Anda di halaman 1dari 11

Perbedaan Subjective Well-Being Perawat Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya

di Tinjau dari Gaya Humor

Diajukan oleh :

Juliana Benu 12120080022

Fakultas Psikologi

UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

SURABAYA

2011
2

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Dalam kehidupan setiap hari manusia tidak pernah terlepas dari permasalahan.

Permasalahan-permasalahan yang membebani pemikiran individu ini dapat berasal

dari berbagai aspek dalam kehidupan manusia seperti masalah dalam keluarga,

hubungan interpersonal maupun masalah dalam pekerjaan. Individu yang mengalami

masalah tidak dapat berfokus sepenuhnya pada apa yang dikerjakan, namun juga

memikirkan masalah yang sedang dihadapi.

Ketika individu merasa tidak mampu menanggung atau mengatasi masalah

yang dihadapi maka dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami sebenarnya dapat

berakibat baik jika hal tersebut menjadi hal yang memotivasi individu untuk

menyelesaikan masalah tersebut. Namun stess dapat berakibat buruk ketika hal

tersebut malah membuat individu semakin terpuruk dalam masalahnya. Strees yang

berakibat buruk dapat membuat individu tidak dapat berfungsi secara maksimal

dalam melaksanakan tugas dan juga kewajibannya. Hal ini dapat berakibat buruk,

tidak hanya bagi individu itu sendiri namun juga bagi orang-orang yang berada

disekitarnya.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pekerjaan merupakan salah

satu aspek kehidupan manusia yang dapat menjadi sumber timbulnya suatu

permasalahan. Tuntutan kerja yang tinggi serta tidak adanya penggargaan yang
3

memadai membuat individu menjadi sangat rentan terhadap stress (Sulistyarini,

2006). Legger (2011) mengemukakan bahwa terdapat pekerjaan-pekerjaan yang

memiliki resiko terhadap stress yang lebih bersar dibandingkan dengan pekerjaan

lainnya. Salah satu pekerjaan tersebut adalah para pekerja kesehatan. Contoh nyata

dari pekerja kesehatan adalah orang-orang yang bekerja di rumah sakit sebagai

penyedia jasa kesehatan yang ada di rumah sakit.

Rumah sakit merupakan salah satu jaringan pelayanan masyarakat yang

sangat penting dan berhadapan langsung dengan masyarakat luas. Rumah sakit

merupakan penyedia jasa dimana jasa yang diberikan adalah pelayanan kesehatan.

Perlunya tenaga yang terampil pada berbagai bidang yang ada pada sebuah rumah

sakit sudah merupakan suatu tuntutan global yang tidak dapat ditunda (Amelia,

2009). Rumah sakit juga selalu berkaitan dengan beban kerja dan juga permasalahan

yang berat dimana harapan hidup individu digantungkan. Hal ini tentunya menuntut

adanya kinerja yang prima dari komponen-komponen yang ada di dalamnya. Salah

satu komponen penting dari dari pelayanan di rumah sakit adalah perawat.

Tenaga perawat merupakan ”the caring proffesion” yang berperan penting

dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan yang baik pada suatu rumah sakit

(Amelia, 2009). Dapat dikatakan bahwa perawat-lah yang selama 24 jam memberikan

pelayanan yang berkesinambungan kepada pasien dan juga berhadapan langsung

dengan setiap masalah yang dialami oleh pasien yang ada di rumah sakit. Saga-Wea

(2008) mengungkapkan bahwa secara umum pekerjaan di bidang perawat memiliki

ciri khusus yang membedakan profesi ini dengan bidang lain yaitu sebagian besar
4

waktu dari pekerja di bidang ini digunakan untuk melakukan kontak dengan orang-

orang yang membutuhkan pertolongan. Profesi ini merupakan salah satu profesi

layanan sosial yang menuntut adanya tanggung jawab secara langsung pada

kesejahteraan orang lain. Tuntutan tanggung jawab yang tinggi terhadap para

pasiennya dapat menjadi suatu tekanan tersendiri bagi para perawat. Para perawat

harus dapat menjaga kesehatan fisik maupun mentalnya sendiri agar dapat

melaksakan fungsinya dengan baik dalam merawat para pasien.

Fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukan bahwa banyak perawat di

Indonesia yang mengalami stress. Khotimah (2010) menyebutkan bahwa tingkat

kesejahteraan perawat di Indonesia berada di bawah rata-rata jika dibandingkan

dengan negara lainnya. Hal ini terlihat dari tingginya beban dan juga tuntutan waktu

kerja yang tinggi dan juga mendapatkan gaji yang rendah serta tanpa adanya insentif

yang memadai. Hasil surey yang dilakukan oleh Persatuan Perawat Nasional

Indonesia pada tahun 2009 menunjukan bahwa 51% perawat mengalami stress kerja.

Para perawat sering mengalami pusing, lelah dan juga tidak dapat beristirahat dengan

baik (dalam Khotimah, 2010).

Fenomena ini juga dapat dilihat pada para perawat yang berada di Rumah

Sakit Jiwa Menur (RSJ Menur) Surabaya. Saga-Wea (2008) melaporkan bahwa

jumlah perawat yang ada di RSJ Menur adalah sebanyak 73 orang perawat dari total

364 orang sumber daya pekerja yang ada. Jumlah ini sangat jauh berbeda dengan

banyanknya pasien yang harus ditangani. Data tingkat pemanfaatan rumah sakit

menunjukan bahwa rata-rata pasien rawat jalan per hari adalah sebanyak 102 orang,
5

pasien rawat inap adalah sebanyak 2.038 per tahun, sedangkan jumlah pasien

kunjungan (kunjungan rawat jalan, spesialis, dan instalasi Gawat Darurat) adalah

sebanyak 27. 458 pasien per tahun (Saga-Wea, 2008).

Ketidakseimbangan ini tentunya menjadi permasalahan tersendiri bagi para

perawat. Saga-Wea (2008) mengemukakan bahwa bahwa perawat di RSJ Menur

sering merasakan emosi-emosi negatif seperti perasaan jengkel atau marah. Hal ini

biasanya terjadi ketika para pasien tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh

perawat. Hal ini dapat dipahami karena pada dasarnya para perawar yang ada di RSJ

Menur setiap harinya berhadapan dengan para pasien yang tidak sehat secara mental.

Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ratnasari (2009) yang

melaporkan bahwa 82% perawat yang bekerja di instalasi rawat innap RSJ Menur

mengalami stress pada kategori sedang.

Stress yang dialami oleh para perawat RSJ Menur pada dasarnya disebabkan

oleh faktor lingkungan khusunya lingkungan pekerjaannya khusunya disebabkan oleh

beban pekerjaannya. Walupun demikian stress sebenarnya bersifat subjektif (Taylor

dkk, 2009). Hal yang dianggap sebagi stress oleh individu A belum tentu menjadi

suatu penyebab stress bagi individu B. Suatu peristiwa dapat menimbulkan stress atu

tidak semuanya bergantung pada pemikiran subjective individu dalam memandang

peristiwa tersebut. Cara pandang individu terhadap suatu periswa ini sebenarnya

berhubungan dengan subjective well being.

Subjective well-being merupakan penilaian yang dilakukan oleh individu

terhadap kehidupannya yang mana penilaian ini bersifat kognitif dan afektif (Diener,
6

dalam Wati 2010). Cenceicao dan Bandura (n.d) mengungkapkan bahwa evaluasi

yang bersifat kognitif melihat pada apakah individu merasa puas dengan

kehidupannya saat ini; sedangkan evaluasi yang bersifat efektif melihat apakah

individu merasa senang/bahagia dengan kehiduapnnya saat ini. Lebih lanjut Diener

dkk (1997, dalam Cotter & Fouad 2011) menjelaskan bahwa individu yang memiliki

subjective well-being yang tinggi akan menunjukan kepuasan hidup yang lebih baik,

perasaan senang yang lebih sering, serta jarang merasakan emosi-emosi yang tidak

menyenangkan seperi kecemasan, marah, atau kesedihan. Sebaliknya, individu yang

memiliki subjective well-being yang rendah menunjukan ketidakpuasan terhadap

hidup, jarangnya perasaan bahagia, serta lebih sering merasakan emosi yang tidak

menyenangkan.

Subjective well being seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik

internal maupun eksternal dari individu. Salah satu hal yang mempengaruhi

subjective well being adalah selera humor seseorang (Herzog dan Sterevey, dalam

SWB dan Sense of humor). Tidak hanya dengan subjective well being, namun humor

telah lama dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kesehatan baik

secara fisik maupun mental (Taylor dkk, 2009). Akan tetapi penelitian-penelitian

selanjutnya menunjukan adanya ketidakkonsistenan dari hal ini (Veselka dkk, 2010).

Terdapat penelitian-penelitian yang menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara selera humor dengan subjective well being dan juga kesehatan

mental maupun fisik.


7

Melihat pada hal ini kemudian Rodd Martin mengungkapkan tentang adanya

cara yang berbeda-beda pada setiap individu dalam menggunakan humor. Setiap

orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menggunakan humor. Perbedaan

penggunaan humor ini kemudian dikenal dengan istilah gaya humor (Veselka dkk,

2010). Terdapat 4 gaya humor yang dikemukakan oleh Martin yaitu Affiliative

Humo,r Self-enhancing Humor; Aggresive Humor,Self-defeating Humor (dalam Chen

& Martin, 2007). Keempat gaya humor ini dibagi dalam dua bagian besar yaitu

dimensi positif yang terdiri dari Affiliative Humor dan Self-enhancing Humor; dan

dimensi negatif yang terdiri dari Aggresive Humor dan Self-defeating Humor.

Dimensi positif dari gaya humor mengarah pada penggunaan humor dengan

cara dan tujuan yang baik. Affiliative Humor merupakan kecenderungan untuk

mengatakan hal-hal lucu, lelucon, senda gurau yang spontan yang bertujuan untuk

menghibur orang lain, membangun suatu hubungan, dan menurunkan ketegangan

interpersonal. Self-enhancing Humor merupakan kecenderungan untuk membuat

orang lain tertawa dengan keganjilan dalam kehidupan sehari-hari; dimana individu

dapat melihat humor (hal lucu) ketika menghadapi situasi yang menekan atau stress;

serta penggunaan humor sebagaik mekanisme regulasi emosi (untuk mengatur emosi)

(Chen & Martin, 2007).

Bertolak belakang dengan dimensi humor yang positif, dimensi humor yang

negatif mengarah pada cara dan juga fungsi yang buruk dalam menggunakan humor.

Aggresive Humor merupakan penggunaan humor yang ditujukan untuk mengkritik

atau memanipulasi orang lain, menyindir, mengusik, mengejek, mencemooh dan


8

menghina atau meremehkan orang lain. Sedangkan Self-defeating Humor adalah

penggunaan humor untuk mengambil hati orang lain; berusaha membuat orang lain

tertawa dengan melakukan atau menceritakan sesuatu yang lucu yang mengorbankan

diri sendiri (Chen & Martin, 2007).

Pada penelitian-penelitian selanjutnya kedua dimensi gaya humor ini memiliki

hubungan dengan kualitas positif maupun negatif dalam kehidupan individu. Gaya

Humor yang positif dihubungkan dengan tingkat kesehatan mental dan juga strategi

coping yang baik (Chen dan Martin, 2003), lebih mudah berempati dan jarang

mengalami stress (Hampes, 2010), dan juga memiliki sikap yang optimis serta

perasaan yang lebih bahagia (Cann dkk, 2010). Hal sebaliknya terjadi pada dimensi

gaya humor yang negatif.

Melihat pada hal ini, terdapat kemungkinan dimana subjective well being

yang mana merupakan evaluasi seseorang terhadap kehidupannya akan berbeda-beda

pada setiap individu jika dilihat dari kecenderungan gaya humor yang digunakan.

Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian tentang perbedaan

subjective well-being pada perawat Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang ditinjau

berdasarkan gaya humor yang digunakan.

1. 2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah ”Apakah terdapat perbedaan subjective

well-being perawat Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya di tinjau dari gaya humor?”
9

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan subjective well-

being perawat Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya yang di tinjau dari gaya humor.

1. 4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah tinjauan literatur psikologi yang

berhubungan dengan subjective well-being dan gaya humor.

b. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang gaya

humor apa yang dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif bagi

subjective well-being individu.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan bahan rujukan ataupun menjadi

bahan pertimbangan bagi pihak Rumah Sakit Jiwa dalam meninjau kebijakan

yang akan dibuat khususnya yang berhubungan dengan program kesejahteraan

perawat di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya.


10

Daftar Pustaka

Amelia. R. (2009). Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat dalam


Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, Medan. Majalah Kedokteran Nusantara. 42 (1), 8 -
13. Diunduh tanggal 21 Februari 2011 dari http://library.usu.ac.id

Cann, A., Stilwell, K., Taku, K. (2010). Humor style, positive personality, and health.
Europe's Journal of Psychology, 3, 213-235. diunduh tanggal 11 Maret 2011
dari www.ejop.org

Cenceicao. P., & Bandura. P. (n.d). Measuring Subjective Well-being: A Summary


Review of the Litetature.

Chen, G.-H., & Martin, R. (2007). A comparasion of humor styles, coping humor,
and mental health between Chinese and Canadian University Student. Humor,
20 (3), 215-234. diunduh tanggal 18 Februari 2011 dari
http://web.ebscohost.com

Cotter. E. W., & Fouad. N. A. (2011). The relationship between subjective well-being
and vocational personality type. Journal of Career Assessment, 19 (1), 51 –
60. diunduh tanggal 24 Februari 2011 dari
http://jca.sagepub.com/content/19/1/51

Hampes, W. P. (2010). The relation between humor style and empathy. Europe's
Journal of Psychology, 3, 34-45. diunduh tanggal 11 Maret 2011 dari
www.ejop.org
11

Khotimah, K. (2010). Hubungan antara persepsi terhadap lingkungan kerja


psikologis dengan burn-out pada perawat RSU Budi Rahayu Pekalongan.
diunduh tanggal 28 Februari 2011 dari http://diglib.undip.ac.id

Legger, D. (2011). 10 careers with high rates of depresion. diunduh tanggal 25


Februari 2011 dari http://shine.yahoo.com/channel/health/10-careers-with-
high-rates-of-depression-2454276#photoViewer=

Ratnasari, W. R. (2009). Stress pada perawat di instalasi awat inap Rumah Sakit
Menur Surabaya. diunduh pada tanggal 28 Februari 2011 dari
http://www.lib.unair.ac.id

Saga-Wea. M. F. (2008). Hubungan antara kerja emosional dan otonomi kerja


dengan keterikatan kerja pada perawat RSJ Menur Surabaya. diunduh
tanggal 28 Februari 2011 dari http://digilib.ubaya.ac.id.

Sulistyarini. W. (2006). Pengaruh Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja


terhadap Produktivitas Karyawan pada CV.Sahabat di Klaten. diunduh
tanggal 25 Februari 2011 dari
http://etd.eprints.ums.ac.id/9522/2/J210080507.pdf.

Taylor, S., Peplau, L., Sears, D. (2009). Psikologi sosial. Jakarta: Kencana

Veselka, L., Schermer, J. A., Martin, R. A., Cherkas, L. F., Spector, T. D., Vernon, P.
A. (2010). A behavioral genetic study of relationships between humor styles
and the six HEXACO personality factors. Europe's Journal of Psychology, 2,
9-33. diunduh tanggal 11 Maret 2011 dari www.ejop.org\

Wati. Y. P. (2010). Kesejahteraan subjektif para penyandang kanker payudara.


diunduh tanggal 24 Februari 2011 dari http://digilib.umm.ac.id

Anda mungkin juga menyukai