Anda di halaman 1dari 2

Asma terkait Pekerjaan

Dalam masyarakat modern, asma akibat kerja adalah yang paling sering terjadi terkait pekerjaan.
Asma akibat kerja didefinisikan sebagai bentuk asma yang umumnya disebabkan oleh sensitisasi
imunologis terhadap agen (spesifik) yang dihirup pada pada saat bekerja. Sejumlah besar jumlah
agen penyebab telah diidentifikasi. Iritasi yang terhirup juga dapat menyebabkan asma tanpa
sensitisasi spesifik , baik setelah inhalasi akut tunggal (RADS), melalui pajanan berulang atau kronik,
misalnya selama pekerjaan pembersihan. Dalam kasus terakhir, presentasi asma akibat kerja
menyerupai asma kerja yang diinduksi alergen karena pekerja telah bekerja untuk beberapa waktu
tanpa mengalami gejala pernapasan (telah terjadi periode latensi bebas gejala). Gangguan “seperti
asma” tanpa bukti sensitisasi juga ditemukan pada pekerja yang terpajan (terkontaminasi
endotoksin) debu sayuran dan pekerja kapas.

Frekuensi: Prevalensi rata-rata asma yang diperparah di antara orang dewasa dengan asma
adalah 22%, tetapi beberapa penelitian telah menunjukkan hingga 58%. Di Indonesia belum ada
data pasti terkait penyakit asma akibat kerja diperkirakan 2-10% penduduk dan 2% dari seluruh
penderita asma merupakan asma akibat kerja. Asma di tempat kerja dibedakan antara asma
akibat kerja dan asma yang diperburuk oleh lingkungan kerja.

Determinan: asma akibat kerja. Seperti diketahui bahwa asma memiliki penyebab dengan latar
belakang genetik, gas dan uap yang bersifat iritan/sensitizer (seperti formaldehid dan isosianat) di
tempat kerja dapat berperan sebagai faktor penyebab dan/atau pencetus bagi timbulnya asma akibat
kerja.

Pencegahan

Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention
disease) pada penyakit akibat kerja, yakni:

a. Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya: penyuluhan kesehatan dan


keselamatan kerja (K3) pendidikan kesehatan, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi
dan lingkungan kerja yang memadai.
b. Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: hygiene perorangan, sanitasi
lingkungan, serta proteksi terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan alat
pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker, penutup telinga (ear muff dan ear
plug) baju tahan panas, sarung tangan, dan sebagainya.
c. Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta pembatasan titik-titik lemah untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
d. Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation). Misalnya: memeriksa dan mengobati
tenaga kerja secara komprehensif dan rutin, mengobati tenaga kerja secara sempurna.
e. Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi dan mempekerjakan kemali para
pekerja yang menderita cacat. Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai.

1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan tahap pertama terhadap bahan /zat paparan yang ada dilingkungan
kerja seperti debu atau bahan kimia agar tidak mengenai pekerja, sehingga pekerja tetap sehat
selama dan setelah bekerja. Kegiatan yang dilakukan adalah Health Promotion (Promosi Kesehatan )
yaitu:
a. Penyuluhan tentang perilaku kesehatan dilingkungan kerja.
b. Menurunkan pajanan, dapat berupa subsitusi (penggantian) bahan, memperbaiki ventilasi,
automatis proses (robot ), modifikasi proses untuk menurunkan sensitisasi, mengurangi debu
rumah dan tempat kerja.
c. Pemeriksaan kesehatan sebelum mulai bekerja untuk mengetahui riwayat kesehatan dan
menentukan individu dengan resiko tinggi.
d. Kontrol administrasi untuk mengurangi pekerja yang terpajan ditempat kerja dengan rotasi
pekerjaan dan cuti.
e. Dengan menggunakan alat proteksi pernapasan dapat menurunkan kejadian asma akibat
kerja 10-20 %.

2. Pencegahan sekunder

Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma akibat kerja pada pekerja yang sudah
terpajan dengan bahan dilingkungan pekerjaannya. Usaha yang dilakukan adalah : Pengendalian jalur
kesehatan seperti pemeriksaan berkala. Pemeriksaan berkala bertujuan mendeteksi dini penyakit
asma akibat kerja. Usaha yang dilakukan adalah pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan
bahan yang berisiko tinggi menyebabkan asma akibat kerja. Bila terdeteksi seorang pekerja dengan
asma akibat kerja, kondisi tempat kerja harus harus dievaluasi apakah memungkinkan bagi pekerja
untuk tetap bekerja ditempat tersebut atau pindah ketempat lain.

3. Pencegahan tersier

Dilakukan pada pekerja yang sudah terpapar bahan / zat ditempat kerja dan diagnosis kearah asma
akibat kerja sudah ditegakkan. Tindakan penting yang dilakukan adalah menghindarkan penderita
dari pajanan lebih lanjut, untuk mencegah penyakit menjadi buruk atau menetap. Bagi mereka yang
belum pindah kerja harus diberitahu bahwa, apabila terjadi perburukan gejala atau memerlukan
tambahan pemakaian obat-obatan atau penurunan fungsi paru atau peningkatan derajat hiperaktiviti
bronkus, maka penderita seharusnya pindah kerja sesegera mungkin. Pada pekerja yang telah pindah
kerja ketempat yang bebas pajanan harus dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6 bulan selama 2
tahun untuk menilai kemungkinan penyakit menetap atau tidak.

Patofisiologi Asma: Pada asma terjadi hiperresponsivitas jalan nafas dan bronkospasme sehngga
terjadi serangan asma. Mulanya histamin menempel pada reseptor dalam bronkus yang besar
sehingga menyebabkan pembengkakan otot polos. Leukotrien (L) menempel pada reseptor dalam
bronkus yang kecil dan menyebabkan pembengkakan otot polos ditempat tersebut. Leukotrien juga
menyebabkan prostaglandin melintas melalui aliran darah ke paru sehingga meningkatkan kerja dari
histamin. Histamin merangsang membran mukosa untuk menyekresi mukus secara berlebihan yang
selanjutnya dapat menyebabkan penyempitan lumen 18 bronkus. Pada saat inspirasi, lumen bronkus
yang menyempit masih dapat sedikit mengembang tetapi pada saat ekspirasi terjadi peningkatan
tekanan intratorakal yang menyebabkan penutupan lumen bronkus secara total. Mukus mengisi
bagian dasar paru (basis pulmoner) dan menghambat ventilasi alveolar. Selanjutnya darah dialirkan
ke alveoli pada bagian lain dari paru tetapi tetap tidak mampu untuk mengimbangi penurunan
ventilasi

Anda mungkin juga menyukai