Anda di halaman 1dari 6

1.

2.
3.
4. Praktik Managemen konflik
a. Definisi
Secara konseptual, pengertian manajemen konflik (conflict management) dapat
didefinisikan sebagai proses, seni, ilmu, dan segala sumber daya yang tersedia dalam
individu, kelompok, ataupun organisasi untuk mencapai tujuan mengelola konflik
(Santosa, 2000: 6). Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara
pelaku ataupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan bentuk komunikasi
(termasuk tingkah laku) dari pelaku ataupun pihak luar dan bagaimana mereka
memengaruhi kepentingan (interests) serta interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang
berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat
tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi
jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
b. Fungsi managemen konflik

Menurut W. Hendricks (2000) dalam manajemen konflik, diperlukan langkah


diagnostis pendekatan konflik dengan menggunakan diagram lima gaya. Dalam diagram,
kualitas perhatian terhadap diri sendiri dan aktor lainnya merupakan penentuan gaya
konflik. Diagram tersebut digambarkan sebagai berikut.
Miall et al. (2002) membagi konflik menjadi dua, yakni konflik simetris (konflik
kepentingan antara pihak yang relatif sama) dan konflik tidak simetris (konflik tidak
seimbang: mayoritas dan minoritas atau majikan dan bawahan). Penyelesaian konflik
tidak simetris adalah yang kuat akan selalu menang dan pihak yang lemah selalu kalah.
Satu-satunya cara adalah mengubah strukturnya. Pihak ketiga harus menggabungkan
kekuatan dengan pihak yang lemah untuk menghasilkan pemecahan. Jika perlu,
berkonfrontasi dengan pihak yang kuat. Ini bermakna mentransformasi hubungan yang
tidak seimbang dan tidak damai ke hubungan damai dan dinamis.

Konflik dalam tubuh organisasi tidak selamanya harus dimaknai permusuhan atau
pertikaian. Dalam kajian sosiologis, konflik itu juga bisa bermakna kompetisi, tegangan
(tension), atau sekadar ketidaksepahaman. Itu pula sebabnya kehadiran konflik tidak
selamanya harus dimaknai sebagai kekuatan yang menghancurkan (a necessarily
destructif force). Dalam banyak hal, konflik itu juga bernilai positif, bahkan konstruktif.
Karena itu, manajemen konflik memiliki fungsi positif bagi penciptaan harmonisasi.
Tujuan manajemen konflik adalah mencapai kinerja yang optimal dengan memelihara
konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan (R. E.
Walton, 1987: 79). Kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian
tujuan organisasi. Maka itu, pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi
perhatian pimpinan organisasi.
adap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi. Dalam
proses interaksi antara suatu subsistem dan subsistem lainnya, tidak ada jaminan akan
selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat
ketegangan dapat saja muncul, baik antarindividu maupun antarkelompok dalam
organisasi. Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya ketidakcocokan atau
ketegangan, antara lain perbedaan sifat-sifat pribadi, perbedaan kepentingan, komunikasi
yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang
membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif,
individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja
yang mendukung satu sama lain menuju pencapaian tujuan organisasi.

Manajemen konflik dalam organisasi meliputi beberapa fungsi berikut.

 Fungsi akomodasi, yakni penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau


ditekan/didiamkan).
 Fungsi klarifikasi, yakni identifikasi dan diskursus karakteristik serta struktur konflik.
 Fungsi evaluasi konflik, yakni manfaat atau outcome manajemen konflik (jika
bermanfaat, dilanjutkan dengan proses berikutnya; jika tidak, hal itu tidak
dilanjutkan).
 Fungsi menentukan aksi tindakan, yakni tindakan apa yang dipersyaratkan untuk
mengelola konflik. Fungsi penentuan peran, yakni fungsi pengorganisasian
manajemen konflik, bagaimana menentukan peran perencana sebagai partisipan atau
pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan fungsi-fungsi tersebut
berlangsung dalam proses dan konteks pengelolaan konflik, baik bagi aktor, mediator,
maupun antarpihak yang ikut andil mengelola konflik sebagai partisipan atau pihak
ketiga.
5. Praktik Negosiasi
a. Pengertian
Negosiasi pada umumnya sama dengan kolaborasi. Pada organisasi, negosiasi
juga diartikan sebagai suatu pendekatan yang kompetitif (Marquis dan Huston, 1998).
Negosiasi sering dirancang sebagai suatu strategi menyelesaikan konflik dengan
pendekatan kompromi. Selama negosiasi berlangsung, berbagai pihak yang
terlibatmenyerah dan lebih menekankan untuk mengakomodasi perbedaan-perbedaan
antarakeduanya.
b. Langkah-langkah Sebelum Negoisasi
Langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melaksanakan negosiasi
adalah sebagai berikut. (Nursalam. 2015)
 Mengumpulkan informasi tentang masalah sebanyak mungkin. Oleh karena
pengetahuan adalah kekuatan, semakin banyak informasi yang didapat, maka
semakin besar kemungkinan untuk menawarkan negosiasi.
 Di mana manajer harus memulai. Oleh karena tugas manajer adalah
melakukankompromi, maka mereka harus memilih tujuan yang utama. Tujuan
tersebut sebagaimasukan dari tingkat bawah.
 Memilih alternatif yang terbaik terhadap sarana dan prasarana. Efisiensi
danefektivitas penggunaan waktu, anggaran, dan pegawai yang terlibat perlu
jugadiperhatikan oleh manajer.
 Mempunyai agenda yang disembunyikan. Agenda tersebut adalah agenda
negosiasialternatif yang akan ditawarkan jika negosiasi tidak dapat disepakati.
c. Strategi Negosiasi
Ada beberapa strategi dan cara yang perlu dilaksanakan dalam menciptakan
kondisi yang persuasif, asertif, dan komunikasi terbuka selama negosiasi berjalan
1. Pilih fakta-fakta yang rasional dan berdasarkan hasil penelitian.
2. Dengarkan dengan saksama, dan perhatikan respons nonverbal yang nampak.
3. Berpikirlah positif dan selalu terbuka untuk menerima semua alternatif
informasiyang disampaikan.
4. Upayakan untuk memahami pandangan apa yang disampaikan lawan bicara
Anda.Konsentrasi dan perhatikan, tidak hanya memberikan persetujuan.
5. Selalu diskusikan tentang konflik yang terjadi. Hindarkan masalah-masalah
pribadi pada saat negosiasi.
6. Hindari menyalahkan orang lain atas konflik yang terjadi.
7. Jujur.
8. Usahakan bersikap bahwa anda memerlukan penyelesaian yang terbaik.
9. Jangan langsung menyetujui solusi yang ditawarkan, tetapi berpikir, dan
mintalahwaktu untuk menjawabnya.
10. Jika kedua belah pihak menjadi marah atau lelah selama negosiasi
berlangsung,istirahatlah sebentar.
11. Dengarkan dan tanyakan tentang pendapat yang belum begitu Anda pahami.
12. Bersabarlah.
6. praktik klasifikasi ketergantungan pasien
Keperawatan merupakan salah satu bentuk pelayanan kesehatan yang profesional,
bersifat holistik dan komprehensif yang ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat baik sehat maupun sakit melalui kiat-kiat keperawatan menggunakan
pendekatan proses keperawatan.
Pelayanan keperawatan yang diberikan oleh perawat dapat mempengaruhi mutu
asuhan keperawatan yang diterima oleh pasien, sehingga perawat perlu memahami
tingkat ketergantungan dari pasien sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang
optimal.
a. Minimal Care
1. Klien bisa mandiri/hampir tidak memerlukan bantuan
 Mampu naik-turun tempat tidur
 Mampu ambulasi dan berjalan sendiri
 Mampu makan dan minum sendiri
 Mampu mandi sendiri/mandi sebagian dengan bantuan
 Mampu membersihkan mulut (sikat gigi sendiri)
 Mampu berpakaian dan berdanda dengan sedikit bantuan
 Mampu BAB dan BAK dengan sedikit bantuan
2. Status psikologis stabil
3. Klien dirawat untuk prsedur diagnostik
4. Operasi ringan
b. Partial Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sebagian
 Membutuhkan bantuan 1 orang untuk naik-turun tempat tidur
 Membutuhkan bantuan untuk ambulasi/berjalan
 Membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan
 Membutuhkan bantuan untuk makan (disuap)
 Membutuhkan bantuan untuk kebersihan mulut
 Membutuhkan bantuan untuk berpakaian dan berdandan
 Membutuhkan bantuan untuk BAB dan BAK (tempat tidur/kamar mandi)
2. Pasca operasi minor (24 jam)
3. Melewati fase akut dari pascaoperasi mayor
4. Fase awal dari penyembuhan
5. Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
c. Total Care
1. Klien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan memerlukan waktu perawat
yang lebih lama
 Membutuhkan 2 orang atau lebih untuk mobilisasi dari tempat tidur ke kursi
roda
 Membutuhkan latihan pasif
 Kebutuhan nutrisi dan cairan dipenuhi melalui terapi intravena (infus) atau
NGT (sonde)
 Membutuhkan bantuan kebersihan mulut
 Membutuhkan bantuan penuh untuk berpakaian dan berdandan
 Dimandikan perawat
 Dalam keadaan inkontinensia, menggunakan kateter
6. Klien tidak sadar
7. Keadaan klien tidak stabil
8. Observasi TTV setiap kurang dari 8 jam
9. Perawatan luka bakar
10. Perawatan kolostomi
11. Menggunakan alat bantu pernapasan
12. Menggunakan WSD
13. Irigasi kandung kemih secara terus-menerus
14. Menggunakan alat traksi
15. Fraktur dan atau pascaoperasi tulang belakang/leher
16. Gangguan emosional berat, bingung, dan disorientasi

Anda mungkin juga menyukai