Anda di halaman 1dari 10

BAI AL NAJIS WAL MUTANAJIS

Makalah ini Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Mata Kuliah Muqranah
Mazhahib Fiqh Muamalah

Dosen pengampu : Ahmad Bisyri Abd.Shomad, M.A

Di susun oleh :

Ai Rahmawati 11180430000090

Ummu Zahratun Nisa 11180430000113

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020 M / 1442 H
2

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Makanan adalah suatu bahan, biasanya berasal dari hewan atau
tumbuhan dimana oleh makhluk hidup untuk memberi tenaga dan nutrisi.
Sedangkan minuman adalah barang yang di minum. Warung dalam kamus
bahasa Indonesia adalah kata lain dari kedai, yaitu tempat menjual makanan dan
minuman, atau toko kecil.1
Sedangkan kedaluwarsa dalam kamus bahasa Indonesia adalah pakaian,
kendaraan dan sebagainya tidak model lagi ketinggalan zaman lewat tempo
(jangka waktu) sudah habis masa berlakunya, sudah lewat dari batas waktu yang
di tentukan seperti makanan, minuman dan sebagainya.
Pengertian kadaluwarsa dalam peraturan menteri kesehatan RI telah
mengalami perubahan,karena berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor
346/men. Kes/per/IX/1983, Pengertian tanggal kadaluwarsa adalah batas waktu
akhir suatu makanan dapat di gunakan sebagai makanan manusia. Jual beli
adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima bendabenda
dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
di benarkan syara’ dan di sepakati. Atau pertukaran harta saling rela yaitu
memindahkan milik kepada sesorang dengan jalan ganti rugi yang dapat di
benarkan.2 Jual beli makanan kedaluwarsa termasuk dalam kategori barang yang
di larang beredar adalah segala jenis makanan atau barang yang mengancam
kesehatan manusia. Secara khusus mengharamkan ini tetapi syari’at
melarangnya melalui prinsip ad-dararu wad-diraru yang merupakan kaidah
islam hasil inspirasi hadist nabi : la darara wa la dirara. Contoh komoditi
adalah segala jenis makanan dan minuman kadaluwarsa, segala jenis obat yang

1
Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta: modern english press,1991), h.
683.
5Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 68
2

2
3

merusak tubuh, bahan kimia yang membahayakan, dan segala yang terlarang
untuk di makan dan diminum.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Allah swt telah menjadikan manusia masing-masing saling
membutuhkan satu sama lain, supaya mereka tolong-menolong, tukar-menukar
keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup manusia masing-masing, baik
dengan jalan jual beli, sewa menyewa, bercocok tanam, atau perusahaan yang
lain-lain, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan
umum. Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur,
pertalian yang satu dengan yang lain pun menjadi teguh. Jual beli artinya
menjual, mengganti dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.3
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-ba’I al-tijarah dan al

3
Ali hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam,( Jakarta :PT Raja Grafindo Persada, 2004), h 113

3
4

mubadalah,sebagaimana allah swt berfirman dalam qs. Fathir: 29 yang artinya


“Mereka mengharamkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi”.
Menurut istilah terminology yang di maksud dengan jual beli adalah
sebagai berikut:
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yng lain atas dasar saling
merelakan.
2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yng sesuai dengan
aturan syara.
3. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasyaruf) dengan ijab
dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara.
4. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta maka jadilah
penukaran hak milik secara tetap.4
Dari defenisi di atas dapat di pahami bahwa inti jual beli adalah salah
satu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara
sukarela di antara kedua belah pihak yang satumenerima benda-benda dan pihak
lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan syara’dan di sepakati.
Jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu
yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat
dua belah pihak tukar menukar yaitu salah satu pihak menyarahkan ganti
penukaran atas sesuatu yang di tukarkan oleh pihak lain.sesuatu yang bukan
manfaat ialah bahwa benda yang di tukarkan adalah dzat (berbentuk) ia
berfungsi sebagai objek penjualan jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.
Jualbeli barang yang diharamkan dan barang najis. Tidak di perbolehkan
bagi seorang muslim menjual barang yang diharamkan,barang najis serta barang
yang membawa kepada sesuatu yang diharamkan, jadi tidak di perbolehkan bagi
nya jual beli minuman keras, daging babi, lukisan bangkai, patung dan anggur
kepada seorang yang akan menjadikannya sebagai minuman keras.
Hal ini sesuai dengan sabda rasulullah saw:
‫ان للهحرمبیعالخمروالمیتةوالخنزیرواألصنام‬

4
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2005),h. 67-70

4
5

Artinya:“Sesungguh nya allah telah mengharamkan menjual minuman keras, bangkai,


daging babi, dan berhala”.(HR.Al-bukharimuslim). Ulama sepakat tentang larangan jual
beli barang yang najis, seperti khamar. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang
benda yang terkena najis (al-mutanajis) yang tidak mungkin dihilangkan, seperti minyak
yang terkena bangkai tikus. Ulamahanafiyah membolehkannya untuk barang yang tidak
untuk dimakan, sedangkan ulama malikiyah membolehkannya setelah dibersihkan. Jual
beli benda najis hukumnya tidak sah, seperti menjual babi, bangkai, dan khamar (semua
benda yang memabukkan). Sebab benda-benda tersebut tidak mengandung makna
dalam arti hakiki menurut syara’.
Jual beli menjadi sah manakala barang yang diperjualbelikan memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut: 1.Suci 2.Bisa dimanfaatkan 3. Dimiliki sendiri oleh orang yang
melangsungkan akad 4. Bisadiserahkan 5. Diketahui (ma'lum) Suatu jual beli dipandang
sah manakala barang yang diperjualbelikan terdiri dari barang yang suci,
dimiliki/dikuasai dan bisa diambil manfaatnya.Tidak sah suatu jual beli apabila
barangnya berupa barang najis 'ainiyah (secara substansi najis,bukan sekadar terkena
najis [mutanajjis], red), serta tidak bisa diambil manfaat darinya. Dasar dari harus
sucinya barang dagangan, adalah hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim, dimana
Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬bersabda:
‫إن للهتعالىحرمبيعالخمروالميتةوالخنزيرواألصنام‬
Artinya:“Sesungguhnya Allahta'âlâ mengharamkan jual beli khamr (arak), bangkai, babi
dan patung.” Dalam hadits shohih yang lain dengan riwayat yang sama, dinyatakan
‫نهىرسول للهعنثمنالكلب‬
Artinya:“Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬melarang mengambil harga jual-beli anjing”
Dari kedua teks hadits diatas,muncul persoalan, yaitu: apakah dilarangnya jual
beli diatas, semata-mata karena alasan tidak sucinya barang sehingga larangan itu
termasuk mutlak, atau kah karena ada faktor lain yang membolehkannya untuk
diperjualbelikan sehingga larangan jual beli barang najis adalah bersifat
terbatas(muqayyad)? Jika menilik bahwa khamr ternyata memiliki manfaat untuk
diubah menjadi cuka, bangkai bisa untuk diberikan kepada hewan piaraan, anjing untuk
menjaga rumah, dan minyak yang diperoleh dari hasil penyulingan beberapa jenis
hewan haram untuk bahan bakar lampu dan menambal perahu, maka hal ini menguatkan
bahwa dilarangnya jual beli barang-barang seperti khamr, bangkai dan anjing adalah

5
6

semata-mata karena wujud barangnya adalah najis (najis‘ainiyah) dan bukan segi
manfaatnya.
Sebagaimana diketahui bahwa khamr bisa berubah kesuciannya manakala ia
sudah berubah menjadi cuka. Cuka adalah barang suci dan bisa dimanfaatkan dirumah
tangga, oleh karenanya ia bisa diperjual belikan. Demikian pula dengan anjing. Ia
adalah hewan najis sehingga tidak bisa diperjual belikan. Namun, ternyata
keberadaannya diperbolehkan untuk dimanfaatkan sebagai penjaga rumah, atau untuk
berburu. Dasar ini menjadi dasar pijakan, bahwa anjing menjadi boleh diperjual belikan
manakala Telah berubah fungsinya menjadi suatu barang manfaat, yakni sebagai anjing
berburu Dan anjing penjaga. Tidak ketinggalan pula dengan bangkai, yang menjadi
sangat Dibutuhkan manakala sudah berhubungan dengan fungsinya untuk memberi
makan Hewan buas piaraan, seperti burun gelang, dan lain sebagainya. Semua contoh
ini Merupakan alasan, bahwa barang yang asalnya najis tidak sepenuhnya mutlak
menjadiDilarang jual belinya, manakala telah mengalami “perubahan
fungsi/manfaat”(istihâlah) dari asalnya. Adakalanya, barang diperjual belikan juga
terdiri atas barang suci.Namun, secara tidak disangka-sangka, jatuh perkara najis
kedalam barang tersebut. Ambil contoh misalnya adalah minyak goreng. Dalam bentuk
minyak goreng, ia bisa diperjual belikan manakala keempat syarat berikutnya dari
barang dagangan terpenuhi, antara lain: bisa dimanfaatkan, milik sendiri /dikuasai,
maklum, dan bisa diserah terimakan. Masalah kemudian timbul, tatkala ada tikus yang
jatuh kedalam wajan penggorengan? Jika minyak gorengnya dalam jumlah sedikit,
maka tidak ada masalah bagi orang yang memiliki. Yang jadi masalah, bila minyak
yang ada dalam penggorengan jumlahnya banyak, sementara harga jual minyak goreng
melambung tinggi. Minyak goreng demikian dihukumi sebagai barang mutanajjis, yaitu
barang yang terkena najis. Bisakah disucikan? Jika tidak bisa, bolehkah ia dijual, atau
dihibahkan? Terhadap persoalan terakhir, pendapat yang paling shahih (qaulashah) dari
kalangan Ahli fiqih mazhab Syafi’ ia dalah pernyataan tidak bisa disucikannya. Dengan
demikian, ia tidak bisa dijual, apalagi dihibahkan atau dishadaqahkan. Sebagaimana
Sabda Nabi
‫ سئلعنالفأرةتموتفيالسمنفقاإلنكانجامدافالقوهاوماحولهاوإنكانذائبافأريقوه‬:
Artinya:“Suatu ketika beliau Rasulillah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬ditanya tentang bangkai tikus
yang mati dalam minyak samin. Beliau menjawab: “Jika minyak itu dalam kondisi

6
7

keras, maka buang bekas bagian yang terjatuhi tikus dan sekelilingnya. Namun, jika ia
dalam kondisi cair, maka buanglah!” Hadits ini secara tidak langsung memberi jawaban
bahwa mana mungkin beliau Rasulillah ‫لم‬€€‫لى هللا عليه وس‬€€‫ ص‬memerintahkan membuang
manakala minyak masih bisa disucikan, sehingga bisa dijual, atau dihibahkan? Tentu
tindakan membuang barang adalah yang akan dilarang karena beliau melarang tindakan
menyia-nyiakan harta.
Terhadap hadits ini parau lama memberikan perincian penafsiran.Hadits diatas, adalah
Menjelaskan bahwasanya jika minyak hendak dipergunakan lagi,semisal menggoreng,
Maka Rasulullah ‫ صلى هللا عليه وسلم‬melarang hali ni.Karena bagaimana mungkin beliau
membolehkan menggoreng sesuatu di dalam barang yang terkena najis sementara beliau
Memerintahkan menghindari perkara najis?T entu menggoreng didalam minyakitu
Adalah tindakan yangdilarang. Oleh karena itu, beliau bersabda agar membuangnya.
Pertanyaannya adalah bagaimana bila dimanfaatkan untukkeperluan lain,semisal
Untuk lampu penerangan,dan sebagainya?
Dalam hal ini ulama memberikan ulasan pendapat. Imam AlQadl iAbuThayib dengan
Tegas menyatakan tidakboleh dimanfaatkan untuk keperluan lain,termasuk dihibahkan,
Apalagi dijual belikan.Hampir sama dengan pendapat Al-Qadli Abu Thayib, Imam Al-
Rafii menyebutnya sebagai khilaf sebagaimana khilafnya hukum menghibahkan anjing,
yang mana anjing boleh dijadikan barang hibah manakala diketahuimanfaatnya untuk
Menjaga ternak.Padahal wujudnya anjing adalah barang yang jelas najis(najis' ainiyah).
Jika boleh dihibahkan, maka boleh pula diperjualbelikan, asalkan tahu manfaatnya.
Imam Al-Nawawi menyatakan dengan tegas boleh menyedekahkan/menghibahkan
Minyak tersebut asal untuk kepentingan penerangan dan sejenisnya. Sejalan dengan
Imam Nawawi,SyekhAl-Mutawalli memerinciakan bolehnya menghibahkan minyak
Tersebut atau menshodaqahkan, asal dilakukan dengan jalan memindah tangan (naqlu
al-yad) dengan jalan washiyat.Semua pendapat ini dirangkum oleh SyekhTaqiyuddinal-
Hushny dalam kitabnya:
‫وهليجوزهبةالزيتالمتنجسونحوهوالصدقةبهعنالقاضيأبيالطيبمنعهماقااللرافعي‬
‫ويشبهأنيكونفيهامافيهبةالكلبمنالخالفقااللنوويوينبغيأنيقطعبصحةالصدقة‬
‫بهلالستصباحونحوهوقدجزمالمتوليبأنيجوزنقالليدفيهبالوصيةوغيرها‬
Artinya:“Apakah boleh menghibahkan minyak yang terkena najis dan sejenisnya, atau

7
8

Bershodaqah dengannya?Syekh AlQadli Abu Thayib melarang keduanya. Imam Al-


Rafi’I berkata:“Kasusiniserupadenganhukum menghibahkan anjing sehingga terdapat
khilaf.” Imam Nawawi berkata: “Semestinya diputuskan bolehnya shodaqah dengan
minyak itu untuk kepentingan penerangan dan sejenisnya.” Syekh al-Mutawally
berpendapat:boleh dengan jalan pindah tangan yang disertaidengan wasiatdan
selainnya.”BerdasarpendapatImam Nawawiyangdiperincioleh Al-Mutawalliini,maka
bisa diambil kesimpulan bahwa boleh hukumnya menghibahkan, menshodaqahkan dan
menjual barang yang terkena najis tersebut manakala ia dilakukan dengan jalan pindah
tangan (naqlual-yad) yang disertai dengan jalan wasiat (membericatatan). Contoh dari
lafadh yang bisa digunakan untuk memperantarai proses pindah tangan untuk kasus
minyak goreng sebagaimana dimaksud diatas, adalah: “Saya punya minyak goreng
kejatuhan tikus. Ia tidak bisa dipakai menggoreng karena najis. Tapi bisa dimanfaatkan
untuk penerangan.Untuk itu,saya hibahkan minyak goreng inike kamu untuk
dipergunakan sebagai bahan bakar penerangan.”Dalam bentuk lafadh akad yang lain,
bisa juga dipergunakan lafadh untuk proses pindah tangan tersebut dengan,“Gantilah
harga aku mendapatkan minyak ini agar kamu mendapatkan manfaatnya untuk bahan
bakar penerangan!”

8
9

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan

Makanan adalah suatu bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan
dimana oleh makhluk hidup untuk memberi tenaga dan nutrisi. Sedangkan minuman
adalah barang yang di minum. Warung dalam kamus bahasa Indonesia adalah kata lain
dari kedai, yaitu tempat menjual makanan dan minuman, atau toko kecil.
Sedangkan kedaluwarsa dalam kamus bahasa Indonesia adalah pakaian,
kendaraan dan sebagainya tidak model lagi ketinggalan zaman lewat tempo (jangka
waktu) sudah habis masa berlakunya, sudah lewat dari batas waktu yang di tentukan
seperti makanan, minuman dan sebagainya.
jual beli adalah salah satu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak yang satumenerima benda-
benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan syara’dan di
sepakati.
Jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang
bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah
pihak tukar menukar yaitu salah satu pihak menyarahkan ganti penukaran atas sesuatu
yang di tukarkan oleh pihak lain.sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang di
tukarkan adalah dzat (berbentuk) ia berfungsi sebagai objek penjualan jadi bukan
manfaatnya atau bukan hasilnya.

9
10

DAFTAR PUSTAKA

Peter Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, ( Jakarta: modern english


press,1991), h. 683.
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h.
68
Ali hasan, Berbagai Transaksi Dalam Islam,( Jakarta :PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h 113
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2005),h.
67-70

10

Anda mungkin juga menyukai