A. Tujuan Pembelajaran
Pada pembelajaran ini, kalian akan melakukan aktivitas membaca teks editorial dan berlatih menyelesaikan
permasalahan untuk menganalisis struktur teks editorial secara kritis, kreatif, penuh rasa ingin tahu dan
tanggung jawab. Pembelajaran ini bermanfaat untuk memperoleh suatu informasi akurat dan rangsangan
pemikiran kritis terhadap pembahasan tertentu mengenai penomena terkini yang terjadi di sekitar lingkungan
kalian.
B. Aktivitas Pembelajaran
1 Bacalah teks editorial berikut secara cermat untuk menentukan informasi dan strukturnya!
Apa boleh buat, Covid-19 hingga sekarang masih tampil sebagai horor, tak kelihatan, bak
hantu, dan menimbulkan kengerian luar biasa. Membicarakan virus korona (coronavirus) identik
dengan membahas perihal kematian, demam, dan sesak napas. Karena itulah berhadapan dengan
Covid-19 publik pun ketakutan setengah mati, panik, dan berada di dalam situasi dan kondisi yang
menyeramkan.
Lalu, karena tak ada kepastian kapan Covid-19 sirna, maka orang pun hidup dalam
ketidakmenentuan. Covid-19 juga menimbulkan stigma buruk. Siapa pun yang terinfeksi Covid-19
dijauhi. Jenazah orang yang meninggal akibat virus itu ditolak dikuburkan di permakaman
kampung. Ini menunjukkan kepada kita Covid-19 nyaris senantiasa dihubungkan dengan keburukan
atau kenegatifan. Siapa pun yang terinfeksi Covid-19 otomatis terisolasi, berjarak dengan orang
lain, dan dipaksa berjarak dengan kehidupan. Dengan kata lain, kini telah terjadi penjauhan dan
pemisahan antarmanusia. Tak ada keintiman. Tak ada kedekatan.
Apakah hanya itu yang diakibatkan oleh serangan Covid-19? Tentu saja tidak. Masih
banyak. Hanya, ketakutan agaknya menjadi sesuatu yang melekat dan tidak hilang-hilang. Novelis
India, Arundhati Roy, bertanya, “Siapa yang melompat ke bus atau mengirim anak mereka ke
sekolah tanpa merasa takut?” Mungkin tidak ada yang tak takut. Keberanian telah rontok.
Bagaimana tidak rontok jika setiap hari yang terinfeksi kian bertambah, yang meninggal makin tak
terhitung, dan yang tersembuhkan sangat sedikit?
Akan tetapi menganggap serangan Covid-19 tak melahirkan kebiasaan-kebiasaan baru yang
positif juga salah besar. Setelah serangan Covid-19 kian merebak, kita mulai terbiasa mencuci
tangan dengan sabun, mengenakan masker, memakai hand sanitizer, melakukan penjarakan sosial
dan penjarakan fisik. Mengapa semua itu dilakukan? Karena hanya dengan melakukan semua itu
penyebaran coronavirus bisa diputus. Hanya dengan melakukan semua itu orang termungkinkan
bebas dari infeksi Covid-19.
Apakah setelah pandemi Covid- 19 tindakan-tindakan yang berkait dengan penghalauan
virus akan hilang? Bisa hilang, bisa juga tidak. Bisa kembali ke kenormalan. Bisa juga tidak.
Karena itulah, tak salah jika serangan Covid-19 bisa memunculkan peradaban baru. Peradaban baru
itu merupakan respons trengginas publik untuk mendapatkan kehidupan dan menolak kematian.
Jadi, sangat masuk akal selain pesan kematian, serangan Covid-19 juga memberikan pesan
kehidupan untuk manusia. Ada sisi negatif, tetapi ada juga sisi positif.
Jadi, sebaiknya sekarang ini serap saja semua sisi positif Covid- 19. Kita singkirkan hal-hal
negatif dan mulai mengampanyekan ungkapan-ungkapan positif perihal Covid-19. Semua energi
positif dari semesta itu akan berperan penting dalam penanggulangan serangan Covid-19 ataupun
penanganan pascapandemi. Paling tidak jika tidak tenggelam dalam ketakutan, kita akan memiliki
harapan untuk hidup. Harapan itulah yang bakal mempercepat kita terbebas dari pandemi dan hal-
hal lain yang menyengsarakan dan menakutkan.
Sumber:
https://www.suaramerdeka.com/nelws/opini/225089-covid-19-sebagai-pesan-kehidupan Rabu, 8
April 2020 | 00:01 WIB
Kebiasaan positif yang lahir setelah mulai terbiasa mencuci tangan dengan sabun,
3
merebaknya COVID-19 mengenakan masker, memakai hand sanitizer,
melakukan penjarakan sosial dan penjarakan fisik.”
2
3 Mengklasifikasikan informasi penting yang sudah ditemukan menjadi bagian struktur teks editorial
2 Argumentasi
3. Alasan lahirnya kebiasaan 3. Informasi mengenai alasan lahirnya
positif setelah merebaknya Covid- kebiasaan positif ini merupakan
19 bagian dari tanggapan penulis yang
berupa argumen penulis mengenai
alasan lahirnya kebiasaan baik setelah
merebaknya Covid-19, yaitu untuk
memutus penyebaran Covid-19
4 Menyimpulkan hasil analisis yang sudah kalian lakukan dan menanggapi fungsi dan ciri teks
editorial dilihat dari aspek isi dan strukturnya
1. Pada struktur pengenalan isu, struktur berisikan pengenalan persoalan utama yang selanjutnya
akan dibahas pada keseluruhan teks. Struktur ini tersusun atas kalimat opini dan kalimat fakta.
Namun, pada teks yang saya analisis, kalimat opini lebih mendominasi dibanding kalimat fakta
2. Pada struktur argumentasi, struktur berisikan pembahasan yang berisi tanggapan penulis
terhadap persoalan yang sebelumnya dikenalkan pada struktur pengenalan isu. Struktur ini tersusun
atas kalimat opini dan kalimat fakta. Komposisi kalimat opini dan kalimat fakta pada struktur ini
seimbang. Kalimat fakta pada struktur ini berfungsi untuk menguatkan argumen penulis.
3. Pada struktur penegasan, struktur berisikan kesimpulan dan saran sebagai penutup, yaitu berupa
pernyataan dalam menyelasaikan isu yang sudah dibahas sebelumnya. Selain itu, terdapat juga
harapan penulis pada struktur ini. Pada teks yang saya analisis, struktur ini hanya tersusun atas
kalimat opini.
Teks editorial diatas dapat dijadikan contoh bagi para penulis yang akan menyusun teks editorial.
Teks tersebut merupakan contoh dari sebuah teks editorial yang baik, benar, dan juga sesuai
dengan ketentuan yang seharusnya
Mario Hermawan Setiadi (16) | XII MIPA 5
A. Tujuan Pembelajaran
Pada pembelajaran ini, kalian akan melakukan aktivitas membaca teks editorial dan berlatih menyelesaikan
permasalahan untuk menganalisis kebahsaan teks editorial secara kritis, kreatif, penuh rasa ingin tahu dan
tanggung jawab. Pembelajaran ini bermanfaat untuk memperoleh suatu informasi akurat dan rangsangan
pemikiran kritis terhadap pembahasan tertentu mengenai fenomena terkini yang terjadi di sekitar lingkungan
kalian.
B. Aktivitas Pembelajaran
Covid-19 menyerang dan belum ada tanda-tanda mereda. Ini mengakibatkan pembelajaran daring
menjadi tindakan pendidikan yang tidak terhindarkan. Pembelajaran daring jelas menghapus
kerumunan dan meniadakan kelas fisik sehingga menjadi cara terbaik untuk memutus rantai
penyebaran virus di kampus atau di sekolah-sekolah. Pembelajaran daring jelas mampu mendukung
penjarakan sosial dan penjarakan fisik sehingga akan meminimalkan penyebaran virus korona di
kampus dan sekolah.
Sayang, pembelajaran daring tidak bebas dari kendala. Salah satu yang kerap muncul adalah hal-hal
yang berkait dengan koneksi antara pengajar dan peserta didik. Koneksi tidak lancar akibat
mahasiswa atau peserta didik tidak memiliki kuota yang cukup untuk mengikuti pembelajaran lewat
internet. Dalam kondisi semacam itu, komunikasi pun tidak lancar. Karena itulah, Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan mengimbau semua perguruan tinggi agar memberi
bantuan subsidi pulsa kepada mahasiswa.
Tidak hanya itu, perguruan tinggi juga diimbau memberikan bantuan logistik dan kesehatan kepada
para mahasiswa. Ini imbauan yang sebaiknya diwujudkan oleh perguruan tinggi swasta ataupun
negeri. Dalam situasi yang penuh serangan wabah, tentu memberikan bantuan apa pun, terutama
kesehatan, akan meringankan beban mahasiswa. Tidak sekadar belajar, mahasiswa juga butuh
penunjang pembelajaran. Logistik yang cukup dan kesehatan yang terjaga akan melancarkan
pembelajaran.
Hanya, yang juga harus diperhatikan adalah metode pembelajarannya. Jangan sampai mahasiswa
hanya diajar melalui chatting. Mengeksplorasi apa pun yang disediakan internet untuk mengajar
sangatlah dianjurkan. Menggunakan video juga efektif karena mahasiswa bisa menatap pengajar
dan sebaliknya secara real time. Ini akan menjadikan pembelajaran tidak terlalu berbeda dari sistem
bertemu langsung. Konsekuensi sistem semacam ini membutuhkan jatah kuota pulsa yang lebih
banyak.
Apa lagi yang bakal terjadi jika kuota pulsa cukup? Dari kisah para pengajar, diketahui
pembelajaran daring ternyata justru lebih interaktif daripada pertemuan pengajar-peserta didik di
kelas. Mereka yang biasanya pasif mengikuti kuliah, dengan pembelajaran daring jadi aktif bertanya
atau merespons apa pun yang diajarkan oleh para pengajar. Hambatan-hambatan psikologis di kelas
konvensional bisa hilang ketika mahasiswa dan peserta didik mengikuti pembelajaran daring.
Tentu diperlukan perbaikan yang terus-menerus pembelajaran daring agar menghasilkan lulusan
yang berkualitas. Para pengajar dan dosen harus kian mengeksplorasi segala kemungkinan sistem
pembelajaran daring agar mahasiswa-peserta didik bisa belajar dengan mudah dan bernilai guna.
Jangan sampai mahasiswa atau peserta didik terepotkan oleh metode pembelajaran yang
dimunculkan oleh pengajar. Jika itu yang terjadi, maka kualitas belajar maksimal tak akan
diperoleh. Ini bahaya bagi dunia pendidikan kita.
Sumber:https://www.suaramerdeka.com/news/opini/224404-agar-pembelajaran-daring-maksimal
Jumat, 3 April 2020 | 00:10 WIB
a. Kalimat Retoris
b. Kata Populer
Simpulan
Dari analisis yang telah saya lakukan terhadap kebahasaan teks diatas, saya dapat menyimpulkan
sebagai berikut :
Teks editorial memiliki beberapa ciri-ciri kebahasaan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Teks editorial menggunakan kalimat retoris, yaitu kalimat tanya yang tidak memerlukan
jawaban. Penggunaan kalimat retoris bertujuan untuk membuat pembaca merenungkan isu yang
dibahas, serta diharapkan dapat merubah pandangannya terhadap permasalahan yang sedang
dibahas dalam teks
2. Teks editorial menggunakan kata-kata populer. Kata-kata populer disini bertujuan untuk
memudahkan pembaca dalam memahami isi teks dan mencerna dengan baik fakta serta argumen
redaksi yang tertuang dalam teks
3. Teks editorial menggunakan kata petunjuk. Kata petunjuk disini bertujuan untuk merujuk pada
suatu permasalahan yang sudah dibahas pada kalimat atau paragraf sebelumnya. Penggunaan kata
ini dapat mempermudah pembaca dalam memahami teks, karena tidak perlu membaca kata-kata
yang menjelaskan isu utama apa yang dibahas pada tiap paragrafnya
D. Teks editorial menggunakan konjungsi kausalitas. Konjungsi kausalitas disini bertujuan untuk
menjelaskan hubungan sebab-akibat antar kalimat, maupun antar paragraf. Konjungsi ini
digunakan dalam menjelaskan akibat dari permasalahan yang dibahas, ataupun manfaat dari suatu
tindakan yang direkomendasikan penulis, maupun dampak buruk suatu hal dalam argumentasinya
pada teks editorial.