Anda di halaman 1dari 47

SELAMAT MALAM & SELAMAT DATANG

DI ACARA
MALAM PERMINTAAN DOA SLA /PTASN
Pendahuluan
Saudara-Saudaraku, kejujuran tampaknya
telah menjadi sesuatu yang langka dalam
kehidupan kita dewasa ini. Mulai dari
pengemis jalanan yang pura-pura sakit,
pedagang yang mengurangi timbangan,
pelaku bisnis yang main curang, produsen
iklan yang menggunakan trik untuk menipu
konsumen, hingga para koruptor dari kelas teri
maupun kelas kakap, rasanya cukup dapat
menjadi gambaran nyata bahwa nilai-nilai
kejujuran itu memang sudah pudar.
Karena itu, tepatlah apa yang
dikatakan oleh seorang
wartawan sebuah surat kabar,
“Ketidakjujuran tampaknya
sudah menjadi suatu
kebiasaan yang sangat umum
dalam masyarakat kita.
• Terkadang ketidakjujuran itu
dilakukan karena dianggap sebagai
alasan yang terbaik. Namun,
ketidakjujuran juga tidak jarang
dilakukan hanya demi keuntungan
pribadi, secara khusus untuk
memudahkan usaha-usaha yang
berkaitan dengan hubungan-
hubungan sosial maupun bisnis.”
• Saudara, pada suatu siang ada seorang
salesman obat mengetuk pintu sebuah rumah
tua yang penghuninya miskin. Setelah wanita
pemilik rumah ini mengintip siapa yang
datang, ia segera berkata kepada anak laki-
lakinya yang masih kecil, “Nak, ayo cepat
bukakan pintu dan katakan pada salesman
tersebut bahwa ibu sedang mandi.” Sang
anak pun segera berlari ke depan dan setelah
membukakan pintu ia berkata, “Pak, tadi ibu
saya berpesan dari ruang tamu katanya ia
sedang mandi.”
• Saudara, kejadian sepele
seperti di atas tentu
bukanlah hal yang asing
lagi di telinga kita, atau
bahkan hal seperti itu telah
menjadi bagian yang kita
lakukan sehari-hari.
• Kita juga sering ikut tergelincir dalam
praktik-praktik ketidakjujuran, baik dalam
perkara-perkara yang besar maupun
sekedar mengatakan dusta-dusta kecil,
dusta-dusta untuk menjaga kesopanan,
mengatakan kejujuran yang setengah
benar saja, atau melakukan tindakan-
tindakan lain yang serupa? Saudara,
kejujuran memang barang langka yang
sukar ditemui dalam masyarakat kini.
Penjelasan

• “Sebenarnya apa seh yang


dimaksud dengan kejujuran
itu? Kejujuran, seperti yang
diuraikan dalam Alkitab,
sesungguhnya memiliki makna
yang luas. Mari kita sama-sama
membuka Titus 2:7-8,
“Jadikanlah dirimu sendiri suatu
teladan dalam berbuat
baik. Hendaklah engkau jujur dan
bersungguh-sungguh dalam
pengajaranmu, sehat dan tidak
bercela dalam pemberitaanmu
sehingga lawan menjadi malu,
karena tidak ada hal-hal buruk yang
dapat mereka sebarkan tentang
kita.”
Selain itu mari kita kembali membuka
2Korintus 8:21. SS, ketika Paulus
menuliskan tentang komitmennya untuk
mengurus dengan jujur uang yang
diberikan orang-orang percaya guna
membantu orang-orang yang
kekurangan, dia berkata begini: “Karena
kami memikirkan yang baik, bukan
hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di
hadapan manusia.”
Saudara, pada suatu siang ada seorang
salesman obat mengetuk pintu sebuah
rumah tua yang penghuninya
miskin. Setelah wanita pemilik rumah ini
mengintip siapa yang datang, ia segera
berkata kepada anak laki-lakinya yang
masih kecil, “Nak, ayo cepat bukakan
pintu dan katakan pada salesman
tersebut bahwa ibu sedang mandi.”
Sang anak pun segera
berlari ke depan dan
setelah membukakan pintu
ia berkata, “Pak, tadi ibu
saya berpesan dari ruang
tamu katanya ia sedang
mandi.”
Melalui pengertian tersebut kita
harus menyadari bahwa standar
kejujuran yang Allah berikan jelas
tidak sama dengan standar kejujuran
yang dunia tawarkan. Bagi dunia,
kejujuran itu hanya bersifat relatif
dan tergantung pada situasi. Apa
yang benar dalam satu situasi belum
tentu benar di dalam situasi lain.
Akibatnya, tidak ada standar
kejujuran yang absolut. Terkadang
dunia juga sering menyamakan
kejujuran dengan hukum. Mereka
mengatakan bahwa apa saja yang
diperbolehkan di dalam hukum
yang tertulis dari negara adalah
jujur.
Jika hukum tidak menyebutkan bahwa
suatu tindakan itu adalah benar atau
salah, maka mereka akan menganggap
bahwa hal tersebut benar. Karena itu
tidak heran bila ada banyak orang-orang
yang melakukan praktek ketidakjujuran
namun tetap dapat berkata, “Loh
memangnya kenapa kalau aku melakukan
ini? Toh tidak ada hukum yang
melarang!”
Ada pula orang-orang yang menilai
kejujuran itu sebagai persoalan hati
nurani dari setiap orang. Mereka
berpendapat bahwa mematuhi
hukum-hukum yang berlaku itu
hanya dilakukan agar tidak
memperoleh hukuman saja. Jadi
sesungguhnya, hukum yang
sebenarnya itu ada di dalam diri
seseorang.
Tidak ada tindakan yang benar-benar
salah sehingga apapun boleh
diperbuat dan sama sekali tidak
dinyatakan salah, kecuali hal tersebut
melanggar hati nuraninya. Saudara,
itulah nilai-nilai kejujuran yang dunia
tawarkan saat ini. Semuanya
sangatlah subyektif dan tidak
memiliki standar yang pasti.
Namun tidak demikian dengan
Alkitab, Bagi Allah, kejujuran
adalah sesuatu yang mutlak dan
harus dilakukan dalam seluruh
aspek hidup kita. Kejujuran itu
bukan sekedar apa yang kita
katakan dan kita perbuat, namun
menyangkut seluruh motivasi,
pikiran, serta hati kita.
Kejujuran itu bukan sekedar
dilakukan dalam perkara-perkara
besar, namun menyangkut pula
perkara-perkara kecil yang mungkin
kita anggap remeh. Dan kejujuran
itu pun bukan sekedar dilakukan
untuk kepentingan diri, namun
menyangkut tanggung jawab kita
juga kepada Allah dan sesama.
Ilustrasi
Di dalam bukunya, seorang musisi
bernama Don Wyrtzen menceritakan
bagaimana ayahnya, Jack Wyrtzen,
pendiri Word of Life, mengajarnya
secara keras tentang
kejujuran. Dikisahkan bawa saat itu
Don menghadiri KKR ayahnya di New
York’s Time Square.
Suatu kali ia dan temannya
yang bernama Jimmy
memutuskan untuk naik kereta
bawah tanah. Alih-alih
membeli tiket seharga 15 sen
dolar, mereka memutuskan
untuk merangkak saja di
bawah pintu pagar putar.
Malam itu, ia dan Jimmy
menyombongkan kepandaian
mereka sehingga dapat naik kereta
keliling New York tanpa membayar
apa pun. Namun, sang ayah justru
menanggapi hal itu dengan sangat
serius. Sang ayah mengatakan pada
mereka bahwa tindakan tersebut
adalah kecurangan dan Allah sangat
membencinya.
Kemudian ia pun dipaksa oleh
ayahnya untuk menulis sepucuk surat
ke New York City Port of Authority dan
meminta maaf kepada mereka serta
melampirkan uang untuk membayar
tiket. Saudara, bagi sang ayah
kejujuran adalah perkara yang sangat
serius di mata Allah dan ia tidak ingin
kehilangan kesempatan untuk
mengajari anaknya mengenai hal ini.
Aplikasi
Lalu bagaimana dengan
setiap kita? Apakah kita pun
menyadari bahwa kejujuran
adalah suatu hal yang sangat
dituntut Allah dalam
kehidupan orang percaya?
Penjelasan
Saudara, berulang kali Alkitab
menegaskan pada kita bahwa sifat hakiki
Allah adalah kebenaran. Dalam Yesaya
65:16 dan Mazmur 31:6 dikatakan bahwa
Ia adalah Allah yang Benar; Mazmur
119:16 dan Yohanes 17:17 juga
mengatakan bahwa Ia adalah Firman
yang Benar; kemudian Yohanes 16:13
pun berkata hal yang serupa bahwa Ia
adalah Roh yang Benar.
• Jadi, Allah yang kita miliki
sesungguhnya adalah Allah
yang Benar, dapat
diandalkan, setia, serta
dapat dipercaya di dalam
memelihara komitmen-
komitmen-Nya.
• Oleh karena itulah, Allah sangat
membenci, bahkan mengutuki
ketidakjujuran di dalam segala
bentuknya. Ketidakjujuran
merupakan kekejian bagi-Nya
karena itu adalah milik Si Jahat.
Yohanes 8:44 mengatakan bahwa
iblis adalah pendusta dan bapa
dari segala pendusta. Jadi pada
saat kita melakukan
ketidakjujuran, sesungguhnya kita
sedang mengikuti pola hidup iblis
dan menempatkan diri untuk
menjadi musuh Allah.
Apakah Saudara ingat akan
kisah Ananias dan
Safira? Suami istri ini menjual
sebidang tanah kemudian
menyimpan sebagian uangnya
untuk mereka sendiri serta
membawa sisanya kepada
rasul sebagai persembahan.
Mereka tidak berdosa karena
mereka memberi sebagian hasil
penjualan tanah mereka, namun
mereka jatuh dalam dosa ketika
berusaha membuat orang lain
percaya bahwa mereka telah
memberikan seluruh uangnya
bagi Tuhan.
Dan akibat perbuatan tersebut, Allah
menghukum mati Ananias dan Safira saat
itu juga. Saudara, di sini kita
menyaksikan bahwa Allah sangat
membenci ketidakjujuran, bahkan yang
sekecil apapun bentuknya. Ia menindak
pelanggaran tersebut dengan begitu
keras. Karenanya, Saudara, jangan sekali-
kali kita berpikir bahwa saat ini Allah
tidak akan keberatan bila kita bersikap
tidak jujur.
Seharusnya kisah tersebut dapat
menjadi warning bagi kita bahwa
Allah sangat concern akan masalah
kejujuran. Ia menuntut agar setiap
orang percaya dapat mempraktikkan
kejujuran ini secara konsisten, di
mana pun dan kapan pun, baik ketika
sedang sendiri maupun saat
berhadapan dengan orang lain.
Saudara-Saudaraku, seharusnya
sebagai orang percaya kita dapat
menyadari kembali dengan
sungguh-sungguh apa peran kita
yang sebenarnya di tengah dunia
ini. Dalam Efesus 5:8-11, Paulus
pun menjelaskan hal ini secara
tegas,
“Memang dahulu kamu adalah
kegelapan, tetapi sekarang kamu
adalah terang di dalam
Tuhan. Sebab itu hiduplah
sebagai anak-anak terang, karena
terang hanya berbuahkan
kebaikan dan keadilan dan
kebenaran, dan ujilah apa yang
berkenan kepada Tuhan.
• Janganlah turut mengambil bagian dalam
perbuatan-perbuatan kegelapan yang
tidak berbuahkan apa-apa, tetapi
sebaliknya telanjangilah perbuatan-
perbuatan itu.”
• Di sini Paulus mencoba menegaskan
bahwa kehidupan orang percaya tidaklah
boleh sama seperti dahulu.
Allah telah menebus kita dari cara
hidup kita yang lama sehingga
kehidupan kita saat ini haruslah
berpadanan dengan status kita yang
baru. Yang menarik adalah ketika
Paulus mencoba mengontraskan
kehidupan orang percaya dan orang
yang belum percaya dengan istilah
terang dan gelap.
Istilah terang di sini sebenarnya
merupakan penggambaran Paulus
akan terang yang telah dibawa oleh
Yesus Kristus ke dalam hidup orang-
orang percaya. Rupanya ada tiga hal
yang ingin Paulus tekankan mengenai
istilah “terang” tersebut. Pertama,
terang akan menghasilkan buah-
buah yang baik, yaitu kebajikan,
keadilan, dan kebenaran.
Kedua, terang memampukan orang-
orang percaya untuk membedakan
apa yang membawa sukacita dan
dukacita bagi Allah. Dan yang ketiga,
terang itu akan membuka tabir dari
setiap kejahatan. Saudara,
seharusnya kebenaran ini dapat
menyadarkan setiap kita bahwa
inilah peran yang harus kita jalani
sebagai orang percaya.
Sesungguhnya Allah telah memampukan
sekaligus menuntut kita untuk menjadi terang
di tengah-tengah dunia yang gelap ini, dan
salah satunya adalah melalui kehidupan yang
jujur. Allah ingin agar kejujuran itu bukan
hanya sekedar sesuatu yang kita ketahui atau
percayai, namun dapat menjadi gaya hidup
setiap kita sehingga orang lain pun dapat
melihat perbedaan tersebut.
Ilustrasi

• Saudara, suatu hari saya mendengar sebuah


kesaksian yang menarik dari seorang pemuda
Kristen yang baru saja lahir baru. Pemuda itu
menceritakan tentang pengalamannya ketika
pergi berbelanja ke sebuah
supermarket. Diceritakan bahwa setelah
selesai berbelanja dan membayar, ia pun
bergegas kembali ke mobil sambil mendorong
kereta belanjaannya.
Saat ia sedang memasukkan
barang-barang belanjaannya,
ia rupanya menemukan ada
sebuah kartu ucapan yang
terselip di bawah kereta
belanjaan tersebut dan belum
sempat ia bayarkan.
Spontan saja ia bergegas masuk lagi
ke toko, mengantri, dan meminta
maaf pada kasir. Saat kasir tersebut
sedang membungkus kartunya,
seorang ibu yang berada di
belakangnya tampak tercengang
sambil berkata pelan, “Ya ampun Dik,
itu kan cuma sebuah kartu
ucapan! Siapa juga yang
tahu? Enggak usah kembali!”
Saudara, kemudian pemuda tersebut
bercerita bahwa selama beberapa detik
ia hanya bisa terdiam tanpa tahu harus
berkata apa. Namun, tak lama kemudian
ia berhasil mendapatkan jawaban yang
tepat untuk ibu tersebut, “Bu,
seandainya ibu kehilangan dompet,”
katanya sambil tersenyum, “Saya yakin
ibu berharap dompet itu ditemukan oleh
orang konyol seperti saya, bukan?”
Aplikas
• Saudara, saat ini dunia sangat membutuhkan
orang-orang yang jujur. Dan kalau bukan kita,
siapa lagi yang akan melakukannya? Setiap
kita dipanggil bukan untuk menjadi serupa
dengan dunia ini, namun untuk membawa
terang, sehingga orang-orang dapat melihat
perbedaan di dalam diri kita.
Mungkin tindakan kita memang tidak
akan bisa menghentikan praktik-
praktik ketidakjujuran yang ada di
dalam dunia ini, namun setidaknya
kita telah belajar untuk menetapkan
standar kejujuran tersebut pada diri
kita sendiri. Setelah itu, kita akan
bisa melanjutkannya pula dalam
keluarga kita, tempat kerja, bahkan
lingkungan sekitar kita.
Penutup

Percayalah Saudara apa yang kita lakukan


tidak akan pernah sia-sia karena Allah sangat
menghargai setiap usaha kita dalam menerapkan
kejujuran. Ada kemungkinan bahwa dalam
perjalanannya, setiap kita akan mengalami begitu
banyak masalah, seperti kehilangan pekerjaan,
diejek, dijauhi, dan banyak tantangan-tantangan
berat lain yang dapat saja kita hadapi.
• Namun percayalah, Allah sendiri yang akan
menjadi pembela kita. Kita tidak perlu takut,
sebab hidup kita ada di tangan-Nya. Yang
terpenting Saudara, teruslah hidup dalam
kejujuran dan jangan menyerah! Lihatlah
bagaimana Allah akan berkarya melalui
kehidupan kita.
• Amin

Anda mungkin juga menyukai