Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

T DENGAN DIAGNOSA
PRO EVALUASI RUPTUR ACL + MANICUS GENU SINISTRA
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN RESIKO HIPERTERMIA
DI PAV. 11 RSK ST. VINCENTIUS A PAULO
SURABAYA

DISUSUN OLEH :
YOHANES ANDIKA EKA PUTRA, Amd.Kep

RUMAH SAKIT KATOLIK ST. VINCENTIUS A PAULO


SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan

bimbinganya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan study kasus ini

dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat

dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca

dalam administrasi pendidikan dalam profesi keperawatan.

Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada para direktur rumah sakit,

bagian diklat keperawatan, kepada kepala ruangan paviliun 11, serta kedua

pembimbing klinik saya yang memberikan tugas dan mendampingi sampai tugas

ini selesai.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya

miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk

memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan

makalah ini.

Surabaya, 5 Agustus 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar .................................................................................................... i


Daftar Isi.............................................................................................................. ii

BAB 1 KONSEP TEORI .................................................................................. 1


1.1 Konsep Dasar Medis .................................................................................... 1
1.1.1 Pengertian .................................................................................................. 1
1.1.2 Etiologi ...................................................................................................... 1
1.1.3 Klasifikasi .................................................................................................. 1
1.1.4 Patofisiologis.............................................................................................. 2
1.1.5 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 2
1.1.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 2
1.1.7 Penatalaksanaan ......................................................................................... 4
1.2 Konsep Dasar Keperawatan ......................................................................... 5
BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................... 10
2.1 Pengkajian ..................................................................................................... 10
2.2 Analisa Data .................................................................................................. 15
2.3 Perencanaan Keperawatan ............................................................................ 17
2.5.Evaluasi formatif ........................................................................................... 21

BAB 3 PEMBAHASAN .................................................................................... 25


BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 26
Daftar Pustaka................................................................................................... 27
BAB 1
KONSEP TEORI

1.1 Konsep Dasar Medis


1.1.1 Pengertian
Cedera ACL adalah Robekan di ligament yang terdapat di sendi lutut.
Cedera ini umumnya terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan-gerakan zig-
zag, perubahan arah gerak, dan perubahan kecepatan yang mendadak (akselerasi-
deselerasi). Ketidakstabilan sendi lutut juga akan menimbulkan cedera lanjutan
berupa rusaknya bantal sendi/meniskus dan tulang rawan sendi (Zein, 2013, hal.
111).

1.1.2 Etiologi
Cedera ACL dapat disebabkan oleh rotasi hebat pada lutut yang sering
disertai dengan deselerasi tiba-tiba, juga bila ACL robek jika mengalami
hiperekstensi (R. Sjamsuhidajat, 2010, hal. 1702). robekan ligament tanpa
dislokasi sendi lutut sering terjadi pada trauma lutut. Trauma valgus dapat
menyebabkan robekan ligament kolateral medial atau distorsi saja. Trauma vagus
dengan lutut dalam posisi sedikit fleksi dan dengan tungkai bawah sedikit
endorotasi dapat menyebabkan robekan ligament krusiatum anterior dan atau
meniscus lateral. Trauma Valgus dengan lutut dalam posisi sedikit fleksi dengan
tungkai bawah sedikit eksorotasi dapat menyebabkan rupture ligament krusiatum
anterior dan atau meniscus medialis (Kneale, 2011, hal. 591).

1.1.3 Klasifikasi
Menurut (Zein, 2013, hal. 112) Penilaian derajat cedera ACL dapat dilakukan
berdasarkan robekan yang terjadi, yaitu:
1) Derajat 1: Robekan mikro pada ligamen. Umumnya tidak menimbulkan gejala
ketidakstabilan dan dapat kembali bermain setelah proses penyembuhan.
2) Derajat 2: Robekan parsial dengan perdarahan. Terjadi penurunan fungsi dan
dapat menimbulkan gejala ketidakstabilan.
3) Derajat 3: Robekan total dengan gejala ketidakstabilan yang sangat bermakna.

1
1.1.4 Patofisiologi
Dislokasi lutut terjadi pada kecepatan rendah atau tinggi
Cedera olahraga akan kecepatan rendah, dan cedera motor bermotor akan
Menjadi tinggi. Cedera olahraga Yang sering mengkhawatirkan adalah dislokasi
lutut. Hiperekstensi, ACL robek pertama, diikuti oleh
Pecahnya PCL dan kapsul posterior pada hiperekstensi 30 °, dan yang terakhir,
Dengan merobek arteri poplitea pada hiperekstensi 50 °. Hipertension dari
Lutut, dengan atau tanpa kehilangan kekuatan atau adduksi, menghasilkan awal
Cairan ACL Seperti akan terlihat, temuan klinis hiperekstensi
Menyiratkan cedera yang melibatkan ACL yang harus terjadi sebelum merobek
PCL Terakhir, dengan pecahnya ligamen cruciatum,
Perpindahan tibiofemoral terjadi tidak terkendali dan arteri popliteal berada pada
Risiko cedera
Dislokasi lutut memiliki insidensi pola cedera avulsion yang tinggi
Baik struktur ligamen dan tendon. Dua laporan telah didokumentasikan
Tingginya ligamentum ligamen cruciatum pada dislokasi lutut (Fanelli, 2003, hal.
39). ACL menerima suplai darah kaya, terutama dari arteri geniculate medial,
sewaktu ACL pecah, hemathrosis biasanya berkembang dengan cepat sehingga
menyebabkan nyeri dan bengkak saat dirasakan terjadi perdarahan di ruang sendi.

1.1.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Kneale, 2011, hal. 591) tanda gejala yang muncul meliputi:
1) Pasien merasakan “letupan” pada lutut pada saat cedera.
2) Terjadi pembengkakan yang cepat,
3) Efusi yang signifikan dan
4) Penurunan kemampuan untuk meluruskan lutut dengan sempurna segera
setelah cedera

1.1.6 Pemeriksaan Penunjang


1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada lutut dilakukan setelah fase akut cedera terlewati yang
ditandai dengan berkurangnya bengkak dan rasa nyeri. Seluruh pemeriksaan
fisik harus membandingkan antara sisi tercedera dan sisi yang sehat untuk
mendapatkan penilaian yang objektif.
Tes Lachmann dan tes Pivot Shift adalah dua jenis pemeriksaan fisik yang
dinilai akurat dalam penegakan diagnosis ACL. Tes Lahmann dilakukan untuk
melihat pergeseran antara tungkai atas dan tungkai bawah yang menunjukkan
adanya ketidakstabilan lutut. Pergeseran sebanyak 5 mm dapat menjadi
indikasi untuk dilakukan rekonstruksi. Tes Pivot Shift juga direkomendasikan
oleh beberapa ahli untuk menilai apakah robekan parsial ACL yang terjadi
menyebabkan gejala ketidakstabilan sehingga membutuhkan tindakan
rekontruksi (Mall dan Paletta, 2013). Pemeriksaan stabilitas patella juga harus
dilakukan karena banyak kasus dislokasi patella yang menyerupai cedera ACL.
Selain itu pemeriksaan struktur lain pada lutut yang meliputi ligamen
(posterior cruciate, medial collateral, lateral collateral) dan bantal sendi harus
dilakukan.
2) Radiologi
a) Pemeriksaan rontgen dengan posisi anteroposterior (AP) dan lateral sangat
bermanfaat untuk mengetahui adanya fraktur tulang pada atlet berusia
muda. Gambaran rontgen lateral biasanya dapat memberikan gambaran
fraktur eminantia intercondylaris tibia dibanding rontgen posisi AP.
b) Pemeriksaan penunjang Magnetic Resonance Imaging (MRI) bisa
memberikan gambaran yang jelas untuk mengetahui cedera jaringan lunak
(ligamen, tendon dan bantal sendi). MRI memiliki sensitivitas sebesar 95
% dan spesitivitas sebesar 88 % dalam penegakan diagnosis robekan ACL
pada atlet berusia muda. Meskipun Lawrance et al. (1996) pernah
berpendapat bahwa MRI memiliki sensitivitas yang rendah untuk
memeriksa robekan parsial ACL, namun pemeriksaan ini tetap bermanfaat
dalam membantu penegakan diagnosis kasus-kasus robekan total dan
fraktur eminantia intercondylaris tibia.
1.1.7 Penatalaksanaan
1. Konserfatif
Terapi non-operatif berupa penggunaan bracing dan latihan penguatan otot dapat
diberikan pada atlet pra-pubertas atau atlet dengan cedera ACL parsial.
2. Operatif
Apabila tindakan rekonstruksi telah menjadi keputusan, hal selanjutnya yang
harus dipertimbangkan adalah pemilihan teknik rekonstruksi dan bahan graft
yang akan digunakan. Saat ini, telah berkembang beberapa teknik yang biasa
digunakan dalam rekonstruksi atlet berusia muda, yaitu: Physeal sparing dan
Non-Physeal sparing.
1) Prinsip teknik physeal sparing adalah menghindari pembuatan lubang yang
melintasi lempeng pertumbuhan tulang tibia dan femur. Saat ini terdapat dua
teknik physeal sparing yang berkembang, yaitu teknik dari Kocher et al
(2005) yang memodifikasi prosedur McInthosh dan dari Anderson (2003)
yang disebut all epiphyseal reconstruction. Kedua teknik tersebut
menunjukkan hasil yang memuaskan pada kasus ACL anak dan remaja.
2) Teknik non-physeal sparing atau disebut juga transphyseal adalah
pemasangan graft melintasi lempeng pertumbuhan tulang tibia dan femur.
Disebut parsial apabila pengeboran dilakukan pada salah satu tulang dan
disebut complete apabila fiksasi dilakukan pada kedua tulang. Teknik ini
menyerupai rekonstruksi pada atlet dewasa sehingga sebaiknya digunakan
pada atlet dengan Tanner IV-V (remaja akhir-dewasa) karena lempeng
pertumbuhan tulangnya hampir menutup.
Pemilihan graft dipengaruhi oleh teknik rekonstruksi yang digunakan,
umumnya bahan yang digunakan adalah tendon hamstring atau tendon
patella. Di Indonesia sendiri, selain fasilitas artroskop untuk melakukan
rekonstruksi belum tersedia merata di setiap daerah, ketersediaan dokter
ortopedi yang menguasai teknik-teknik rekonstruksi nonkonvensional juga
sangat terbatas. Pada kasus seperti ini, tindakan rekonstruksi dapat ditunda
sampai lempeng pertumbuhan menutup. Atlet disarankan untuk
memodifikasi aktivitas fisik (menghindari tipe olahraga permainan yang
berisiko memperparah cedera) sembari melakukan terapi latihan.
1.2. Konsep Dasar Keperawatan
1.2.1. Teori tentang Hipertermia (Definisi dan Komplikasi)
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan
ketidakmampuan tubuh untuk menghilangkan panas ataupun mengurangi
produksi panas. Hipertermi terjadi karena adanya ketidakmampuan mekanisme
kehilangan panas untuk mengimbangi produksi panas yang berlebihan sehingga
terjadi peningkatan suhu tubuh.Hipertermi tidak berbahaya jika dibawah
39oC.Selain adanya tanda klinis, penentuan hipertermi juga didasarkan pada
pembacaan suhu pada waktu yang berbeda dalam satu hari dan dibandingkan
dengan nilai normal individu tersebut (Potter & Perry,2010).
Menurut Wong (2008) terdapat empat jenis demam yang umum terjadi
yaitu demam intermiten, remiten, kambuhan, dan konstan. Selama demam
intermiten, suhu tubuh akan berubah-ubah dalam interval yang teratur, antara
periode demam dan periode suhu normal serta subnormal. Selama demam
remiten, terjadi fluktuasi suhu dalam rentang yang luas (lebih dari 2oC) dan
berlangsung selama 24 jam, dan selama itu suhu tubuh berada di atas normal.
Pada demam kambuhan, masa febril yang pendek selama beberapa hari diselingi
dengan periode suhu normal selama 1 – 2 hari. Selama demam konstan, suhu
tubuh akan sedikit berfluktuasi, tetapi berada di atas suhu normal.
1.2.2 Tanda-tanda klinis
Demam dapat bervariasi, bergantung pada awitan, penyebab, dan tahap
pemulihan demam. Semua tanda tersebut muncul akibat adanya perubahan set
point pada mekanisme pengontrolan suhu yang diatur oleh hipotalamus. Pada
kondisi normal, ketika suhu inti naik diatas 37ºC, laju pengeluaran panas akan
meningkat sehingga suhu tubuh akan turun ke tingkat set point. Sebaliknya, ketika
suhu inti kurang dari 37ºC, laju produksi panas akan meningkat sehingga suhu
tubuh akan naik ke tingkat set point. Dalam keadaan ini termostat hipotalamus
berubah secara tiba-tiba dari tingkat normal ke tingkat yang lebih tinggi akibat
pengaruh kerusakan sel, zat-zat pirogen, atau dehidrasi pada hipotalamus. Selama
fase interval, terjadi respons produksi panas yang biasanya muncul, yakni
meriang, kedinginan, kulit dingin akibat vasokontriksi, dan menggigil yang dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermia.
Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi
lokal atau sistemik harus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan (Kolcaba,2007, dalam Setiawati,2009).
Hipertermi disebabkan karena berbagai faktor. Jika tidak di manajemen dengan
baik, hipertermi dapat menjadi hipertermi berkepanjangan. Hipertermi
berkepanjangan merupakan suatu kondisi suhu tubuh lebih dari 38ºC yang
menetap selama lebih dari delapan hari dengan penyebab yang sudah atau belum
diketahui. Tiga penyebab terbanyak demam pada anak yaitu penyakit infeksi
(60%-70%), penyakit kolagen-vaskular, dan keganasan.Walaupun infeksi virus
sangat jarang menjadi penyebab demam berkepanjangan, tetapi 20% penyebab
adalah infeksi virus (Sari Pediatri,2008).
Kesulitan dalam mencari penyebab timbulnya demam berkepanjangan
disebabkan oleh banyak faktor terutama penyebab yang beraneka ragam. Menurut
Nelson (2000) hipertermia disebabkan oleh mekanisme pengatur panas
hipotalamus yang disebabkan oleh meningkatnya produksi panas endogen (olah
raga berat, hipertermia maligna, sindrom neuroleptik maligna, hipertiroidisme),
pengurangan kehilangan panas (memakai selimut berlapis-lapis, keracunan
atropine), atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu tinggi (sengatan panas).
Ada juga yang menyebutkan bahwa hipertermia atau demam pada anak terjadi
karena reaksi transfusi, tumor, imunisasi, dehidrasi , dan juga karena adanya
pengaruh obat. Dampak yang ditimbulkan hipertermia dapat berupa penguapan
cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan
kejang(Alves & Almeida, 2008, dalam Setiawati, 2009).Hipertermi berat (suhu
lebih dari 41ºC) dapat juga menyebabkan hipotensi,kegagalan organ multipel,
koagulopati, dan kerusakan otak yang irreversibel. Hipertermia menyebabkan
peningkatan metabolisme selular dan konsumsi oksigen. Detak jantung dan
pernapasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Metabolisme ini
menggunakan energi yang menghasilkan panas tambahan.Jika klien tersebut
menderita masalah jantung atau pernapasan, maka demam menjadi berat. Demam
dalam jangka panjang akan menghabiskan simpanan energi klien dan
membuatnya lemah. Metabolisme yang meningkat membutuhkan oksigen
tambahan.Jika tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen tambahan, maka
terjadi hipoksia selular.Hipoksia miokardial menimbulkan angina (nyeri dada) dan
hipoksia serebral menimbulkan cemas (Potter & Perry,2010). Dengan demikian,
hipertermi harus diatasi dengan teknik yang tepat. Perawat berperan penting untuk
mengatasi hipertermia melalui peran mandiri maupun kolaborasi.Untuk peran
mandiri perawat dalam mengatasi hipertermia bisa dengan melakukan kompres
(Alves & Almeida,2008,dalam Setiawati,2009).Kompres adalah salah satu metode
fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila anak mengalami demam.Selama ini
kompres dingin atau es menjadi kebiasaan para ibu saat anaknya demam. Selain
itu, kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk mengompres.Namun
kompres menggunakan es sudah tidak dianjurkan karena pada kenyataan demam
tidak turun bahkan naik dan dapat menyebabkan anak menangis, menggigil, dan
kebiruan.Tindakan dengan memberikan es/air es ini dapat menyebabkan
vasokontriksi dan menggigil yang dapat memperburuk hipertermia (Alpers,Ann,
2006). Metode kompres yang lebih baik adalah kompres tepid sponge
(Kolcaba,2007).
Kompres tepid sponge merupakan kombinasi teknik blok dengan seka.
Teknik ini menggunakan kompres blok tidak hanya disatu tempat saja, melainkan
langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah besar. Selain itu
masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan memberikan seka diseluruh area
tubuh sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap klien ini akan semakin
kompleks dan rumit dibandingkan dengan teknik yang lain. Namun dengan
kompres blok langsung diberbagai tempat ini akan memfasilitasi penyampaian
sinyal ke hipotalamus lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mempercepat
pelebaran pembuluh darah perifer akan memfasilitasi perpindahan panas dari
tubuh kelingkungan sekitar yang akan semakin mempercepat penurunan suhu
tubuh (Reiga, 2010). Munurut Suprapti(2008) tepid sponge efektif dalam
mengurangi suhu tubuh pada anak hipertermia yang mendapatkan terapi
antipiretik ditambah tepid sponge sebesar 0,53oC dalam waktu 30 menit.
Sedangkan yang mendapatkan terapi tepid sponge saja rata-rata penurunan suhu
tubuhnya sebesar 0,97ºC dalam waktu 60 menit.
1.2.4.Perencanaan Tindakan
Berdasarkan Doenges 2009, ada beberapa intervensi yang dapat diberikan pada
pasien Ruptur ACL dengan masalah keperawatan Resiko Hipertermia meliputi:
1. Pengobatan Hipertertmia (NIC, 220)
1) Pantau suhu minimal setiap 2 jam, jika sesuai
2) Pantau suhu bayi baru lahir sampai stabil
3) Melaksanakan perangkat pemantauan suhu inti yang terus menerus, seperti
sesuai
4) Pantau tekanan darah, denyut nadi, dan respirasi, jika sesuai
5) Pantau warna kulit dan suhu
6) Pantau dan laporkan tanda dan gejala hipotermia Dan hipertermia
7) Promosikan asupan cairan dan nutrisi yang adekuat
8) Anjurkan pasien bagaimana cara mencegah panas yang berlebihan dan
sengatan panas
9) Mendiskusikan pentingnya termoregulasi dan kemungkinan negatif
Efek kelebihan dingin, jika sesuai
10) Anjurkan pasien, terutama pasien lanjut usia, tentang tindakan
Mencegah hipotermia dari paparan dingin
11) Gunakan kasur hangat, selimut hangat, dan tempat tidur yang hangat
Lingkungan untuk menaikkan suhu tubuh, jika sesuai
12) Gunakan kasur pendingin, selimut bersirkulasi air, mandi hangat,
Aplikasi ice pack atau gel pad, dan kateterisasi pendinginan intravaskular
Untuk menurunkan suhu tubuh, jika sesuai
13) Sesuaikan suhu lingkungan dengan kebutuhan pasien
Beri obat yang tepat untuk mencegah atau mengendalikan menggigil
14) Berikan obat antipiretik, jika sesuai
2. Pengobatan Demam (NIC, 196)
Monitor suhu dan tanda vital lainnya
1) Pantau warna kulit dan suhu
2) Pantau asupan dan keluaran, sadar akan perubahan yang tidak masuk akal
Kehilangan cairan
3) Berikan obat atau cairan IV (mis. Antipiretik, antibakteri
Agen, dan agen antishivering)
4) Tutupi pasien dengan selimut atau pakaian ringan, tergantung
Pada fase demam (yaitu, berikan selimut hangat untuk fase dingin;
Berikan pakaian ringan atau seprei untuk demam dan fase siram)
5) Motivasi konsumsi cairan
6) Memfasilitasi istirahat, menerapkan pembatasan aktivitas jika diperlukan
7) Berikan oksigen, jika sesuai
8) Meningkatkan sirkulasi udara
9) Observasi komplikasi dan tanda dan gejala terkait demam
Kondisi penyebab demam (mis., Kejang, penurunan tingkat
Kesadaran, status elektrolit abnormal, ketidakseimbangan asam basa,
Aritmia jantung, dan perubahan sel abnormal)
10) Pastikan tanda infeksi lainnya dipantau pada orang tua,
Karena hanya menampilkan demam ringan atau demam
infeksi
11) Pastikan tindakan pengamanan sudah dilakukan
Gelisah atau mengigau
12) Melembapkan bibir kering dan mukosa hidung
1.2.5. Evaluasi
Evaluasi dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu:
1. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif adalah rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa
status kesehatan sesuai waktu pada tujuan (Setiadi, 2008).
2. Evaluasi formatif
Evaluasi formatif adalah hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon
pasien segera pada saat / setelah dilakukan tindakan keperawatan (Setiadi, 2008).
BAB 2

ASUHAN KEPERAWATAN

2. Pengkajian
Tanggal pengkajian : 18 Juli 2017 Jam : 16.00
Sumber data : Pasien

2.1. Pengumpulan Data

2.1.1 Biodata
1) Nama : Tn.T
2) Umur : 35 tahun
3) Jenis Kelamin : Laki-Laki
4) Status Perkawinan: Kawin
5) Pekerjaan : Wiraswasta
6) Pendidikan : SMA
7) Agama : Kristen
8) Diagnosa Medis : Pro Evaluasi Ruptur ACL + Manicus Genu Sin
9) No. Register : 1707xxx
10) Tanggal MRS : 18-07-2017 Jam : 14.17
11) Cara Masuk : Poli

2.1.2 Keluhan Utama


Pasien Mengungkapkan lutut sebelah kiri nyeri ±3 hari NRS: 3 dan Panas
±3hari.

2.1.3 Riwayat Kesehatan


1) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengungkapkan ±3 hari panas, radang tenggorokan dan nyeri dilutut
ketika aktifitas kemudian periksa ke RS mitra disana pasien sudah mendapat
terapi obat kemudian pulang, pasien lupa nama obat yang diminum. 18-7-2017
keluhan tidak berkurang pasien pergi ke poli RSK ke dokter B, menurut dokter B
demam yang diderita bukan dari radang tenggorokannya namun dari lutut kiri
yang bengkak kemudian oleh dari dokter.B di konsulkan dokter ortopedi dokter S.
Oleh dokter S disarankan MRS. Sampai di 11 KU agak lemah akral hangat nadi
kuat. Pasien tanpa alat medis.
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tahun 2010 MRS di RSK karena Thypus, tahun 2012 Jatuh dari motor lutut
kaki kiri terbentur dan kemudian bengkak. Oleh dokter disarankan operasi namun
pasien menolak. Pasien tidak pernah menderita HT,DM, Asma.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut pasien tidak ada keluarga yang pernah menderita DM, HT.
4) Status Kesehatan
Riwayat Alergi
Pasien mengungkapkan tidak mempunyai riwayat alergi terhadap obat,
makanan atau yang lainnya.

2.1.4 Data Psikososiospiritual


Pasien mengungkapkan sedikit menyesal dengan penyakit yang di alaminya
karena pasien merasa menyesal kejadian jatuh 2012 pasien menolak dilakukan
operasi, alasan menolak operasi karena pasien menganggap sakit yang diderita
belum perlu untuk operasi. Pasien sempat di terapi pasang Gips namun karena
tidak nyaman 1 minggu Gips dilepas kemudian oleh dokter hanya di beri terapi
analgesik. Pasien terlihat diam terhadap pasien sebelah namun kooperativ dengan
perawat. Pasien dirumah tinggal bersama istri dan anak. Saat dikaji tidak ada
keluarga yang sedang menjaga. Pasien mengungkapkan beragama Katolik namun
menikah dengan istrinya secara Kristen.
2.1.5 Pola Pemenuhan Kebutuhan Dasar (ADL)
1) Nutrisi, Cairan dan Elektrolit
(1) Di rumah : Pasien mengungkapkan makan 3x sehari dengan menu
nasi, tempe, telor, sayur. Pasien tidak punya pantangan atau diet khusus.
Pasien minum 5 gelas sehari
(2) Di RS : Saat dikaji pasien mengungkapkan sudah makan sebelumnya dari
rumah. Saat dikaji pasien belum minum. Saat dikaji pasien belum dipasang
infus.
2) Hygiene Perseorangan
(1) Di rumah : Pasien mandi 2x sehari, gosok gigi 2x sehari, cuci rambut 2-
3x seminggu dan dilakukan secara mandiri oleh pasien.
(2) Di RS : Saat dikaji pasien mengungkapkan sudah mandi dirumah
3) Eliminasi
(1) Di rumah : Pasien BAB sehari 1x dengan konsistensi lembek. BAK 4-
5x/hari warna urine kuning.
(2) Di RS : Saat dikaji pasien belum BAB/BAK
4) Aktivitas dan Istirahat
(1) Di rumah : Pasien mengungkapkan bekerja sebagai wiraswasta.
Aktifitas setelah kecelakan tidak mengalami kendala karena nyeri sudah
hilang. Pasien mengungkapkan biasanya tidur tidak menentu.
(1) Di RS : Aktivitas pasien hanya tirah baring ditempat tidur

2.1.6 Pemeriksaan Fisik


1) Keadaan Umum
Keadaan umum pasien baik, tingkat ketergantungan parsial
2) Sistem Pernapasan:
Inspeksi bentuk dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu napas, tidak
ada retraksi dada, tidak ada pernapasan cuping hidung. Saat di auskultasi di
dapatkan suara napas vesikuler disemua lapang paru. Pasien batuk dan lendir
tidak bisa keluar. RR: 16x/menit.
3) Sistem Kardiovaskular:
Suhu: 37,1ºC, nadi: 112 x/menit kuat, teratur, TD: 110/90 mmHg, CRT: <2
detik. Akral hangat. Di Auskultasi S1/S2 terdengar teratur di apex jantung
ICS 4-5 midclavicula sinistra.
4) Sistem Persyarafan:
Kesadaran composmentis, Penglihatan, pendengaran, penciuman, sensibilitas,
bicara normal, tidak kejang, GCS 4-5-6, nyeri tekan di bagian lutut kiri.
5) Sistem Perkemihan:
Palpasi daerah kandung kemih (vesika urinaria) teraba lembek dan tidak ada
nyeri tekan di alat kelamin.
6) Sistem Pencernaan:
BB: 79kg, Bising usus: 18x/menit, palpasi tiap kuadran abdomen tidak ada
nyeri dan tidak teraba massa, perkusi didapatkan bunyi timpani.
7) Sistem Muskuloskeletal :
Lutut kiri pasien terlihat bengkak, palpasi hangat. Pasien mampu menggerakan
ektrimitas dengan kekuatan penuh, dan dapat melawan gravitasi. Kekuatan
otot
5 5 Ekstremitas atas dan bawah kuat menahan tahanan.
5 5

Skala morse fall scale: 40 = Resiko Sedang


8) Sistem Integumen :
Keadaan kulit utuh, warna coklat, turgor kulit baik <2dtk, lutut kiri bengkak.
Norton Scale: 20 = Resiko Rendah
9) Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran vena
jugularis
10) Sistem Reproduksi
Tidak ada kelainan di alat kelamin, tidak ada luka
11) Pemeriksaan
Penunjang Lab tanggal
19-7-2017
Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Elektrolit
Kalium 4.02 3.5-5 Mmol/L
Natrium 135 136-146 Mmol/L
Ginjal &
Saluran Kemih
BUN 7.9 6-20 Mg/dl
Creatinin 0.77 0.6-1.1 Mg/dl
Uric Acid 5.7 3.4-7 Mg/dl
Hati dan Serum Empedu
SGOT 29 <37 u/l 37c
SGPT 56.4 <42 u/l 37c
Hematologi
Lekosit 10.68 4-11 X109/L
Eritrosit 4.72 4.5-5.5 X1012/L
Hb 14 13-17.5 g/dl
PCV/HCT 41.3 40-52 %
Trombosit 358 150-400 X109/L
Eosinophil - 1-2 %
Basophil - 0-1 %
Stab 4 3-5 %
Segmen 80 54-66 %
Lymposit 14 25-33 %
Monosit 2 3-7 %
LED 36-65 6-10 Mm/jam
Karbohidrat
Gula Puasa 103 70-115 Mg/dl
Gula 2 Jam PP 130 <130 Mg/dl
Lemak
Cholesterol 185 <200 Mg/dl
HDL-Chol 20.9 >60 Mg/dl
LDL-Chol 105.5 <100 Mg./dl
Trigleserid 77 <150 Mg/dl
Serologi
CRP Pos 80.83 <10 Mg/dl

Lab tanggal 20-7-2017


Pemeriksaan Hasil Normal Satuan
Faal Hemostatik
Masa Perdarahan 1’27’’ 1-3 Menit/detik
Masa Pembekuan 7’35 6-13 Menit/detik
Retraksi bekuan Positif Posdlm 2 jam Per
PPT 14.3 <2dariKtr10-14 Detik
PPT 13.1 . Detik
APTT 32.3 <7dariKtr26-38 Detik
APTT Kontrol:33.1 Detik
Hematologi
Lekosit 10.71 4-11 X109/L
Eritrosit 4.69 4.5-5.5 X1012/L
Hb 14.1 13-17.5 g/dl
PCV/HCT 40.8 40-52 %
Trombosit 383 150-400 X109/L
Pertanda Hepatitis
HbsAg Positif Negatif
Anti HCV Negatif Negatif
Screening Tes
Test Strip (V-Care) Non reactive
CMIA Non reactive 0.18 >=50
(Chin, luminescent
micropaticle immune
assay)

12) Terapi
Infus : -
Injeksi: -
Oral: Dumin 3x1, Cefixime 200mg 2x1,Proneuron 3x1
13) Daftar Masalah
- Resiko Hipertermi
- Nyeri

2.1.7 Kesimpulan
Tn. T usia 35 tahun dengan diagnose medis Pro Evaluasi Ruptur ACL +
Manicus Genu Sin, MRS tanggal 18-07-2017 dengan keluhan Pasien
Mengungkapkan lutut sebelah kiri nyeri ±3 hari NRS: 3 dan Panas ±3hari. TTV
Suhu: 37,1ºC, nadi: 112 x/menit, TD: 110/90 mmHg, RR: 16x/menit. Hasil Lab
naik dari 10.68 menjadi 10.71, CRP 80.83.

2.2 Analisa Data


Nama Pasien : Tn.T
Umur : 35 tahun
Data Masalah Kemungkinan Penyebab
S: Pasien mengungkapkan Resiko Hipertermia Proses Penyakit
panas ±3hari Metabolisme basal
O: meningkat
- Suhu: 37,1ºC Hiperterimi
- RR: 16x/menit
- Hasil Lab Leko 10.68
naik 10.71, CRP 80.83
2.2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko Hipertermia berhubungan dengan Proses Penyakit yang di tandai
dengan pasien mengungkapkan panas ±3hari, Suhu : 37,1ºC, RR:
16x/menit. Hasil Lab Leko 10.68 naik 10.71, CRP 80.83
2.3 Perencana, Pelaksanaan dan Evaluasi
Tanggal 18-8-2017
No. Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi Sumatif

Keperawatan

1 Resiko Hipertermia Masalah tidak terjadi 1) Berikan penjelasan Jam 16.00 Tanggal 21-7-2017
berhubungan dengan mengenai penyebab
Proses Penyakit yang setelah dilakukan demam Menjelaskan kepada pasien Masalah teratasi
di tandai dengan
pasien tindakan keperawatan panas yang diderita - Pasien
mengungkapkan panas mengungkapkan
±3hari, Suhu : 37,1ºC, selama 3x24 jam dengan kemungkinan dari proses tidak panas
RR: 16x/menit. Hasil 2) Jelaskan pada pasien
- Suhu : 36 C
Lab Leko 10.68 naik kriteria hasil : pentingnya cairan dalam penyakit
10.71, CRP 80.83 tubuh - Nadi : 84
- Pasien - RR : 20x/menit
mengungkapkan
tidak panas lagi Jam16.15
- Suhu: 36 -37 C
5 5

- Nadi: 60-100 3) Anjurkan Pasien untuk Menjelaskan kepada pasien


x/menit memakaikan baju tipis
- Respirasi: 16-24 untuk anak pentingnya minum air putih
x/menit
- Lab dalam batas 1500-2000cc perhari
normal

4) Beri kompres hangat

17
Jam 16.20

5) Kolaborasi dalam Menganjurkan pasien


pemberian antipiretik
Dumin 3x1 memakai Baju tipis karena

6) Observasi TTV, suhu mempermudah pengeluaran


tubuh klien
keringat

Jam 19.00

Memberikan Kompres hangat

Jam 19.00

Memberikan obat Dumin

Jam 19.00

Mengobservasi keluhan, TTV

pasien, Balance
Tanggal 19-8-2017

No. Diagnosa Tujuan Intervensi Implementasi Evaluasi Sumatif

Keperawatan

1 Nyeri berhubungan Nyeri berkurang/hilang 1) Jelaskan kepada pasien Jam 16.15 Tanggal 21-7-2017 jam
dengan Trauma dan keluarga penyebab
Jaringan yang di tandai setelah dilakukan nyeri yang dirasakan Menjelaskan kepada pasien Masalah teratasi
dengan pasien
mengungkapkan lutut tindakan keperawatan dan keluarga penyebab nyari sebagian
sebelah kiri nyeri,
Tensi 110/90 mmHg, 3x24jam dengan kriteria akibat kemungkinan Trauma - Pasien
RR: 16x/menit, nadi: mengungkapkan
112 x/menit, NRS 3 hasil: setelah jatuh dari motor nyeri sudah
2) Ajarkan teknik relaksasi berkurang, NRS 1
- Pasien Jam 16.20
pernapasan dalam - Pasein tampak rileks
mengungkapkan
nyeri berkurang/ Mengajarkan cara relaksasi - TD 120/80 mmHg,
- Nadi 84x/menit
hilang
dengan menarik napas panjang - RR 20x/menit
- Tanda vital dalam
keadaan normal dan dalam
TD : 120-110/70-80
3) Ajarkan teknik distraksi Jam 16.25
mmHg pada saat nyeri
Mengajarkan teknik distraksi
Nadi 80-100x/menit
dengan melakukan kegiatan
RR 16-24x/menit
NRS 0-1 pengalihan konsentrasi dengan

- Lab dalam batas membaca buku, melihat tv dan


normal (Leko, CRP)
4) Kolaborasi pemberian main HP.
obat analgesic: Proneuron
3x1
Jam 20.00

Memberikan Obat Proneuron

5) Observasi keluhan pasien,


Tanda Vital, TD, Nadi,
RR, NRS

Jam 19.00

Menanyakan keluhan pasien

dan memeriksan tanda vital

pasien
2.4 Evaluasi Formatif

Nama Pasien : Tn. T

Umur : 35 tahun

Tanggal No. Catatan Perkembangan

DP

18-07-2017 1 S: Pasien mengungkapkan nyeri di lutut NRS 3 dan badan

Jam 19.00 panas 3 hari

O:
- Suhu: 38ºC
- RR: 20x/menit
- Nadi: 112x/menit

A: Masalah Terjadi

P: Intervensi di lanjutkan

19-07-2017 1 S: -

Jam 16.00 O:
- Suhu: 364ºC
- RR: 20x/menit
- Nadi 100x/menit

A: Masalah Teratasi

P:Intervensi resiko hipertermi diteruskan

I: Intervensi 2-6

E:

- S: 36ºC
- RR: 20x/menit

19-07-2017 2 S: Pasien mengungkapkan lutut kiri nyeri

Jam 16.00 O:

- TD 110/80 mmHg,
- Nadi 100x/menit
- RR 20x/menit
- NRS 4

21
A: Muncul Masalah baru Nyeri

P: Intervensi masalah Nyeri dilanjutkan

I: Intervensi 1-5 dilanjutkan

E:

Jam 20.00

- TD 120/80 mmHg,
- Nadi 92x/menit
- RR 20x/menit
- NRS 3

20-07-2017 1 S: -

Jam 16.00 O:
- Suhu: 36ºC
- RR: 20x/menit
- Nadi 88x/menit

A: Masalah Teratasi

P:Intervensi resiko hipertermi diteruskan

I: Intervensi 2-6

E:

- S: 36ºC
- RR: 20x/menit
- Nadi: 88x/menit

20-07-2017 2 S: Pasien mengungkapkan nyeri dilutut berkurang

Jam 16.00 O:

- TD 120/70 mmHg,
- Nadi 88x/menit
- RR 20x/menit
- NRS 2

A: Masalah Nyeri teratasi sebagian

P: Intervensi di dilanjutkan

I: Intervensi 2-5 dilanjutkan


Hari ini dilakukan Pungsi lutut di OK oleh dokter S cairan

serum keluar ±100cc

Obat oral Cefixime Stop Ganti Ceftriaxon 1g 2x1 iv

E:

Jam 20.00

- TD 130/90 mmHg,
- Nadi 88x/menit
- RR 20x/menit
- NRS 2

21-07-2017 1 S: -

Jam 16.00 O:
- Suhu: 364ºC
- RR: 20x/menit
- Nadi: 80x/menit

A: Masalah Teratasi

P:Intervensi resiko hipertermi diteruskan

I: Intervensi 2-6

E:

- S: 36ºC
- RR: 20x/menit
- Nadi: 84x/menit

21-07-2017 2 S: Pasien mengungkapkan nyeri dilutut berkurang

O:

- TD 110/70 mmHg,
- Nadi 80x/menit
- RR 20x/menit
- NRS 2
A: Masalah Teratasi Sebagian

P: Intervensi di dilanjutkan

I: Intervensi 2-5 dilanjutkan

E:
Jam 20.00

- TD 120/80 mmHg,
- Nadi 84x/menit
- RR 20x/menit
- NRS 1
BAB 3
PEMBAHASA
N

Pada kasus Tn T didapatkan bahwa pasien mengungkapkan nyeri di lutut


dan demam sudah 3 hari. Menurut Kneal (2011) yang paling dikeluhkan pasien
adalah nyeri, bengkak, Bunyi letupan pada lokasi, terjadi efusi, serta penurunan
kemampuan meluruskan lutut. Pada kasus ini terjadi kesesuaian antara teori dan
fakta, yaitu pasien mengungkapkan nyeri di lutut.
Pada kasus Tn T diangkat masalah keperawatan Nyeri dan Resiko
Hipertermia. Menurut Teori masalah yang muncul pada Kasus Ruptur ACL
meliputi, nyeri,hipertermia. Hal ini menunjukan kesesuaian antara fakta dan teori,
yaitu terdapat 2 masalah keperawatan yang diangkat nyeri dan hipertermia.
Masalah Resiko hipertermia diangkat sebagai prioritas karena pada saat
pengkajian nyeri belum bisa diangkat sebagai diagnose prioritas. Suhu masih
normal namun pemeriksaan menunjukan tanda-tanda resiko peningkatan suhu
tubuh akibat infeksi. Hasil CRP yang abnormal, Lekosit mengalami peningkatan
walaupun masih dalam batas normal. Nyeri baru muncul pada hari kedua
pengkajian baru bisa diangkat masalah keperawatan.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan Asuhan Keperawatan pada Tn. T, didapatkan data :
1. Data Fokus : Pasien mengungkapkan nyeri dan demam 3 hari, Suhu:
37,1ºC, nadi: 112 x/menit kuat, teratur, TD: 110/90 mmHg, RR:
16x/menit, Lutut kiri pasien terlihat bengkak, palpasi hangat
2. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu Resiko Hipertermia
berhubungan dengan Proses Penyakit yang di tandai dengan pasien
mengungkapkan panas ±3hari, Suhu : 37,1ºC, RR: 16x/menit. Hasil
Lab Leko 10.68 naik 10.71, CRP 80.83, dan Nyeri berhubungan
dengan Trauma Jaringan yang di tandai dengan pasien
mengungkapkan lutut sebelah kiri nyeri, Tensi 110/90 mmHg, RR:
16x/menit, nadi: 112 x/menit, NRS 3
3. Intervensi keperawatan untuk diagnosa keperawatan Resiko
hipertermia yaitu Berikan penjelasan mengenai penyebab demam,
jelaskan pada pasien pentingnya cairan dalam tubuh, anjurkan Pasien
untuk memakaikan baju tipis untuk anak, beri kompres hangat,
kolaborasi dalam pemberian antipiretik Dumin 3x1, observasi suhu
tubuh, TTV pasien
4. Evaluasi
Untuk DP Resiko hipertermia yaitu Masalah teratasi, pasien

mengungkapkan tidak panas, suhu : 36 C, nadi : 84, RR : 20x/menit

4.2 Saran
Bagi perawat untuk tetap mempertahankan pemberian asuhan keperawatan
yang baik bagi pasien dengan Ruptur ACL sehingga dapat meningkatkan taraf
kesehatan bagi penderita tersebut. Selain itu, memberikan perhatian pada pasien
melalui edukasi sebelum pasien KRS tentang cara mencuci tangan yang benar
untuk mencegah infeksi, kontrol tepat waktu, latihan berjalan efektif / sering
mobilisasi, dan minum obat sesuai resep dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Zein, M. I. (2013). Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL) Pada Atlet Berusia
Muda. Volume XI, Edisi
2.www.journal.uny.ac.id/index.php/medifora/article/download/2811/2336
diakses tanggal 25/07/2017 18.59
R. Sjamsuhidajat, W. K. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah (3 ed.). Jakarta: EGC.
Kneale, Julia D. (2011). Keperawatan ortopedik & trauma (2 ed) . Alih bahasa:
Egi Komara Yudha. Jakarta: EGC
Suratun. (2008). Klien gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: EGC
Huda, Amin Nurarif, Hardhi Kusuma. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 1.Jogjakarta:
MediAction
Diakses tanggal 30 Juli 2017. digilib.unimus.ac.id/download.php?id=17529

Anda mungkin juga menyukai