Anda di halaman 1dari 34

3

Perumpamaan
tentang
Bendahara
yang Cerdik

S alah satu ciri paling umum dari perumpamaan-perumpamaan


yang diajarkan Yesus adalah pelajarannya yang mengejutkan. Setiap
perumpamaan sering menyentak para pendengarnya. Yang menjadi
“pahlawan” biasanya orang yang paling tidak diduga. Ciri itu tampak jelas dalam
perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur (Lukas 16:1-13). Perumpamaan
ini telah memancing kontroversi dan perdebatan di antara para penafsir Alkitab.
Meskipun menimbulkan banyak pertanyaan, perumpamaan ini menghadapkan kita

27
pada kebenaran esensial tentang kehidupan sebagai seorang murid. Perumpamaan
disajikan terlebih dahulu dalam ayat 1-8, kemudian diikuti dengan penjelasan
Tuhan tentang prinsip-prinsip yang hendak diajarkan dari perumpamaan itu.

Yesus Menyampaikan Perumpamaan


tentang Bendahara yang Cerdik
Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Ada seorang kaya yang mempunyai
seorang bendahara. Kepadanya disampaikan tuduhan, bahwa bendahara itu
menghamburkan miliknya. Lalu ia memanggil bendahara itu dan berkata
kepadanya: Apakah yang kudengar tentang engkau? Berilah pertanggungan
jawab atas urusanmu, sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara.
Kata bendahara itu di dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat? Tuanku
memecat aku dari jabatanku sebagai bendahara. Mencangkul aku tidak dapat,
mengemis aku malu. Aku tahu apa yang akan aku perbuat, supaya apabila aku
dipecat dari jabatanku sebagai bendahara, ada orang yang akan menampung
aku di rumah mereka.
“Lalu ia memanggil seorang demi seorang yang berhutang kepada tuannya.
Katanya kepada yang pertama: Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab
orang itu: Seratus tempayan minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, duduklah dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh
tempayan. Kemudian ia berkata kepada yang kedua: Dan berapakah hutangmu?
Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, buatlah surat hutang lain: Delapan puluh pikul.
“Lalu tuan itu memuji bendahara yang tidak jujur itu, karena ia telah
bertindak dengan cerdik.” (Lukas 16:1-8).
Perumpamaan ini membawa kita memasuki dunia keuangan dan tanggung
jawab. Si bendahara adalah seorang pengurus. Artinya, ia hanyalah pegawai yang
diberi kepercayaan oleh tuannya, yang mungkin sedang bepergian, untuk
mengawasi usaha dan aset sang tuan. Yang jelas, ia bertanggung jawab menggunakan
kepercayaan itu untuk memajukan usaha majikannya, dan bukan untuk memajukan
kepentingan dirinya sendiri. Namun, godaan untuk menyelewengkan uang bagi
tujuan dan kesenangan sendiri terbukti terlalu kuat baginya. Ia menghambur-

28
hamburkan uang itu, melanggar kepercayaan yang diberikan, dan menyalahgunakan
harta majikannya. Lalu, ketika dituduh lalai dalam mengerjakan tugasnya, ia tak bisa
mengelak.
Kisah ini hampir sama dengan perumpamaan tentang hamba yang tak mau
mengampuni dalam Matius 18. Pengulangan situasi yang sama ini menunjukkan
bahwa menyalahgunakan kepercayaan adalah hal yang umum terjadi, baik pada
zaman dahulu maupun pada zaman sekarang. Yang pasti, bendahara itu pantas
dipecat dari pekerjaannya. Namun, yang penting untuk diperhatikan adalah posisi si
bendahara setelah tuannya berkata, “Berilah pertanggungan jawab atas urusanmu,
sebab engkau tidak boleh lagi bekerja sebagai bendahara” (ay.2).
Perusahaan-perusahaan masa kini biasanya memerintahkan karyawan yang
dipecat untuk segera mengemasi barang-barangnya, atau perusahaan yang akan
membereskannya. Namun, bendahara tadi masih diberikan kesempatan. Pemecatan
itu memang tak terhindarkan, tetapi belum bersifat final atau diumumkan kepada
publik. Sebelum laporan keuangannya selesai dibuat, ia masih memiliki kesempatan
untuk bertindak. Memang, waktunya amat singkat, karena itu ia harus segera
bertindak. Ia tak boleh membuang-buang waktu.
Di sinilah kecerdikan bendahara itu tersingkap. Ia mengetahui bahwa ia tak
punya banyak pilihan. Ia terlalu lemah untuk melakukan pekerjaan kasar dan terlalu
gengsi untuk mengemis. Jika tidak bertindak cepat, salah satu dari nasib buruk itu
akan menimpanya. Namun, ia mengetahui benar pepatah yang mengatakan, “Ada
budi, ada balas.” Mungkin ia bisa bermurah hati kepada beberapa orang sehingga
mereka akan membalas kebaikan hatinya.

Kisah ini hampir sama dengan perumpamaan


tentang hamba yang tak mau mengampuni
dalam Matius 18.

Rencananya sederhana. Ia memanggil orang-orang yang berutang kepada


tuannya dan mengubah surat utang mereka. Bagaimanapun juga, ia telah lama
mengelola laporan keuangan tuannya dan masih memiliki wewenang yang sah
untuk bertindak atas nama tuannya.

29
• “Berapakah hutangmu kepada tuanku? Jawab orang itu: Seratus tempayan
minyak. Lalu katanya kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, duduklah
dan buat surat hutang lain sekarang juga: Lima puluh tempayan” (ay.5-6).
• “Berapakah hutangmu? Jawab orang itu: Seratus pikul gandum. Katanya
kepada orang itu: Inilah surat hutangmu, buatlah surat hutang lain:
Delapan puluh pikul” (ay.7).
Kita tidak tahu banyak soal praktik bisnis di abad pertama sehingga sulit
memastikan apa yang sedang terjadi dalam perkara ini. Beberapa ahli yakin bahwa
semua transaksi bisnis tersebut curang dan bendahara ini melibatkan para pengutang
itu untuk menipu atasannya. Mungkin hal itu benar, tetapi mengingat orang-orang
itu mungkin akan terus melakukan bisnis dengan sang tuan, tafsiran tersebut
tampaknya tidak sesuai. Yang lebih memungkinkan, transaksi-transaksi si bendahara
itu dilakukan secara halus dan legal sampai batas tertentu.
Menurut hukum Musa, para pebisnis Yahudi dilarang mengambil riba dari
saudara sebangsanya. Namun, hal itu membuat transaksi dagang menjadi sulit. Jadi,
mereka mengakalinya. Ketika meminjamkan uang, peminjam dilarang oleh hukum
untuk mencantumkan besarnya bunga dalam surat perjanjian utang piutang. Oleh
karena itu, dalam perjanjian itu biasanya hanya tercantum satu jumlah: jumlah total
yang mencakup pinjaman pokok ditambah bunga dan imbalan bagi si bendahara.
Jumlah ini kerap kali dinyatakan dalam bentuk barang (misalnya minyak atau
gandum) daripada uang. Dengan cara ini, transaksi yang berlangsung akan terlihat
seperti menaati hukum.
Jika benar demikian, mungkin si bendahara memberi potongan jumlah utang
yang tertera dalam tagihan itu dengan menangguhkan bunganya. Karena memungut
bunga adalah pelanggaran terhadap hukum Yahudi, maka sang tuan tidak
mempunyai dasar untuk memberikan sanksi kepadanya. Bisa jadi, para pengutang
itu mencurigai alasan di balik “kemurahan hati” si bendahara. Meskipun demikian,
mereka masih dengan senang hati menerima tawarannya. Oleh karena itu, dengan
cerdik ia telah menjadikan tuannya tidak bisa berbuat apa-apa, sambil tetap bersih
dari pelanggaran hukum, sekaligus mengambil hati para pengutang yang pasti akan
mengenangnya sebagai bendahara yang baik hati.
Perumpamaan itu diakhiri dengan pernyataan, “Lalu tuan itu memuji bendahara
yang tidak jujur itu, karena ia telah bertindak dengan cerdik” (ay.8). Kita perlu
mengenali apa yang tersurat dan apa yang tersirat di sini. Tuan itu tidak berkata

30
bahwa ia berkenan, melainkan terkesan atas tindakan si bendahara. Orang itu berhasil
membuat tuannya tidak berdaya sekaligus mencapai tujuan yang dikehendakinya.
Sang majikan tentu bukan memuji perilaku tidak jujur si bendahara di awal tadi,
tetapi seperti atlet yang dipecundangi dengan wajah masam mengomentari keahlian
dan strategi lawannya, ia terpaksa mengakui kecerdikan si bendahara.

Dalam bahasa Yunani, kata cerdik berarti


“bertindak dengan perhitungan jauh ke depan”
Karena kata cerdik adalah kunci dalam cerita ini, kita perlu merenungkan
maknanya dengan saksama. Dalam bahasa Yunani, kata cerdik berarti “bertindak
dengan perhitungan jauh ke depan”, dan hal ini dilambangkan dalam pengajaran
Yesus oleh orang yang bijaksana (yang secara harfiah juga berarti cerdik) yang
membangun rumahnya di atas batu untuk bersiap menghadapi badai yang akan
datang (Matius 7:24). Kecerdikan juga menjadi ciri sosok lima gadis “bijaksana”
(cerdik) yang membawa persediaan minyak sebagai persiapan untuk masa
mendatang (Matius 25:1-13). Sifat cerdik inilah yang dimiliki oleh bendahara yang
tak jujur itu. Ia bertindak dengan tepat di masa sekarang untuk menempatkan
dirinya pada posisi yang menguntungkan di masa mendatang. Ia berespons dengan
baik terhadap situasi yang dihadapinya. Ia menyadari krisis di depan matanya dan
merebut peluang yang ada karena kemampuannya untuk memandang jauh ke
depan. Ia cukup lihai untuk bertindak dengan penuh kecerdikan dan pertimbangan
yang praktis.
Kisah ini mengusik kita. Walaupun si bendahara tampaknya menjadi pahlawan
dalam cerita ini, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Namun, melalui tindakan-
tindakannya yang kurang meyakinkan itu, kita dapat melihat suatu kualitas yang
sepatutnya juga ditunjukkan oleh murid-murid Tuhan bila mereka ingin hidup
berhasil di dunia ini. Kualitas itulah yang diuraikan Tuhan dalam penjelasannya.

Yesus Mendiskusikan Prinsip-Prinsip


untuk Menjadi Murid yang Bijaksana
“Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-
anak terang. Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan

31
mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat
menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi.
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-
perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak
benar juga dalam perkara-perkara besar. Jadi, jikalau kamu tidak setia dalam hal
Mamon yang tidak jujur, siapakah yang akan mempercayakan kepadamu harta
yang sesungguhnya? Dan jikalau kamu tidak setia dalam harta orang lain,
siapakah yang akan menyerahkan hartamu sendiri kepadamu? Seorang hamba
tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan
membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada
Allah dan kepada Mamon” (Lukas 16:8-13).

1

MURID YANG CERDIK MENGGUNAKAN UANG
UNTUK MERAIH TUJUAN KEKAL
Pesan pertama Tuhan dalam Lukas 16:8-13 adalah bahwa kecerdikan dalam
menggunakan uang dapat menolong orang mencapai tujuan yang kekal. Di ayat 9,
Tuhan berkata, “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak
jujur.” Frasa “Mamon yang tidak jujur” diterjemahkan dalam versi lain sebagai
“kekayaan dunia”. Mamon adalah suatu istilah yang menarik, karena mencakup
tidak hanya uang tetapi juga harta benda. Tuhan menjelaskan bahwa Mamon
memiliki kekuatan yang besar dan tidak bersifat netral. Bila tidak ditempatkan di
bawah otoritas Kristus, Mamon dapat menjadi ilah lain yang membawa kita kepada
kejahatan. Jadi, itu bukan sekadar “kekayaan dunia” melainkan “Mamon yang tidak
jujur”.
Tuhan memanggil kita untuk mengenali sifat harta yang terbatas. Ungkapan
“supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi” (ay.9) secara harfiah berarti
“ketika Mamon itu gagal”, dan ini mengacu kepada kematian, bukan utang. Paulus
berkata, “Kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat
membawa apa-apa ke luar” (1 Timotius 6:7). Kecerdikan mendesak kita untuk
menyadari bahwa uang memang berkuasa, tetapi terbatas, sementara, dan fana.
Uang pasti gagal, musnah, atau rusak. Berabad-abad lalu Bernard dari Clairvaux
menulis, “Uang tidak mungkin bisa memuaskan kehausan jiwa, sama seperti udara

32
tidak mungkin bisa memuaskan tubuh yang membutuhkan makanan.” Ini jelas
berlaku saat kematian tiba. Tak seorang pun membawa serta uangnya ke alam baka.
Kecerdikan dalam pengelolaan uang juga menyoroti bagaimana uang itu dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan yang kekal. Yesus berkata, “Pakailah kekayaan dunia
ini untuk mendapat kawan, supaya . . . kalian akan diterima [oleh kawan-kawan itu]
di tempat tinggal yang abadi” (ay.9 BIS). Setiap orang percaya akan diterima masuk
ke dalam surga, tetapi tidak semuanya akan mempunyai jumlah kawan yang sama
yang menyambut mereka di sana. Bila uang kita digunakan untuk memenuhi
kebutuhan saudara-saudara seiman dan juga untuk mewartakan Injil, kita yakin
bahwa ada berkat kekal yang akan kita terima. Bapa kita yang Maha Pemurah akan
menyingkapkan kepada saudara-saudari seiman kita bagaimana uang yang kita
berikan kepada pelayanan memainkan peran penting dalam pertobatan mereka atau
untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Hampir tidak ada pengalaman yang lebih menguatkan daripada mengunjungi
tempat tinggal dan pelayanan Anda di masa silam, lalu melihat orang-orang di sana
berduyun-duyun menyatakan bagaimana kehadiran Anda telah memberikan
pengaruh besar dalam kehidupan mereka, dengan dampak yang tidak pernah
terbayangkan atau disadari. Bayangkan penyambutan yang sama juga menanti kita
di surga!
Tuhan memanggil kita untuk menggunakan uang dengan cerdik untuk alasan-
alasan yang bersifat kekal. Namun, data statistik menyatakan bahwa jumlah
pendapatan yang bisa dibelanjakan (disesuaikan dengan laju inflasi) meningkat
sebesar 31 persen di antara anggota tiga puluh satu denominasi Protestan antara
tahun 1968 sampai 1985, tetapi hanya 2 persen dari pendapatan tersebut yang
dipersembahkan untuk mendukung gereja atau lembaga pelayanan Kristen (Chicago
Tribune, 31 Juli 1988). Dengan kata lain, 98 persen lainnya digunakan untuk
membiayai gaya hidup. Di tengah dunia dengan kebutuhan yang terus meningkat
dan banyaknya kesempatan yang menarik perhatian, cara kita mengelola uang tidak
bisa dibilang cerdik atau bjiaksana.
Orang percaya juga perlu hidup cerdik—dengan menyusun strategi,
merencanakan, memimpikan, dan menggunakan akal budi serta kreativitas. Untuk
menghadapi zaman yang sulit dibutuhkan solusi yang cerdik, sebagaimana
dilukiskan oleh perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur tadi. Tuhan tidak
memanggil kita untuk menjalani hidup yang biasa-biasa saja. Murid Yesus yang

33
cerdik perlu bertanya kepada diri sendiri, “Bagaimana aku dapat menggunakan
uangku semaksimal mungkin untuk hal-hal yang bernilai kekal?” Kita harus berhati-
hati agar tidak membelanjakan atau menghamburkan uang dengan ceroboh dan
menuruti kata hati tanpa pikir panjang. Tuhan memanggil kita untuk menjadi
murid yang tegas, cermat, cerdik, dan memandang jauh ke depan.

2

MURID YANG CERDIK MENGGUNAKAN UANG
UNTUK MEMBERIKAN DAMPAK YANG KEKAL
Lukas 16:8-13 mempunyai tiga pesan utama. Pertama, kecerdikan dalam
menggunakan uang dapat digunakan untuk mencapai tujuan kekal. Kedua, cara kita
mengelola uang mempunyai dampak kekal (ay.10-12). Prinsip pengelolaan uang
sangat sederhana. Prinsip pertama adalah persyaratan utamanya: “Yang akhirnya
dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat
dipercayai” (1 Korintus 4:2). Prinsip kedua adalah ganjaran, yang dijelaskan Tuhan
dalam Lukas 16:10: “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga
dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara
kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”
Dalam perkara-perkara kecillah kita membuktikan diri kita. Utusan Injil
ternama, Hudson Taylor, pernah berkata, “Perkara kecil memang hal yang
sederhana; tetapi kesetiaan dalam perkara kecil sungguh bernilai besar.”
Kesetiaan terhadap uang pada dasarnya adalah soal karakter. Seorang penulis
memberikan alasan ia masih merasa perlu menyusun biografi baru tentang Duke of
Wellington: “Saya lebih beruntung dibandingkan penulis biografi sebelumnya. Saya
menemukan laporan pembukuan lama yang menunjukkan bagaimana Duke
membelanjakan uangnya. Cara beliau memakai uang menjadi petunjuk yang lebih
baik untuk mengetahui apa yang benar-benar penting baginya, daripada membaca
seluruh surat atau pidato yang ditulisnya.” Hal ini seharusnya juga berlaku atas
laporan keuangan seorang murid Tuhan.
Kecerdikan menyebabkan kita memandang “Mamon” dengan cara menarik.
Lukas 16:10-12 menyamakan “perkara-perkara kecil” (ay.10), “Mamon yang tidak
jujur” (ay.11), dan “harta orang lain” (ay.12). Sementara itu, ada kesamaan antara
“perkara-perkara besar” (ay.10), “harta yang sesungguhnya” (ay.11), dan “hartamu
sendiri” (ay.12). Tuhan mengatakan bahwa kekayaan yang kita miliki sekarang

34
adalah perkara-perkara kecil, bahkan bukan milik kita sama sekali. Kita hanyalah
pengelola, bukan pemilik. Jika kita menggunakan harta yang ada saat ini seolah-olah
sebagai milik kita, dan bukan milik Tuhan, kita sedang bertindak seperti bendahara
yang tidak jujur tadi. Sesungguhnya kita tidak memiliki apa-apa, melainkan hanya
dipercaya mengelola segala sesuatu. Apa yang kita pegang sekarang hendaknya
dipakai untuk menggenapi maksud dan tujuan Sang Tuan. Nilai utama dari harta
duniawi adalah sebagai alat untuk melatih kita mengelola “harta yang
sesungguhnya,” yang menunjuk kepada perkara-perkara dalam Kerajaan Allah.
Oleh karena itu, murid Tuhan yang cerdik akan menggunakan uang untuk
memberikan dampak yang kekal. Hal itu termasuk kesempatan untuk melayani
Tuhan Yesus dengan mewujudkan kehendak-Nya di bumi sekaligus keistimewaan
yang akan kita nikmati dalam pelayanan di surga kelak.

3


MURID YANG CERDIK MENGERTI BAHWA
PENGELOLAAN KEUANGAN YANG BIJAK
MENCEGAH KETERIKATAN PADA UANG
Pesan ketiga dari Lukas 16:8-13 ditemukan di ayat 13: “Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” Dengan kata lain, murid yang cerdik
menyadari bahwa pengelolaan keuangan yang bijak akan mencegah kita terikat pada
uang. Kita dapat melayani Allah dengan uang, tetapi kita tidak akan dapat melayani
Allah dan uang sekaligus. Mau tak mau, kita harus memilih. Kita hanya dapat
memiliki satu tuan. Yesus ingin kita mengerti bahwa sesungguhnya kita tidak
mungkin dapat menjadi tuan bagi Mamon. Pilihan yang kita punyai hanyalah
menjadi pengelola uang atau sebaliknya, hamba uang. Mamon pun selalu berjuang
untuk menggantikan Allah sebagai tuan kita.
Tuhan Yesus menggunakan gaya bahasa personifikasi yang sangat jelas dalam
uraian-Nya agar kita mengerti bahwa tak ada pilihan untuk berjalan di tengah-
tengah. Entah Allah menguasai harta kita atau sebaliknya, harta itu akan menguasai
kita. Henry Fielding pernah menulis, “Jadikan uang sebagai ilahmu, maka ia akan
menerkammu bagai iblis.”
Kita semua melayani sesuatu atau seseorang. Kita tidak mungkin menjadi murid
Yesus setengah-setengah, dan tidak mungkin Mamon hanya meminta separuh diri
kita. Kita harus memilih kepada siapa kita mengabdi sepenuhnya. Ketika kita
memilih Tuhan sebagai satu-satunya Tuan kita, Dia tidak akan pernah merebut uang

35
kita. Dia justru mengambil uang kita dan mengubahnya untuk kebaikan. Uang
yang kita gunakan untuk berjudi, membayar wanita tunasusila, atau membeli
narkoba adalah uang yang juga dapat kita gunakan untuk membeli Alkitab,
menggali sumur air bersih, atau mendukung pengabaran Injil. Uang yang
digunakan bendahara yang cerdik tadi untuk menata jalannya menuju masa depan
yang mapan, juga dapat digunakan seorang murid yang cerdik untuk menjalin
persahabatan yang kekal. Perbedaannya terletak pada keputusan kita: kepada siapa
kita akan mengabdikan diri?
Bagaimana cara kita memperoleh uang? Apa yang ingin kita beli dengan uang
itu? Kapan dan bagaimana kita mengeluarkan uang? Untuk apakah kita memakai
harta benda kita? Itu semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seorang
murid yang cerdik dengan mencontoh tokoh “pahlawan” yang tidak lazim dalam
cerita Tuhan Yesus, yaitu seseorang yang bertindak dengan tepat untuk
menggunakan berbagai sumber daya yang dipegangnya saat ini untuk
memaksimalkan peluang keberhasilannya di masa depan.

Pengelolaan keuangan yang bijak akan


mencegah kita terikat pada uang. Kita dapat
melayani Allah dengan uang, tetapi kita tidak
akan dapat melayani Allah dan uang sekaligus.

Ada kisah tentang seseorang yang mengalami karam kapal di pulau terpencil
yang tak dikenal. Betapa terkejutnya ia saat mengetahui bahwa ia tidak sendirian.
Sebuah suku yang terdiri dari cukup banyak orang sudah mendiami pulau itu.
Betapa senang dirinya karena mereka memperlakukannya dengan sangat baik.
Mereka menempatkannya di atas singgasana dan menyediakan segala keinginannya.
Ia amat senang, tetapi juga bingung. Mengapa ia diperlakukan bak raja? Setelah
kemampuan berkomunikasinya meningkat, ia pun tahu bahwa suku itu mempunyai
kebiasaan memilih raja setahun sekali. Kemudian, setelah masa kekuasaannya
berakhir, sang raja akan diasingkan ke sebuah pulau dan dibiarkan di sana.

36
Kegembiraannya segera berganti dengan kesedihan. Namun, ia lalu memikirkan
suatu rencana yang cerdik. Di sepanjang bulan-bulan berikutnya, ia mengirim
anggota-anggota suku itu untuk membuka dan mengolah lahan di pulau buangan
tersebut. Ia memerintahkan mereka untuk membangun sebuah rumah yang indah,
memperlengkapinya dengan perabot rumah, dan menanam tumbuh-umbuhan. Ia
mengirim beberapa sahabat terdekatnya untuk tinggal di sana dan menunggunya.
Lalu, ketika hari pengasingan itu tiba, ia pun dapat tinggal di sebuah tempat yang
telah dipersiapkan dengan sangat cermat, bersama dengan sahabat-sahabat yang
dengan senang hati menerimanya.
Murid-murid Tuhan memang tidak sedang dalam perjalanan menuju pulau
yang sunyi. Tujuan kita adalah rumah Bapa. Namun, persiapan yang kita lakukan di
dunia menentukan keadaan kita di sana kelak. Jika kita bijak dan cerdik, akan ada
sahabat dan ganjaran kekal yang menanti kita. Orang bodoh yang menjadi hamba
uang akan kehilangan segala-galanya. Orang percaya yang cerdik melayani Allah dan
memiliki investasi yang bertahan selamanya.

37
Perumpamaan tentang

BAHAN PA NO.
baca halaman 27–37
3 Bendahara yang Cerdik
Menyadari bahwa uang dan kekayaan punya
kuasa, tetapi terbatas dan sementara. Namun,
uang dapat dipakai untuk meraih tujuan kekal.
MEMORY
AYAT HAFALAN
VERSE
Lukas 16:13— Pendahuluan
“Kamu tidak dapat Bagi Anda, apakah cerdik istilah yang negatif atau positif?
mengabdi kepada Allah Siapa saja orang yang dapat Anda sebut cerdik dalam
dan kepada Mamon.”
urusan bisnis atau perilaku mereka terhadap uang, dan apa
yang bisa Anda pelajari dari mereka?

Perenungan
1. Di halaman 33 ada pernyataan yang cukup mengejutkan dari penulis: “Setiap orang
percaya akan diterima masuk ke dalam surga, tetapi tidak semuanya akan mempunyai
jumlah kawan yang sama yang menyambut mereka di sana.” Apakah pemikiran ini
mendorong Anda untuk memperlakukan orang lain dengan berbeda?

2. Jika “murid yang cerdik” bertanya, “Bagaimana caranya agar aku memaksimalkan uangku
untuk tujuan yang kekal?”, kira-kira cara apa yang bisa Anda usulkan?

3. Gary Inrig menegaskan perlunya “pengelolaan uang yang bijak”. Apa artinya hal tersebut,
dan apa saja kunci dari pengelolaan yang bjiak tersebut?

Penggalian
Going Further Lebih Lanjut

Referensi
Bacalah 1 Korintus 4:2; 9:17; dan 1 Petrus 4:10, dan lihatlah apa saja prinsip-prinsip
pengelolaan yang dapat dipelajari dari ayat-ayat tersebut?

38
Penggalian Baca Lukas 16:1-13
1. Apa yang sesungguhnya menyebabkan bendahara 1
Yesus berkata kepada murid-murid-
orang kaya itu dipecat? Nya: “Ada seorang kaya yang
mempunyai seorang bendahara . . . .
bendahara itu menghamburkan
miliknya. 2 Lalu ia memanggil
bendahara itu dan berkata kepadanya:
. . . engkau tidak boleh lagi bekerja
sebagai bendahara. 3Kata bendahara
itu di dalam hatinya: . . . 4 Aku tahu apa
yang akan aku perbuat, supaya apabila
aku dipecat dari jabatanku sebagai
bendahara, ada orang yang akan
2. Ketika si bendahara memanggil para pengutang, apa
menampung aku di rumah mereka.
yang dilakukannya terhadap utang mereka? Menurut 5
Lalu ia memanggil seorang demi
Anda, apa yang hendak dilakukannya dengan seorang yang berhutang kepada
mengubah jumlah utang mereka? tuannya. Katanya kepada yang
pertama: Berapakah hutangmu kepada
tuanku? 6Jawab orang itu: Seratus
tempayan minyak. Lalu katanya
kepada orang itu: Inilah surat
hutangmu, duduklah dan buat surat
hutang lain sekarang juga: Lima puluh
tempayan . . . . 8Lalu tuan itu memuji
bendahara yang tidak jujur itu, karena
ia telah bertindak dengan cerdik . . . .
10
Barangsiapa setia dalam perkara-
3. Coba jelaskan ulang maksud pesan Yesus di ayat 10
perkara kecil, ia setia juga dalam
dalam ungkapan yang lebih mudah dimengerti. Apa perkara-perkara besar . . . . 13 Seorang
pula maksud Yesus di ayat 13: “Kamu tidak dapat hamba tidak dapat mengabdi kepada
mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”? dua tuan . . . . Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada
Mamon.”

Saat Teduh >


Gunakan artikel Santapan
Rohani di halaman
selanjutnya untuk memandu
perenungan Anda tentang
hal seputar uang.

Refleksi
Saat memikirkan cara berinvestasi yang memberikan dampak kekal, apa saja dua pelajaran
yang Anda terima dari pembelajaran kali ini yang dapat menolong Anda melakukannya?

39
Santapan Rohani: Renungan mengenai uang

Uang Memang Penting

G
odfrey Davis, penulis biografi Duke Wellington,
berkata, “Saya menemukan laporan pembukuan lama
yang menunjukkan bagaimana Duke membelanjakan
LUKAS 16:13—
uangnya. Cara beliau memakai uang menjadi petunjuk yang
Seorang hamba
lebih baik untuk mengetahui apa yang benar-benar penting tidak dapat
baginya, daripada membaca seluruh surat atau pidato yang mengabdi
ditulisnya.” kepada dua
tuan. Karena jika
Cara kita mengelola uang menunjukkan kedalaman
demikian ia akan
pengabdian kita kepada Kristus. Oleh sebab itulah, Yesus sering membenci yang
berbicara mengenai uang. Seperenam isi kitab-kitab Injil, seorang dan
termasuk sepertiga perumpamaan yang diceritakan-Nya, mengasihi yang
menyinggung tentang pengelolaan uang. Dia membicarakan soal lain, atau ia akan
setia kepada
uang bukan karena Dia ingin mengumpulkan uang bagi diri-
yang seorang
Nya, tetapi karena uang memang penting. Namun, ternyata dan tidak
banyak dari kita yang terlalu mementingkan uang. mengindahkan
Yesus memperingatkan bahwa kita bisa terjerat menjadi yang lain.

hamba uang. Mungkin kita tidak merasa telah menjadikan uang


lebih penting daripada Allah, tetapi maksud Yesus bukanlah agar
kita melayani Allah lebih daripada uang. Masalahnya bukanlah
apa prioritas utama hidup kita, melainkan apakah kita
membiarkan uang menguasai kita. Pendeta dan penulis George
Buttrick berkata, “Dari semua tuan yang dapat dipilih manusia,
pada akhirnya hanya ada dua—Allah atau uang. Semua pilihan,
sekalipun kecil dan tersamar, hanyalah variasi dari pilihan ini.”
Apakah catatan keuangan Anda menunjukkan bahwa Yesus
adalah Tuan atas hidup Anda?
Baca renungan
 —Haddon Robinson Santapan Rohani
hari ini di
www.santapanrohani.org

40
4

Perumpamaan
tentang Pekerja
yang
Bersungut-Sungut
(BAGIAN 1)

B ill Borden dilahirkan sebagai keturunan darah biru dan


dibesarkan di tengah keluarga kaya. Orangtuanya adalah keturunan
bangsawan Inggris, dan ayahnya menjadi kaya raya karena usaha
bisnis perumahan dan produk susu. Pada tahun 1908, Bill telah memiliki
kekayaan jutaan dolar di usianya yang ke-21 (setara dengan 40 juta dolar pada
hari ini). Ia juga tampan, cerdas, terpelajar, dan terkenal.
Namun, pada tahun 1912, di usianya yang ke-25 Bill Borden melakukan dua
hal yang menjadi berita utama di media massa. Pertama, ia menyumbangkan

41
semua harta kekayaannya, setengah untuk pekerjaan Allah di Amerika Serikat dan
setengahnya lagi untuk pelayanan misi di mancanegara. Kedua, ia memutuskan
untuk pergi melayani sebagai misionaris ke bangsa-bangsa yang belum percaya,
pertama-tama ke Mesir untuk belajar bahasa Arab, dan akhirnya ke suatu daerah
terpencil di negara Tiongkok.
Bagi masyarakat dan media massa, bahkan bagi banyak temannya yang
seiman, tindakan Borden tampaknya sia-sia, apalagi ketika ia meninggal dunia
karena penyakit radang selaput otak tak lama setelah tiba di Kairo. Tampaknya ia
telah membuang-buang uang, karier, dan bahkan hidupnya. Untuk apa?
Apa yang mendorong Bill Borden melakukan semua itu? Apa yang membuat
seseorang meninggalkan hampir segala sesuatu yang dipandang berharga oleh
banyak orang demi ketaatan kepada apa yang diyakininya sebagai kehendak Allah?
Apa untungnya? Apa hasil yang didapatnya dari investasi semacam itu?
Mengapa kita melayani Tuhan Yesus? Pertanyaan ini membawa kita kepada
diskusi yang menarik antara Yesus dan murid-murid-Nya. Dalam diskusi itu Dia
menjawab pertanyaan yang diajukan Petrus tentang upah, lalu memakai sebuah
perumpamaan untuk mengajak mereka, dan juga kita, merenungkan lebih dalam
tentang motivasi rohani. Sebagaimana yang disampaikan oleh Matius, diskusi
tersebut berlangsung setelah perjumpaan Tuhan dengan seorang muda yang kaya
(Matius 19:16-26).

Upah yang Dijanjikan


BERKAT DARI PEMURIDAN
Sebuah studi dalam majalah Psychology Today meneliti pengaruh uang terhadap
hidup manusia. Salah satu kesimpulannya adalah orang-orang yang paling menaruh
perhatian kepada uang adalah mereka yang sangat jarang terlibat dalam hubungan
cinta yang memuaskan dan cenderung didera perasaan kekhawatiran, kecemasan,
dan kesepian. Kisah tentang orang muda yang kaya itu menyingkapkan dengan
gamblang sekaligus menyedihkan kekuatan uang dalam menguasai hidup seseorang.
Tragedi orang muda itu bukan karena ia memiliki kekayaan, melainkan karena
kekayaan itulah yang menguasai dirinya. Ia tidak bersedia melepaskan kekayaan
demi memperoleh kehidupan kekal yang ditawarkan Anak Allah. Kepercayaannya
terletak pada kekayaan, bukan pada Allahnya.

42
Dalam suatu masyarakat yang sering memandang kekayaan sebagai tanda
perkenanan dan penerimaan ilahi, Tuhan membuat pernyataan yang mengejutkan
para murid, “Lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada
seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Matius 19:24). Keselamatan
bukanlah pencapaian bagi yang kaya atau sukses. Keselamatan adalah anugerah
Allah, yang diberikan secara cuma-cuma dan diterima dengan kerendahan hati.
Petrus lebih terkesan dengan janji Tuhan kepada si pemuda kaya ketimbang
diskusi tentang keselamatan yang terjadi di hadapannya: “Pergilah, juallah segala
milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh
harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (ay.21). Pastilah benak
Petrus terpusat pada implikasi pernyataan Yesus: “harta di sorga . . . . ikutlah Aku.”

Keselamatan bukanlah pencapaian kekayaan


atau kesuksesan, melainkan anugerah Allah,
yang diberikan secara cuma-cuma dan
diterima dengan kerendahan hati.

“Jika itu yang akan diterima orang kaya ini, bagaimana dengan kami?” pikir
Petrus. “Aku telah meninggalkan jalaku dan mengikuti Yesus. Mana hartaku?”
Akhirnya Petrus mengungkapkan isi pikirannya, “Kami ini telah meninggalkan
segala sesuatu dan mengikut Engkau; jadi apakah yang akan kami peroleh?” (ay.27).
Kita berbohong pada diri sendiri jika kita balik mengecam sikap Petrus.
Walaupun mungkin kita merasa malu untuk memikirkan “apa yang seharusnya saya
peroleh?”, mau tak mau perasaan itu pasti muncul di hati kita, bahkan terkadang
sangat kuat kita rasakan. Namun, terkadang upah mengikuti Tuhan rasanya tidak
kunjung datang. Alih-alih mendapat berkat, sukacita, dan kepuasan, kita justru
sering menghadapi kepenatan, rasa frustrasi, kegagalan, atau penyakit. “Apa yang
seharusnya saya peroleh? Kapan dan bagaimana saya mendapatkan bagian harta itu?”
Tuhan tidak menanggapi Petrus dengan kemarahan, melainkan dengan
penegasan. Tidak salah bila kita memusatkan perhatian pada upah dan berkat yang
kekal, atau mendambakan “harta di sorga”. Dalam kitab-kitab Injil, Tuhan sendiri
sering menyampaikan janji-janji tentang upah (Matius 5:10-12; 6:19-21; 10:41-42;
24:45-47; 25:20-23). Upah di sini memiliki makna jauh lebih dalam daripada uang

43
komisi atau program insentif untuk suatu penjualan. Upah ini merupakan hasil
yang pantas diterima oleh mereka yang hidupnya menyenangkan Allah. Allah
“memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (Ibrani 11:6).
Jadi, Tuhan mengarahkan perhatian Petrus kepada Kerajaan-Nya, “waktu
penciptaan kembali, apabila Anak Manusia bersemayam di takhta kemuliaan-Nya”
(Matius 19:28). Itulah waktu yang dinubuatkan di sepanjang Perjanjian Lama,
ketika Allah akan menegakkan Kerajaan Mesias di dunia dengan penuh kuasa dan
keagungan (Daniel 7:13-22), dan alam ciptaan ini sendiri akan menjadi “langit yang
baru dan bumi yang baru” (Yesaya 65:17; 66:22). Itu adalah saat yang dinanti-
nantikan oleh semua murid Yesus.
Bukan hanya Tuhan Yesus akan bersemayam di takhta kemuliaan-Nya di bumi
yang baru, tetapi para rasul juga akan ambil bagian dalam kemuliaan-Nya. “Kamu,
yang telah mengikut Aku, akan duduk juga di atas dua belas takhta untuk
menghakimi kedua belas suku Israel” (Matius 19:28). Sungguh tak terlukiskan
perasaan kedua belas murid Yesus saat mendengar berita ini. Sebagai orang Yahudi,
mereka sudah lama merindukan Mesias dan telah mempertaruhkan segalanya demi
Yesus sebagai Raja yang dijanjikan. Upah yang akan mereka terima sungguh
melebihi impian mereka: Ketika Israel menjadi bangsa terbesar di bumi, mereka
akan berkuasa sebagai wakil Yesus Sang Raja itu sendiri!
Janji dalam Matius 19:28 merupakan janji khusus yang diberikan kepada kedua
belas murid. Namun, janji ini lalu diperluas bagi semua orang percaya. Ketika Yesus
datang kembali, kita yang juga adalah ahli waris (Roma 8:17) akan menerima
kemuliaan bersama-Nya dan memerintah bersama-Nya di bumi (Wahyu 5:10). Kita
tidak hanya akan menghakimi dunia, tetapi juga para malaikat (1 Korintus 6:1-3).
Saya tidak tahu segala sesuatu tentang upah kita, tetapi janji itu sendiri sudah jelas.
Orang percaya dalam Kristus adalah anggota keluarga Kerajaan Mesias, dan “harta di
sorga” yang menjadi bagian kita termasuk berkuasa bersama-Nya dalam kemuliaan.
Akan tetapi, atas dasar apa hak istimewa itu diberikan kepada kita? Dalam
Matius 19:29, Tuhan menetapkan prinsip-prinsip tentang upah. Pengorbanan pada
masa kini menghasilkan hak istimewa yang kekal. “Setiap orang yang karena nama-
Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa
atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat
dan akan memperoleh hidup yang kekal.” Dalam kitabnya, Markus menambahkan
bahwa kita “pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat” (Markus

44
10:30). Tentu ini tidak dapat dipahami secara harfiah. Lagi pula, siapa yang ingin
menerima seratus istri atau dua ratus saudara? Kita bisa mencoba memutarbalikkan
pernyataan ini menjadi rumus untuk mendapat keuntungan materi: “Jika saya
memberi Rp1.000.000, saya akan menerima Rp100.000.000.” Bila kita berpikir
demikian, kita justru lebih buruk daripada orang muda yang kaya itu, sebab
kemalangannya bukanlah karena ia lebih mencintai uangnya daripada Allah,
melainkan karena ia tidak mengetahui cara berinvestasi yang lebih baik!
Sebenarnya yang ingin ditekankan Tuhan adalah adanya berkat, baik pada masa
sekarang maupun kelak dalam kekekalan, dalam nilai yang jauh lebih besar daripada
harga yang harus dibayar untuk menjadi murid-Nya. Apa pun yang kita lepaskan
karena mengikut Kristus (pasti ada rasa kehilangan karena meninggalkan segala
sesuatu), akan dikembalikan dengan berlimpah oleh Sang Juruselamat itu sendiri.
Mungkin mengikut Yesus tidak membuat kita merasa menerima imbalan apa-apa,
tetapi dengan cara Allah dan pada waktu-Nya kita pasti akan menerimanya.
Tuhan meringkaskan hal ini dalam dua poin. “Banyak orang yang terdahulu
akan menjadi yang terakhir” (Matius 19:30). Dari sudut pandang duniawi, orang
muda yang kaya itu termasuk dalam kategori orang yang terdahulu. Ia tampak
seperti pemenang. Namun, saat hendak mengambil keputusan untuk mengikut
Kristus, ia membuat pilihan yang memisahkan dirinya dari kekayaan yang sejati.
Orang-orang yang tampak seperti pemenang dalam pandangan manusia kerap kali
justru menjadi pecundang dalam hidup ini. Sebaliknya, “yang terakhir akan menjadi
yang terdahulu.” Para murid mewakili golongan “yang terakhir” ini. Mereka
meninggalkan keluarga dan pekerjaan untuk mengembara seperti gelandangan
dengan menjadi pengikut seorang pemimpin yang ditolak. Seperti Bill Borden,
mereka mengambil risiko besar dan tampaknya tidak mendapatkan hasil apa pun.
Namun, menilai dari penampilan luar saja bisa sangat menyesatkan. Ketika kelak
mereka duduk berdampingan dengan Yesus, Sang Raja, mereka akan dinyatakan
sebagai yang terdahulu di hadapan Allah.
Pertanyaan Petrus, “Apakah yang akan kami peroleh?” telah terjawab. Pada
intinya, Yesus menjawab, “Petrus, engkau akan memperoleh lebih dari apa yang
dapat kaubayangkan. Engkau telah melepaskan apa yang tidak dapat
kaupertahankan; engkau akan memperoleh apa yang tak mungkin diambil darimu.”
Jawaban itu pun seharusnya telah cukup bagi kita semua. Walaupun kita tidak
melihat seluruhnya sekarang, sesungguhnya berkat dan upah telah tersedia bagi kita.

45
Perumpamaan tentang
Pekerja yang

BAHAN PA NO.
baca halaman 41–45
4 Bersungut-Sungut (bagian 1)
Menguji alasan kita melayani Yesus Kristus dan
upah yang dijanjikan atas pelayanan kita.

MEMORY
AYAT HAFALAN
VERSE Pendahuluan
Matius 19:30— Dalam hal apa saja kita cenderung memiliki pemikiran “apa
“Tetapi banyak orang yang yang seharusnya saya peroleh?” dalam hidup ini? Apa yang
terdahulu akan menjadi
dianggap masyarakat kita sebagai upah yang terbaik dan
yang terakhir, dan yang
terakhir akan menjadi
terbesar untuk kerja keras dan kesuksesan?
yang terdahulu.”

Perenungan
1. Apa pendapat Anda tentang kisah Bill Borden—milyuner yang melepaskan segalanya
untuk pekerjaan di ladang Tuhan? Apakah hidup Borden menantang Anda, atau justru
membuat Anda lebih waspada?

2. “Tidak salah bila kita memusatkan perhatian pada upah dan berkat yang kekal” (hlm.
43). Terhiburkah Anda oleh pernyataan Gary Inrig ini? Ya atau tidak, dan mengapa?

3. Pernahkah Anda melihat prinsip “yang terdahulu akan menjadi yang terakhir, dan yang
terakhir akan menjadi yang terdahulu” terjadi dalam kehidupan orang-orang di sekitar Anda?
Seperti apa bentuknya? Mungkinkah hasil akhir dari prinsip ini mengalami pembalikan pada
situasi-situasi tertentu? Jelaskan pendapat Anda.

Penggalian
Going FurtherLebih Lanjut

Referensi
Terangkanlah apa yang dikatakan Matius 5:10-12; 6:19-21; 10:41-42 tentang upah?

46
Penggalian Baca
Digging In ReadMatius 19:16-24

1. Menurut Anda, apa maksud Yesus ketika Dia 16


Ada seorang datang kepada Yesus,
membalas orang yang memanggil-Nya “Guru” dengan dan berkata: “Guru, perbuatan baik
apakah yang harus kuperbuat untuk
berkata, “Hanya Satu yang baik”?
memperoleh hidup yang kekal?” 17Jawab
Yesus: . . . Hanya Satu yang baik. Tetapi
jikalau engkau ingin masuk ke dalam
hidup, turutilah segala perintah Allah.”
18
. . . “Jangan membunuh, jangan
berzinah, jangan mencuri, jangan
mengucapkan saksi dusta, 19hormatilah
ayahmu dan ibumu dan kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri.” 20Kata orang muda itu kepada-
2. Dalam jawaban-Nya, Yesus menyebutkan sejumlah
Nya: “Semuanya itu telah kuturuti, apa
perintah dari Sepuluh Perintah Allah, tetapi perintah lagi yang masih kurang?” 21Kata Yesus
apa yang tidak disebutkan-Nya? (Perhatikan kepadanya: “Jikalau engkau hendak
hubungannya dengan jawaban Yesus di ayat 21.) sempurna, pergilah, juallah segala
milikmu dan berikanlah itu kepada
orang-orang miskin, maka engkau akan
beroleh harta di sorga, kemudian
datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”
22
Ketika orang muda itu mendengar
perkataan itu, pergilah ia dengan sedih,
sebab banyak hartanya. 23Yesus berkata
kepada murid-murid-Nya: “Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya sukar sekali
3. Di ayat 22, kita melihat orang muda itu pergi bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam
dengan sedih—dan melepaskan keselamatan yang Kerajaan Sorga. 24. . . lebih mudah seekor
ditawarkan kepadanya. Hal apa saja yang dipegang unta masuk melalui lobang jarum dari
erat-erat oleh manusia dalam penolakan mereka untuk pada seorang kaya masuk ke dalam
Kerajaan Allah.”
menyerahkan hidup kepada Yesus, sehingga mereka
harus mengalami kesedihan yang besar? Saat Teduh >
Gunakan artikel Santapan
Rohani di halaman
selanjutnya untuk memandu
perenungan Anda tentang
hal seputar uang.

Refleksi
Bagaimana pembelajaran pada bab ini mengingatkan saya tentang pentingnya upah yang kekal
jika dibandingkan dengan keberhasilan dan keuntungan yang bisa diperoleh di dunia?

47
Santapan Rohani: Renungan mengenai uang

Anda dan Harta Anda

E
nam perampok bersenjata api membongkar kotak
penyimpanan di sebuah bank di London dan mencuri
barang-barang berharga senilai lebih dari tujuh juta dolar.
MATIUS 19:23—
Seorang wanita yang menyimpan perhiasan senilai 500.000
Sesungguhnya
dolar di bank itu pun meratap, “Semua milik saya ada di situ.
sukar sekali bagi
Seluruh hidup saya ada dalam kotak itu.” seorang kaya
Sebagian orang telah mengambil risiko yang bodoh dengan untuk masuk ke
menolak melepaskan harta mereka. Ada yang mati karena dalam Kerajaan
Sorga.
menerobos ke dalam rumah yang terbakar api atau terbunuh
karena melawan para perampok bersenjata. Sepertinya mereka
merasa bahwa tanpa harta benda, hidup menjadi tidak lagi
berarti. Ada pula yang jatuh ke dalam keputusasaan, bahkan
memilih bunuh diri saat kekayaan mereka musnah.
Rasa memiliki yang terlalu dalam dengan harta dan
kekayaan sungguh membahayakan hidup kerohanian kita.
Keterikatan yang tidak sehat pada hal-hal yang bersifat materi
dapat menghalangi orang yang belum percaya untuk datang
kepada Kristus dan menghalangi orang percaya untuk hidup
bagi Dia. Kisah si pemuda kaya melukiskan dengan tajam
kebenaran tersebut. Perkataan Yesus, “Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada [uang]” (Matius 6:24)
tentunya berlaku bagi kita semua.
Jagalah jarak yang lebar antara Anda dan harta Anda.
Dengan begitu Anda akan terhindar dari banyak duka. Apabila
Anda belum percaya kepada Kristus, jangan membuat
kesalahan seperti pemuda kaya tersebut. Keselamatan jiwa Anda
menjadi taruhannya. Baca renungan
Santapan Rohani
 —Herb Vander Lugt hari ini di
www.santapanrohani.org

48
5 Perumpamaan
tentang Pekerja yang
Bersungut-Sungut
(BAGIAN 2)

K ita perlu membahas satu hal yang mengusik dalam pertanyaan


Petrus di Matius 19:27. Di balik pertanyaan “Apakah yang
seharusnya saya peroleh?” tersembunyi jiwa komersial yang gagal
menangkap esensi kehidupan Kristen. Sikap hati inilah, yang tidak hanya terdapat
dalam diri Petrus, tetapi juga dalam diri kita, yang ingin Yesus bahas melalui
perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (Matius 20:1-16).
Bagian penutup dari perumpamaan ini berkaitan erat dengan pernyataan terakhir
dalam Matius 19, yang baru saja kita bahas.

49
Motivasi
Menjadi Murid
Seperti banyak kisah yang diceritakan Yesus, perumpamaan tentang orang-orang
upahan di kebun anggur dalam Matius 20:1-16 ini membawa kita masuk ke dalam
kehidupan sehari-hari masyarakat Israel kuno.

“Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi
benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat
dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke
kebun anggurnya.
“Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi
orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah
kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan
merekapun pergi.
“Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan
melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan
mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu
menganggur saja di sini sepanjang hari?
“Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami.
“Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.
“Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah
pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang
masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu.
“Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan
mereka menerima masing-masing satu dinar. Kemudian datanglah mereka yang
masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi merekapun
menerima masing-masing satu dinar juga. Ketika mereka menerimanya, mereka
bersungut-sungut kepada tuan itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini
hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang
sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.
“Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku
tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?
Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang

50
masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. Tidakkah aku bebas mempergunakan
milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
“Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang
terdahulu akan menjadi yang terakhir.”
Patut dicatat bahwa Yesus adalah pengamat kehidupan yang tajam. Kisah-kisah
perumpamaan-Nya memiliki nilai kebenaran karena isinya diambil dari pengalaman
hidup sehari-hari. Kita harus mencermati bahwa kisah ini tidak dimaksudkan untuk
mengajar kita tentang hubungan antara majikan dan karyawan, atau tentang
keselamatan, atau tentang upah sekalipun. Tuhan ingin kita merenungkan
bagaimana seharusnya sikap hati seorang murid dalam melayani Dia.
Pekerja harian merupakan fakta umum dalam kehidupan pada zaman Yesus.
Dalam masyarakat agraris itu, tidak ada serikat pekerja dan hanya sedikit pekerja
yang dipekerjakan dengan sistem kontrak. Orang-orang yang mencari pekerjaan
akan berkumpul di suatu lokasi di pasar kota, dan pihak-pihak yang memerlukan
bantuan akan merekrut mereka sesuai kebutuhan. Besaran upahnya disepakati, dan
setelah pekerjaan diselesaikan, para pekerja akan dibayar pada akhir hari itu, sesuai
dengan hukum dalam Perjanjian Lama (Imamat 19:13; Ulangan 24:14-15).

INTI PERENUNGAN
“Jika perumpamaan ini memang berbicara tentang
kebaikan Allah, maka kita diminta untuk melepaskan
rasa iri hati dan berhenti menghitung-hitung upah;
sebaliknya, kita patut menerima dan meneladani
kebaikan Allah. Itu artinya kita berhenti mengejar posisi
nomor satu, karena kita tahu standar Allah memang
berbeda, bahwa apa yang kelihatannya terdahulu
sesungguhnya akan menjadi yang terakhir.”
—Klyne R. Snodgrass
Stories with Intent: A Comprehensive Guide to the Parables of Jesus

Kisah itu sendiri tidak sulit untuk dipahami. Pada pukul 06.00, seorang pemilik
kebun anggur pergi ke pasar mencari pekerja. Mereka menyepakati upah yang wajar
dan bersedia melakukan pekerjaan itu. Tak ada petunjuk apakah mereka lebih ahli

51
atau punya kemampuan khusus yang membuat mereka dipilih daripada pekerja-
pekerja lain. Yang pasti mereka siap bekerja, setuju pada kesepakatan kerjanya, dan
segera memulai tugas mereka.
Namun, karena satu dan lain hal, pemilik tanah merasa perlu menambah
pekerja lagi. Mungkin karena cuaca buruk mengancam panen atau ia terikat kontrak
yang mengharuskannya segera menuai hasil panen. Yang lebih mungkin adalah
karena ia melihat banyak pekerja yang menganggur dan ingin menolong mereka.
Apa pun alasannya, yang jelas ia keluar lagi pukul 09.00 dan melihat orang-orang
yang menganggur lainnya. Lalu ia memberikan tawaran langsung kepada mereka,
“Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan
kepadamu” (Matius 20:4). Mereka setuju dan pergi tanpa menuntut perjanjian
kontrak, tetapi hanya dengan kesempatan untuk mempercayai janji dan karakter
sang pemilik tanah. Proses semacam itu diulangi lagi sebanyak tiga kali—pada siang
hari, pada pukul 15.00, dan pada pukul 17.00.
Ketika hari kerja berakhir, sang pemilik tanah memerintahkan mandor untuk
membayar para pekerja, dimulai dari mereka yang bekerja hanya satu jam hingga
mereka yang bekerja seharian penuh. Ketika pekerja yang hanya bekerja satu jam
menerima upah, mereka terkejut karena menerima upah satu hari penuh, sebesar
satu dinar. Tentu saja mereka seharusnya tidak menerima upah sebesar itu. Namun,
karena sebuah keluarga tidak dapat hidup dengan uang kurang dari satu dinar
sehari, pemilik tanah itu bermurah hati dengan tidak hanya membayar sebesar yang
semestinya mereka terima, tetapi sebesar yang mereka butuhkan. Tampaknya dalam
sudut pandang sang pemilik tanah, manusia lebih berarti daripada keuntungan
finansial.

Dalam jawaban pemilik tanah itu kita men-


dengar teguran lembut Yesus kepada Petrus.

Berita keberuntungan mereka tersebar dengan cepat di antara para pekerja, dan
para pekerja yang bekerja dua belas jam dengan bergairah berharap akan menerima
upah yang besar. Pikir mereka, “Jika mereka mendapat satu dinar, kita seharusnya
12 dinar!” Sesampainya di muka antrian, benak mereka telah dipenuhi angan-angan
untuk membelanjakan bonus yang akan mereka terima. Bayangkan betapa

52
kecewanya mereka saat tahu bahwa upah mereka juga satu dinar! Memang itu yang
telah mereka sepakati (20:2), tetapi tampaknya itu tidak adil. Pada dasarnya, mereka
mengeluh: “Orang-orang itu hanya bekerja selama satu jam, sedangkan kami bekerja
berat di bawah sengatan terik matahari selama 12 jam penuh. Apakah ini adil?”
Pemilik kebun anggur pun menjawab dengan terus terang. Ia mengatakan
bahwa upah mereka itu sudah adil karena mereka dibayar sesuai dengan kontrak.
Namun, mereka yang tidak bekerja sepanjang itu dibayar dengan kemurahan hati,
bukan dengan keadilan.
Dalam jawaban pemilik tanah itu kita mendengar teguran lembut Yesus kepada
Petrus. Itulah peringatan terhadap tiga bahaya dalam pelayanan sebagai murid.

1 BAHAYA DARI JIWA KOMERSIAL


Ada sebuah kisah lama dari kalangan rabi yang sangat mirip dengan perumpamaan
Yesus, tetapi penutupnya sama sekali berbeda. Ketika para pekerja memprotes,
jawaban yang diberikan membuat mereka terdiam: “Orang ini menyelesaikan lebih
banyak pekerjaan dalam dua jam daripada yang engkau kerjakan dalam sehari.” Kita
bisa mengerti mengapa tanggapan itu diberikan, tetapi kita juga memahami prinsip
keadilan—upah diberikan sebanding dengan pekerjaan yang diselesaikan.
Namun, ilmu ekonomi Kerajaan Allah sangat berbeda. Jika kita bekerja demi
upah, kita akan menerima tepat sejumlah yang kita inginkan, tidak lebih dan tidak
kurang. Kita akan menjadi orang upahan, yang tergantung pada kemampuan kita
tawar-menawar dengan pemberi kerja. Alangkah jauh lebih baik menjadi anak, yang
tergantung pada kemurahan hati Bapa kita. Pelayanan kita tidak membuat Dia
berutang kepada kita. Jika kita mempercayakan urusan upah yang akan kita terima
ke dalam tangan-Nya, niscaya kita akan terkagum-kagum oleh kemurahan hati-Nya.

2 BAHAYA DARI SEMANGAT BERSAING


Ketika orang-orang yang bekerja selama dua belas jam melihat mereka yang bekerja
selama satu jam, mereka pun mulai membanding-bandingkan dan “sangkanya akan
mendapat lebih banyak” (Matius 20:10). Ketika mata mereka tertuju pada apa yang
telah diterima oleh orang lain, mereka tidak dapat menerima upah mereka sendiri
dengan sukacita. Saul sangat gembira karena kemenangannya atas bangsa Filistin,

53
tetapi ketika ia mendengar bahwa Daud dipuji-puji lebih daripada dirinya, hatinya
menjadi jengkel (1 Samuel 18:1-16). Saling membandingkan dan bersaing adalah
hal yang tidak pantas dilakukan oleh para murid.

INTI PERENUNGAN
“Perumpamaan tentang kasih karunia akan sulit
diterima oleh mereka yang bekerja hanya berdasarkan
prinsip jasa, dengan merendahkan ungkapan belas
kasihan yang ditunjukkan kepada orang lain karena
mereka merasa tindakan itu secara tidak adil telah
menyetarakan orang lain dengan diri mereka.”
—Craig S. Keener
A Commentary on the Gospel of Matthew

3 BAHAYA DARI SIKAP BERSUNGUT-SUNGUT


“Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu” (Matius
20:11). Sungut-sungut para pekerja, seperti yang diungkapkan Tuhan, merupakan
serangan terhadap kebaikan dan kemurahan Allah sendiri. Lebih dari itu, sungut-
sungut tersebut menyingkapkan bobroknya hati manusia. “Iri hatikah engkau,
karena aku murah hati?” (ay.15). Siapakah kita sehingga kita hendak mengeluhkan
Allah yang selamanya kudus dan benar? Yang membuat Allah marah kepada bangsa
Israel adalah sikap bersungut-sungut dan keluh kesah yang terus mereka tunjukkan
selama mengembara di padang gurun. Bersungut-sungut adalah penyakit sosial yang
menular dan merenggut sukacita kita serta orang-orang di sekitar kita. Orang yang
memusatkan perhatian pada sesuatu yang mereka anggap telah dirampas dari
dirinya, dan mengeluhkan harga yang harus dibayar untuk menjadi murid Tuhan,
telah melewatkan keajaiban anugerah dan kemurahan hati Allah kita.
Yesus menutup perumpamaan-Nya dengan pernyataan yang serupa dengan
Matius 19:30, “Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan
yang terdahulu akan menjadi yang terakhir” (20:16). Namun, yang dipertentangkan
di sini bukanlah para murid melawan mereka yang bukan murid. Inilah pengingat

54
bahwa keadaan luar bukanlah kunci untuk mendapat upah yang kekal. Yang
“terdahulu” di sini adalah pekerja yang bekerja sejak pukul 6.00.
Saya menerima keselamatan saat masih kanak-kanak, dibesarkan untuk
mengasihi Kristus, dan diberi kesempatan istimewa untuk melayani pada usia yang
masih muda. Saya dapat disebut orang “yang terdahulu”. Teman-teman saya baru
diselamatkan setelah mereka dewasa, jauh setelah saya diselamatkan, dan
kesempatan mereka untuk terlibat dalam pelayanan rohani lebih sedikit daripada
saya. Apakah kenyataan hidup tersebut membuat mereka hanya layak menerima
upah yang lebih sedikit? Tidak. Allah memberikan upah kepada mereka yang setia,
dan kemurahan hati-Nya senantiasa mewarnai segala perbuatan-Nya.
Pada tanggal 4 Desember 1857, menjelang perjalanannya kembali ke Afrika,
misionaris David Livingstone mencoba mengungkapkan motivasi yang membentuk
kehidupannya dalam kata-kata: “Secara pribadi saya tak henti-hentinya bersukacita
karena Allah telah mempercayakan kepada saya pelayanan milik-Nya. Orang banyak
memperbincangkan pengorbanan saya dalam mengabdikan hidup bagi Afrika.
Namun, dapatkah disebut pengorbanan apabila kita mengembalikan kepada Allah
‘sedikit dari utang kita kepada-Nya’? Padahal kita berutang begitu banyak kepada-
Nya sehingga kita takkan pernah mampu membayarnya. Dapatkah disebut
pengorbanan bila pelayanan itu justru memberi kita kepuasan terdalam, mendorong
upaya kita yang terbaik, dan memberikan harapan serta penantian terbesar? Jangan
sebut demikian, karena memang itu sama sekali bukan pengorbanan. Lebih tepat
jika itu disebut ‘hak istimewa’!”
Petrus salah besar ketika ia menghitung-hitung harga yang harus dibayar dan
upah yang seharusnya ia terima, tanpa mempertimbangkan hak istimewa yang
didapatnya untuk melayani (Matius 19:27).
Mengapa kita melayani Tuhan? Karena takut? Kewajiban? Gengsi? Upah?
Takkan pernah ada motivasi yang benar-benar murni, dan memang ada beragam
faktor yang bisa menggerakkan kita untuk melayani. Yang pasti, kita bukanlah orang
upahan yang melayani demi uang. Kita adalah anak-anak Allah, yang dengan
gembira melakukan pekerjaan-Nya dan mempercayai kemurahan hati-Nya.

55
Perumpamaan tentang
Pekerja yang

BAHAN PA NO.
baca halaman 49–55
5 Bersungut-Sungut (bagian 2)
Mengenali perilaku yang benar sebagai murid
yang rindu untuk sepenuh hati melayani Tuhan.

MEMORY
AYAT HAFALAN
VERSE Pendahuluan
Matius 20:13,15— Pernahkah Anda bertemu seseorang yang tampaknya
“Saudara, aku tidak melayani Allah tetapi berperilaku seakan-akan melayani
berlaku tidak adil
terhadap engkau. . . . dirinya sendiri? Bagaimana hal itu dipandang oleh para
Tidakkah aku bebas pelayan Tuhan lain yang tulus, atau oleh orang yang belum
mempergunakan milikku mengenal Allah?
menurut kehendak
hatiku? Atau iri hatikah
engkau, karena aku
murah hati?”
Perenungan
1. Saat Anda membaca perumpamaan tentang pemilik kebun anggur yang membayar para
pekerjanya, adakah sisi-sisi yang dapat dibandingkan dengan pengalaman kerja Anda sendiri?

2. Gary Inrig menulis, “Jika kita mempercayakan urusan upah yang akan kita terima ke
dalam tangan-Nya, niscaya kita akan terkagum-kagum oleh kemurahan hati-Nya” (hlm.
53). Bagaimana hal tersebut kita praktikkan dalam pelayanan kita kepada Tuhan di gereja?
Atau di rumah kita?

3. Berbicara tentang hidupnya sebagai seorang misionaris, David Livingstone berkata,


“Dapatkah disebut pengorbanan apabila kita mengembalikan kepada Allah ‘sedikit dari utang
kita kepada-Nya’?” Perubahan apa yang akan terjadi jika jemaat Tuhan sungguh-sungguh
menghayati pandangan ini?

Penggalian
Going Further Lebih Lanjut

Referensi
Menurut Kolose 3:12-14, perilaku dan nilai-nilai apa saja yang sepatutnya menjadi ciri
seorang Kristen yang sedang berselisih dengan saudara seimannya?

56
Digging In ReadMatius 20:1-16
Penggalian Baca
1. Apa saja ciri atau perilaku yang dapat Anda hargai 1
“Adapun hal Kerajaan Sorga sama
dari sang pemilik kebun anggur? seperti seorang tuan rumah yang pagi-
pagi benar keluar mencari pekerja-
pekerja . . . 2Setelah ia sepakat dengan
pekerja-pekerja itu mengenai upah
sedinar sehari . . . 3Kira-kira pukul
sembilan pagi ia keluar pula dan
dilihatnya ada lagi orang-orang lain
menganggur di pasar. 4Katanya kepada
mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun
anggurku dan apa yang pantas akan
kuberikan kepadamu. . . . 5Kira-kira
2. Bayangkanlah diri Anda telah bekerja sepanjang hari pukul dua belas dan pukul tiga petang
dan menerima upah satu dinar. Prinsip alkitabiah apa ia keluar pula dan melakukan sama
seperti tadi. 6Kira-kira pukul lima
yang dapat menolong Anda merespons situasi tersebut
petang ia keluar lagi . . . 7Pergi jugalah
dengan cara yang berkenan kepada Allah? kamu ke kebun anggurku. 8 . . . tuan itu
berkata kepada mandurnya: Panggillah
pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah
mereka, . . . 9Mereka yang mulai bekerja
kira-kira pukul lima . . . menerima
masing-masing satu dinar. 10 . . . mereka
yang masuk terdahulu, sangkanya akan
mendapat lebih banyak, tetapi
3. Kesulitan apa yang Anda rasakan untuk merekapun menerima masing-masing
mempercayai Allah dalam situasi ini dan untuk satu dinar juga. 11. . . mereka bersungut-
sungut kepada tuan itu, 13 . . . aku tidak
mempercayakan urusan pembagian upah ke dalam berlaku tidak adil terhadap engkau. . . .
tangan-Nya? 16
Demikianlah orang yang terakhir
akan menjadi yang terdahulu dan yang
terdahulu akan menjadi yang terakhir.”

Saat Teduh >


Gunakan artikel Santapan
Rohani di halaman
selanjutnya untuk memandu
perenungan Anda tentang
hal seputar uang.

Refleksi
Dengan merenungkan perilaku kita sendiri dalam pelayanan kita kepada Allah, bagaimana
pembelajaran ini menolong kita untuk mempunyai respons yang tepat terhadap apa pun yang
Allah izinkan kita alami? Bagaimana pembelajaran ini juga menolong kita mengingat tentang
keterbatasan pemikiran kita jika dibandingkan dengan hikmat Allah yang tak terhingga?

57
Santapan Rohani: Renungan mengenai uang

Datang Terlambat

S
ebagai seseorang yang terang-terangan menyebut diri ateis,
Eddie menjalani hidupnya selama lima puluh tahun
dengan menyangkal keberadaan Allah. Suatu waktu ia sakit
keras, dan kondisinya semakin memburuk. Saat Eddie berbaring MATIUS 20:16—
menanti ajal, hampir setiap hari ia dikunjungi beberapa teman Demikianlah
masa sekolahnya yang Kristen. Mereka kembali membagikan orang yang
terakhir akan
kasih Kristus kepadanya. Namun, semakin dekat Eddie kepada
menjadi yang
kematian, ia tampak semakin tak berminat mengenal Allah. terdahulu dan
Suatu hari Minggu, seorang pendeta berkunjung. Secara yang terdahulu
mengejutkan, Eddie berdoa bersama sang pendeta dan memohon akan menjadi
yang terakhir.
pengampunan serta keselamatan kepada Tuhan Yesus. Beberapa
minggu kemudian, ia meninggal dunia.
Eddie menyangkal Kristus selama lima puluh tahun dan ia
hanya punya waktu dua minggu untuk mengasihi dan
mempercayai Dia. Namun, karena imannya, ia akan mengalami
kehadiran, kemuliaan, kasih, keagungan, dan kesempurnaan
Allah. Sebagian orang mungkin berpendapat bahwa hal itu tidak
adil. Namun, berdasarkan perumpamaan Yesus dalam Matius 20,
itu bukanlah soal adil atau tidak, melainkan sepenuhnya soal
kebaikan dan anugerah Allah (ay.11-15).
Apakah Anda sudah menanti begitu lama untuk percaya
kepada Yesus dan menerima keselamatan-Nya sehingga Anda
berpikir mungkin Anda sudah terlambat? Perhatikanlah
pengalaman seorang penyamun di atas salib, yang menaruh
imannya kepada Yesus sesaat sebelum ia mati (Lukas 23:39-43).
Percayalah kepada Yesus sekarang juga, dan terimalah karunia
Baca renungan
hidup kekal dari-Nya. Anda belum terlambat!
Santapan Rohani
—Dave Branon hari ini di
www.santapanrohani.org

58
PANDUAN PEMIMPIN DAN PENGGUNA

Garis Besar Pelajaran


PELAJARAN & TOPIK..........................................................AYAT ALKITAB..........BACAAN...........PERTANYAAN

1 Perumpamaan Orang Kaya yang Bodoh (Bagian 1).................. Lukas 12:13-21.............hlm. 8-15.............. hlm. 16-17

2 Perumpamaan Orang Kaya yang Bodoh (Bagian 2).................. Lukas 12:22-34.............hlm. 19-23............ hlm. 24-25

3 Perumpamaan Bendahara yang Cerdik...................................... Lukas 16:1-13...............hlm. 27-37............ hlm. 38-39

4 Perumpamaan Pekerja yang Bersungut-sungut (Bagian 1)........ Mat. 19:16-24...............hlm. 41-45............ hlm. 46-47

5 Perumpamaan Pekerja yang Bersungut-sungut (Bagian2)......... Mat. 20:1-16.................hlm. 49-55............ hlm. 56-57

Seri Khotbah Mimbar


(untuk Gembala Jemaat dan Pemimpin Gereja)
Walaupun Seri Hikmat Ilahi terutama dimaksudkan untuk bahan PA pribadi dan
kelompok, para gembala jemaat mungkin ingin menggunakan materi ini sebagai
dasar untuk satu seri khotbah mengenai masalah yang penting ini. Topik-topik
yang disarankan dan teks Alkitab yang terkait, seperti yang tercantum di Garis
Besar Pelajaran, dapat dipakai sebagai acuan.

Cara Memakai Buku Seri Hikmat Ilahi


(Secara Individu maupun dalam Kelompok Kecil)
Individu—PA Pribadi
• Bacalah halaman-halaman yang ditetapkan.
• Renungkanlah baik-baik pertanyaan PA yang bersangkutan dan tuliskan
jawaban untuk setiap pertanyaan tersebut.

Kelompok Kecil—Diskusi PA
• Untuk memaksimalkan waktu pertemuan, setiap anggota kelompok disarankan
mengerjakan tugas pelajaran yang bersangkutan sebelum pertemuan kelompok.
• Lama pertemuan yang dianjurkan: 45 menit.
• Libatkanlah kelompok dalam pertanyaan-pertanyaan diskusi, usahakanlah
partisipasi penuh dari setiap anggota.

59
CATATAN BAGI PEMBACA
Setelah membaca buku ini, silakan menuliskan
respons Anda dan mengirimkannya kepada kami.

Untuk informasi selengkapnya tentang buku-buku


yang diterbitkan dan didistribusikan oleh
PT Duta Harapan Dunia,
silakan menghubungi kami melalui:

E-mail: orders@dhdindonesia.com
Situs web: www.dhdindonesia.com
Tel: (021) 2902 8955
Fax: (021) 5436 0474
WhatsApp: 0895 202 202 95

TENTANG PENERBIT
PT Duta Harapan Dunia (DHD) adalah anggota keluarga
Our Daily Bread Ministries. Selama lebih dari 80 tahun,
Our Daily Bread Ministries mengajarkan firman Allah
dengan maksud untuk membawa orang-orang
dari segala bangsa agar dapat memiliki iman dan
kedewasaan dalam Kristus.
Landasan bersejarah inilah yang menopang kerinduan
DHD untuk menjadi saluran berkat di Indonesia dengan
cara menyediakan literatur rohani yang dapat menguatkan
serta memperlengkapi para pembaca agar mereka
semakin mengenal Allah dan memperoleh penghiburan,
wawasan, dan penguatan iman melalui firman-Nya.

60

Anda mungkin juga menyukai