Anda di halaman 1dari 37

1.

Seven Jumps

Langkah I : Identifikasi Istilah

1. Emergency Medical Team (EMT)


 Emergency Medical Teams (EMTs) are an important part of the global health
workforce and have a specific role. Any doctor, nurse or paramedic team coming
from another country to practice healthcare in an emergency needs to come as a
member of a team. That team must have quality, training and equipment/supplies so it
can respond with success rather impose a burden on the national system. EMTs must
strive for self-sufficiency, a quality of care that is appropriate for the context, with
credentials that meet a minimum acceptable standard.

Terjemahan :

 Tim Medis Darurat (EMT) adalah bagian penting dari tenaga kesehatan global dan
memiliki peran khusus. Setiap dokter, perawat, atau tim paramedis yang datang dari
negara lain untuk mempraktikkan perawatan kesehatan dalam keadaan darurat harus
datang sebagai anggota tim. Tim tersebut harus memiliki kualitas, pelatihan dan
perlengkapan / perbekalan sehingga dapat merespon dengan sukses dan bukannya
membebani sistem nasional. EMT harus berjuang untuk swasembada, kualitas
perawatan yang sesuai dengan konteksnya, dengan kredensial yang memenuhi standar
minimum yang dapat diterima.

 EMT merupakan salah satu pelaku utama selama fase respon gawat darurat, peran
mereka paling dominan untuk menolong korban bencana. EMT berasal dari berbagai
unsur pemerintahan, lembaga sosial, organisasi profesi, akademisi dan sebagainya.
Mereka terdiri dari beragam profesi seperti dokter, bidan, perawat, apoteker, dokter
spesialis, analisis laboratorium, tenaga kesehatan masyarakat dan psikolog. Orientasi
EMT sebagai kelompok profesional akan membantu local health system, bukan
mengambil alih sistem yang ada. Kemudian karena sudah berbicara tim bukan lagi
mengedepankan darimana asal organisasinya namun sudah ke profesionalisme
bekerja. EMT harus mengikuti prosedur sistem komando klaster kesehatan di bawah
dinkes. Selama bekerja di lapangan, EMT diwajibkan melakukan evaluasi dan
memberikan laporan sesuai dengan waktu yang sudah disepakati. Pada saat mission-
end EMT mengadakan briefing dengan dinkes dimana laporan akhir tim kesehatan
diserahkan kembali ke dinkes.

 EMT diklasifikasikan menjadi 4 tipe yaitu EMT tipe 1 (outpatient emergency care);
EMT tipe 2 (inpatient surgical emergency care); EMT tipe 3 (inpatient referral care);
dan additional specialized care team. EMT yang paling banyak ditugaskan selama
terjadi bencana di Indonesia adalah EMT tipe 1 dan EMT tipe 2. EMT tipe 1 terbagi
menjadi 2 tim yaitu mobile team dan fix team. Mobile artinya cari, temukan dan layani
karena korban tidak bisa mengakses fasilitas kesehatan. Mobile team akan bekerja di
luar fasilitas kesehatan dan fix team memberikan layanan di kelompok pengungsian.
EMT tipe 2 bertugas untuk melakukan operasi di fasilitas kesehatan.

Sumber :

 https://www.who.int
 WHO. 2017. The Regulation and Management of International Emergency
Medical Teams.

2. Disaster Management
 Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis.
 Sedangkan definisi krisis kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
64 tahun 2013 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan adalah peristiwa/rangkaian
peristiwa yang mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh
bencana dan/atau berpotensi bencana.
 (Disaster management) adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang
menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang merupakan siklus kegiatan :
Manajemen bencana meliputi tahap - tahap sebagai berikut :
1) Sebelum bencana terjadi, meliputi langkah – langkah pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan dan kewaspadaan.
2) Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi, meliputi langkah – langkah
peringatan dini,penyelamatan, pengungsian dan pencarian korban.
3) Sesudah terjadinya bencana, meliputi langkah penyantunan dan
pelayanan,konsolidasi, rehabilitasi, pelayanan lanjut, penyembuhan,
rekonstruksi dan pemukiman kembali penduduk.

Sumber :

 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana.
 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 64 tahun 2013 tentang
Penanggulangan Krisis Kesehatan.
 Kemenkes RI Pusat Krisis Kesehatan. 2017. Buku Tinjauan Penanggulangan
Krisis Kesehatan Tahun 2016.
 Sutanto, S. (2012). PERANAN K3 DALAM MANAJEMEN BENCANA.
METANA, 8(02), 37-40.

3. Rapid Health Assesment (RHA)


 Tim Kaji Cepat Kesehatan (Rapid Health Asessment Team/Tim RHA), yaitu tim yang
ditugaskan untuk melakukan penilaian kondisi kesehatan, komposisi tim terdiri dari
personil masing-masing sub klaster. Penilaian cepat dapat dilakukan dalam beberapa
tahapan sebagai berikut:
a. Terdapat potensi krisis kesehatan
b. Terjadi situasi darurat krisis kesehatan
c. Pemulihan darurat situasi krisis kesehatan

 RHA pada status tanggap darurat difokuskan pada penilaian dampak kesehatan
masyarakat yang terjadi dan proyeksi kebutuhan awal pada status tanggap darurat.
Prinsip dasar dalam melakukan RHA pada status tanggap darurat:
a. RHA dilakukan dalam jangka waktu 24 jam pertama saat terjadi
Krisis Kesehatan sesuai dengan jenis Krisis Kesehatan
b. Hasil penilaian dilaporkan secepatnya kepada para pengambil
kebijakan.
c. RHA juga dapat diulang setiap saat berdasarkan perubahan situasi
yang signifikan.

Sumber :

 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


75 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

Langkah II : Identifikasi Masalah


1. Sebutkan kalsifikasi EMT serta EMT mana yang sering digunakan beserta
manfaatnya?
2. Tujuan dan tindakan seperti apa yang harus diketahui dari pelatihan Disaster
Management?
3. Bagamaina cara melakukan Rapid Health Assesment?

Langkah III : Analisis Masalah

Uraikan disini!
1.Sebutkan kalsifikasi EMT serta EMT mana yang sering digunakan beserta
manfaatnya?
JAWABAN :

 Emergency Medical Team (previously FMT: Foreign Medical Teams)

The providers of international medical assistance in past and recent disasters are by no means
a homogeneous group, and the response from EMTs has differed widely in terms of their
capacity, health objectives, and scale. The capacity and type of services offered by EMTs
ranges from isolated and improvised groups of medical doctors with minimal resources or
support, up to ‘third level’ 1000-bed ship hospitals. A classification and terminology of
EMTs was long overdue until the EMT working group and the WHO (as Lead Agency of the
Global Health Cluster (GHC)) proposed a simple global classification (WHO / GHC 2013).
This classification can be summarized as follows:
 EMT Type 1: Outpatient Emergency Care: Includes EMTs offering outpatient initial
emergency care of injuries and other significant health care needs. The majority of
responders fall into thiscategory.
- EMT Type 1 teams can be further sub-classified as responding with a health
facility (fixed) or without (mobile).
 EMT Type 2: Inpatient Surgical Emergency Care: providing inpatient acute care,
general and obstetric emergency surgery for trauma and other major conditions.
 EMT Type 3: Inpatient Referral Care: Complex inpatient referral and surgical care
including intensive care capacity.
 Additional specialized care teams such as: rehabilitation, burn injuries, and renal
dialysis, specialist disease management teams such as for cholera or EVD.

Terjemahan :

Penyedia bantuan medis internasional pada bencana masa lalu dan baru-baru ini sama sekali
bukan kelompok yang homogen, dan tanggapan dari EMT sangat berbeda dalam hal
kapasitas, tujuan kesehatan, dan skalanya. Kapasitas dan jenis layanan yang ditawarkan oleh
EMT berkisar dari kelompok dokter medis yang terisolasi dan diimprovisasi dengan sumber
daya atau dukungan minimal, hingga rumah sakit kapal dengan 1000 tempat tidur 'tingkat
ketiga'. Klasifikasi dan terminologi EMT sudah lama tertunda sampai kelompok kerja EMT
dan WHO (sebagai Badan Utama Klaster Kesehatan Global (GHC)) mengusulkan klasifikasi
global sederhana (WHO / GHC 2013). Klasifikasi ini dapat diringkas sebagai berikut:

 EMT Tipe 1: Perawatan Darurat Rawat Jalan: Termasuk EMT yang menawarkan
perawatan darurat awal pasien rawat jalan untuk cedera dan kebutuhan perawatan
kesehatan penting lainnya. Mayoritas responden termasuk dalam kategori ini.
- Tim EMT Tipe 1 dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai menanggapi dengan
fasilitas kesehatan (tetap) atau tanpa (bergerak).
 EMT Tipe 2: Perawatan Darurat Bedah Rawat Inap: memberikan perawatan rawat
inap akut, bedah darurat umum dan kebidanan untuk trauma dan kondisi utama
lainnya.
 EMT Tipe 3: Perawatan Rujukan Rawat Inap: Rujukan rawat inap yang kompleks dan
perawatan bedah termasuk kapasitas perawatan intensif.
 Tim perawatan khusus tambahan seperti: rehabilitasi, luka bakar, dan dialisis ginjal,
tim manajemen penyakit spesialis seperti untuk kolera atau EVD.
Sumber :

 https://www.who.int
 WHO. 2017. The Regulation and Management of International Emergency
Medical Teams.

2.Tujuan dan tindakan seperti apa yang harus diketahui dari pelatihan Disaster
Management?
JAWABAN :

Manajemen bencana (Disarter Management) adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan
yang menyeluruh, terpadu dan berlanjut yang merupakan siklus kegiatan :
1) Sebelum bencana terjadi.
a. Pencegahan, yaitu kegiatan yang lebih dititik beratkan pada upaya penyusunan
berbagai peraturan perundang-undangan yang bertujuan mengurangi resiko
bencana. Misal peraturan tentang RUTL, IMB, rencana tata guna tanah, rencana
pembuatan peta rawan bencana dsb.
b. Mitigasi, upaya untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana, misal
pembuatan tanggul, sabo dam, check dam, Break water, Rehabilitasi dan
normalisasi saluran.
c. Kesiapsiagaan, Yaitu kegiatan penyuluhan, pelatihan dan pendidikan kepada
masyarakat, petugas di lapangan maupun operator pemerintah, disamping itu perlu
dilatih ketrampilan dan kemahiran serta kewaspadaan masyarakat.
2) Pada waktu bencana sedang atau masih terjadi.
a. Peringatan dini, yaitu kegiatan yang memberikan tanda atau isyarat terjadinya
bencana pada kesempatan pertama dan paling awal. Peringatan dini ini diperlukan
bagi penduduk yang bertempat tinggal didaerah rawan bencana agar mereka
mempunyai kesempatan untuk menyelamatkan diri.
b. Penyelamatan dan pencarian, yaitu kegiatan yang meliputi pemberian pertolongan
dan bantuan kepada penduduk yang mengalami bencana. Kegiatan ini meliputi
mencari, menyeleksi dan memilah penduduk yang meninggal, luka berat, luka
ringan serta menyelamatkan penduduk yang masih hidup.
c. Pengungsian, yaitu kegiatan memindahkan penduduk yang sehat, luka ringan dan
luka berat ketempat pengungian (evakuasi) yang lebih aman dan terlindung dari
resiko dan ancaman bencana.
3) Sesudah bencana.
a. Penyantunan dan pelayanan, yaitu kegiatan pemberian pertolongan kepada para
pengungsi untuk tempat tinggal sementara, makan, pakaian dan kesehatan.
b. Konsolidasi, yaitu kegiatan untuk mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah
dilaksanakan oleh petugas dan mesyarakat dalam tanggap darurat, antara lain
dengan melakukan pencarian dan penyelamatan ulang, penghitungan ulang korban
yang meninggal, hilang, luka berat, luka ringan dan yang mengungsi.
c. Rekonstruksi, yaitu kegiatan untuk membangun kembali berbagai yang
diakibatkan oleh bencana secara lebih baik dari pada keadaan sebelumnya dengan
telah mengantisipasi berbagai kemungkinan terjadinya bencana di masa yang akan
datang. Disini peranan K 3 menjadi penting untuk mendukung siklus itu.
Sumber :

 Sutanto, S. (2012). PERANAN K3 DALAM MANAJEMEN BENCANA.


METANA, 8(02), 37-40
 Kemenkes RI Pusat Krisis Kesehatan. 2017. Buku Tinjauan Penanggulangan
Krisis Kesehatan Tahun 2016.

3.Bagamaina cara melakukan Rapid Health Assesment?


JAWABAN :
Langkah IV : Strukturisasi

Bencana alam
Emergency Medical Team Sudah terlatih terhadap
disaster mangement

Melakukan koordinasi dengan pemerintah


Bencana alam Bencana non
setempat dan Stakeholder
alam

Tim pertama Tim kedua

Team leader

1. Membangun unit
Melakukan Rapid Health Assessment
pelayanan Kesehatan
1. Identifikasi kondisi daerah lapangan dengan triase
yang terdampak bencana lapangan bagi korban
2. Mendata jumlah masyarakat yang membutuhkan
yang terdampak bencana penanganan
3. Derajat kerusakan yg dialami 2. Bagi korban yang
4. Jumlah pengungsi dan titik membutuhkan
pengungsi pertolongan atau kritis
5. Mendata masyarakat yang dilakukan rujuk ke RS
membutuhkan perawatan
6. Dan mendata masyarakat
mendaftar kebutuhan dasar

Merancang skema kerja penanganan


bencana dengan baik dan berkordinasi
dengan seluruh elemen masyarakat
serta relawan yang terjun membantu
penanganan bencana

Langkah V : Learning Objective


Tuliskan disini!
1. Manajemen Krisis dalam menghadapi bencana
2. Prinsip triase di lapangan dan di rumah sakit
3. Definisi Rapid Health Assessment
4. Manfaat dan kegunaan Rapid Health Assessment
5. Data apa saja yang terkandung dalam Rapid Health Assessment
6. Mengisi borang Rapid Health Assessment
7. Kompetensi dasar petugas kesehatan dalam menangani bencana
8. Penyebaran penyakit pasca bencana

Langkah VII : Sintesis hasil belajar mandiri sesuai LO, sebutkan sumbernya
ditiap paragrapf bahasan

1. Manajemen Krisis dalam menghadapi bencana


 Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa, korban luka/sakit, pengungsian, dan/atau adanya potensi
bahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat yang membutuhkan respon cepat
di luar kebiasaan normal dan kapasitas kesehatan tidak memadai.

 Penanggulangan Krisis Kesehatan adalah serangkaian upaya yang meliputi kegiatan


prakrisis kesehatan, tanggap darurat Krisis Kesehatan, dan pasca krisis kesehatan.

 Klaster Kesehatan adalah kelompok pelaku Penanggulangan Krisis Kesehatan yang


mempunyai kompetensi bidang kesehatan yang berkoordinasi, berkolaborasi, dan
integrasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan, yang berasal dari
pemerintah pusat, atau pemerintah daerah, lembaga non pemerintah, sektor
swasta/lembaga usaha dan kelompok masyarakat.
Sumber :

 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


75 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN
 Kemenkes RI Pusat Krisis Kesehatan. 2017. Buku Tinjauan Penanggulangan
Krisis Kesehatan Tahun 2016.
2. Prinsip triase di lapangan dan di rumah sakit
Prosedur triase di Rumah sakit
a) Pasien datang diterima tenaga kesehatan di IGD Rumah Sakit
b) Di ruang triase dilakukan pemeriksaan singkat dan cepat (selintas) untuk
menentukan derajat kegawatdaruratannya oleh tenaga kesehatan dengan cara:
1. Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
2. Menilai kebutuhan medis
3. Menilai kemungkinan bertahan hidup
4. Menilai bantuan yang memungkinkan
5. Memprioritaskan penanganan definitive
c) Namun bila jumlah Pasien lebih dari 50 orang, maka triase dapat dilakukan di
luar ruang triase (di depan gedung IGD Rumah Sakit).
d) Pasien dibedakan menurut kegawatdaruratannya dengan memberi kode warna:
1. Kategori merah: prioritas pertama (area resusitasi) Pasien cedera berat
mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
2. Kategori kuning: prioritas kedua (area tindakan) Pasien memerlukan tindakan
defenitif tidak ada ancaman jiwa segera.
3. Kategori hijau: prioritas ketiga (area observasi) Pasien degan cedera minimal,
dapat berjalan dan menolong diri sendiri atau mencari pertolongan.
4. Kategori hitam: prioritas nol Pasien meninggal atau cedera fatal yang jelas
dan tidak mungkin diresusitasi.
e) Pasien kategori merah dapat langsung diberikan tindakan di ruang resusitasi,
tetapi bila memerlukan tindakan medis lebih lanjut, Pasien dapat dipindahkan ke
ruang operasi atau di rujuk ke Rumah Sakit lain.
f) Pasien dengan kategori kuning yang memerlukan tindakan medis lebih lanjut
dapat dipindahkan ke ruang observasi dan menunggu giliran setelah Pasien
dengan kategori merah selesai ditangani.
g) Pasien dengan kategori hijau dapat dipindahkan ke rawat jalan, atau bila sudah
memungkinkan untuk dipulangkan, maka Pasien diperbolehkan untuk
dipulangkan.
h) Pasien kategori hitam dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah. Dalam
aktivitasnya, digunakan kartu merah, hijau dan hitam sebagai kode identifikasi
korban, seperti berikut.
1. Merah, sebagai penanda pasien yang membutuhkan stabilisasi segera dan pasien
yang mengalami:
 Syok oleh berbagai kausa
 Gangguan pernapasan
 Trauma kepala dengan pupil anisokor
 Perdarahan eksternal massif
2. Kuning, sebagai penanda pasien yang memerlukan pengawasan ketat, tetapi
perawatan dapat ditunda sementara. Termasuk dalam kategori ini:
 Pasien dengan risiko syok (pasien dengan gangguan jantung, trauma
abdomen)
 Fraktur multipel
 Fraktur femur / pelvis
 Luka bakar luas
 Gangguan kesadaran / trauma kepala
 Pasien dengan status yang tidak jelas 52
Semua pasien dalam kategori ini harus diberikan infus, pengawasan ketat terhadap
kemungkinan timbulnya komplikasi, dan diberikan perawatan sesegera mungkin.

3. Hijau, sebagai penanda kelompok pasien yang tidak memerlukan pengobatan atau
pemberian pengobatan dapat ditunda, mencakup pasien yang mengalami:
 Fraktur minor
 Luka minor, luka bakar minor
 Pasien dalam kategori ini, setelah pembalutan luka dan atau pemasangan
bidai dapat dipindahkan pada akhir operasi lapangan.
 Pasien dengan prognosis infaust, jika masih hidup pada akhir operasi
lapangan, juga akan dipindahkan ke fasilitas kesehatan.
4. Hitam, sebagai penanda pasien yang harapanhidupnya sedikit yang telah
meninggal dunia.
Sumber :

 Kemenkes RI, PELAYANAN KEGAWATDARURATAN, Departemen


Kesehatan RI. Jakrata. 2007

Triase lapangan dilakukan pada tiga kondisi:

1. Triase di tempat (triase satu)


Triase di tempat dilakukan di “tempat korban ditemukan” atau pada tempat
penampungan yang dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau Tenaga Medis
Gawat Darurat. Triase di tempat mencakup pemeriksaan, klasifikasi, pemberian tanda
dan pemindahan korban ke pos medis lanjutan.
2. Triase medik (triase dua)
Triase ini dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga medis yang
berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang bekerja di Unit Gawat Darurat,
kemudian ahli anestesi dan terakhir oleh dokter bedah). Tujuan triase medik adalah
menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh korban.
3. Triase evakuasi (triase tiga)
Triase ini ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit yang telah
siap menerima korban bencana massal. Jika pos medis lanjutan dapat berfungsi
efektif, jumlah korban dalam status “merah” akan berkurang, dan akan diperlukan
pengelompokan korban kembali sebelum evakuasi dilaksanakan.Tenaga medis di pos
medis lanjutan dengan berkonsultasi dengan Pos Komando dan Rumah Sakit tujuan
berdasarkan kondisi korban akan membuat keputusan korban mana yang harus
dipindahkan terlebih dahulu, Rumah Sakit tujuan, jenis kendaraan dan pengawalan
yang akan dipergunakan.

Sumber :

 Depkes, R. I. (2007). Pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat


bencana. Jakarta: Depkes RI.

2. Definisi Rapid Health Assessment

Kaji Cepat Masalah Kesehatan (Rapid Health Assessment) yang selanjutnya disebut
RHA adalah serangkaian kegiatan yang meliputi mengumpulkan, mengolah dan menganalisa
data dan informasi guna mengukur dampak kesehatan dan mengidentifikasi kebutuhan
kesehatan masyarakat terdampak yang memerlukan respon segera.

Tim Kaji Cepat Kesehatan (Rapid Health Asessment Team/Tim RHA), yaitu tim yang
ditugaskan untuk melakukan penilaian kondisi kesehatan, komposisi tim terdiri dari personil
masing-masing sub klaster. Penilaian cepat dapat dilakukan dalam beberapa tahapan sebagai
berikut:

a) Terdapat potensi krisis kesehatan

b) Terjadi situasi darurat krisis kesehatan

c) Pemulihan darurat situasi krisis kesehatan

Tim yang bisa diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul
dalam waktu kurang dari 24 jam, terdiri dari:

1. Dokter Umum : 1 org

2. Epidemiolog : 1 org

3. Sanitarian : 1 org

Sumber :
 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
75 TAHUN 2019 TENTANG PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN

 Depkes, R. I. (2007). Pedoman teknis penanggulangan krisis kesehatan akibat


bencana. Jakarta: Depkes RI.

3. Manfaat dan kegunaan Rapid Health Assessment

Manfaat Rapid Health Assessment:


 Mengidentifikasi fakta-fakta di lokasi bencana
 Mengindikasi kebutuhan yang harus segera dipenuhi

Kegunaan Rapid Health Assessment:


 Mendapatkan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan darurat
 Menjadi dasar bagi perencanaan program
 Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta aktivitas-aktivitas
berbasis masyarakat
 Mengidentifikasi kesenjangan, guna:
- Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan, dampak, dan
kemungkinan terjadinya perubahan keadaan darurat.
- Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan terjadi.
- Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan tanggap darurat dan
kebutuhan yang perlu direspon secepatnya.
- Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi tanggap darurat.
 Pasca bencana: berdasarkan dari RHA untuk menentukan langkah selanjutnya
- Pengendalian penyakit menular (ISPA, diare, DBD, chikungunya, tifoid, dll)
- Pelayanan kesehatan dasar
- Meperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan sampah, sanitasi
makanan, dll).

Tambahan : Tujuan dan Diagram Alur Pelaksanaan RHA.


Sumber :

 Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Penilaian Cepat Kesehatan Lingkungan


(Rapid Health Assessment) Pada Kedaruratan Bencana.

4. Data apa saja yang terkandung dalam Rapid Health Assessment


Sumber :

 Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Penilaian Cepat Kesehatan Lingkungan


(Rapid Health Assessment) Pada Kedaruratan Bencana.

5. Mengisi borang Rapid Health Assessment


Sumber :

 Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Penilaian Cepat Kesehatan Lingkungan


(Rapid Health Assessment) Pada Kedaruratan Bencana.
Sumber :

 Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Penilaian Cepat Kesehatan Lingkungan


(Rapid Health Assessment) Pada Kedaruratan Bencana.

6. Kompetensi dasar petugas kesehatan dalam menangani bencana


 Menjelaskan sistem nasional penanggulangan bencana
 Menjelaskan konsep dasar pengurangan resiko bencana
 Menerapkan sistem komando pengendali lapangan dalam penanggulangan bencana
 Melaksanakan sistem penanggulangan gawat darurat terpadu pada keadaan sehari-hari
dan bencana
 Menjalankan koordinasi sektor kesehatan pada saat terjadi bencana
 Melakukan persiapan diri dan keselamatan pribadi saat bertugas di lokasi bencana
 Menjelaskan pengelolaan pengungsi
 Menjelaskan upaya penanggulangan penyakit menular dan survailan saaat bencana
 Menjelaskan manajemen gizi darurat
 Menangani masalah kesehatan jiwa dan psikososial saat bencana
 Menjelaskan penanganan masalah kualitas air bersih dan sanitasi saat bencana
 Menjelaskan Paket Pelayanan Awal Minimum Kesehatan Reproduksi saat bencana
 Menjelaskan kesiapsiagaan menghadapi pandemik
 Menjelaskan komunikasi resiko bencana.
Sumber :

 Kemenkes RI. 2013. Petunjuk Teknis Penilaian Cepat Kesehatan Lingkungan


(Rapid Health Assessment) Pada Kedaruratan Bencana.

7. Penyebaran penyakit pasca bencana


Sumber :

 Kemenkes RI, PELAYANAN KEGAWATDARURATAN, Departemen


Kesehatan RI. Jakrata. 2007
Rubrik Penilaian Tutorial Online

2 1 0
Langkah I-IV seven jumps Langkah I-IV seven jumps Tidak membahas pokok
searah, sesuai pokok keluar dari pokok bahasan bahasan
bahasan tapi masih sesuai tema
Langkah V: Seluruh LO Langkah V; hanya Langkah V; tidak mengenai
terpenuhi disertai memenuhi 2-3 LO LO sama sekali
penambahan LO sesuai
pokok bahasan
Seluruh hasil sintesis valid, Hasil sintesis ada yang valid
Seluruh sintesis tidak valid
sesuai referensi ada yang tidak atau tidak menyebutkan
referensi
Seluruh pembahasan sintesis Sebagian pembahasan Pembahasan sama sekali
sesuai LO sintesis sesuai LO tidak sesuai LO
Pembahasan sintesis tidak Dijumpai plagiat sebagian Plagiat total
plagiat dengan teman kelompok

Penilaian Tutorial : total poin x 10


Nilai :

Anda mungkin juga menyukai