Anda di halaman 1dari 22

1.

Seven Jumps

Langkah I : Identifikasi Istilah

1. Medical Check-Up

Medical Check Up (MCU) adalah pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh meliputi


pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang lain yang
dibutuhkan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan serta mendiagnosis dan
mendeteksi dini gejala penyakit yang ditemukan. Medical Check Up merupakan salah satu
metode dalam mewujudkan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara berkala yang diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 Pasal 3 ayat
(2) bahwa “Semua perusahaan sebagaimana dimaksudkan pasal 2 ayat (2) tersebut diatas
harus melakukan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnnya 1
(satu) tahun sekali kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan
Perburuhan dan perlindungan Tenaga kerja”.

Sumber :

 Romilado, F. (2019). OPTIMALISASI PELAKSANAAN PELAYANAN KLINIK


HYPERKES OLEH TIM PT RUMAH SAKIT BAKTI TIMAH-
PANGKALPINANG TAHUN 2019 (Doctoral dissertation, Institut Kesehatan
Helvetia).

2. Occupational Asthma
 Asma kerja (occupational asthma/OA) saat ini merupakan penyakit paru kerja yang
paling sering terjadi di negara industri (Redlich et al.,2002; Mapp et al.,2005). Di
Amerika Serikat diperkirakan hampir 15% kasus asma yang didiagnosis pada orang
dewasa diakibatkan oleh paparan bahan yang ada di tempat kerja (Mapp et al., 2005;
Looney et al., 2004).
 Asma yang berhubungan dengan pekerjaan (work-related asthma) adalah penyakit
yang ditandai oleh keterbatasan aliran saluran nafas yang bervariasi dan atau
hiperresponsif bronkus non spesifik yang disebabkan oleh penyebab dan keadaan
lingkungan pekerjaan tertentu dan rangsangan itu tidak dijumpai di luar tempat kerja.
Asma yang berhubungan dengan pekerjaan dibagi menjadi menjadi asma yang
diperburuk oleh faktor pekerjaan (work-exacerbated asthma) dan asma kerja
(occupational asthma). Asma yang diperburuk oleh faktor pekerjaan (work
exacerbated asthma) adalah asma yang dicetuskan oleh berbagai faktor di tempat
kerja (aeroallergens, irritants, atau exercise) pada pekerja yang diketahui sebelumnya
(Tarlo et.al, 2008).

Sumber :

 Andisari, H. E., Rai, I. B., & Suryana, K. (2017). ADA KORELASI ANTARA
PAJANAN DEBU KAYU DENGAN JUMLAH CD4 SERUM DAN TIDAK ADA
KORELASI DENGAN EOSINOFIL SERUM PADA PEKERJA INDUSTRI
KAYU.

3. Asthmasgens

Asthma is common among adults of working age and affects 5–10% of the population
worldwide. Occupational asthma has become a common work related respiratory disorder in
the industrialised world.

Sumber :

 Baur, X., & Bakehe, P. (2014). Allergens causing occupational asthma: an


evidence-based evaluation of the literature. International archives of occupational
and environmental health, 87(4), 339-363.
4. Sistem Local Exhaust Ventilation (LEV)
 Local exhaust ventilation (LEV) is an engineering system frequently used in the
workplace to protect operators from hazardous substances.

Terjemahan : Ventilasi pembuangan lokal (LEV) adalah sistem teknik yang sering digunakan
di tempat kerja untuk melindungi operator dari zat berbahaya.

 Local Exhaust Ventilation atau ventilasi keluar setempat bertujuan untuk


mengendalikan kadar debu, fume, mist/kabut, uap dan udara panas pada sumber
kontaminan/sumber emisi sedemikian rupa sehingga kadar kontaminan–kontaminan
tersebut dalam udara tempat-tempat kerja berada dalam batas–batas amannya.

Sumber :

 Harun, S. I., Idris, S. R. A., & Jaya, N. T. (2017). A Study on The Development
of Local Exhaust Ventilation System (LEV’s) for Installation of Laser Cutting
Machine. MS&E, 238(1), 012013.
 Ichtiakhiri, T. H. (2012). Keefektifan Local Exhaust Ventilation Terhadap
Keluhan Kesehatan Tenaga Kerja Bagian Grit Blasting Di Pt Inka (Persero)
Madiun.

5. Respiratory Protectif Equipment (RPE)


 Respiratory Protective Equipment (RPE) is a particular type of Personal Protective
Equipment (PPE), used to protect the individual wearer against the inhalation of
hazardous substances in the workplace air.  RPE should only be used where adequate
control of exposure cannot be achieved by other means, in other words, as a last resort
within the hierarchy of control measures: Elimination, Substitution, Engineering
Controls, Administrative Controls, PPE.
Terjemahan : Alat Pelindung Pernapasan (RPE) adalah jenis Alat Pelindung Diri (APD)
tertentu, yang digunakan untuk melindungi pemakainya dari menghirup zat berbahaya di
udara tempat kerja. RPE hanya boleh digunakan jika kontrol pemaparan yang memadai tidak
dapat dicapai dengan cara lain, dengan kata lain, sebagai upaya terakhir dalam hierarki
tindakan pengendalian: Eliminasi, Substitusi, Kontrol Teknik, Kontrol Administratif, APD.

 Use of respiratory protective equipment (RPE) is an important preventive measure in


many occupational settings. RPE only offers protection when worn properly, when
removed safely and when it is either replaced or maintained regularly.

Terjemahan : Penggunaan alat pelindung pernapasan (RPE) merupakan tindakan pencegahan


penting di banyak lingkungan kerja. RPE hanya menawarkan perlindungan saat dipakai
dengan benar, saat dilepas dengan aman dan saat diganti atau dirawat secara teratur.

Sumber :

 https://www.hsa.ie (Health And Safety Authority)


 Thanh, B. Y. L., Laopaiboon, M., Koh, D., Sakunkoo, P., & Moe, H. (2016).
Behavioural interventions to promote workers' use of respiratory protective
equipment. Cochrane Database of Systematic Reviews, (12).

Langkah II : Identifikasi Masalah

1) Jelaskan penyebab Joko sering mengeluhkan batuk dan sesak nafas?


2) Bagaimana usaha menghindari panjanan debu kayu serta penggunaan APD yang
tepat?
3) Berapa lama waktu ideal dalam bekerja sebagai buruh?
4) Bagaimana cara menginvestigasi tempat kerja?
Langkah III : Analisis Masalah

Uraikan disini!
1) Jelaskan penyebab Joko sering mengeluhkan batuk dan sesak nafas?

JAWABAN :

Joko mengalami Occupational asthma yaitu penyakit asma yang menyerang ketika
seseorang terkena bahan tertentu pada saat bekerja atau di lingkungan kerjanya yang
disebabkan oleh Asthma agens yaitu Agen penyebab asma pada kasus yang dilaporkan pada
tahun 1998 adalah enzim (14%), isosianat (13%), hewan laboratorium dan serangga (12%),
fluks dan solder kolofoni (9%), tepung (7%), dan glutaraldehida (5%).

Penyebab Joko batuk adalah pekerjaan yang mengandung debu industri, terutama pada
kadar yang cukup tinggi, antara lain pneumokoniosis, silikosis, asbestosis, hemosiderosis,
bisinosis, bronkitis, asma kerja, kanker paru, dll. Penyakit paru kerja terbagi 3 bagian yaitu:

a. Akibat debu organik, misalnya debu kapas (Bissinosis), debu padi-padian


b. Akibat debu anorganik (pneumokoniosis) misalnya debu silika (Silikosis), debu asbes
(asbestosis), debu timah (Stannosis).
c. Penyakit paru kerja akibat gas iritan,

Polutan yang paling banyak mempengaruhi kesehatan paru adalah sulfur dioksida (SO2),
nitrogen dioksida (NO2) dan ozon (O3) Bila penyakit paru akibat kerja telah terjadi,
umumnya tidak ada pengobatan yang spesifik dan efektif untuk menyembuhkannya.

Penyakit yang diakibatkan oleh paparan debu adalah pneumoconiosis adalah segolongan
penyakit pada paru-paru yang berupa penimbunan debu-debu. Menurut jenis-jenis debu yang
dapat ditimbun di dalam paru-paru, maka pneumoconiosis dapat dibagi dalam:

a) Silicosis(oleh debu SO2 bebas)

b) Asbestosis (debu asbes)

c) Berryliosis (debu berrylium)

d) Stanosis (debu kapas)

e) Siderosis (debu biji timah)

f) Abthracosis (Abthracosis)
Secara klinis sulit dibedakan gejala-gejala antara masing-masing jenis pneumoconiosis.
Pembedaan dapat dilakukan secara patalogis anatomis maupun dengan radioogis. Akan tetapi
sering pula sulit juga menentukan debu apa, kecuali dengan pengalaman-pengalaman yang
bertahun-tahun dibidang pneumoconiosis. Umumnya pneumoconiosis lebih banyak
didapatkan pada pencemaran udara dalam lingkungan tertutup seperti di dalam lingkungan-
lingkungan kerja daripada udara terbuka. Tingkat gejala yang ditimbulkan pada
pneumoconiosis tergantng pada jumlah debu yang tertimbun serta bagian paru-paru yang
lebih banyak mengalami efek. Pengobatan terhadap penyakit pneumoconiosis tidak ada.
Hanya kita dapat sedikit mengurangi penderita dengan memberikan berbagai pengobatan
simptomatis. Karenanya, di dalam public health pokok-pokok penanggulangannya dititik
beratkan pada program-program penanggulangan masalah pencemaran.

2) Bagaimana usaha menghindari panjanan debu kayu serta penggunaan APD


yang tepat?

JAWABAN :

Usaha mengurangi pajanan dan alat pelindung diri Pada dasarnya, asma karena kerja dapat
dicegah. Kuncinya adalah menjaga agar pajanan terhadap debu kayu serendah mungkin.
Selain menyebabkan gangguan pernapasan, debu kayu dapat menyebabkan iritasi kulit dan
mata, sampai dapat timbul keganasan (kanker). Bahaya yang ditimbulkan tergantung pada:

- Jumlah konsentrasi debu yang berada di udara lingkungan kerja.


- Ukuran partikel debu yang dimaksud.
- Jenis kayu
- Berapa banyak kadar bahan penyebab asma yang terdapat di dalam kayu.
- Berapa lama terpajan debu kayu.
- Resistensi dari tubuh.
Perlindungan terbaik dari pajanan debu kayu adalah dengan mengurangi kadar debu di udara
lingkungan kerja, dengan melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengurangi keterpajanan
pekerja terhadap debu kayu. Bilamana hal tersebut masih kurang berhasil, maka alat
pelindung diri perlu dipersiapkan untuk pekerja yang membutuhkan. Penetapan jenis alat
pelindung diri, tergantung bagaimana cara masuk (routers of entry) dari debu kayu tersebut
ke dalam tubuh. Debu kayu dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan (inhalation or
breathing), kontak melalui kulit dan mata. Pilihan yang sering dilakukan adalah melengkapi
tenaga kerja dan hal ini harus dijadikan suatu kebiasaan serta keharusan pada tiap industri
(Chan et al., 2008). Oleh karenanya hal ini diatur dalam Undang-Undang No 1 Th 1970
tentang keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang mengatur penyediaan dan
penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja baik pengusaha maupun tenaga kerja.

Alat pelindung diri yang diperlukan antara lain adalah:

 Respirator
Respirator adalah suatu masker yang menggunakan filter sehingga dapat
membersihkan udara yang dihisap oleh pernapasan kita.
 Pelindung mata
Mata merupakan salah satu route of entry bagi debu kayu untuk masuk ke dalam
tubuh, selain pernapasan dan kulit. Karena itu, penggunaan kacamata keselamatan
(safety glasses) sangat dianjurkan (Shirin,2010).
 Sarung tangan
Tidak ada spesifikasi khusus yang diperlukan, gunakan sarung tangan yang umum
dipakai. Selain untuk melindungi tangan, juga mencegah kontak berlebihan antara
debu kayu dan kulit (Shirin,2010).
 Pakaian kerja
Jenis pakaian kerja yang diperlukan adalah dari jenis bahan yang mudah dicuci,
sehingga dapat dicuci setiap selesai shift kerja (Shirin, 2010). Ventilasi udara dalam
ruangan
 Ventilasi
Ventilasi atau pertukaran udara di dalam industri merupakan suatu metode yang
digunakan untuk memelihara dan menciptakan udara suatu ruangan yang sesuai
dengan kebutuhan proses produksi atau kenyamanan pekerja.
3) Berapa lama waktu ideal dalam bekerja sebagai buruh?

JAWABAN :
4) Bagaimana cara menginvestigasi tempat kerja?

JAWABAN :
Langkah IV : Strukturisasi
Pak joko, 45th.

Bekerja dipabrik produksi


furniture dari kayu salama 15 Tugas : pengamplas
tahun dan bekerja selama 5 kayu
hari seminggu dengan durasi
5-6 jam sehari

Selama rekrutmen pak joko


dalam keadaan fit. 2 bulan
terakhir pak joko sering
sesah dan batuk

Peran perusahaan

Investigasi tempat kerja


dengan menggunakan Inspeksi pekerja apakah Mendaftarkan pekerja
Annual Medical
system Local Exhaust menggunakan Respiratory pada BPJS
Chekup
Ventilation Protectif Equipment Ketenagakerjaan

Langkah V : Learning Objective


Tuliskan disini!
1. Penyakit Akibat Kerja.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Lingkungan
Kerja/ terkait kebijakan kesehatan kerja.
3. Identifikasi bahaya dilingkungan kerja
4. Mengukur dan mengevaluasi faktor-faktor bahaya di lingkungan kerja
5. Cara kerja yang aman dan sehat serta menetapkan posisi pekerja sesuai dengan
keahliannya dan kondisi kesehatannya.

Langkah VII : Sintesis hasil belajar mandiri sesuai LO, sebutkan sumbernya
ditiap paragrapf bahasan

1. Penyakit Akibat Kerja.

Penyakit akibat kerja (PAK) menurut Permenaker dan Transmigrasi adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Dengan demikian, PAK
merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Penyakit akibat kerja dapat
ditemukan atau didiagnosis sewaktu dilaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.
Namun,dalam pemeriksaan tersebut harus ditentukan apakah penyakit yang diderita tenaga
kerja merupakan penyakit akibat kerja atau bukan. Diagnosis PAK ditegakkan melalui
serangkaian pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerja serta lingkungannya untuk
membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara penyakit dan pekerjaannya. Setelah
dilakukan diagnosis PAK oleh dokter pemeriksa maka dokter wajib membuat laporan medik.

PAK dapat disebabkan lingkungan kerja yang tidak aman dan kurang kondusif sehingga
sangat penting untuk mengetahui lingkungan kerja yang baik. Di dalam lingkungan kerja
terdapat peralatan kerja serta material yang digunakan pada saat bekerja. Untuk mencegah
dan meminimalkan agar tidak terjadi PAK terhadap tenaga kerja maka perlu memperhatikan
cara kerja tubuh manusia (tenaga kerja), bagaimana reaksinya terhadap berbagai macam
substansi yang digunakan dalam pekerjaan dan mengetahui cara masuknya substansi tersebut
ke dalam tubuh. Hal ini merupakan aspek penting yang perlu diketahui dan dapat dipelajari
oleh pekerja untuk meminimalkan penyebab datangnya penyakit yangakan menimbulkan
PAK.
Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang penyebabnya adalah pekerjaan dan atau
lingkungan kerja :

• Penyakit akibat kerja (occupational disease)

Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan
pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

• Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)

Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada pekerjaan
memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit
yang mempunyai etiologi yang kompleks.

• Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working populations)

Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab di tempat
pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.

Sumber :
 Rejeki, S. (2016). Modul Bahan Ajar Farmasi: Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Pusdik SDM Kesehatan.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di


Lingkungan Kerja/ terkait kebijakan kesehatan kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk
menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan
dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Kesehatan dan keselamatan Kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses
produksi baik jasa maupun industri.

Keselamatan Kerja

Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja,
bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja memiliki sifat sebagai berikut:

a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.


b. Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada yang


menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya
disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

Kesehatan Kerja

Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial
seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga
menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Status
kesehatan seseorang menurut Blum (1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.

1) Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia (organik/anorganik,


logam berat, debu), biologik (virus, bakteri, mikroorganisme), dan sosial budaya
(ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
2) Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
3) Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan kecacatan,
rehabilitasi.
4) Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.

Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta


praktiknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, sertaterhadap penyakit-penyakit
umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin berubah, bukan sekadar “kesehatan pada
sektor industri” saja melainkan juga mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang
dalam melakukan pekerjaannya (total health of all at work).

Sumber :
 Rejeki, S. (2016). Modul Bahan Ajar Farmasi: Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Pusdik SDM Kesehatan.

3. Identifikasi bahaya dilingkungan kerja

IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA

Merupakan tahapan yang dapat memberikan informasi secara menyeluruh dan mendetail
mengenai risiko yang ditemukan dengan menjelaskan konsekuensi dari yang paling ringan
sampai dengan yang paling berat. Pada tahap ini harus dapat mengidentifikasi hazard yang
dapat diramalkan (foreseeable) yang timbul dari semua kegiatan yang berpotensi
membahaya-kan kesehatan dan keselamatan terhadap :

a) Karyawan
b) Orang lain yg berada ditempat kerja
c) Tamu dan bahkan masyarakat sekitarnya

Pertimbangan yang perlu diambil dalam identifikasi risiko antara lain :

a) Kerugian harta benda (Property Loss)


b) Kerugian masyarakat
c) Kerugian lingkungan

IDENTIFIKASI BAHAYA DAN JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

Menurut Stranks (2003), pengidentifikasian potensi bahaya dari suatu kegiatan kerja
merupakan inti seluruh kegiatan pencegahan kecelakaan. Akan tetapi, pengidentifikasian
bahaya bukanlah ilmu pasti tetapi merupakan kegiatan subjektif di mana ukuran bahaya yang
teridentifikasi akan berbeda diantara orang satu dengan orang lainnya, tergantung pada
pengalaman masing-masing, sikap dalam menghadapi risiko/bahaya, familieritas terhadap
proses bersangkutan dan sebagainya. Bahaya dapat dibagi menjadi beberapa kategori
berdasarkan sumbernya yaitu :

1) Fisik, contohnya adalah kebisingan, ergonomi, radiasi, dan pengangkatan manual.


2) Mekanik, contohnya adalah seperti part yang bergerak, dan part yang berotasi.
3) Elektrikal, contohnya adalah voltase dan area magnetik.
4) Kimia, contohnya adalah substansi yang mudah terbakar, beracun, dan korosif.
5) Biologis, contohnya adalah virus dan bakteri.
Temuan sumber bahaya pada setiap inspeksi harus dicatat sehingga dapat dijadikan acuan
ketika memutuskan tindakan korektif yang diperlukan. Hal tersebut juga dilakukan agarhasil
inspeksi tersebut dapat dibandingkan dengan inspeksi sebelumnya. Proses identifikasi diawali
dengan penentuan teknik identifikasi yang dinilai akan memberikan informasi yang
dibutuhkan. Teknik-teknik yang dapat digunakan antara lain:

a. Survei keselamatan kerja


b. Patroli keselamatan kerja
c. Pengambilan sampel keselamatan kerja
d. Audit keselamatan kerja
e. Pemeriksaan lingkungan
f. Laporan kecelakaan
g. Laporan kecelakaan yang nyaris terjadi
h. Saran maupun kritik dari dari para karyawan.

Sumber :

 (ILO), I.L.O., 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan


Kesehatan Sarana untuk Produktivitas. Bahasa Ind ed. Jakarta: SCORE.
 Rejeki, S. (2016). Modul Bahan Ajar Farmasi: Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Pusdik SDM Kesehatan.

4. Mengukur dan mengevaluasi faktor-faktor bahaya di lingkungan kerja

Penilaian Risiko

Terdapat 3 ( tiga) sasaran yang akan dicapai dalam pelaksanaan penilaian risiko di tempat
kerja yaitu untuk :

a) mengetahui, memahami dan mengukur risiko yang terdapat di tempat kerja;


b) menilai dan menganalisa pengendalian yang telah dilakukan di tempat kerja;
c) melakukan penilaian finansial dan bahaya terhadap risiko yang ada;
d) mengendalikan risiko dengan memperhitungkan semua tindakan penanggulangan
yang telah diambil;

Identifikasi bahaya dibutuhkan untuk mengetahui operasi mana yang memiliki potensi
bahaya di mana selanjutnya maka dilakukan penilaian risiko. Penilaian risiko adalah cara-
cara yang digunakan perusahaan untuk dapat mengelola dengan baik risiko yang dihadapi
oleh pekerjanya dan memastikan bahwa kesehatan dan keselamatan mereka tidak terkena
risiko pada saat bekerja. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam penilaian
risiko yaitu :

a. Bahaya (hazard) adalah sesuatu yang berpotensi yang menyebabkan


kerugian/kehilangan
b. Probabilitas adalah kemungkinan bahwa bahaya dapat menyebabkan kerusakan atau
kerugian
c. Risiko adalah perpaduan antara probabilitas dan tingkat keparahan kerusakan atau
kerugian
d. Berbahaya (danger) adalah keadaan yang berisiko
e. Tingkat risiko (extent of risk) adalah ukuran jumlah orang yang mungkin terkena
pengaruh dan tingkat keparahan kerusakan atau kerugian yaitu berupa konsekuensi.

Sasaran penilaian risiko adalah mengidentifikasi bahaya sehingga tindakan dapat diambil
untuk menghilangkan, mengurangi atau mengendalikannya sebelum terjadi kecelakaan yang
dapat menyebabkan cedera atau kerusakan. Berikut ini adalah langkah-langkah melakukan
penilaian risiko yaitu :

1) Mempersiapkan program penilaian risiko yaitu dengan membuat daftar seluruh tugas,
proses, dan area kerja yang menunjukkan bahaya. Selanjutnya menyusun daftar
tersebut secara berurutan mulai dari tingkat bahaya terbesar dan membuat rencana
program penilaian risiko.
2) Mengidentifikasi bahaya dengan cara sebagai berikut:
Inspeksi keselamatan kerja (melakukan survei keselamatan umum di tempat kerja)
Mengadakan patroli keselamatan kerja (mengidentifikasi bahaya di sepanjang rute
patroli yang ditetapkan terlebih dahulu)
Mengambil sampel keselamatan kerja (melakukan pemeriksaan hanya untuk satu
jenis bahaya, kemudian mengulanginya untuk bahaya lainnya)
Mengaudit keselamatan kerja (membuat perhitungan jumlah bahaya yang
ditemukan lalu dibandingkan dengan perhitungan sebelumnya)
Melaksanakan survei kondisi lingkungan
Membuat laporan kecelakaan
Melaporkan kondisi yang hampir menimbulkan kecelakaan atau near-miss
Meminta masukan dari karyawan
3) Menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan tindakan sebagai berikut:
Menghilangkan operasi/material berbahaya (masalahnya kemudian selesai karena
bahayanya sudah tidak ada)
Untuk bahaya yang tidak dapat dihilangkan maka dilakukan pengembangan metode
kerja yang lebih aman dan menggunakan material alternatif yang lebih rendah
bahayanya.
4) Mengevaluasi risiko-risiko residual dengan pertimbangan penilaian risiko yaitu
tingkat/ukuran bahaya yang dihadapi, waktu, jumlah karyawan, probabilitas
terjadinya kecelakaan.
5) Mengembangkan strategi-strategi pencegahan dengan cara:
Menghilangkan peralatan, substansi, material atau metode kerja yang berbahaya.
Menyubstitusi peralatan, material substansi atau metode kerja dengan yang lebih
aman.
Mencegah kontak dengan menggunakan sarana pelindung yang sesuai
(pengamanan).
Mengendalikan kontak dengan cara membatasi akses atau waktu kontak dengan
substansi.
Menyediakan APD sebagai usaha terakhir.
6) Mengadakan pelatihan tentang operasi mengenai metode-metode kerja yang baru dan
pelaksanaan upaya-upaya pencegahan yang benar.
7) Mengimplementasikan upaya-upaya pencegahan.
8) Memonitor kinerja dengan cara memastikan pelaksanaan hal-hal berikut:
Upaya-upaya pencegahan/metode kerja yang sedang digunakan
Upaya-upaya pencegahan berjalan dengan efektif
Metode kerja yang baru tidak menciptakan bahaya baru
Menandai dan mengoreksi kemungkinan kelemahan upaya-upaya pencegahan
tersebut
9) Melaksanakan kajian ulang secara berkala dan membuat revisi jika diperlukan
Memastikan bahwa metode-metode yang dijalankan masih efektif
Memperbaharui tindakan-tindakan pencegahan
Ketika metode atau material kerja berubah
Jika penilaian yang ada tidak efektif lagi
Pendekatan secara kuantitatif untuk penilaian risiko pada umumnya digunakan untuk
peringkat risiko dengan mempertimbangkan faktor probabilitas tingkat keparahan dan
frekuensi. Setiap faktor dapat dinilai dari skala 1 sampai dengan 10. Perhitungan peringkat
risiko yaitu:

Peringkat risiko = Probabilitas(P) x tingkat keparahan(S) x Frekuensi(F)

Di mana akan memberikan nilai peringkat risiko antara 1 sampai 1000. Urgensi atau prioritas
tindakan sehubungan dengan peringkat risiko tertentu dapat dievaluasi seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 1. 2. 3 berikut ini.

Sumber :

 (ILO), I.L.O., 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Keselamatan dan


Kesehatan Sarana untuk Produktivitas. Bahasa Ind ed. Jakarta: SCORE.
 Rejeki, S. (2016). Modul Bahan Ajar Farmasi: Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Pusdik SDM Kesehatan.
 Ridley, John.2008. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Ikhtisar. Jakarta:Penerbit
Erlangga.
 Stranks, Jeremy.2003. The Handbook of Health and Safety Practice, 6th ed.
Great Britain Pearson Education Limited 2003: Prentice Hall.
 Su’mamur.1967. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta, Indonesia.
PT. Toko Gunung Agung.
 Sucipto, Cecep Dani.2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:
Gosyen Publishing.

5. Cara kerja yang aman dan sehat serta menetapkan posisi pekerja sesuai dengan
keahliannya dan kondisi kesehatannya.
Pekerja memiliki peran strategis dalam pembangunan dan sebagai agent of change
membudayakan hidup sehat dalam keluarga, sekaligus memiliki risiko terpapar bahaya di
tempat kerja yang dapat mempengaruhi status kesehatan dan produktivitas kerja.

Tempat kerja adalah tempat di mana orang berkumpul. Rata-rata orang bekerja di kantor
selama kurang lebih 8 jam per hari. Terdapat banya pekerjaan di tempat kerja, di mana setiap
pekerjaan pasti memiliki risiko dan bahaya, yang semuanya itu dapat menimbulkan Penyakit
Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).

Berikut yang perlu diperhatikan untuk standar pelaksanaan K3 di perkantoran:

1. Keselamatan kerja

 pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan ruang perkantoran


 desain alat dan tempat kerja
 penempatan dan penggunaan alat perkantoran
 pengelolaan listrik dan sumber api
 manajemen tanggap darurat gedung
 manajemen keselamatan dan kebakaran gedung
 persyaratan dan tata cara evakuasi
 penggunaan mekanik dan elektrik
 P3K

2. Kesehatan kerja

 peningkatan pengetahuan kesehatan kerja;


 pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja;
 penyediaan ruang ASI dan pemberian kesempatan memerah ASI selama waktu kerja
di Perkantoran;
 aktivitas fisik.

3. Kesehatan lingkungan kerja perkantoran

 Standar dan persyaratan kesehatan lingkungan perkantoran


-sarana bangunan
-penyediaan air bersih
-Toilet
-pengelolaan limbah
-cuci tangan pakai sabun (CTPS)
-pengendalian vektor dan binatang
-pembawa penyakit.
 Standar lingkungan kerja perkantoran, meliputi aspek fisika, kimia, dan biologi

4. Ergonomi
 Luas tempat kerja
 Kursi
 Koridor
 Postur kerja
 Durasi kerja, dll.

Dalam rangka mendukung pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja
guna terciptanya tempat kerja yang aman, nyaman, dan produktif maka setiap kantor
hendaknya memiliki Sistem Manajemen K3 (SMK3). Tahapan dalam pelaksanaan SMK3
yaitu:

1. Penetapan kebijakan K3 perkantoran yang merupakan pernyataan tertulis pimpinan


kantor mengenai kebijakan K3.

2. Perencanaan K3 perkantoran, minimal memuat tujuan dan sasaran, skala prioritas,


upaya pengendalian bahaya, penetapan sumber daya, jangka waktu pelaksanaan,
indicator pencapaian, system pertanggung jawaban.

3. Pelaksanaan rencana K3 perkantoran.

4. Pemantauan dan evaluasi K3 perkantoran.

5. Peninjauan dan peningkatan kinerja K3 perkantoran.

Standar keselamatan dan kesehatan kerja perkantoran tertuang di dalam Peraturan


Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016. Pada prinsipnya jika setiap
pimpinan tempat kerja/ perkantoran memiliki komitmen yang kuat untuk menegakkan standar
K3 di perkantoran maka akan timbul tempat kerja yang sehat dan nyaman sehingga
karyawan/ pekerja yang berada ti tempat kerja tersebut akan merasa bersemangat, selalu
dalam kondisi sehat, dan otomatis produktivitas kerja akan meningkat.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Perkantoran, 03-Sep-2020.

Rubrik Penilaian Tutorial Online


2 1 0
Langkah I-IV seven jumps Langkah I-IV seven jumps Tidak membahas pokok
searah, sesuai pokok keluar dari pokok bahasan bahasan
bahasan tapi masih sesuai tema
Langkah V: Seluruh LO Langkah V; hanya Langkah V; tidak mengenai
terpenuhi disertai memenuhi 2-3 LO LO sama sekali
penambahan LO sesuai
pokok bahasan
Seluruh hasil sintesis valid,
Hasil sintesis ada yang valid Seluruh sintesis tidak valid
sesuai referensi ada yang tidak atau tidak menyebutkan
referensi
Seluruh pembahasan sintesis Sebagian pembahasan Pembahasan sama sekali
sesuai LO sintesis sesuai LO tidak sesuai LO
Pembahasan sintesis tidak Dijumpai plagiat sebagian Plagiat total
plagiat dengan teman kelompok

Penilaian Tutorial : total poin x 10


Nilai :

Anda mungkin juga menyukai