Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Theory of Planned Behavior

Theory of planned behavior (teori perilaku terencana) merupakan pengembangan dari teori sebelu
mnya yaitu theory of reasoned action (teori tindakan beralasan) yang dikemukakan oleh Icek Ajzen da
n Martin Fishbein. Dalam theory of reasoned action (teori tindakan beralasan), dimana teori ini merup
akan teori yang digunakan untuk memperkirakan tingkah laku seseorang. Dalam theory of reasoned a
ction (teori tindakan beralasan) memiliki dua prediksi utama dalam menilai niat seseorang untuk berpe
rilaku, yaitu attitude toward the behavior dan subjective norm (Ajzen, 1991).

Theory of reasoned action (teori tindakan beralasan) kemudian diperluas dan dimodifikasi kemba
li oleh Icek Ajzen menjadi Theory of planned behavior (teori perilaku terencana). Menurut analisis Aj
zen, theory of reasoned action (TRA) hanya dapat digunakan untuk perilaku yang sepenuhnya berada
di bawah kontrol individu tersebut, dan tidak sesuai jika digunakan untuk menjelaskan perilaku yang ti
dak sepenuhnya di bawah kontrol individu karena adanya faktor lain yang kemungkinan dapat mengha
mbat atau mendukung tercapainya niat individu untuk berperilaku, sehingga Ajzen dalam Theory of pl
anned behavior (TPB) menambahkan satu faktor antesenden yaitu perceived behavioral control.
Dalam Theory of planned behavior (teori perilaku terencana) menerangkan bahwa perilaku se
seorang akan muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Theory of planned behavior dikhususk
an pada perilaku spesifik seseorang dan untuk semua perilaku secara umum Niat seseorang untuk b
erperilaku dapat di prediksi oleh tiga hal yaitu sikap terhadap perilaku (attitude toward the behavio
r), norma subyektif (subjective norm), dan persepsi pengendalian diri (perceived behavioral contro
l). Attitude toward the behavior merupakan keseluruhan evaluasi seseorang mengenai positif atau n
egatifnya untuk menampilkan suatu perilaku tertentu. Subjective norm merupakan kepercayaan ses
eorang mengenai tuntutan dari orang lain yang dianggap penting baginya untuk bersedia menampil
kan atau tidak menampilkan suatu perilaku tertentu sesuai dengan tuntutan. Perceived behavioral c
ontrol adalah persepsi seseorang tentang kemampuannya untuk menampilkan suatu perilaku tertent
u (Ajzen, 1991).
Dalam Theory of Planned Behaviour (TPB) menjelaskan bahwa sikap terhadap perilaku, norm
a subyektif dan persepsi pengendalian diri akan memunculkan sebuah niat untuk melakukan perilaku.
Actual Behavioral Control (Kontrol perilaku nyata) akan terjadi apabila seseorang ingin melakukan ni
at yang dimiliki.

Sikap terhadap perilaku (Attitude toward the Behavior)

Sikap terhadap perilaku merupakan suatu fungsi yang didasarkan oleh behavioral beliefs, yait
u belief seseorang terhadap konsekuensi positif dan atau negatif yang akan diperoleh seseorang apabil
a melakukan suatu perilaku (salient outcome beliefs). Sikap terhadap perilaku (attitude toward the beh
avior) didefinisikan sebagai tingkatan penilaian positif atau negatif individu terhadap suatu perilaku. A
ttitude toward the behavior ditentukan oleh kombinasi antara belief individu tentang konsekuensi posit
if dan atau negatif dari perilaku yang dimunculkan (behavioral beliefs) dengan nilai subyektif sese
orang terhadap konsekuensi

berperilaku tersebut (outcome evaluation)

Behavior) adalah sebagai berikut: AB α ∑ bi ei

Keterangan:

AB = Sikap terhadap perilaku


bi = Penjumlahan hasil perkalian antara belief

dan outcome yang dihasilkan

ei = Evaluasi

Sikap terhadap perilaku adalah sejauh mana kinerja dari perilaku yang positif atau negatif d
ihargai. Menurut rumus diatas, sikap terhadap perilaku (AB) dihasilkan dari penjumlahan hasil per
kalian antara belief dan outcome yang dihasilkan (bi) dengan evaluasi (ei).

Norma Subjektif (Subjective Norm)

Norma subyektif (subjective norm) diartikan sebagai persepsi seseorang mengenai tekanan
dari lingkungan sekitar untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku. Subjective norm ditentuka
n oleh kombinasi antara belief seseorang tentang setuju dan atau tidak setuju seseorang atau kelom
pok yang dianggap penting bagi individu terhadap suatu perilaku (normative beliefs), dan motivasi
individu untuk mematuhi anjuran tersebut (motivation to comply). (Ajzen,2006).
Sikap yang dimiliki oleh seseorang terhadap perilaku didasari oleh belief seseorang
Subjective norm dihasilkan dari perkalian antara normative beliefs (keyakinan normatif) dengan motiv
ation to comply (motivasi untuk mematuhi). Hubungan antara normative beliefs (keyakinan normatif)
dengan motivation to comply (motivasi untuk mematuhi) dapat ditulis dalam persamaan berikut ini :
SN α ∑ ni mi

Keterangan :
SN = subjective norm

ni = normative belief yang mempertimbangkan pendapat dari tokoh yang dianggap p


enting

mi = motivasi untuk mematuhi tokoh yang dianggap penting

Persepsi Pengendalian Diri (Perceived Behavioral Control)

Persepsi pengendalian diri diartikan sebagai fungsi yang didasarkan pada control beliefs, yaitu
belief seseorang tentang ada atau tidak adanya faktor pendukung atau penghambat untuk dapat memun
culkan perilaku. Belief dapat diperoleh dari pengalaman terdahulu individu tentang suatu perilaku, info
rmasi yang dimiliki individu tentang suatu perilaku yang diperoleh dengan melakukan observasi pada
pengetahuan yang dimiliki diri maupun orang lain yang dikenal individu, dan juga oleh berbagai fakto
r lain yang dapat meningkatkan ataupun menurunkan perasaan individu mengenai tingkat kesulitan dal
am melakukan suatu perilaku. Semakin individu merasakan banyak faktor pendukung dan sedikit fakt
or penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka lebih besar kontrol yang mereka rasakan
atas perilaku tersebut dan begitu juga sebaliknya, semakin sedikit individu merasakan faktor penduku
ng dan banyak faktor penghambat untuk dapat melakukan suatu perilaku, maka individu akan cenderu
ng mempersepsikan diri sulit untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 2006).
Terdapat dua faktor untuk menentukan persepsi pengendalian diri (perceived behavioral co
ntrol) yaitu control belief dan perceived power. Hubungan antara control belief dan perceived pow
er dapat ditulis dalam persamaan berikut :

PBC α ∑ cipi

Keterangan :
PBC = perceived behavioral control

ci = control belief

pi =perceived power (kekuatan yang mendukung atau menghambat munculnya suatu perilak
u)

Niat (Intention)

Niat (Intention) merupakan kompetensi dari diri individu yang didasarkan pada keinginan i
ndividu untuk melakukan perilaku tertentu. Niat untuk melakukan perilaku dapat diukur mengguna
kan tiga prediktor utama yaitu attitude toward the behavior, subjective norm, dan perceived beh
avioral control . Jika individu berniat untuk melakukan perilaku maka individu tersebut akan cend
erung melakukan perilaku tersebut, namun sebaliknya jika tidak berniat untuk melakukan perilaku
maka individu tersebut cenderung tidak akan melakukan perilaku itu. Niat individu untuk berperila
ku memiliki keterbatasan waktu dalam mewujudkan perilaku nyata, sehingga dalam melakukan pe
ngukuran niat untuk berperilaku perlu diperhatikan empat elemen utama dari niat yaitu target dari
perilaku yang dituju (target), tindakan (action), situasi pada saat perilaku ditampilkan (contex), da
n waktu pada saat perilaku ditampilkan (time) (Ajzen, 2006).
Dalam melakukan pengukuran intensi untuk melakukan suatu perilaku perlu untuk diperhatika
n empat elemen utama dari intensi, yaitu target dari perilaku yang dituju (target), tindakan (action), sit
uasi saat perilaku ditampilkan (contex), dan waktu saat perilaku ditampilkan (time) (Ajzen, 2004). Perl
u diperhatikan juga dalam pengukuran intensi adalah sikap dan intensi harus di ukur dalam tingkatan s
pesifikasi yang sama.

B. Perilaku
Perilaku adalah kumpulan reaksi, perbuatan, aktifitas, gabungan gerakan, tanggapan,
atau jawaban yang dilakukan seseorang seperti proses berpikir, bekerja, hubungan seks, dan
sebagainya. Notoatmodjo (1992) mendefenisikan perilaku sebagai totalitas dari penghayata
n dan aktivitas yang memengaruhi perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat, dan fantasi s
eseorang. Perilaku adalah

totalitas respon, semua respon juga sangat tergantung pada karakteristik seseorang (Pieter a
nd Lubis, 2010).
Menurut (Notoatmodjo, 2010) perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsan
g (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Perilaku kesehatan adalah suatu respon se
seorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pe
layanan kesehatan, makanan, serta lingkungan.
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku
Menurut (Pieter and Lubis, 2010), perilaku dipengaruhi oleh lima faktor antara lain :
1. Emosi
Emosi adalah reaksi kompleks yang berhubungan dengan kegiatan atau perubahan-per
ubahan secara mendalam dan hasil pengalaman dari rangsangan eksternal dan keadaan
fisiologis. Emosi menyebabkan seseorang terangsang untuk memahami objek atau per
ubahan yang disadari sehingga memungkinkannya untuk mengubah sikap atau perilak
unya. Bentuk-bentuk emosi yang berhubungan dengan perubahan perilaku yaitu rasa
marah, gembira, bahagia, sedih, cemas, takut, benci, dan sebagainya.
2. Persepsi
Persepsi adalah pengalaman-pengalaman yang dihasilkan melalui indra penglihatan, p
endengaran, penciuman. Persepsi seseorang mampu mengetahui atau mengenal objek
melalui alat penginderaan.

3. Motivasi

Hasil motivasi akan diwujudkan dalam bentuk perilaku, karena dengan motivasi indivi
du terdorong untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosial.
4. Belajar

Belajar adalah salah satu dasar memahami perilaku manusia, karena belajar berkaitan
dengan kematangan dan perkembangan fisik, emosi, motivasi, perilaku sosial dan kepr
ibadian. Melalui belajar orang mampu mengubah perilaku dari perilaku sebelumnya d
an menampilkan kemampuannya sesuai kebutuhannya.
5. Inteligensi
Inteligensi adalah kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap situasi-sit
uasi baru secara cepat dan efektif serta memahami berbagai interkonektif dan belajar d
engan menggunakan konsep-konsep abstrak secara efektif.
Menurut pendapat (Green, 2005) kesehatan seseorang dipengaruhi oleh faktor perila
ku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior causes). Perilaku keseha
tan ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu :
1. Faktor Predisposisi (Predisposing faktor)
Terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, status social dan nila
i-nilai.
2. Faktor pendukung (enabling faktor)

Faktor pendukung meliputi tersedianya atau tidak tersedianya fasilitas kesehatan/


sarana-sarana kesehatan misalnya:. Puskesmas, obat-obatan dan jamban.
3. Faktor Pendorong (reinforcing faktor)
Terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang mer
upakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
Perilaku adalah sesuatu yang kompleks yang merupakan resultan dari berbagai maca
m aspek internal maupun eksternal, psikologis maupun fisik. Perilaku tidak berdiri
sendiri dan selalu berkaitan dengan faktor-faktor lain. Pengaruhnya terhadap status
kesehatan dapat langsung maupun tidak langsung.

C. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Sehari-hari)


1. Pengertian
SPGDT merupakan suatu sistem dimana koordinasi merupakan unsur utama yang b
ersifat multi sektor dan harus ada dukungan dari berbagai profesi bersifat multi disiplin da
n multi profesi untuk melaksanakan dan penyelenggaraan suatu bentuk layanan terpadu ba
gi penderita gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana
dan kejadian luar biasa.
Prinsip SPGDT adalah memberikan pelayanan yang cepat, cermat, dan tepat, diman
a tujuannya adalah untuk menyelamatkan jiwa dan mencegah kecacatan (time saving is life
and limb saving) terutama ini dilakukan sebelum dirujuk ke rumah sakit yang dituju.

Sistem Penanggulanagan Gawat Darurat Sehar-hari (SPGDT-S) adalah rangkaian upaya p


elayanan gawat darurat yang saling terkait yang dilaksanakan ditingkat Pra Rumah Sakit –
di Rumah Sakit – antar Rumah Sakit dan terjalin dalam suatu sistem. Bertujuan agar korba
n/pasien tetap hidup. Meliputi berbagai rangkaian kegiatan , yaitu :
a. Pra Rumah Sakit
1) Diketahui adanya penderita gawat darurat oleh masyarakat
2) Penderita gawat darurat itu dilaporkan ke organisasi pelayanan penderita gawat d
arurat untuk mendapatkan pertolongan medik
3) Pertolongan di tempat kejadian oleh anggota masyarakat awam atau awa
m khusus (satpam, pramuka, polisi, dan lain-lain)
4) Pengangkutan penderita gawat darurat untuk pertolongan lanjutan dari
tempat kejadian ke rumah sakit (sistim pelayanan ambulan)
b. Dalam Rumah Sakit
1) Pertolongan di unit gawat darurat rumah sakit
2) Pertolongan di kamar bedah (jika diperlukan)
3) Pertolongan di ICU/ICCU
c. Antar Rumah Sakit
1) Rujukan ke rumah sakit lain (jika diperlukan)
2) Organisasi dan komunikasi
D. Konsep Dasar Pertolongan Pertama (First Respond)
a. Definisi Pertolongan Pertama
Menurut Kemenkes RI (2011) dalam Saputra (2019), Pertolongan Pertama merupakan usaha
pertolongan, penanganan pertama kali yang diberikan pada korban kecelakaan dan kegawatdarurat
an secara cepat dan dalam waktu yang cepat sebelum korban dibawa ke pelayanan kesehatan untu
k mendapatkan penanganan selanjutnya. Beberapa kasus kegawatdaruratan mesti diberikan pertolo
ngan dalam menit-menit awal kejadian, bahkan jika tidak dilakukan penanganan segera akan meni
mbulkan kecacatan, bahkan kematian. Pertolongan pertama merupakan tindakan pertama yang dila
kukan oleh orang yang pertama kali menemukan korban.

b. Tujuan Pertolongan Pertama


Menurut PMI (2009) dalam Saputra (2020), diungkapkan bahwa tujuan pertolongan pertama
ada tiga, diantaranya : 1) Menyelamatkan jiwa penderita; 2) Mencegah cacat dan 3) Memberikan r
asa nyaman dan menunjang penyembuhan.

a. Prinsip Pertolongan Pertama


Kemenkes RI (2011) dalam (2019) mengungkapkan bahwa terdapat lima prinsip yang harus

dipegang oleh penolong pertama, diantaranya : 1)Penolong mengamankan diri sendiri lebih dahul

u sebelum bertindak; 2) Amankan korban dari gangguan ditempat kejadian; 3) Tandai tempat keja

dian sehingga orang lain tau bahwa ditempat tersebut ada kecelakaan; 4)Hubungi bantuan seger

a.

b. Peralatan Pertolongan Pertama

Peralatan minimal yang harus dimiliki penolong pertama antara lain :

1) Bahan Minimal yang harus ada


Bahan minimal yang harus disediakan antara lain : 1) Bahan pembersih tangan (sabun, alkoh

ol); 2) Bahan pembersih luka (NaCl, Rivanol, Boor water); 3) Obat pengurang rasa nyeri (pa

racetamol); 4) Obat untuk menyadarkan (miyak kayu putih)

2) Alat minimal yang harus ada

Alat minimal yang harus disediakan antara lain : 1) Pembalut gulung ; 2) Pembalut segitiga;

3) Kapas; 4) Plester ; 5) Kassa steril; 6) Gunting; 7) Pinset.

2. Kasus Kegawatdaruratan di masyarakat


Menurut PMI (2009) dalam (), terdapat beberapa cedera yang harus diantisipasi dan ditangani oleh re
maja awal (PMR tingkat Madya), diantaranya :

a. Cedera jaringan lunak (luka)


1) Definisi
Cedera jaringan lunak atau luka adalah cedera yang melibatkan jaringan kulit,otot, saraf atau p
embuluh darah akibat suatu ruda paksa (PMI, 2009) dalam

2) Klasifikasi luka

Menurut Palang Merah Indonesia (2008) dalam Saputra (2020) luka diklasifikasikan seb
egai berikut :
a. Luka terbuka
Cedera jaringan lunak yang disertai kerusakan atau terputusnya jaringan kulit atau selapu
t lendir. Adapun yang termasuk dalam luka terbuka antara lain : 1) Luka lecet; 2) Luka r
obek; 3) Luka sayat/ iris; 4) Luka tusuk; 5) Luka tembak; 6) Luka avulsi / sobek dan 7)
Luka amputasi. Luka terbuka jjuga dapat menimbulkan resiko terjadinya perdarahan luar,
yang jika tidak segera ditangani dapat membahayakan nyaea korban.
b. Luka tertutup

Pada luka tertutup, kondisi luka tidak dapat dari luar secara lebih detail. Adapun yang ter
masuk luka tertutup antara lain ; 1) Memar; 2) Cedera karena himpitan; 3) Cedera remuk.

3) Penanganan awal luka

a) Penanganan luka secara umum

- Luka dengan perdarahan

Perdarahan pada luka ringan umumnya akan berhenti dengan sendirinya. Bila luka agak
besar dan perdarahan tidak mau berhenti, lakukan langkah penghentian perdarahan luar,
yaitu: 1) Tekan langsung pada luka; 2) Elaevasi atau tinggikan daerah luka; 3) Tekan pa
da titik tekan; dan 4) Istirahatkan daerah yang mengalami luka/perdarahan
- Luka tusuk dengan benda penusuknya yang masih menancap
Langkah-langkah perawatan luka yang disertai dengan menancapnya benda asing adalah
sebagai berikut: 1) Stabilkan benda yang menancap secara manual; 2) Benda asing yang
menancap tidak boleh dicabut; 3) Bagian yang luka dibuka sehingga terlihat dengan je
las; 4)Kendalikan perdarahan, hati-hati jangan sampai menekan benda yang menancap;
5) Stabilkan benda asing tersebut dengan menggunakan penutup luka tebal, atau berbaga
i variasi misalnya pembalut donat, pembalut gulung dan lain-lainnya; 6) Rawat syok bil
a ada; 7) Jaga pasien tetap istirahat dan tenang; 8)Rujuk ke fasilitas kesehatan.
- Luka Memar karena terbentur benda keras hingga jaringan bawah kulit
Penanganan yang dilakukan antara lain : 1) Bersihkan luka dengan air; 2) istirahatkan b
agian yang memar; 3)Kompres menggunakan es atau air dingin untuk mengurangi beng
kak dan rasa sakit.
- Luka Terbuka
Prosedur penanganan luka terbuka menurut PMI (2008) untuk anak usia 12-15 (PMR
tingkat madya) antara lain : 1)Pastikan daerah luka terlihat; 2) Bersihkan daerah sekitar l
uka; 3) Cegah terjadinya infeksi; 4)Lakukan penutupan luka dan pembalutan; 5) Baring
kan korban; 6) Tenangkan korban; 7) Rujuk ke fasilitas kesehatan

b) Pembalutan
Pembalut adalah bahan yang digunakan untuk mempertahankan penutup luka. Pembalu
tan memiliki beberapa fungsi, diantaranya Penekanan untuk membantu menghentikan perdara
han, mempertahankan penutup luka pada tempatnya dan menjadi penopang untuk bagian tubu
h yang cedera.Sedangkan untuk jenis pembalut,terdapat beberapa jenis pembalut, diantaranya
1)Pembalut pita / gulung; 2)Pembalut segitiga ( mitella ); 3) Pembalut tabung / tubuler; 4)Pe
mbalut penekan. Dalam melakukan pembalutan luka, ada beberapa pedoman yang perlu diper
hatikan, antara lain : 1) Penutup luka harus meliputi permukaan luka; 2) Upayakan permukaa
n luka bersih sebelum ditutup, kecuali terjadi peradarahan; 3)Pemasangan penutup luka dilaku
kan sedemikian rupa sehingga luka tidak terkontaminasi.

b. Cedera otot rangka (patah tulang, terkilir otot, terkilir sendi)


1) Definisi
Cedera otot rangka adalah cedera yang yang mengenai komponen otot rangka, baik tulang, send
i dan otot
2) Jenis Cedera Otot Rangka
Terdapat 4 jenis cedera otot rangka, antara lain:
a) Patah Tulang

- Definisi
Patah tulang merupakan terputusnya jaringan tulang , baik seluruhnya atau hanya sebagian s
aja
- Jenis Patah Tulang
Terdapat dua jenis patah tulang, yaitu patah tulang terbuka dan patah tulang tertutup. Pada pa
tah tulang tertutup, permukaan kulit masih utuh, sedangkan pada patah tulang terbuka, selain
terjadi patah tulang didalam, tulang yang patah, juga terjadi kerusakan/ robekan kulit, keluar
darah atau tulang terlihat dari luar.
- Tanda/gejala
Terdapat beberapa tanda dan gejalla patah tulang, antara lain : 1)Terjadi perubahan bentuk;
2)Daerah yang patah nyeri & kaku saat ditekan; 3)Bengkak disertai memar; 4)Terjadi gangg
uan fungsi gerak; 5) Terdengar suara berderik; 6) Mungkin terlihat bagian yang patah
b) Urai/cerai sendi
Cerai sendi merupakan keluarnya kepala sendi dari mangkoksendi.
c) Terkilir Sendi
Robeknya / putusnya jaringan ikat sekitar sendi teregang melebihi batas normal.
Tanda/gejala dari terkilir sendi antara lain : 1)Nyeri & bengkak; 2)Nyeri tekan; 3)Warna ku
lit merah kebiruan
d. Terkilir Otot
Robeknya jaringan otot pada bagian tendon (ekor otot ). Gejala dari terkilir otot antara lain :
1) Nyeri yang tajam dan mendadak; 2)Nyeri menyebar keluar dengan kejang; 3)Bengkak

3. Penanganan patah tulang dan cerai sendi

Penanganan patah tulang sama dengan cerai sendi, diantaranya: 1)Lakukan pemeriksaan; 2) S
tabilkan bagian yang patah, pegang bagian atas dan bawah bagian yang patah sebelum diimob
ilisasi; 3)Atasi perdarahan dan luka jika ada; 4)Lakukan pembidaian; 5)Transportasi ke fasilit
as kesehatan dengan posisi bagian yang patah dalam posisi datar dan stabil

4. Penanganan Terkilir

Penanganan terkilir antara lain : 1) Letakan penderita dalam posisi yang nyaman, istirahatkan
bagian yang cedera; 2)Tinggikan daerah yang cedera; 3)Beri kompres dingin, maksimum sela
ma 30 menit, ulangi setiap jam bila perlu; 4).Balut tekan dan tetap tinggikan; 5)Bila ragu rawa
t sebagai patah tulang; 6) Rujuk kefasilitas kesehatan.

3) Pembidaian

a) Definisi

Upaya untuk menstabilkan dan mengistirahatkan(imobilisasi) bagian yang cedera.


b) Tujuan pembidaian

Terdapat beberapa tujuan pembidaian, antara lain : 1) Mencegah perge


rakan; 2) Mengurangi terjadinya cedera baru; Mengistirahatkan anggot
a yang patah; 3) mengurangi rasa nyeri; 4) Mempercepat penyembuha
n.

c) Jenis Bidai
Jenis bidai antara lain : 1)Bidai keras; 2)Bidai Traksi; 3) Bidai improvisasi; 4) Gendongan / bal
ut & bebat

d) Prinsip pemasangan bidai

1. Lepas pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera, periksa adanya luka terb
uka atau tanda-tanda patah dan distokasi

2. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis pada bagian distal yang me
ngalami cedera sebelum dan sesudah imobilisasi

3. Tutup luka terbuka dengan kasa steril

4. Imobilisasi pada bagian proximal dan distal derah trauma (yang dicurigai parah atau dislokas
i)

5. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan imobilisasi kecuali ada di tempat bahaya

6. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku

7. Lakukan tarikan secara perlahan sampai lurus sumbu tulang sehingga dapat dipasang bidai y
ang benar. Tarikan/traksi segera dilepas bila saat diperiksa tampak cyanotic dan nadi lemah.

8. Pada kecurigaan trauma tulang belakang letakkan pada posisi satu garis.

E. Teori Model Community As Partner

Model Community As Partner dikembangkan (2008) oleh Anderson dan Mc


Farlane (dari model Neuman sebelumnya yaitu Comunity As Client (1972). Mod
el ini menjadikan masyarakat sebagai mitra tenaga kesehatan dengan 2 fokus sentr
al yaitu:
1. Fokus pada komunitas sebagai mitra yang ditandai dengan roda pengkajian ko
munitas dibagian atas dengan menyatukan anggota masyarakat sebagai intin
ya
2. Penerapan proses keperawatan (pengkajian, analisis, diagnosa keperawatan,
perencanaan, tindakan, dan evaluasi)
Model Community As Partner digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.5 Community As Partner Model (Anderson dan Mc Farlane, 2008)
Gambar 2.6 The Community Assessment Wheel, featuring Lines of Resistance
and defens within the Commuity structure (Anderson dan Mc Farlane, 2008)
Model ini menjelaskan bahwa inti (core) merupakan kumpulan individu yan
g membentuk komunitas. Komunitas ini dipengaruhi oleh 8 sub sistem yaitu:1) i
ngkungan fisik, 2) pendidikan, 3) keamanan dan transportas, 4) politik dan pemeri
ntahan, 5) kesehatan dan pelayanan sosial, 6) komunikasi, 7) ekonomi, dan 8) rekr
easi. Delapan sub sistem dalam komunitas ini merupakan komponen penting dala
m pengkajian masyarakat.
Dalam komunitas terdapat suatu garis pertahanan yang mengelilingi dari ber
bagai stressor. Garis pertahanan tersebut adalah:
1. Garis perthanan normal (kesehatan)
Garis pertahahan normal merupakan keadaan masyarakat yang sehat. Misalnya
masyarakat dengan kondisi imunitas yaang tinggi, kematian bayi rendah, penda
patan menengah, kemampuan penyelesaian maslah tinggi.
2. Garis pertahanan fleksibel (buffer zone)
Garis pertahanan fleksibel merupakan garis putus-putus yang mengelilingi kom
unitas dan garis pertahanan normal. Garis ini disebut sebagai area penengah ya
ng menunjukkan suatu tingkat dinamis akibat respon sementara terhadap stress
or, baik dari lingkungan fisik maupun sosial.
3. Garis pertahanan resistensi (kekuatan)
Garis pertahanan resistensi merupakakn mekanisme internal untuk melakukan
perlawanan terhadap stressor. Garis resistensi ada pada setiap sub sistem.
Stressor dalam model ini didefiniskan sebagai tekanan rangsangan yang me
nghasilkan ketegangan yang potensial menyebabkan ketidakseimbangan dalam sis
tem, baik dari internal maupun eksternal komunitas. Stressor yang memasuki garis
pertahanan normal maupun fleksibel akan menimbulkan gangguan dalam sebuah
komunitas. Pelayanan kesehatan yang tidak mencukupi, tidak terjangkau, dan mah
al dapat menyebabkan stressor bagi komunitas.
Derajat reaksi merupakan ketidakseimbangan atau gangguan akibat stessor y
ang menganggu garis pertahanan komunitas, misalnya angka kematian, angka kes
akitan, kriminalitas, dan lain-lain. Stressor dan derajat reaksi menjadi bagian dari
diagnosa keperawatan komunitas.
Diagnosa keperawatan yang muncul menjadi dasar bagi perencanaan dan im
plementasi tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan dalam komunitas dibeda
kan menjadi 3 bentuk tindakan pencegahan yaitu pencegahan primer, sekunder, da
n tersier.
Evaluasi sebagai tahap akhir dari proses keperawatan merupakan proses pen
ilaian apakah tindakan keperawatan tang telah dilaksnakan memberikan hasil dan
dampak bagi kesehatan komunitas.

F. Konsep Safe Comunity

Safe Community didefinisikan sebagai keadaan sehat dan aman yang tercip

ta dari, oleh dan untuk masyarakat yang difasilitasi dan dibina oleh pemerintah da

n teknokrat. Konsep ini diaplikasikan melalui Gerakan Safe Community yaitu gera

kan yang bertujuan menciptakan masyarakat yang merasa hidup sehat, aman, dan

sejahtera dimanapun mereka berada yang melibatkan peran aktif himpunan profes

i maupun masyarakat.

Pemerintah Indonesia telah mensosialisasikan konsep ini dalam mewujudk

an masyarakat sehat dan aman (Safe Community) melalui Sistem Penanggulangan

Gawat Darurat Terpadu (SPDGT) sejak tahun 2000. SPDGT yang dikembangkan

meliputi SPDGT(S) sehari-hari dan SPDGT(B) bencana merupakan bentuk kerjas

ama lintas sektor, baik lintas program kementerian terkait, lembaga swadaya mas

yarakat (LSM), maupun masyarakat sehingga akan terbentuk sistem penanggulang

an gawat darurat terpadu pra rumah sakit berbasis masyarakat. Sistem penanggula

ngan gawat darurat berbasis masyarakat ini diharapakan akan melatih masyarakat

agar dapat mengidentifikasi faktor resiko/penyebab kegawatdaruratan mereka, seg

era menyusun rencana aksi, serta melakukan upaya penanganan awal/pra rumah sa

kit secara cepat dan benar.


15

Masyarakat yang tinggal di daerah pesisir , yang berada pada jalan lintas

sumatera dan jauh dari pusat kota memiliki resiko berbagai kasus

kegawatdaruratan, diantaranya adalah luka sayat/robek yang disertai perdarahan,

cedera kepala, patah tulang dan keseleo.

• Aspek
Safe Community meliputi 2 aspek penting yaitu :
1. Care

Kerja-sama lintas sektoral terutama non kesehatan dalam menata perilaku dan l

ingkungan untuk mempersiapkan, mencegah dan melakukan mitigasi dalam me

nghadapi hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan, keamanan, dan kesejaht

eraan.

2. Cure

Peran utama sektor kesehatan dibantu sektor terkait dalam penanganan keadaan

dan kasus-kasus gawat-darurat.

• Visi gerakan

Visi gerakan Safe Community adalah :


1. Menjadi gerakan yang mampu melindungi masyarakat dalam keadaan darur
at sehari-hari dan bencana, maupun atas dampak akibat terjadinya bencana.
2. Terciptanya perilaku masyarakat dan lingkungan untuk menciptakan situas
i sehat dan aman.
• Misi gerakan

Untuk mencapai visi gerakan ini disusunlah misi kegiatan yang meliputi :

2 Menciptakan gerakan di masyarakat

3 Mendorong kerja-sama lintas sektor-program

4 Mengembangkan standar nasional

5 Mengusahakan dukungan dana dalam rangka pemerataan dan p


erluasan jangkauan pelayanan terutama dalam keadaan darurat.
6 Menata sistem pendukung pelayanan diseluruh unit pelayanan kesehatan

• Nilai dasar

Gerakan Safe Community dirancang berdasarkan lima nilai dasar yaitu :

3 Care : pencegahan, penyiagaan dan mitigasi

4 Equity : adanya kebersamaan dari institusi pemerintah, kelompo


k/organisasi profesi dan masyarakat
5 Partnership : menggalang kerja-sama lintas sektor dan masyarakat
untuk mencapai tujuan
6 Net working : membangun jaring kerja-sama dalam suatu sistem d
engan melibat kan seluruh potensi yang terlibat dalam gerakan Saf
e Community
7 Sharing : memiliki rasa saling membutuhkan dan kebersamaan
dalam memecahkan segala permasalahan dalam gerakan Safe Com
munity

Anda mungkin juga menyukai