Anda di halaman 1dari 142

Elektronika :

Teori dan Penerapan

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Elektronika : Teori dan Penerapan

Disusun Oleh: Herman Dwi Surjono, Ph.D.


© 2007 All Rights Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penyunting : Tim Cerdas Ulet Kreatif


Perancang Sampul : Dhega Febiharsa
Tata Letak : Dhega Febiharsa

Diterbitkan Oleh:
Penerbit Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor – Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-422327 Faks. 0331422327

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Herman Dwi Surjono, Elektronika : Teori dan Penerapan /Herman Dwi Surjo-
no, Penyunting: Tim Cerdas Ulet Kreatif, 2007, 168 hlm; 14,8 x 21 cm.

ISBN 978-602-98174-7-8

1. Hukum Administrasi I. Judul


II. Tim Cerdas Ulet Kreatif 168
Distributor:
Penerbit CERDAS ULET KREATIF
Website : www.cerdas.co.id - email : buku@cerdas.co.id

Cetakan Kedua, 2011


Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (ayat 2)
1. Barang Siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Kata Pengantar

Buku ini diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin mengetahui elektronika baik secara
teori, konsep dan penerapannya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif dan menda-
lam mulai dari pemahaman konsep dasar hingga ke taraf kemampuan untuk menganalisis
dan mendesain rangkaian elektronika. Penggunaan matematika tingkat tinggi diusahakan
seminimal mungkin, sehingga buku ini bias digunakan oleh berbagai kalangan. Pembaca da-
pat beraktivitas dengan mudah karena didukung banyak contoh soal dalam hamper setiap
pokok bahasan serta latihan soal pada setiap akhir bab. Beberapa rangkaian penguat seda-
pat mungkin diambilkan dari pengalaman praktikum.
Sebagai pengetahuan awal, pemakai buku ini harus memahami teori dasar rangkaian
DC dan matematika dasar. Teori Thevenin, Norton, dan Superposisi juga digunakan dalam
beberapa pokok bahasan. Di samping itu penguasaan penerapan hukum Ohm dan Kirchhoff
merupakan syarat mutlak terutama pada bagian analisis dan perancangan.
Bab 1 membahas teori semikonduktor yang merupakan dasar dari pembahasan ber-
bagai topic berikutnya, bahan tipe P dan N, karakterisik diode semikonduktor dan model di-
oda.
Bab 2 membahas beberapa penerapan diode semikonduktor dalam rangkaian elek-
tronika diantaranya yang paling penting adalah rangkaian penyearah.

iii
Bab 3 membahas transistor bipolar. Prinsip kerja dan karakteristik input dan output
transistor, tiga macam konfigurasi transistor serta pengaruhnya terhadap temperatur.
Bab 4 membahas berbagai metode pemberian bias, garis beban AC dan DC, analisis
serta perencanaan titik kerja. Selanjutnya pada bab 5 membahas analisis serta perancangan
penguat transistor.
Semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja. Saran-saran dari pembaca sangat
diharapkan.

Yogyakarta, Desember 2007


Penulis,

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika, FT- UNY

iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v

1. DIODA SEMIKONDUKTOR 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Teori Semikonduktor 1
1.3. Semikonduktor Type N 7
1.4. Semikonduktor Type P 9
1.5. Dioda Semikonduktor 12
1.6. Bias Mundur (Reverse Bias) 13
1.7. Bias Maju (Forward Bias) 14
1.8. Kurva Karakteristik Dioda 15
1.9. Resistansi Dioda 19
1.10. Rangkaian Ekivalen Dioda 22
1.11. Ringkasan 24
1.12. Soal Latihan 25

2. RANGKAIAN DIODA 27
2.1. Pendahuluan 27
2.2. Penyearah Setengah Gelombang 27
2.3. Penyearah Gelombang Penuh 32
2.4. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan 34
2.5. Rangkaian Clipper (Pemotong) 36
2.6. Rangkaian Clamper (Penggeser) 39
2.7. Dioda Zener 41
2.8. Perencanaan Penyetabil Tegangan 46
2.9. Rangkaian Pelipat Tegangan 48
2.10. Ringkasan 51
2.11. Soal Latihan 52

3. TRANSISTOR BIPOLAR 55
3.1. Pendahuluan 55
3.2. Konstruksi Transistor Bipolar 55
3.3. Kerja Transistor 56
3.4. Konfigurasi Transistor 60
3.5. Kurva Karakteristik Transistor 64
3.6. Pengaruh Temperatur 69
3.7. Ringkasan 72
3.8. Soal Latihan 73

4. BIAS DC TRANSISTOR BIPOLAR 75


4.1. Pendahuluan 75
4.2. Pengertian Titik Kerja 75
4.3. Rangkaian Bias Tetap 77

v
4.4. Bias Umpan Balik Tegangan 86
4.5. Bias Pembagi Tegangan 89
4.6. Garis Beban DC dan AC 96
4.7. Analisa dan Desain 101
4.8. Ringkasan 109
4.9. Soal Latihan 110

5. PENGUAT TRANSISTOR BIPOLAR 115


5.1. Pendahuluan 115
5.2. Parameter Penguat 115
5.3. Model Hibrid 117
5.4. Parameter H 122
5.5. Analisa Penguat CE 128
5.6. Penguat CE dengan Resistor RE 134
5.7. Rangkaian Pengikut Emitor 140
5.8. Penguat Basis Bersama (CB) 146
5.9. Perencanaan Penguat Transistor 149
5.10. Ringkasan 153
5.11. Soal Latihan 154

LAMPIRAN A 159
LAMPIRAN B 160
INDEKS 161

vi
Bab 1
Dioda Semikonduktor

1.1 Pendahuluan
Dioda merupakan komponen elektronika non-linier yang sederhana. Struktur dasar
dioda berupa bahan semikonduktor type P yang disambung dengan bahan type N. Pada ujung
bahan type P dijadikan terminal Anoda (A) dan ujung lainnya katoda (K), sehingga dua ter-
minal inilah yang menyiratkan nama dioda. Operasi dioda ditentukan oleh polaritas relatif
kaki Anoda terhadap kaki Katoda.
Pada bab ini akan dibahas prinsip kerja dan karakteristik dioda. Karakteristik dioda
terdiri atas kurva maju dan kurva mundur. Pada bias maju arus mengalir dengan besar se-
dangkan pada bias mundur yang mengalir hanya arus bocor kecil.

1.2 Teori Semikonduktor


Operasi semua komponen benda padat seperti dioda, LED, Transistor Bipolar dan FET
serta Op-Amp atau rangkaian terpadu lainnya (solid state) didasarkan atas sifat-sifat semikon-
duktor. Secara umum semikonduktor adalah bahan yang sifat-sifat kelistrikannya terletak an-
tara sifat-sifat konduktor dan isolator. Sifat-sifat kelistrikan konduktor maupun isolator tidak
mudah berubah oleh pengaruh temperatur, cahaya atau medan magnit, tetapi pada semikon-
duktor sifat-sifat tersebut sangat sensitif.
Elemen terkecil dari suatu bahan yang masih memiliki sifat-sifat kimia dan fisika yang
sama adalah atom. Suatu atom terdiri atas tiga partikel dasar, yaitu: neutron, proton, dan elek-
tron. Dalam struktur atom, proton dan neutron membentuk inti atom yang bermuatan positip
dan sedangkan elektron-elektron yang bermuatan negatip mengelilingi inti. Elektron-elektron
ini tersusun berlapis-lapis. Struktur atom dengan model Bohr dari bahan semikonduktor yang
paling banyak digunakan, silikon dan germanium, terlihat pada gambar 1.1.
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

elektron
valensi

inti

Gambar 1.1 Struktur Atom (a) silikon; (b) germanium

Seperti ditunjukkan pada gambar 1.1 atom silikon mempunyai elektron yang mengor-
bit (yang mengelilingi inti) sebanyak 14 dan atom germanium mempunyai 32 elektron. Pada
atom yang seimbang (netral) jumlah elektron dalam orbit sama dengan jumlah proton dalam
-19
inti. Muatan listrik sebuah elektron adalah: - 1.602 C dan muatan sebuah proton adalah: +
-19
1.602 C.
Elektron yang menempati lapisan terluar disebut sebagai elektron valensi. Atom sili-
kon dan germanium masing-masing mempunyai empat elektron valensi. Oleh karena itu baik
atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom tetra-valent (bervalensi em-
pat). Empat elektron valensi tersebut terikat dalam struktur kisi-kisi, sehingga setiap elektron
valensi akan membentuk ikatan kovalen dengan elektron valensi dari atom-atom yang berse-
belahan. Struktur kisi-kisi kristal silikon murni dapat digambarkan secara dua dimensi guna
memudahkan pembahasan. Lihat gambar 1.2.

2
Bab 1. Dioda Semikonduktor

Si Si Si

elektron ikatan
valensi kovalen

Si Si Si

Si Si Si

Gambar 1.2 Struktur kristal silikon dengan ikatan kovalen

Meskipun terikat dengan kuat dalam struktur kristal, namun bisa saja elektron valensi
tersebut keluar dari ikatan kovalen menuju daerah konduksi apabila diberikan energi panas.
Bila energi panas tersebut cukup kuat untuk memisahkan elektron dari ikatan kovalen maka
elektron tersebut menjadi bebas atau disebut dengan elektron bebas. Pada suhu ruang terdapat
10 3
kurang lebih 1.5 x 10 elektron bebas dalam 1 cm bahan silikon murni (intrinsik) dan 2.5 x
13
10 elektron bebas pada germanium. Semakin besar energi panas yang diberikan semakin
banyak jumlah elektron bebas yang keluar dari ikatan kovalen, dengan kata lain konduktivitas
bahan meningkat.
Setiap elektron yang menempati suatu orbit tertentu dalam struktur atom tunggal (atau
terisolasi) akan mempunyai level energi tertentu. Semakin jauh posisi orbit suatu elektron,
maka semakin besar level energinya. Oleh karena itu elektron yang menduduki posisi orbit
terluar dalam suatu struktur atom atau yang disebut dengan elektron valensi, akan mempunyai
level energi terbesar. Sebaliknya elektron yang paling dekat dengan inti mempunyai level
energi terkecil. Level energidari atom tunggal dapat dilihat pada gambar 1.3.

3
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

energi
celah energi

orbit ketiga (terluar)

orbit kedua

orbit pertama (terdalam)

inti

Gambar 1.3 Level energi

Di antara level energi individual yang dimiliki elektron pada orbit tertentu terdapat ce-
lah energi yang mana tidak dimungkinkan adanya elektron mengorbit. Oleh karena itu celah
ini disebut juga dengan daerah terlarang. Suatu elektron tidak dapat mengorbit pada daerah
terlarang, tetapi bisa melewatinya dengan cepat. Misalnya bila suatu elektron pada orbit ter-
tentu mendapatkan energi tambahan dari luar (seperti energi panas), sehingga level energi
elektron tersebut bertambah besar, maka elektron akan meloncat ke orbit berikutnya yang le-
bih luar yakni dengan cepat melewati daerah terlarang. Hal ini berlaku juga sebaliknya, yaitu
apabila suatu elektron dipaksa kembali ke orbit yang lebih dalam, maka elektron akan menge-
luarkan energi. Dengan kata lain, elektron yang berpindah ke orbit lebih luar akan membu-
tuhkan energi, sedangkan bila berpindah ke orbit lebih dalam akan mengeluarkan energi.
Besarnya energi dari suatu elektron dinyatakan dengan satuan elektron volt (eV). Hal
ini disebabkan karena definisi energi merupakan persamaan:

W = Q.V .................. (1.1)

dimana: W = energi [Joule (J)]


Q = muatan (Coulomb)
V = potensial listrik [Volt (V)]

-19
Dengan potensial listrik sebesar 1 V dan muatan elektron sebesar 1.602 C, maka energi da-
ri sebuah elektron dapat dicari:

4
Bab 1. Dioda Semikonduktor

-19 -19
W = (1.602 C) (1 V) = 1.602 J
Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk memindahkan sebuah elektron melalui beda poten-
-19
sial sebesar 1 V diperlukan energi sebesar 1.602 J. Atau dengan kata lain:
-19
1 eV = 1.602 J
Bila atom-atom tunggal dalam suatu bahan saling berdekatan (dalam kenyatannya
memang mesti demikian) sehingga membentuk suatu kisi-kisi kristal, maka atom-atom akan
berinteraksi dengan mempunyai ikatan kovalen. Karena setiap elektron valensi level ener-
ginya tidak tepat sama, maka level energi jutaan elektron valensi dari suatu bahan akan mem-
bentuk range energi atau yang disebut dengan pita energi valensi atau pita valensi. Gambar
1.4 menunjukkan diagram pita energi dari bahan isolator, semikonduktor dan konduktor.
Suatu energi bila diberikan kepada elektron valensi, maka elektron tersebut akan me-
loncat keluar. Oleh karena elektron valensi terletak pada orbit terluar dari struktur atom, ma-
ka elektron tersebut akan meloncat ke daerah pita konduksi. Pita konduksi merupakan level
energi dimana elektron terlepas dari ikatan inti atom atau menjadi elektron bebas. Jarak ener-
gi antara pita valensi dan pita konduksi disebut dengan pita celah atau daerah terlarang.
Seberapa besar perbedaan energi, Eg, (jarak energi) antara pita valensi dan pita kon-
duksi pada suatu bahan akan menentukan apakah bahan tersebut termasuk isolator, semikon-
duktor atau konduktor. Eg adalah energi yang diperlukan oleh elektron valensi untuk berpin-
dah dari pita valensi ke pita konduksi. Eg dinyatakan dalam satuan eV (elektron volt). Se-
makin besar Eg, semakin besar energi yang dibutuhkan elektron valensi untuk berpindah ke
pita konduksi.
Pada bahan-bahan isolator jarak antara pita valensi dan pita konduksi (daerah terla-
rang) sangat jauh. Pada suhu ruang hanya ada sedikit sekali (atau tidak ada) elektron valensi
yang sampai keluar ke pita konduksi. Sehingga pada bahan-bahan ini tidak dimungkinkan
terjadinya aliran arus listrik. Diperlukan Eg paling tidak 5 eV untuk mengeluarkan elektron
valensi ke pita konduksi.

5
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

energi energi

pita konduksi
pita konduksi elektron
bebas
daerah terlarang Eg

Eg > 5eV
hole
elektron pita valensi
valensi
pita valensi Eg = 1.1 eV (Si)
Eg = 0.67 eV(Ge)
(a)
energi (b)

pita konduksi
pita valensi dan
konduksi saling
tumpang tindih
pita valensi

(c)

Gambar 1.4 Diagram pita energi (a) isolator;(b) semikonduktor dan


(c) konduktor

o
Pada bahan semikonduktor lebar daerah terlarang relatif kecil. Pada suhu mutlak 0
Kelvin, tidak ada elektron valensi yang keluar ke pita konduksi, sehingga pada suhu ini bahan
semikonduktor merupakan isolator yang baik. Namun pada suhu ruang, energi panas mampu
memindahkan sebagian elektron valensi ke pita konduksi (menjadi elektron bebas). Pada ba-
han silikon dan germanium masing-masing Eg-nya adalah 1.1 eV dan 0.67 eV.
Tempat yang ditinggalkan elektron valensi ini disebut dengan hole. Pada gambar 1.4
dilukiskan dengan lingkaran kosong. Meskipun hole ini secara fisik adalah kosong, namun
secara listrik bermuatan positip, karena ditinggalkan oleh elektron yang bermuatan negatip.
Level energi suatu hole adalah terletak pada pita valensi, yaitu tempat asalnya elektron valen-
si. Apabila ada elektron valensi berpindah dan menempati suatu hole dari atom sebelahnya,

6
Bab 1. Dioda Semikonduktor

maka hole menjadi tersisi dan tempat dari elektron yang berpindah tersebut menjadi kosong
atau hole. Dengan demikian arah gerakan hole (seolah-olah) berlawanan dengan arah gerakan
elektron.
Sedangkan pada bahan konduktor pita valensi dan pita konduksi saling tumpang tin-
dih. Elektron-elektron valensi sekaligus menempati pada pita konduksi. Oleh karena itu pada
o
bahan konduktor meskipun pada suhu O K, cukup banyak elektron valensi yang berada di pi-
ta konduksi (elektron bebas).

1.3 Semikonduktor type n


Apabila bahan semikonduktor intrinsik (murni) diberi (didoping) dengan bahan berva-
lensi lain maka diperoleh semikonduktor ekstrinsik. Pada bahan semikonduktor intrinsik,
jumlah elektron bebas dan holenya adalah sama. Konduktivitas semikonduktor intrinsik san-
gat rendah, karena terbatasnya jumlah pembawa muatan yakni hole maupun elektron bebas
tersebut.
Jika bahan silikon didoping dengan bahan ketidak murnian (impuritas) bervalensi lima
(penta-valens), maka diperoleh semikonduktor tipe n. Bahan dopan yang bervalensi lima ini
misalnya antimoni, arsenik, dan pospor. Struktur kisi-kisi kristal bahan silikon type n dapat
dilihat pada gambar 1.5.
Karena atom antimoni (Sb) bervalensi lima, maka empat elektron valensi menda-
patkan pasangan ikatan kovalen dengan atom silikon sedangkan elektron valensi yang kelima
tidak mendapatkan pasangan. Oleh karena itu ikatan elektron kelima ini dengan inti menjadi
lemah dan mudah menjadi elektron bebas. Karena setiap atom dopan ini menyumbang se-
buah elektron, maka atom yang bervalensi lima disebut dengan atom donor. Dan elektron
“bebas” sumbangan dari atom dopan inipun dapat dikontrol jumlahnya atau konsentrasinya.

7
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Si Si Si

Si Sb Si

elektron
atom valensi
antimoni kelima
(Sb)

Si Si Si

Gambar 1.5 Struktur kristal semikonduktor (silikon) tipe n

Meskipun bahan silikon type n ini mengandung elektron bebas (pembawa mayoritas)
cukup banyak, namun secara keseluruhan kristal ini tetap netral karena jumlah muatan positip
pada inti atom masih sama dengan jumlah keseluruhan elektronnya. Pada bahan type n dis-
amping jumlah elektron bebasnya (pembawa mayoritas) meningkat, ternyata jumlah holenya
(pembawa minoritas) menurun. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah
elektron bebas, maka kecepatan hole dan elektron ber-rekombinasi (bergabungnya kembali
elektron dengan hole) semakin meningkat. Sehingga jumlah holenya menurun.
Level energi dari elektron bebas sumbangan atom donor dapat digambarkan seperti
pada gambar 1.6. Jarak antara pita konduksi dengan level energi donor sangat kecil yaitu 0.05
eV untuk silikon dan 0.01 eV untuk germanium. Oleh karena itu pada suhu ruang saja, maka
semua elektron donor sudah bisa mencapai pita konduksi dan menjadi elektron bebas.

8
Bab 1. Dioda Semikonduktor

energi

pita konduksi
0.01eV (Ge); 0.05eV (Si)

level energi donor


Eg = 0.67eV (Ge); 1.1eV (Si)

pita valensi

Gambar 1.6 Diagram pita energi semikonduktor type n

Bahan semikonduktor type n dapat dilukiskan seperti pada gambar 1.7. Karena atom-
atom donor telah ditinggalkan oleh elektron valensinya (yakni menjadi elektron bebas), maka
menjadi ion yang bermuatan positip. Sehingga digambarkan dengan tanda positip. Sedang-
kan elektron bebasnya menjadi pembawa mayoritas. Dan pembawa minoritasnya berupa
hole.
pembawa minoritas

+ + +
ion donor pembawa mayoritas
+ +

+ + +

Gambar 1.7 Bahan semikonduktor type n

1.4 Semikonduktor type P


Apabila bahan semikonduktor murni (intrinsik) didoping dengan bahan impuritas (ke-
tidak-murnian) bervalensi tiga, maka akan diperoleh semikonduktor type p. Bahan dopan
yang bervalensi tiga tersebut misalnya boron, galium, dan indium. Struktur kisi-kisi kristal
semikonduktor (silikon) type p adalah seperti gambar 1.8.
Karena atom dopan mempunyai tiga elektron valensi, dalam gambar 1.8 adalah atom
Boron (B) , maka hanya tiga ikatan kovalen yang bisa dipenuhi. Sedangkan tempat yang se-

9
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

harusnya membentuk ikatan kovalen keempat menjadi kosong (membentuk hole) dan bisa di-
tempati oleh elektron valensi lain. Dengan demikian sebuah atom bervalensi tiga akan me-
nyumbangkan sebuah hole. Atom bervalensi tiga (trivalent) disebut juga atom akseptor, kare-
na atom ini siap untuk menerima elektron.
Seperti halnya pada semikonduktor type n, secara keseluruhan kristal semikonduktor
type n ini adalah netral. Karena jumlah hole dan elektronnya sama. Pada bahan type p, hole
merupakan pembawa muatan mayoritas. Karena dengan penambahan atom dopan akan me-
ningkatkan jumlah hole sebagai pembawa muatan. Sedangkan pembawa minoritasnya adalah
elektron.

Si Si Si

Si B Si

atom hole
Boron (B)

Si Si Si

Gambar 1.8 Struktur kristal semikonduktor (silikon) type p

10
Bab 1. Dioda Semikonduktor

energi

pita konduksi

Eg = 0.67eV (Ge); 1.1eV (Si)


level energi akseptor

0.01eV (Ge); 0.05eV (Si)

pita valensi

Gambar 1.9 Diagram pita energi semikonduktor type p

Level energi dari hole akseptor dapat dilihat pada gambar 1.9. Jarak antara level ener-
gi akseptor dengan pita valensi sangat kecil yaitu sekitar 0.01 eV untuk germanium dan 0.05
eV untuk silikon. Dengan demikian hanya dibutuhkan energi yang sangat kecil bagi elektron
valensi untuk menempati hole di level energi akseptor. Oleh karena itu pada suhur ruang ba-
nyak sekali jumlah hole di pita valensi yang merupakan pembawa muatan.
Bahan semikonduktor type p dapat dilukiskan seperti pada gambar 1.10. Karena
atom-atom akseptor telah menerima elektron, maka menjadi ion yang bermuatan negatip. Se-
hingga digambarkan dengan tanda negatip. Pembawa mayoritas berupa hole dan pembawa
minoritasnya berupa elektron.
pembawa minoritas

- - -
pembawa mayoritas
ion aksep- - -
tor
- - -

Gambar 1.10 Bahan semikonduktor type p

11
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

1.5 Dioda Semikonduktor


Dioda semikonduktor dibentuk dengan cara menyambungkan semikonduktor type p
dan type n. Pada saat terjadinya sambungan (junction) p dan n, hole-hole pada bahan p dan
elektron-elektron pada bahan n disekitar sambungan cenderung untuk berkombinasi. Hole
dan elektron yang berkombinasi ini saling meniadakan, sehingga pada daerah sekitar sambun-
gan ini kosong dari pembawa muatan dan terbentuk daerah pengosongan (depletion region).
ion aksep- ion donor
tor

- - - + + +
(a) - - +
+
+
- - - + +

tipe p tipe n
elektron dan hole
berkombinasi
daerah pengosongan

- - + + +
- - +
(b) - - + +
-
- - + + + +
- - +
- - + +
tipe p tipe n

(c)
Anoda (A) Katoda (K)

Gambar 1.11 Struktur Dioda Semikonduktor (a) pembentukan sambungan; (b)


daerah pengosongan; (c) simbol dioda

Oleh karena itu pada sisi p tinggal ion-ion akseptor yang bermuatan negatip dan pada
sisi n tinggal ion-ion donor yang bermuatan positip. Namun proses ini tidak berlangsung te-
rus, karena potensial dari ion-ion positip dan negatip ini akan mengahalanginya. Tegangan
atau potensial ekivalen pada daerah pengosongan ini disebut dengan tegangan penghalang

12
Bab 1. Dioda Semikonduktor

(barrier potential). Besarnya tegangan penghalang ini adalah 0.2 untuk germanium dan 0.6
untuk silikon. Lihat gambar 1.11.

1.6 Bias Mundur (Reverse Bias)


Bias mundur adalah pemberian tegangan negatip baterai ke terminal anoda (A) dan te-
gangan positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda. Dengan kata lain, tegangan anoda ka-
toda VA-K adalah negatip (VA-K < 0). Gambar 1.12 menunjukkan dioda diberi bias mundur.
daerah pengosongan

A -- - + + + + K
- - +
-- - + + +
-
- - + + ++ +
- - - +
- - - + + + Is
tipe p tipe n

A K

- +

Gambar 1.12 Dioda diberi bias mundur

Karena pada ujung anoda (A) yang berupa bahan tipe p diberi tegangan negatip, maka
hole-hole (pembawa mayoritas) akan tertarik ke kutup negatip baterai menjauhi persambun-
gan. Demikian juga karena pada ujung katoda (K) yang berupa bahan tipe n diberi tegangan
positip, maka elektron-elektron (pembawa mayoritas) akan tertarik ke kutup positip baterai
menjauhi persambungan. Sehingga daerah pengosongan semakin lebar, dan arus yang dis-
ebabkan oleh pembawa mayoritas tidak ada yang mengalir.
Sedangkan pembawa minoritas yang berupa elektron (pada bahan tipe p) dan hole
(pada bahan tipe n) akan berkombinasi sehingga mengalir arus jenuh mundur (reverse satura-
tion current) atau Is. Arus ini dikatakan jenuh karena dengan cepat mencapai harga maksi-
mum tanpa dipengaruhi besarnya tegangan baterai. Besarnya arus ini dipengaruhi oleh tem-
peratur. Makin tinggi temperatur, makin besar harga Is. Pada suhu ruang, besarnya Is ini da-
lam skala mikro-amper untuk dioda germanium, dan dalam skala nano-amper untuk dioda si-
likon.

13
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

1.7 Bias Maju (Foward Bias)


Apabila tegangan positip baterai dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan negatipnya
ke terminal katoda (K), maka dioda disebut mendapatkan bias maju (foward bias). Dengan
demikian VA-K adalah positip atau VA-K > 0. Gambar 1.13 menunjukan dioda diberi bias ma-
ju.
daerah pengosongan

A - + + K
- - - + +
- +
- - +
-
- + + +
- - + ID
- + +
tipe p tipe n

A K

+ -

Gambar 1.13 Dioda diberi bias maju

Dengan pemberian polaritas tegangan seperti pada gambar 1.13, yakni VA-K positip,

maka pembawa mayoritas dari bahan tipe p (hole) akan tertarik oleh kutup negatip baterai me-
lewati persambungan dan berkombinasi dengan elektron (pembawa mayoritas bahan tipe n).
Demikian juga elektronnya akan tertarik oleh kutup positip baterai untuk melewati persam-
bungan. Oleh karena itu daerah pengosongan terlihat semakin menyempit pada saat dioda di-
beri bias maju. Dan arus dioda yang disebabkan oleh pembawa mayoritas akan mengalir, yai-

tu ID.

Sedangkan pembawa minoritas dari bahan tipe p (elektron) dan dari bahan tipe n
(hole) akan berkombinasi dan menghasilkan Is. Arah Is dan ID adalah berlawanan. Namun
karena Is jauh lebih kecil dari pada ID, maka secara praktis besarnya arus yang mengalir pada
dioda ditentukan oleh ID.

14
Bab 1. Dioda Semikonduktor

1.8 Kurva Karakteristik Dioda


Hubungan antara besarnya arus yang mengalir melalui dioda dengan tegangan VA-K
dapat dilihat pada kurva karakteristik dioda (gambar 1.14).
Gambar 1.14 menunjukan dua macam kurva, yakni dioda germanium (Ge) dan dioda
silikon (Si). Pada saat dioda diberi bias maju, yakni bila VA-K positip, maka arus ID akan

naik dengan cepat setelah VA-K mencapai tegangan cut-in (Vγ). Tegangan cut-in (Vγ) ini ki-

ra-kira sebesar 0.2 Volt untuk dioda germanium dan 0.6 Volt untuk dioda silikon. Dengan
pemberian tegangan baterai sebesar ini, maka potensial penghalang (barrier potential) pada
persambungan akan teratasi, sehingga arus dioda mulai mengalir dengan cepat.
Bagian kiri bawah dari grafik pada gambar 1.14 merupakan kurva karakteristik dioda
saat mendapatkan bias mundur. Disini juga terdapat dua kurva, yaitu untuk dioda germanium
dan silikon. Besarnya arus jenuh mundur (reverse saturation current) Is untuk dioda germa-
nium adalah dalam orde mikro amper dalam contoh ini adalah 1 µA. Sedangkan untuk dioda
silikon Is adalah dalam orde nano amper dalam hal ini adalah 10 nA.
Apabila tegangan VA-K yang berpolaritas negatip tersebut dinaikkan terus, maka sua-
tu saat akan mencapai tegangan patah (break-down) dimana arus Is akan naik dengan tiba-
tiba. Pada saat mencapai tegangan break-down ini, pembawa minoritas dipercepat hingga
mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron valensi dari atom. Ke-
mudian elektron ini juga dipercepat untuk membebaskan yang lainnya sehingga arusnya se-
makin besar. Pada dioda biasa pencapaian tegangan break-down ini selalu dihindari karena
dioda bisa rusak.

15
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

ID (mA)

Ge Si

Is(Si)=10nA VA-K (Volt)

0.2 0.6

Is(Ge)=1µA
Si Ge

Gambar 1.14 Kurva karakteristik dioda

Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan dalam per-
samaan matematis yang dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu:

(VD/n.VT)
ID = Is [e - 1]
.......(1.2)
dimana:
ID = arus dioda (amper)
Is = arus jenuh mundur (amper)
e = bilangan natural, 2.71828...
VD = beda tegangan pada dioda (volt)
n = konstanta, 1 untuk Ge; dan ≈ 2 untuk Si
VT = tegangan ekivalen temperatur (volt)
Harga Is suatu dioda dipengaruhi oleh temperatur, tingkat doping dan geometri dioda. Dan
konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik dioda. Sedangkan harga VT
ditentukan dengan persamaan:

16
Bab 1. Dioda Semikonduktor

kT
VT = 
q ......................(1.3)

dimana:
k = konstanta Boltzmann, 1.381 x 10-23 J/K
(J/K artinya joule per derajat kelvin)
T = temperatur mutlak (kelvin)
q = muatan sebuah elektron, 1.602 x 10-19 C

o
Pada temperatur ruang, 25 C atau 273 + 25 = 298 K, dapat dihitung besarnya VT yaitu:

-23
(1.381 x 10 J/K)(298K)
VT = 
-19
1.602 x 10 C

= 0.02569 J/C
≅ 26 mV

Harga VT adalah 26 mV ini perlu diingat untuk pembicaraan selanjutnya.


Sebagaimana telah disebutkan bahwa arus jenuh mundur, Is, dipengaruhi oleh bebera-
pa faktor seperti: doping, persambungan, dan temperatur. Namun karena dalam pemakaian
suatu komponen dioda, faktor doping dan persambungan adalah tetap, maka yang perlu men-
dapat perhatian serius adalah pengaruh temperatur. Gambar 1.15 menunjukan kurva bias ma-
ju untuk beberapa macam temperatur.

17
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

ID (mA)
o
35 C
o
45 C o
25 C

untuk ID tertentu,
VD turun bila suhu
dinaikkan

VD (Volt)

0.66 0.68 0.70

Gambar 1.15 Pengaruh temperatur pada kurva bias maju

Apabila temperatur dioda dinaikkan, maka tegangan cut-in (Vγ) turun. Sebaliknya bi-
la temperatur turun, maka Vγ naik. Dengan asumsi bahwa ID tetap, hubungan antara tempe-
ratur dengan tegangan cut-in (Vγ) dapat dinyatakan dengan persamaan:

Vγ(T1) - Vγ(To) = k(T1 - To) .......(1-4)

dimana:
O
To = temperatur ruang, atau 25 C
T1 = temperatur dioda yang baru (OC)

Vγ(T1) = tegangan cut-in pada temperatur ruang (volt)


Vγ(To) = tegangan cut-in yang baru (volt)
k = koefisien temperatur dalam V/OC
Harga k umumnya oleh para ahli dianggap tetap, yaitu:
k = -2.5 mV/OC untuk dioda germanium
k = -2.0 mV/OC untuk dioda silicon

Selain mempengaruhi tegangan cut-in (Vγ), temperatur dioda juga mempengaruhi arus
O
jenuh mundur, Is. Arus Is kira-kira naik dua kali lipat apabila temperatur dioda naik 10 C.
Gambar 1.16 menunjukkan perubahan kurva bias mundur untuk beberapa macam temperatur.

18
Bab 1. Dioda Semikonduktor

Secara matematis pengaruh temperatur terhadap arus Is dapat dinyatakan:

(T2 - T1)/10
Is(T2) = Is(T1).2 .......(1.5)

ID
VD

25 OC -1
O -2
35 C

O
45 C -4

O -8
55 C

(µA)

Gambar 1.16 Pengaruh temperatur terhadap kurva bias mundur

1.9 Resistansi Dioda


Karena kurva karakteristik dioda tidak linier, maka resistansi dioda berbeda-beda anta-
ra satu titik operasi ke titik operasi lainnya. Pemberian tegangan dc kepada suatu rangkaian
yang ada dioda semikonduktornya akan menentukan titik kerja dioda tersebut pada kurva ka-
rakteristik. Apabila tegangan dc yang diberikan tidak berubah maka titik kerja dioda juga ti-
dak berubah. Perbandingan antara tegangan pada titik kerja dengan arus yang mengalir pada
dioda disebut dengan Resistansi DC atau Resistansi Statis.

VD ......................(1.6)
RD = 
ID

Resistansi dc pada daerah bias maju akan lebih kecil dibanding dengan resistansi pada
daerah bias mundur. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan contoh 1.1 di bawah ini.

19
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Contoh 1.1:
Tentukan resistansi dc dioda dengan kurva karakteristik seper-
ti gambar 1.17 pada:
(a) ID = 2 mA

(b) ID = 20 mA

(a) VD = -10 V

ID (mA)

-10 V VD (Volt)

-1µA 0.5 0.8

Gambar 1.17 Contoh 1.1

Penyelesaian:
(a) Pada ID = 2 mA, VD = 0.5 V (dari kurva), maka
VD 0.5V
RD =  =  = 250 Ω
ID 2mA

(b) Pada ID = 20 mA, VD = 0.8 V (dari kurva), maka


VD 0.8V
RD =  =  = 40 Ω
ID 20mA

20
Bab 1. Dioda Semikonduktor

(a) Pada VD = -10 V, ID = Is = -1µA (dari kurva), maka

VD 10V
RD =  =  = 10 MΩ
ID 1µA

Apabila sinyal sinus diberikan di sekitar titik kerja, maka titik kerja akan berayun ke
atas dan ke bawah. Perbandingan antara perubahan tegangan dengan perubahan arus disekitar
titik kerja disebut dengan Resistansi AC atau Resistansi Dinamik. Perubahan tegangan
maupun arus harus dibuat sekecil mungkin serta titik-Q merupakan titik tengahnya perubahan
tersebut.

∆Vd
rd = 
∆Id ∆Id titik-Q

karakteristik
dioda

∆Vd

Gambar 1.18 Menentukan Resistansi ac atau resistansi dinamik

Menetukan resistansi dinamik secara grafis seperti diuraikan di atas diperlukan adanya
kurva karakteristik dengan skala pengukuran yang benar. Cara lain untuk menentukan resis-
tansi dinamik adalah melalui persamaan matematis. Yaitu dengan mendiferensialkan persa-
maan 1.2, maka diperoleh:

d d
(VD/n.VT)
(iD) = {Is[e - 1]}
dVD dVD

21
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

diD (iD + Is)


 = 
dVD n.VT
Resistansi dinamik adalah kebalikan dari persamaan tersebut, yaitu:
n.VT
rd = 
(iD + Is)

Karena iD >> Is, dan dianggap n = 1 dan VT = 26mV, maka:


26 mV
rd = 
iD

26 mV
rd =  .................(1.7)
iD

Persamaan (1.7) ini akan valid (tepat) hanya untuk bagian kurva yang mendekati ver-
tikal. Apabila harga ID cukup kecil dan harga n = 2, maka hasilnya perlu dikalikan 2. Resis-
tansi total dari komponen dioda adalah rd ditambah dengan resistansi bahan semikonduktor
(bulk resistansi) serta resistansi karena hubungan konektor dengan bahan (contact resistansi).

1.10 Rangkaian Ekivalen Dioda


Rangkaian ekivalen adalah gabungan dari beberapa elemen yang dianggap paling me-
wakili karakteristik suatu komponen atau sistem yang sesungguhnya. Oleh karena itu suatu
komponen dapat diganti dengan rangkaian elkivalennya tanpa mempengaruhi keseluruhan sis-
tem dimana komponen tersebut berada. Dalam banyak hal, penggantian komponen dengan
ekivalennya akan memudahkan dalam analisis rangkain. Istilah rangkaian ekivalen dioda ini
sering juga disebut dengan model dioda.
Secara umum terdapat tiga macam pendekatan yang digunakan untuk membuat rang-
kaian ekivalen suatu dioda semikonduktor. Pendekatan yang paling sederhana adalah model
dioda ideal. Gambar 1.19 menunjukkan model dioda ideal dan karakteristiknya.

22
Bab 1. Dioda Semikonduktor

ID

+ VD -

ID

(a) VD

(b) 0

Gambar 1.19 Model dioda ideal (a) dan karakteristiknya (b)

Dioda ideal menyerupai suatu saklar, bila VD positip saklar akan menutup (dioda ON)
sehingga arus ID besar dan bila VD negatip saklar akan membuka (dioda OFF) sehingga arus
ID = 0. Model dioda ideal dipakai terutama dalam kondisi apabila tegangan dan resistansi ja-
ringan sangat besar, misalnya dalam power supply.
Pendekatan kedua adalah lebih lengkap dari model ideal yaitu model dioda sederhana.
Gambar 1.20 menunjukkan model dioda sederhana dan karakteristiknya. Rangkaian ekiva-
lennya terdiri atas dioda ideal yang diseri dengan tegangan baterai sebesar 0.7 V (untuk dioda
silikon). Tegangan baterai ini sebesar tegangan cut-in dari dioda yang bersangkutan.
Pendekatan ketiga adalah yang paling komplek yaitu rangkaian ekivalen piecewise-
linier. Meskipun rangkaian ekivalen ini dianggap paling akurat, namun bagian nonlinier dari
kurva bias maju tetap dianggap sebagai linier. Sehingga diperoleh seperti gambar 1.21.

23
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

ID

+ VD tegak lu-
rus
Vγ=0.7V
ID
dioda ideal
VD

(a (b) 0 Vγ=0.7

Gambar 1.20 Model dioda sederhana (a) dan karakteristik-


nya (b)
ID

+ VD - rd

Vγ=0.7V
ID

dioda ideal VD

(b) 0 Vγ=0.7V
(a)

Gambar 1.21 Model dioda sederhana (a) dan karakteristiknya (b)

1.11 Ringkasan
Dioda semikonduktor dibentuk dengan menyambungkan dua buah bahan semikonduk-
tor tipe P dan tipe N. Bahan semikonduktor tipe P mempunyai pembawa muatan mayoritas
hole, sedangkan pada tipe N pembawa muatan mayoritasnya adalah elektron. Dengan demi-
kian pada persambungan dua bahan tersebut timbul daerah pengosongan.
Apabila dioda semikonduktor diberi bias maju, maka arus akan mengalir. Namun
apabila dioda diberi bias mundur, maka dioda tidak mengalirkan arus, hanya terdapat arus
yang sangat kecil yang disebut dengan arus bocor.

24
Bab 1. Dioda Semikonduktor

1.12 Soal Latihan

1. Jelaskan karakteristik bahan konduktor, semikonduktor, dan isolator!


2. Mengapa atom silikon dan atom germanium disebut dengan atom tetra-valen?
3. Jelaskan bahan semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik!
4. Berapa joule energi yang dibutuhkan untuk memindahkan muatan sebesar 6 Coulomb
melalui beda potensial sebesar 3V?
5. Jelaskan bagaimana cara memperoleh bahan semikonduktor tipe N dan jelaskan karakte-
ristiknya!
6. Jelaskan bagaimana cara memperoleh bahan semikonduktor tipe P dan jelaskan karakte-
ristiknya!
7. Apa yang dimaksud dengan ikatan kovalen?
8. Jelaskan struktur dan karakteristik dioda semikonduktor!
9. Parameter dioda apa saja yang diperngaruhi oleh perubahan temperatur? Jelaskan!
10. Jelaskan definisi resistansi dinamik dioda!

25
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Sumber Pustaka

Boylestad and Nashelsky. (1992). Electronic Devices and Circuit Theory, 5th ed. Engelwood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Floyd, T. (1991). Electric Circuits Fundamentals. New York: Merrill Publishing Co.

Malvino, A.P. (1993). Electronic Principles 5th Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Milman & Halkias. (1972). Integrated Electronics: Analog and Digital Circuits and Systems.
Tokyo: McGraw-Hill, Inc.

Savant, Roden, and Carpenter. (1987). Electronic Circuit Design: An Engineering Approach.
Menlo Park, CA: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Stephen, F. (1990). Integrated devices: discrete and integrated. Englewood Cliffs, NJ: Pren-
tice-Hall, Inc.

26
Elektronika :
Teori dan Penerapan

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Elektronika : Teori dan Penerapan

Disusun Oleh: Herman Dwi Surjono, Ph.D.


© 2007 All Rights Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penyunting : Tim Cerdas Ulet Kreatif


Perancang Sampul : Dhega Febiharsa
Tata Letak : Dhega Febiharsa

Diterbitkan Oleh:
Penerbit Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor – Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-422327 Faks. 0331422327

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Herman Dwi Surjono, Elektronika : Teori dan Penerapan /Herman Dwi Surjo-
no, Penyunting: Tim Cerdas Ulet Kreatif, 2007, 168 hlm; 14,8 x 21 cm.

ISBN 978-602-98174-7-8

1. Hukum Administrasi I. Judul


II. Tim Cerdas Ulet Kreatif 168
Distributor:
Penerbit CERDAS ULET KREATIF
Website : www.cerdas.co.id - email : buku@cerdas.co.id

Cetakan Kedua, 2011


Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (ayat 2)
1. Barang Siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Kata Pengantar

Buku ini diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin mengetahui elektronika baik secara
teori, konsep dan penerapannya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif dan menda-
lam mulai dari pemahaman konsep dasar hingga ke taraf kemampuan untuk menganalisis
dan mendesain rangkaian elektronika. Penggunaan matematika tingkat tinggi diusahakan
seminimal mungkin, sehingga buku ini bias digunakan oleh berbagai kalangan. Pembaca da-
pat beraktivitas dengan mudah karena didukung banyak contoh soal dalam hamper setiap
pokok bahasan serta latihan soal pada setiap akhir bab. Beberapa rangkaian penguat seda-
pat mungkin diambilkan dari pengalaman praktikum.
Sebagai pengetahuan awal, pemakai buku ini harus memahami teori dasar rangkaian
DC dan matematika dasar. Teori Thevenin, Norton, dan Superposisi juga digunakan dalam
beberapa pokok bahasan. Di samping itu penguasaan penerapan hukum Ohm dan Kirchhoff
merupakan syarat mutlak terutama pada bagian analisis dan perancangan.
Bab 1 membahas teori semikonduktor yang merupakan dasar dari pembahasan ber-
bagai topic berikutnya, bahan tipe P dan N, karakterisik diode semikonduktor dan model di-
oda.
Bab 2 membahas beberapa penerapan diode semikonduktor dalam rangkaian elek-
tronika diantaranya yang paling penting adalah rangkaian penyearah.

iii
Bab 3 membahas transistor bipolar. Prinsip kerja dan karakteristik input dan output
transistor, tiga macam konfigurasi transistor serta pengaruhnya terhadap temperatur.
Bab 4 membahas berbagai metode pemberian bias, garis beban AC dan DC, analisis
serta perencanaan titik kerja. Selanjutnya pada bab 5 membahas analisis serta perancangan
penguat transistor.
Semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja. Saran-saran dari pembaca sangat
diharapkan.

Yogyakarta, Desember 2007


Penulis,

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika, FT- UNY

iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v

1. DIODA SEMIKONDUKTOR 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Teori Semikonduktor 1
1.3. Semikonduktor Type N 7
1.4. Semikonduktor Type P 9
1.5. Dioda Semikonduktor 12
1.6. Bias Mundur (Reverse Bias) 13
1.7. Bias Maju (Forward Bias) 14
1.8. Kurva Karakteristik Dioda 15
1.9. Resistansi Dioda 19
1.10. Rangkaian Ekivalen Dioda 22
1.11. Ringkasan 24
1.12. Soal Latihan 25

2. RANGKAIAN DIODA 27
2.1. Pendahuluan 27
2.2. Penyearah Setengah Gelombang 27
2.3. Penyearah Gelombang Penuh 32
2.4. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan 34
2.5. Rangkaian Clipper (Pemotong) 36
2.6. Rangkaian Clamper (Penggeser) 39
2.7. Dioda Zener 41
2.8. Perencanaan Penyetabil Tegangan 46
2.9. Rangkaian Pelipat Tegangan 48
2.10. Ringkasan 51
2.11. Soal Latihan 52

3. TRANSISTOR BIPOLAR 55
3.1. Pendahuluan 55
3.2. Konstruksi Transistor Bipolar 55
3.3. Kerja Transistor 56
3.4. Konfigurasi Transistor 60
3.5. Kurva Karakteristik Transistor 64
3.6. Pengaruh Temperatur 69
3.7. Ringkasan 72
3.8. Soal Latihan 73

4. BIAS DC TRANSISTOR BIPOLAR 75


4.1. Pendahuluan 75
4.2. Pengertian Titik Kerja 75
4.3. Rangkaian Bias Tetap 77

v
4.4. Bias Umpan Balik Tegangan 86
4.5. Bias Pembagi Tegangan 89
4.6. Garis Beban DC dan AC 96
4.7. Analisa dan Desain 101
4.8. Ringkasan 109
4.9. Soal Latihan 110

5. PENGUAT TRANSISTOR BIPOLAR 115


5.1. Pendahuluan 115
5.2. Parameter Penguat 115
5.3. Model Hibrid 117
5.4. Parameter H 122
5.5. Analisa Penguat CE 128
5.6. Penguat CE dengan Resistor RE 134
5.7. Rangkaian Pengikut Emitor 140
5.8. Penguat Basis Bersama (CB) 146
5.9. Perencanaan Penguat Transistor 149
5.10. Ringkasan 153
5.11. Soal Latihan 154

LAMPIRAN A 159
LAMPIRAN B 160
INDEKS 161

vi
Bab 2
Rangkaian Dioda

2.1 Pendahuluan
Penerapan dioda semikonduktor dalam bidang elektronika sangatlah luas. Hal ini ka-
rena sifat dioda yang sangat mendasar yaitu hanya dapat melewatkan arus dalam satu arah sa-
ja. Rangkaian penyearah merupakan penerapan dioda yang sangat penting untuk dibahas le-
bih dahulu. Sesuai dengan bentuk gelombang outputnya, maka penyearah terdapat dua ma-
cam yaitu setengah gelombang dan gelombang penuh.
Rangkaian pemotong dan penggeser merupakan penerapan lain yang juga banyak di-
gunakan dalam teknik pulsa. Jenis dioda semikonduktor yang khusus dioperasikan pada bias
mundur yang pada titik break-down-nya sering disebut dengan dioda Zener. Zener ini meru-
pakan inti dari rangkaian penyetabil tegangan. Disamping itu juga dibahas beberapa macam
rangkaian pelipat tegangan.

2.2 Penyearah setengah gelombang


Penerapan dioda yang paling banyak dijumpai adalah sebagai penyearah. Penyearah
berarti mengubah arus bolak-balik (ac) menjadi arus searah (dc). Sebagian besar peralatan
elektronik membutuhkan sumber daya yang berupa arus searah. Untuk kebutuhan daya dan
tegangan yang kecil biasanya cukup digunakan baterai atau accu, namun untuk lebih dari itu
diperlukan power supply yang berupa penyearah.
Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang, yaitu yang
terdiri dari sebuah dioda. Melihat dari namanya, maka hanya setengah gelombang saja yang
akan disearahkan. Gambar 2.1 menunjukkan rangkaian penyearah setengah gelombang.
Rangkaian penyearah setengah gelombang mendapat masukan dari skunder trafo yang
berupa sinyal ac berbentuk sinus, vi = Vm Sin ωt (gambar 2.1 (b)). Dari persamaan tersebut,
Vm merupakan tegangan puncak atau tegangan maksimum. Harga Vm ini hanya bisa diukur
dengan CRO yakni dengan melihat langsung pada gelombangnya. Sedangkan pada umumnya
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

harga yang tercantum pada skunder trafo adalah tegangan efektif. Hubungan antara tegangan

puncap Vm dengan tegangan efektif (Veff) atau tegangan rms (Vrms) adalah:

Vm
Veff = Vrms =  = 0.707 Vm ...... (2.1)
√ 2

Tegangan (arus) efektif atau rms (root-mean-square) adalah tegangan (arus) yang te-
rukur oleh voltmeter (amper-meter). Karena harga Vm pada umumnya jauh lebih besar dari
pada Vγ (tegangan cut-in dioda), maka pada pembahasan penyearah ini Vγ diabaikan.
Prinsip kerja penyearah setengah gelombang adalah bahwa pada saat sinyal input be-

rupa siklus positip maka dioda mendapat bias maju sehingga arus (i) mengalir ke beban (RL),

dan sebaliknya bila sinyal input berupa siklus negatip maka dioda mendapat bias mundur se-
hingga tidak mengalir arus. Bentuk gelombang tegangan input (vi) ditunjukkan pada (b) dan
arus beban (i) pada (c) dari gambar 2.1.

Resistansi dioda pada saat ON (mendapat bias maju) adalah Rf, yang umumnya ni-

lainya lebih kecil dari RL. Pada saat dioda OFF (mendapat bias mundur) resistansinya besar

sekali atau dalam pembahasan ini dianggap tidak terhigga, sehingga arus dioda tidak mengalir
atau i = 0.
Arus yang mengalir ke beban (i) terlihat pada gambar (c) bentuknya sudah searah (satu
arah) yaitu positip semua. Apabila arah dioda dibalik, maka arus yang mengalir adalah nega-
tip. Frekuensi sinyal keluaran dari penyearah setengah gelombang ini adalah sama dengan
frekuensi input (dari jala-jala listrik) yaitu 50 Hz. Karena jarak dari puncak satu ke puncak
berikutnya adalah sama.

28
Bab 2. Rangkaian Dioda

vd

masukan
i RL
sinyal ac vi

(a)
vi

Vm

Im
0 π 2π Id c

0 π 2π

(c)
(b)

Gambar 2.1 Penyearah setengah gelombang (a) rangkaian; (b) tegangan


skunder trafo; (c) arus beban

Arus dioda yang mengalir melalui beban RL (i) dinyatakan dengan:


.
i = Im Sin ωt ,jika 0 ≤ ωt ≤ π (siklus positip)
i = 0 ,jika π ≤ ωt ≤ 2π (siklus negatip)
dimana:

Vm
Im =  ................(2.2)
Rf + RL

Bila diperhatikan meskipun sinyal keluaran masih berbentuk gelombang, namun arah
gelombangnya adalah sama, yaitu positip (gambar c). Berarti harga rata-ratanya tidak lagi nol
seperti halnya arus bolak-balik, namun ada suatu harga tertentu. Arus rata-rata ini (Idc) seca-
ra matematis bisa dinyatakan:

29
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

1 2π ............(2.3)
Idc =  i dωt
2π 0

Untuk penyearah setengah gelombang diperoleh:

1 π
Idc =  Im Sin ωt dt
2π 0

Im
.................(2.4)
Idc =  ≅ 0.318 Im
π

Tegangan keluaran dc yang berupa turun tegangan dc pada beban adalah:

Vdc = Idc.RL

Im.RL
Vdc =  .................(2.5)
π

Apabila harga Rf jauh lebih kecil dari RL, yang berarti Rf bisa diabaikan, maka:
Vm = Im.RL
Sehingga:

Vm
Vdc =  ≅ 0.318 Vm
π .......(2.6)

30
Bab 2. Rangkaian Dioda

Apabila penyearah bekerja pada tegangan Vm yang kecil, untuk memperoleh hasil yang lebih
teliti, maka tegangan cut-in dioda (Vγ) perlu dipertimbangkan, yaitu:

Vdc = 0.318 (Vm - Vγ) ............(2.7)

Dalam perencanaan rangkaian penyearah yang juga penting untuk diketahui adalah be-
rapa tegangan maksimum yang boleh diberikan pada dioda. Tegangan maksimum yang harus
ditahan oleh dioda ini sering disebut dengan istilah PIV (peak-inverse voltage) atau tegangan
puncak balik. Hal ini karena pada saat dioda mendapat bias mundur (balik) maka tidak arus
yang mengalir dan semua tegangan dari skunder trafo berada pada dioda. Bentuk gelombang
dari sinyal pada dioda dapat dilihat pada gambar 2.2. PIV untuk penyearah setengah gelom-
bang ini adalah:

PIV = Vm
......................(2.8)

Vd

Gambar 2.2 Bentuk gelombang sinyal pada dioda

Bentuk gelombang sinyal pada dioda seperti gambar 2.2 dengan anggapan bahwa Rf
dioda diabaikan, karena nilainya kecil sekali dibanding RL. Sehingga pada saat siklus positip
dimana dioda sedang ON (mendapat bias maju), terlihat turun tegangannya adalah nol. Se-
dangkan saat siklus negatip, dioda sedang OFF (mendapat bias mundur) sehingga tegangan
puncak dari skunder trafo (Vm) semuanya berada pada dioda.

31
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

2.3 Penyearah gelombang penuh


Rangkaian penyearah gelombang penuh ada dua macam, yaitu dengan menggunakan
trafo CT (center-tap = tap tengah) dan dengan sistem jembatan. Gambar 2.3 menunjukkan
rangkaian penyearah gelombang penuh dengan menggunakan trafo CT.
D1 i1 iL

masukan Vi
i2 RL VL
sinyal ac
D2
Vi
(a)
i1
vi

Vm Im

0 π 2π 0 π 2π
i2

(b) Im

0 π 2π
iL

Im
Id c

Gambar 2.3 (a) Rangkaian penyearah gelombang 0 π 2π


penuh dengan trafo CT; (b) sinyal input; (c) arus
dioda dan arus be-ban (c)

Terminal skunder dari Trafo CT mengeluarkan dua buah tegangan keluaran yang sama
tetapi fasanya berlawanan dengan titik CT sebagai titik tengahnya. Kedua keluaran ini mas-
ing-masing dihubungkan ke D1 dan D2, sehingga saat D1 mendapat sinyal siklus positip ma-
ka D1 mendapat sinyal siklus negatip, dan sebaliknya. Dengan demikian D1 dan D2 hidup-

32
Bab 2. Rangkaian Dioda

nya bergantian. Namun karena arus i1 dan i2 melewati tahanan beban (RL) dengan arah yang

sama, maka iL menjadi satu arah (gambar 2.3 c).


Terlihat dengan jelas bahwa rangkaian penyearah gelombang penuh ini merupakan
gabungan dua buah penyearah setengah gelombang yang hidupnya bergantian setiap setengah
siklus. Sehingga arus maupun tegangan rata-ratanya adalah dua kali dari penyearah setengah
gelombang. Dengan cara penurunan yang sama, maka diperoleh:

2Im
Idc =  ≅ 0.636 Im
π .......(2.9)

dan

2Im.RL
Vdc = Idc.RL = 
π ......(2.10)

Apabila harga Rf jauh lebih kecil dari RL, maka Rf bisa diabaikan, sehingga:

2Vm
Vdc =  ≅ 0.636 Vm
π ......(2.11)

Apabila penyearah bekerja pada tegangan Vm yang kecil, untuk memperoleh hasil yang lebih
teliti, maka tegangan cut-in dioda (Vγ) perlu dipertimbangkan, yaitu:

...........(2.12)
Vdc = 0.636 (Vm - Vγ)

Tegangan puncak inverse yang dirasakan oleh dioda adalah sebesar 2Vm. Misalnya
pada saat siklus positip, dimana D1 sedang hidup (ON) dan D2 sedang mati (OFF), maka
jumlah tegangan yang berada pada dioda D2 yang sedang OFF tersebut adalah dua kali dari
tegangan skunder trafo. Sehingga PIV untuk masing-masing dioda dalam rangkaian penyea-
rah dengan trafo CT adalah:

33
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

PIV = 2Vm .....................(2.13)

2.4 Penyearah gelombang penuh sistem jembatan


Penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan ini bisa menggunakan semba-
rang trafo baik yang CT maupun yang biasa, atau bahkan bisa juga tanpa menggunakan trafo.
rangkaian dasarnya adalah seperti pada gambar 2.4.
Prinsip kerja rangkaian penyearah gelombang penuh sistem jembatan dapat dijelaskan
melalui gambar 2.4. Pada saat rangkaian jembatan mendapatkan bagian positip dari siklus si-
nyal ac, maka (gambar 2.4 b):
- D1 dan D3 hidup (ON), karena mendapat bias maju
- D2 dan D4 mati (OFF), karena mendapat bias mundur

Sehingga arus i1 mengalir melalui D1, RL, dan D3.

Sedangkan apabila jembatan memperoleh bagian siklus negatip, maka (gambar 2.4 c):
- D2 dan D4 hidup (ON), karena mendapat bias maju
- D1 dan D3 mati (OFF), karena mendapat bias mundur

Sehingga arus i2 mengalir melalui D2, RL, dan D4.

Arah arus i1 dan i2 yang melewati RL sebagaimana terlihat pada gambar 2.4 b dan c
adalah sama, yaitu dari ujung atas RL menuju ground. Dengan demikian arus yang mengalir
ke beban (iL) merupakan penjumlahan dari dua arus i1 dan i2, dengan menempati paruh wak-
tu masing-masing (gambar 2.4 d).
Besarnya arus rata-rata pada beban adalah sama seperti penyearah gelombang penuh
dengan trafo CT, yaitu: Idc = 2Im/π = 0.636 Im (persamaan 2.8). Untuk harga Vdc dengan
memperhitungkan harga Vγ adalah:

Vdc = 0.636 (Vm - 2Vγ)


...........(2.14)

34
Bab 2. Rangkaian Dioda

D4 D1

masukan
sinyal ac

RL
D3 D2
(a)

i2
D1
D4
i1

i2
RL Im
D3 D2 (b)

0 π 2π

D4 D1 i2

i1

(c) Im

D3
RL
0 π 2π
i1 D2
iL

Im
Id c

(d)
0 π 2π

Gambar 2.4 Penyearah gelombang penuh dengan jembatan (a) rangkaian da-
sar; (b) saat siklus positip; (c) saat siklus negatip; (d) arus beban

35
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Harga 2Vγ ini diperoleh karena pada setiap siklus terdapat dua buah dioda yang berhubungan
secara seri.
Disamping harga 2Vγ ini, perbedaan lainnya dibanding dengan trafo CT adalah harga
PIV. Pada penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan ini PIV masing-masing di-
oda adalah:

PIV = Vm .....................(2.15)

2.5 Rangkaian Clipper (pemotong)


Rangkaian clipper (pemotong) digunakan untuk memotong atau menghilangkan seba-
gian sinyal masukan yang berada di bawah atau di atas level tertentu. Contoh sederhana dari
rangkaian clipper adalah penyearah setengah gelombang. Rangkaian ini memotong atau
menghilangkan sebagian sinyal masukan di atas atau di bawah level nol.
Secara umum rangkaian clipper dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: seri dan para-
lel. Rangkaian clipper seri berarti diodanya berhubungan secara seri dengan beban, sedang-
kan clipper paralel berarti diodanya dipasang paralel dengan beban. Sedangkan untuk mas-
ing-masing jenis tersebut dibagi menjadi clipper negatip (pemotong bagian negatip) dan clip-
per positip (pemotong bagian positip). Dalam analisa ini diodanya dianggap ideal.
Petunjuk untuk menganalisa rangkaian clipper seri adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan arah dioda
- bila arah dioda ke kanan, maka bagian positip dari sinyal input akan dilewatkan, dan bagian
negatip akan dipotong (berarti clipper negatip)
- bila arah dioda ke kiri, maka bagian negatip dari sinyal input akan dilewatkan, dan bagian
positip akan dipotong (berarti clipper positip)
2. Perhatikan polaritas baterai (bila ada)
3. Gambarlah sinyal output dengan sumbu nol pada level baterai (yang sudah ditentukan pa-
da langkah 2 di atas)
4. Batas pemotongan sinyal adalah pada sumbu nol semula (sesuai dengan sinyal input)
Rangkaian clipper seri positip adalah seperti gambar 2.5. dan rangkaian clipper seri negatip
adalah gambar 2.6.

36
Bab 2. Rangkaian Dioda

vi vO
VB D
V Vo
Vm
RL
-

VB D vO
V Vo

RL +V

Gambar 2.5 Rangkaian clipper seri positip

vi VB D
V Vo vO
Vm
RL
-

VB D vO
V Vo
+VB
RL

Gambar 2.6 Rangkaian clipper seri negatip

37
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Petunjuk untuk menganalisa rangkaian clipper paralel adalah sebagai berikut:


1. Perhatikan arah dioda.
- bila arah dioda ke bawah, maka bagian positip dari sinyal input akan dipotong (berarti
clipper positip)
- bila arah dioda ke atas, maka bagian negatip dari sinyal input akan dipotong (berarti clip-
per negatip)
2. Perhatikan polaritas baterai (bila ada).
3. Gambarlah sinyal output dengan sumbu nol sesuai dengan input.
4. Batas pemotongan sinyal adalah pada level baterai.
Rangkaian clipper paralel positip adalah seperti gambar 2.7 dan rangkaian clipper paralel ne-
gatip adalah gambar 2.8.

vi
R
V Vo vO
Vm
D +V

VB

R
V Vo vO

VB -

Gambar 2.7 Rangkaian clipper paralel positip

38
Bab 2. Rangkaian Dioda

R
vi V Vo vO

Vm D

VB -

R vO
V Vo

D +V

VB

Gambar 2.8 Rangkaian clipper paralel negatip

2.6 Rangkaian Clamper (Penggeser)


Rangkaian Clamper (penggeser) digunakan untuk menggeser suatu sinyal ke level dc
yang lain. Rangkain Clamper paling tidak harus mempunyai sebuah kapasitor, dioda, dan re-
sistor, disamping itu bisa pula ditambahkan sebuah baterai. Harga R dan C harus dipilih se-
demikian rupa sehingga konstanta waktu RC cukup besar agar tidak terjadi pengosongan
muatan yang cukup berarti saat dioda tidak menghantar. Dalam analisa ini dianggap dido-
danya adalah ideal.
Sebuah rangkaian clamper sederhana (tanpa baterai) terdiri atas sebuah R, D, dan C
terlihat pada gambar 2.9.

39
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

vi C
Vo
+V
Vi Vo

D R
0 T/2 T
0 T/2 T
-V

(a) (b)
-2V
(c)

C C
+ - + -
Vo Vo
+ -
V R V R
- +

(d) (e)

Gambar 2.9 Rangkaian Clamper sederhana

Gambar 2.9 (a) adalah gelombang kotak yang menjadi sinyal input rangkaian clamper
(b). Pada saat 0 - T/2 sinyal input adalah positip sebesar +V, sehingga Dioda menghantar
(ON). Kapasitor mengisi muatan dengan cepat melalui tahanan dioda yang rendah (seperti
hubung singkat, karena dioda ideal). Pada saat ini sinyal output pada R adalah nol (gambar
d).
Kemudian saat T/2 - T sinyal input berubah ke negatip, sehingga dioda tidak meng-
hantar (OFF) (gambar e). Kapasitor membuang muatan sangat lambat, karena RC dibuat cu-
kup lama. Sehingga pengosongan tegangan ini tidak berarti dibanding dengan sinyal output.
Sinyal output merupakan penjumlahan tegangan input -V dan tegangan pada kapasitor -V,
yaitu sebesar -2V (gambar c).
Terlihat pada gambar 2.9 c bahwa sinyal output merupakan bentuk gelombang
kontak (seperti gelombang input) yang level dc nya sudah bergeser kearah negatip sebesar -V.
Besarnya penggeseran ini bisa divariasi dengan menambahkan sebuah baterai secara seri den-
gan dioda. Disamping itu arah penggeseran juga bisa dinuat kearah positip dengan cara

40
Bab 2. Rangkaian Dioda

membalik arah dioda. Beberapa rangkaian clamper negatip dan positip dapat dilihat pada
gambar 2.10.
C Vo

Vi Vo
VB
D R
0 T/2 T
VB 2V

Vo
C

Vi Vo

D R 2V
VB 0 T/2 T
VB

Gambar 2.10 Rangkaian Clamper negatip dan positip

2.7 Dioda Zener


Struktur Dioda zener tidaklah jauh berbeda dengan dioda biasa, hanya tingkat doping-
nya saja yang sangat berbeda. Kurva karakteristik dioda zener juga sama seperti dioda biasa,
namun perlu dipertegas adanya daerah breakdown dimana pada saat bias mundur mencapai
tegangan breakdown maka arus dioda naik dengan cepat (gambar 2.11). Daerah breakdown
inilah titik fokus penerapan dari dioda zener. Sedangkan pada dioda biasa tidak diperboleh-
kan pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown, karena bisa merusak dioda.

41
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

ID (mA)

daerah bias mundur daerah


bias maju

Vz
VD (Volt)

daerah Vγ=0,7
IZmin
breakdown

A K

simbol
dioda zener

IZmax

Gambar 2.11 Kurva karakteristik dioda Zener

Titik breakdown dari suatu dioda zener dapat dikontrol dengan memvariasi tingkat
dopingnya. Tingkat doping yang tinggi, akan meningkatkan jumlah pengotoran sehingga te-
gangan zenernya (Vz) akan kecil. Demikian juga sebaliknya, dengan tingkat doping yang
rendah diperoleh Vz yang tinggi. Pada umumnya dioda zener dipasaran tersedia mulai dari
Vz 1,8 V sampai 200 V, dengan kemampuan daya dari ¼ hingga 50 W. Karena temperatur
dan kemapuan arusnya yang tinggi, maka jenis silikon sering dipakai pada dioda zener.
Penerapan dioda zener yang paling penting adalah sebagai penyetabil tegangan (vol-
tage regulator). Rangkaian dasar penyetabil tegangan adalah pada gambar 2.12. Agar rang-
kaian ini dapat berfungsi sebagai penyetabil tegangan, maka dioda zener harus bekerja pada
daerah breakdown. Dengan kata lain, apabila dilihat pada gambar 2.11, maka tegangan
sumber (Vi) yang diberikan pada rangkaian harus lebih besar dari Vz atau arus pada dioda
zener harus lebih besar dari Iz minimum.

42
Bab 2. Rangkaian Dioda

IR Rs IL

+ Iz

Vi RL

Gambar 2.12 Rangkaian dasar penyetabil tegangan

Oleh karena itu persyaratan yang harus dipenuhi agar rangkaian berfungsi sebagai pe-
nyetabil tegangan adalah berkenaan dengan nilai RL dan Vi. Pertama, RL harus lebih besar
dari RL minimum. RL ini berhubungan dengan Iz, karena bila RL minimum, maka IL men-
jadi maksimum, sehingga Iz menjadi minimum. Kedua, Vi harus lebih besar dari Vi mini-
mum. Vi minimum ini akan menjamin bahwa dioda mendapatkan tegangan breakdown.

Kasus pertama: Resistansi beban RL harus lebih besar dari RL minmum. Apabila RL kecil
sekali sehingga kurang dari RLmin, maka turun tegangan pada RL (juga pada zener) akan ke-
cil sehingga kurang dari Vz. Oleh karena itu zener tidak berfungsi, karena tidak bekerja pada
daerah breakdown. Untuk menghitung harga RLmin dari gambar 2.10 adalah menghitung
harga RL saat diperoleh VL = Vz, yaitu:

RL.Vi
VL = Vz = 
RL + Rs

sehingga diperoleh:

Rs.Vz ................(2.16)
RLmin = 
Vi - Vz

Harga RLmin ini akan menjamin bahwa dioda zener bekerja. Dengan RLmin maka diperoleh
ILmax, yaitu:

43
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

VL Vz .............(2.17)
ILmax =  = 
RL RLmin

Bila zener sudah bekerja, berarti VL = Vz = konstan, dan dengan menganggap Vi tetap maka
turun tegangan pada RS (VR) juga tetap, yaitu:

VR = Vi - Vz ...........(2.18)

dan arus yang mengalir pada Rs juga tetap, yaitu sebesar (IR):

VR
IR = 
................(2.19)
Rs

Arus zener dapat dihitung dengan,

................(2.20)
Iz = IR - IL

Karena IR tetap, maka Iz akan maksimum bila IL minimum dan sebaliknya. Agar Iz tidak
melebihi harga Izm yang sudah titentukan oleh pabrik, maka IL harus tidak boleh kurang dari
IL minimum. Jika Izm terlampaui, zener akan panas dan bisa rusak. ILmin ini adalah:

................(2.21)
ILmin = IR - Izm

Dengan diperoleh IL minimum, maka RL akan maksimum, yaitu:

Vz
RLmax =  ................(2.22)
ILmin

44
Bab 2. Rangkaian Dioda

Contoh 2.1:
Rangkaian penyetabil tegangan seperti gambar 2.10 mempunyai data sbb: Vi = 50 Volt, Rs =
1 KΩ, Vz = 10 Volt, dan Izm = 32 mA. Tentukan variasi harga RL (min dan max) agar te-
gangan output masih stabil 10 Volt. Dan hitung daya pada zener maksimum.
Penyelesaian:

Rs.Vz (1K).(10) 10K


RLmin =  =  =  = 250 Ω
Vi - Vz 50 - 10 40

VR = Vi - Vz = 50 -10 = 40 Volt

IR = VR / Rs = 40 / 1K = 40 mA

ILmin = IR - Izm = 40mA - 32mA = 8 mA

RLmax = Vz / ILmin = 10 / 8mA = 1,25 KΩ

Daya maksimum pada dioda zener:


Pzmax = Vz. Izm = 10 . 32mA = 320mW

Kasus kedua: Agar dioda zener dapat berfungsi sebagai penyetabil tegangan, maka turun te-
gangan pada RL harus lebih besar dari Vz. Dengan kata lain Vi harus lebih besar dari Vimin.
Namun bila Vi terlalu besar sehingga arus pada zener melebihi Izm, maka zener bisa rusak.
Oleh karena itu Vi harus lebih kecil dari Vimax.
Dengan menganggap harga RL tetap, maka tegangan sumber minimum (Vimin) ada-
lah:

(RL+Rs).Vz ................(2.23)
Vimin = 
RL

Sedangkan harga maksimum tegangan sumber (Vimax) adalah:

...........(2.24)
Vimax = IRmax.Rs + Vz

45
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

dimana harga IRmax adalah arus maksimum yang mengalir melalui Rs, yaitu IRmax = Izm +
IL.

Contoh 2.2:
Rangkaian penyetabil tegangan seperti gambar 2.12 mempunyai data sbb: RL = 1,2 KΩ, Rs =
220 Ω, Vz = 20 Volt, dan Izm = 60 mA. Tentukan variasi harga Vi (min dan max) agar te-
gangan output masih stabil sebesar 20 Volt. Dan hitung daya pada zener maksimum.
Penyelesaian:

(RL+Rs).Vz (1200+220).(20)
Vimin =  =  = 23,67 Volt
RL 1200

IL = VL / RL = 20V / 1,2KΩ = 16,67 mA

IRmax = Izm + IL = 60mA + 16,67mA = 76,67 mA

Vimax = IRmax.Rs + Vz

= (76,67mA)(0,22KΩ) + 20V = 36,87 Volt

2.8 Perencanan Penyetabil Tegangan


Perencanaan suatu rangkaian penyetabil tegangan dimulai dari spesifikasi yang diha-
rapkan dari rangkaian terbut, kemudian dihitung harga-harga komponen yang diperlukan. Da-
lam praktek spesifikasi yang diinginkan adalah arus beban (IL) dan tegangan sumber (Vi) ser-
ta tegangan keluaran (Vz). Sedangkan komponen yang harus direncanakan adalah Rs dan
Dioda zener.
Dari persamaan 2.3; 2.4 dan 2.5 diperoleh harga Rs:

Vi - Vz
Rs =  ................(2.25)
Iz + IL

Karena dalam perencanaan harga IL, Vi dan Vz sudah diketahui (sesuai dengan permintaan
perencana), agar rangkaian bisa berfungsi dengan benar, maka pada dua kondisi ekstrem da-
pat diperoleh Rs:

Vimin - Vz
Rs =  .....................(2.26)
Izmin + ILmax

46
Bab 2. Rangkaian Dioda

Vimax - Vz
Rs =  .....................(2.27)
Izmax + ILmin

Dari dua persamaan tersebut yang belum diketahui adalah harga Izmin dan Izmax (dan tentu
saja Rs). Dalam praktek berlaku Izmin = 0,1 Izmax. Sehingga dengan menggabungkan per-
samaan 2.26 dan 2.27, diperoleh:

ILmin(Vz - Vimin) + ILmax(Vimax - Vz)


Izmax =  ..(2.28)
Vimin - 0,9Vz - 0,1Vimax

Contoh 2.3:
Rencanakan suatu rangkaian penyetabil tegangan sebesar 10 Volt apabila arus beban bervaria-
si dari 100mA hingga 200mA dan tegangan sumber bervariasi dari 14 Volt sampai 20 Volt.
Penyelesaian:

Arus pada dioda zener maksimum adalah:

ILmin(Vz - Vimin) + ILmax(Vimax - Vz)


Izmax = 
Vimin - 0,9Vz - 0,1Vimax

0,1(10 - 14) + 0,2(20 - 10)


= 
14 - 0,9(10) - 0,1(20)

1,6
=  = 0,533 A
3
Disipasi daya maksimum pada dioda zener adalah:
Pz = Vz.Izmax = (10).(0.533) = 5,3 Watt

Rs dihitung dengan persamaan 2.12 (atau 2.11 dengan hasil yang


sama):
Vimax - Vz
Rs = 
Izmax + ILmin

47
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

20 - 10
=  = 15,8 Ω
0,533 + 0,1
Disipasi daya maksimum pada resistor ini adalah:
PR = IRmax(Vimax - Vz)
= (Izmax + ILmin)(Vimax - Vz)
= (0,633 A)(10 V) = 6,33 Watt

Contoh 2.4:
Rencanakan suatu rangkaian penyetabil tegangan sebesar 10 Volt apabila arus beban bervaria-
si dari 20mA hingga 200mA dan tegangan sumber bervariasi dari 10,2 Volt sampai 14 Volt.
Penyelesaian:

Arus pada dioda zener maksimum adalah:

ILmin(Vz - Vimin) + ILmax(Vimax - Vz)


Izmax = 
Vimin - 0,9Vz - 0,1Vimax

0,02(10 - 10,2) + 0,2(14 - 10)


=  = - 4 A
10,2 - 0,9(10) - 0,1(14)

Izmax bernilai negatip berarti jarak antara Vimin dengan Vz kurang (tidak cukup) besar untuk
mengatasi variasi arus beban. Pada kondisi terjelek, yakni Vi = 10,2 V dan IL = 200mA, te-
gangan output tidak bisa konstan 10 V. Oleh karena itu rangkaian penyetabil tidak berfungsi
dengan baik untuk semua kemungkinan harga Rs.

2.9 Rangkaian Pelipat Tegangan


Dengan menggunakan rangkaian pelipat tegangan (voltage multiplier) pada skunder
trafo yang relatif kecil dapat diperoleh tegangan searah keluaran sebesar dua, tiga, empat atau
lebih kali lipat tegangan input. Rangkaian ini banyak digunakan pada pembangkit tegangan
tinggi namun dengan arus yang kecil seperti pada catu daya tabung gambar.

48
Bab 2. Rangkaian Dioda

C1 D2
-
+ + -
Vm
-
Vm D1 2Vm 2Vm
C
+
- +

(a)
Dioda D2
tidak menghantar
C1 D2
+ -
+ Vm

Vm D1
C

Dioda D1
menghantar
(b)
Dioda D2
menghantar
C1 D2
+ - -
- Vm
-
Vm D1 2Vm 2Vm
C
+
+
+

(c) Dioda D1
tidak menghantar

Gambar 2.13 (a) Rangkaian pelipat tegangan dua kali setengah gelombang; (b)
kondisi pada saat siklus positip; (c) kondisi pada saat siklus negatip

Gambar 2.13 merupakan rangkaian pelipat tegangan dua kali setengah gelombang.
Pada saat tegangan skunder trafo berpolaritas positip (setengah siklus positip), maka dioda D1
menghantar dan dioda D2 tidak menghantar. Secara ideal dioda yang sedang menghantar di-
anggap hubung singkat. Oleh karena itu C1 diisi tegangan melalui D1 hingga mencapai Vm
dengan polaritas seperti ditunjukkan pada gambar 2.13 b.

49
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Pada saat setengah siklus berikutnya yaitu siklus negatip, maka dioda D1 tidak meng-
hantar dan dioda D2 menghantar. Oleh karena itu kapasitor C2 diisi tegangan dari skunder
trafo sebesar Vm dan dari C1 sebesar Vm, sehingga total sebesar 2 Vm.
Apabila pada output diberi resistor beban (RL), maka tegangan pada ujung C2 turun
selama siklus positip dan diisi kembali hingga 2 Vm selama siklus negatip. Bentuk gelom-
bang output pada ujung C2 adalah seperti bentuk output penyearah setengah gelombang den-
gan filter C. Tegangan puncak inverse (PIV) untuk setiap dioda adalah 2 Vm.
Rangkaian yang ditunjukkan pada gambar 2.14 adalah pelipat tegangan dua kali ge-
lombang penuh. Selama siklus positip dari skunder trafo dioda D1 menghantar dan C1 men-
gisi tegangan hingga Vm, sedangkan dioda D2 tidak menghantar (gambar 2.14 b). Selama
siklus negatip dioda D2 menghantar dan C2 mengisi tegangan hingga Vm, sedangkan dioda
D1 tidak menghantar (gambar 2.14 c). Tegangan puncak inverse (PIV) untuk setiap dioda
adalah 2 Vm.
Jika tidak ada beban, maka tegangan pada ujung C1 dan C2 adalah 2 Vm. Jika beban
dipasang pada output, maka bentuk gelombang pada ujung C1 dan C2 adalah seperti halnya
pada kapasitor yang diumpankan dari penyearah gelombang penuh. Perbedaannya adalah
bahwa pada rangkaian pelipat tegangan ini C1 dan C2 berhubungan secara seri, sehingga ni-
lainya lebih kecil dari masing-masing C.
Dari rangkaian pelipat tegangan dua kali seperti yang sudah dijelaskan di depan ke-
mudian dapat dikembangkan rangkaian pelipat tiga, empat kali tegangan input. Gambar 2.15
merupakan rangkaian pelita tegangan tersebut. Dari penjelasan di depan kiranya sudah cukup
jelas bagaimana prinsip kerja rangkaian ini.
D1
+

+
Vm Vm C
-
2Vm

+
Vm C2
-

-
D2

(a)

50
Bab 2. Rangkaian Dioda

D1 D1
(menghantar) (tidak menghantar)
-
+
+
+ Vm
Vm Vm C
Vm C -
-
+
-
+
+
Vm C2
Vm C2 -
- (c)

(b) D2
D2 (menghantar)
(tidak menghantar)
Gambar 2.14 (a) Rangkaian pelipat tegangan dua kali gelombang penuh;
(b) kondisi saat siklus positip; (c) kondisi saat siklus negatip

pelipat tiga (2Vm)


Vm 2Vm
+ - + -
+
C1 C3

Vm D1 D2 D3 D4

C C
-
+ - + -
2Vm 2Vm
pelipat dua (2Vm)

pelipat empat (4Vm)

Gambar 1.15 Rangkaian pelipat tegangan dua, tiga, dan empat kali

2.10 Ringkasan
Penerapan Dioda semikonduktor yang sangat penting adalah sebagai penyearah, yaitu
suatu rangkaian yang dapat mengubah sinyal bolak balik menjadi arus searah. Hal ini karena
karakteristik dioda yang hanya dapat melewatkan arus pada satu arah saja. Rangkaian pe-
nyearah yang sederhana adalah penyearah setengah gelombang. Namun untuk mendapatkan
hasil penyearahan yang baik diperlukan rangkaian penyearah gelombang penuh.

51
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Untuk mendapatkan stabilisasi hasil penyearahan diperlukan rangkaian regulator te-


gangan. Komponen dasar untuk stabilisasi tegangan adalah dioda Zener. Rangkaian stabili-
sasi tegangan diharapkan mampu mengatasi variasi sinyal input dan variasi beban.

2.11 Soal Latihan

1. Bila sinyal sinus sebesar 6 Vp-p dimasukkan ke input rangkaian di bawah, tentukan si-
nyal outputnya!
3K3 1N4001
output
6Vp-p
input 3K3

2. Ulangi soal no.1 dengan mengubah arah dioda pada rangkain tersebut!
3. Jelaskan prinsip kerja penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan dan tunjuk-
kan pula proses pembentukan sinyal outputnya.
4. Apabila sinyal ac sebesar 12 Veff dimasukkan ke penyearah setengah gelombang tentu-
kan Vdc outputnya!
5. Apabila sinyal ac sebesar 9 Veff dimasukkan ke penyearah gelombang penuh tentukan
Vdc outputnya!
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah PIV (peak-inverse voltage) pada dioda!
7. Apabila sinyal input sinus sebesar 10 Vp-p dimasukkan ke input rangkaian pemotong
(clipper) di bawah, dengan VB = 4 Volt, gambarkan bentuk sinyal outputnya!
VB D
V Vo

RL

8. Apabila sinyal input sinus sebesar 10 Vp-p dimasukkan ke input rangkaian pemotong
(clipper) di bawah, dengan VB = 4 Volt, gambarkan bentuk sinyal outputnya!

52
Bab 2. Rangkaian Dioda

R
V Vo

VB

9. Rangkaian penyetabil tegangan di bawah diharapkan menghasilkan tegangan output 6


Volt. Apabila tegangan input bervariasi dari 10 hingga 15 Volt dan arus beban bervaria-
si dari 100 hingga 500 mA, tentukan komponen-komponen yang diperlukan (Rs dan Zen-
er)!
IR Rs IL

+ Iz

Vi RL

10. Rangkaian penyetabil tegangan seperti gambar di atas (soal no.9) mempunyai data sbb:
RL = 1 KΩ, Rs = 220 Ω, Vz = 12 Volt, dan Izm = 40 mA. Tentukan variasi harga Vi
(min dan max) agar tegangan output masih stabil sebesar 12 Volt. Dan hitung daya pada
zener maksimum!

53
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Sumber Pustaka

Boylestad and Nashelsky. (1992). Electronic Devices and Circuit Theory, 5th ed. Engelwood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Floyd, T. (1991). Electric Circuits Fundamentals. New York: Merrill Publishing Co.

Malvino, A.P. (1993). Electronic Principles 5th Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Milman & Halkias. (1972). Integrated Electronics: Analog and Digital Circuits and Systems.
Tokyo: McGraw-Hill, Inc.

Savant, Roden, and Carpenter. (1987). Electronic Circuit Design: An Engineering Approach.
Menlo Park, CA: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Stephen, F. (1990). Integrated devices: discrete and integrated. Englewood Cliffs, NJ: Pren-
tice-Hall, Inc.

54
Elektronika :
Teori dan Penerapan

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Elektronika : Teori dan Penerapan

Disusun Oleh: Herman Dwi Surjono, Ph.D.


© 2007 All Rights Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penyunting : Tim Cerdas Ulet Kreatif


Perancang Sampul : Dhega Febiharsa
Tata Letak : Dhega Febiharsa

Diterbitkan Oleh:
Penerbit Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor – Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-422327 Faks. 0331422327

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Herman Dwi Surjono, Elektronika : Teori dan Penerapan /Herman Dwi Surjo-
no, Penyunting: Tim Cerdas Ulet Kreatif, 2007, 168 hlm; 14,8 x 21 cm.

ISBN 978-602-98174-7-8

1. Hukum Administrasi I. Judul


II. Tim Cerdas Ulet Kreatif 168
Distributor:
Penerbit CERDAS ULET KREATIF
Website : www.cerdas.co.id - email : buku@cerdas.co.id

Cetakan Kedua, 2011


Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (ayat 2)
1. Barang Siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Kata Pengantar

Buku ini diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin mengetahui elektronika baik secara
teori, konsep dan penerapannya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif dan menda-
lam mulai dari pemahaman konsep dasar hingga ke taraf kemampuan untuk menganalisis
dan mendesain rangkaian elektronika. Penggunaan matematika tingkat tinggi diusahakan
seminimal mungkin, sehingga buku ini bias digunakan oleh berbagai kalangan. Pembaca da-
pat beraktivitas dengan mudah karena didukung banyak contoh soal dalam hamper setiap
pokok bahasan serta latihan soal pada setiap akhir bab. Beberapa rangkaian penguat seda-
pat mungkin diambilkan dari pengalaman praktikum.
Sebagai pengetahuan awal, pemakai buku ini harus memahami teori dasar rangkaian
DC dan matematika dasar. Teori Thevenin, Norton, dan Superposisi juga digunakan dalam
beberapa pokok bahasan. Di samping itu penguasaan penerapan hukum Ohm dan Kirchhoff
merupakan syarat mutlak terutama pada bagian analisis dan perancangan.
Bab 1 membahas teori semikonduktor yang merupakan dasar dari pembahasan ber-
bagai topic berikutnya, bahan tipe P dan N, karakterisik diode semikonduktor dan model di-
oda.
Bab 2 membahas beberapa penerapan diode semikonduktor dalam rangkaian elek-
tronika diantaranya yang paling penting adalah rangkaian penyearah.

iii
Bab 3 membahas transistor bipolar. Prinsip kerja dan karakteristik input dan output
transistor, tiga macam konfigurasi transistor serta pengaruhnya terhadap temperatur.
Bab 4 membahas berbagai metode pemberian bias, garis beban AC dan DC, analisis
serta perencanaan titik kerja. Selanjutnya pada bab 5 membahas analisis serta perancangan
penguat transistor.
Semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja. Saran-saran dari pembaca sangat
diharapkan.

Yogyakarta, Desember 2007


Penulis,

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika, FT- UNY

iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v

1. DIODA SEMIKONDUKTOR 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Teori Semikonduktor 1
1.3. Semikonduktor Type N 7
1.4. Semikonduktor Type P 9
1.5. Dioda Semikonduktor 12
1.6. Bias Mundur (Reverse Bias) 13
1.7. Bias Maju (Forward Bias) 14
1.8. Kurva Karakteristik Dioda 15
1.9. Resistansi Dioda 19
1.10. Rangkaian Ekivalen Dioda 22
1.11. Ringkasan 24
1.12. Soal Latihan 25

2. RANGKAIAN DIODA 27
2.1. Pendahuluan 27
2.2. Penyearah Setengah Gelombang 27
2.3. Penyearah Gelombang Penuh 32
2.4. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan 34
2.5. Rangkaian Clipper (Pemotong) 36
2.6. Rangkaian Clamper (Penggeser) 39
2.7. Dioda Zener 41
2.8. Perencanaan Penyetabil Tegangan 46
2.9. Rangkaian Pelipat Tegangan 48
2.10. Ringkasan 51
2.11. Soal Latihan 52

3. TRANSISTOR BIPOLAR 55
3.1. Pendahuluan 55
3.2. Konstruksi Transistor Bipolar 55
3.3. Kerja Transistor 56
3.4. Konfigurasi Transistor 60
3.5. Kurva Karakteristik Transistor 64
3.6. Pengaruh Temperatur 69
3.7. Ringkasan 72
3.8. Soal Latihan 73

4. BIAS DC TRANSISTOR BIPOLAR 75


4.1. Pendahuluan 75
4.2. Pengertian Titik Kerja 75
4.3. Rangkaian Bias Tetap 77

v
4.4. Bias Umpan Balik Tegangan 86
4.5. Bias Pembagi Tegangan 89
4.6. Garis Beban DC dan AC 96
4.7. Analisa dan Desain 101
4.8. Ringkasan 109
4.9. Soal Latihan 110

5. PENGUAT TRANSISTOR BIPOLAR 115


5.1. Pendahuluan 115
5.2. Parameter Penguat 115
5.3. Model Hibrid 117
5.4. Parameter H 122
5.5. Analisa Penguat CE 128
5.6. Penguat CE dengan Resistor RE 134
5.7. Rangkaian Pengikut Emitor 140
5.8. Penguat Basis Bersama (CB) 146
5.9. Perencanaan Penguat Transistor 149
5.10. Ringkasan 153
5.11. Soal Latihan 154

LAMPIRAN A 159
LAMPIRAN B 160
INDEKS 161

vi
Bab 3
Transistor Bipolar

3.1 Pendahuluan
Walter H. Brattain dan John Bardeen pada akhir Desember 1947 di Bell Telephone
Laboratories berhasil menciptakan suatu komponen yang mempunyai sifat menguatkan yaitu
yang disebut dengan Transistor. Keuntungan komponen transistor ini dibanding dengan pen-
dahulunya, yakni tabung hampa, adalah ukuran fisiknya yang sangat kecil dan ringan. Bah-
kan dengan teknologi sekarang ini ratusan ribu transistor dapat dibuat dalam satu keping sili-
kon. Disamping itu komponen semikonduktor ini membutuhkan sumber daya yang kecil serta
serta efesiensi yang tinggi.
Pada bab ini akan dibahas struktur transistor bipolar dan karakteristiknya. Pemberian
bias yang benar akan dapat menentukan daerah kerja transistor. Beberapa macam konfigurasi
transistor juga dikenalkan, sebelum nanti pada bab berikutnya akan sampai pada analisis yang
lebih mendetail.

3.2 Konstruksi Transistor Bipolar


Transistor adalah komponen semikonduktor yang terdiri atas sebuah bahan type p dan
diapit oleh dua bahan tipe n (transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan tipe n dan diapit
oleh dua bahan tipe p (transistor PNP). Sehingga transistor mempunyai tiga terminal yang be-
rasal dari masing-masing bahan tersebut. Struktur dan simbol transistor bipolar dapar dilihat
pada gambar 3.1.
Ketiga terminal transistor tersebut dikenal dengan Emitor (E), Basis (B) dan Kolektor
(C). Emitor merupakan bahan semikonduktor yang diberi tingkat doping sangat tinggi. Ba-
han kolektor diberi doping dengan tingkat yang sedang. Sedangkan basis adalah bahan den-
gan dengan doping yang sangat rendah. Perlu diingat bahwa semakin rendah tingkat doping
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

suatu bahan, maka semakin kecil konduktivitasnya. Hal ini karena jumlah pembawa mayori-
tasnya (elektron untuk bahan n; dan hole untuk bahan p) adalah sedikit.
C
Emitor Kolektor
(E) (C) B
n p n

Basis
(B)

C
Emitor Kolektor
(E) (C) B
p n p

Basis
(B)

Gambar 3.1 Struktur dan simbol transistor bipolar

Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah bahwa ukuran basis sangatlah tipis di-
banding emitor dan kolektor. Perbandingan lebar basis ini dengan lebar emitor dan kolektor
kurang lebih adalah 1 : 150. Sehingga ukuran basis yang sangat sempit ini nanti akan mem-
pengaruhi kerja transistor.
Simbol transitor bipolar ditunjukkan pada gambar 3.1. Pada kaki emitor terdapat tan-
da panah yang nanti bisa diketahui bahwa itu merupakan arah arus konvensional. Pada tran-
sistor npn tanda panahnya menuju keluar sedangkan pada transistor pnp tanda panahnya me-
nuju kedalam.

3.3 Kerja Transitor


Apabila pada terminal transistor tidak diberi tegangan bias dari luar, maka semua arus
akan nol atau tidak ada arus yang mengalir. Sebagai mana terjadi pada persambungan dioda,
maka pada persambungan emiter dan basis (JE) serta pada persambungan basis dan kolektor
(JC) terdapat daerah pengosongan. Tegangan penghalang (barrier potensial) pada masing-

56
Bab 3. Transistor Bipolar

masing persambungan dapat dilihat pada gambar 3.2. Penjelasan kerja berikut ini didasarkan
pada transistor jenis PNP (bila NPN maka semua polaritasnya adalah sebaliknya).
daerah
pengosongan

E C
p n p

potensial,V

P N P
Vo
(emitor) (basis) (kolektor)

Gambar 3.2. Diagram potensial pada transistor tanpa bias

Pada diagram potensial terlihat bahwa terdapat perbedaan potensial antara kaki emitor
dan basis sebesar Vo, juga antara kaki basis dan kolektor. Oleh karena potensial ini berlawa-
nan dengan muatan pembawa pada masing-masing bahan tipe P dan N, maka arus rekombina-
si hole-elektron tidak akan mengalir. Sehingga pada saat transistor tidak diberi tegangan bias,
maka arus tidak akan mengalir.
Selanjutnya apabila antara terminal emitor dan basis diberi tegangan bias maju (emitor
positip dan basis negatip) serta antara terminal basis dan kolektor diberi bias mundur (basis
positip dan kolektor negatip), maka transistor disebut mendapat bias aktif (lihat gambar 3.3).
Pada bab selanjutnya juga akan dibahas pemberian tegangan bias selain bias aktif seperti mi-
salnya bias mati (cut-off) dan saturasi (jenuh).
Setelah transistor diberi tegangan bias aktif, maka daerah pengosongan pada persam-
bungan emitor-basis menjadi semakin sempit karena mendapatkan bias maju. Sedangkan
daerah pengosongan pada persambungan basis-kolektor menjadi semakin melebar karena
mendapat bias mundur.
Pemberian tegangan bias seperti ini menjadikan kerja transistor berbeda sama sekali
bila dibanding dengan dua dioda yang disusun berbalikan, meskipun sebenarnya struktur

57
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

transistor adalah mirip seperti dua dioda yang disusun berbalikan, yakni dioda emitor-basis
(P-N) dan dioda basis-kolektor (N-P).
daerah
pengosongan

E C
p n p

VEB VCB

Gambar 3.3. Transistor dengan tegangan bias aktif

Bila mengikuti prinsip kerja dua dioda yang berbalikan, maka dioda emitor-basis yang
mendapat bias maju akan mengalirkan arus dari emitor ke basis dengan cukup besar. Sedang-
kan dioda basis-kolektor yang mendapat bias mundur praktis tidak mengalirkan arus. Dengan
demikian terminal emitor dan basis akan mengalir arus yang besar dan terminal kolektor tidak
mengalirkan arus.
Namun yang terjadi pada transistor tidaklah demikian. Hal ini disebabkan karena dua
hal, yaitu: ukuran fisik basis yang sangat sempit (kecil) dan tingkat doping basis yang sangat
rendah. Oleh karena itu konduktivitas basis sangat rendah atau dengan kata lain jumlah pem-
bawa mayoritasnya (dalam hal ini adalah elektron) sangatlah sedikit dibanding dengan pem-
bawa mayoritas emitor (dalam hal ini adalah hole). Sehingga jumlah hole yang berdifusi ke
basis sangat sedikit dan sebagian besar tertarik ke kolektor dimana pada kaki kolektor ini ter-
dapat tegangan negatip yang relatif besar.
Prinsip kerja transistor ini akan lebih jelas lagi apabila dilihat diagram potensial pada
gambar 3.4.

58
Bab 3. Transistor Bipolar

potensial,V

VEB Vo Vo

VCB

P N P
(emitor) (basis) (kolektor)

Gambar 3.4 Diagram potensial pada transistor dengan bias aktif

Tegangan bias maju yang diberikan pada dioda emitor-basis (VEB) akan mengurangi
potensial penghalang Vo, sehingga pembawa muatan mayoritas pada emitor akan mudah un-
tuk berekombinasi ke basis. Namun karena konduktivitas basis yang rendah dan tipisnya ba-
sis, maka sebagian besar pembawa muatan akan tertarik ke kolektor. Disamping itu juga di-
kuatkan oleh adanya beda potensial pada basis-kolektor yang semakin tinggi sebagai akibat
penerapan bias mundur VCB.
Dengan demikian arus dari emitor (IE) sebagian kecil dilewatkan ke basis (IB) dan se-
bagian besar lainnya diteruskan kolektor (IC). Sesuai dengan hukum Kirchhoff maka dipero-
leh persamaan yang sangat penting yaitu:

IE = IC + IB ...................(3.1)

Karena besarnya arus IC kira-kira 0,90 sampai 0,998 dari arus IE, maka dalam praktek
umumnya dibuat IE ≅ IC.
Disamping ketiga macam arus tersebut yang pada dasarnya adalah disebabkan karena
aliran pembawa mayoritas, di dalam transistor sebenarnya masih terdapat aliran arus lagi yang
relatif sangat kecil yakni yang disebabkan oleh pembawa minoritas. Arus ini sering disebut

59
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

dengan arus bocor atau ICBO (arus kolektor-basis dengan emitor terbuka). Namun dalam ber-

bagai analisa praktis arus ini sering diabaikan.


Seperti halnya pada dioda, bahwa dalam persambungan PN yang diberi bias mundur
mengalir arus bocor Is karena pembawa minoritas. Demikian juga dalam trannsistor dimana

persambungan kolektor-basis yang diberi bias mundur VCB akan mengalir arus bocor (ICBO).

Arus bocor ini sangat peka terhadap temperatur, yakni akan naik dua kali untuk setiap kenai-
O
kan temperatur 10 C.

Diagram aliran arus IE, IB, IC dan ICBO dalam transistor dapat dilihat pada gambar

3.5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa arus kolektor merupakan penjumlahan dari arus
pembawa mayoritas dan arus pembawa minoritas, yaitu IC = ICmayoritas + ICBOminoritas.
Pembawa
mayoritas

p n p

E C

ICBO

VEB VCB
Pembawa
minoritas
Gambar 3.5. Diagram aliran arus dalam transistor

3.4 Konfigurasi Transistor


Secara umum terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan is-
tilah konfigurasi, yaitu konfigurasi basis bersama (common-base configuration), konfigurasi
emitor bersama (common-emitter configuration), dan konfigurasi kolektor bersama (common-
collector configuration). Istilah bersama dalam masing-masing konfigurasi menunjuk pada
terminal yang dipakai bersama untuk input (masukan) dan output (keluaran). Gambar 3.6
menunjukkan tiga macam konfigurasi tersebut.

60
Bab 3. Transistor Bipolar

E C

Sinyal B Sinyal
Input Output

(a)

B C

Sinyal E Sinyal
Input Output

(b)

B E

Sinyal C Sinyal
Input Output

(c)

Gambar 3.6. Konfigurasi transistor; (a) basis bersama; (b) emitor ber-
sama; (c) kolektor bersama

Pada konfigurasi basis bersama (common base = CB) sinyal input dimasukkan ke emi-
tor dan sinyal output diambil pada kolektor dengan basis sebagai ground-nya. Faktor pengu-

atan arus pada basis bersama disebut dengan ALPHA (α). αdc (alpha dc) adalah perbandin-

gan arus IC dengan arus IE pada titik kerja. Sedangkan αac (alpha ac) atau sering juga dis-

ebut alpha (α) saja merupakan perbandingan perubahan IC dengan IE pada tegangan VCB te-
tap.

∆IC
α = 
∆IE VCB = konstan ..........(3.2)

61
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Dari diagram aliran arus pada gambar 3.5 dapat diketahui bahwa harga α adalah ku-
rang dari satu, karena arus IE sebagian dilewatkan menjadi IB dan lainnya menuju kolektor
menjadi IC. Harga tipikal dari α adalah 0,90 hingga 0,998. Umumnya harga α untuk setiap
transistor dicantumkan dalam buku data.

Dengan memasukan arus bocor ICBO kedalam perhitungan, maka besarnya arus IC

menjadi:

IC = αIE + ICBO
.............. (3.3)

Pada konfigurasi emitor bersama (common emitter = CE) sinyal input diumpankan
pada basis dan output diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya. Faktor pen-
guatan arus pada emitor bersama disebut dengan BETA (β). Seperti halnya pada α, istilah β

juga terdapat βdc (beta dc) maupun βac (beta ac). Definisi βac (atau β saja) adalah:

∆IC
β = 
∆IB VCE = konstan ..........(3.4)

Istilah β sering dikenal juga dengan hfe yang berasal dari parameter hibrid untuk fak-
tor penguatan arus pada emitor bersama. Data untuk harga hfe maupun β ini lebih banyak di-
jumpai dalam berbagai buku data dibanding dengan α. Umumnya transistor mempunyai har-
ga β dari 50 hingga lebih dari 600 tergantung dari jenis transistornya.
Dalam perencanaan rangkaian transitor perlu diperhatikan bahwa harga β dipengaruhi
oleh arus kolektor. Demikian pula variasi harga β juga terjadi pada pembuatan di pabrik. Un-
tuk dua tipe dan jenis transistor yang sama serta dibuat dalam satu pabrik pada waktu yang
sama, belum tentu mempunyai β yang sama.
Hubungan antara α dan β dapat dikembangkan melalui beberapa persamaan berikut:
β = IC/IB > IB = IC/β
α = IC/IE > IE = IC/α

62
Bab 3. Transistor Bipolar

Apabila dimasukan kedalam persamaan:


IE = IC + IB
maka diperoleh:

α
β = 
1 - α .....................(3.5)

β
α = 
β + 1 .....................(3.6)

Dengan memasukan arus bocor ICBO kedalam perhitungan, maka besarnya arus IC da-

lam kaitannya dengan α adalah seperti dalam persamaan 3.3, yaitu: IC = αIE + ICBO. Se-

dangkan arus IC dalam hubungannya dengan β dapat dijelaskan sebagai berikut.


Dengan memasukkan persamaan 3.1: IE = IC + IB ke dalam persamaan 3.3 tersebut
diperoleh:
IC = α(IC + IB) + ICBO

= αIC + αIB + ICBO


α ICBO
=  IB + 
1 - α 1 - α

Bila persamaan 3.5 dan 3.6 dimasukkan, maka diperoleh harga IC sebesar:

IC = βIB + (β + 1)ICBO
.............. (3.7)

Dalam persamaan 3.7 di atas terdapat arus bocor sebesar (β + 1)ICBO atau sering disebut

dengan istilah ICEO. Arus bocor ICEO ini adalah arus kolektor ke emitor dengan basis terbu-

ka. Arus bocor ICBO dan ICEO dapat dilukiskan seperti pada gambar 3.7.

63
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

IE = 0
IB = 0
VCE
Emitor ICBO Basis ICEO
terbuka VBC terbuka

(a) (b)

Gambar 3.7 Diagram arus bocor (a) ICBO dan (b) ICEO

3.5 Kurva Karakteristik Transistor


Seperti halnya dioda semikonduktor, sebagai komponen non-linier transistor bipolar
mempunyai karakteristik yang bisa dilukiskan melalui beberapa kurva. Namun karena tran-
sistor mempunyai tiga terminal, maka karakteristik transistor tersebut biasanya dilukiskan da-
lam bentuk kurva parametrik. Kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah ka-
rakteristik input dan karakteristik output.
Kurva karakteristik input untuk transistor dengan konfigurasi basis bersama (CB) un-
tuk transistor npn bahan silikon dapat dilihat pada gambar 3.8. Kurva ini menggambarkan
hubungan antara arus input IE dengan tegangan input VBE untuk berbagai variasi tegangan
output VCB. Dalam hal ini tegangan VCB sebagai parameter.
Apabila kurva karakteristik input CB ini diperhatikan, maka bentuknya hampir menye-
rupai kurva dioda pada saat mendapat bias maju. Hal yang terjadi pada transistor juga demi-
kian, karena persambungan emitor-basis mendapat bias maju. Pada saat tegangan VBE seki-
tar 0,7 Volt (tegangan cut-in) arus IE akan naik dengan cepat.
IE (mA) VCB= 10V
VCB= 20 V VCB=1 V

7
6
5
4
3
2
1 VBE (Volt)

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Gambar 3.8 Kurva karakteristik input untuk CB

64
Bab 3. Transistor Bipolar

Perubahan tegangan VCB dari 1 Volt ke 20 Volt mempunyai pengaruh yang sangat
sedikit terhadap kurva. Sehingga secara pendekatan dapat dikatakan bahwa arus emitor hanya
dipengaruhi oleh tegangan VBE. Disamping itu karena bentuk kurvanya hampir tegak lurus,
maka pada saat transistor aktif tegangan VBE bisa dianggap sebesar 0,7 Volt.
Masih dalam konfigurasi basis bersama (CB), gambar 3.9 menunjukkan kurva karak-
teristik output. Kurva ini menggambarkan hubungan antara arus output IC dengan tegangan
output VCB untuk berbagai variasi arus input IE. Dalam hal ini arus IE disebut sebagai pa-
rameter.
Dalam kurva output ditunjukkan adanya tiga daerah kerja transistor, yaitu daerah aktif,
daerah jenuh (saturasi) dan daerah mati (cut-off). Daerah kerja transistor ini ditentukan ber-
dasarkan pemberian tegangan bias pada masing-masing persambungannya. Tabel 3.1 menun-
jukkan kaitan daerah kerja dan tegangan bias tersebut. Agar dapat digunakan sebagai penguat
linier transistor perlu diberi tegangan bias sedemikian rupa sehingga bekerja pada daerah ak-
tif.

IC (mA) daerah
aktif

8 IE= 8 mA
7
6 IE= 6 mA
5
daerah 4 IE= 4 mA
jenuh 3
2 IE= 2 mA
1
IE= 0 mA

0 5 10 15 20 VCB (Volt)

daerah
mati

Gambar 3.9 Kurva karakteristik output untuk CB

65
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Tabel 3.1 Daerah kerja transistor berdasarkan tegangan bias


Daerah kerja Bias Bias
emitor basis kolektor basis
Aktif Maju Mundur
Mati (cut-off) Mundur Mundur
Jenuh (saturasi) Maju Maju

Pada daerah aktif, kurva terlihat mendatar dan lurus. Hal ini sesuai dengan kurva in-
put bahwa kenaikan tegangan VCB akan berpengaruh sedikit sekali terhadap arus IE. Padahal
arus IE adalah hampir sama dengan arus IC yaitu IC/IE = α, dimana α bernilai hampir satu.
Dengan demikian pada masing-masing kurva dengan harga IE tertentu besarnya arus IC terli-
hat sama dengan IE tersebut.
Apabila arus bocor ikut diperhitungkan, maka menurut persamaan 3.3 besarnya arus

IC adalah sama dengan IC = αIE + ICBO. Sehingga pada saat IE = 0, yaitu pada daerah mati,

maka sebenarnya pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICBO. Lihat gambar 3.7 (a)

Selanjutnya untuk kurva karakteristik input pada konfigurasi emitor bersama (CE) un-
tuk transistor npn bahan silikon dapat dilihat pada gambar 3.10. Kurva ini menunjukkan hu-
bungan antara arus input IB dengan tegangan input VBE untuk berbagai variasi tegangan out-
put VCE. Dalam hal ini VCE disebut sebagai parameter.
IB (µA) VCE= 10 V
VCE= 1 V VCE= 20 V

70
60
50
40
30
20
10 VBE (Volt)

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Gambar 3.10 Kurva karakteristik input untuk CE

Bentuk kurva input CE ini hampir sama dengan kurva input pada CB. Pada tegangan
VBE sekitar 0,7 Volt transistor diangap bekerja pada daerah aktif. Hal ini terlihat bahwa arus

66
Bab 3. Transistor Bipolar

IB bergerak naik dengan cepat. Dan perubahan tegangan VCE juga tidak begitu mempenga-
ruhi kurva ini.
Kurva karakteristik output untuk konfigurasi emitor bersama adalah pada gambar
3.11. Kurva ini menunjukkan hubungan antara arus output IC dengan tegangan output VCE
untuk berbagai variasi harga arus IB. Dalam kurva ini juga terlihat adanya tiga daerah kerja
transistor, yaitu: aktif, jenuh dan mati.
Dari kurva terlihat bahwa meskipun arus basis IB = 0 yakni pada saat transistor mati,

pada kolektor masih mengalir arus bocor ICEO sebesar (β + 1)ICBO (lihat persamaan 3.7).

Hal ini juga sesuai dengan diagram arus bocor pada gambar 3.7 (b). Namun dalam analisis
praktek, nilai arus bocor ini cukup kecil sehingga bisa diabaikan.

IC (mA) daerah
aktif
daerah
jenuh
8
7
IB= 80 µA
6 IB= 60 µA
5
4 IB= 40 µA
3
2 IB= 20 µA
1
IB= 0 µA VCE (Volt)
0 5 10 15 20
daerah
mati
ICEO ≅ βICBO

Gambar 3.9 Kurva karakteristik output untuk CE

Satu lagi kurva untuk emitor bersama yang juga penting untuk diperhatikan adalah
kurva transfer yang melukiskan hubungan antara arus output IC dengan tegangan input VBE.
Gambar 3.10 menunjukkan kurva karakteristik tersebut untuk transistor npn bahan silikon.

67
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

IC (mA)

ICEO
ICES
VBE (Volt)

0 0.2 0.4 0.6 0.8


Cut-off daerah daerah
(mati) Cut-in aktif saturasi

basis tegangan
terbuka cut-in Vγ

Gambar 3.10 Kurva transfer untuk CE transistor silikon

Transistor silikon akan mati (cut-off) apabila tegangan VBE = 0 Volt atau basis dalam
keadaan hubung singkat (dengan emitor). Pada saat ini pada kolektor mengalir arus bocor se-
besar ICES. Apabila basis terbuka (tergantung) yang berarti IB = 0 dimana sebenarnya VBE
= 0.06 Volt, maka pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICEO. Dalam gambar terlihat
bahwa ICES dan ICEO hampir sama. Dan bahkan karena kecilnya nilai arus bocor ini, bi-
asanya dalam perhitungan praktis sering diabaikan.
Tegangan cut-in Vγ adalah tegangan VBE yang menyebabkan arus kolektor kira-kira
mengalir sebesar 1 persent dari arus maksimum. Besarnya Vγ ini untuk silikon adalah 0.5
Volt dan untuk germanium adalah 0.1 Volt. Besarnya arus kolektor pada saat VBE belum
mencapai tegangan cut-in adalah sangat kecil, yakni dalam orde nanoamper untuk silikon dan
mikroamper untuk germanium.
Setelah VBE mencapai tegangan cut-in ini transistor masuk ke daerah aktif dimana
arus IC mulai naik dengan cepat. Untuk silikon daerah aktif ini antara 0.5 - 0.8 Volt, dan pa-
da umumnya tegangan VBE aktif dianggap sebesar 0.7 Volt. Tegangan VBE lebih besar dari
0,8 Volt (atau 0,3 Volt untuk germanium) menyebabkan transistor masuk daerah jenuh (satu-
rasi).
Tabel 3.2 memberikan beberapa tegangan pada persambungan transistor baik untuk
germanium maupun silikon.

68
Bab 3. Transistor Bipolar

o
Tabel 3.2 Berbagai tegangan persambungan transistor npn pada suhu 25 C

VCE VBE VBE VBE VBE


saturasi saturasi aktif cut-in cut-off
Silikon 0.2 0.8 0.7 0.5 0.0
Germanium 0.1 0.3 0.2 0.1 -0.1

3.6 Pengaruh Temperatur


Mengingat bahwa sifat-sifat kelistrikan bahan semikonduktor sangat peka terhadap
temperatur, maka demikian juga transistor yang terbuat dari bahan semikonduktor. Semua
karakteristik transistor yang dibicarakan di depan sangat dipengaruhi oleh perubahan tempera-
tur.
Apabila temperatur naik, maka arus bocor ICBO, ICEO, dan ICES akan cenderung un-
o
tuk naik. Arus-arus bocor ini akan naik dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 C.

Pada transistor silikon dimana harga arus bocornya dalam orde nanoampere umumnya mampu
o
untuk dipakai sampai temperatur 200 C. Sedangkan transistor germanium yang arus bocor-
o
nya dalam orde mikroamper mampu untuk dipakai hingga suhu 100 C.

Akibat kenaikan arus bocor ini, maka arus kolektor juga cenderung untuk naik apabila
temperatur naik. Pengaruh perubahan temperatur terhadap arus kolektor IC dapat dilihat pada
gambar 3.11. Demikian juga faktor penguatan arus α dan β akan cenderung untuk naik terha-
dap perubahan temperatur. Pengaruh temperatur terhadap β atau hfe dapat dilihat pada gam-
bar 3.12.

69
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

IC (mA)
o
25 C
o
50 C
IB= 60 µA

IB= 40 µA

IB=20 µA

IB= 0 µA
VCE (Volt)

Gambar 3.11 Pengaruh perubahan temperatur terhadap arus kolektor IC.

Disamping itu perubahan temperatur juga mempengaruhi besarnya tegangan VBE.


Apabila temperatur naik, maka tegangan bias maju VBE untuk menghasilkan arus kolektor IC
tertentu akan menurun. Koefisien perubahan temperatur terhadap tegangan VBE ini adalah
o
sebesar -2.5 mV/ C. Artinya bahwa untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu tegangan
o
VBE yang diperlukan akan turun sebesar 2,5 mV setiap kenaikan suhu 1 C.

β atau hfe
o
T = 125 C
o
T = 25 C

IC

Gambar 3.12: Variasi β (hfe) terhadap IC dan temperatur

70
Bab 3. Transistor Bipolar

o
Apabila pada temperatur T1 = 25 C tegangan VBE suatu transistor 0,7 Volt dapat

menghasilkan IC sebesar 10 mA, maka untuk mencapai arus IC yang sama pada temperatur
o
T2 = 50 C diperlukan tegangan VBE sebagai berikut.
o
VBE(T2) = VBE(T1) - (T2 - T1)(2.5mV/ C)
o o
VBE (50 C)= 0.7 V - (50 - 25)(2.5mV/ C)
= 0.7 V - 0.0625 V
= 0.637 V = 637 mV
o
Jadi pada suhu 50 C dibutuhkan tegangan VBE = 0.637 V untuk menghasilkan arus IC = 10

mA. Lihat gambar 3.13.


IC (mA)

o o
50 C 25 C

10

VBE (mV)

637 700

Gambar 3.13 Pengaruh temperatur terhadap VBE

Masalah pengaruh temperatur terhadap berbagai karakteristik transistor sungguh tidak


dapat diabaikan begitu saja. Perubahan temperatur akan bisa merubah titik kerja yang sudah
ditetapkan pada suhu ruang. Hal ini bisa jadi akan juga mempengaruhi faktor penguatan te-
gangan dari suatu rangkaian penguat. Disamping itu sinyal output akan bisa menjadi cacat
atau distorsi karena perubahan temperatur yang meyakinkan. Olehkarena itu dalam rang-
kaian penguat transistor perlu adanya berbagai kompensasi, yang nanti akan dijelaskan dalam
bab berikutnya.

71
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

3.7 Ringkasan
Struktur transistor terdiri atas sebuah bahan type p yang diapit oleh dua bahan tipe n
(transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan tipe n yang diapit oleh dua bahan tipe p (tran-
sistor PNP). Meskipun strukturnya mirip seperti dua buah dioda yang disambung berbalikan,
namun prinsip kerjanya sama sekali berbeda. Hal ini disebabkan karena ukuran fisik basis
yang sangat sempit (kecil) dan tingkat doping basis yang sangat rendah.
Terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan istilah konfigu-
rasi, yaitu konfigurasi basis bersama (CB), konfigurasi emitor bersama (CE), dan konfigurasi
kolektor bersama (CC). Pada konfigurasi CE sinyal input diumpankan pada basis dan output
diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya. Faktor penguatan arus pada emitor
bersama disebut dengan BETA (β). Kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah
karakteristik input dan karakteristik output.
Apabila temperatur naik, maka arus bocor ICBO, ICEO, dan ICES akan cenderung un-
o
tuk naik. Arus-arus bocor ini akan naik dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 C.

Akibatnya maka arus kolektor juga cenderung untuk naik apabila temperatur naik. Disamping
itu perubahan temperatur juga mempengaruhi besarnya tegangan VBE. Apabila temperatur
naik, maka tegangan bias maju VBE untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu akan me-
nurun.

72
Bab 3. Transistor Bipolar

3.8 Soal Latihan

1. Jelaskan struktur dan prinsip kerja transistor bipolar!


2. Bagaimana memberikan bias kepada transistor agar dapat bekerja pada daerah aktif?
3. Jelaskan macam-macam konfigurasi rangkaian transistor serta gambarkan masing-
masing!

4. Jelaskan istilah arus bocor ICBO dan ICEO secara diagram dan jelaskan pula hubungan

keduanya!
5. Gambarkan kurva karakteristik output transistor untuk konfigurasi CE!
6. Dalam kurva karakteristik output CE, jelaskan transistor dalam kondisi: aktif, jenuh, dan
mati.
7. Bagaimana perubahan temperatur bisa mempengaruhi titik kerja transistor?
8. Jelaskan instilah β (beta) dalam transistor!
9. Jelaskan istilah tegangan Cut-in dan tegangan Cut-off dalam transistor!
10. Apa perbedaan transistor dengan bahandari germanium dan silikon?

73
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Sumber Pustaka

Boylestad and Nashelsky. (1992). Electronic Devices and Circuit Theory, 5th ed. Engelwood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Floyd, T. (1991). Electric Circuits Fundamentals. New York: Merrill Publishing Co.

Malvino, A.P. (1993). Electronic Principles 5th Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Milman & Halkias. (1972). Integrated Electronics: Analog and Digital Circuits and Systems.
Tokyo: McGraw-Hill, Inc.

Savant, Roden, and Carpenter. (1987). Electronic Circuit Design: An Engineering Approach.
Menlo Park, CA: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Stephen, F. (1990). Integrated devices: discrete and integrated. Englewood Cliffs, NJ: Pren-
tice-Hall, Inc.

74
Elektronika :
Teori dan Penerapan

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Elektronika : Teori dan Penerapan

Disusun Oleh: Herman Dwi Surjono, Ph.D.


© 2007 All Rights Reserved
Hak cipta dilindungi undang-undang

Penyunting : Tim Cerdas Ulet Kreatif


Perancang Sampul : Dhega Febiharsa
Tata Letak : Dhega Febiharsa

Diterbitkan Oleh:
Penerbit Cerdas Ulet Kreatif
Jl. Manggis 72 RT 03 RW 04 Jember Lor – Patrang
Jember - Jawa Timur 68118
Telp. 0331-422327 Faks. 0331422327

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Herman Dwi Surjono, Elektronika : Teori dan Penerapan /Herman Dwi Surjo-
no, Penyunting: Tim Cerdas Ulet Kreatif, 2007, 168 hlm; 14,8 x 21 cm.

ISBN 978-602-98174-7-8

1. Hukum Administrasi I. Judul


II. Tim Cerdas Ulet Kreatif 168
Distributor:
Penerbit CERDAS ULET KREATIF
Website : www.cerdas.co.id - email : buku@cerdas.co.id

Cetakan Kedua, 2011


Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Ketentuan Pidana
Pasal 72 (ayat 2)
1. Barang Siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan,
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii
Kata Pengantar

Buku ini diperuntukkan bagi siapa saja yang ingin mengetahui elektronika baik secara
teori, konsep dan penerapannya. Pembahasan dilakukan secara komprehensif dan menda-
lam mulai dari pemahaman konsep dasar hingga ke taraf kemampuan untuk menganalisis
dan mendesain rangkaian elektronika. Penggunaan matematika tingkat tinggi diusahakan
seminimal mungkin, sehingga buku ini bias digunakan oleh berbagai kalangan. Pembaca da-
pat beraktivitas dengan mudah karena didukung banyak contoh soal dalam hamper setiap
pokok bahasan serta latihan soal pada setiap akhir bab. Beberapa rangkaian penguat seda-
pat mungkin diambilkan dari pengalaman praktikum.
Sebagai pengetahuan awal, pemakai buku ini harus memahami teori dasar rangkaian
DC dan matematika dasar. Teori Thevenin, Norton, dan Superposisi juga digunakan dalam
beberapa pokok bahasan. Di samping itu penguasaan penerapan hukum Ohm dan Kirchhoff
merupakan syarat mutlak terutama pada bagian analisis dan perancangan.
Bab 1 membahas teori semikonduktor yang merupakan dasar dari pembahasan ber-
bagai topic berikutnya, bahan tipe P dan N, karakterisik diode semikonduktor dan model di-
oda.
Bab 2 membahas beberapa penerapan diode semikonduktor dalam rangkaian elek-
tronika diantaranya yang paling penting adalah rangkaian penyearah.

iii
Bab 3 membahas transistor bipolar. Prinsip kerja dan karakteristik input dan output
transistor, tiga macam konfigurasi transistor serta pengaruhnya terhadap temperatur.
Bab 4 membahas berbagai metode pemberian bias, garis beban AC dan DC, analisis
serta perencanaan titik kerja. Selanjutnya pada bab 5 membahas analisis serta perancangan
penguat transistor.
Semoga buku ini bermanfaat bagi siapa saja. Saran-saran dari pembaca sangat
diharapkan.

Yogyakarta, Desember 2007


Penulis,

Herman Dwi Surjono, Ph.D.


Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika, FT- UNY

iv
Daftar Isi
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v

1. DIODA SEMIKONDUKTOR 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Teori Semikonduktor 1
1.3. Semikonduktor Type N 7
1.4. Semikonduktor Type P 9
1.5. Dioda Semikonduktor 12
1.6. Bias Mundur (Reverse Bias) 13
1.7. Bias Maju (Forward Bias) 14
1.8. Kurva Karakteristik Dioda 15
1.9. Resistansi Dioda 19
1.10. Rangkaian Ekivalen Dioda 22
1.11. Ringkasan 24
1.12. Soal Latihan 25

2. RANGKAIAN DIODA 27
2.1. Pendahuluan 27
2.2. Penyearah Setengah Gelombang 27
2.3. Penyearah Gelombang Penuh 32
2.4. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan 34
2.5. Rangkaian Clipper (Pemotong) 36
2.6. Rangkaian Clamper (Penggeser) 39
2.7. Dioda Zener 41
2.8. Perencanaan Penyetabil Tegangan 46
2.9. Rangkaian Pelipat Tegangan 48
2.10. Ringkasan 51
2.11. Soal Latihan 52

3. TRANSISTOR BIPOLAR 55
3.1. Pendahuluan 55
3.2. Konstruksi Transistor Bipolar 55
3.3. Kerja Transistor 56
3.4. Konfigurasi Transistor 60
3.5. Kurva Karakteristik Transistor 64
3.6. Pengaruh Temperatur 69
3.7. Ringkasan 72
3.8. Soal Latihan 73

4. BIAS DC TRANSISTOR BIPOLAR 75


4.1. Pendahuluan 75
4.2. Pengertian Titik Kerja 75
4.3. Rangkaian Bias Tetap 77

v
4.4. Bias Umpan Balik Tegangan 86
4.5. Bias Pembagi Tegangan 89
4.6. Garis Beban DC dan AC 96
4.7. Analisa dan Desain 101
4.8. Ringkasan 109
4.9. Soal Latihan 110

5. PENGUAT TRANSISTOR BIPOLAR 115


5.1. Pendahuluan 115
5.2. Parameter Penguat 115
5.3. Model Hibrid 117
5.4. Parameter H 122
5.5. Analisa Penguat CE 128
5.6. Penguat CE dengan Resistor RE 134
5.7. Rangkaian Pengikut Emitor 140
5.8. Penguat Basis Bersama (CB) 146
5.9. Perencanaan Penguat Transistor 149
5.10. Ringkasan 153
5.11. Soal Latihan 154

LAMPIRAN A 159
LAMPIRAN B 160
INDEKS 161

vi
Bab 4
Bias DC Transistor Bipolar

4.1 Pendahuluan
Pengetahuan tentang tanggapan ac dan dc suatu sistem sangat diperlukan baik dalam
analisis maupun perencanaan rangkaian penguat transistor. Rangkaian penguat dapat melipat
gandakan sinyal input ac yang kecil disebabkan karena rangkaian tersebut mendapatkan te-
gangan dc dari luar. Oleh karena itu setiap analisis maupun perencanaan rangkaian penguat
terdapat dua komponen, yakni ac dan dc. Dengan teori superposisi, kondisi level dc dan ac
dapat dipisahkan.
Level dc dari suatu rangkaian menentukan titik kerja transistor yang dipakai. Bab ini
akan membahas berbagai bentuk rangkaian bias dan menganalisa titik kerja rangkaian penguat
transistor. Disamping analisis diberikan pula cara perencanaan suatu titik kerja, sehingga
transistor dapat bekerja sesuai keinginan.

4.2 Pengertian Titik Kerja


Istilah bias dc pada judul bab empat ini menyangkut pemberian tegangan dc kepada
transistor untuk mendapatkan level tegangan dan arus yang tetap. Dalam penguat transistor
level tegangan dan arus yang tetap tersebut akan menempatkan suatu titik kerja pada kurva
karakteristik sehingga menentukan daerah kerja transistor. Oleh karena titik kerja tersebut
merupakan titik yang tetap dalam kurva karakteristik, maka biasanya disebut dengan titik-Q
(atau Quiescent Point).
Gambar 4.1 menunjukkan kurva karakteristik output dengan empat buah contoh titik
kerja yang diberi nama A, B, dan C. Pada dasarnya titik kerja suatu rangkaian penguat bisa
diletakkan dimana saja di kurva karakteristik tersebut. Namun agar rangkaian penguat dapat
menguatkan sinyal dengan linier atau tanpa cacat, maka titik kerja diusahakan ditempatkan di
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

tengah daerah aktif. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah agar titik kerja tidak dile-
takkan diluar batas maksimum dari arus maupun tegangan yang sudah ditentukan oleh pabrik.
Apabila hal ini dilanggar transistor akan panas dan cepat rusak.
IC (mA)
PCmaks

ICmaks 40 IB= 80 µA

dae- 30 IB= 60 µA
rah B IB= 40 µA
jenuh 20
IB= 20 µA
10
C
A
IB= 0 µA
0 5 10 15 20 VCE (Volt)

daerah mati VCEmaks

Gambar 4.1 Daerah pada kurva karakteristik output

Pada gambar 4.1 tersebut terlihat arus IC maksimum adalah 40 mA dan tegangan VCE
maksimum sebesar 20 Volt. Disamping harga arus dan tegangan maksimum tersebut yang ti-
dak boleh dilampaui adalah daya kolektor maksimum PCmaks. Dalam gambar PCmaks ini
ditunjukkan oleh garis lengkung putus-putus. PCmaks atau disipasi daya kolektor maksi-
mum ini merupakan perkalian IC dengan VCE. Dengan demikian titik kerja harus diletakkan di
dalam batas-batas tersebut.
Tampak pada gambar 4.1 bahwa ketiga titik kerja A, B dan C terletak pada daerah ker-
ja transistor yang diijinkan. Transistor dengan titik kerja A kira-kira mempunyai VCE = 2

Volt dan IC = 7 mA. Titik kerja B mempunyai VCE = 10 Volt, IC = 21 mA dan titik kerja C

adalah VCE = 19 Volt, IC = 11 mA.


Transistor yang bekerja pada titik A kurang begitu memuaskan karena termasuk pada
kurva non-linier, sehingga sinyal output akan cenderung untuk cacat. Demikian juga pada ti-
tik C, karena terletak hampir pada batas kemampuan VCE transistor. Disamping itu transistor
juga akan cepat panas. Titik B merupakan pilihan terbaik sebagai titik kerja transistor sebagai

76
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

penguat, karena terletak di tengah-tengah, sehingga memungkinkan transistor dapat mengua-


tkan sinyal input secara maksimum.
Agar transistor bekerja pada suatu titik kerja tertentu diperlukan rangkaian bias.
Rangkaian bias ini akan menjamin pemberian tegangan bias persambungan E-B dan B-C dari
transistor dengan benar. Transistor akan bekerja pada daerah aktif bila persambungan E-B di-
beri bias maju dan B-C diberi bias mundur (lihat tabel 3.1).
Dalam praktek dikenal berbagai bentuk rangkaian bias yang masing-masing mempu-
nyai keuntungan dan kerugian. Kemantapan kerja transistor terhadap pengaruh temperatur
merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan bentuk rangkaian bias. Karena
perubahan temperatur akan mempengaruhi β (faktor penguatan arus pada CE) dan arus bocor
ICBO.

4.3 Rangkaian Bias Tetap


Gambar 4.2 menunjukkan rangkaian transistor dengan bias tetap. Rangkaian bias ini
cukup sederhana karena hanya terdiri atas dua resistor RB dan RC. Kapasitor C1 dan C2 me-
rupakan kapasitor kopling yang berfungsi mengisolasi tegangan dc dari transistor ke tingkat
sebelum dan sesudahnya, namun tetap menyalurkan sinyal ac-nya.

VCC

IC Sinyal
RC C2 output
RB
Sinyal IB
input C1
VCE

VBE

Gambar 4.2 Rangkaian bias tetap

Pada analisis dc, semua kapasitor dapat diganti dengan rangkaian terbuka. Hal ini ka-
rena sifat kapasitor yang tidak dapat melewatkan arus dc. Dengan demikian untuk keperluan
analisis dc rangkaian dapat disederhanakan menjadi seperti pada gambar 4.3.

77
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input (basis-emitor), maka
diperoleh persamaan:
IB.RB + VBE = VCC

VCC - VBE
IB =  ............(4.1)
RB

Persamaan ini cukup mudah untuk diingat karena sesuai dengan hukum Ohm, yakni arus yang
mengalir pada RB adalah turun tegangan pada RB dibagi dengan RB. Karena VCC dan VBE
tetap, maka RB adalah penentu arus basis pada titik kerja.

VCC VCC

IC
RC
RB
IB

VCE

VBE

Gambar 4.3 Rangkaian ekivalen dc dari gambar 4.2

Setelah arus IB ditentukan, maka arus IC dengan mudah dapat dihitung dengan meng-
gunakan persamaan:

IC = βIB
......................(4.2)

78
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff pada ikal output (kolektor-emitor), maka di-
peroleh persamaan:
IC.RC + VCE = VCC

VCE = VCC - IC.RC .................(4.3)

Ketiga harga yang baru saja diperoleh, yaitu IB, IB dan VCE inilah yang menentukan
titik kerja transistor. Oleh karena itu dalam penulisan sering ditambah huruf Q di belakang-
nya, yakni berturut-turut IBQ, ICQ dan VCEQ. Harga ICQ dan VCEQ merupakan koordinat
dari titik kerja Q pada kurva karakteristik output CE.
Titik kerja Q dalam kurva karakteristik selalu terletak pada garis beban. Hal ini kare-
na harga VCEQ diperoleh dari persamaan 4.3 yakni yang disebut dengan persamaan garis be-
ban. Untuk menggambar garis beban pada kurva, ditentukan dua titik yang berpotongan den-
gan masing-masing sumbu x (VCE) dan sumbu y (IC).
Persamaan garis beban:
VCE = VCC - IC.RC
Garis beban akan memotong sumbu x (VCE), apabila arus IC adalah nol. Dalam hal ini tran-
sistor dalam keadaan mati (IC = 0), sehingga tegangan VCE adalah maksimum, yaitu:

VCEmaks = VCC .................(4.4)

Garis beban akan memotong sumbu y (IC), apabila tegangan VCE adalah nol. Dalam hal ini
transistor dalam keadaan jenuh (VCE = 0), sehingga arus IC adalah maksimum, yaitu:
VCE = VCC - IC.RC
0 = VCC - ICmaks. RC

VCC
ICmaks =  .................(4.5)
RC

79
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Apabila kedua titik ekstrem (VCEmaks dan ICmaks) ini dihubungkan maka diperoleh
garis beban dimana titik Q berada. Garis beban ini disebut dengan garis beban dc, karena
hanya berkaitan dengan parameter dc dari rangkaian. Lihat gambar 4.4. Nanti pada pemba-
hasan rangkaian bias yang lain akan dianalisa juga garis beban ac.
IC

ICmaks

Q
ICQ IBQ

Garis beban
dc
VCE
VCEmaks
VCEQ

Gambar 4.4 Kurva output dengan garis beban dc

Contoh 4.1
Suatu rangkaian penguat menggunakan bias tetap seperti pada gambar 4.5. Tentukan
titik kerja (IBQ, ICQ, VCEQ) dan gambarkan garis beban dc-nya.

VCC = 12 V

RC Sinyal
RB
2,2 KΩ C2 output
240 KΩ
Sinyal 10 µF
input C1
β = 50
10 µF

Gambar 4.5 Rangkaian penguat untuk contoh 4.1

80
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Penyelesaian:
a) Titik kerja:
VCC - VBE
IBQ = 
RB

12V - 0,7V
IBQ =  = 47,08 µA
240 K

ICQ = βIBQ = (50)(47,08 µA) = 2,35 mA


VCEQ = VCC - ICRC
= 12V - (2,35mA)(2,2KΩ) = 6,83 Volt
b) Garis beban:
VCC
ICmaks = 
RC
12V
ICmaks =  = 5,45 mA
2,2 KΩ

VCEmaks = VCC = 12 Volt


IC (mA)

5,45

Q 47,08
2,35
µA
Garis beban
dc
VCE (Volt)
12
6,83

Gambar 4.6 Garis beban dc untuk contoh 4.1

81
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Titik kerja dari rangkaian bias tetap sangat dipengaruhi oleh harga β. Oleh karena β
sangat peka terhadap perubahan temperatur, maka stabilitas kerja dari rangkaian bias tetap ku-
rang baik. Untuk memperbaiki stabilitas terhadap variasi β, maka diberikan resistor pada kaki
emitor (RE). Lihat gambar 4.7.

VCC

IC Sinyal
RC C2 output
RB
Sinyal IB
input C1
VCE

VBE
RE IE

Gambar 4.7 Rangkaian bias tetap dengan stabilisasi emitor

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan, dari ikal input (basis-emitor) dapat
diturunkan persamaan sebagai berikut:
IB.RB + VBE + IE.RE = VCC
karena:
IE = (β + 1)IB
maka:
IB.RB + VBE + (β + 1)IB.RE = VCC
IB {RB + (β + 1)RE} + VBE = VCC
IB {RB + (β + 1)RE} = VCC - VBE
sehingga diperoleh:

VCC - VBE .......(4.6)


IB = 
RB + (β + 1)RE

Besarnya arus IC dapat dicari dengan persamaan 4.2, yaitu: IC = βIB.

82
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Persamaan garis beban dapat diturunkan dengan menggunakan hukum Kirchhoff te-
gangan pada ikal output (kolektor-emitor) dari gambar 4.7, yaitu:

IC.RC + VCE + IE.RE = VCC

karena IE ≅ IC, maka:

IC.RC + VCE + IC.RE = VCC


IC(RC + RE) + VCE = VCC

sehingga diperoleh:

VCE = VCC - IC(RC + RE) .............(4.7)

Persamaan ini akan menentukan garis beban dc pada kurva output. Pada saat arus IC
= 0 (transistor mati), maka tegangan VCE akan maksimum, yaitu (persmaan 4.4):

VCEmaks = VCC

Pada saat tegangan VCE = 0 (transistor jenuh), maka arus IC akan maksimum, yaitu:

VCC
ICmaks =  .................(4.8)
RC + RE

83
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Contoh 4.2
Suatu rangkaian penguat menggunakan bias tetap dengan stabilisasi emitor seperti pa-
da gambar 4.8. Tentukan titik kerja (IBQ, ICQ, VCEQ) dan gambarkan garis beban dc-nya.

VCC = 20 V

RB RC Sinyal
430 KΩ 2 KΩ C2 output
Sinyal 10 µF
input C1
β = 50
10 µF

RE 10 µF
1 KΩ

Gambar 4.8 Rangkaian penguat untuk contoh 4.2

Penyelesaian:
a) Titik kerja:
VCC - VBE
IBQ = 
RB + (β + 1)RE

20V - 0,7V
IBQ =  = 40,1 µA
430KΩ + (50+1)(1KΩ)

ICQ = βIBQ = (50)(40,1 µA) = 2,01 mA


VCEQ = VCC - IC(RC + RE)
= 20V - (2,01mA)(2KΩ + 1KΩ) = 13,97 Volt
b) Garis beban:
VCC
ICmaks = 
RC + RE
20V
ICmaks =  = 6,67 mA
2,2KΩ + 1KΩ

84
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCEmaks = VCC = 20 Volt


IC (mA)

6,67

Q 40,01
2,01
µA
Garis beban
dc
VCE (Volt)
20
13,97

Gambar 4.9 Garis beban dc untuk contoh 4.2

Apabila contoh 4.1 di atas diulangi lagi untuk harga β (beta) dua kali lipat, yakni 100,
maka diperoleh harga IB, IC, dan VCE sebagai berikut:

β IB (µA) IC(mA) VCE(V)


50 47,08 2,35 6,83
100 47,08 4,70 1,64

Terlihat bahwa apabila β (beta) dinaikkan 100 %, maka arus kolektor IC naik 100 %.
Jadi arus IC sangat tergantung pada besarnya β. Karena β sangat peka terhadap temperatur,
maka rangkaian bias tetap (gambar 4.2) juga sangat peka terhadap perubahan temperatur.
Sekarang apabila contoh 4.2 diulangi lagi untuk harga β (beta) dua kali lipat, yakni
100, maka diperoleh harga IB, IC, dan VCE sebagai berikut:

85
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

β IB (µA) IC(mA) VCE(V)


50 40,1 2,01 13,97
100 36,3 3,63 9,11

Terlihat bahwa apabila β (beta) dinaikkan 100 %, maka arus IC naik 81 %. Perubahan
ini lebih kecil dari contoh sebelumnya. Dari dua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
rangkaian bias tetap dengan stabilisasi emitor (gambar 4.7) ternyata lebih stabil terhadap pe-
rubahan β dari pada rangkaian bias tetap pada tanpa RE.

4.4 Bias Umpan Balik Tegangan


Untuk memperbaiki stabilitas titik kerja terhadap perubahan β, digunakan rangkaian
bias dc dengan menggunakan umpan balik tegangan. Gambar 4.10 merupakan penguat tran-
sistor dengan menggunakan bias umpan balik tegangan.

VCC

IC ’ Sinyal
RC
RB C2 output
Sinyal
input C1 IB IC

VBE
RE

Gambar 4.10 Rangkaian bias umpan balik tegangan

Untuk mendapatkan arus IB, diterapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input
(basis-emitor), yaitu:

VCC = IC’.RC + IB.RB + VBE + IE.RE

86
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Perlu diperhatikan bahwa arus yang mengalir pada RC bukanlah IC melainkan IC’, dimana
IC’ = IC + IB. Tetapi karena harga IC’ dan IC jauh lebih besar dibanding IB, maka secara
pendekatan IC’ dapat dianggap sama dengan IC (IC’ ≅ IC = βIB). Demikian juga bahwa IE ≅
IC.
Sehingga diperoleh:

VCC = βIB.RC + IB.RB + VBE + βIB.RE


VCC - VBE = βIB(RC + RE) + IB.RB
VCC - VBE = IB{RB + β(RC + RE)}

VCC - VBE
IB =  ............(4.9)
RB + β(RC + RE)

Arus IC dapat diperoleh dengan mengalikan IB dengan β, yaitu: IC = βIB. Selanjut-


nya harga VCE dapat dihitung dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal out-
put (kolektor-emitor), yaitu:

VCC = IC’.RC + VCE + IE.RE

kembali dengan asumsi bahwa: IC’ ≅ IC dan IE ≅ IC, maka:

VCC = IC.RC + VCE + IC.RE


VCC = IC(RC + RE) + VCE

VCE = VCC - Ic(RC + RE) ...........(4.10)

87
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Contoh 4.3
Tentukan titik kerja (ICQ dan VCEQ) dari rangkaian seperti pada gambar 4.11.

VCC = 10V

4,7KΩ Sinyal
250KΩ C2 output
Sinyal
input C1
β = 90

1,2KΩ

Gambar 4.11 Rangkaian untuk contoh 4.3

Penyelesaian:

VCC - VBE
IB = 
RB + β(RC + RE)

10V - 0,7V
=  = 11.91 µA
250KΩ + (90)(4,7KΩ + 1,2KΩ)

ICQ = βIB
= (90)(11.91 µA) = 1,07 mA

VCEQ = VCC - IC(RC + RE)


= 10V - 1,07mA)(4,7KΩ + 1,2KΩ)
= 3,69 Volt

88
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Apabila contoh 4.3 tersebut diulangi lagi dengan harga β dinaikkan menjadi 135, ma-
ka hasilnya dapat dibandingkan sebagai berikut:

β ICQ(mA) VCEQ(V)

90 1,07 3,69
135 1,2 2,92

Terlihat bahwa apabila β dinaikkan 50 %, arus ICQ naik 12,1% dan VCEQ turun sekitar
20,9%. Perubahan titik kerja karena pengaruh perubahan β pada rangkaian bias ini ternyata
lebih kecil dibanding pada rangkaian bias tetap maupun bias tetap dengan stabilisasi emitor.
Dengan kata lain rangkaian bias dengan umpan balik tegangan mempunyai stabilitas yang le-
bih baik dari pada rangkaian bias sebelumnya.

4.5 Bias Pembagi Tegangan


Rangkaian bias pembagi tegangan sering juga disebut dengan bias sendiri (self-bias).
Penguat transistor pada umumnya lebih banyak menggunakan rangkaian bias jenis ini, karena
stabilitasnya sangat baik. Stabilitasnya lebih baik dari pada rangkaian bias yang sudah diba-
has sebelumnya. Gambar 4.12 menunjukkan rangkaian penguat dengan bias pembagi tegan-
gan.
Rangkaian bias pembagi tegangan terdiri atas empat buah resistor, yaitu: R1, R2, RC,
dan RE. Resistor R1 (yang berada di atas) akan menjamin bahwa persambungan kolektor -
basis mendapatkan bias mundur, sedangkan resistor R2 (yang berada di bawah) akan menja-
min bahwa persambungan basis - emitor mendapatkan bias maju. Oleh karena itu dengan
adanya pembagi tegangan R1 dan R2 akan menjamin bahwa transistor dapat bekerja pada
daerah aktif. RC sebagai resistansi beban kolektor, dan RE sebagai stabilisasi dc.

89
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

VCC

Sinyal
R1 RC C2 output
Sinyal
input C1
VCE

VBE
R2
RE

Gambar 4.12 Rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan

Analisis dc rangkaian bias pembagi tegangan ini dimulai dengan menggambar lagi ba-
gian input dari rangkaian tersebut seperti pada gambar 4.13.

R1

B
VCC
R2
RE

Thevenin

Gambar 4.13 Penggambaran kembali bagian input dari gambar 4.12

Jaringan input dari rangkaian gambar 4.13 diselesaikan dengan metode Thevenin, yai-

tu menggantinya dengan sebuah sumber tegangan VTH dan sebuah resistansi RTH. Hubungan

90
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

antara VTH dan RTH adalah seri, sehingga diperoleh rangkaian ekivalen yang sederhana. Da-

lam analisa penguat transistor tegangan Thevenin (VTH) sering disebut dengan VBB dan re-

sistansi Thevenin (RTH) sering disebut dengan RB. Lihat gambar 4.14.

RTH atau RB B

IB
VTH atau VBB E
RE

Gambar 4.14 Rangkaian ekivalen Thevenin pada input transistor

Harga resistansi dan tegangan Thevenin dari rangkaian ekivalen adalah sebagai beri-
kut.
Resistansi Thevenin:

RTH = RB = R1║R2

R1.R2 ................(4.11)
RB = 
R1 + R2

Tegangan Thevenin:
R2
VTH = VBB = VR2 =  VCC
R1 + R2

R2. VCC
................(4.12)
VBB = 
R1 + R2

91
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input rangkaian ekivalen
Thevenin gambar 4.14, dapat ditentukan harga IB, yaitu:

VBB = IB.RB + VBE + IE.RE


karena,
IE = (β + 1)IB
maka:
VBB = IB.RB + VBB + (β + 1)IB.RE
VBB = IB {RB + (β + 1)RE} + VBB
VBB - VBE = IB {RB + (β + 1)RE}
sehingga diperoleh:

VBB - VBE
IB = 
RB + (β + 1)RE ............(4.13)

dimana harga VBE ini sama seperti pembahasan yang lalu yaitu dianggap VBE aktif = 0,7
Volt. Harga IB yang diperoleh ini merupakan titik kerja transistor yang biasanya disebut den-
gan IBQ.
Apabila IB = IC/β dimasukkan pada persamaan 4.13 tersebut, maka harga IC dapat di-
peroleh, yaitu:

VBB - VBE
IC = 
RB/β + (1 + 1/β)RE .........(4.14)

Analisis pendekatan dapat dilakukan apabila IE ≅ IC, yaitu apabila arus IE dianggap sama
dengan arus IC, maka dapat diperoleh:

VBB - VBE
...............(4.15)
IC = 
RB/β + RE

Harga arus IC ini merupakan titik kerja transistor yang sering disebut dengan ICQ.

92
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Persamaan garis beban dapat diperoleh dengan menerapkan hukum Kirchhoff pada ik-
al output kolektor - emitor, yaitu:

VCC = IC.RC + VCE + IE.RE

karena:
IE = IC + IB
IE = IC + IC/β
IE = (1 + 1/β)IC
maka:
VCC = IC.RC + VCE + (1 + 1/β)IC.RE

sehingga diperoleh:

VCE = VCC - IC.RC - (1 + 1/β)IC.RE ..(4.16)

Harga arus IC ini merupakan titik kerja transistor yang sering disebut dengan ICQ.
Analisis pendekatan dapat dilakukan apabila IE ≅ IC, yaitu arus IE dianggap sama
dengan arus IC, maka diperoleh:

VCE = VCC - IC(RC + RE) ...........(4.17)

93
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Contoh 4.3
Suatu rangkaian penguat menggunakan bias pembagi tegangan seperti pada gambar
4.15. Tentukan titik kerja (ICQ, VCEQ) rangkaian penguat tersebut.

VCC = 22 V

RC Sinyal
R1
10KΩ 10 µF output
39KΩ
Sinyal
input 10 µF
β =140

R2 RE
3,9KΩ 1,5KΩ 10 µF

Gambar 4.15 Rangkaian penguat untuk contoh 4.3

Penyelesaian:

R1.R2
RB = 
R1 + R2

(39KΩ)(3,9KΩ)
=  = 3,55 KΩ

39KΩ + 3,9KΩ

R2. VCC
VBB = 
R1 + R2
(3,9KΩ)(22V)
=  = 2 Volt
39KΩ + 3,9KΩ

94
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VBB - VBE
ICQ = 
RB/β + (1 + 1/β)RE

2V - 0,7V
=  = 0,85 mA
3,55KΩ/140 + (1 + 1/140)(1,5KΩ)

VCEQ = VCC - IC.RC - (1 + 1/β)IC.RE

= 22V-(0,85mA)(10KΩ)-(1+1/140)(0,85mA)(1,5KΩ)
= 22V - (8,5V) - (1.28V)
= 12,22 V

Perhitungan pendekatan:
VBB - VBE
ICQ = 
RB/β + RE

2V - 0,7V
=  = 0,86 mA
2KΩ/140 + 1,5KΩ

VCE = VCC - IC(RC + RE)


= 22V - (0,86mA)(10KΩ + 1,5KΩ)
= 22V - 9,86V
= 12,14 Volt

Perbandingan hasil antara analisis tepat dan pendekatan untuk ICQ adalah 0,85 mA dan 0,86
mA, sedangkan untuk VCEQ adalah 12,22 V dan 12,14 V. Terlihat bahwa perbedaanya san-
gat kecil. Semakin besar harga beta (β) semakin kecil perbedannya.

Sebagaimana telah dilakukan pada rangkaian bias tetap yakni membuktikan pengaruh
perubahan beta (β) terhadap titik kerja transistor, maka apabila contoh 4.3 diulangi lagi tetapi
untuk harga β sebesar 70, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

95
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

β ICQ(mA) VCEQ(V)

140 0.85 12,22


70 0,83 12,46

Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun harga β turun setengahnya, ternyata titik
kerja transistor hampir sama. Hal ini terbukti bahwa stabilitas rangkaian bias pembagi tegan-
gan terhadap perubahan β sangat baik.

4.6 Garis Beban DC dan AC


Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa titik kerja suatu transistor dalam
rangkaian penguat selalu terletak pada garis beban. Garis beban dc dibuat berdasarkan tang-
gapan rangkaian terhadap tegangan dc (tegangan catu daya), dan garis beban ac diperoleh ka-
rena tanggapan rangkaian terhadap sinyal ac. Dengan adanya garis beban dc dan ac pada kur-
va karakteristik, maka kondisi kerja transistor dapat diketahui dan penerapan sinyal ac pada
penguat dapat dianalisis dengan mudah.
Perhatikan rangkaian penguat Emitor Bersama (Common Emitter = CE) dengan bias
pembagi tegangan pada gambar 4.14. Tanggapan rangkaian penguat tersebut terhadap tegan-
gan dc lebih sederhana karena semua kapasitor diganti dengan rangkaian terbuka. Beban pa-
da ikal kolektor-emitor adalah RC dan RE. Oleh karena itu beban ini disebut dengan beban
dc (Rdc).

Rdc = RC + RE

Sedangkan tanggapan terhadap sinyal ac, semua kapasitor (C kopling dan C by-pass)
dan catu daya dc (VCC) dianggap hubung singkat. Dengan demikian karena terminal untuk
VCC terhubung ke tanah (ground) dan kapasitor C2 dianggap hubung singkat, maka resistor
RC dan resistor RL terhubung paralel (RC ║ RL). Beban pada ikal kolektor-emitor adalah re-
sistor RC ║ RL dan resistor RE. Beban ini disebut dengan beban ac (Rac).

Rac = (RC ║ RL) + RE

96
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCC

Sinyal
R1 RC C2 output
Sinyal
input C1

RL
R2
RE

Gambar 4.16 Rangkaian penguat CE dengan bias pembagi tegangan

Untuk mendapatkan garis beban dc beban yang digunakan adalah beban dc (Rdc).
Kemiringan garis beban dc adalah -1/Rdc. Demikian pula bila ingin mendapatkan garis beban
ac, maka yang digunakan adalah beban ac (Rac). Kemiringan garis beban ac adalah -1/Rac.
Persamaan garis beban dc untuk rangkaian CE dari gambar 4.16 adalah:

VCE = VCC - IC(RC + RE) ...........(4.18)

Untuk menggambarkan persamaan garis beban ini kedalam kurva karakteristik output,
maka perlu dicari dua titik ekstrem dan menghubungkan keduanya. Dua titik ini adalah satu
titik berada di sumbu X (tegangan VCE) yang berarti arus ICnya menjadi nol dan satu titik
lainnya berada di sumbu Y (arus IC) yang berarti bahwa tegangan VCEnya menjadi nol.
Titik pertama, pada saat arus IC = 0, maka diperoleh tegangan VCE maskimum (tran-
sistor dalam keadaan mati). Dengan memasukkan harga IC = 0 ini ke persamaan garis beban
dc diperoleh:

VCEmaks = VCC ................(4.19)

97
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Titik kedua, pada saat tegangan VCE = 0, maka diperoleh arus IC maksimum (transis-
tor dalam keadaan jenuh). Dengan memasukkan harga VCE = 0 ini ke persamaan garis beban
dc diperoleh:
VCC
ICmaks = 
RC + RE

VCC
ICmaks = 
Rdc ................(4.20)

Selanjutnya adalah menentukan garis beban ac. Oleh karena titik nol (titik awal) dari
sinyal ac yang diumpankan ke penguat selalu berada pada titik kerja (titik Q), maka garis be-
ban ac selalu berpotongan dengan garis beban dc pada titik Q tersebut. Dengan demikian cara
yang paling mudah untuk mendapatkan garis beban ac adalah dengan memasukkan harga ac
dari arus IC dan tegangan VCE kedalam persamaan garis beban dc.
Harga ac dari besaran arus dalam hal ini adalah IC dapat dilihat pada gambar 4.15.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh harga besaran tegangan VCE.

ic = harga sesaat
iC = harga total sesaat

ICQ = harga tetap (dc)

Gambar 4.17 Notasi besaran arus pada sinyal ac

Besaran arus:
ic = iC - ICQ

Besaran tegangan:
vce = vCE - VCEQ

98
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Oleh karena C2 dan VCC dianggap hubung singkat (VCC = 0), maka rangkaian eki-
valen ac dari gambar 4.16 adalah seperti pada gambar 4.18 dan diperoleh persamaan umum
garis beban ac, yaitu:
vce = 0 - ic (Rac)
vce = -ic (Rac)

dimana: Rac = RE + RC║RL

vce
RB RE RC║RL

Gambar 4.18. Rangkaian ekivalen ac dari gambar 4.16

Apabila besaran arus dan tegangan ac dimasukkan pada persaaan tersebut, maka diperoleh
persamaan garis beban ac:
vce = -ic (Rac)

(vCE - VCEQ) = -(iC - ICQ)(Rac) .....(4.21)

Cara menggambar garis beban ac adalah seperti halnya menggambar garis beban dc,
yakni dengan melalui dua titik ekstrem.

Titik pertama, pada saat iC = 0, maka diperoleh harga vCE maksimum. Dengan memasukkan

harga iC = 0 ini kedalam persamaan garis beban ac diperoleh:

(vCE - VCEQ) = -(iC - ICQ)(Rac)

(vCEmaks - VCEQ) = -( 0 - ICQ)(Rac)

(vCEmaks - VCEQ) = (ICQ)(Rac)

vCEmaks = VCEQ + (ICQ)(Rac) ......(4.22)

99
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Titik kedua, pada saat vCE = 0, maka diperoleh harga iC maksimum. Dengan memasukkan

harga vCE = 0 ini kedalam persamaan garis beban ac diperoleh:

(vCE - VCEQ) = -(iC - ICQ)(Rac)

(0 - VCEQ) = -(iCmaks - ICQ)(Rac)

-(VCEQ) = -(iCmaks - ICQ)(Rac)

-(VCEQ) = -(iCmaks)(Rac) + (ICQ)(Rac)

(iCmaks)(Rac) = (ICQ)(Rac) + (VCEQ)

VCEQ ...........(4.23)
iCmaks = ICQ + 
Rac

Garis beban dc dan ac dapat digambarkan pada kurva karakteristik output penguat CE
seperti pada gambar 4.19.

VCEQ IC
iCmaks = ICQ + 
Rac
Garis beban
ac
VCC
ICmaks = 
Rdc
Q
ICQ IBQ

Garis beban
dc
VCE

VCEQ VCEmaks = VCC

vCEmaks = VCEQ + (ICQ)(Rac)

Gambar 4.19. garis beban dac dan ac pada penguat CE

100
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

4.7 Analisis dan Desain


Menganalisis titik kerja suatu rangkaian penguat berarti menentukan posisi titik Q
dengan menghitung arus ICQ dan VCEQ dari suatu rangkaian yang sudah diketahui spesifika-
si komponen-komponennya. Pada penguat CE dengan bias pembagi tegangan, harga-harga
R1, R2, RE, RC, VCC, VBE, dan RL sudah diketahui, sehingga bisa dihitung IB dengan ban-
tuan Thevenin. Selanjutnya bisa ditentukan ICQ dan VCEQnya. Garis beban dc dan ac dapat
digambarkan pada kurva output. Dengan melihat posisi titik Q pada garis beban, maka sinyal
output maksimum tanpa cacat bisa dihitung.
Sedangkan dalam mendesain, urutan proses adalah kebalikan dari menganalisa, karena
akhir dari perencanaan adalah menentukan komponen-komponen rangkaian penguat. Perma-
salahan dimulai dari kondisi penguat yang diinginkan, kemudian bekerja dari ikal emitor-
kolektor, sampai diperoleh harga R1 dan R2 yang sesuai. Namun biasanya harga VCC, VBe,
β, dan RL bisa ditentukan lebih dahulu. Sedangkan RC dan RE berhubungan dengan pengua-
tan tegangan (arus), dan impedansi input (output) yang akan dibahas pada bab berikutnya.

Prosedur analisis titik kerja rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan (gambar 4.12).
Langkah 1.
Menggunakan R1 dan R2 untuk menentukan ekivalen Thevenin RB dan VBB. Persamaan
4.11 dan 4.12
R1.R2
RB = 
R1 + R2

R2. VCC
VBB = 
R1 + R2

Langkah 2.
Menggunakan persamaan bias untuk menghitung ICQ. Persamaan 4.14 (tepat) atau 4.15 (pen-
dekatan).

VBB - VBE
ICQ = 
RB/β + (1 + 1/β)RE

101
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

atau
VBB - VBE
ICQ = 
RB/β + RE

Langkah 3.
Menghitung VCEQ dengan menggunakan persamaan garis beban dc. Persamaan 4.16 (tepat)
atau 4.17 (pendekatan).
VCE = VCC - IC.RC - (1 + 1/β)IC.RE
atau
VCE = VCC - ICQ(Rdc)
Langkah 4.
Menentukan garis beban dc dan ac pada kurva karakteristik output. Persamaan 4.19 dan 4.20
untuk garis beban dc
VCEmaks = VCC

VCC
ICmaks = 
Rdc

dan persamaan 4.22 dan 4.23 untuk garis beban ac.


vCEmaks = VCEQ + (ICQ)(Rac)
VCEQ
iCmaks = ICQ + 
Rac

Langkah 5.
Menentukan sinyal output maksimum tanpa cacat dari posisi titik Q pada kurva output.

Vomaks(p-p) = 2ic(p) x (RC║RL) .....(4.24)

dimana:
Vomaks(p-p) adalah tegangan output (sinyal ac) maksimum tanpa cacat yang merupakan har-
ga dari puncak ke puncak.

102
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

ic(p) adalah arus output (sinyal ac) maksimum tanpa cacat yang merupakan harga puncak.
Harga ic(p) sesuai dengan posisi titik Q pada garis beban ac, yaitu:
ic(p) = ICQ, apabila titik Q terletak pada kurang dari setengah garis beban ac.
ic(p) = iCmaks - ICQ, apabila titik Q terletak pada lebih dari setengah garis beban

ac.
Apabila titik Q tepat ditengah garis beban ac, boleh pakai salah satu, karena iCmaks =
2ICQ.

Contoh 4.4
Diketahui rangkaian penguat CE seperti gambar 4.20. Tentukan : a. Titik kerja rangkaian
(ICQ dan VCEQ)
b. Garis beban dc dan ac
c. Tegangan output maksimum yang dimungkinkan
dari penguat tersebut.

VCC = 5 V

RC Sinyal
R1 10 µF output
1KΩ
6KΩ
Sinyal
input 10 µF
β =140
RL
R2 1KΩ
RE
1,5KΩ 100Ω 10 µF

Gambar 4.20. Rangkaian penguat CE untuk contoh 4.4

103
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Penyelesaian:
a. Titik kerja
R1.R2
RB = 
R1 + R2

(6KΩ)(1,5KΩ)
=  = 1,2 KΩ

6KΩ + 1,5KΩ

R2. VCC
VBB = 
R1 + R2
(1,5KΩ)(5V)
=  = 1 Volt
6KΩ + 1,5KΩ

Perhitungan pendekatan untuk ICQ dan VCEQ:

VBB - VBE
ICQ = 
RB/β + RE

1V - 0,7V
=  = 2,76 mA
1,2KΩ/140 + 0,1KΩ

Rdc = RC + RE = 1KΩ + 100Ω = 1,1 KΩ


Rac = RC║RL = 1KΩ║1KΩ = 0,5 KΩ

VCEQ = VCC - ICQ(Rdc)


= 5V - (2,76mA)(1,1KΩ)
= 1,96 Volt

104
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

b. Garis beban dc

VCEmaks = VCC = 5 Volt

VCC 5V
ICmaks =  =  = 4.55 mA
Rdc 1,1 KΩ
Garis beban ac
vCEmaks = VCEQ + (ICQ)(Rac)
= 1,96V + (2,76mA)(0,5KΩ) = 3.34 Volt

VCEQ
iCmaks = ICQ + 
Rac

1,96V
= 2,76mA +  = 6,68 mA
0,5KΩ
Gambar garis beban dc dan ac adalah seperti pada gambar 4.21.

IC (mA)

iCmaks = 6,68 Garis beban


ac
ICmaks = 4,55

Q IBQ
ICQ =2,76

Garis beban
dc
VCE (Volt)

VCEmaks
VCEQ = 5
=1,96
vCEmaks = 3,34

Gambar 4.21. Gambar garis beban dc dan ac

105
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

c. Tegangan output maksimum


Persamaan 4.24
Vomaks(p-p) = 2ic(p) x (RC║RL)
Karena ICQ = 2,76mA < (1/2)(iCmaks) = 3.34mA
maka:
Vomaks(p-p) = 2(ICQ)(RC║RL)
= 2(2,76mA)(0,5KΩ) = 2,76 Vp-p

Prosedur desain titik kerja rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan (gambar 4.16).
Langkah 1.
Menentukan atau memilih titik Q sesuai kebutuhan. Apabila diinginkan agar penguat dapat
menghasilkan sinyal output (ac) semaksimum mungkin tanpa adanya cacat, maka titik Q ha-

rus diletakkan ditengah garis beban ac. Dengan demikian iCmaks = 2ICQ, dan bila ini dima-

sukkan pada persamaan 4.23 maka:


VCEQ
iCmaks = ICQ + 
Rac
VCEQ
2ICQ = ICQ + 
Rac

VCEQ
ICQ = 
Rac

................(4.25)
VCEQ = (ICQ)(Rac)

Apabila persamaan 4.25 ini dimasukkan ke persamaan garis beban dc, maka:
VCC = VCEQ + (ICQ)(Rdc)
VCC = (ICQ)(Rac) + (ICQ)(Rdc)

VCC
ICQ = 
(Rac + Rdc) ................(4.26)

106
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Setelah harga ICQ diketahui, maka VCEQ dapat dihitung dengan persamaan 4.22. Apabila
penguat tidak diinginkan untuk menghasilkan sinyal output maksimum, maka persamaan 4.25
dan 4.26 pada langkah 1 ini tidak berlaku.
Langkah 2.
Menentukan harga RB
Agar diperoleh stabilitas bias yang baik, maka harga RB paling tinggi harus sebesar 0.1βRE,
yaitu:

.....................(4.27)
RB ≤ 0.1βRE

Langkah 3.
Menentukan harga VTH atau VBB dengan menggunakan persamaan bias (persamaan 4.15)

VBB - VBE
ICQ = 
RB/β + RE

VBB = VBE + ICQ (RB/β + RE)

Langkah 4
Menentukan R1 dan R2 dari VBB dan RB (persamaan 4.11 dan 4.12)

R1.R2
RB = 
R1 + R2

R2. VCC
VBB = 
R1 + R2

Dari kedua persamaan tersebut dapat diturunkan harga R1 (yang berada di atas) dan R2 (yang
berada di bawah) dari gambar 4.16, yaitu:

R2. VCC
VBB = 
R1 + R2

107
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

(R1).R2 VCC
VBB =  
R1 + R2 (R1)

VCC
VBB = RB 
R1

RB.VCC .....................(4.28)
R1 = 
VBB

Selanjutnya mencari R2:


R2. VCC
VBB = 
R1 + R2

R2.VCC = R1.VBB + R2.VBB


R2.VCC = RB.VCC + R2.VBB
R2.(VCC - VBB) = RB.VCC

RB.VCC
R2 =  .....................(4.29)
VCC - VBB

Langkah 5.
Menentukan sinyal output maksimum tanpa cacat dari posisi titik Q pada kurva output, seba-
gaimana langkah 5 pada prosedur analisa titik kerja.

Contoh 4.5
Dari contoh 4.4 ternyata bahwa penguat pada gambar 4.20 belum menghasilkan sinyal
output yang maksimum, terlihat dari letak titik Q-nya yang tidak ditengah garis beban ac.
Oleh karena itu rencanakan agar penguat tersebut dapat menghasilkan sinyal output maksi-
mum, tentunya hanya dengan mengganti harga R1 dan R2 yang sesuai.
Penyelesaian:
Persamaan 4.26
VCC 5V
ICQ =  =  = 3.13 mA
(Rac + Rdc) (0,5KΩ + 1,1KΩ)

108
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Persamaan 4.25
VCEQ = (ICQ)(Rac) = (3.13mA)(0,5KΩ) = 1,56 Volt

Persamaan 4.27
RB ≤ 0.1βRE

Untuk mendapatkan stabilitas bias yang baik RB dibuat sama dengan 0.1βRE


RB = (0,1)(140)(100Ω) = 1,4 KΩ
dan
VBB = VBE + ICQ (RB/β + RE)
= 0,7V + (3.13mA){(1,4KΩ/140) + 0,1KΩ)
= 1,044 Volt
Dengan demikian bisa diperoleh R1 dan R2 dengan persamaan 4.28 dan 4.29.
RB.VCC (1,4KΩ)(5V)
R1 =  =  = 6,7 KΩ

VBB 1,044

RB.VCC (1,4KΩ)(5V)
R2 =  =  = 1,77 Volt
VCC - VBB 5V - 1,044V

4.8 Ringkasan
Pemberian tegangan bias merupakan syarat mutlak agar rangkaian transistor dapat be-
kerja. Rangkaian bias tetap merupakan cara pemberian tegangan bias yang sangat sederhana.
Kerugiannya adalah bahwa stabilitas biasnya sangat jelek, sehingga perlu diberi stabilisasi be-
rupa resistor emitor.
Rangkaian bias yang paling banyak digunakan dalam rangkain penguat transistor ada-
lah bias pembagi tegangan atau sering juga disebut dengan self-bias. Stabilitas biasnya sangat
baik, sehingga titik kerja transistor hampir tidak dipengaruhi oleh besarnya β.

109
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

4.10 Soal Latihan

1. Perhatikan rangkaian penguat transistor di bawah. Bila diketahui R1 = 22 KΩ, R2 = 10


KΩ, RC = 1 KΩ, RE = 560 Ω, β = 100, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 12 Volt, tentukan titik
kerja transistor dan gambarkan garis beban dc-nya. Periksa juga apakah stabilitas biasnya
mantap!

VCC

Sinyal
R1 RC C2 output
Sinyal
input C1

R2
RE

2. Perhatikan soal no.1, apabila diinginkan agar rangkaian tersebut dapat menghasilkan si-
nyal output yang maksimum, hitung kembali harga R1 dan R2. Spesifikasi rangkaian ke-
cuali R1 dan R2 adalah sama seperti soal no.1.
3. Perhatikan rangkaian penguat seperti gambar di bawah. Apabila diketahui: R1 = 82 KΩ,
R2 = 27 KΩ, RC = 1,2 KΩ, RE = 560 Ω, RL = 2 KΩ, β = 150, VBEaktif = 0,7 V, VCC =
12 Volt, tentukan titik kerja transistor dan gambarkan garis beban dc dan ac-nya. Tentu-
kan pula kemungkinan tegangan output maksimum yang bisa dihasilkan rangkaian terse-
but.

110
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCC

Sinyal
R1 RC C2 output
Sinyal
input C1

RL
R2
RE

4. Agar rangkaian dari soal no. 3 dapat menghasilkan sinyal maksimum, hitunglah kembali
nilai R1 dan R2. Spesifikasi komponen lainnya adalah sama seperti soal no.3.
5. Ulangi soal no.3 tetapi dengan menambahkan sebuah kapasitor paralel dengan RE. Se-
mua spesifikasi komponen adalah sama. Dari hasil ini, jelaskan perbedaanya bila RE di-
paralel dengan kapasitor.
6. Ulangi soal no.3 tetapi dengan mengganti harga β sebesar 300 dan komponen lainnya te-
tap. Bandingkan titik kerja kedua soal tersebut, yakni dengan mengubah harga β dua kali
lipat.
7. Perhatikan rangkaian penguat dibawah. Bila diinginkan harga VCEQ = 1.14 Volt dan di-
ketahui RC = 1,5 KΩ, RE = 480 Ω, RL = 5 KΩ, β = 250, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 15
Volt, tentukan (a) harga R1 dan R2, (b) garis beban dc dan ac, (c) tegangan output mak-
simum (Vp-p).

111
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

VCC

Sinyal
R1 RC C2 output
Sinyal
input C1

RL
R2
RE

8. Perhatikan soal no.7 kembali. Apabila diinginkan agar tegangan output bisa semaksi-
mum mungkin (VCEQ tidak diketahui), dan spesifikasi rangkaian sama (kecuali harga
VCEQ yang tidak diketahui), tentukan nilai R1 dan R2.
9. Perhatikan rangkaian penguat dibawah (halaman sebaliknya). Bila diinginkan harga
VCEQ = 5 Volt dan diketahui RE = 680 Ω, RL = 5 KΩ, β = 150, VBEaktif = 0,7 V, VCC
= 15 Volt, tentukan (a) harga R1 dan R2, (b) garis beban dc dan ac, (c) tegangan output
maksimum (Vp-p).
10. Perhatikan soal no.9 kembali. Apabila diinginkan agar tegangan output bisa semaksi-
mum mungkin (VCEQ tidak diketahui), dan spesifikasi rangkaian sama (kecuali harga
VCEQ yang tidak diketahui), tentukan nilai R1 dan R2.

112
Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCC

R1
Sinyal
input C1
Sinyal
C2
output

R2
RE
RL

113
Herman Dwi Surjono, Ph.D.

Sumber Pustaka

Boylestad and Nashelsky. (1992). Electronic Devices and Circuit Theory, 5th ed. Engelwood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Floyd, T. (1991). Electric Circuits Fundamentals. New York: Merrill Publishing Co.

Malvino, A.P. (1993). Electronic Principles 5th Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.

Milman & Halkias. (1972). Integrated Electronics: Analog and Digital Circuits and Systems.
Tokyo: McGraw-Hill, Inc.

Savant, Roden, and Carpenter. (1987). Electronic Circuit Design: An Engineering Approach.
Menlo Park, CA: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Stephen, F. (1990). Integrated devices: discrete and integrated. Englewood Cliffs, NJ: Pren-
tice-Hall, Inc.

114

Anda mungkin juga menyukai