Kodok dan katak mengawali hidupnya sebagai telur yang diletakkan induknya di air, di sarang
busa, atau di tempat-tempat basah lainnya. Beberapa jenis kodok pegunungan menyimpan
telurnya di antara lumut-lumut yang basah di pepohonan. Sementara jenis kodok hutan yang lain
menitipkan telurnya di punggung kodok jantan yang lembab, yang akan selalu menjaga dan
membawanya hingga menetas bahkan hingga menjadi kodok kecil.Sekali bertelur katak bisa
menghasilkan 5000-20000 telur, tergantung dari kualitas induk dan berlangsung sebanyak tiga
kali dalam setahun.
Telur-telur kodok dan katak menetas menjadi berudu atau kecebong (b. Inggris: tadpole), yang
bertubuh mirip ikan gendut, bernafas dengan insang dan selama beberapa lama hidup di air.
Perlahan-lahan akan tumbuh kaki belakang, yang kemudian diikuti dengan tumbuhnya kaki
depan, menghilangnya ekor dan bergantinya insang dengan paru-paru. Setelah masanya, berudu
ini akan melompat ke darat sebagai kodok atau katak kecil.
Kodok dan katak kawin pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada saat bulan mati atau pada
ketika menjelang hujan. Pada saat itu kodok-kodok jantan akan berbunyi-bunyi untuk memanggil
betinanya, dari tepian atau tengah perairan. Beberapa jenisnya, seperti kodok tegalan
(Fejervarya limnocharis) dan kintel lekat alias belentung (Kaloula baleata), kerap membentuk
‘grup nyanyi’, di mana beberapa hewan jantan berkumpul berdekatan dan berbunyi bersahut-
sahutan. Suara keras kodok dihasilkan oleh kantung suara yang terletak di sekitar lehernya, yang
akan menggembung besar manakala digunakan.
Pembuahan pada kodok dilakukan di luar tubuh. Kodok jantan akan melekat di punggung
betinanya dan memeluk erat ketiak si betina dari belakang. Sambil berenang di air, kaki belakang
kodok jantan akan memijat perut kodok betina dan merangsang pengeluaran telur. Pada saat
yang bersamaan kodok jantan akan melepaskan spermanya ke air, sehingga bisa membuahi telur-
telur yang dikeluarkan si betina.
Hewan ini dapat ditemui mulai dari hutan rimba, padang pasir, tepi-tepi sungai dan rawa,
perkebunan dan sawah, hingga ke lingkungan pemukiman manusia. Bangkong kolong, misalnya,
merupakan salah satu jenis katak yang kerap ditemui di pojok-pojok rumah atau di balik pot di
halaman. Katak pohon menghuni pohon-pohon rendah dan semak belukar, terutama di sekitar
saluran air atau kolam.
Kodok memangsa berbagai jenis serangga yang ditemuinya. Kodok kerap ditemui berkerumun di
bawah cahaya lampu jalan atau taman, menangkapi serangga-serangga yang tertarik oleh cahaya
lampu tersebut.
Sebaliknya, kodok juga dimangsa oleh pelbagai jenis makhluk yang lain: ular, kadal, burung-
burung seperti bangau dan elang, garangan, linsang, dan juga dikonsumsi manusia.
Kodok membela diri dengan melompat jauh, mengeluarkan lendir dan racun dari kelenjar di
kulitnya; dan bahkan ada yang menghasilkan semacam lendir pekat yang lengket, sehingga
mulut pemangsanya akan melekat erat dan susah dibuka.
Kodok hutan:
Berikut adalah beberapa jenis kodok yang berstatus kritis dan terancam di Indonesia.
Katak merupakan salah satu jenis hewan amphibi yang sepertinya paling akrab dengan
kehidupan manusia. Katak memiliki kebiasaan hidup di daerah yang lembab dan kotor. Sistem
pencernaan pada katak sama dengan sistem pencernaan yang dimiliki oleh hewan amphibi
lainnya.
Bagi sebagian orang, khususnya anak kecil, katak adalah hewan yang lucu. Dia berjalan dengan
cara melompat. Katak juga tidak menggigit. Namun, ada jenis katak yang bisa juga
membahayakan. Katak jenis ini mengandung air seni yang beracun, dan akan berbahaya bila
mengenai mata manusia.
Di Indonesia, istilah katak (bangkong) sebanding dengan kodok. Yang membedakaan antara
keduanya adalah bentuk tubuh dan jenis kulit. Tekstur kulit yang dimiliki kodok lebih halus,
bentuk tubuhnya pendek, bulat gempal atau bahkan kurus.
Kodok juga pada umumnya memiliki kaki bagian belakang yang lebih panjang dibanding kaki
depan. Bagian belakang tubuhnya cenderung membungkuk dan tidak memiliki ekor.
Sedangkan untuk katak (bangkong), memiliki kulit yang lebih kasar, bentol-bentol dan tidak
mulus, dan mempunyai kaki belakang yang lebih pendek. Cara paling mudah membedakan
keduanya adalah dengan memperhatikan cara ‘mereka’ melompat. Siapa yang dapat melompat
lebih jauh maka dapat dipastikan ia adalah kodok, sedangkan yang memiliki kekuatan lompat
rendah ia adalah katak.
Seperti kebanyakan hewan-hewan amphibi, katak juga berasal dari telur. Biasanya oleh para
indukan katak, telur tersebut diletakkan di daerah lembap. Dalam sekali penetasan, telur yang
dihasilkan sebanyak 5000 hingga 20.000 butir telur. Mereka menetas sebanyak tiga kali dalam
satu tahun.
Telur katak yang sudah menetas kemudian berubah bentuk menjadi kecebong yang bernafas
dengan insang. Kemudian barulah tumbuh menjadi katak dewasa. Dalam pemenuhan
kebutuhannya, katak mengkonsumsi berbagai jenis serangga.
Makanya tidak heran bila kita sering menemukan katak berada di pojok-pojok ruangan, di bawah
sinar lampu, atau di semak-semak belukar, karena di situlah ia dapat memuaskan perutnya yang
kelaparan.
Serangga yang telah di makan tersebut, kemudian di proses oleh sistem pencernaan pada katak.
Sistem pencernaan pada katak terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan.
Perjalanan pertama serangga dalam tubuh katak berada di rongga mulut. Katak
mempunyai gigi berbentuk agak aneh (kerucut), dan lidah yang berguna untuk
menangkap mangsanya (serangga).
Kloaka. Kloaka bisa dikatakan sebagai tempat terakhir sistem pencernaan pada katak. Di
sini, semuanya berkumpul jadi satu, mulai dari hasil pencernaan makanan hingga saluran
reproduksi.
Daftar pustaka
(en) Duellman, William E., Schlager, Neil (2003). "Animal Life Encyclopedia: Volume
6 Amphibians". Thomson-Gale ISBN 0-7876-5782-4
Id.wikipedia.prg/wiki/kodok_dan_katak.
www.anneahira.com/sistem_pencernaan_pada_katak.