Anda di halaman 1dari 7

Journal Summary

Nama: Ilma Fitriana H


Nim: 03014092
Kepaniteraan Klinik Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Periode 24 Agustus – 18 September 2020

Jurnal 1. Pencegahan Penyakit Paru Oleh Karena Debu Kapas Pada Pekerja

Tekstil

Pendahuluan : Debu kapas adalah debu yang ada di udara selama pemrosesan kapas.
Debu kapas mengandung berbagai zat, termasuk materi tanaman yang ikut digiling,
serat, bakteri jamur, tanah, pestisida, dan bahan kontaminan lainnya. Endotoksin yang
dimiliki oleh bakteri gram negatif dihipotesiskan sebagai agen etiologi dari bisinosis,
yaitu penyakit paru yang terkait dengan paparan debu kapas pada pekerja tekstil.
Schililling pada tahun 1963 menjelaskan kriteria penilaian bisinosis berdasarkan
gejala sesak yang dialami. Gejala pernapasan lain yang lazim dirasakan para pekerja
tekstil meliputi: batuk berdahak, mengi, dan sesak nafas. Dicina terdapat 32% pekerja
di pabrik tekstil ditemukan menderita bisinosis. Dalam jurnal ini akan dibahas
mengenai strategi intervensi pencegahan yang dapat diterapkan pada pabrik tekstil

Metode : Tinjauan dilakukan pada bulan juni 2012 hingga april 2013, penulis mencari
literatur melalui sumber PubMed, Cochrane, dan google schoolar. Kata kunci yang
digunakan dalam mencari literatur adalah pekerja tekstil, bisinosis, debu kapas,
pencegahan, intervensi, penyakit/gejala pernapasan, serta pemrosesan kapas. Sumber
akhir yang diambil adalah 70 literatur yang kemudian ditinjau oleh penulis dan
menghasilkan pemilihan 10 artikel terpilih.

Hasil dan diskusi


Kontrol teknik
Dari 10 literatur, terdapat 4 artikel yang membahas mengenai pengendalian bahaya
dengan menggunakan pengendalian teknik, yang keempatnya fokus pada sebelum,
pemrosesan kapas, yang termasuk didalamnya proses autoklaf, pemanasan,
penguapan dan pencucian kapas.. Intervensi yang dilakukan adalah melakukan
pengukusan pada kapas sebelum diproses, proses lain yang dilakukan adalah
pencucian kapas terlebih dahulu, proses ini menyebabkan penurunan pada tingkat
endotoksin dalam debu kapas diudara bila dibandingkan dengan yang tidak dicuci.
Kontrol adminstrasi
Pengendalian administrasi melibatkan penerapan standaran dan pedoman dalam
pengawasan lingkungan, seperti pemeriksaan medis berkala dengan spirometri,
pelatihan bagi pekerja, dan program berhenti merokok. OSHA (Occupational Safety
and Health Administration) menetapkan standar tempat kerja yang memiliki risiko
paparan debu kapas. Batas paparan yang diizinkan adalah selama 8 jam dalam sehari,
untuk pembuatan benang batasnya adalah 200 mikrogram debu kapas per meter kubik
udara, untuk limbah tekstil 500 mikrogram, operasi pemotonan dan penenunan 750
mikrogram. Tindakan lain yang direkomendasikan adalah: membersihkan lantai
dengan vacum cleaner, memeriksa, membersihkan, dan memperbaiki peralatan
pengontrol debu dan sistem ventilasi, selain itu perusahaan juga harus memberikan
pemeriksaan kesehatan tahunan gratis bagi para pekerja

Alat pelindung diri


Meskipun APD adalah metode yang menjadi pemilihan akhir, penggunaanya tetap
diperlukan dalam situasi bila pengendalian teknik dan administrasif tidak memadai.
Berbagai jenis respirator harus tersedia tergantung pada tingkat paparan dan efisiensi
yang terkait. Respirator dapat berupa N95 sederahan hingga self-contained breathing
apparatus (SCBA).

Kesimpulan

Studi ini meninjau literature yang tersedia tentang strategi pencegahan untuk
perlindungan terhadap penyakit paru yang terkait dengan debu kapas pada pekerja
tekstil. Dalam metode pengendalian teknik penulis tidak dapat menemukan studi yang
menilai desain dan mesin tempat kerja yang lebih baik yang berdampak pada hasil
kesehatan pekerja tekstil, namun penulis menemukan beberapa literature tentang
pengendalian yang dilakukan sebelum pemrosesan kapas yaitu dengan mencuci kapas
tersebut. Namun hal ini akan memberikan efek pada kualitas benang sehingga sulit
untuk diterapkan pada pabrik. Pada kontrol administratif seperti pengawasan
lingkungan dan pemeriksaan medis berkala sangat penting pada tempat kerja yang
dengan risiko paparan debu kapas yang bertujuan dalam melindungi pekerja dari
penyakit paru. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menilai kelayakan dan
penerapan praktis dari pra-pemrosesan kapas untuk mengurangi tingkat debu kapas di
udara dalam proses selanjutnya di industry tekstil. Penggunaan intervensi dengan
biaya yang lebih rendah, seperti penggunaan masker wajah untuk perlindungan
terhadap debu kapas terkait morbiditas dan mortilitas pernapasan juga perlu menjadi
perhatian.
Jurnal 2. Paparan Debu Kapas: Analisis Fungsi Paru dan Gejala Pernafasan

Pendahuluan : Debu kapas didefinisikan sebagai debu yang dihasilkan ke udara


sebagai hasil dari pemrosesan serat kapas yang dikombinasikan dengan bahan alami
dan bahan anorganik yang terakumulasi pada serat kapas selama masa pertumbuhan
dan panen. Berdasarkan OSHA (ccupational safety and health administration) batas
pajanan yang diizinkan untuk debu kapas adalah 200 mikogram per meter kubik debu
terhirup bebas selama 8 jam/ hari.

Debu kapas diklasifikasikan menurut ukuran partikel nya menjadi 3 kelompok, yaitu
partikel debu (50-500 um), debu mikro (15-50 um), dan debu yang dapat dihirup
(breathable dust) (15 um) . Partikel-partikel inti cenderung tetap berada di bronkiolus
pernapasan dibagian tengah asinus. Pekerja di pabrik kapas bekerja di berbagai
departemen pabrik kapar, seperti membuka, memetik, menyisir, menenun, memotong,
dan memintal dan selama proses itu pekerja mendapatkan paparan debu kapas.
Paparan akut debu kapas dapat menyebabkan sesak, batuk berdahak, mengi, dan
kesulitan bernapas. Paparan debu kapas dalam jangka panjang dapat menyebabkan
berkurangnya Volume ekspirasi paksa (FEV1) . selain gejala pernapasan dan
gangguan paru, reaksi alergi kulit juga dapat ditemukan pada orang yang terpapar
debu kapas.

Metode

Studi Populasi

Sebuah studi cross-sectional dilakukan di pabrik kapas kota Ahmedabad. Subjek


penelitian adalah 100 laki-laki pekerja pabrik kapas yang tidak merokok bekerja pada
divisi pemintalan dan penenunan dan telah bekerja minimal 1 tahun dalam kelompok
usia 20-50 tahun. Pekerja pabrik kapas bertugas selama 8 jam/hari selama 6 hari
dalam seminggu. Semua pekerja menggunakan masker selama jam kerja. Masker
yang digunakan adalah masker kain katun yang dapat digunakan kembali.

Kuisioner

Semua subjek penelitian diberikan kuisioner yang berisikan pertanyaan mengenai


informasi pribadi, gejala pernapasan, dan riwayat pekerjaan. Informasi pribadi
meliputi nama, usia, dan riwayat merokok. Gejala pernapasan seperti dyspnea, batuk,
dan sesak dada. Gejala dianggap terkati pekerjaan bila membaik selama akhir pekan
atau hari libur . Riwayat pekerjaan mencakup semua detail pekerjaan sekarang dan
masa lalu,
Spirometri

Spirometri dilakukan dengan posisi duduk untuk semua subjek dengan alat spirometri.
Parameter spirometri yang diteliti adalah FCV (Forces vital capacity), FEV1, rasio
FEV1 dan FVC, dan peak expiratory flow rate (PEFR)

Analisis statistic

Evaluasi gejala pernapasan dan spirometri dilakukan pada smeua subjek. Data
dianalisis dengan software GraphPad Prism 5.01 (Graphpad prism). Data spirometri
dan karakteristik dasar subjek dibandingkan menggunakan uji t-tidak berpasangan

Hasil dan Pembahasan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh paparan debu kapas terhadap
fungsi paru dan gejala pernapasan pada pekerja pabrik kapas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keluhan gejala pernapasan, seperti sesak napas,
batuk, lebih banuak pada pekerja pada pabrik kapas dibandingkan dengan subjek
kotrol. Temuan penelitian menunjukkan bahwa parameter spirometi (FEV1,
FEV1/FVC, dan PEFR) secara signifikan menurun pada pekerja pabrik kapas
dibandingkan dengan subjek control. Debu yang ada selama pemrosesan kapas
dianggap sebagai debu kapas. Debu ini merupakan campuran komponen yang
kompleks. Paparan debu kapas di tempat kerja dapat menyebabkan respons saluran
napas akut seperti bisinosis.

Bisinosis ditandai dengan sesak napas pada hari pertama minggu kerja. Terdapat
peningkatan batuk dan dahak. Pada tahap awal bisinosis, gejala ini mereda pada akhir
hari kerja dan muncul kembali pada senin pagi. Karena paparan secara terus menerus
terjadi, gejala lebih sering terjadi. Dipercaya bahwa tingkat atau keparahan respons
individu dengan gejala bisinosis terkaitan dengan tingkatan debu di tempat kerja.
Langkah awal dalam persiapan benang biasanya menghasilkan lebih banyak debu.
Surya dkk menemukan bahwa stress oksidatif dapat menyebabkan gangguan
pernapasan pada pekerja pabrik kapas. Saat durasi eksposur meningkat, efeknya pun
meningkat. Paparan jangka panjang terhadap debu kapas menyebabkan migrasi
makrofag/neutrophil menghasilka ROS (reactive oxygen spesies) yang menyebabkan
mekanisme inflamasi persisten yang memberikan gejala pernapasan. Salah satu studi
menunjukkan prevalensi gejala pernapasan pada bisinosis lebih tinggi pada perokok.

Kesimpulan : studi ini menunjukkan bahwa gejala pernapasan dan kelainan fungsi
paru terlihat pada pekerja kapas dibandingkan dengan kelompok control. Studi
menunjukkan dengan meningkatnya durasi paparan dapat meningkatkan gejala
pernapasan, dan perburukan pada pemeriksaan spirometeri. Untuk itu pemeriksaan
kesehatan rutin untuk semua pekerja pabrik diperlukan untuk mencegah penyakit paru
yang terkait dengan debu kapas.
Jurnal 3. Prevalensi Bisinosis pada Pekerja Kapas di Benin Utara

Pendahuluan : Pertanian merupakan sumber pendapatan utama di Benin. Hampir


70% produk ekspor utama Negara berasal dari kapas. Debu kapas berada di udara
selama pemrosesan kapas. Debu kapas mengandung banyak zat diantaranya tanaman,
serat, bakteri, jamur, tanah, pestisida, dan kontaminan lainnya. Paparan debu kapas
ditempat kerja dapat menyebabkan gejala pernapasan akut seperti sesak dada, yang
termasuk didalamnya adalah bisinosis, yang memberikan gejala kesulitas bernapas
terutama terlihat pada hari pertama kembali bekerja setelah libur beberapa hari. Pada
tahap akhir penyakit ini dapat memberikan kerusakan yang permanen pada paru.
Pekerja yang mengalami bisinosis yang parah harus mengalami pension dini sehingga
tidak dapat melakukan pekerjaan normal .

Angka bisinosis masih tinggi dinegara-negara berkembang. Prevalensi yang


dilaporkan pun beragam mulai dari 3% di Inggris, hingga 30%-50% di Indonesia,
sudan , dan India. Mengingat tingginya prevalensi bisinosis di Negara berkembang,
penting untuk memantau bahaya kesehatan kerja. Khususnya dinegara seperti Benin
yang belum pernah dilakukan survey sebelumnya . untuk itu penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui prevalensi gejala pernafasan bisinosis pada pekerja pabrik kapas di
Benin.

Metode : studi cross-sectional dilakukan pada bulan juni sampai juli 2006 di
perusahaan tekstil Benin. Dari 161 pekerja pabrik kapas, 109 subek tiap harinya
mendapat paparan debu kapas yang tinggi tiap harinya, 52 subjek diantaranya
memilik tugas administrative dan dianggap sebagai kelompok pekerja yang tidak
terpapar. Pekerja yang terpapar bekerja di divisi tenun, carding, dan pemintalan dan
harus bekerja selama 8-10 jam per hari.

Pengumpulan data

Para peserat memberikan persetujuan untuk berpartisipasi, selama wawancara subjek


diminta menjawab pertanyaan seputar gejala pernapasan yang diambil dari kuisioner
International Comission on Occupational Health (ICOH). Kuesioner mencakup gejala
termasuk batuk berdahak, sesak, mengi, demam, bersin, mata gatal, dan riwayat alergi
dalam keluarga. Kuisioner juga mencakup kebiasaan merokok, dan riwayat pekerjaan
yang lengkap.

Bisinosis didiagnosis dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria yang dikembangkan


oleh Shilling, dkk yang terdiri dari 4 derajat , 0= sesak sesekali pada hari pertama
minggu kerja, tingkat 1 = sesak dada setiap hari pertama pada minggu kerja, dan
tingkat 2= sesak pada hari pertama dan hari lain dalam seminggu kerja, dan derajat 3
= derajat 2 ditambah dengan gangguan paru kronis, yaitu FEV1<80%

Hasil : nilai FVC pada kelompok terpapar secara signifikan lebih rendah bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pekerja yang terpapar memiliki gejala
pernapasan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada hari senin
para pekerja yang terpapar memiliki gejala pernapasan yang jauh lebih banyak
daripada kelompok yang tidak terpapar. Pasien dengan derajat 3 bisinosis memiliki
prevalensi 21,1%

Pembahasan : Studi ini merupakan studi pertama tentang bisinosis di Benin. Semua
pekerja yang terpapar debu kapas dipabrik pemintalan dan tenun dimasukkan dalam
penelitian dan dibandingkan dengan pekerja yang tidka terpapar debu kapas.
Prevalensi gejala bisinosis pada pekerja yang terpapar debu secara signifikan lebih
tinggi daripada kelompok kontrol

Jurnal 4. Dosis Respon Paparan Debu Kapas Dengan Fungsi Paru pada Pekerja
Tekstil: Studi multitex di Karachi, Pakistan

Pendahuluan : Pekerja terpapar berbagai bahaya di industri tekstil. Termasuk debu


organik dan anorganis, bahan kimia, dan agen fisik. Paparan debu kapas adalah salah
satu perhatian terpenting di pabrik tekstil. Paparan debu kapas dikaitkan dengan
penyakit pernapasan dan gangguan fungsi paru. Partikel debu memiliki ukuran
berbeda dan berdampak kesehatan dengan tingkat keparahan yang bervariasi.
Penyakit pernapsan dengan gejala berakhir dengan penurunan fungsi paru-paru secara
progresif . Studi menunjukkan prevavalensi bisinosis di Inggris adalah 0,3%

Metode : Studi ini dilakukan sebagai bagian dari studi penelitian MultiTex yang lebih
besar (paket intervensi multifungsi untuk kesehatan pernapasan pekerja tekstil), yang
bertujuan untuk menentukan efektivitas paket intervensi untuk peningkatan kesehatan
pernapasan. Survei dilakukan dari januari hingga maret 2016 diantara pekerja tekstil
pria di Karachi, Pakistan . Penulis memasukkan data dari lima pabrik tekstil yang
dipilih dari kawasan indsutrik utama.

Spirometri
Fungsi paru diukur dengan spirometer Vitalograf . Pekerja diminta untuk tidak
merokok setidaknya satu jam sebelum spirometri dilakukan. Interpretasi spirometri
dilakukan dengan membandingkan nilai absolut dari indeks fungsi paru (FEV1, FVC,
dan FEV1/FVC).

Kuisioner
Kuisioner yang digunakan bersumber dari American Thoracic Society Respiratory
Soceity untuk menilai gejala pernapasan, riwayat alergi pada keluarga, riwayat
merokok, pekerjaan sebelumnya, serta paparan bahaya selama bekerja.

Pemantauan debu
Peneliti menggunakan UCB-PATS dalam pemantauan area mater partikel, ini
merupakan perangkat monitor partikel optik pencatatan data sederhana dan protabel
yang membawa detektor fotolistrik dan telah divalidasi dinegara. Pemantauan area
dilakukan oleh pengumpul data di semua sub bagian dari bagian pemintalan, dan
penenunan disetiap pabrik pada hari kerja. Perangkat ditempatkan pada ketinggian
sekitar 1,5 meter diatas lantai . perangkat mencatat konsentrasi partikel setiap menit.
Paparan debu harian rata-rata dihitung dengan membagi paparan debu kumulatif yang
dihitung dengan jumlah total hari kerja kerja di pabrik

Pembahasan : Peneliti menemukan bahwa paparan debu kapas dikaitkan dengan


gangguan fungsi paru dengan cara respon dosis diantara pekerja tekstil. Studi ini
memaparkan faktor pendukung yang berkaitan dengan penurunan fungsi paru,
diantaranya perokok , selain itu riwayat asma juga sangat berpengaruh terhadap
penurunan nilai FEV1. Penelitian ini menemukan hubungan antara debu kapas dengan
fungsi paru pada pekerja tekstil. Temuan ini memberikan bukti empiris mengenai
kesehatan pekerja di sektor industri

Anda mungkin juga menyukai