Anda di halaman 1dari 23

i

DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 1
1.1. Maksud dan Tujuan ............................................................................................................... 1
1.2. Ruang Lingkup ....................................................................................................................... 1
1.3. Standar Regulasi .................................................................................................................... 2
1.4. Definisi ................................................................................................................................... 3
2. DIAGRAM ALIR PROSES PRODUK PKGK bentuk bubuk ................................................................... 4
2.1. Diagram Alir Produk PKGK dengan proses Kering (Dry Blending) ............................................ 5
2.2. Diagram Alir Produk PKGK dengan Proses Kombinasi ............................................................. 7
2.3. Diagram Alir Proses Produksi PKGK proses kombinasi – MP-ASI ............................................. 9
3. TAHAP PRA-PENGOLAHAN ............................................................................................................ 11
3.1. Penerimaan Bahan .............................................................................................................. 11
3.2. Sortasi dan Pemeriksaan Awal ............................................................................................ 11
3.3. Penyimpanan Bahan-bahan dan Produk Akhir ................................................................... 12
3.4. Penyiapan Bahan dan Formulasi ......................................................................................... 12
3.5. Pencegahan Kontaminasi Silang .......................................................................................... 13
3.6. Penggunaan Air ................................................................................................................... 13
4. PENGOLAHAN ................................................................................................................................ 14
4.1. Pengolahan dengan Proses Kering ......................................................................................... 14
4.2. Proses Pengolahan dengan Proses Kombinasi ....................................................................... 14
4.3. Pencampuran Basah............................................................................................................... 14
4.4. Pasteurisasi............................................................................................................................. 15
4.4.1. Validasi Pasteuriser ............................................................................................................. 15
4.4.2. Penerapan proses tervalidasi .............................................................................................. 16
4.4.3. Ketidaksesuaian pada proses tervalidasi............................................................................. 16
4.5. Evaporasi ................................................................................................................................ 16
4.6. Spray Drying ........................................................................................................................... 17
4.7. Pengayakan ............................................................................................................................ 17
4.8. Rotary Drying/Drum Drying ................................................................................................... 17
4.9. Grinding/Penghalusan ............................................................................................................ 18
4.10. Pengisian BTP Gas dalam Kemasan Dan Pengemasan ......................................................... 18
4.11. Pelabelan/ pengkodean ....................................................................................................... 19
4.12. Pengendalian Cemaran Fisik ................................................................................................ 19
5. TAHAP PASCA-PENGOLAHAN ........................................................................................................ 20
5.1. Prosedur Release Produk .................................................................................................... 20

ii
5.2. Laboratorium dan Pengujian ............................................................................................... 20

iii
1. PENDAHULUAN

1.1. Maksud dan Tujuan


Pedoman CPPOB Proses ini menjelaskan tentang pengendalian proses pada langkah-langkah
pengolahan utama. Bagian ini dimaksudkan agar industri memahami tahapan-tahapan yang ada di
dalam pengolahan produk Pangan Olahan untuk Keperluan Gizi Khusus (PKGK).

Persyaratan CPPOB terdiri atas 3 (tiga) tingkatan, yaitu "harus" (shall), ”seharusnya" (should), dan
"dapat" (can), yang diberlakukan terhadap semua ruang lingkup yang terkait dengan proses produksi,
pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan. Pemenuhan terhadap persyaratan dinilai
dan ditetapkan sebagai berikut:
1. persyaratan “harus” dianggap Kritis ;
2. persyaratan “seharusnya” dianggap Mayor;
3. persyaratan "dapat" dianggap Minor.

Apabila saat penerapan sistem PMR ditemukan ketidaksesuaian, maka temuan tersebut dapat
dikategorikan menjadi :
1. Ketidaksesuaian Kritis adalah penyimpangan terhadap persyaratan “harus” yang mengindikasikan
apabila tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara langsung dan/atau
persyaratan yang wajib dipenuhi.
2. Ketidaksesuaian Major adalah penyimpangan terhadap persyaratan “seharusnya” yang
mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi atau secara tidak langsung
berpengaruh terhadap keamanan produk pangan.
3. Ketidaksesuaian Minor adalah penyimpangan terhadap persyaratan “dapat” yang mengindikasikan
apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi mempengaruhi mutu (wholesomeness) produk pangan
namun kurang berpengaruh terhadap keamanan produk pangan dan efisiensi pengendalian
keamanan produk pangan.

1.2. Ruang Lingkup


Pedoman CPPOB Proses ini digunakan untuk produk PKGK sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
dalam bentuk bubuk.

Kategori produk PKGK:


1.2.1. Pangan Diet Khusus (PDK) untuk kelompok bayi dan anak, dapat berupa:
1.2.1.1. Formula Bayi;
1.2.1.2. Formula Lanjutan;
1.2.1.3. Formula Pertumbuhan; dan
1.2.1.4. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI);

1.2.2. PDK untuk kelompok dewasa, dapat berupa:


1.2.2.1. Minuman Khusus Ibu Hamil dan/atau Ibu Menyusui;
1.2.2.2. Pangan Olahragawan; dan
1.2.2.3. Pangan untuk Kontrol Berat Badan

1
1.2.3. Pangan Keperluan Medis Khusus (PKMK) untuk kelompok bayi dan anak, dapat berupa:
1.2.3.1. PKMK untuk Pasien Kelainan Metabolik (Inborn Errors of Metabolism);
1.2.3.2. PKMK untuk Dukungan Nutrisi bagi Anak Berisiko Gagal Tumbuh, Gizi Kurang atau Gizi
Buruk;
1.2.3.3. PKMK untuk Bayi Prematur;
1.2.3.4. Suplemen Air Susu Ibu (Human Milk Fortifier);
1.2.3.5. PKMK untuk Pasien Alergi Protein Susu Sapi;
1.2.3.6. PKMK untuk Pasien Anak Kejang Intraktabel (Epilepsi);
1.2.3.7. PKMK untuk Pasien Malabsorpsi;
1.2.3.8. PKMK untuk Pasien Penyakit Hati Kronik; dan
1.2.3.9. PKMK untuk Pasien Inflammatory Bowel Diseases.
1.2.4. PKMK untuk kelompok dewasa, dapat berupa:
1.2.4.1. PKMK untuk Penyandang Diabetes;
1.2.4.2. PKMK untuk Pasien Penyakit Ginjal Kronik;
1.2.4.3. PKMK untuk Pasien Penyakit Hati Kronik;
1.2.4.4. PKMK untuk Dukungan Nutrisi bagi Orang Dewasa Gizi Kurang atau Gizi Buruk; dan
1.2.4.5. PKMK untuk Pasien Kelainan Metabolik (Inborn Errors of Metabolism).

Pedoman untuk Produk PKGK yang menggunakan proses sterilisasi komersial mengacu pada
ketentuan yang berlaku.

1.3. Standar Regulasi


Industri harus memenuhi semua persyaratan terkait produk dan pengolahan yang ditetapkan dalam
Peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada hal berikut:
1.3.1. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Pengawasan
Pangan Olahan Untuk Keperluan Gizi Khusus
1.3.2. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21 tahun 2019 tentang Program
Manajemen Risiko Keamanan Pangan di Industri Pangan
1.3.3. Peraturan Kepala Badan POM no 1 tahun 2018 tentang Pengawasan Pangan Olahan untuk
Keperluan Gizi Khusus
1.3.4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 tahun 2019 tentang Batas Maksimal
Cemaran Mikroba dalam Pangan Olahan
1.3.5. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai
Gizi Pada Label Pangan Olahan
1.3.6. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Kemasan
Pangan
1.3.7. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 11 tahun 2019 tentang Bahan
Tambahan Pangan
1.3.8. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 5 tahun 2018 tentang Batas Maksimum
Cemaran Logam Berat dalam Pangan Olahan
1.3.9. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 tahun 2018 tentang Batas Maksimum
Cemaran Kimia dalam Pangan Olahan

2
1.3.10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 8 tahun 2016 tentang
Persyaratan Bahan Tambahan Pangan Campuran
1.3.11. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 tahun 2016 tentang Persyaratan
Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Perisa
1.3.12. Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.23.11.11.09657 tentang Persyaratan
Penambahan Zat Gizi dan Zat Non Gizi dalam Pangan Olahan

Regulasi teknis terkait keamanan pangan dapat diakses di jdih.pom.go.id

1.4. Definisi

• Bahan yang dimaksud dalam pedoman ini meliputi: bahan baku pangan, bahan tambahan
pangan, bahan penolong (processing aids), zat gizi, zat non gizi dan kemasan
• Bahan Baku Pangan adalah bahan dasar yang dapat berupa Pangan segar dan Pangan Olahan
yang dapat digunakan untuk memproduksi Pangan.
• Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke
dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk Pangan.
• Bahan Penolong (Processing Aids) adalah bahan, tidak termasuk peralatan, yang lazimnya tidak
dikonsumsi sebagai pangan, digunakan dalam proses pengolahan pangan untuk memenuhi
tujuan teknologi tertentu dan tidak meninggalkan residu pada produk akhir, tetapi apabila tidak
mungkin dihindari, residu dan/atau turunannya dalam produk akhir tidak menimbulkan risiko
terhadap kesehatan serta tidak mempunyai fungsi teknologi.
• Zat Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri atas karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang memberikan energi,
diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan pemeliharaan kesehatan atau bila
kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia dan fisiologis
tubuh.
• Zat Non Gizi adalah substansi yang terdapat dalam pangan yang tidak berfungsi sebagai zat gizi
tetapi mempengaruhi kesehatan.
• Kemasan Pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus Pangan
baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak.

3
2. DIAGRAM ALIR PROSES PRODUK PKGK bentuk bubuk

Bagian ini menjelaskan tahapan-tahapan proses yang mungkin diterapkan di produsen beserta faktor
risiko yang ada selama proses Produksi.

Proses produksi PKGK bentuk bubuk dapat dikategorikan menjadi tiga jenis yang umum digunakan
yakni :

1. Proses Kering
2. Proses Kombinasi (mencakup proses basah dan kering)

Diagram alir berikut dapat digunakan sebagai acuan bagi produsen dalam mengidentifikasi
risiko pada tiap tahapan proses. Masing-masing produsen dapat memiliki tahapan proses
yang berbeda satu sama lain.

Jenis dan Jumlah Bahan baku Pangan, Bahan Tambahan Pangan, Bahan Penolong, Zat Gizi dan Zat Non
Gizi, dan bahan lainnya yang digunakan mengacu kepada ketentuan yang berlaku.

4
2.1. Diagram Alir Produk PKGK dengan proses Kering (Dry Blending)

BAHAN PROSES FAKTOR RISIKO

Bahan baku Pangan,


Bahan Tambahan Bahan tidak sesuai persyaratan
Pangan, Bahan
Penerimaan bahan
Penolong, Zat Gizi dan
Zat Non Gizi, dan bahan
lainnya

• Kondisi penyimpanan tidak sesuai


persyaratan
Penyimpanan bahan • Kontaminasi silang antara bahan
baku mengandung allergen dan yang
tidak

Penyiapan Bahan Kontaminasi dari kemasan terluar

• Penggunaan Bahan tidak sesuai


formula dan persyaratan
• Penimbangan dan formulasi tidak
dilakukan di ruangan yang bersih dan
Penimbangan
saniter
• Kontaminasi silang antara bahan
baku mengandung allergen dan yang
tidak

Masuknya bahaya fisik dari kemasan


Dumping
bahan baku

• Bahaya fisik dari penggunaan


wiremesh
• Pengayakan/penyaringan tidak
Pengayakan
mampu mencegah dari kotoran dan
kontaminasi lainnya
(tidak dilakukan penjerapan metal)

• Pencampuran tidak dilakukan dalam


kondisi higienis yang ketat
Pencampuran • Pencampuran tidak homogen
• Kontaminasi silang antara bahan
mengandung allergen dan yang tidak

5
Penyimpanan Kondisi penyimpanan tidak sesuai
sementara persyaratan

• Ruang filling tidak dikondisikan


Kemasan positive pressure dan dalam kondisi
- Aluminium Foil yang bersih dan saniter
- Metalize Pengemasan dan • Proses pengisian produk tidak
- Kaleng Pengisian BTP Gas mampu menghindari produk dari
BTP Gas Untuk untuk Kemasan kontaminasi
Kemasan • Kemasan tidak higiene
Alat takar* • Alat takar* yang digunakan tidak
higienis

Penutupan kemasan Integritas kemasan tidak cukup

• Pencantuman expired date dan


batchcode tidak dilakukan ditempat
Pelabelan/pengkodean
dan tidak dapat ditelusur
• Label tidak sesuai dengan yang
disetujui saat pendaftaran

Pendeteksi Cemaran Alat pendeteksi tidak bekerja efektif


Produk Akhir
Fisik dalam mendeteksi benda asing

Keterangan :
*) ALat takar wajib untuk Produk Formula Bayi, Formula Lanjutan, MP-ASI berbentuk bubuk, dan PKMK
sesuai dengan Perka 22 tahun 2019 tentang Informasi Nilai Gizi pada Label Pangan Olahan

6
2.2. Diagram Alir Produk PKGK dengan Proses Kombinasi

BAHAN PROSES FAKTOR RISIKO

Bahan baku Pangan,


Bahan Tambahan
Pangan, Bahan
Penerimaan bahan Bahan tidak sesuai persyaratan
Penolong, Zat Gizi dan
Zat Non Gizi, dan bahan
lainnya

• Kondisi penyimpanan tidak


sesuai persyaratan
Penyimpanan bahan • Kontaminasi silang antara
bahan mengandung allergen
dan yang tidak

Penyiapan Bahan

• Penggunaan Bahan tidak sesuai


persyaratan (termasuk
penggunaan BTP)
Penimbangan
• Kontaminasi silang antara
bahan baku mengandung
allergen dan tidak

Dumping

Air Pencampuran Basah TMS persyaratan air minum

Filtrasi Filter rusak/robek

Homogenisasi

Persyaratan Suhu dan Waktu


Pasteurisasi/Sterilisasi
tidak tercapai

Evaporasi

Hasil pengeringan tidak


BTP Spray Drying
memenuhi syarat

7
Penyimpanan Kondisi penyimpanan tidak
Sementara sesuai persyaratan

Pengayakan

• Pencampuran tidak dilakukan


dalam kondisi higiene yang
Premix vitamin
sangat ketat
Pencampuran kering
• Kontaminasi silang antara
bahan mengandung allergen
dan yang tidak

Pengayakan/penyaringan tidak
mampu mencegah dari kotoran
Pengayakan dan kontaminasi lainnya (tidak
dilakukan pendeteksian logam
dan atau penangkapan logam)

• Pengemasan produk tidak


Kemasan
mampu menghindari produk
- Aluminium Foil
dari kontaminasi
-Metalize Pengemasan dan
• Kemasan tidak higiene
- Kaleng pengisian BTP Gas untuk
• Bahan pengemas dan bahan
BTP Gas Untuk Kemasan
pendukung tidak food grade
Kemasan
• Residu oksigen tidak sesuai
standar

Penutupan kemasan Integritas Kemasan tidak cukup

• Pencantuman expired date dan


batch code tidak mampu
Pelabelan/pengkodean ditelusur.
• Label tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Alat pendeteksi tidak bekerja


Produk akhir Pendeteksi Cemaran Fisik efektif dalam mendeteksi benda
asing

8
2.3. Diagram Alir Proses Produksi PKGK proses kombinasi – MP-ASI

Selain tahapan proses produksi yang terdapat pada diagram alir diatas, terdapat tahapan proses lain
yang umum digunakan pada proses produksi, terutama produk Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) sebagaimana pada diagram berikut :

BAHAN PROSES FAKTOR RISIKO

Bahan baku Pangan, Bahan


Tambahan Pangan, Bahan
Penerimaan bahan Bahan tidak sesuai persyaratan
Penolong, Zat Gizi dan Zat
Non Gizi, dan bahan lainnya

Kondisi penyimpanan tidak sesuai


Penyimpanan bahan
persyaratan

Penyiapan Bahan Kontaminasi dari kemasan terluar

• Penggunaan Bahan tidak sesuai


persyaratan (termasuk
Penimbangan penggunaan BTP)
• Kontaminasi silang antara bahan
mengandung allergen dan tidak

Dumping

Air Pencampuran Basah TMS persyaratan air minum

Filtrasi

Homogenisasi

Persyaratan Suhu dan Waktu tidak


Pasteurisasi
tercapai

• Kontaminasi fisik dari peralatan


Rotary Drying • Peralatan tidak bersih dan
saniter

Flaking Kontaminasi fisik dari peralatan

9
Pengayakan/penyaringan tidak
Pengayakan mampu mencegah dari kotoran
dan kontaminasi lainnya

Metal catcher Penjerapan metal tidak mampu


mencegah kontaminasi benda
asing

• Pencampuran tidak dilakukan


Pencampuran Kering dalam kondisi higienis yang ketat
• Pencampuran tidak homogen

• Pengemasan produk tidak


Kemasan
mampu menghindari produk
- Aluminium Foil
Pengemasan dan dari kontaminasi
-Metalize
pengisian gas inert • Kemasan tidak higiene
- Kaleng
• Bahan pengemas dan bahan
Gas Inert
pendukung tidak food grade

Penutupan kemasan Integritas Kemasan tidak cukup

• Pencantuman expired date dan


batch code tidak dilakukan
Pelabelan/pengkodean ditempat dan tidak mampu
ditelusur
• Label tidak sesuai dengan yang
disetujui saat pendaftaran

Alat pendeteksi tidak bekerja


efektif dalam mendeteksi benda
Produk Akhir Pendeteksi Cemaran Fisik
asing

Selain tahapan proses yang tercantum pada diagram alir diatas, terdapat proses lain yang
mungkin digunakan dalam proses produksi PKGK.

10
3. TAHAP PRA-PENGOLAHAN

Bab ini mencakup tahapan pra-pengolahan, antara lain 1) penerimaan bahan baku dan bahan
pengemas, 2) sortasi dan pemeriksaan awal, 3) penyimpanan bahan baku dan bahan pengemas dan 4)
penyiapan bahan.

3.1. Penerimaan Bahan


• Kendaraan pengirim harus diperiksa sebelum, dan selama, pembongkaran untuk memverifikasi
bahwa kualitas dan keamanan material telah dipertahankan selama transit (mis. integritas segel,
potensi infestasi hama, catatan suhu, dll).
• Bahan harus diinspeksi, diuji atau memiliki COA untuk memverifikasi kesesuaian dengan
persyaratan yang ditentukan sebelum penerimaan atau penggunaan. Metode verifikasi harus
didokumentasikan. Frekuensi dan ruang lingkup inspeksi dapat didasarkan pada bahaya yang
ditimbulkan oleh bahan dan penilaian risiko dari pemasok tertentu.
• Produsen harus memiliki prosedur yang efektif dan terdokumentasi untuk pembelian dan
penerimaan bahan. Hal ini dimaksudkan untuk memastiikan bahan yang diterima sesuai dengan
tujuan yang diinginkan.
• Produsen seharusnya tidak menerima bahan baku atau ingredien yang diketahui mengandung
parasit, mikroba, racun, zat terurai atau zat asing yang tidak dapat dikurangi ke tingkat yang dapat
diterima pada saat prosedur sortasi atau pengolahan pangan.
• Jika produsen tetap menerima bahan yang tidak sesuai dengan tujuan yang diinginkan (misal
karena keterbatasan bahan baku), bahan-bahan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang relevan
harus ditangani berdasarkan prosedur terdokumentasi yang memastikan mereka dicegah dari
penggunaan yang tidak diinginkan.
• Adanya Letter of Acceptance atau Certificate of Conformance dari pemasok untuk setiap
pengiriman akan memungkinkan industri melakukan penelusuran. Surat ini juga akan menjamin
mutu dan keamanan dari bahan baku, bahan pengemas, serta cara pengirimannya.
• Batas cemaran mikroba pada bahan baku harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Kualitas mikrobiologi, kimia dan logam berat bahan baku dan bahan
lainnya harus diuji dengan prosedur yang memadai dan sesuai dengan HACCP.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Prosedur pemilihan supplier, penerimaan bahan
b. Catatan spesifikasi bahan dan penerimaan bahan
c. Catatan pengujian fisiko-kimia bahan
d. Catatan pengujian mikrobiologi bahan
e. Catatan evaluasi supplier termasuk audit supplier, dll

3.2. Sortasi dan Pemeriksaan Awal


Bahan yang datang seharusnya diperiksa dan disortasi sebelum dipindahkan ke alur pengolahan dan
dilakukan uji laboratorium jika dibutuhkan. Hanya bahan yang sesuai dengan spesfikasi yang ditetapkan
oleh produsen yang boleh digunakan dalam pengolahan lebih lanjut.

11
3.3. Penyimpanan Bahan-bahan dan Produk Akhir
• Fasilitas yang digunakan untuk menyimpan bahan-bahan dan produk akhir memberikan
perlindungan dari debu, kondensasi, saluran pembuangan, limbah dan sumber kontaminasi
lainnya.
• Area/sarana penyimpanan seharusnya kering dan berventilasi baik. Pemantauan, kontrol suhu
dan kelembaban harus diterapkan jika ditentukan.
• Area/sarana penyimpanan dirancang atau diatur untuk memungkinkan pemisahan bahan-bahan,
produk antara dan produk akhir.
• Semua bahan dan produk seharusnya disimpan dari lantai dan dengan ruang yang cukup antara
bahan dan dinding untuk memungkinkan kegiatan inspeksi, pemeliharaan dan pembersihan, dan
pengendalian hama, dalam rangka pencegahan terhadap potensi kontaminasi dan meminimalkan
kerusakan.
• Area penyimpanan yang terpisah, aman (dikunci atau dikendalikan akses) harus disediakan untuk
bahan pembersih, bahan kimia, dan zat berbahaya lainnya.
• Stok bahan baku atau ingredien seharusnya diberi identitas yang jelas dan dirotasi dengan sistem
First Expired First Out (FEFO) dan/atau First In First Out (FIFO) dan mampu memberikan
ketertelusuran.
• Ruang penyimpanan dapat dialokasikan untuk tujuan khusus dan tidak dipakai untuk kegiatan
pendukung lainnya seperti ruang mesin.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Prosedur Penyimpanan
b. Catatan pemantauan suhu dan RH, jika ditentukan, dll

3.4. Penyiapan Bahan dan Formulasi


• Bahan baku dan bahan lain yang digunakan harus sesuai dengan persyaratan dan formulasi yang
ditetapkan
• Formulasi produk seharusnya dikembangkan oleh orang yang berkompeten dan harus
didokumentasikan.
• Orang yang berkompeten harus memiliki kemampuan teknis dan pengalaman dalam
mengembangkan formulasi, mengenal batas yang diizinkan untuk bahan tambahan dan bahan
penolong serta mengerti efek dari setiap perubahan di dalam formulasi pada karakteristik produk,
status alergen produk, parameter proses, pelabelan dan lainnya.
• Orang yang berkompeten harus menilai efek dari setiap perubahan di dalam sebuah formulasi
produk pada setiap batas regulasi atau batas yang ditentukan oleh karyawan/operator dan/atau
parameter pengolahan, serta menjamin bahwa setiap perubahan penting di dalam pengolahan
dibuat sebelum formula baru digunakan secara komersial. Misalnya, perbedaan proporsi pada
formulasi susu segar dan bahan tambahan mungkin memerlukan perubahan siklus pemanasan.
• Formulasi produk harus disesuaikan dengan benar untuk memperhitungkan setiap penambahan
proses pengerjaan ulang. Operator harus menetapkan batasan jumlah proses pengerjaan
ulangyang dapat dilakukan ke dalam sebuah batch produksi karena hal ini dapat mempengaruhi
fungsionalitas dan kadar BTP di dalam produk akhir.
• Formulasi produk harus menghasilkan kadar BTP di dalam produk akhir yang memenuhi kadar
yang diizinkan dan terinci di dalam Batas Bahan Tambahan Pangan (mengacu pada Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia).

12
• Operator harus dapat menyediakan bukti bahwa kadar BTP di dalam produk akhir memenuhi
tingkat yang diizinkan dalam Batas Bahan Tambahan Pangan sesuai kategori pangan Produk
Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus.
• Bahan yang diproses dengan panas, ketika dibutuhkan dalam penyiapan pangan selanjutnya,
seharusnya segera didinginkan atau segera diproses lebih lanjut. Pertumbuhan dan kontaminasi
mikrobia termofilik seharusnya diminimalisir dengan rancangan yang baik, penggunaan suhu
operasi yang memadai, dan pembersihan rutin.
• Seluruh tahapan penyiapan pangan seharusnya dilakukan secepat mungkin dan dalam kondisi
yang dapat mencegah kontaminasi dan kerusakan, dan meminimalisir pertumbuhan mikroba pada
pangan.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Daftar bahan yang digunakan
b. Catatan penggunaan bahan, dll

3.5. Pencegahan Kontaminasi Silang


• Pencegahan yang efektif seharusnya dilakukan untuk mencegah kontaminasi bahan pangan akibat
kontak secara langsung atau tidak langsung dengan bahan dari tahapan proses sebelumnya.
• Karyawan yang menangani bahan baku atau produk setengah jadi yang dapat mengontaminasi
produk akhir seharusnya tidak boleh bersentuhan dengan produk akhir kecuali karyawan tersebut
telah mengganti pakaiannya dengan pakaian pelindung yang bersih.
• Jika ada kemungkinan kontaminasi, karyawan seharusnya mencuci tangan secara seksama di
antara tahapan penanganan produk di setiap tahapan pengolahan yang berbeda.
• Peralatan yang telah bersentuhan langsung dengan bahan baku atau bahan yang sudah
terkontaminasi seharusnya dibersihkan dan didesinfeksi secara seksama sebelum bersentuhan
dengan produk akhir.

3.6. Penggunaan Air


• Secara umum, penanganan pangan hanya boleh menggunakan air minum yang sesuai dengan
peraturan persyaratan kualitas air minum.
• Air bersih dapat digunakan untuk produksi uap, pendinginan, pemadaman api, atau fungsi lain
yang tidak terkait dengan pangan serta dapat digunakan pada area penanganan pangan tertentu
selama tidak menyebabkan bahaya kesehatan.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan pengujian air baku
b. Catatan maintenance/metode yang digunakan di water treatment, dll

13
4. PENGOLAHAN

4.1. Pengolahan dengan Proses Kering

• Tidak ada perlakuan panas ataupun tahapan proses yang dapat mengurangi total mikroba dalam
pengolahan formula dengan proses kering.
• Kualitas mikrobiologis produk yang diolah dengan cara kering sangat ditentukan oleh kualitas
mikrobiologis dari bahan baku kering yang digunakan. Sehingga penerapan pencegahan
kontaminasi mikroba selama proses pengolahan harus dilakukan dengan ketat.
• Kondisi ruang penyimpanan bahan baku dan proses produksi harus dijaga higienitasnya
sedemikian rupa sehingga dimungkinkan untuk dilaksanakan proses yang higienis.
• Perusahaan seharusnya dapat melakukan pencegahan terhadap risiko kontaminasi dari kemasan
terluar produk sebelum dilakukan proses dumping.
• Proses pencampuran kering harus dilakukan dalam kondisi yang sangat higienis; bahan baku yang
dijaga kualitas mikrobiologi; pelaksanaan sortasi; pemeriksaan fisik dan kandungan cemaran pada
bahan baku. Tahap-tahap tersebut merupakan titik kritis pada proses pengolahan.
• Proses pencampuran kering harus menghasilkan produk yang homogen, termasuk mikronutrien.
• Untuk memastikan homogenitas produk, produsen harus melakukan validasi proses pencampuran
kering pada saat awal disain proses produksi dan melakukan verifikasi secara berkala. Misalnya
dengan menguji kadar vitamin C pada produk hasil pencampuran.
• Pengayakan dilakukan untuk mengurangi dan/atau menghilangkan bahaya fisik. Proses
pengayakan dan penyaringan harus mampu mencegah dari kotoran dan kontaminasi lainnya pada
produk.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan validasi dan verifikasi proses pencampuran kering
b. Catatan waktu dan kecepatan pencampuran kering
c. Catatan suhu, RH serta aliran udara (positive pressure)
d. Catatan maintenance filter AHU, dll

4.2. Proses Pengolahan dengan Proses Kombinasi


Proses Kombinasi adalah pengolahan yang sebagian ingrediennya diproses basah kemudian
dikeringkan sementara sebagian ingredien lainnya ditambahkan dalam bentuk kering yang kemudian
diakhiri dengan atau tanpa proses pengeringan dan atau tanpa pemanasan untuk memperoleh produk
yang diinginkan.

Proses pengolahan dengan metode kombinasi selain melibatkan tahapan-tahapan pada proses kering,
juga melibatkan berbagai macam jenis tahapan produksi lainnya, antara lain :

4.3. Pencampuran Basah


Proses pencampuran basah adalah pengolahan formula bubuk yang seluruh ingrediennya diproses
dalam massa cair, proses ini dapat meliputi homogenisasi, pemekatan, diakhiri dengan perlakuan panas
dan proses pengeringan.

• Pencampuran harus dilakukan sesuai dengan formula


• Jika pencampuran basah dilakukan pada suhu tertentu, seharusnya dilakukan pengendalian
terhadap suhu dan waktu pencampuran.

14
Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:
a. Catatan pemantauan suhu dan waktu pencampuran
b. Catatan formula yang digunakan (checklist dumping)
c. Catatan pengujian terhadap viskositas, dll

4.4. Pasteurisasi
Pasteurisasi dapat dilakukan dengan metode High Temperature Short Time/HTST, misalnya dilakukan
dengan minimum standar perlakuan selama 15 detik pada suhu 720C atau variasinya dengan alat Plate
Heat Exchanger dan kemudian pemanasan ditahan di dalam holding tube untuk mencapai waktu yang
diinginkan.

Metode pasteurisasi juga dapat dilakukan dengan memanaskan bahan pada tangki tertutup dengan
metode Low Temperature Long Time (LTLT), misalnya selama 30 menit pada suhu 65oC atau variasinya.

• Pasteurisasi harus mampu menghilangkan atau mengurangi jumlah cemaran mikroba dalam
produk akhir hingga batas cemaran yang diizinkan
• Untuk mencapai tingkat pasteurisasi yang diinginkan, parameter kunci yang harus dikontrol pada
proses pasteurisasi adalah suhu dan waktu.
• Rekaman yang memadai dari suhu dan waktu pasteurisasi seharusnya dijaga dengan baik.
• Pemilihan kombinasi suhu dan waktu harus mempertimbangkan berbagai aspek seperti
kandungan lemak, kekentalan, padatan, kandungan mikroba awal, jenis mikroba, target dan faktor
lain yang dapat mempengaruhi ketahanan mikroba target terhadap panas.
• Harus dilakukan validasi dan verifikasi proses pasteurisasi secara berkala dan teratur.
• Karena proses pasteurisasi dianggap sebagai Titik Kendali Kritis (TKK), maka seharusnya ada
prosedur untuk mendeteksi deviasi, misalnya penurunan suhu serta waktu pemanasan yang tidak
cukup, dan juga prosedur untuk mengambil tindakan perbaikan seperti proses pemanasan kembali
atau pengalihan produk ke limbah.
• Pada proses pasteurisasi/sterilisasi dengan metode direct steam injection maka seharusnya
terdapat filter (mikron) pada suplai uap untuk mencegah adanya kontaminasi fisik maupun kimia.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan kalibrasi alat pengukur suhu
b. Catatan debit produk, kapasitas pompa, waktu dan suhu pasteurisasi/sterilisasi.
c. Catatan validasi kecukupan proses pasteurisasi,dll

4.4.1. Validasi Pasteuriser


• Validasi pasteuriser dapat dilakukan oleh orang yang berkompeten di industri tersebut atau
bekerja sama dengan orang yang berkompeten atau auditor yang sesuai untuk melakukan tugas
ini.
• Revalidasi harus dilakukan apabila ada perubahan pada proses, alat dan atau produk yang
mungkin berdampak pada keamanannya.
• Faktor kritis untuk proses pasteurisasi harus dijaga konsistensinya terhadap batas yang
ditetapkan.
• Orang yang bertanggung jawab untuk memvalidasi proses pasteurisasi seharusnya memiliki
pengetahuan yang baik tentang regulasi yang disyaratkan dan/atau batas yang ditetapkan oleh
manajemen mutu (misalnya suhu dan waktu pasteurisasi).

15
• Orang yang berkompeten seharusnya juga memiliki pemahaman yang baik tentang mikrobiologi
pangan, pengendalian proses, dan prosedur untuk validasi (misalnya pengumpulan data,
penarikan sampel produk, dan pengujian).
• Jika industri memberi perlakuan panas dengan menggunakan HTST atau sistem batch atau
menggunakan perlakuan yang ekuivalen, harus tersedia informasi tentang kriteria desain dan
karakteristik operasi dari sistem yang digunakan.
• Operator harus menyediakan bukti bahwa parameter proses basah yang ditetapkan dapat
dicapai secara konsisten oleh semua produk. Operator harus mendokumentasikan parameter
dan kondisi proses tervalidasi (misalnya debit bahan, suhu evaporasi, dan lainnya).

4.4.2. Penerapan proses tervalidasi


• Proses harus dioperasikan sesuai dengan proses dan prosedur tervalidasi.
• Operator harus memverifikasi bahwa suhu dan waktu pasteurisasi, evaporasi*, dan spray drying
telah terpenuhi.
• Ketika tahap pasteurisasi ditentukan sebagai Titik Kendali Kritis, maka proses harus dilakukan
dan/atau dipantau oleh orang terlatih yang memadai.
• Jika pasteuriser/ evaporator/ spray dryer dioperasikan dengan menggunakan komputer, akses
tanpa izin ke parameter terprogram harus dicegah. Parameter proses (misalnya suhu) dan
parameter produk (misalnya aw, kadar air) harus diukur menggunakan instrumen terkalibrasi.
• Rekaman proses harus disimpan untuk setiap lot produksi

4.4.3. Ketidaksesuaian pada proses tervalidasi


• Operator harus mengambil tindakan secepatnya ketika ada ketidaksesuaian terjadi yang
membuat produk atau proses tidak memenuhi proses dan parameter tervalidasi, termasuk
setiap regulasi atau batas yang didefinisikan manajemen mutu.
• Produk yang tidak sesuai harus diidentifikasi dan dipisahkan hingga keamanan dan disposisi
produk telah ditentukan oleh orang yang berkompeten.
Orang yang berkompeten harus memeriksa setiap insiden ketidaksesuaian atau kegagalan
proses, menentukan penyebab kegagalan, dan menentukan tindakan perbaikan dan
pencegahan yang memadai.

Tindakan perbaikan harus bertujuan:


a. restorasi pengendalian
b. identifikasi dan disposisi produk yang terpengaruh
c. pencegahan terulangnya ketidaksesuaian

4.5. Evaporasi
Proses evaporasi pada susu akan mempengaruhi total padatan susu dan viskositasnya. Viskositas bahan
sangat mempengaruhi sifat alir bahan termasuk debit bahan yang akan masuk ke dalam proses
selanjutnya, misal spray drying atau rotary drying. Misalnya, jika viskositas terlalu tinggi dapat
menyumbat nozzle saat spray drying atau membuat lapisan produk yang akan dikeringkan di drum
dryer menjadi terlalu tebal sehingga mengurangi efektifitas pengeringan.

• Suhu alat dan waktu evaporasi harus dikontrol

16
Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:
a. Catatan pengujian total solid dan viskositas produk
b. Catatan rekaman suhu dan waktu proses evaporasi, dll

4.6. Spray Drying


Spray drying atau pengering semprot merupakan suatu proses dimana larutan dipanaskan dan dipompa
dibawah tekanan tinggi kearah ujung semprotan atau atomizer mounted di ruangan pengering.
Umumnya proses ini tidak dimaksudkan sebagai tahap penghilangan mikroba.

• Udara yang digunakan pada sistem spray drying seharusnya disaring secara efektif sehingga tidak
menimbulkan kontaminasi pada produk. Bubuk kering formula bersuhu 43,3 – 79,4oC ketika keluar
dari spray dryer. Suhu udara pengering dan debit bahan perlu dimonitor
• Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi kadar air produk hasil pengeringan semprot seperti
suhu udara pengering dan debit bahan perlu dimonitor

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


- Catatan pengujian/pengendalian kadar air dan keseragaman partikel, dll

4.7. Pengayakan
• Pengayakan mengurangi dan/atau menghilangkan bahaya fisik
• Pengayakan dapat menghasilkan partikel yang seragam

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan pengecekan kondisi ayakan dan maintenance
b. Catatan pembersihan, dll

4.8. Rotary Drying/Drum Drying


Rotary drying adalah proses pengeringan dimana produk dialirkan ke permukaan eksternal dari silinder
berongga yang berputar yang terus-menerus diisi dengan uap yang dipanaskan. Di dalam silinder, uap
kondensat dan panas ditransmisikan ke produk di seluruh dinding konduktif. Produk yang dikeringkan
kemudian dikikis dari drum dengan menggunakan pengikis statis. Drum yang digunakan dapat berupa
single drum maupun double drum.

• Pembersihan rotary dryer harus dilakukan sesuai prosedur mencakup cara dan frekuensi
pembersihan.
• Peralatan harus dalam kondisi bersih dan saniter untuk mengurangi potensi kontaminasi fisik dari
peralatan
• Jika ada proses lubrikasi yang berpotensi kontak dengan produk, maka lubrikan yang digunakan
harus tara pangan (food grade) dibuktikan dengan adanya dokumen spesifikasi teknis.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan terkait operasional (RPM, suhu, tekanan steam (manual di drum dryer))
b. Catatan pembersihan
c. Catatan spesifikasi teknis lubrikan (food grade), dll

17
4.9. Grinding/Penghalusan
• Penggilingan atau penghancuran bahan baku yang sesuai seharusnya dilakukan sedemikian rupa
untuk meminimalkan hilangnya nilai gizi dan untuk menghindari perubahan yang tidak diinginkan
pada sifat teknologi bahan.
• Bahan baku kering dapat digiling bersama, jika teknologi memungkinkan, atau dicampur setelah
penggilingan atau penghancuran.
• Formulasi yang mengandung sereal giling, kacang-kacangan, kacang-kacangan dan / atau minyak
biji-bijian yang belum diproses memerlukan pendidihan yang memadai untuk membuat agar-agar
bagian pati menjadi tepung dan / atau menghilangkan faktor anti-nutrisi yang ada dalam kacang-
kacangan dan kacang-kacangan.
• Sebelum proses grinding/penghancuran dapat dilakukan penjerapan metal untuk mencegah
kerusakan mesin/alat.
• Sesudah proses grinding/penghancuran seharusnya diikuti penjerapan metal untuk mengurangi
potensi cemaran fisik khususnya logam.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan pengukuran kekuatan magnet (jika dilakukan penjerapan metal)
b. Catatan pengendalian operasional mesin.
c. Catatan pembersihan
d. Catatan maintenance (grinder berpotensi mengalami aus), dll

4.10. Pengisian BTP Gas dalam Kemasan Dan Pengemasan


• BTP Gas dalam kemasan yang digunakan mengacu ke Perban nomor 11 tahun 2019 yaitu antara
lain karbondioksida dan nitrogen.
• Sistem pengisian BTP Gas dalam Kemasan yang digunakan dalam pembuatan dan / atau pengisian
harus dibangun dan dipelihara untuk mencegah kontaminasi dan disaring untuk menghilangkan
debu, minyak dan air.
• Seharusnya dilakukan pemantauan terhadap pengisian gas inert pada proses kemasan. Residu O2
pada monitoring pengisian gas inert sesuai dengan standar internal produsen
• Proses pengemasan primer harus dilakukan di ruangan dengan pemantauan higiene yang ketat.
• Jika lubrikan digunakan untuk kompresor dan terdapat kemungkinan udara bersentuhan dengan
produk, lubrikan yang digunakan harus food grade.
• Semua pangan harus dikemas dalam wadah yang dapat melindungi pangan dari pencemaran dan
penurunan mutu.
• Perlu dilakukan pemantauan terhadap aliran udara bertekanan positif di dalam ruang pengemasan
terhadap aliran udara luar. Akses terhadap ruang pengemasan harus dibatasi hanya bagi karyawan
yang berkepentingan saja.
• Kemasan harus diperiksa dan disterilisasi segera sebelum digunakan untuk menjamin
kebersihannya.
• Dilarang memasukkan benda apapun kedalam wadah atau kemasan yang bersentuhan langsung
dengan formula bubuk kecuali sendok takar.
• Desain dan spesifikasi bahan kemas harus memberikan perlindungan yang memadai bagi produk
untuk meminimalisir kontaminasi, mencegah kerusakan, dan mengakomodasi informasi label
yang tepat.

18
• Apabila diperlukan, kemasan yang dapat digunakan kembali (reuseable) harus tahan lama, mudah
dibersihkan dan didisinfeksi bila diperlukan.
• Semua bahan pengemas seharusnya disimpan pada tempat yang bersih dan higienis.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan pemantauan residu O2 pada produk
b. Catatan pengujian integritas kemasan, dll

4.11. Pelabelan/ pengkodean


• Label pangan olahan yang beredar harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku (termasuk sesuai dengan label yang disetujui saat pendaftaran).
• Pelabelan terkait alergen mengacu pada ketentuan peraturan mengenai pelabelan pangan olahan.
• Pencantuman informasi nilai gizi harus dinyatakan dalam per 100g atau 100 ml atau per alat takar,
dan per 100 kkal

4.12. Pengendalian Cemaran Fisik


• Berdasarkan dari identifikasi bahaya di sepanjang proses produksi, harus dilakukan tindakan yang
terukur untuk mencegah, mengendalikan, atau mendeteksi bahaya cemaran fisik.
• Tindakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengendalian cemaran fisik seperti
Skrining X-Ray, metal detector, stone trap, ayakan dengan mesh tertentu, magnet trap, atau
metode lainnya yang dapat mencegah cemaran fisik.
• Perusahaan harus memilih metode atau alat pendeteksi cemaran fisik yang disesuaikan dengan
produk dan bahan kemasan serta peraturan terkait K3.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Catatan verifikasi alat pengendali cemaran fisik
b. Catatan verifikasi produk dengan dirt test untuk bahaya fisik gram, jika menggunakan magnet
trap, dll.

19
5. TAHAP PASCA-PENGOLAHAN

Bab ini mencakup tahap-tahap pengolahan yang dilakukan setelah produk terkemas.

5.1. Prosedur Release Produk


• Produsen harus memiliki prosedur release
• Produsen seharusnya menentukan parameter release produk berdasarkan pertimbangan
keamanan dan mutu produk.
• Produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi produk akhir seharusnya tidak boleh direlease.
• Selain pengujian yang dilakukan untuk release produk, seharusnya dilakukan
pemantauan/monitoring secara berkala yang ditetapkan oleh produsen untuk memastikan bahwa
produk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Prosedur release produk
b. Catatan pengujian produk akhir

5.2. Laboratorium dan Pengujian


• Pengambilan sampel untuk uji in-line dan on-line harus dikontrol untuk meminimalkan risiko
kontaminasi produk.
• Laboratorium mikrobiologi harus dirancang, ditempatkan dan dioperasikan untuk mencegah
kontaminasi manusia, pabrik dan produk. Laboratorium mikrobiologi tidak boleh membuka
langsung ke area produksi.

Rekaman yang perlu dikendalikan dan diunggah pada sistem PMR:


a. Sertifikat Akreditasi Laboratorium beserta daftar parameter pengujian yang diakreditasi
b. Catatan pengujian bahan, in-line produk dan produk akhir

20

Anda mungkin juga menyukai