Anda di halaman 1dari 19

5.

3 DINAMIKA PERAIRAN
5.3.1 Lokasi sampling
5.3.2 Gambaran umum lokasi sampling
Perairan Pulau Wawonii merupakan perairan dengan karakteristi semi terbuka, dimana
kondisi perairannya mendapat pengaruh langsung dari Laut Banda. Sehingga mempengaruhi
kondisi oseanografi berupa suhu, klorofil-a, batimetri, pasang surut, arus dan gelombang laut di
kawasan perairan Pulau Wawonii.

5.3.1 Hasil dan Analisis

A. Angin
Pola arah dan kecepatan angin di wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan disajikan dalam
bentuk wind rose (mawar angin). Data angin diperoleh dari ECMWF ( The European Centre for
Medium-Range Weather Forecasts). Parameter data yang terdapat pada data angin ini adalah data
kecepatan angin tiap satu jam pada periode Januari-Desember tahun 2011-2020 (10 tahun) yang
terdiri atas komponen timur–barat (zonal) dan komponen utara–selatan (meridional) pada
ketinggian 10 m di atas permukaan laut. Hasil arah dan kecepatan angin disajikan pada Gambar X.
Tangan dari mawar angin menunjukkan arah dari mana angin bertiup, sedangkan warna
menunjukkan kelas kecepatan angin (knot). Mawar angin tahunan (Gambar X) memperlihatkan
bahwa di wilayah studi ini angin yang paling sering bertiup ( prevailing wind) dan intens berasal dari
arah Tenggara, Timur dan Selatan dengan kecepatan angin paling sering bertiup sebesar 4–5
knots. Pembagian distribusi kelas kecepatan angin lebih jelas diperlihatkan Gambar X, dengan
kecepatan 3–4 knot, dan berkecepatan 1-2 knot, sedangkan sisanya sebesar 1,75% adalah calm
wind (angin dengan kecepatan kurang dari 1 knot).

Gambar X. Mawar angin tahunan di Kab. Konawe Kepulauan (Data tahun 2011-2020)
Pola perubahan arah angin secara musiman di lokasi studi diperlihatkan mawar angin
yang terdapat pada Gambar X. Pada musim barat (Desember, Januari, Februari) secara intens
angin bertiup dari arah tenggara dan selatan. Pada musim peralihan 1 (Maret, April, Mei) dominasi
arah angin bertiup masih tetap dari arah tenggara. Pada musim timur (Juni, Juli, Agustus) angin
secara konsinten berhembus dari arah tenggara dengan kecepatan yang meningkat >10 knots.
Selanjutnya pada musim peralihan 2 (September, Oktober, November) hembusan angin dan
kecepatran angin masih sama dengan musim timur, namun arah angin sebagian berhembus dari
arah timur hal ini menandai mulai bertiupnya angin dari musim Barat. Secara keseluruhan angin
dari arah tenggara lebih dominan berhembus setiap musimnya.

Gambar X. Mawar angin musiman di Kab. Konawe Kepulauan (Data tahun 2011-2020)

B. Suhu Permukaan Laut (SPL)


Data suhu di analisis berdasarkan hasil Citra MODIS level III dari tahun 2015-2020 yang
dirata-ratakan setiap bulan. Profil suhu permukaan laut perairan Wawonii ditampilkan dari bulan
Januari sampai Desember (Gambar x). Pada bulan Desember-Januari-Februari (DJF) terlihat suhu
perairan terkonsentrasi hangat dengan kisaran 29 ºC - 30 ºC di sisi Barat Wawonii. Selanjutnya
pada bulan Maret-April-Mei (MAM) konsetrasi suhu sedikit bergeser ke Utara Pulau Wawonii dan
mengalami pengurangan konsentrasi menjadi rendah sekitar 0,5 ºC. Hal ini disebabkan karena
pada bulan April – Mei merupakan musim peralihan Barat-Timur, yang suhu hangatnya masih
terpengaruh oleh massa air bersuhu hangat pada musim barat.
Pada bulan Juni-Juli-Agustus (JJA) terlihat jelas menunjukkan suhu perairan menjadi
rendah (dingin) dengan nilai kisaran antara 27,1 ºC - 28 ºC. Penurunan suhu menjadi rendah pada
musim Timur, telah dijelaskan oleh Tadjuddah (2015) bahwa pada musim peralihan barat-timur
cenderung terjadinya pencampuran antara suhu yang lebih hangat dengan suhu dingin.
Suhu yang lebih dingin cenderung didapatkan pada bulan Juni disebabkan bulan Juni
merupakan bulan pertama memasuki musim angin timur yang cenderung membawa suhu dingin
dan sekaligus bercampur dengan perairan Laut Banda yang cenderung dingin. Sesuai dengan
hasil penelitian Tadjuddah (2015) bahwa bulan Juni merupakan bulan pertama memasuki musim
timur, sehingga menunjukkan bahwa di Laut Banda suhu permukaan lautnya menjadi lebih dingin.
Selanjutnya pernyataan Tadjuddah (2015), bahwa suhu yang paling rendah dapat ditemukan di
Laut Banda yakni pada musim timur yaitu bulan Juni – Agustus, sehingga dapat ditemukan
fenomena upwelling.
Pada bulan September-Oktober-November (SON) konstrasi suhu mulai sedikit meningkat
dari bulan-bulan atau musim sebelumnya. Hal ini juga menandakan masuknya musim Barat,
sehingga suhu perairan terkonsterasi berada di sisi Barat Pulau Wawonii. Menurut Limbong (2008),
bahwa penyebaran suhu permukaan sangat dipengaruhi oleh perubahan musim yang dominan.
Pola perubahan suhu permukaan di Pulau Wawonii terlihat berbeda antara dua sisi,
dimana sisi barat dari Pulau yang termasuk Selat Wawonii memiliki suhu perairan lebih hangat
(tinggi) dibanding sisi timur Laut Banda yang lebih dingin (rendah). Hal ini disebabkan wilayah
barat pualu berhadapan langsung dengan daratan, sementara di wilayah timur langsung berdapan
dengan laut lepas (Laut Banda). Suhu perairan mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari
daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari daerah laut karena
daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut tidak mudah mengubah suhu bila
suhu lingkungan tidak berubah.
A B C

D E F

G H I

J K L

Keterengan:
A : Januari G : Juli
Suhu ( oC) B : Februari H : Agustus
Tinggi C : Maret I : September
D : April J : Oktober
Sedang E : Mei K : November
Rendah F : Juni L : Desember

Gambar X. Peta Sebaran Suhu Setiap Bulan (hasil olahan citra modis II tahun 2011-2020)

Perubahan suhu perairan bulanan turut mempengaruhi dinamika suhu perairan musiman.
Profil suhu permukaan perairan Wawonii dan sekitarnya secara musiman disajikan pada Tabel X.
Data pada Tabel X menunjukkan pada musim Timur (JJA) suhu permukaan memiliki kisaran paling
rendah antara 27,12 ºC sampai 28,71 ºC dengan rata-rata 27,79ºC. Sebaliknya pada musim Barat
(DJF) suhu permukaan termasuk dalam kisaran tinggi antara 29,54 ºC sampai 30,87 ºC dengan
rata-rata 30,07 ºC. Perbedaan suhu maksimum dan minimum pada musim Barat dan Timur
sebesar 2,95ºC.
Perubahan suhu perairan sangat nyata terjadi pada musim Timur. Hal ini diakibatkan
proses upwelling yang terjadi di periaran Pulau Wawonii yang termasuk wilayah barat dari Laut
Banda. Nontji (2007) mengungkapkan bahwa rendahnya suhu perairan pada musim timur
disebabkan oleh upwelling di Laut Banda terjadi pada bulan Mei sampai kira-kira September
(musim Timur). Akibat dari upwelling ini ditemukan suhu permukaan rata-rata 2,95ºC lebih rendah
daripada musim barat.
Tabel X. Profil suhu permukaan secara musiman di perairan Wawonii dan sekitarnya
Suhu Permukaan (0C)
Musim
Min Max Mean
Barat 29,54 30,87 30,07
Perlaihan 1 29,35 30,30 29,81
Timur 27,12 28,71 27,79
Perlaihan 2 27,50 30,24 28,61
Sumber : Hasil analisis (2021)

C. Sebaran Klorofil-a
Pulau Wawonii yang dipengaruhi oleh daratan dimana pada wilayahnya mengalir sungai-
sungai yang bermuara disekitarnya. Pulau ini diduga mengandung zat hara yang cukup tinggi,
sebagai hasil masukan dari daratan melalui sungai. Salah satu indikator kesuburan perairan adalah
keberadaan fitoplankton. Fitoplankton ini dapat dideteksi dari kandungan klorofil dalam kolom
perairan. Konsentrasi klorofil yang juga mengindikasikan keberadaan fitoplankton dapat diketahui
dari data penginderaan jauh. Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang terdapat dalam
fitoplankton yang berperan untuk melakukan fotosintesis. Untuk mengetahui tingkat kesuburan dan
kualitas suatu perairan dapat dilihat dari besarnya nilai klorofil-a yang terdapat pada perairan
tersebut.
Kandungan klorofil-a bulanan di perairan Wawonii secara spasial dapat dilihat pada
Gambar X. Kandungan Klorofil-a di perairan Pulau Wawonii dari bulan Januari sampai Desember
berkisar antara 0,1 mg/m3 sampai 1,00 mg/m3. Berdasarkan trend sampai bulan Desember
kandungan klorofil lebih tinggi berada di sekitar pesisir. Terkonsentrasi klorofil-a di daerah pesisir
perairan dan konsentrasinya semakin berkurang menuju arah lepas pantai. Namun, konsentrasi
klorofil-a paling besar terdapat pada pesisir Barat dari Pulau Wawonii.
Pada sisi timur Pulau Wawonii yang langsung berhadapan dengan perairan terbuka yakni
Laut Banda, memperlihatkan konsentrasi klorofil-a yang hampir seragam dengan nilai konsentrasi
A

klorofil-a kecil dari 0,1 mg/m³. Tingginya konsentrasi klorofil-a di wilayah pesisir ini terjadi karena
terakumulasinya zat hara yang dibawa oleh aliran sungai menuju perairan laut di wilayah pesisir
D E F
khususnya di pesisir bagian Barat Pulau Wawonii.
Keterangan:
Klorofil (mg/m3)
Tinggi
Sedang

Rendah

H modis II tahun 2011-2020)


G Setiap Bulan (hasil olahan citra I
Gambar X. Peta Sebaran Klorofil
Perubahan klorofil-a bulanan turut mempengaruhi konsentrasi klorofil-a musiman. Profil
konsentrasi klorofil perairan Wawonii dan sekitarnya secara musiman disajikan pada Tabel X. Pada
musim Barat, nilai konsentrasi klorofil berkisar 0,1 mg/m³ - 0,48 mg/m³. Selanjutya pada musim
Peralihan 1, sedkit mengalami peningkatan dengan nilai maksimum 0,6 mg/m³. Sementara pada
musim Timur dan musim Peralihan 2 merupakan musim dimana konsentrasi klorofil-a cukup tinggi.
Hal ini diduga terjadi karena tingginya curah hujan yang turun di Pulau Wawonii sehingga
menyebabkan banyaknya zatJ hara yang masuk ke perairan K L
laut melalui aliran sungai. Sebaliknya
pada musim Barat dan Peralihan 1 terjadi penurunan konsentrasi klorofil-a di Pulau Wawonii.

Tabel X. Konsentrasi Klorofil-a musiman di perairan Pulau Wawonii dan sekitarnya


Klorofil (mg/m3)
Musim
Min Max Mean
Barat 0.120 0.484 0.207
Perlaihan 1 0.098 0.655 0.187
Timur 0.188 0.948 0.297
Perlaihan 2 0.121 0.549 0.196
Sumber : Hasil analisis (2021)

 Seabaran suhu dan klorofil-a di Lokasi IUP


Data suhu perairan dan Klorofil Pulau Wawonii diektrak unttuk melihat pola sebaran data
berdasarkan lokasi IUP. Terdapat 2 wilayah dari lokasi IUP, antara IUP PT. Gema Kreasi Perdana
dan IUP PT. Bumi Konawe Mining yang mewakili sisi Barat dari Pulau Wawonii, dan IUP PT. Gema
Kreasi Perdana dan IUP PT. Wawonii Makmur Jaya Raya mewakili sisi Selatan dari Pulau
Wawonii. A : Januari G : Juli
B : Februari H : Agustus
Data suhu dan klorofil mewakili lokasi IUP Csisi: Barat
Maretditampilkan padaI Gambar X dan sisi
: September
D : April
Selatan pada Gambar X. Perubahan konsentrasi klorofil-a J atau
dari musim ke musim : Oktober
dari bulan ke
E : Mei K : November
bulan lainnya berbanding terbalik dengan peningkatanF : Junisuhu, artinya pada bulan/musim
L : Desember dengan
suhu perairan yang tinggi maka konsentrasi chl rendah. Hasil analisis menunjukkan bahwa
berubahan suhu perairan turut mempengaruhi perubahan konsentari klorofil-a. Hasil analisis
menujukkan bahwa perubahan suhu perairan sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim timur
suhunya rendah dengan konsentrasi klorofil-a yang tinggi, sedangkan suhu tertinggi pada musim
barat dengan konsentrasi klorofil-a yang rendah.
Pada sisi Barat Pulau Wawonii, kosentrasi klorofil lebih tinggi dibanding suhu perairan.
Konsentrasi klorofil cenderung lebih tinggi di barat wawonii dengan nilai konsetrasi maksimum 0,6
mg/m3. Sementara untuk suhu permukaan fluktuatif pada setiap bulannya. Nilai suhu permukaan
maksimum pada bulan desember dengan nilai 30,2 oC dan minimum terjadi pada bulan agustus
dengan nilai 27,3 oC. Hal ini sama halnya dengan sisi Selatan Pulau Wawonii, dimana pada musim
Timur klorifil-a lebih tinggi dengan konsentrasi maksimum 0,25 mg/m³ dan suhu perairan yang
rendah yakni 27,2 oC. Namun, berdasarkan grafik antar dua lokasi diperoleh bahwa sisi Barat
mengadung nilai konsentrasi yang tinggi dibanding sisi Selatan Pulau Wawonii. Semakin tinggi
suhu permukaan laut mengakibatkan menurunnya konsentrasi klorofil-a. Rendahnya suhu dan
tingginya konsentrasi klorofil-a pada musim timur diakibatkan karena pada musim ini terjadi
upwelling di Laut Banda sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya.

A 0.6
34
0.5
32.5
0.4
Chl (mg/m3)

31

SPL (oC)
0.3
29.5
0.2 28
0.1 26.5
0 25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan
B
0.3
34
0.25
32.5
Chl (mg/m) 0.2
31

SPL (oC)
0.15
29.5
0.1 28
0.05 26.5
0 25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan

Gambar X. Grafik hubungan suhu dan klorofil di sekitar wilayah IUP; a. PT. BKM dan PT. GKP
(Barat Wawonii), dan b. PT. GKP dan WMJ (Selatan Wawonii)

D. Hidro-Oseanografi
a) Pasang Surut
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data
pasang surut dari Badan Informasi Geospasial (BIG) yang diunduh dari laman
http://tides.big.go.id/.
Data pasang surut (pasut) selama 15 hari dianalisis untuk memperoleh konstanta harmonik pasut
dengan Metode Admiralty. Hasil analisis terhadap 9 (sembilan) konstanta harmonik utama untuk
amplitudo (A) dan beda fase (g°) perairan Pulau Wawonii, Kab. Konawe Kepulauan disajikan pada
tabel berikut ini.
Tabel X. Hasil analisis konstanta harmonik pasang surut perairan Pulau Wawonii
DATA KOMPONEN PASANG SURUT
  S0 M2 S2 N2 K1 O1 M4 MS4 K2 P1
A (Cm) 0,8 49,4 20,5 9,2 29,6 23,1 2,27 1,5 5,5 9,7
g° 319,7 212,3 285,6 174,1 348,3 348,2 282,2 212,3 174,1
Mixed Tide Prevailing Semidiurnal/ tipe pasang surut campuran condong ke harian
Tipe 0,76
ganda
Sumber : Hasil analisis (2021)
Dimana :
M2 = komponen utama bulan (semi diurnal)
S2 = komponen utama matahari (semi diurnal)
N2 = komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan (semidiurnal)
K2 = komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasi matahari-bulan
(semidiurnal)
K1 = komponen matahari-bulan (diurnal)
O1 = komponen utama bulan (diurnal)
P1 = komponen utama matahari (diurnal)
M4 = komponen utama bulan (kuartel diurnal)
MS4 = komponen matahari-bulan.
Tipe pasang surut ditentukan oleh bilangan Formzahl (F) yang diperoleh dari hasil
perhitungan dengan menggunakan formula di atas. Jika bilangan Formzahl yang diperoleh adalah:
0,25 : tipe pasang surut harian ganda
0,26 – 1,50 : tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda
1,50 – 3,00 : tipe pasang surut campuran condong ke harian tunggal
> 3,00 : tipe pasang surut harian tunggal.

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan amplitudo komponen pasang surut ganda


campuran atau komponen semi diurnal tides akibat pengaruh bulan (M2) tersebut lebih besar yakni
49,4 cm dibandingkan dengan komponen pasang surut harian tunggal atau komponen diurnal
tides akibat pengaruh bulan (O1 ) yakni 23,1 cm. Komponen inilah yang mempengaruhi tipe
pasang surut di perairan ini, yakni semidiurnal campurang condong ke harian ganda.
b) Tipe pasang surut
Untuk menentukan tipe pasut berdasarkan bilangan formzhal, maka digunakan rumus
sebagai berikut:
F = (O1+K1)/(M2+S2)
F = (23,1+29,6)/(49,4+20,5)
= 0,76
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh nilai Formzahl sebesar 0,76 yaitu tipe
pasang surut campuran condong ke harian ganda, artinya berdasarkan kriteria courtier range nilai
tersebut (yang berada antara 0,26 – 1,50) termasuk dalam tipe pasang surut campuran condong
ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal). Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini
yang menunjukkan dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi
dan periodenya berbeda.
Gambar X. Grafik pasang surut perairan konkep
Berdasarkan gambar di atas, permukaan air laut mengalami naik turun secara periodik.
Fase pasang surut di perairan Wawonii menunjukkan nilai pasang tertinggi sebesar 273 cm, nilai
surut terendah sebesar 28 cm, dan nilai MSL sebesar 1 cm. Tipe pasang surut perairan Wawonii
berdasarkan hasil analisis termasuk kedalam tipe pasang surut campuran cenderung ganda artinya
dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut tetapi nilai amplitudonya berbeda
(Nuriyati et al. 2019).

b) Batimetri (Kedalaman)
Batimetri merupakan proses penggambaran dasar perairan dari pengukuran, pengolahan,
hingga visualisasinya (Poerbandono dan Djunarsjah 2005). Peta batimetri sekitar Pulau Wawonii
merupakan hasil analisis dari peta Pushidrosal skala 1:25.000.
Peta batimeri perairan Wawonii merepresentasikan nilai kedalaman dengan kisaran
kedalaman 0-600 meter. Tampilan peta kedalaman untuk warna biru muda dengan interval kontur
5 m sampai 50 m menunjukan perairan dangkal, sementara warna biru tua dengan interval 100
sampai 600 m menunjukan perairan dalam. Kontur kedalaman ini dibuat agar kontur terlihat jelas
untuk area perairan dangkal dan perairan dalam di sekitar Pulau Wawonii.
Garis kontur untuk kedalaman > 100 m terlihat sejajar dengan tepi daratan serta memiliki
jarak yang tetap satu sama lain, dibanding nilai kontur <50 m. Kontur yang memiliki perubahan
drastis menunjukkan bahwa kedalaman perairan Pulau Wawonii memiliki kemiringan yang terjal,
sementara pada kontur yang rapat memiliki kedalaman yang teratur. Semakin ke tengah badan
perairan atau lepas pantai nilai kontur semakin tinggi karena perairan semakin dalam. Sedangkan
pada bagian ke arah tepi pantai tampilan kontur memperlihatkan garis kontur yang berjauhan
menandai bahwa perairan tersebut memiliki kemiringan yang landai.
Gambar X, Peta Batimeri perairan Pulau Wawonii
c) Arus
Analisis pemodelan hidrodinamika untuk melihat pergerakan masa air di Kabupaten
Konawe Kepuluan menghasilkan 8 peta yakni peta arus Musim Barat pada saat menuju pasang
dan surut (Gambar X), Peta Musim Peralihan 1 saat pasang dan surut (Gambar X),, Peta arus
Musim Timur saat pasang dan surut (Gambar X), dan Peta arus pada Musim Perlihan 2 saat
pasang dan surut (Gambar X),.
Pada Musim Barat pergerakan arus menuju pasang, bergerak dari arah Barat Daya
menuju Tenggara. Semakin menuju wilayah daratan pergerakan arus semakin berkurang.
Kecepatan arus berkisar antara 0,1 m/s sampai dengan 0,3 m/s. Sedangkan pada saat arus
perairan menuju surut, arus bergerak bergerak sebaliknya dari Tenggara ke barat Daya dengan
kecepatan arus disekitar perairan relatif kecil kurang dari 0,05 m/s. Detail pada area lokasi IUP,
kondisi arus menuju pasang untuk area Barat menunjukan arus bergerak dari Barat Daya ke
Tenggara. Arus bergerak menyusuri tepi pantai dengan kecepatan arus rerata 0,15 m/s.
Sementara pada area selatan, arah arus bergerak ke selatan dan timur laut dengan kecepatan
yang relatif kecil. Pada kondisi arus menuju surut, untuk area barat arah arus bergerak ke Barat
Laut dengan kecepatan berkisar 0,05 m/s – 0,1 m/s. Sebaliknya area selatan, arah arus bergerak
dari timur laut menuju barat daya dengan pergerakan sejajar pantai, dengan kecepatan relatif kecil
kurang dari 0,5 m/s.
Pada Musim Peralihan 1, memperlihatkan kecepatan dari arah datangnya arus yaitu dari
barat laut sebesar 0,1 m/s - 0,3 m/s lebih kuat disisi Barat dibanding sisi Selatan Pulau Wawonii
dengan kecepatan kurang dari 0,05 m/s. Arah arus disisi Barat pada kondisi pasang bergerak dari
Utara meunju selatan, sementara disisi Selatan arah arus bergerak dari timur sebelum nantinya
aliran bergerak ke selatan. Sebaliknya pada kondisi surut arah arus bergerak dari selatan Pulau
Wawonii menuju Utara, samahalnya disisi Selatan namun aliran arus bergerak tidak beraturan.
Pada Musim Timur, kondisi arus menuju pasang memiliki kecepatan arus lebih lemah
dibanding pada saat kondisi arus surut. Hal ini disebabkan oleh pergerakan arus dari Laut Banda
yang mengalir menuju Pulau Wawonii. Pada musim Peralihan 2, arah dan kecepatan arus ketika
pasang lebih kuat 0,31 m/s – 0,5 m/s dibanding pada kondisi surut 0,05 m/s – 0,1 m/s. Hal ini juga
sama untuk untuk area IUP, dimana disisi Barat lebih kuat dibanding sisi Selatan Pulau Wawonii.
Sementara pada saat arus menuju surut arus berbalik arah, namun memiliki kecepatannya yang
lebih lemah dibanding saat kondisi pasang.
Arah dan kecepatan arus pada setiap musim, dimasing-masing wilayah IUP memiliki arah
dan kecepatan arus yang relatif sama. Dimana aliran bergerak dari utara dan barat laut menuju
tenggara untuk wilayah Barat, sementara aliran bergerak dari timur menuju barat daya untuk
wilayah Selatan. Nantinya, baik arus diwilayah Barat dan Selatan yang mewakili lokasi IUP
bergerak ke selatan menuju Laut Banda. Pada kondisi Pasang pererakan arus memiliki kecepatan
yang lebih kuat dengan rerata kecepatan 0,11 m/s – 0,31 m/s, sementara pada kondisi surut. aliran
memiliki rerata kecepatan 0,06 m.s – 0,1 m/.s
Hal ini berkaitan dengan pasang surut air laut, dimana permukaan air laut pada saat
menuju pasang air laut semakin tinggi sehingga kecepatan arus semakin cepat, sebaliknya
permukaan air laut pada saat menuju surut air laut semakin rendah sehingga kecepatan arus
semakin lambat. Hal ini di dukung oleh Simatupang (2016) yang menyatakan bahwa kecepatan
arus pasang surut maksimum terjadi pada saat kedudukan muka air tinggi dan kecepatan arus
pasang surut minimum terjadi saat muka air rendah.
Meskipun kecepatan arus pada saat pasang lebih tinggi dari pada kecepatan arus pada
saat surut, namun tidak ada perbedaan yang cukup signifikan terhadap kecepatan arus setiap
musim untuk wilayah IUP.
A. B.

C. D.

Gambar X. Pola arah dan kecepatan arus musiman; a. Musim Barat menuju pasang; b. musim Barat menuju surut; c. Musim Peralihan 1 menuju Pasang;
d. Musim Peralihan 1 menuju Surut
E. F.

G. H.

Gambar X. Pola arah dan kecepatan arus musiman; e. Musim Timur menuju pasang; f. musim Timur menuju surut; g. Musim Peralihan 2 menuju Pasang;
h. Musim Peralihan 2 menuju Surut
d) Gelombang Laut

Pemodelan gelombang untuk mengetahui pola penjalaran gelombang berdasarkan 2


musim yaitu musim Barat dan musim Timur (Gambar X). Musim tersebut dipilih sebab mewakili
musim puncak dari setiap musimnya di kawasan perairan Pulau Wawonii. Letak geografis Pulau
Wawonii yang berhadapan langsung dengan laut terbuka yakni Laut Banda, mendapatkan
dampak yang besar dari pola angin pada musim Timur. Sehingga posisi Pulau Wawonii
mendapatkan dampak yang besar dari adanya pergerakan angin yang menimbulkan gelombang
menuju ke pantai.
Kondisi gelombang pada Musim Barat (Desember – Februari) memiliki rata-rata
ketinggian gelombang 1,0 m – 1,5 m. Pada musim Barat, angin bertiup dari utara dan barat laut
dan berbelok menuju arah selatan dan tenggara. Detail pada lokasi IUP, wilayah Barat dari Pulau
Wawonii memiliki tinggi gelombang yang cukup signifikan dibanding sisi Selatan. Hal ini dapat
disebabkan oleh sumber datangnya angin dari arah barat daya dan utara, dibanding sisi Selatan
Pulau yang terhalang oleh daratan sehingga gelombanya lemah. Sebaliknya pada Musim Timur
(Juni – Agustus) tinggi gelombang lebih kuat disisi Timur dibanding sisi Barat. Hal ini disebabkan
sisi Timur langsung berhadapan dengan Laut Banda, sehingga gelombang yang terbentuk lebih
kuat 2,0 m – 2,5 m. Sementara di sisi Barat, gelombang yang terbentuk lebih rendah, sebab angin
pada Musim Timur menjalar ke sisi Barat terhalang oleh konfigurasi Pulau sehingga rambatan
gelombang menjadi lemah.
Gelombang dibangkitkan oleh angin di laut lepas, pergolakan angin menyebabkan
perubahan arah dan kecepatan gelombang serta karakteristik dari gelombang yang akan
dibangkitkan. Kondisi ini terjadi sebagai akibat dari peredaman gelombang oleh perairan dangkal
dan topografi dari Pulau Wawoinii. Gelombang di wilayah Barat termasuk jenis gelombang
pembentuk pantai karena mempunyai ketinggian kecil, sebagaimana dinyatakan oleh Darmadi
(2010) bahwa gelombang pembentuk pantai merupakan gelombang yang memiliki ketinggian ˂ 1
m, sehingga saat gelombang pecah di pantai.
Pola dan transformasi gelombang di perairan Wawonii berbeda pada setiap musimnya,
dimana musim Timur gelombang lebih kuat dibanding musim Barat. Namun untuk wilayah lokasi
IUP, antar dua sisi berbeda dimana lokasi IUP disisi Selatan pengaruh gelombang musim timur
lebih kuat dibanding musim barat. Sebaliknya lokasi IUP di sisi Barat pada musim timur lebih
tenang dibanding musim barat yang relatif kuat. Sehingga kondisi gelombang dari lokasi IUP baik
sisi Barat dan Selatan dari Pulau Wawonii tergolong aman berdasarkan dinamika musimannya.
A. B.

Gambar X. Pola penjalaran gelombang di perairan Pulau Wawonii pada setiap musim; A. Musim Barat, B. Musim Timur

Anda mungkin juga menyukai