2006.

Sarwat, Ahmad, Halal atau Haram ?, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2017.
80

Sholihin, Ahmad Ifham, Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: PT. Gramedia,
2010.

Shidiq, Sapiudin & Abdul Rahman Ghazaly, Ghufran Ihsan, Fiqh Muamalah,
Jakarta: Kencana, 2012.

Siagian, Ade Onny, Lembaga-lembaga Keuangan dan Perbankan (Pengertian,


Tujuan dan Fungsinya), Sumatera Barat: Insan Cendikia Mandiri, 2021.

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ed. 2, Jakarta: Kencana,
2009.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitaif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,


2010.

Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah (Life and General): Konsep dan
Sistem Operasional, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2004.

Suratmaputra, Ahmad Munif, Problematika Uang Haram dalam Kajian Fiqh,


(Jurnal PDF), Volume 2, Nomor 1, Jakarta: IIQ Jakarta, 2017.

Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Press, 2008.

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh, Jilid I, Jakarta: Kencana, 2011.

__________, Garis-garis Buku Besar Fiqh, Ed. 1, Jakarta: Kencana, 2012.

Syafe‟i, Rahmat, Fiqh Muamalah, Bandung: Pustaka Setia, 2000.

Tarmizi, Erwandi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, Bogor: PT. Berkat


Mulia Insani, 2018.

Tika & Muhammad Prabundu, Metodologi Riset Bisnis, Jakarta: Bumi Aksara,
2006.

Trim, Bambang, 4o Kedahsyatan Bisnis Ala Nabi SAW. Bandung: Karya Kita,
2008.

Usman, Marzuki, dkk, Bunga Rampai Reksadana, Jakarta: Balai Pustaka, 1997.

Wilardjo, Setia Budhi, Peranan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia,


Jurnal, Vol 2, No. 1, September, (Semarang: Univ. Muhammadiyah
Semarang, 2004.

Zein, M & Satria Effendi, Ushul Fiqh, Jakarta: Kencana, 2005.

Anda mungkin juga menyukai