Anda di halaman 1dari 5

KAJIAN KURIKULUM 1952

Didik Gunawan (180721639), Niken Wahyuningsih (180721639012) dan


Siti Janatul Naimi (180721639033)

Gambaran Umum Kurikulum 1952


Menurut Dzaujak Ahmad (dalam Mega Jayanti) Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada
tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama
Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum 1952 merupakan kurikulum penyempurnaan dari
kurikulum sebelumnya pada tahun 1947. Kurikulum 1952 sudah mulai mengarah pada sistem
pendidikan nasional, hal ini ditandai dengan rencana pelajaran dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari (Alhamuddin, 2014). Pada kurikulum 2013 satuan mata pelajaran lebih diperinci dan
kebutuhan peserta didik mengenai ilmu pengetahuan lebih diperhatikan. Menurut Imam Machali
dan Ara Hidayat 2016 (dalam Ritonga, Maimuna, 2018) Pada kurikulum 1952 masih
menerapkan teacher center hal ini dikarenakan guru masih menjadi subjek sentral dalam
mentrasnfer ilmu pengetahuan. Menurut (Wahyuni, Fitri. 2015) pada kurikulum 1952 pelajaran
dibagi menjadi lima kelompok bidang studi yaitu moral, kecerdasan, emosional, keterampilan
dan jasmani. Sedangkan pada pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan
fungsional praktis.

Perubahan kurikulum dari 1947 ke 1952 didasarkan atas beberapa alasan antara lain: 1)
Kurikulum 1947 masih dibayang-dibayang pendidikan jaman penjajahan, sehingga mengarah
pada pola pengajaran penjajah, 2) Kurikulum 1947 belum memiliki orientasi ranah kognitif dan
psikomotorik tetapi lebih dominan pada ranah afektif dan 3) Kurikulum 1947 belum diterapkan
di sekolah-sekolah sehingga belum memberikan dampak pada terlaksananya pendidikan dan
terbentuknya Indonesia secara resmi pada tahun 1950.

Kurikulum 1952 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1947. Hal ini dikarenakan bahwa
kurikulum 1947 belum ada undang-undang pendidikan yang berlaku sebagai landasan
operasionalnya dan ini terjadi sampai pada tahun 1949. Pada tahun 1950 terdapat undang-undang
pendidikan yang dikenal dengan Undang-Undang no.4 tahun 1950. Selanjutnya Undang-Undang
tersebut disahkan pada tahun 1954 sebagai UU No.12 tahun 1954. Seiring dengan berlakunta
undang-undang pendidikan No.4 tahun 1950 yang baru dilaksanakan pada tahun 1954,
kurikulum yang berlaku bukan lagi kurikulum 1947, tetapi kurikulum 1952.

Dengan kata lain kurikulum 1952 ini merupakan kurikulum pertama yang memiliki dasar
hukum operasional. Kurikulum 1952 memiliki landasan yuridis yang tidak jauh berbeda dengan
kurikulum sebelumnya dengan landasan idiilnya yaitu pancasila yang tercantum alam
pembukaan UUD 1945 dengan landasan konstitusionalnya adalah UUD 1945. Landasan
operasional kurikulum 1952 adalah UU No.4 Tahun 1950. Undang-undang tersebut telah
dirancang sebelum tahun 1950. Rancangan UU tersebut awalnya dibahas oleh BEKNIP tahun
1948 namun tidak dapat dilakukan karena terjadinya clash II. Pada tanggal 29 Oktober 1949,
RUU itu dapat diterima oleh BEKNIP dan disahkan oleh pemerintah RI pada tanggal 2 April
1950.

Isi kurikulum 1952 ini merupakan penjabaran arah dan tujuan pendidikan sekolah dan tujuan
kurikulum. Tujuan pendidikan sekolah menengah dan tujuan kurikulum tersebut diarahkan pada
penyiapan pelajar ke pendidikan tinggi serta mendidik tenaga-tenaga ahli dalam berbagai
lapangan khusus sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Hal ini dijelaskan pada penjelasan
UU No. 4 Tahun 1950 Bab V pasal 7 ayat 3 yang dinyatakan bahwa pendidikan menengah
dibagi menjadi 2 yaitu kejuruan dan menengah umum. Sekolah menengah umum mementingkan
pelajaran untuk ke perguruan tinggi sedangkan sekolah menengah kejuruan mendidik tenaga-
tenaga dalam bermacam-macam pekerjaan kepandaian dan keahlian. Menurut Anggi Fadilah
Kurikulum 1952 ini memiliki kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:

A. Kelebihan Kurikulum 1952


1) Telah mengarah pada sistem pendidikan nasional, walaupun belum merata pada seluruh
wilayah di Indonesia, namun dapat mencerminkan suatu pemahaman dan cita-cita para
praktisi pendidikan akan pentingnya pemerataan pendidikan bagi seluruh bangsa
Indonesia.
2) Pada Kurikulum 1952, materi pelajaran sudah berorientasi pada kebutuhan hidup para
siswa, sehingga hasil pembelajaran dapat berguna ketika ditengah masyarakat.
3) Karena setiap guru mengajar satu mata pelajaran, maka memiliki keuntungan untuk lebih
menguasai bidang pengajarannya dengan lebih baik, dari pada mengajar berbagai mata
pelajaran.
B. Kelemahan Kurikulum 1952
1) Karena kurikulum 1952 baru mengarah pada sistem pendidikan nasional, maka belum
mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
2) Materi pelajaran belum orientasi masa depan, karena yang diajarkan berorientasi
kebutuhan untuk hidup dimasyarakat saat itu, dengan demikian belum memiliki visi
kebutuhan dimasa mendatang.
3) Kurang membangkitkan kreatifitas dan inovasi guru, karena setiap mata pelajaran sudah
terinci dalam rencana pelajaran terurai, hal ini mempersempit kreatifitas dan inovasi
guru baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun menentukan sumber materi
pelajaran.
Penilaian pada kurikulum 1952 sama dengan kurikulum 1947 seperti ulangan harian,
ulangan umum catur wulan dan ujian negara. Menurut (Setiana, Slamet D dan Nuryadi. 2020)
ulangan catur wulan digunakan sebagai patokan untuk kenaikan kelas. Sedangkan untuk ujian
negara digunakan untuk menentukan kelulusan pada kelas akhir.

Hubungan Kurikulum 1952 dengan Mata Pelajaran Geografi


Rencana pelajaran SMA yang telah berjalan dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1951
oleh beberapa pejabat dan ahli pendidikan dianggap memiliki kekurangan. Menteri PP & K Mr.
Wongsonegoro, dalam konferensi dengan para direktur SMA negeri seluruh Indonesia pada
bulan Januari 1952, menyinggung tentang rencana pelajaran SMA. Beliau menyatakan bahwa
pelajaran yang diberikan di SMA sampai saat ini masih terlampau bersifat teoritis dan kurang
praktis, dan kurang mementingkan moralnya.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat diketahui bahwa kurikulum tersebut memiliki


hubungan/kaitan dengan kebutuhan pembelajaran geografi. Hal tersebut dapat terlihat dari
karakteristik mata pelajaran geografi itu sendiri yaitu sebgai objek kajian geografi sejatinya ada
yang berbentuk konkrit dan sebagian ada yang terkategori abstrak. Seseorang baru dapat
mengetahui adanya persebaran suatu objek, interaksi antar ruang, interelasi, interdependensi, dan
adanya proses yang bekerja dalam ruang jika telah divisualisasikan dalam peta, tabel, grafik,
gambar, angka statistik, dan secara visual melihat pergerakan baik orang, hewan, angin, barang,
dan jasa antar ruang.
Selain itu, sifat kajian geografi yang dijelaskan di atas tentu saja memiliki implikasi
terhadap pembelajaran geografi di sekolah. Peserta didik diharapkan mampu memahami suatu
fenomena dan proses permukaan bumi tidak hanya dilihat dari kasus per kasus tetapi harus
dikaitkan antara fenomena dan proses di tempat lain, bahkan di waktu sebelumnya. Fenomena
dan proses dalam suatu ruang tidak cukup dijelaskan dengan hanya menyebutkan nama-nama
atau istilah-istilah terkait, tetapi guru harus mampu menyajikan ilustrasi persoalannya secara
lebih konkrit. Untuk dapat memahami fenomena dan proses geografi, dibutuhkan kehadiran
berbagai media yaitu kebutuhan akan peta, tabel, grafik, gambar, angka statistik, dan visualisasi
gambar diam, animasi, maupun film.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pelajaran geografi ini memiliki
hubungan dengan kurikulum 1952 yaitu pembelajaran geografi sesuai dengan maksud dari
kurikulum tersebut karena pembelajaran geografi sendiri adalah pembelajaran yang menekankan
pada keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh peserta didik melalui berbagai kegiatan
yang praktis seperti pembelajaran yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi pada
kenyataanya masih banyak pembelajaran geografi yang tidak sesuai dimana pembelajaran masih
berpusat pada guru dan bersifat teoritis sehingga pembelajaran menjadi kurang menarik dan
pengetahuan siswa kurang. Selain itu, dalam kurikulum 1952 siswa dijadikan sebagai obyek
pembelajaran saja sehingga tidak terjadinya interaksi dalam memahami mata pelajaran.

Sehubungan dengan hal terebut (Nufrion, 2017) menyatakan bahwa pendekatan


(perspekktif) geografi masih diberikan sebagai pengetahuan secara terpisah dari konten. Dimana
pendekatan geografi disampaikan pada semester I dan menjadi bagian dari “pengetahuan dasar
geografi”. Dengan penyajian yang seperti ini, perspektif hanya dipahami saja atau bahkan hanya
dihafal saja oleh siswa. Hal ini dapat diketahui bahwa hampir semua siswa dengan sangat
terampil jika diminta menyebutkan pendekatan geografi, namun siswa akan sangat kesulitan jika
diminta menganalisis fenomena yang ada di sekitar mereka dengan menggunaan pendekatan
keruangan. Seharusnya sebagaimana kami sampaikan sebelumnya bahwa perspektif ini,
disampaikan menyatu dengan konten. Artinya setiap bicara konten harus selalu menggunakan
perspektif geografi.

DAFTAR RUJUKAN
Anggi Fadilah. Kelebihan dan Kelemahan Kurikulum Tahun Setelah Kemerdekaan. Online
(https://www.academia.edu/37344634/Kelemahan_dan_Kekurangan_Kurikulum_Tahun_s
eteleah_Kemerdekaan), diakses pada 15 April 2021

Annonimous. Online (https://studylibid.com/doc/4278517/telaah-kurikulum-kelompok-1952),


diakses pada 15 April 2021

Alhamuddin, 2014. Sejarah Kurikulum di Indonesia (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan


Kurikulum). Nur el Islam. 1 (2) online https://media.neliti.com/media/publications/226468-
sejarah-kurikulum-di-indonesia-studi-ana-bac69203.pdf diakses 15 April 2021
Mega Jayanti. Sejarah Kurikulum di Indonesia. Bekasi. Online
(https://www.academia.edu/29315116/ANALISIS_KURIKULUM), diakses pada 15 April 2021

Nofrion, N. (2018). Karakteristik pembelajaran geografi abad 21. Online. Dari


https://osf.io/preprints/inarxiv/kwzjv/ diakses 16 April 2021

Ritonga, Maimuna, 2018. Politik dan Dinamika Kebijakan Perubahan Kurikulum Pendidikan di
Indonesia Hingga Masa Reformasi. Bina Gogik. 5 (2) online
https://ejournal.stkipbbm.ac.id/index.php/pgsd/article/download/212/199 diakses 15 April
2021
Setiana, Slamet D dan Nuryadi. 2020. Kajian Kurikulum Sekolah Dasar dan Menengah.
Gramasurya: Yogyakarta online http://eprints.mercubuana-yogya.ac.id/8920/1/MODUL
%20KAJIAN%20KURIKULUM%20SEKOLAH%20DASAR%20DAN
%20MENENGAH_proses.pdf diakses 17 April 2021
Wahyuni, Fitri. 2015. Kurikulum dari Masa ke Masa (Telaah Atas Pentahapan Kurikulum
Pendidikan di Indonesia). Al-Adabiya. 10 (2) online
https://www.academia.edu/download/55047117/2792-Article_Text-7398-1-10-
20170307.pdf diakses 15 April 2021
Yani, A. (2016). Standar Proses Pembelajaran Geografi Pada Kurikulum 2013. Jurnal Geografi
Gea, 16(1), 1-12. Online. Dari https://ejournal.upi.edu/index.php/gea/article/view/3463
diakses 16 April 2021

Anda mungkin juga menyukai