Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

RESIKO BUNUH DIRI

Di susun oleh :

Nama : Anggi Putri Anggraeni


Prodi : S1-KEPERAWATAN
NIM : 1607003

PROGRAM STUDI NERS


STIKES WIDYA HUSADA SEMARANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

I. MASALAH UTAMA
Gangguan alam perasaan depresi: risiko bunuh diri

II. PROSES TERJADINYA MASALAH


Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai komponen
psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia, serta komponen
somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin), tekanan darah dan denyut
nadi sedikit menurun.
Depresi disebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan genetik,
faktor konstitusi, faktor kepribadian pramorbid, faktor fisik, faktor psikobiologi,
faktor neurologik, faktor biokimia dalam tubuh, faktor keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti
kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu yang
pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya depresi sesuai
dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik bila keluhan yang
bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat menilai realitas dan tidak
dapat dimengerti oleh orang lain.

III. A. POHON MASALAH

Resiko mencederai diri


Akibat

Core problem
Gangguan alam perasaan: depresi

Koping maladaptif
Penyebab
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
1. Gangguan alam perasaan: depresi
a. Data subyektif:
Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.Sering
mengemukakan keluhan somatik. Merasa dirinya sudah tidak berguna
lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan hidup, merasa putus asa dan
cenderung bunuh diri.
b. Data obyektif:
Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot, ekspresi wajah murung, gaya jalan yang
lambat dengan langkah yang diseret.Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan
sering menangis.Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya
kosong, konsentrasi terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat
berpikir, tidak mempunyai daya khayal Pada pasien psikosa depresif
terdapat perasaan bersalah yang mendalam, tidak masuk akal (irasional),
waham dosa, depersonalisasi dan halusinasi.Kadang-kadang pasien suka
menunjukkan sikap bermusuhan (hostility), mudah tersinggung
(irritable) dan tidak suka diganggu.

2. Koping maladaptif
a. DS : menyatakan putus asa dan tak berdaya,
tidak bahagia, tak ada harapan.
b. DO : nampak sedih, mudah marah, gelisah,
tidak dapat mengontrol impuls.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Resiko mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan
koping maladaptif.
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien
1.2. Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin dengan sikap
empati
1.3. Dengarkan pemyataan pasien dengan sikap sabar empati dan lebih
banyak memakai bahasa non verbal. Misalnya: memberikan sentuhan,
anggukan.
1.4. Perhatikan pembicaraan pasien serta beri respons sesuai dengan
keinginannya
1.5. Bicara dengan nada suara yang rendah, jelas, singkat, sederhana dan
mudah dimengerti
1.6. Terima pasien apa adanya tanpa membandingkan dengan orang lain.

2. Klien dapat menggunakan koping adaptif


2.1. Beri dorongan untuk mengungkapkan perasaannya dan
mengatakan bahwa perawat memahami apa yang dirasakan pasien.
2.2. Tanyakan kepada pasien cara yang biasa dilakukan
mengatasi perasaan sedih/menyakitkan
2.3. Diskusikan dengan pasien manfaat dari koping yang biasa
digunakan
2.4. Bersama pasien mencari berbagai alternatif koping.
2.5. Beri dorongan kepada pasien untuk memilih koping yang
paling tepat dan dapat diterima
2.6. Beri dorongan kepada pasien untuk mencoba koping yang
telah dipilih
2.7. Anjurkan pasien untuk mencoba alternatif lain dalam
menyelesaikan masalah.
3. Klien terlindung dari perilaku mencederai diri
Tindakan:
3.1. Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai diri sendiri.
3.2. Jauhkan dan simpan alat-alat yang dapat digunakan olch pasien untuk
mencederai dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan terkunci.
3.3. Jauhkan bahan alat yang membahayakan pasien.
3.4. Awasi dan tempatkan pasien di ruang yang mudah dipantau oleh
peramat/petugas.

4. Klien dapat meningkatkan harga diri


Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
4.3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal: hubungan antar
sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

5. Klien dapat menggunakan dukungan sosial


Tindakan:
5.1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal individu (orang-orang
terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).
5.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas
keagamaan, kepercayaan agama).
5.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling pemuka agama).

6. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat


Tindakan:
6.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping
minum obat).
6.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat,
dosis, cara, waktu).
6.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
6.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
DAFTAR PUSTAKA

Keliat Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC.
Aziz R, dkk. 2003. Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo.
Tim Direktorat Keswa. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah : Percobaan Bunuh Diri


Pertemuan : Ke 1 (satu)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien bicara sendiri nampak bingung, mempermainkan jari-jari tangannya,
kontak mata kurang, tidak mau menatap lawan bicara, sulit berkomunikasi
dengan perawat, sering menunduk, pembicaraan kacau.
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku mencederai (suicide)
3. Tujuan khusus
 Klien dapat membina hubungan saling percaya dan mengenali masalah
bunuh diri.
Tindakan:
a. memperkenalkan diri
b. menjelaskan tujuan interaksi
c. menciptakan lingkungan yang aman dan tenang
d. mewawancarai dan mengobservasi kondisi klien secara langsung dari
keluarga.

B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)


I. FASE ORIENTASI
 “ Selamat siang bapak/ mas !”
 “ Bagaimana keadaan bapak/ Mas hari ini?”
 “ Kenalkan, nama saya perawat X, biasa dipanggil X.”. Nama Bapak/ Mas
siapa?, nama panggilan Bapak/ Mas siapa? Saya mahasiswa STIKES Karya
Husada yang bertugas di ruang UPIP hari ini.
 “Boleh saya tahu usia Mbak berapa? Tinggal dimana? Di rumah tinggal
dengan siapa?”
 “ Hari ini kita akan bincang-bincang mengenai keluhan yang Bapak/ mas
rasakan”.

II. FASE KERJA


1. Menanyakan identitas pengantar klien
“Siapa nama Ibu? Apa hubungan dengan klien? Dimana alamat Ibu? Apakah Ibu
tinggal satu rumah dengan klien? Apa alasan Ibu membawa klien ke RSJ?”
2. “Apa penyebab klien dibawa ke RSJ sehubungan dengan perilaku yang
membahayakan diri/lingkungan/ orang lain atau yang aneh antara lain:
perubahan tingkah laku, mencoba bunuh diri, memukul orang, mengamuk dan
lain-lain”.
3. “Apa tanda-tanda yang diperlihatkan klien saat di rumah: bicara sendiri,
melamun, bicara kacau, marah-marah, menangis, berjalan ke sana kemari, tidak
mau makan dan minum dan kebingungan”.
4. “Apakah penyakit ini yang pertama kali diderita atau sudah berkali-kali? Apakah
gejalanya mirip, kapan saja, dirawat dimana, berapa lama sakitny
a, sembuh atau tidak, berobat teratur atau tidak, apakah penyakit sekarang lebih
berat/ringan dari pada yang dulu?”
5. “Adakah kejadian-kejadian yang luar biasa sebelum timbulnya penyakit yang
mungkin menyebabkan gangguan jiwa?”
6. “Apakah pekerjaan klien, apa masih sekolah, bagaimana kemajuan sekolah
sebelum dan pada waktu sakit atau setelah sembuh dari penyakit yang
terdahulu?”
7. “Bagaimana sifat dan perilaku penderita sebelum sakit?”
8. “Apakah dalam keluarga ada yang sakit ingatan (jiwa) siapa dan apakah
gejalanya mirip dengan klien?”
9. “Bagaimana riwayat pribadi klien, bagaimana kondisi waktu dilahirkan, waktu
semasa kecil, siapa yang mengasuh klien?”
10. Mengkaji tentang persepsi dan isi pikir klien:
a. “Apakah klien pernah mendengar bisikan atau suara-suara pada telinga?”
b. “Apakah klien pernah melihat bayangan-bayangan/hal aneh atau setan atau
orang yang sudah mati?”
c. “Apakah pikiran saudara dikendalikan/diketahui orang lain?”
d. “Apakah ada orang yang menuduh, menganiaya, mengancam atau
mengejar-ngejar klien?”
e. “Apakah klien merasa bersalah, merasa diberlakukan tidak adil?”
11. “Apakah klien masih mampu mengingat masa lalu?”
12. Mengkaji tentang konsep diri klien:
a. “Apakah ada bagian tubuh klien yang tidak disukai, bagian mana, apa
alasan tidak disukai?”
b. “Apa jenis kelamin klien, apa perasaan klien mempunyai jenis kelamin itu,
apakah ada kesulitan dalam memerankan?”
c. “Tugas apa yang diberikan pada klien saat di rumah, di masyarakat?
Mampu tidak klien melaksanakan?”
d. “Apa yang menjadi cita-cita klien? Apa harapan klien terhadap tubuh,
status, tugas dan lingkungan?”
e. “Apakah klien mampu bersosialisasi, apakah klien mempunyai banyak
teman, bagaimana pergaulan klien, siapakah orang terdekat dengan klien?”
13. “Bagaimana penampilan secara umum dari klien? Rapi, sopan, kacau,
bingung?”

III. FASE TERMINASI


 “Sementara itu dulu yang kita bicarakan hari ini”.
 “Saya sangat senang dan menghargai karena Bapak/ mas sudah bisa
mengungkapkan perasaan dengan baik dan mau bercerita dengan saya”.
 “Besok kita akan bertemu lagi dan berbincang-bincang tentang kemampuan
yang dimiliki oleh Bapak/ mas”. Nanti yang akan mengajak bincang-bincang
adalah teman saya yang di bangsal, jadi untuk waktu dan tempat nanti kita
bicarakan lagi”.
 “Baiklah Bapak/ mas sampai nanti, terima kasih”.

Anda mungkin juga menyukai