2.
3.
4. Praktik Managemen konflik
a. Definisi
Secara konseptual, pengertian manajemen konflik (conflict management) dapat
didefinisikan sebagai proses, seni, ilmu, dan segala sumber daya yang tersedia dalam
individu, kelompok, ataupun organisasi untuk mencapai tujuan mengelola konflik
(Santosa, 2000: 6). Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara
pelaku ataupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk suatu
pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan bentuk komunikasi
(termasuk tingkah laku) dari pelaku ataupun pihak luar dan bagaimana mereka
memengaruhi kepentingan (interests) serta interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang
berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat
tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi
jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
b. Fungsi managemen konflik
Konflik dalam tubuh organisasi tidak selamanya harus dimaknai permusuhan atau
pertikaian. Dalam kajian sosiologis, konflik itu juga bisa bermakna kompetisi, tegangan
(tension), atau sekadar ketidaksepahaman. Itu pula sebabnya kehadiran konflik tidak
selamanya harus dimaknai sebagai kekuatan yang menghancurkan (a necessarily
destructif force). Dalam banyak hal, konflik itu juga bernilai positif, bahkan konstruktif.
Karena itu, manajemen konflik memiliki fungsi positif bagi penciptaan harmonisasi.
Tujuan manajemen konflik adalah mencapai kinerja yang optimal dengan memelihara
konflik tetap fungsional dan meminimalkan akibat konflik yang merugikan (R. E.
Walton, 1987: 79). Kegagalan dalam mengelola konflik dapat menghambat pencapaian
tujuan organisasi. Maka itu, pemilihan terhadap teknik pengendalian konflik menjadi
perhatian pimpinan organisasi.
adap teknik pengendalian konflik menjadi perhatian pimpinan organisasi. Dalam
proses interaksi antara suatu subsistem dan subsistem lainnya, tidak ada jaminan akan
selalu terjadi kesesuaian atau kecocokan antara individu pelaksananya. Setiap saat
ketegangan dapat saja muncul, baik antarindividu maupun antarkelompok dalam
organisasi. Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya ketidakcocokan atau
ketegangan, antara lain perbedaan sifat-sifat pribadi, perbedaan kepentingan, komunikasi
yang “buruk”, perbedaan nilai, dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang
membawa organisasi ke dalam suasana konflik. Agar organisasi dapat tampil efektif,
individu dan kelompok yang saling tergantung itu harus menciptakan hubungan kerja
yang mendukung satu sama lain menuju pencapaian tujuan organisasi.