155-Article Text-527-1-10-20180410

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 12

KUANTIFIKASI BAU DAN POLUSI BAU DI INDONESIA

ODOUR QUANTIFICATION AND ODOUR POLLUTION IN


INDONESIA
Arief Sabdo Yuwono
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan - IPB
Email: arief_sabdo_yuwono@yahoo.co.id

Abstract
Odour is concerned as one of the important environmental nuisance forms in Indonesia. Its presence can be
detected by means of human olfactory systems. The term of “odour” contains at least two meanings, i.e.
firstly as “sense” and secondly refers to a kind of odorous chemical compound. Principally, odour can be
quantified in a number of methods such as odorous gas concentration measurement, by olfactometer, by
hedonism scale, as well as by indirect measurement using frequency change of a chemical sensor. Odour
quantification is useful to solve the polemics on odour pollution in Indonesia. A number of odour pollution
cases are originated from industrial and agricultural activities, such as municipal solid waste treatment,
crumb rubber production, intensive animal husbandry, wastewater treatment plant and oil refinery. Odour
quantification is a tool to solve odour pollution polemics comprehensively by involving certified independent
assessor.

Keywords: odour pollution, odour quantification, odour regulation, air pollution.

1. PENDAHULUAN 2. METODOLOGI

Bau merupakan salah satu masalah gangguan Sebagian deskripsi dalam artikel ini dibuat
lingkungan yang semakin besar dirasakan berdasarkan pengukuran langsung terhadap
oleh masyarakat. Kasus-kasus polusi bau emisi bau dari instalasi pengolahan sampah
semakin bertambah seiring dengan perkotaan yang berlokasi di TPA Galuga,
meningkatnya kegiatan industri dan pertanian. Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengukuran
Berbagai jenis industri telah dianggap oleh emisi bau juga dilakukan di sebuah industri
masyarakat sebagai sumber penghasil bau. minyak dan gas (migas) yang beroperasi di
Senyawa kimia berbau ini terdispersi dalam Jawa Timur. Sedangkan sebagian deskripsi
udara ambien. Pengetahuan masyarakat masih lainnya didasarkan pada kajian literatur
terbatas tentang bau, senyawa berbau, sumber mutakhir tentang polusi bau yang berasal dari
bau, polusi bau, serta teknologi penanganan berbagai negara. Kajian terhadap sekumpulan
dan pengelolaan masalah bau sehingga literatur terpilih ini disajikan secara tabulasi
menjadi salah satu penyebab tetap dalam rangka menyajikan informasi yang
berlangsungnya polusi bau dalam udara lengkap dan komprehensif tentang polusi bau.
ambien.
Pengukuran Gas Berbau di TPA Sampah
Tujuan penelitian ini membuat deskripsi yang Bahan yang diperlukan untuk pengukuran gas
berisi berbagai aspek tentang polusi bau, berbau secara langsung di lapangan adalah
memaparkan hasil pengukuran langsung sampel udara emisi dari TPA Galuga dan
konsentrasi bau dari sumbernya. Selain itu absorber senyawa target. Pengukuran terhadap
penelitian ini membahas polemik polusi bau emisi bau di TPA Galuga dilakukan dengan
dipandang dari keluhan masyarakat dan menggunakan peralatan berikut: (1) satu set
peraturan tentang baku mutu kebauan. impinger (12 tubes; diameter (Ø) = 3,1 cm;
176 Jurnal Purifikasi, Vol. 9, No. 2, Desember 2008: 175 - 186

tinggi (H) = 14,5 cm) untuk menangkap tajam ini adalah sampah yang sudah berumur
senyawa target, yaitu senyawa berbau, (2) lebih dari satu minggu hingga beberapa bulan.
pompa vakum (Shibata SIP-32; Q = 40 lpm) Probe sampel dimasukkan ke dalam lubang
untuk menarik dan mengalirkan sampel udara tersebut setelah terhubung dengan impinger
dari permukaan atas tumpukan sampah ke dan pompa vakum. Emisi gas berbau dari
impinger, (3) Probe sampel (U-Form; Ø = 1 tumpukan sampah padat kemudian disedot
cm) sebagai titik awal masuknya sampel melalui probe ini dengan menggunakan pompa
udara dari lokasi asal ke tabung- vakum selama satu jam. Dengan pengaliran ini
tabung impinger, (4) Generator listrik senyawa target akan larut dan terakumulasi
(Krisbow Digital Generator; KW20-471) dalam larutan absorber yang berada dalam
sebagai sumber energi listrik bagi pompa tabung impinger.
vakum.
Analisis kimia terhadap sampel gas dilakukan
Sampling senyawa gas berbau dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu, Institut
dengan membuat lubang galian berbentuk Pertanian Bogor. Skema tentang proses dan
setengah bola (Ø≈60 cm) pada permukaan peralatan yang digunakan untuk pengambilan
atas tumpukan sampah padat perkotaan yang sampel hingga analisis kimia konvensional di
berbau tajam. Tumpukan sampah yang berbau laboratorium disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema Sederhana Proses dan Peralatan Pengambilan Sampel di TPA Galuga.
Pengukuran Gas Berbau dalam Udara laboratoriumnya seperti yang disajikan pada
Ambien di Industri Migas Gambar 2. Analisis kimia tes sampel dilakukan
Pengukuran konsentrasi gas berbau dalam di Laboratorium Analisis Bogor (BOLABS).
udara ambien dari sebuah industri migas
dilakukan dengan mengambil dua sampel
udara ambien di sekitar lokasi pengolahan
industri migas tersebut. Peralatan yang
digunakan untuk mengambil sampel udara
sama seperti telah diuraikan dalam proses
pengambilan sampel di sekitar TPA di atas.
Prosedur pengambilan sampel udara juga
identik kecuali pada penempatan probe
sampel. Untuk industri migas ini, probe
sampel ditempatkan di dua titik berbeda
dalam udara ambien pada lokasi pengolahan Gambar 2. Skema Proses Pengambilan
migas. Skema prosedur pengambilan sampel Sampel Gas Berbau dari Industri
dari industri migas hingga analisis Migas.
Yuwono, Kuantifikasi Bau dan Polusi Bau di Indonesia 177

3. HASIL DAN PEMBAHASAN bermacam-macam senyawa) atau aroma kopi


yang merupakan gabungan kompleks yang
Pengertian Bau dan Polusi Bau terdiri lebih dari 670 senyawa.
Dalam istilah bau terkandung dua pengertian.
Pengertian pertama, yaitu kesan yang Bau termasuk senyawa kimia mudah menguap
ditangkap oleh indra pembau dan yang kedua (volatile) dan terbawa dalam udara. Senyawa
merujuk pada jenis senyawa kimia. tersebut masuk sampai pada daerah olfaktori
Pengertian pertama tentang kesan muncul (epithelium olfaktori) yang berlokasi dalam
karena istilah bau mempunyai konotasi yang rongga hidung manusia tepat di bawah dan di
lebih cenderung negatif. Di mana pemberian antara kedua mata. Agar bau dapat dideteksi
istilah itu berkaitan dengan kesan yang timbul oleh hidung maka bau harus memenuhi sifat-
yang mengganggu kenyamanan, kesan tidak sifat molekuler tertentu. Sifat-sifat tersebut
bersih, tidak dikehendaki, dan sejenisnya meliputi kelarutannya dalam air, tekanan uap
seperti misalnya bau amis, busuk, pesing, yang cukup tinggi, polaritas yang rendah,
anyir, dan sebagainya. Kata bau akan kemampuan larut dalam lemak (lipophilicity),
berkesan positif bila dipakai bersama dengan dan aktivitas permukaan. Molekul-molekul
kata yang berkesan positif pula. Misalnya, bau umumnya memiliki satu atau dua gugus
bau sedap, bau harum, dan seterusnya. fungsional dalam strukturnya. Ini yang
membuat molekul tersebut bersifat lebih polar
Pengertian kedua diterapkan pada penamaan serta mengakibatkan interaksi antar molekul
langsung yang merujuk pada jenis senyawa yang lebih kuat (Gardner dan Bartlett, 1999).
yang telah dikenal secara relatif luas oleh Dalam Tabel 1 tertera gugus fungsional yang
indera pembau. Dalam hal ini, bau umum dan sering dijumpai dalam bermacam-
mempunyai pengertian sebagai senyawa macam senyawa bau.
kimia berupa gas yang ditangkap indera
Tabel 1. Gugus Fungsional dan Kelompok
pembau dan kemudian dapat dikenali
Senyawa Bau
keberadaanya oleh otak. Bau akan bermakna Gugus Kelompok
Formula Contoh
bila keberadaannya dapat dideteksi oleh fungsional senyawa
sistem indera pembau. Dengan kata lain, bau
tidak akan bisa dikenali atau diketahui Hydroxyl Alcohols
-OH
keberadaannya oleh makhluk hidup bila
indera pembaunya tidak mampu
menangkapnya. Peranan indera pembau Carbonyl as
Aldehydes
mutlak diperlukan dalam rangka menangkap first or last
carbon
kesan adanya bau tersebut. Bau dapat -CHO
membantu mengevaluasi kondisi lingkungan
sekitar secara langsung. Organ pembau Carbonyl as Ketones
internal
manusia berperan sebagai penghubung antara carbon
lingkungan dan otak. -CO-

Bau sebenarnya adalah senyawa kimia yang Carboxyl Carboxylic acids


-COOH
dalam kondisi normal berwujud gas, baik
yang berasal dari uap cairan maupun hasil
sublimasi padatan. Bau dapat berupa senyawa Amino Amines
tunggal maupun berupa gabungan. Bau yang -NH2
berupa senyawa tunggal seperti hidrogen
sulfida (H2S) dan amonia (NH3). Sedangkan
Sulfhydryl Thiols
bau berupa senyawa gabungan berbagai -SH
senyawa, seperti bau parfum (gabungan
178 Jurnal Purifikasi, Vol. 9, No. 2, Desember 2008: 175 - 186

Kuantifikasi Bau (olfactory fatique) yang dapat membawa


Konsentrasi Bau akibat buruk berikutnya. Penggunaan
Konsentrasi bau dapat dinyatakan dalam olfaktometer juga membawa kesulitan untuk
satuan ppm (part per million) atau mg/m3 membuat replikasi di tempat lain yang persis
ataupun OU (Odour Unit). Bila bau tercium sama dengan yang telah dilakukan oleh
pada konsentrasi 2000 OU berarti diperlukan sekelompok panelis di suatu tempat. Sistem
2000 satuan volume udara guna pengukuran dengan menggunakan peralatan
mengencerkan satu satuan volume senyawa teknis analitis konvensional telah dikenal
bau sedemikian rupa. Sehingga bau masih cukup lama namun sistem pengukuran jenis ini
dapat dideteksi oleh indera pembau manusia. mahal, kompleks, dan memerlukan banyak
waktu. Hal ini timbul karena harga peralatan
Kuantifikasi dengan Olfaktometer dan yang cukup mahal. Kompleksitas pengukuran
Kromatografi Gas (GC) muncul dari kenyataan bahwa untuk mengukur
Dengan peralatan olfaktometer, bau diukur bau diperlukan berbagai langkah-langkah
dengan menggunakan indera pembau persiapan dan pengambilan sampel bau. Waktu
manusia. Ukuran bau didasarkan pada yang cukup panjang diperlukan untuk
sekelompok orang yang menjadi panelis menganalisis sehingga diperoleh informasi
dalam pengukuran bau. Dengan menggunakan senyawa-senyawa yang ada dalam suatu
alat ini sekelompok orang (panelis) berada di substansi gas berbau.
sekitar alat olfaktometer untuk bersama-sama
mendeteksi adanya bau yang keluar melalui Pengukuran Bau dengan Sensor Kimia
semacam pipa. Berbasis Kuarsa Kristal
Sejak beberapa tahun terakhir berkembang
Lubang hidung setiap anggota panelis suatu sistem pengukuran bau menggunakan
berhadapan dengan ujung pipa yang sensor kimia. Berbagai contoh penelitian di
mengeluarkan bau, sementara itu tangannya bidang ini juga telah dipublikasikan (Chang
memegang tombol ON/OFF. Bila anggota dan Shih, 2000, Boeker et al., 2000, Dickert et
panelis mendapat kesan adanya bau keluar al., 2000, Di Natale et al., 2000, Yuwono,
dari ujung pipa tersebut maka jarinya segera 2002, serta Yuwono dan Schulze Lammers,
menekan tombol ON/OFF untuk menyatakan 2004a). Sistem ini didasarkan pada
bahwa dia menangkap kesan adanya bau. karakteristik piezo-elektrik kristal kuarsa yang
Penekanan tombol itu dilakukan dengan digabungkan dengan elektroda (biasanya
bebas, tidak tergantung antara satu anggota emas) serta suatu lapisan tipis (film) bahan
panel dengan anggota yang lainnya. Dengan kimia tertentu yang memungkinkan terjadinya
demikian pada saat akhir percobaan akan interaksi antara molekul bau dengan molekul
diperoleh data dari seluruh anggota panelis bahan film. Interaksi antara lapisan film
tersebut. Data ini diolah secara statistik untuk dengan molekul bau mengakibatkan
menampilkan hasil berupa konsentrasi penambahan massa di permukaan sensor yang
terendah yang masih dapat dideteksi oleh selanjutnya berakibat terjadinya perubahan
indera pembau panelis yang disebut nilai frekuensi sensor (Cattrall, 1997). Diagram
ambang batas (threshold value). Dengan dasar sistem kerja sensor ini dapat dilihat pada
menggunakan gas khromatografi bau Gambar 3. Perubahan massa di permukaan
dideteksi oleh alat yang akan memisahkan sensor ini kemudian dinyatakan dalam bentuk
senyawa bau sehingga diperoleh informasi perubahan frekuensi dengan menggunakan
senyawa-senyawa penyusun bau. persamaan Sauerbrey (Sauerbrey, 1959,
Cattrall, 1997; Yuwono dan Schulze Lammers,
Penggunaan olfaktometer mengakibatkan 2004a) sebagai berikut:
kelelahan pada sistem olfaktori manusia Δf = -2.3 x 106 f02 (Δm/A)
Yuwono, Kuantifikasi Bau dan Polusi Bau di Indonesia 179

di mana: ditetapkan. Penetapan ini dilakukan mengingat


Δf = Perubahan frekuensi sensor [Hz] beragamnya intensitas yang dirasakan dan
f0 = Frekuensi oscilasi kristal kuarsa skala hedonismenya. Skala yang ditetapkan
[MHz] ditujukan untuk mengindikasikan kesukaan
Δm = Deposit massa bau di permukaan atau ketidak-sukaan pada tiap penyajian
sensor [g] melalui 9 angka skala hedonisme seperti
A = Luas permukaan lapisan film sensor ditunjukkan dalam Tabel 2.
[cm2]
Tabel 2. Skala Hedonisme Terhadap Kesan
Bau
+4 sangat sedap +1 sedang -2 cukup tidak sedap
+3 sedap 0 tanpa bau -3 tidak sedap
+2 cukup sedap -1 agak tidak sedap -4 menyengat

Masalah Polusi Bau di Indonesia


Masalah polusi bau di Indonesia timbul
sebagai akibat dari bermacam-macam kegiatan
yang melepaskan berbagai senyawa berbau
yang tidak disukai oleh sebagian besar
Gambar 3. Diagram Dasar Sistem Kerja masyarakat. Contoh yang umum dijumpai
Sensor Bau Berbasis Batuan adalah aktifitas penanganan sampah padat
Kristal Kuarsa. perkotaan (Municipal Solid Waste (MSW)) di
TPA (Tempat Pembuangan Akhir), pabrik
Kualitas Bau karet remah, kegiatan industri peternakan,
Kualitas bau dinyatakan secara deskriptif Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),
melalui kata yang menggambarkan bau industri farmasi, pabrik pupuk, dan kilang
tersebut. Sebagai contoh, bau busuk diperoleh minyak bumi. Sebagian dari masalah-masalah
dari senyawa hidrogen sulfida, bau yang polusi bau tersebut beserta tinjauan sekilas
pedas diperoleh dari senyawa asetaldehida, tentang peraturan polusi bau di Indonesia
bau amis ikan diperoleh dari trimethylamine, diuraikan dalam bagian berikut:
dan sebagainya. Kompilasi berbagai macam 1. Peraturan Polusi Bau di Indonesia
senyawa beserta kesan bau yang yang Di Indonesia bau atau kebauan telah
ditimbulkan telah dilakukan (Cheremisinoff, masuk dalam sistem peraturan tentang
1992 dan Yuwono dan Schulze Lammers, pengelolaan kualitas udara. Peraturan
2004b). Identifikasi berbagai senyawa bau tersebut adalah Peraturan Pemerintah
yang muncul dari beberapa macam proses Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999
juga telah dilakukan, seperti proses tentang Pengendalian Pencemaran Udara
pengomposan (Gudladt, 2001),dan fasilitas dan Keputusan Menteri Negara
budidaya ternak secara intensif (Janni et al., Lingkungan Hidup No. KEP-
2000). Identifikasi tersebut juga muncul dari 50/MENLH/11/1996 tentang Baku
proses penanganan air limbah (Nurul Islam et Tingkat Kebauan. Keduanya diimple-
al., 1998 dan Huber, 2002). mentasikan guna mengatur masalah
kebauan dalam lingkungan agar
Skala Hedonisme masyarakat mempunyai pedoman yang
Skala hedonisme merupakan kategori jelas. Pedoman ini juga bermanfaat
penilaian yang bersifat relatif, yaitu suka atau dalam menghakimi suatu kondisi yang
tidak suka dari bau yang dirasakan. Prinsip dianggap telah mengganggu kesehatan
pengukurannya adalah persentasi bau yang manusia dan kenyamanan lingkungan.
merupakan hasil taksiran dengan skala yang Dalam Keputusan Menteri Negara
180 Jurnal Purifikasi, Vol. 9, No. 2, Desember 2008: 175 - 186

Lingkungan Hidup No. KEP- senyawa tunggal. Kelima jenis senyawa,


50/MENLH/11/1996 tentang Baku parameter, baku mutu, metoda
Tingkat Kebauan dinyatakan bahwa pengukuran, dan peralatan analisis yang
paramater kebauan meliputi lima jenis digunakan disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Parameter Kebauan, Baku Mutu dan Metoda Pengukurannya


No Parameter Satuan Nilai batas Metoda pengukuran Peralatan
1. Amonia (NH3) ppm 2,000 Indofenol Spektrofotometer
2. Metil merkaptan (CH4S) ppm 0,002 Absorpsi gas Gas khromatograf
3. Hidrogen sulfida (H2S) ppm 0,020 a. Merkuri tiosianat Spektrofotometer
b. Absorpsi gas Gas khromatograf
4. Metil sulfida (C2H6S) ppm 0,010 Absorpsi gas Gas khromatograf
5. Styrene (C8H8) ppm 0,100 Absorpsi gas Gas khromatograf
Sumber: Himpunan Peraturan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Penegakan Hukum
Lingkungan, KLH (anonim, 2004).

Kelima jenis senyawa bau di atas bahan organik yang terkandung dalam
merupakan senyawa bau yang sampah padat perkotaan pada dasarnya
menimbulkan kesan negatif. Amonia adalah proses pengomposan. Pada proses
mempunyai kesan pedas dan tajam pengomposan terjadi penurunan kadar air
menusuk hidung. Metil merkaptan dan dan volume bahan dasar secara signifikan
metil sulfida memiliki kesan bau dan disertai dengan pelepasan gas-gas
sayuran busuk. Hidrogen sulfida CO2, CH4 serta gas-gas berbau seperti
membuat kesan bau telur busuk. Styrene H2S dan NH3. Ditinjau dari proses
mempunyai kesan bau tajam dan tidak degradasi, timbulnya bau busuk sampah
nyaman seperti bau pada pipa plastik, dapat digambarkan dalam sebuah skema
fiberglass, atau bahan-bahan pembuat (Gambar 4).
alas kaki.
Contoh masalah polusi bau dari aktifitas
2. Polusi Bau dari Sampah Padat pengelolaan sampah di Indonesia terjadi
Perkotaan pada tahun 2003. Pada tahun tersebut
Masalah bau dari kegiatan pengelolaan ratusan warga Bantar Gebang Bekasi
sampah padat perkotaan (MSW) timbul melakukan aksi protes perpanjangan
karena sampah yang umumnya kerjasama antara Pemda DKI dan Pemkot
mengandung bahan organik mengalami Bekasi tentang pengelolaan TPA Bantar
proses degradasi (biodegradasi). Pada Gebang. Masalah ini dipicu antara lain
proses ini bahan organik dirombak oleh oleh polusi bau yang telah lama
mikroorganisme terutama bakteri berlangsung di sekitar lokasi TPA.
menjadi bahan yang lebih stabil. Selama Kejadian serupa mengenai polusi bau
proses biodegradasi dihasilkan energi, juga terjadi di Kota Bandung saat kota
uap air, gas CO2, CH4 (metan) dan tersebut mendapat julukan “Bandung
berbagai senyawa yang berbau. Lautan Sampah” tahun 2005-2006.
Senyawa tersebut yang kelak terlepas ke Julukan ini muncul karena tidak
udara bebas dari tumpukan sampah, tersedianya tempat penampungan sampah
kemudian terdeteksi oleh hidung yang berasal dari kota tersebut menyusul
manusia serta dikenal sebagai bau bencana runtuhnya TPA Leuwigajah.
sampah. Beberapa penelitian terkait hal Sehingga sampah padat perkotaan
ini juga telah dilakukan (Gudladt, 2001, menumpuk di lokasi asalnya dan
Yuwono et al., 2003a; 2003b, dan menimbulkan bau busuk yang sangat
Hamacher, 2004). Proses biodegradasi menyengat.
Yuwono, Kuantifikasi Bau dan Polusi Bau di Indonesia 181

Gambar 4. Emisi Gas Berbau Merupakan Salah Satu Hasil Proses Degradasi Sampah Organik.

Salah satu contoh terbaru kasus polusi senyawa gas berbau juga dihasilkan dari
bau dari aktifitas pengelolaan sampah proses biodegradasi bahan olah karet
terjadi pada akhir tahun 2008 di Bogor, oleh bakteri menghasilkan amonia dan
Jawa Barat. TPA Galuga yang berlokasi sulfida (Solichin dan Tedjaputra, 2008).
di wilayah administratif Kabupaten Senyawa berbau jenis ini bisa
Bogor merupakan lokasi penanganan menyebabkan rasa mual, pusing serta
sampah padat perkotaan yang sebagian menurunkan nafsu makan. Senyawa
besar berasal dari Kota Bogor. berbau dari industri ini termasuk dalam
Penumpukan sampah diduga telah kelompok amina, aldehida, keton, fenol
menimbulkan pencemaran air tanah di dan alkohol (Cheremisinoff, 1992).
sekitar lokasi TPA (Syahrulyati et al.,
2007). Timbulan bau busuk yang Sebuah solusi untuk mengatasi masalah
menyebar ke wilayah sekitar TPA telah bau dari industri karet remah telah
menimbulkan keresahan masyarakat di ditawarkan oleh kelompok peneliti dari
lokasi tersebut. Balai Penelitian Sembawa, di
Banyuasin, Sumatra Selatan. Kelompok
3. Polusi Bau dari Pabrik Karet Remah ini bekerjasama dengan pihak swasta.
Pabrik karet remah adalah pabrik yang Hasilnya berupa produk asap cair
mengolah lembaran karet mentah (slab) dengan nama dagang “Deorub”.
menjadi karet remah. Pabrik karet remah Aplikasi produk ini pada proses
di Indonesia dapat dijumpai pada unit pengolahan karet remah tidak
kerja beberapa PTPN (PT. Perkebunan menyebabkan karet berbau menyengat.
Nusantara). Selain itu juga tidak mengurangi mutu
karet, yaitu nilai plastisitasnya (Solichin
Pada proses produksi karet remah dan Tedjaputra, 2008).
lembaran karet mentah dicuci, dipotong- 4. Polusi Bau dari Penanganan Air
potong, digiling, kemudian dipanaskan Limbah
serta dicetak dalam ukuran tertentu. Salah satu bagian dalam proses
Selanjutnya lembaran karet ini diberi penanganan air limbah merupakan
label sehingga memenuhi standar proses biologis menggunakan lumpur
perdagangan karet alam dunia. aktif (activated sludge process). Dalam
proses ini padatan yang terkandung
Selama proses pemanasan dilepaskan dalam air limbah didegradasi oleh
berbagai macam senyawa berbau tajam mikroorganisme (terutama bakteri)
dari karet alam tersebut. Selain itu, menjadi biomas dan berbagai macam
182 Jurnal Purifikasi, Vol. 9, No. 2, Desember 2008: 175 - 186

gas. Gas berbau merupakan bagian dari Durme, 1998). Skema instalasi
emisi gas hasil proses degradasi pengolahan air limbah beserta bagian-
tersebut. Gas berbau yang paling utama bagian yang berpotensi menghasilkan
timbul adalah hidrogen sulfida (Van gas berbau disajikan dalam Gambar 5.

Gambar 5. Emisi Gas Berbau dari Beberapa Titik dalam Instalasi Penanganan Air Limbah.

5. Polusi Bau dari Industri Minyak dan


Gas Selain mengeluarkan minyak dan gas,
Tahapan proses produksi minyak dan sumur minyak dan sumur gas juga
gas yang berupa pengilangan minyak, membawa produk ikutan berupa
pengemasan gas LPG (Liquefied senyawa gas berbau. Dua kelompok gas
Petroleum Gas), sumur minyak, dan alam diberi istilah berdasarkan
sumur gas memberi kontribusi pada kandungan gas berbau (H2S) dan CO2
polusi bau di lingkungan. Kilang didalamnya. Sweet gas adalah gas alam
minyak mengolah minyak mentah yang tidak mengandung H2S dan CO2.
menjadi produk-produk turunan seperti Sedangkan sour gas adalah gas alam
bensin, avtur, minyak tanah, aspal, dan yang mengandung H2S dan CO2.
lainnya. Selama proses pengilangan Contoh batasan sour gas adalah apabila
akan dilepaskan bermacam-macam jenis gas alam mengandung H2S melebihi
gas termasuk gas yang mudah menguap 0,25 grains setiap 100 kaki kubik (cubic
serta berbau dari golongan sulfida dan feet). Satu grain setara dengan 0,06479 g
merkaptan. Proses pengemasan gas LPG (Katz dan Lee, 1990).
atau LNG (Liquified Natural Gas) Beberapa perusahaan migas yang
memerlukan gas penanda kelompok beroperasi di Indonesia menunjukkan
merkaptan, disulfida, atau thioether bahwa dari sumur-sumur di lokasi usaha
(Katz dan Lee, 1990). Hal ini digunakan mereka juga dihasilkan senyawa gas
sebagai salah satu upaya penyelamatan berbau. Sebuah contoh terdeteksinya
bila terjadi kebocoran. Pada tahap ini senyawa gas berbau dalam udara
terjadi pelepasan senyawa bau tersebut ambien, yaitu amonia dan hidrogen
ke dalam udara ambien. sulfida disajikan dalam Gambar 6.
Yuwono, Kuantifikasi Bau dan Polusi Bau di Indonesia 183

Sampel udara ambien ini diambil di dua dari lima periode pemantauan
sekitar lokasi proses dari sebuah (Desember 2006 hingga Maret 2008)
perusahaan migas yang beroperasi menunjukkan bahwa konsentrasi gas
dalam wilayah administratif Provinsi berbau dua jenis senyawa tersebut
Jawa Timur. Berdasarkan Gambar 6, melebihi baku mutu.

(a) (b)
Gambar 6. Konsentrasi Gas Amonia (a) dan Hidrogen Sulfida (b) dalam Udara Ambien di Sekitar
Process Area dari Sebuah Perusahaan Migas di Indonesia.

6. Polusi Bau dari Kegiatan Peternakan pemukiman penduduk. Dengan demikian,


Sumber senyawa gas berbau pada produksi bau yang dihasilkan dapat
kegiatan bididaya ternak dihasilkan oleh terdispersi dengan lebih sempurna dalam
feces hewan ternak, pakan segar, serta udara ambien. Kemudian terjadi
proses degradasi sisa pakan dan feces. penurunan konsentrasi bau yang sampai
Budidaya ternak secara intensif ke wilayah pemukiman warga secara
memberi pengaruh besar terhadap signifikan.
produksi bau karena kepadatan jumlah
ternak pada setiap satuan luas kandang. Polemik tentang Polusi Bau
Dengan demikian, jumlah feces serta Polemik tentang polusi bau seringkali terjadi di
pakan yang diperlukan oleh budidaya masyarakat terkait dengan fakta bahwa banyak
ternak juga menjadi lebih besar. Kondisi di antara warga masyarakat telah merasakan
ini menyebabkan produksi bau juga kehadiran bau yang mengganggu. Sedangkan
semakin meningkat. di pihak lain terdapat unit usaha atau kegiatan
Selain menghasilkan emisi gas berbau yang dianggap sebagai sumber bau namun
ke dalam udara ambien kegiatan emisi gasnya tidak melanggar peraturan.
peternakan dengan sistem budidaya Contoh masalah demikian bisa terjadi pada
dalam kandang secara intensif juga daerah-daerah industri yang padat penduduk.
menimbulkan keluhan masyarakat Di mana terdapat banyak industri atau kegiatan
(Amon et al., 1997). Salah satu bentuk yang memang mengeluarkan berbagai macam
penyelesaian untuk mengurangi senyawa berbau. Daerah ini sekaligus menjadi
intensitas masalah tersebut adalah pemukiman warga yang tidak selalu terkait
dengan melakukan pengomposan feses atau terlibat langsung dalam kegiatan industri.
ternak. Apabila masih memungkinkan,
salah satu cara yang dapat ditempuh Sebuah contoh tentang polemik polusi bau
adalah dengan menempatkan lokasi disajikan dalam Tabel 4. Hasil pengukuran bau
budidaya yang relatif jauh dari pada Tabel 4 menunjukkan bahwa konsentrasi
184 Jurnal Purifikasi, Vol. 9, No. 2, Desember 2008: 175 - 186

gas amonia, hidrogen sulfida, dan styrene unit (OU) atau skala hedonisme maupun secara
berada di bawah baku mutu. Namun tidak langsung dengan mengukur perubahan
demikian, hidung manusia menangkap bahwa frekuensi sensor akibat interaksi antara sensor
gas-gas tersebut sangat mengganggu dan dan molekul bau, (3) bau merupakan sebuah
menyatakannya sebagai polusi. bentuk gangguan lingkungan atau polusi udara,
(4) kasus-kasus polusi bau di Indonesia terjadi
Tabel 4. Hasil Pengukuran Bau di TPA sebagai akibat dari aktifitas industri dan
Galuga, Bogor. pertanian yang melepaskan emisi gas berbau ke
Parameter
Hasil
Standar* Satuan lingkungan, (5) polemik polusi bau tetap
Galuga 1 Galuga 2 berlangsung karena masyarakat merasa
Amonia 0,0080 0,1760 2,000 ppm
(NH3) terganggu oleh kehadiran bau yang tidak
Hidrogen 0,0170 0,0170 0,0200 ppm disukai sedangkan hasil analisis laboratorium
Sulfida
(H2S) menunjukkan bahwa konsentrasinya masih di
Styrene <0,0001 <0,0001 0,1000 ppm bawah baku mutu.
* Kep.Men LH No. KEP-50/MENLH/11/1996
tentang Baku Tingkat Kebauan Saran yang dapat diajukan berdasarkan
masalah yang telah dilukiskan di atas adalah:
Polemik terjadi dalam konteks sebagai (1) perlu ditambahkan aturan yang memuat
berikut: (1) warga masyarakat sudah kuantifikasi bau berdasarkan sampel udara,
merasakan dengan jelas kehadiran bau yang analisis kimia konvensional, dan kuantifikasi
mengganggu dan menduga bahwa bau bau dengan menggunakan hidung manusia
tersebut berasal dari suatu industri atau yang tersertifikasi, (2) perlu dibangun sistem
kegiatan tertentu di daerahnya, (2) berisi kelompok-kelompok panel independen
penanggung jawab industri atau kegiatan telah yang memberi penilaian terhadap terjadinya
melakukan pengambilan sampel udara ambien kasus pencemaran bau untuk mewujudkan
yang diduga berbau dan mengukur dengan saran sesuai dengan butir (1), (3) perlu
metoda standar, (3) hasil yang diperoleh dari dilakukan penguatan fungsi institusi yang
analisis laboratorium menunjukkan bahwa mempunyai otoritas dalam bidang kualitas
konsentrasi gas berbau masih berada dibawah udara dengan cara melakukan sertifikasi
baku mutu seperti ditetapkan dalam terhadap anggota panel independen di bawah
Keputusan Menteri Negara Lingkungan koordinasi Kementerian Negara Lingkungan
Hidup No. KEP-50/MENLH/11/1996 tentang Hidup.
Baku Tingkat Kebauan, (4) polemik tetap
berlangsung karena warga masyarakat merasa DAFTAR PUSTAKA
terganggu oleh kehadiran bau yang
tidak disukai sementara pihak industri tidak Amon, M., Dobeic, M., Sneath, W., Phillips,
melanggar peraturan. V.R., Misselbrook, T.H., dan Pain, B.F.
(1997). A Farm-scale Study on the Use of
4. KESIMPULAN Clinoptilolite Zeolite and De-Odorase (R)
for Reducing Odour and Amonia
Kesimpulan yang dapat ditarik dari deskripsi Emissions from Broiler Houses.
di atas adalah sebagai berikut: (1) bau Bioresource Technology. 61. 229-237.
minimal mempunyai dua pengertian, yaitu
sebagai kesan yang ditangkap oleh indra Anonim (2004). Himpunan Peraturan di
pembau serta jenis senyawa kimia yang Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyebabkan timbulnya bau, (2) bau dapat dan Penegakan Hukum Lingkungan.
dikuantifikasi secara langsung dalam bentuk Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
konsentrasi senyawa berbau, dengan odour Jakarta.
Yuwono, Kuantifikasi Bau dan Polusi Bau di Indonesia 185

Boeker, P., Horner, G., dan Roesler, S. Huber, C.V. (2002). Factors for achieving
(2000). Monolithic sensor array based successful and cost effective odor
on a quartz microbalance transducer abatement. Proceeding of Odor and
with enhanced sensitivity for monitoring Noise Speciality Conference, Atlanta,
agricultural emissions. Sensors and GA, February 21, 2002.
Actuators. B 70. 37-42.
Janni, K., Jacobson, L., Bicudo, J., Schmidt,
Cattrall, R.W. (1997). Chemical Sensors. D., Guo, H., dan Koehler, B. (2000).
Oxford University Press, Oxford. Livestock and Poultry Odor Workshop I
Emissions, Measurement, Control, and
Chang, P. dan Shih, J.S. (2000). Multi- Regulation. Dept. of Biosystems and
channel piezoelectric quartz crystal Agricultural Engineering University of
sensor for organic vapours. Analytica Minnesota, USA.
Chimica Acta. 403: 39-48
Katz, D.L. dan Lee, Robert L. (1990). Natural
Cheremisinoff, P.N. (1992). Industrial Odour Gas Engineering Production and Storage.
Control. Butterworth Heinemann, Ltd. McGraw-Hill International Editions,
Oxford. Singapore.

Di Natale, C., Macagnano, A., Paolesse, R., Nurul Islam, A.K.M., Hanaki, K., dan Matsuo,
Tarizzo, E., Mantini, A. dan D’Amico, T. (1998). Fate of dissolved odorous
A. (2000). Human skin odor analysis by compounds in sewage treatment plants.
means of an electronic nose. Sensors Water Science and Technology. 38 (3
and Actuators. B 65. 216-219. pp). 337-344.

Dickert, F.L., Reif, M., dan Sikorski, R. Sauerbrey, G. (1959). Verwendung von
(2000). Chemical sensors for solvent Schwingquarzen zur Wägung dünner
vapors: Enthalpic and entropic Schichten und zur Mikrowägung.
contributions to host-guest interactions. Zeitschrift für Physik.155. 206-222.
Journal of Molecular Modelling. 6. 446-
451. Solichin, M. dan Tedjaputra, N. (2008). Asap
Cair “Deorub” Menjadi Lokomotif
Gardner, J.W. dan Bartlett, P.N. (1999). Industri. Gema Industri Kecil Edisi XXI,
Electronic Noses Principles and Maret 2008. Direktorat Jenderal Industri
Application. Oxford University Press, Kecil dan Menengah, Departemen
Oxford. Perindustrian

Gudladt, U. (2001). Emissionsminderungs- Syahrulyati, T., Sutjahjo, S.H., dan


potentiale prozessintegrierter Hardjoamidjojo, S. (2007). Pemetaan
Maßnahmen bei der Kompostierung von Isophreatic Kontur untuk Menduga Arah
Bioabfall. Diss. University of Kiel, Kiel, Aliran Cemaran Lindi di Bawah
Germany. Permukaan Tanah. Jurnal Keteknikan
Pertanian. 21 (3).
Hamacher T., Haas, T., Boeker P., Schulze
Lammers P., dan Diekmann B. (2004). Van Durme, G.P. (1998). In Rafson, H.J. (ed.)
Sensorsystem zur Geruchsmessung. Odor and VOC Control Handbook.
Poster Frühjahrstagung 2004 der McGraw-Hill, Co. New York.
Deutschen Physikalischen Gesellschaft,
München Yuwono, A.S., Hamacher, T., Niess, J.,
186 Jurnal Purifikasi, Vol. 9, No. 2, Desember 2008: 175 - 186

Boeker, P., dan Schulze Lammers, P. microbalance (QMB) sensor array-based


(2002). Odour measuring system using a instrument and olfactometer for
mass sensitive sensor array and monitoring the performance of an odour
its performance improvement. biofilter. Proceeding of 2nd International
Proceeding of The 2nd World Workshop & Conference on Odour &
Engineering Congress, Kuching- VOCs, Singapore, September 14-27,
Malaysia, 22-25 July 2002. 2003.

Yuwono, A.S. (2002). Aplikasi sensor kuartz Yuwono, A.S. dan Schulze Lammers, P.
dalam pengukuran emisi bau biogenik. (2004a). Performance test of a sensor
Proceeding Simposium Fisika Nasioanl array – based odour detection instrument.
ke-19. Denpasar, Indonesia, July 30-31, Agricultural Engineering International:
2002. The CIGR Journal of Scientific Research
and Development. Manuscript Number
Yuwono, A.S., Boeker, P., Schulze Lammers, BC 03 009.
P (2003a). Detection of odour emissions
from a composting facility using a QCM Yuwono, A.S. dan Schulze Lammers, P.
sensor array. Analytical and (2004b). Overview paper: Odour
Bioanalytical Chemistry. 375: 1045 – pollution in the environment and the
1048 detection instrumentation. Agricultural
Engineering International: The CIGR
Yuwono, A.S., Hamacher, T., Niess, J., Journal of Scientific Research and
Boeker, P., dan Schulze Lammers, P. Development. Invited Overview Paper.
(2003b). Implementation of a quartz VI.

Anda mungkin juga menyukai