Laporan Terapi Modalitas Life Review Therapy ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Stase Keperawatan Gerontik
Disusun Oleh:
AULIA SANDRA DEWI
NPM. 2114901110013
NPM : 2114901110013
Menyetujui,
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring dengan penambahan usia.
Perubahan terjadi baik perubahan biologis, psikologis dan sosial. Perubahan biologis bisa
dilihat dengan perubahan fisik seperti penurunan massa tubuh, penurunan persepsi sensori,
penurunan kerja motorik dan lain-lain. Untuk perubahan psikologis dapat dihubungkan
dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif. Adanya penurunan dari
intelektualitas yang meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori dan penurunan proses
belajar pada usia lanjut dapat menyebabkan mereka sulit untuk memahami dan berinteraksi.
Perubahan sosial yang terjadi pada usia lanjut dapat disebabkan oleh kekuasaan dan prestise
mereka yang berkurang sehingga menyebabkan interaksi sosial mereka juga berkurang.
Selain itu pada lansia sering terjadi penurunan derajat kesehatan yang mengakibatkan
seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulannya. Perubahan peristiwa
hidup pada lanjut usia yaitu pensiun, pindah tempat tinggal, menjanda/menduda, identitas
sering dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan, sadar akan kematian teman dan keluarga,
kehilangan hubungan dengan teman-teman & family, penyakit kronis dan ketidakmampuan,
perubahan terhadap gambaran diri: konsep diri, dan kesepian (loneliness) (Padila, 2013).
Masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah kesepian, kesepian
merupakan suatu keadaan ketika individu mengalami ketidaknyamanan yang berkaitan
dengan keinginan atau kebutuhan untuk berhubungan atau mengadakan tak dengan orang
lain (Carpenito-Moyet, 2007). Kesepian yang dialami oleh lansia mempunyai dampak yang
cenderung menyebabkan berbagai masalah seperti depresi, kecemasan, keinginan bunuh
diri, cenderung untuk terkena penyakit, pola makan dan tidur seseorang kacau, menderita
sakit kepala dan muntah-muntah (Stuart & Sundeen, 2007). Depresi merupakan perasaan
keputusasaan, kehilangan harapan, serta perasaan yang sangat menyedihkan sehingga
mampu melakukan tindakan nekat. Ini harus menjadi perhatian para usia produktif. Di
samping itu, peningkatan jumlah lansia ini seharusnya juga dibarengi dengan peningkatan
kualitas hidup, tidak sekedar tua, tapi juga berkualitas (Herman, 2014).
Menurut Stuart (2009) bahwa secara umum rata kejadian depresi pada lansia berkisar 15%
sampai 20% dengan prevalensi gejala depresi pada lansia di masyarakat dan rumah
perawatan berkisar 15% sampai 40%. Diagnosa klinis depresi pada lansia 80% tidak
dikenali pada sepanjang waktu, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa gejala depresi
merupakan hal yang normal dari proses menua. Sedangkan menurut Devisi Psikiatri-
Geriatri, Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) bahwa prevalensi depresi pada lansia di dunia
berkisar 8-15% dan hasil meta analisis dari laporan negaranegara di dunia mendapatkan
prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan wanita-pria
14,1:8,6 dan prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti
perawatan sebesar 30-45% (Rachmawati, 2008).
Perawat sebagai bagian dari sistem pelayanan kesehatan usia lanjut berperan dalam
mempertahankan kesehatan dan kemampuan usia lanjut melalui peningkatan, pencegahan,
perawatan dan rehabilitasi kesehatan mereka. Keberadaan perawat mempunyai peran
penting di berbagai sarana pelayanan usia lanjut. Melihat kondisi demikian, untuk
mencegah terjadinya depresi atau harga diri rendah pada lansia maka sebagai antisipasi
sangatlah penting bagi para profesional kesehatan untuk mengenal masalah dan terapi pada
lansia sehingga dampak kerugian akibat kondisi kejadian depresi dan harga diri rendah
diinginkan dapat dicegah secara dini. Dampak kerugian lain akibat kondisi depresi pada
lansia antara lain penderitaan emosional dan penurunan kualitas hidup bagi lansia
(Videbeck, 2008).
Mitchell (2009) mengemukakan bahwa kunci dari Terapi Telaah Pengalaman Hidup adalah
memberikan kesempatan untuk klien mengulang kembali pengalaman dari ingatan masa
lalu, dengan berbagi ingatan dan mengulang kembali pengalaman masa lalu dapat
membantu untuk menyampaikan emosi positif mereka dan meningkatkan kesadaran diri
mereka melalui penerimaan hidup. Hasil studi terkait mengenai efektifitas Terapi Telaah
Pengalaman Hidup terhadap depresi antara lain penelitian yang telah dilakukan Lestari
(2012) bahwa Terapi Telaah Pengalaman Hidup berpengaruh terhadap penurunan tingkat
depresi pada lansia.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah selesai mengikuti life review therapy klien mampu mengekspresikan
pengalaman hidupnya.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Klien dapat mengekspresikan perasaan atau pengalaman yang telah dilalui
b. Klien dapat mengingat memori masa lalunya.
c. Klien dapat meningkatkan semangat hidup dalam dirinya
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Terapi Modalitas Life Review Therapy (Terapi Telaah Pengalaman Hidup)
2.1.1 Definisi Life Review Therapy
Wheeler (2008) menjelaskan bahwa Telaah Pengalaman Hidup merupakan peninjauan
retrospectif atau eksistensi, pebelajaran kritis dari sebuah kehidupan, atau melihat
sejenak kehidupan lampau seseorang. Molinari (1999) menyebutkan bahwa Telaah
Pengalaman Hidup adalah membangun kembali peristiwa hidup ke dalam cerita hidup
yang lebih positif (Wheeler, 2008). Telaah pengalaman hidup lebih memberi
kesempatan pada lansia untuk melakukan evaluasi dan analisis peristiwa hidup di
masa lampau ataupun saat ini yang berkesan bagi lansia sehingga penerimaan diri dan
rasa damai dapat terpenuhi.
Terapi telaah pengalaman hidup menjelaskan bahwa terapi telaah pengalaman hidup
mempunyai fungsi positif psikoterapeutik dengan memberikan kesempatan kepada
lansia untuk menyelesaikan masalah, mengorganisasi dengan tahapan ventilasi
(mengekspresikan) atau usaha awal untuk penyelesaian masalah, eksplorasi dengan
lebih menjelaskan kejadian-kejadian yang lampau (menggali lebih dalam
masalahnya), elaborasi atau meluaskan dengan difokuskan pada gambaran yang lebih
rinci dari masalah, ekspresi perasaan yang disupresikan sehingga energi psikis
tersebut dilepaskan, menerima masalahnya bila ekspresi perasaan tersebut sempurna
dan memadai,mengintegrasikan kejadian yang dikenang dalam salah satu nilai sistem,
kepercayaan, dan fantasi. Hasil akhir dari mengenang kehidupan yang lalu adalah
untuk melepaskan energi (emosi dan intelektual sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi pada saat ini) (Keliat, 1995).
Terapi telaah pengalaman hidup menurut Stuart (2009) merupakan pedoman secara
progresif kembali pada kesdaran di masa lalu. Telaah pengalaan hidup dapat
dilakukan dalam bentuk kelompok ataupun individu. Dalam terapi secara kelompok
telaah pengalaman hidup dapat mendorong setiap anggota kelompok untuk secara
positif saling mendukung dan saling belajar yang menguntungkan dari anggota
kelompok yang lain. Kekohesifan dala kelompok dan adanya saling berbagi dala
kelompok dapat meningkatkan rasa harga diri dan perasaan saling memiliki (Stuart,
2009). Telaah pengalaman hidup merupakan terapi yang terstruktur dengan
menekankan dan memperhatikan analisa peristiwa hidup, dimana perawat membantu
pasien untuk melihat arti dari pengalaman hidup dan memecahkan konflik dan
perasaan tentang kehidupan. Telaah pengalaman hidup membantu lansia untuk
mencapai integritas ego dan identitas kebijaksanaan diri sebagai tujuan dari tahap
akhir kehidupan (Stuart, 2009).
Sirey dan Kenzie (2007) menjelaskan bahwa terapi telaah pengalaman hidup
merupakan intervensi yang berkaitan dengan pencapaian tahap kehidupan psikososial
Erickson, dimana individu berjuang untuk menyeimbangkan konflik kehidupan pada
tahapan hidup untuk mencapai keberhasilan tahap kehidupan sehingga mampu
mencapai tahap kehidupan berikutnya dengan menyelesaikan konflik. Pada taap akhir
kehidupan dewasa, individu berusaha mencapai integritas diri. Terapi telaah
pengalaman hidup membuat individu mengenal seberapa baik mereka mengatur
konflik pada tiap tahap kehidupan dan memberi arti pada tiap tahap keidupan.
Menurut Butler (1963) prinsip paling penting pada terapi telaah pengalaman hidup
adalah konflik yang belum diselesaikan dimana telaah pengalaman hidup merupakan
kesempatan terakhir bagi individu untuk menyelesaikan konflik dan untuk memahami
konflik-konflik kehidupan sebelumnya.
Kunci dari terapi telaah pengalaman hidup adalah memberikan kesempatan untuk
klien mengulang kembali pengalaman dari ingatan masa lalu, dengan berbagi ingatan
dan mengulang kembali pengalaman masa lalu dapat membantu lansia untuk
menyampaikan emosi positif mereka dan meningkatkan kesadaran diri mereka melalui
penerimaan hidup (Michaell, 2009).
Keliat dkk (1995) menyebutkan tahapan pada telaah pengalaman hidup yaitu dengan:
a. Ventilasi (mengekspresikan) atau usaha awal untuk penyelesaian masalah.
b. Eksplorasi dengan lebih menjelaskan kejadian-kejadian yang lampau.
c. Elaborasi atau meluaskan dengan difokuskan pada gambaran yang lebih rinci dari
masalah.
d. Katarsis yaitu ekspresi perasaan yang disupresikan sehingga energi psikis tersebut
dilepaskan.
e. Menerima masalahnya bila ekspresi perasaan tersebut sempurna dan memadai.
f. Mengintegrasikan kejadian yang dikenang dalam salah satu nilai sistem,
kepercayaan dan fantasi. Hasil akhir dari telaah pengalaman hidup adalah untuk
melepaskan energi (emosi dan intelektual) sehingga dapat digunakan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi pada saat ini.
2.1.5 Metode
Metode yang digunakan sebagai pemicu “trigger” memori pada lansia dalam telaah
pengalaman hidup menurut Michell (2009) yaitu:
a. Autobiographical retrieval yaitu dengan menulis dan berbagi autobiografi (riwayat
hidup).
b. Structured yaitu terstruktur dari masa anak-anak, dewasa hingga lansia.
c. Creative yaitu memecahkan konflik dari masa lalu dan mambuat keseimbangan
hidup dengan menggunakan cerita, puisi, atau menggambar. Individu diminta
untuk menemukan kiasan, gambaran atau cerita yang mensimbolkan dan
representasi subjektifitas arti terdalam dari hidup mereka.
d. Focused reflection yaitu telaah pengalaman hidup dengan menggunakan visual
gambar dengan kategori tema yang spesifik seperti hari sekolah, binatang,
makanan, liburan, hiburan, dan transportasi.
2.1.6 Terapis
Terapi telaah pengalaman hidup merupakan terapi yang memerlukan kemampuan
khusus pada terapis untuk mengetahui cara mengatasi dan membina hubungan
terapeutik terhadap penyelesaian setiap sesi dalam terapi telaah pengalaman hidup,
karena diperlukan keahlian meahami stressor dan penyelesaian stressor saat berada
dalam sesi terapi. Menurut Stuart (2009) terapi telaah pengalaman hidup merupakan
terapi yang terstruktur dengan menekankan dan memperhatikan analisa peristiwa
hidup, dimana perawat membantu pasien untuk melihat arti dari pengalaman hidup
dan memecahkan konflik dan perasaan tentang kehidupan untuk mencapai integritas
ego dan identitas kebijaksanaan diri sebagai tujuan dari tahap akhir kehidupan.
Berdasarkan Haight dan Olson (1989) dalam Wheeler (2008) pertanyaan yang dapat
diajukan pada terapi telaah pengalaman hidup sesuai tahap perkembangan hidup yaitu:
a. Sesi 1: menceritakan kembali masa anak-anak dan orang tua di mas anak-anak.
b. Sesi 2: menceritakan masa remaja, siapa orang yang paling penting dalam hidup di
masa remaja dan mengingat kembali apakah pernah merasa sendiri.
c. Sesi 3: menceritakan masa dewasa, pekerjaan yang pernah dijalani dan menilai
pekerjaan yang pernah dijalani.
d. Sesi 4: menceritakan masa lansi, menceritakan kejadian yang menyenangkan dan
menyedihkan yang pernah dijalani.
The Hospice dari Suncoat Florida (2000) yang mengadaptasi Form Barbara Heihgt
Life Review membagi manjadi 4 tahapan yaitu:
a. Masa kecil
1. Apa yang anda ingat ketika anda masih kecil?
2. Seperti apakah kehidupan anda saat itu?
3. Siapakah yang merawat anda saat masih kecil?
4. Apa yang anda sukai?
5. Apa anda emiliki saudara atau saudari?
6. Jika anda memiliki saudara atau saudari, seperti pakah masingmasing dari
mereka menurut anda?
7. Dimana anda tinggal saat masih kecil?
b. Masa remaja
1. Apa yang anda ingat tentang menjdi seorang remaja?
2. Dimana anda pergi ke sekolah?
3. Apa yang anda sukai di sekolah?
4. Siapakah teman-teman terdekat anda?
5. Apakah ada seseorang yang anda kagumi?
6. Bagaimanakah hubungan anda dengan orang tua anda?
7. Siapakah cinta pertama anda?
8. Apa hal yang paling tidak menyenangkan tentang menjadi seorang remaja?
9. Apa hal terbaik tentang menjadi seorang remaja?
c. Masa dewasa
1. Seperti apakah kehidupan anda di usia 20 dan 30-an?
2. Seperti apakah anda saat itu?
3. Apa yang anda gemari?
4. Apakah anda kuliah?
5. Apakah ada seseorang yang berbagi hidup dengan anda?
6. Bagaimana anda bertemu?
7. Apakah jenis pekerjaan yang anda lakukan?
8. Apakah tantangan yang dihadapi dalam tahun dewasa anda?
9. Siapakah teman-teman terdekat anda?
10. Apakah ada masa dimana anda tidak mampu mengartikan/memaknai hidup
anda?
11. Dimana anda tinggal di masa dewasa anda?
12. Apakah anda memiliki anak?
13. Apa yang anda ingat tentang masing-masing anak anda?
14. Apakah ada kegiatan agama yang pernah anda ikuti?
15. Apakah kegiatan agama itu merupakan bagian penting dari hidup anda?
16. Apakah ada beberapa peristiwa penting yang anda ingat?
d. Masa lansia
1. Apa prestasi terbesar anda?
2. Jika anda akan menjalani hidup lagi, apa yang anda lakukan secara berbeda?
Apakah sama?
3. Apakah masa yang tidak menyenangkan atau menyedihkan dalam hidup anda?
4. Apa yang anda pelajari darinya?
5. Apa masa terindah dala hidup anda?
6. Apakah hal yang paling sulit yang ada dalam hidup anda di masa lansia?
7. Ceritakan tentang pengalaman anda hidup dengan penyakit terminal dan
berdamai atau menerima dengan kematian anda sendiri. Apakah anda memiliki
kata lain kebijaksanaan yang anda ingin sampaikan? (The Hospice Suncoat
Florida, 2000).
2.2.2 Tujuan
Untuk meningkatkan gairah hidup dan harga diri dengan menceritakan pengalaman
hidupnya. Terapi ini tidak hanya bermanfaat bagi lansia, tetapi juga untuk dewasa
muda. Life review therapy bisa dilakukan untuk individu ataupun kelompok.
2.2.3 Indikasi
Menurut (Setyoadi & Kushariyadi, 2011), life review therapy merupakan penanganan
yang direkomendasikan untuk lansia yang mengalami defisit kognitif dengan:
a. Depresi
b. Penyakit demensia alzheimer.
c. Perawatan saat menjelang ajal
d. Perawatan terminal dan paliatif
2.2.4 Kontraindikasi
a. Life review therapy dapat lebih menimbulkan efek menyakiti dibandingkan efek
membantu pada lansia yang memiliki peristiwa-peristiwa hidup negatif. Beberapa
lansia mungkin akan menolak melakukan life review therapy, bukan karena mereka
tidak mau, melainkan karena akan menjadi depresi ketika lansia melakukannya
karena perasaan kehilangan yang mereka alami.
b. Lansia dengan gangguan memori jangka panjang, dimana akan menjadi kesulitan
untuk melakukan mengingat kejadian masa lalu
2.2.5 Persiapan
a. Alat: Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan. Namun demikian, terapis bisa
meminta klien untuk membawa barang-barang yang dapat membangkitkan memori
tentang masa lalu (misalnya artefak, album foto, dll). Memberikan kesempatan
kepada klien untuk bertanya. Beri juga kesempatan kepada klien jika ingin
memenuhi kebutuhan dasarnya (misalnya eliminasi).
b. Lingkungan: Atur agar lingkungan nyaman, tidak ada gangguan dan terjaga
privasinya.
c. Klien: Atur klien dalam posisi duduk. Jika tidak mampu duduk, masa posisi
berbaring setengah duduk (semi-fowler) juga memungkinkan. Jelaskan tujuan
kegiatan tersebut.
2.2.6 Prosedur
a. Membina hubungan saling percaya (memperkenalkan diri, jika baru pertama kali
menjumpai klien). Menjelaskan (mengingatkan kembali) kepada klien kegiatan
yang akan dilakukan.
b. Melakukan kontrak waktu lamanya kegiatan berlangsung.
c. Memberikan kesempatan/menawarkan pada klien untuk mengungkapkan perihal
peristiwa kehidupan yang paling menyenangkan.
d. Memberikan kesimpulan tentang kegiatan yang sudah dilakukan dan pengalaman
yang sudah diungkapkan.
e. Memberi reinforcement pada klien yang sudah mengungkapkan peristiwanya.
f. Kegiatan bisa diulangi pada pertemuan selanjutnya (dengan pengalaman yang
berbeda)
2.2.7 Penutup
a. Menanyakan perasaan klien setelah dilakukan kegiatan tersebut.
b. Memberitahu klien bahwa kegiatan telah selesai.
c. Memberi reinforcement positif untuk kelompok (tepuk tangan).
d. Melakukan kontrak waktu dengan klien untuk pertemuan selanjutnya (jika ada sesi
berikutnya, dengan permasalahan yang berbeda)
e. Mengucapkan terima kasih.
BAB III
PELAKSANAAN
3.1 Persiapan
3.1.1 Waktu
a. Hari/Tanggal : Rabu, 13 Maret 2022
b. Jam : 11.00 – 11.30 WITA
3.1.2 Tempat
Teras rumah Ny. M
3.1.3 Alat/Bahan
a. Alat: Tidak ada alat khusus yang dibutuhkan. Namun demikian, terapis bisa
meminta klien untuk membawa barang-barang yang dapat membangkitkan memori
tentang masa lalu (misalnya artefak, album foto, dll). Memberikan kesempatan
kepada klien untuk bertanya. Beri juga kesempatan kepada klien jika ingin
memenuhi kebutuhan dasarnya (misalnya eliminasi).
b. Lingkungan: Atur agar lingkungan nyaman, tidak ada gangguan dan terjaga
privasinya.
c. Klien: Atur klien dalam posisi duduk. Jika tidak mampu duduk, masa posisi
berbaring setengah duduk (semi-fowler) juga memungkinkan. Jelaskan tujuan
kegiatan tersebut.
3.1.4 Pemateri
Aulia Sandra Dewi
3.2 Pelaksanaan
3.2.1 Orientasi
a. Ners muda mengucapkan salam terapeutik
b. Menanyakan perasaan klien hari ini
c. Ners muda memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dilakukannya terapi
d. Ners muda membuat kontrak waktu terapi
Keliat, B. A. (1995). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktorat Kesehatan Jiwa.
Setyoadi, & Kushariyadi. (2011). Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatrik.
Jakarta: Salemba Medika.
Stockslager, J. L., & Schaeffer, L. (2007). Asuhan Keperawatan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Wheeler, K. (2008). Psychotherapy for the Psychiatric Nurse Advanced Practice. Missouri:
Mosby Esevier.