Anda di halaman 1dari 3

Theory of planned behaviour (teori perilaku terencana) dikemukakan oleh

Icek Ajzen dan Martin Fishbein yang merupakan pengembangan dari teori

sebelumnya, yaitu theory of reasoned action (teori tindakan beralasan). Theory

of planned behaviour menerangkan bahwa perilaku seseorang akan muncul karena

adanya niat untuk berperilaku. Teori tersebut dapat ditujukan untuk semua perilaku

secara umum dan dikhususkan pada perilaku spesifik seseorang. Pengembangan

teori tersebut didasarkan pada penambahan satu faktor antesenden, yaitu

perceived behavioral control.

Theory of planned behaviour dan theory of reasoned action memiliki ciri

teori yang menonjol, yaitu keduanya mengklaim bahwa niat perilaku adalah penentu

perilaku yang paling penting. Kedua teori tersebut berpendapat bahwa sebelum

memutuskan untuk terlibat atau menahan diri dari suatu perilaku, seseorang akan

mempertimbangkan implikasi dari tindakan tersebut terlebih dahulu (Sharma dan

Romas, 2012).

Kontrol perilaku, sikap, norma subjektif dan niat merupakan komponen

utama pembentuk theory of planned behaviour (Ajzen (1991) dalam Vo dan Bogg

(2015)).

Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan teori yang diperbarui dari

teori sebelumnya, yaitu Theory of Reasoned Action (TRA). TRA dikemukakan oleh

Fishbein dan Ajzen (1975) dan kemudian dikembangkan menjadi TPB oleh Ajzen (1985).

Hal ini dilakukan untuk memperbaiki kelemahan pengukuran yang menyebabkan

rendahnya hubungan antara sikap dan perilaku. Karena kelemahan ini, TPB
mengusulkan satu faktor tambahan yaitu kontrol perilaku yang dirasakan

(perceived behavioral control). Perilaku kontrol yang dirasakan merupakan

tanggapan individu tentang mudahnya perilalu individu akan dilakukan.

Tidak seperti theory of reasoned control yang hanya dapat digunakan

untuk menjelaskan perilaku yang sepenuhnya berada dalam kontrol individu, theory

of planned behaviour dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku yang tidak

sepenuhnya berada dalam kontrol individu, karena itulah ditambahkan satu faktor

tersebut untuk menerangkan bahwa adanya kemungkinan faktor lain yang dapat

menghambat atau mendukung tercapainya niat individu tersebut.

a. Attitude Toward the Behavior (Sikap Terhadap Perilaku)

Ajzen (2005) menyatakan bahwa sikap terhadap perilaku dibentuk dari

keyakinan mengenai konsekuensi dari suatu perilaku (behavioral belief).

Keyakinan berkaitan dengan persepsi subjektif seseorang terhadap dunia

sekitarnya, pemahaman mengenai diri dan lingkungannya (Ramdhani, 2011)

Sikap terhadap perilaku ini berkaitan dengan kepercayaan individu

terhadap konsekuensi positif dan negatif dari sebuah perilaku yang akan

mempengaruhinya untuk berperilaku (Mihartinah & Corynata, 2018).

Keyakinan individu didapat dengan menghubungkan perilaku-perilaku

tertentu dengan berbagai manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh

apabila individu melakukan atau tidak melakukannya. Keyakinan dapat

memperkuat sikap terhadap perilaku apabila perilaku itu memberi manfaat

bagi individu yang melakukannya (Ramdhani, 2011).

b. Subjective Norm

Berdasarkan Mahyarni (2013) dan Snelling (2014), norma subjektif

(subjective norm) adalah cara pandang seseorang terhadap harapan-

harapan orang-orang yang berpengaruh di dalam kehidupannya mengenai


dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku tertentu dan mengenai

seberapa termotivasinya seseorang untuk meminta persetujuan dari

orang-orang tersebut . Persepsi ini disebut norma subjektif karena faktor

ini bersifat subjektif. Norma subjektif merupakan fungsi dari keyakinan

yang dimiliki oleh individu yang didapatkan dari pandangan orang lain yang

berhubungan dengan individu tersebut (normative belief) (Ramdhani, 2011).

c. Perceived Behavioral Control

Menurut Ajzen (2005) dalam Ramdhani (2011), persepsi kontrol perilaku

merupakan persepsi seorang individu tentang mudah atau sulitnya untuk

melakukan dan mewujudkan suatu perilaku tertentu. Kontrol perilaku yang

diperpsepsikan mengacu pada seberapa besar perasaan seseorang atau

individu dalam menjalankan perilaku yang diberikan. (Sharma & Romas, 2012)

Persepsi kontrol perilaku tergantung situasi yang dihadapi dan jenis

perilaku yang akan dilakukan. Individu mempunyai keyakinan mengenai

ketersediaan sumber daya, seperti peralatan, kompatibelitas, kompetensi,

dan kesempatan (control belief strength) dimana hal tersebut bisa

mendorong atau menghambat perilaku yang akan dilakukannya, semakin kuat

keyakinan individu terhadap sumber daya dan kesempatan yang di milikinya

makan semakin kuat persepsi kontrol perilaku individu tersebut. (Ramdhani,

2011).

Anda mungkin juga menyukai