Anda di halaman 1dari 50

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat, nikmat dan

karunia-Nya serta hidayah-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat

menyelesaikan seminar proposal skripsi dengan judul “Persepsi Orang Tua

dalam Pembelajaran Calistung pada Siswa Kelompok B Taman Kanak-

kanak Negeri Pembina Akhlaqul Karimah”. Tidak lupa pula shalawat serta

salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, atas perjuangan

beliau untuk agama yang hakiki, serta kepada para sahabat, keluarga dan

handai tauladannya semoga masih ada dalam ridha-Nya.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan

pihak lain baik pengarahan maupun pelengkap materi yang ada. Dengan

segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Ahmad Amarullah, M.Pd, selaku Rektor Universitas

Muhammadiyah Tangerang.

2. Bapak Dr. Enawar, S.Pd, MM, MOS., selaku Dekan FKIP Universitas

Muhammadiyah Tangerang.

3. Ibu Titi Rachmi, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Anak

Usia Dini.

4. Ibu Nurul Fitria Kumala Dewi, M.Psi., selaku Dosen Pembimbing I

senantiasa membimbing dan membagi ilmunya dengan penuh ketekunan

dan kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

i
5. Ibu Evy Fitria, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

memberikan arahan, saran, dan petunjuknya dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini yang telah

banyak memberikan motivasi dan ilmunya kepada penulis.

7. Ibu Holipah S.Pd, selaku Kepala TK Negeri Pembina Akhlaqul Karimah yang

telah memberikan izin untuk penelitian dalam penyusunan skripsi ini dan Rekan-

rekan dan dewan guru TK Negeri Pembina Akhlaqul Karimah yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Untuk orang tuaku tersayang Bapak Ahmad Yusri dan Mamah Sulasiah, dan

Adikku Ajrin Mukarromah yang senantiasa mendo’akan demi kesuksesan dan

memberikan perhatian dengan penuh kesabaran dan semangat yang tiada henti-

hentinya dalam mendampingi penulis selama mengikuti perkuliahan hingga akhir

penyusunan skripsi.

9. Ibu Elma Purnama Putri S.Pd dan Erlin Atikah S.Pd yang telah banyak

membantuku. Sehingga aku dapat menyelesaikan Skripsiku dalam tepat waktu.

10. Sahabat tersayang Kepompongku, Ari, Aen, Nabilah. Dan teman-teman

seperjuangan PGPAUD 2016 yang telah membantu dan mendukung serta

mendo’akan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Tangerang, 15 April 2020


Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Uswatun Hasanah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL...............................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................................vi
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ...................................................................................................... 8
C. Rumusan Masalah ................................................................................................... 8
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................... 9
E. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 9
BAB II............................................................................................................................... 11
LANDASAN TEORI ........................................................................................................ 11
A. Landasan Teori...................................................................................................... 11
1. Persepsi Orang tua terhadap Pembelajaran Calistung ....................................... 11
a. Pengertian Persepsi Orang tua ...................................................................... 11
b. Persepsi Orang tua tentang Calistung Anak .................................................. 13
c. Dampak Calistung ......................................................................................... 15
d. Cara Baik Menerapkan Calistung di PAUD ................................................. 19
2. Perkembangan Calistung pada Anak Usia 5-6 Tahun....................................... 20
B. Penelitian yang Relevan ........................................................................................ 23
BAB III ............................................................................................................................. 26
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 26
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................................................................... 26
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................ 29
C. Sumber dan Jenis Data Penelitian ......................................................................... 30
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................... 31
E. Keabsahan Data .................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 39

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ………………………………………………. 29


Tabel 3.2 Pedoman Observasi ……………………………………………. 32
Tabel 3.3 Pedoman Wawancara ………………………………………….. 33

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Uji Keabsahan Data ……………………………………………. 35


Gambar 3.2 Uji Kredibilitas ………………………………………………… 36

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ……………………………………………. 42

Lampiran 2 Surat Pengangkatan Tim Pembimbing Skripsi ……………….. 43

Lampiran 3 Surat Ijin Penelitian Dari Kampus …………………………….. 44

Lampiran 4 Surat Ijin Boleh Meneliti Dari Sekolah ……………………….. 45

Lampiran 5 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ……………….. 46

Lampiran 6 Photo-photo Peneliti Saat Melakukan Penelitian …………….. 47

Lampiran 7 Visi Misi Sekolah …………………………………………...… 49

Lampiran 8 Struktur Sekolah ………………………….…………………… 50

Lampiran 9 Daftar Prestasi Sekolah ……………………………………….. 51

Lampiran 10 Daftar Riwayat Hidup Peneliti ………………………………... 52

vi
LEMBAR PERSETUJUAN SEMINAR SKRIPSI

Nama Mahasiswa : Uswatun Hasanah


Nomor Pokok Mahasiswa : 1686207009
Program Studi : Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Judul Skripsi : Persepsi Orang Tua Dalam Pembelajaran
Calistung

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Skripsi untuk mengikuti Sidang Proposal.

Tangerang, 15 April 2020


Tim Pembimbing: Tanda Tangan:

Pembimbing I,
Nurul Fitria KD, M.Psi …………………
NBM. 1183862

Pembimbing II,
Evy Fitria, M.Pd …………………
NBM. 1228285

Ketua Program Studi


PG-PAUD

Titi Rachmi, M.Pd


NBM. 1094921

vii
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa : Uswatun Hasanah
NIM : 1686207009
Program Studi : Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Jenjang Studi : S1
Judul Skripsi : Persepsi Orang Tua Dalam Pembelajaran Calistung
Tanggal Sidang Proposal:
Tangerang, 15 April 2020
Tim Pembimbing: Tanda Tangan:
Penguji I,
…………………
NBM
Penguji II,
…………………
NBM.
Pembimbing I,
Nurul Fitria KD, M.Psi …………………
NBM. 1183862
Pembimbing II,
Evy Fitria, M.Pd ………………….
NBM. 1228285
Mengesahkan,
Dekan Ketua Program Studi
Fakultas Keguruan PG-PAUD
dan Ilmu Pendidikan

Dr. Enawar, S.Pd., MM., MOS Titi Rachmi, M.Pd


NBM. 819887 NBM. 1094921

viii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Uswatun Hasanah


Nomor Induk Mahasiswa : 1686207009
Program Studi : PG-PAUD
Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas : Universitas Muhammadiyah Tangerang

Dengan ini menyatakan bahwa judul skripsi “Persepsi Orang Tua

terrhadap Pembelajaran Calistung pada Siswa Taman Kanak-kanak Negeri

Pembina Akhlaqul Karimah” beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya

sendiri dan bukan merupakan hasil jiplakan atau plagiat dari karya orang lain

karena hal tersebut melanggar etika yang berlaku dalam kaidah keilmuan. Atas

pernyataan ini, saya siap menanggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada

saya apabila dikemudian hari ternyata terdapat pelanggaran terhadap etika

keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian

karya ini.

Tangerang, 15 April 2020

Uswatun Hasanah
NIM. 1686207009

ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak usia dini adalah sosok individu yang memiliki potensi yang

luar biasa di dalam dirinya sehingga masih harus dikembangkan di masa

emasnya (Golden Age) yang hanya datang sekali seumur hidup dan tidak

dapat diulang. Pendidikan anak usia dini adalah suatu proses pembinaan

dan tumbuh kembang anak usia lahir sampai 6 tahun atau 8 tahun menurut

National Association for The Education Young Children (NAEYC) secara

menyeluruh yang menyangkut aspek fisik maupun non-fisik, dengan

memberikan rangsangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan

spiritual), motorik, akal pikir, emosional, dan social yang tepat agar anak

tumbuh kembang secara optimal (Mursid, 2015)

Menurut Undang-undang No 20 tahun 2003 pasal 28 ayat (2)

tentang Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur

pendidikan formal, non formal dan informal. Terdapat pada ayat (5) bahwa

pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk

pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh

lingkungan. Hal ini sesuai dengan kutipan (Novrinda, Kurniah, &

Yulidesni, 2017) bahwa “Pendidikan orang tua akan memberikan

1
pengaruh terhadap pola berpikir dan orientasi pendidikan yang diberikan

kepada anaknya. Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki orangtua maka

akan semakin memperluas dan melengkapi pola berpikirnya dalam

mendidik anaknya. Akan tetapi, tidak semua orang tua yang berpendidikan

tinggi mampu memahami perkembangan anaknya, faktanya di lapangan

masih banyak orang tua yang memaksakan anaknya untuk dapat Calistung

di TK khususnya kelompok B. Hal ini terbukti pada jurnal hasil Observasi

pra survei di salah satu TK di Tani Mulya di temukan para orang tua yang

menuntut TK membelajarkan putra putrinya seperti di sekolah formal.

Mereka menuntut anak–anak lebih banyak diajarkan membaca, menulis

dan berhitung bahkan di Desa Tani Mulya didirikan juga lembaga-

lembaga yang melayani anak untuk les baca tulis dan hitung (Calistung )

di mana sebagian pesertanya anak-anak balita. Di sisi lain para guru TK

ada juga yang dalam memberikan pendidikan usia dini lebih fokus pada

pembelajaran calistung, sedangkan pengembangan aspek–aspek

kepribadian yang berupa perangsangan bagi macam-macam kecerdasan

anak terkesan menjadi terabaikan. (Erhamwilda, 2004)

Sebaiknya sebagai pendidik dan orang tua harus memberikan

kesempatan pada anak untuk terus mengeksplorasi berbagai pengalaman

dengan berbagai suasana yang disesuaikan dengan tahap perkembangan

pribadi anak karena tingkat pendidikan orang tua secara tidak langsung

mempengaruhi kelangsungan pendidikan anak. Seorang pendidik yang

memegang teguh prinsip dasar paud akan memberikan pembelajaran yang

2
menyenangkan untuk anak usia dini yaitu (bermain sambil belajar) karena

bermain merupakan kebutuhan anak usia dini. Sebagaimana yang dikutip

oleh Yuliani (Hosna, 2016) yang mengemukakan bahwa “Unsur utama

dalam pengembangan program bagi anak usia dini adalah bermain”.

Namun faktanya, pembelajaran yang dilakukan di sekolah-sekolah

TK masih banyak yang tidak berorientasi pada kebutuhan anak (bermain)

melainkan hanya calistung yang diajarkan. Itu semua karena adanya

tuntutan orang tua yang menginginkan anaknya pintar calistung tanpa

memikirkan kecerdasan lainnya. Calistung yang menjadi target utama

kedua orang tua tersebut dilakukan dengan cara: meleskan anak ke Bimba,

memanggil guru privat, kursus dan lain-lain. Itu semua tentu membuat

anak merasa lelah dan bosan.

Terkait dengan permasalahan yang sesuai dengan judul di atas

khususnya tentang peran orang tua yang berfokus pada pandangannya

mengenai calistung dan dampak dari calistung itu sendiri dalam

pendidikan anak. Orang tua harus lebih memahami dan mengetahui

bagaimana perkembangan anak yang semestinya, sehingga antara orang

tua dengan guru mampu bekerja sama dengan baik dalam mendidik anak-

anak. Terdapat beberapa fakta mengenai pandangan orang tua terhadap

pembelajaran calistung anak usia dini yaitu masih banyak orang tua yang

menginginkan anaknya mampu calistung disebabkan karena adanya tuntutan dari

Kurikulum 2013 tentang pembelajaran yang perlu dikuasai oleh siswa Sekolah

Dasar yaitu Pembelajaran Calistung. Sebagaimana kutipan “Kurikulum

3
Sekolah Dasar 2013, menetapkan kompetensi-kompetensi yang sesuai

dengan budaya membaca, menulis, dan berhitung seperti mengenal teks

deskriptif, mengenal teks petunjuk, mengenal teks cerita, dan seterusnya

serta buku teks yang diawali dengan wacana yang cukup panjang, serta

kegiatan menaksir hasil perhitungan dengan strategi pembulatan satuan,

pembulatan puluhan, dan pembulatan ratusan, dan kegiatan berhitung

lainnya. Oleh karena itu diperlukan sistem pembelajaran yang dapat

memfasilitasi siswa untuk memperoleh keterampilan dasar membaca,

menulis, dan berhitung dengan benar”. (Rumbewas, Laka, & Meokbun,

2018). Dengan demikian orang tua berpandangan bahwa Pembelajaran

Calistung merupakan syarat utama yang harus di tempuh untuk pendidikan

jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Dasar (Persiapan masuk SD).

Wiyani (2016) berpendapat bahwa “Di era globalisasi saat ini

banyak orangtua yang menginginkan anaknya lancar membaca, menulis

dan berhitung (calistung) sebelum masuk ke sekolah dasar (SD) atau

Madrasah Ibtidayah (MI) oleh sebab itu orang tua kini selektif dalam

memilih Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Athfal (RA) yang

dapat mengajarkan calistung atau TK/ RA yang telah meluluskan siswanya

yang berprestasi dalam calistung dan tak jarang juga orangtua

memasukkan anaknya ke les pelajaran calistung demi bisa cepat

calistung”. (Anita, Wahyuni, & Daniel, 2019). Pernyataan ini tentu sesuai

dengan fakta yang ada di lapangan bahwa dampak dari pembelajaran

calistung yang dipaksakan oleh orang tua untuk anak-anak mereka terbukti

4
bahwa anak menjadi terlihat kurang ceria dan semangat, banyak melamun

setiap saat melakukan kegiatan, berusaha menghindari kegiatan yang

berkaitan dengan calistung. Hal demikian disebabkan karena anak terlalu

di Drill dalam setiap kegiatan pembelajaran.

Berdasarkan beberapa fakta tersebut kami berharap sebaiknya

pembelajaran calistung untuk PAUD lebih menekankan pada kegiatan

bermain. Sejalan pula apa yang diungkap oleh Netty Herawati, Anggota

Badan “(Calistung) Cara mengajarkannya dengan metode bermain yang

menyenangkan sehingga mereka mau melakukan secara suka rela.

"Misalnya anak-anak diberikan alternatif pilihan dalam belajar huruf.

Kalau anak-anak kinestetik diajarkan meniru huruf dengan gerakan

anggota tubuh. Anak-anak juga bisa bermain kata, misalnya diminta

menyebutkan nama buah-buahan dengan awalan 'pa'.” (Asiah, 2018). Jika

ingin mengajarkan calistung, sebaiknya tidak boleh dilakukan dalam

waktu yang berkepanjangan/lama, karena pengaruh buruknya sangat besar

jika itu dilakukan. Pendapat tesebut sesuai dengan pendapat Istiyani

(2013) yang menyebutkan bahwa “Pemberian calistung dinilai efektif jika

durasi waktu belajar hanya sekitar 30 menit saja karena jika terlalu lama

dikhawatirkan anak-anak akan jenuh atau bosan”. (Anita et al., 2019)

Berdasarkan permasalahan tersebut masih banyak orang tua yang

belum memahami bagaimana dampak pembelajaran calistung pada anak

usia dini. Banyak orang tua yang menginginkan pendidikan yang terbaik

untuk anaknya, namun karena adanya keterbatasan yang dimiliki, akhirnya

5
orang tua meminta pihak lain untuk membantu mendidik anak-anak

mereka. Pihak lainnya adalah guru di sekolah. Namun demikian, setelah

anak-anak dititipkan di sekolah, orang tua tetap untuk bertanggung jawab

dalam keberhasilan pendidikan anak-anak mereka. Contohnya : Pada

kasus yang terjadi di TK Negeri Pembina Akhlaqul Karimah pada hari

selasa, 01 Oktober 2019. Terdapat 3 orang anak yang orang tua nya sangat

memperhatikan pendidikan anaknya. Setiap kegiatan jurnal pagi, orang tua

tersebut selalu menanyakan pada gurunya apakah anakanya mengikuti

jurnal pagi atau tidak. Jika tidak maka anak tersebut langsung dimarahi

oleh orang tuanya. Ini semua disebabkan karena orang tua yang berambisi

dalam memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. seperti :

les bimba setiap 1 minggu 3 kali, memanggil guru privat, dan lain-lain

dengan tujuan agar anak tersebut mampu Calistung. Sehingga saat masuk

ke Sekolah Dasar anak sudah siap secara akademik. .

Berdasarkan hasil observasi peneliti di TK Negeri Pembina

Akhlaqul Karimah pada hari selasa, 01 Oktober 2019, terdapat 3 orang

anak yang merasa tertekan akibat paksaan dari kedua orang tuanya agar

mampu membaca, menulis dan berhitung dengan cara memasukkan

anaknya ke Bimba setiap 1 minggu 3 kali (Senin, Rabu dan Kamis),

dengan demikian anak merasa jenuh dan bosan. Hal ini terbukti ketika di

sekolah, anak tersebut tidak semangat pada saat bermain di sentra

persiapan. Ia lebih senang bermain di sentra balok dan seni. Karena di

sentra tersebut tidak ada calistung melainkan bermain dengan berbagai

6
media lainnya. Begitu juga dengan jurnal pagi setiap harinya, anak

tersebut selalu menghindar untuk tidak melakukan jurnal pagi yaitu

mengenal huruf. Selain itu, menurut penilaian sejumlah guru tentang anak

tersebut terlihat menurun semangat belajarnya, tidak seperti sebelumnya di

kelompok A. Saat ini di kelompok B, terlihat kurang semangat dan lebih

banyak melamun di setiap melakukan kegiatan. Hal tersebut sesuai dengan

kutipan tentang “Memberikan pelajaran yang dipaksa untuk bisa calistung

sejak dini dapat menghambat pertumbuhan kecerdasan mental, dan anak

akan mengalami “mental hectic” atau kekacauan mental seperti merasa

tidak tenang, tertekan, cepat bosan, dan tidak fokus.” (Ani & Fitria, 2019)

Disinilah peneliti melihat dan mengamati sekolah tersebut untuk bisa

mengkaji lebih dalam, akan peran dari orang tua Siswa-siswi TK Negeri

Pembina Akhlaqul Karimah yang berfokus pada pandangan orang tua

mengenai pembelajaran calistung dan dan dampak dari pembelajaran

calistung karena peneliti merasa tertarik untuk dijadikan penelitian. Penting

sekali bagi penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Persepsi

Orang Tua Dalam Pembelajaran Calistung Siswa TK Negeri Pembina

Akhlaqul Karimah”.

7
B. Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah :

1. Peran Orang Tua disini berfokus pada Persepsi Orang tua terhadap

Calistung Anak Usia 5-6 tahun khususnya di kelompok B di TK

Negeri Pembina Akhlaqul Karimah

2. Pembelajaran Calistung disini berfokus pada Dampak Pembelajaran

Calistung Anak Usia 5-6 tahun khususnya di kelompok B di TK

Negeri Pembina Akhlaqul Karimah

C. Rumusan Masalah

Masalah latar belakang dan focus penelitian di atas, selanjutnya

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Mengapa Orang tua di TK Negeri Pembina Akhlaqul Karimah

menginginkan anaknya mampu Calistung ?

2. Bagaimana Dampak Pembelajaran Calistung Anak Usia 5-6 tahun

khususnya di kelompok B di TK Negeri Pembina Akhlaqul

Karimah ?

3. Bagaimana solusi yang dilakukan TK Negeri Pembina Akhlaqul

Karimah pada orang tua murid yang memaksakan anaknya

Calistung ?

8
D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan

bagaimana Pandangan Orang tua terhadap Pembelajaran Calistung

Anak Usia 5-6 tahun di TK Negeri Pembina Akhlaqul Karimah

2. Tujuan Khusus

Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah mendeskripsikan bagaimana

Dampak Pembelajaran Calistung Anak Usia 5-6 tahun di TK Negeri

Pembina Akhlaqul Karimah

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan khazanah ilmu

pengetahuan anak usia dini tentang pembelajaran anak khususnya

mengenai dampak pembelajaran calistung Anak Usia 5-6 tahun.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Orang tua, dapat menambah wawasan dan ilmu dalam

pembelajaran anaknya lebih khusus tentang dampak

pembelajaran calistung.

9
b. Bagi Guru, dalam mengajar di kelas dapat mengaplikasikan dan

menerapkan ilmu yang didapatkannya.

c. Bagi Mahasiswa, penelitian ini dapat dijadikan bahan atau

referensi untuk masa sekarang atau dimasa yang akan datang.

10
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Landasan Teori

1. Persepsi Orang tua terhadap Pembelajaran Calistung

a. Pengertian Persepsi Orang tua

Jalaludin (1998) berpendapat bahwa “Persepsi merupakan

pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan

(Perception is the process by which people select, orgineze,and interpret

into form a meaningful picture of the world). Selain itu, persepsi diartikan

sebagai proses pengamatan seseorang yang berasal dari suatu kognisi

secara terus menerus dan dipengaruhi oleh informasi baru dari

lingkungannya. (Yus & Ray, n.d.)

Muhyadi (1989:233) mengemukakan “persepsi adalah proses

seleksi stimulus dari lingkungannya atau suatu proses dimana seseorang

mengorganisasikan dan menginterpretasikan kesan atau tanggapan

inderanya agar memiliki makna dalam kontak hidupnya”. (Anggraini R,

2013)

Persepsi menurut Irwanto (1991 : 38) yaitu proses diterimanya

rangsang oleh indera sampai rangsang itu dimengerti. Setiap rangsang

11
berupa subjek, gejala – gejala atau peristiwa akan diterima oleh indera

manusia, seperti indera pendengaran, penglihatan perabaan, pengecapan

dan penciuman. Semua informasi yang telah diterima oleh indera akan

disampaikan ke otak untuk kemudian diolah dan diorganisasikan,

kemudian diinterpretasikan sehingga individu memperoleh pengertian

terhadap apa yang diinderakan. Hal tersebut senada dengan pendapat

Davidov dalam Bimo Walgito (2002 : 60) yang menyatakan bahwa

pemahaman seseorang terhadap sesuatu adalah hasil penginderaan

stimulus yang diorganisasikan lalu diinterpretasikan. (Nadar, 2017)

Slameto (2010:102) menjelaskan pengertian persepsi adalah proses

yang berkaitan dengan masuknya pesan atau informasi kedalam otak

manusia, melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan

dengan lingkungannya.

Asrori (2009:214) mengungkapkan bahwa pengertian persepsi

adalah proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan

dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di

mana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan

pengalaman. (Eminita & Astriyani, 2018)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa persepsi merupakan anggapan seseorang mengenai suatu obyek

yang diterima oleh panca inderanya yang kemudian di terjemahkan

12
melalui perbuatan sehingga seseorang dapat memperoleh pengertian dari

hasil penginderaannya.

Di dalam dunia pendidikan anak usia dini tidak terlepas dari peran

orang tua. Untuk itu orang tua dan guru harus saling bersinergi dalam

mendidik anak-anak. Namun terkadang masih banyak orang tua yang

menyalahi aturan pembelajaran anak usia dini. Salah satunya dengan

menuntut pihak sekolah agar anaknya mampu calistung. Hal itu

disebabkan karena kekhawatiran orang tua terhadap perkembangan

akademisnya di dunia pendidikan. Banyak orang tua yang khawatir jika

anaknya tidak mampu calistung maka akan tertinggal oleh anak-anak lain

di jenjang pendidikan selanjutnya yaitu (Sekolah Dasar). Dengan demikian

munculah persepsi orang tua terhadap pembelajaran calistung untuk anak

usia dini.

Persepsi Orang tua adalah pemikiran orang tua mengenai suatu

objek yang diterima oleh panca inderanya yang kemudian di terjemahkan

melalui perbuatan berdasarkan firasat terhadap kebenaran dan kepercayaan

yang dimilikinya.

b. Persepsi Orang tua tentang Calistung Anak

Persepsi Orang tua tentang Calistung Anak adalah pemikiran orang

tua tentang tuntutan calistung pada sekolah PAUD mengenai kemampuan

dasar yang harus dimiliki seorang anak agar anak mampu membaca,

menulis dan berhitung. Hal itu disebabkan karena adanya syarat dan

13
ketentuan utama untuk memasuki jenjang pendidikan selanjutnya (Sekolah

Dasar). Dengan adanya fenomena tersebut perlu adanya komunikasi antara

guru dengan orang tua yang tujuan untuk memberikan pemahaman terkait

pembelajaran yang seharusnya dilakukan di PAUD, sehingga tidak adanya

tuntutan orang tua atau perbedaan pandangan terkait pembelajaran di

PAUD. Meskipun perlu adanya pembelajaran calistung tentunya dengan

cara yang tepat dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak.

Sebagaimana pendidikan anak usia dini merupakan tanggungjawab

bersama perlu adanya “duduk bersama” antara pihak orang tua, guru paud,

serta guru sekolah dasar sehingga tidak ketimpangan pembelajaran untuk

anak, sehingga anak tidak menjadi korban dari kebijakan maupun

keegoisan salah satu pihak.

Di dalam pendidikan anak usia dini saat ini khususnya dalam

pembelajaran dan pencapaian lebih menekankan pada pencapaian

kemampuan anak yang berorientasi akademik. Seperti yang diungkapkan

oleh Martuti ((Lutfatulatifah & Yuliyanto, 2017) “Seharusnya

pembelajaran yang dilakukan pada anak usia dini tidak semata-mata untuk

kemampuan calistung saja, akan tetapi lebih diarahkan untuk

mengembangkan berbagai potensi pada diri anak seperti fisik, kognitif,

bahasa, dan sosio-emosional”.

14
c. Dampak Calistung

Dampak Positif di mana anak yang menguasai calistung sejak dini :

a. Lebih mandiri dan percaya diri

b. Kepribadian lebih konstruktif

c. Mudah mengikuti pembelajaran

d. Senang bersekolah

e. Keingintahuan terarah

f. Konsep diri kuat

g. Minat pada multi kegiatan

h. Kemampuan bertransaksi

Dampak Negatif Tak jarang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)

menerapkan penguasaan baca, tulis, hitung (calistung) kepada anak usia

dini. Akan tetapi, sistem pengajaran yang tidak tepat serta penggunaan

calistung sebagai standar evaluasi anak usia dini memiliki dampak negatif

bagi anak. Ketua Divisi Tumbuh Kembang Anak dan Remaja Departemen

Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Ahmad Suryawan mengatakan

calistung tidak boleh dijadikan program evaluasi prestasi pada anak usia

dini. Calistung, lanjut Suryawan, hanya boleh diajarkan kepada anak usia

dini dalam bentuk pengenalan saja. (Haris & Rukmana, 2017)

Ketidaksiapan anak memasuki SD menunjukkan bahwa pada anak

usia 2-7 tahun yang belum genap 7 tahun anak terdapat pada fase pra-

operasional, sehingga anak pada usia tersebut belum cocok untuk

15
mendapatkan pembelajaran Calistung yang memerlukan cara berpikir

secara terstruktur (Pratiwi, 2015). Calistung jika diajarkan seperti halnya

anak usia diatas 7 tahun maka akan berakibat fatal karena anak-anak

kehilangan periode emasnya dan masa bermainnya sehingga anak

kehilangan gairah belajarnya karena menganggap pelajaran tersebut sangat

sulit dan tidak menyenangkan. Secara psikis anak akan mengalami tekanan

karena harus menguasai materi dengan cara yang tidak disukai anak.

Ketika memasuki kelas 3 sampai 4 SD anak akan menganggu proses

pembelajaran, merasakan kebosanan, kejenuhan, malas dan mogok belajar

serta sekolah karena merasa adanya penekanan pada otaknya yang terforsir

untuk belajar Calistung sudah kelelahan. Pembelajaran Calistung yang

terlalu dipaksakan dan terburu-buru kepada anak maka akan

mempengaruhi kecerdasan mental anak yang meliputi keseluruhan unsur-

unsur jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, dan perasaan yang tercermin

dalam sikap dan perbuatan atau terlihat dari sistem psikomotor serta

psikofisiknya. Sistem psikofisik merupakan kebiasaan, sikap, nilai,

keyakinan,keadaan emosi, perasaan dan kekuatan motivasi yang

menentukan jenis penyesuaian yang akan dilakukan anak (Hurlock, 1978).

Misalnya, membuat anak tidak mampu menunjukkan emosi yang tepat

dikarenakan pengendalian emosi intrapersonalnya terganggu, sulit

menunjukkan empati, mengalami gangguan konsentrasi, gangguan

komunikasi anak baik dengan teman seusia maupun dengan orang yang

lebih dewasa, gangguan perilaku misalnya ketidakmandirian anak, serta

16
ketidakpercayadirian, dapat beresiko strees, depresi dan gangguan mental

pada usia remaja hingga dewasa lainnya. Penghambat pertumbuhan

kecerdasan mental anak biasa disebut dengan mental hectic yaitu saat anak

bisa menjadi pemberontak. Mental hectic muncul karena orang tua yang

memberikan harapan terlalu tinggi kepada anak untuk dapat menguasai

calistung secara sejak dini yang tidak sesuai dengan karakter atau tahap

perkembangan anak, sehingga membuat anak tidak mampu menunjukkan

emosi yang tepat.

Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan anak menampilkan

kemampuan akademik di bawah potensi standar anak dibuktikan dengan

adanya perbandingan prestasi belajar siswa yang mendapat Calistung lebih

rendah dari pada siswa yang tidak mendapat Calistung di PAUD, sebagian

resiko itu baru muncul dan berdampak dalam jangka waktu panjang yaitu

ketika anak memasuki usia remaja hingga dewasa.

Menurut (Rahayu, 2018) Calistung adalah hal yang mendasar yang

perlu dikenalkan kepada anak sejak dini. Membaca dan menulis anak akan

mampu menyerap dan menyampaikan segala informasi yang diterimanya

dan dengan berhitung anak lebih mampu mengembangkan aspek logika

berpikir.

Calistung menurut Whitten, Labby & Sullivan berpendapat bahwa

“Membaca, menulis dan berhitung merupakan pondasi bagi suatu system

pendidikan dan pembelajaran, pondasi yang dimaksud adalah kecakapan

17
siswa dalam hal membaca, menulis dan berhitung merupakan kecakapan

dasar yang harus dimiliki oleh siswa untuk mendapatkan pengetahuan

baru, jika siswa tidak memiliki kemampuan tersebut akan sulit bagi siswa

untuk mendapatkan pengetahuan baru”. (Adha, Sunandar, & Ariyanti,

2019)

Menurut Montessori dalam (Istiyani, 2014) pada saat anak mulai

memasuki usia empat tahun, mereka akan belajar membaca dan menulis

dengan sangat antusias. Karena mereka masih berada di dalam periode

kepekaan umum terhadap bahasa. Mereka baru saja menguasai bahasa

secara tidak sadar, dan ingin belajar semua hal pada tingkatan yang lebih

sadar, dan aktifitas membaca dan menulis mengijinkan mereka melakukan

hal ini. Sebaliknya, apabila anak harus menunggu sampai umur enam atau

tujuh tahun untuk belajar bahasa tertulis seperti biasa dilakukan di

sekolah-sekolah, tugas ini akan menjadi lebih sulit karena periode

kepekaan terhadap bahasa sudah berlalu.

Kesimpulan : Dampak Calistung adalah Anak akan mudah jenuh,

bosan bahkan mogok belajar karena terlalu diburu-buru dalam melakukan

pembelajaran calistung di usia dini, sehingga ketika sudah kelas 3 atau 4

SD anak sudah bosan karena otaknya yang terlalu diforsil sudah merasa

lelah. Selain itu, dapat menganggu kecerdasan mental anak serta gangguan

emosi yang tidak wajar akibat adanya tekanan dan stress sehingga

menghambat pertumbuhan kecerdasan mental anak yang disebut mental

hectic yaitu saat anak bisa menjadi pemberontak.

18
d. Cara Baik Menerapkan Calistung di PAUD

Topik pelajaran pada Calistung bukanlah yang akan menghambat

seorang anak untuk mempelajarainya, akan tetapi yang terpenting adalah

cara pembelajaran yang disesuaikan dengan gaya belajar anak sehingga

pembelajaran akan terasa menyenangkan dan membangkitkan semangat

serta minat anak untuk terus belajar. Penerapan pembelajaran Calistung di

PAUD dengan mempertimbangkan prinsip belajar anak yaitu dengan dunia

bermain yang merupakan dunia anak (Istiyani, 2014). Pembelajaran

tersebut berpusat pada anak sehingga anak dapat menerima pembelajaran

tersebut tanpa ada pemaksaan dari pendidik untuk belajar Calistung.

Pendidik bisa memulai untuk mengenalkan Calistung dengan pengenalan

simbol-simbol, huruf-huruf dan angka-angka sebagai dasar pembelajaran

di PAUD. Belajar Calistung bukanlah hal yang sulit untuk diterapkan

pada PAUD, yang terpenting adalah cara metode penyampaian dan

pembelajarannya sehingga anak-anak tidak merasa berat pada penguasaan

akademik pada Calistung, tetapi mereka justru akan menganggap bahwa

kegiatan belajar mereka tidak berubah dari kegiatan bermain dan bahkan

kegiatan belajarnya memang berbentuk sebuah permainan. Kecerdasan

mental anak akan berkembang dengan baik apabila orang yang lebih

dewasa di sekitarnya memberikan bimbingan, petunjuk dan pendampingan

pada setiap kegiatan anak agar dapat terpantau dengan baik (Pratiwi,

2015).

19
Kesimpulan : Cara baik menerapkan pembelajaran calistung

tentunya dengan kegiatan bermain yang sesuai dengan prinsip dasar anak

usia dini. Pembelajaran yang dilakukan tanpa adanya paksaan dan dapat

dilakukan dengan cara memberikan dasar pembelajaran di PAUD yaitu

pengenalan simbol-simbol, huruf-huruf dan angka-angka. Metode

pembelajaran yang digunakan guru harus tepat sehingga kecerdasan anak

akan tumbuh dengan baik dan optimal.

2. Perkembangan Calistung pada Anak Usia 5-6 Tahun

Para ahli maupun masyarakat umumnya sudah mengakui betapa

pentingnya pendidikan yang diberikan kepada anak-anak usia dini.

Demikiannya penting hingga usia dini sering disebut the golden age (usia

emas) yang merupakan masa di mana anak mulai peka atau sensitif untuk

menerima rangsangan. Aktivitas mengajarkan membaca, menulis dan

berhitung pada pendidikan anak usia dini masih menjadi pro dan kontra

yang masing-masing memiliki alasan yang baik. Bagi yang tidak setuju,

didasarkan oleh teori psikologi perkembangan Jean Piaget. Pada anak-

anak usia di bawah 7 tahun tidak boleh diajari membaca, menulis dan

berhitung karena menurut piaget anak di bawah usia 7 tahun belum

mencapai fase operasional konkrit. Fase operasional konkrit adalah fase di

mana anak sudah berpikir terstruktur. Piaget khawatir anak-anak akan

terbebani jika calistung diajarkan pada anak-anak di bawah usia 7 tahun.

Menurut piaget memandang anak sebagai partisipan aktif di dalam

proses perkembangan. Beliau menyebutkan beberapa tahapan pada aspek

20
ini: 1) Tahap sensorimotor, usia 0-2 tahun. Masa ini masih terbatas pada

gerak-gerak refleks, 2) Tahap pra-operasional, usia 2-7 tahun. Anak sudah

mulai berkembang bahasanya walaupun belum mampu berpikir abstrak, 3)

Tahap konkret operasional, 7-11 tahun. Anak sudah mampu

menyelesaikan, menyusun, melipat dan seterusnya. dan 4) Tahap Formal

operasional, usia 11-15 tahun anak sudah mampu berpikir tingkat tinggi,

sudah berpikir abstrak. Perkembangan intelektual atau perkembangan

kognitif dapat dipandang sebagai suatu perubahan dari suatu keadaan

seimbang ke dalam keseimbangan baru. Perkembangan pada individu

bersifat dinamis, perubahan yang terjadi lambat kadang-kadang cepat.

(Rahayu, 2018)

Lingkup perkembangan kogntif pada anak usia 5-6 tahun terdiri

dari pengetahuan umum dan sains serta matematika. Adapun matematika

pada anak usia 3-6 tahun menurut Alpaslan & Erden (2016) menekankan

pada pentingnya pengenalan bilangan dan kemampuan untuk

mengimprovisasi anak dalam mengenalkan bilangan. Kemampuan ini

dapat dilihat dari kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan,

menghitung pada batas tertentu bahkan mengenal penambahan dan

pengurangan secara sederhana. (Rekysika & Haryanto, 2019)

Dalam Peraturan Pemerintahan Pendidikan dan Kebudayaan

(Permendikbud 137 Tahun 2014) bahwa di dalam STPPA menyebutkan

tentang Perkembangan Calistung pada anak usia 5-6 tahun sebagai berikut :

21
 Perkembangan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun

a. Memahami Bahasa

- Mengerti beberapa perintah secara bersamaan

- Mengulang kalimat yang lebih kompleks

- Memahami aturan dalam suatu permainan

- Senang dan menghargai bacaan

b. Mengungkapkan Bahasa

- Menjawab pertanyaan yang lebih kompleks

- Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama

- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta

mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan

berhitung

- Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok

kalimat-predikat keterangan)

- Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekpresikan ide pada

orang lain

- Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan

- Menunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita

c. Keaksaraan

- Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi yang sama

- Berkomunikasi secara lisan, memiliki perbendaharaan kata, serta

mengenal simbol-simbol untuk persiapan membaca, menulis dan

berhitung

22
- Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok

kalimat-predikat keterangan)

- Memiliki lebih banyak kata-kata untuk mengekspresikan ide pada

orang lain

- Melanjutkan sebagian cerita/dongeng yang telah diperdengarkan

- Menunjukkkan pemahaman konsep-konsep dalam buku cerita

- Membaca nama sendiri

- Menuliskan nama sendiri

- Memahami arti kata dalam cerita

Berdasarkan hasil penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa

perkembangan calistung anak usia 5-6 tahun hanya sebatas pada

pengenalan simbol-simbol huruf, mengenal suara huruf awal dari nama

benda-benda yang ada disekitarnya, menyebutkan 4 kelompok gambar

yang memiliki bunyi/huruf awal yang sama, memahami hubungan antara

bunyi dan bentuk huruf, mampu menulis dan membaca namanya sendiri.

B. Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian relevan yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam

penelitian ini adalah :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Risty Justicia dengan skripsinya yang

berjudul “PANDANGAN ORANG TUA TERKAIT PENDIDIKAN

23
SEKS UNTUK ANAK USIA DINI“ (2017) dari Universitas

Pendidikan Indonesia, Kampus Purwakarta. Penelitian ini merupakan

penelitian pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode studi kasus

(case study). Subjek dalam penelitian ini adalah 4 orang. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi,

wawancara, dan studi dokumen. Analisa data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil wawancara

dari beberapa informan disertai obervasi selama beberapa hari

diperoleh beberapa pernyataan dari orang tua masing-masing anak

bahwa orang tua memiliki pandangan tentang pentingnya pendidikan seks

bagi anak, namun masih terbatas pada pengenalan jenis kelamin anak

sebagai perempuan atau laki-laki.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Lukman Harahap dengan judul

skripsi “REVITALISASI PERAN KELUARGA DALAM

MENGATASI MENTAL HECTIC PADA ANAK USIA DINI”

(2016) dari IAIN Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian

kualitatif (studi kasus) dengan teknik pengumpulan data menggunakan

wawancara langsung, dan observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa tumbuhnya Mental Hectic pada anak di sebabkan oleh beberapa

factor, diataranya berasal dari metode atau teknik belajar yang kurang

berpihak pada pertumbuhan dan perkembangan anak terlebih pada

anak usia dini. Akibatnya pembelajaran menjadi beban berat, bukan

merupakan area yang menyenangkan dan mengasyikkan bagi anak

yang masih senang dengan dunia mereka yaitu bermain. Oleh karena

24
itu peran ini bisa dilakukan terutama keluarga sebagai orang terdekat

yang dapat mengarahkan serta membimbing anak supaya nantinya

anak memiliki pribadi yang sehat dan mandiri.

Adapun persamaan dan perbedaan pada kedua penelitian tersebut

antara lain :

 Persamaannya :

- Sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif dalam meneliti

- Penelitian sama-sama di lakukan di PAUD

 Perbedaannya :

- Terdapat perbedaan judul dari kedua jurnal tersebut.

- Jurnal pertama membahas tentang pandangan orang tua mengenai

pendidikan seks pada anak usia dini sedangkan jurnal kedua membahas

tentang dampak pembelajaran calistung yaitu salah satunya mental hectic.

- Tujuan penelitian jurnal pertama untuk memperoleh informasi mengenai

pandangan orang tua sedangkan pada jurnal kedua untuk memperoleh

informasi mengenai dampak pembelajaran calistung.

25
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Fokus dalam penelitian ini untuk memahami persepsi orang tua

tentang membaca, menulis dan berhitung (calistung) pada anak usia dini.

Sehingga untuk memahaminya penelitian ini menggunakan Pendekatan

kualitatif dengan jenis metode fenomenologi. Penelitian kualitatif di

definisikan sebagai metodologi yang menyediakan alat-alat dalam

memahami arti secara mendalam yang berkaitan dengan fenomena yang

kompleks dan prosesnya dalam praktik kehidupan sosial. (Helaludin &

Wijaya, 2019)

Selanjutnya, Djamal (2017) menyatakan bahwa kualitatif adalah

sebuah penelitian yang menekankan sebuah proses dalam memperoleh

data melalui kontak yang intensif dan membutuhkan waktu lama dalam

berinteraksi di lapangan. Hal tersebut senada dengan pendapat Burns dan

Grove bahwa penelitian kualitatif adalah sebuah sistem dan pendekatan

subjektif untuk menjelaskan dan menyoroti pengalaman hidup sehari-hari.

(Helaludin & Wijaya, 2019). Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa

jenis penelitian diantaranya: studi kasus, fenomenologi, deskriptif, studi

historis, etnografis, grounded theory dan lain-lain. Sehingga yang

digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

26
metode fenomenologi.. Hal ini dimaksudkan untuk membangun

pengetahuan berdasarkan pengalaman seseorang secara signifikan. Dalam

penelitian kualitatif, Fenomenologi adalah penelitian kualitatif yang

mencakup fenomena yang berada di luar itu, seperti persepsi, pemikiran,

kemauan, dan keyakinan subjek tentang “sesuatu” di luar dirinya (Idrus,

2009:59). Creswell (2013:76) mengungkapkan bahwa tujuan dari

fenomenologi itu sendiri adalah kembali pada realita yang ada. Selain itu

Kuswarno (2008:21) berpendapat bahwa fenomenologi tidak berusaha

untuk mencari pendapat benar dan salah, tetapi untuk mereduksi kesadaran

manusia dalam memahami fenomena yang tampak dihadapannya.

Sehingga untuk menggali pemahaman responden dalam pengumpulan data

peneliti melakukan wawancara langsung dengan orang tua menggunakan

metode wawancara Semi-struktur (Semistructure Interview) yang

bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi orang tua terhadap

pembelajaran calistung anak usia 5-6 tahun.

Wawancara Semi-struktur adalah jenis wawancara yang bertujuan

untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang

diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan

wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa

yang dikemukakan oleh informan. (Sugiyono, 2018). Peneliti sudah

menyiapkan daftar pertanyaan namun dalam pelaksanaan wawancara

tersebut tidak harus berurutan dan dapat dimodifikasi pada saat wawancara

berlangsung berdasarkan situasi yang dibutuhkan. Wawancara tersebut

27
dilakukan dengan dua responden yang bekerja pada lembaga yang sama

dan menerapkan pembelajaran calistung. Setelah data terkumpul langkah

selanjutnya yakni menganalisis data dengan menggunakan metode

Analisis Fenomenologis Interpretatif (AFI). Dalam Smith (2009:97)

dijelaskan bahwa AFI bertujuan untuk mengungkap secara detail

bagaimana partisipan memaknai dunia personal dan sosialnya dengan

menekankan pada persepsi atau pendapat personal individu tentang objek

atau peristiwa. Penelitian AFI dilaksanakan dengan ukuran sampel kecil.

(Lutfatulatifah & Yuliyanto, 2017)

Menurut Smith Hajaroh dalam (Lutfatulatifah & Yuliyanto, 2017)

memaparkan tahap-tahap AFI yang dilaksanakan sebagai berikut:

1. Reading and re-reading, peneliti membaca dan membaca kembali

unuk mendalami transkrip yang telah diperoleh

2. Initial noting, peneliti mencari teks yang bermakna, penting atau

menarik dari transkrip wawancara

3. Developing Emergent themes, mengembangkan kemunculan tema

dengan mambaca transkrip berulang kali

4. Searching for connections across emergent themes, mencari

hubungan antar tema yang muncul setelah peneliti menetapkan sub

kategori tema yang telah diurutkan secara kronologis dan ditemukan

21 makna, dengan 3 subkategori yang menjadi 2 tema yang saling

berhubungan

28
5. Moving the next cases, yakni berpindah dari satu transkrip

wawancara dengan satu koresponden ke transkrip koresponden

selanjutnya

6. Looking for patterns across cases, pada tahap terakhir analisis ini

mencari pola yang muncul antar kasus/partisipan.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Tempat yang dijadikan penelitian adalah TK Negeri Pembina Akhlaqul

Karimah, Jl. HR. Rasuna Said, Kel. Kunciran Jaya, Kec. Pinang, Kota

Tangerang, Kode Pos : 15144. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei

2020 sampai bulan Juli 2020. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 3.1

Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu Keterangan

1. Pengajuan Judul Mei 2019 Sudah di lakukan

Bimbingan Proposal November-April Sudah di lakukan


2.
2019

3. Seminar Proposal Skripsi April-Mei 2020 Sudah di lakukan

Bimbingan dan Hasil Revisi April 2020 Sudah di lakukan


4.
Hasil Seminar

5. Pembuatan Instrument April 2020 Sudah di lakukan

29
Penelitian

6. Pengumpulan Data Mei-Juni 2020 Sudah di lakukan

7. Pengolahan dan Analisis Data Juni-Agustus 2020 Sudah di lakukan

8. Ujian Skripsi September 2020 Sudah di lakukan

C. Sumber dan Jenis Data Penelitian

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ini ialah kata-kata

dan tindakan, serta dokumen.

1. Kata-kata dan tindakan, merupakan sumber data utama dalam

penelitian kualitatif, adapun teknik pengumpulan data digunakan

melalui pengamatan dan wawancara dengan mengamati setting dan

wawancara para informan yang kompeten dengan fokus masalah yang

diteliti. Sumber data ini dapat dicatat dengan catatan tertulis atau

melalui rekaman video, rekaman tape recorder, pengambilan foto atau

kamera. Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan berperan

serta dan wawancara mendalam merupakan usaha gabungan dari

kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya.

2. Dokumentasi, merupakan data tambahan yang mendukung data utama

yang didapatkan peneliti dari melihat, mendengar dan bertanya.

Dokumentasi merupakan sumber data tertulis, seperti buku, majalah

ilmiah, arsip. Dokumen pribadi dan dokumen resmi, foto dan data

30
statistik. Menurut (Warniati, 2015) Data yang dikumpulkan dibagi

menjadi dua bagian yaitu : (1) Data Primer dan (2) Data Sekunder.

1. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari orang

pertama, yaitu hasil wawancara dengan orang tua murid.

2. Data Sekunder adalah data-data yang sudah tersedia ditempat yang

akan diteliti, seperti surat-surat, gambar-gambar, foto-foto, data

statistik, film dan website yang mudah diakses.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini adalah berbentuk kualitatif yaitu dalam

bentuk pemaparan atau narasi. Teknik pengumpulan data yang utama

adalah observasi participant, wawancara mendalam studi dokumentasi,

dan gabungan ketiganya atau trianggulasi. Teknik pengumpulan data

menggunakan observasi dan wawancara. (Sugiyono, 2012)

Berikut ini adalah teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian adalah :

1. Observasi

Menurut Nasution dalam (Sugiyono, 2012) “Observasi adalah

dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja

berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh

melalui observasi”. Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

observasi partisipatif, yaitu dimana peneliti terlibat dengan kegiatan

31
sehari-hari orang yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber

dalam penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan

apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka dukanya.

Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih

lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap

perilaku yang tampak. (Sugiyono, 2012)

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan

langsung terhadap anak di TK Negeri Pembina Akhlaqul Karimah. Berikut

Pedoman Observasi yang akan peneliti lakukan di lapangan :

TABEL 3.2

Pedoman Observasi

No Kegiatan Observasi Sasaran Observasi

1. Mengamati kemampuan anak


dalam kegiatan membaca
(Pengenalan huruf) pada kegiatan
jurnal pagi
2. Mengamati kemampuan menulis
anak pada saat bermain di sentra
persiapan Anak usia 5-6 tahun
3. Mengamati kemampuan berhitung
anak pada saat bermain di sentra
persiapan
4. Mengamati sikap anak dalam
penerimaan tentang pembelajaran
calistung di sekolah

32
2. Wawancara

Menurut Esterberg dalam (Sugiyono, 2012) “Wawancara adalah

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya

jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu”.

Menurut Susan Stainback dalam (Sugiyono, 2012) “Dengan wawancara,

maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang

partisipan dalam menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di

mana hal ini tidak bisa ditemukan melalui observasi”.

Teknik yang akan peneliti lakukan adalah teknik wawancara

langsung dengan menggunakan wawancara Semi-struktur (Semistructure

Interview) yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi orang tua

terhadap pembelajaran calistung anak usia 5-6 tahun. Berikut Pedoman

Wawancara yang akan penulis gunakan di lapangan :

TABEL 3.3

Pedoman Wawancara

No Kegiatan Wawancara Target Wawancara

1. Bagaimana persepsi orang tua terhadap


pembelajaran calistung anak ?
2. Apakah orang tua ikut serta dalam kegiatan
belajar anak ?
3. Apa yang dilakukan orang tua pekerja agar Orang tua
anaknya tetap mampu calistung ?
4. Bagaimana pendapat orang tua jika anaknya
belum mampu calistung ?
5. Bagaimana cara orang tua memotivasi anak
agar mau mengikuti pembelajaran calistung ?

33
3. Studi dokumen

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian,

sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.

Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa

dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang

dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen

merupakan perlengkapan dari penggunaan metode observasi dan

wawancara dalam penelitian kualitatif. (Sugiyono, 2012)

4. Catatan Lapangan

Catatan lapangan berupa narasi yang menceritakan tentang

kejadian selama proses kegiatan belajar mengajar, catatan lapangan dapat

diperoleh melalui pengamatan yang dilakukan peneliti selama kegiatan

belajar mengajar berlangsung dan pengamatan yang di lakukan di TK

langsung.

E. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan

valid apabila tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan

apa yang sesunggungnya terjadi pada objek yang diteliti. Tetapi perlu

diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut penelitian kualitatif tidak

34
bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada kemampuan peneliti

mengkonstruksi fenomena yang diamati, serta dibentuk dalam diri

seseorang sebagai hasil proses mental tiap individu dengan berbagai latar

belakangnya. (Sugiyono, 2012).

Menurut (Sugiyono, 2012) Keabsahan data dalam penelitian kualitatif

meliputi uji credibility (validitas internal), transferability (validitas

eksternal), dependability (reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas).

Uji kredibilitas
data

Uji
transferability

Uji keabsahan
data

Uji
dependability

Uji
confirmability

(Gambar 3.1)

35
1. Uji Kredibilitas

Uji kredibilitas data atau atau kepercayaan terhadap data hasil

penelitian kualitatif dilakukan dengan cara :

Perpanjangan
pengamatan

Peningkatan
ketekunan

Trianggulasi

Uji Kredibilitas
data

Diskusi
dengan teman

Analisis Kasus
Negatif

Member
Check

(Gambar 3.2)

36
a. Perpanjangan Pengamatan

Artinya peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan,

wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang

baru.

b. Meningkatkan Ketekunan

Artinya melakukan pengamatan secara lebih cermat dan

berkesinambungan.

c. Triangulasi

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara, dan berbagai waktu.

d. Diskusi dengan Teman (Menggunakan bahan referensi)

Artinya adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah

ditemukan oleh peneliti.

e. Analisis Kasus Negative

Artinya kasus yang tidak sesuai atau berbeda dengan hasil

penelitian hingga pada saat tertentu.

f. Member Check

Artinya proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada

pemberi data.

37
2. Pengujian Transferability

Transferability merupakan validitas eksternal dalam penelitian

kuantitatif. Validitas eksternal menunjukkan derajat ketepatan atau dapat

diterapkannya hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut diambil.

3. Pengujian Dependability

Dalam penelitian kuantitatif disebut reliabilitas. Penelitian reliable

adalah apabila orang lain dapat mengulangi/mereplikasi proses penelitian

tersebut.

4. Pengujian Konfirmability

Dalam penelitian kuantitatif disebut uji obyektivitas penelitian.

Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak

orang.

38
DAFTAR PUSTAKA

Adha, M. A., Sunandar, A., & Ariyanti, N. S. (2019). “Analisis Prospektif


Kebijakan Penghapusan Pembelajaran Calistung Pada Kelas Rendah Sekolah
Dasar.” Jurnal Manajemen Dan Supervisi, 3(3).

Anggraini R. (2013). “Persepsi Orangtua terhadap Anak Berkebutuhan Khusus.”


E-JUPEKhu (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus), 1. Retrieved from
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/viewFile/951/807

Ani, & Fitria, E. (2019). “Peranan Orang Tua Dalam Mengembangkan Membaca
Permulaan Anak Usia 5-6 Tahun.” 10(1).

Anita, F., Wahyuni, R., & Daniel, S. (2019). “Perbedaan Prestasi Belajar Anak
Usia Sekolah Pada Pembelajaran Membaca, Menulis, Berhitung (Calistung)
Dini di SD Katolik Hati Kudus Rajawali Makassar.” Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Asiah, N. (2018). “Pembelajaran Calistung Pendidikan Anak Usia Dini Dan Ujian
Masuk Calistung Sekolah Dasar Di Bandar Lampung.” Terampil : Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Dasar, 5(1).
https://doi.org/10.24042/terampil.v5i1.2746

Eminita, V., & Astriyani, A. (2018). “Persepsi Orang Tua terhadap Kecerdasan
Majemuk Anak.” Pendidikan Matematika Dan Matematika, 4.

Erhamwilda. (2004). “Studi Tentang Harapan Orang Tua Dalam Pembinaan


Anak.”

Haris, T., & Rukmana, S. (2017). “Pengaruh Pengenalan Calistung Terhadap


Hasil Belajar Siswa di TK Anak Sholeh An-Nur Kecamatan Cerme Lor.”
Ilmiah Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, 4.

39
Helaludin, & Wijaya, H. (2019). “Analisis Data Kualitatif Sebuah Tinjauan Teori
& Praktik” (Pertama).
Hosna, R. (2016). “Model Pembelajaran Terpadu Berbasis Permainan Kotak
Jaring Laba-Laba Untuk Meningkatkan Kesiapan Belajar Calistung Anak
Usia Dini pada Kelompok Bermain.” 10(2).

Istiyani, D. (2014). “Model Pembelajaran Membaca Menulis Menghitung


(Calistung) pada Anak Usia Dini Di Kabupaten Pekalongan.” Jurnal
Penelitian, 10(1). https://doi.org/10.28918/jupe.v10i1.351

Lutfatulatifah, L., & Yuliyanto, S. W. (2017). “Persepsi Guru tentang Membaca,


Menulis, dan Berhitung pada Anak Usia Dini.” Golden Age: Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini, 1(1). https://doi.org/10.29313/ga.v1i1.2766

Mursid. (2015). “Belajar dan Pembelajaran Paud” (N. N. Muliawati, ed.).


Bandung: PT. Reaja Rosdakarya.

Nadar, W. (2017). “Persepsi Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks Untuk Anak
Usia Dini.” Pendidikan Anak Usia Dini, 1(2580 – 4197).

Novrinda, Kurniah, N., & Yulidesni. (2017). “Peran Orang Tua Dalam Pendidikan
Anak Usia Dini DiTinjau Dari Latar Belakang Pendidikan.” Raudhatul
Athfal: Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini, 1(1).
https://doi.org/10.19109/ra.v1i1.1526

Pratiwi, E. (2015). “Pembelajaran Calistung Bagi Anak Usia Dini Antara Manfaat
Akademik dan Resiko Menghambat Kecerdasan Mental Anak.” “Inovasi
Pembelajaran Untuk Pendidikan Berkemajuan.” Retrieved from
http://semnas.fkip.umpo.ac.id/wp-content/uploads/2015/12/033-Ema-
Pratiwi.pdf

Rahayu, N. (2018). “Pembelajaran Calistung Bagi Anak Usia Dini.” 1(2).

Rekysika, N. S., & Haryanto. (2019). “Media Pembelajaran Ular Tangga Bilangan
Untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun.”
Pendidikan Anak Usia Dini, 10(1).

40
Rumbewas, S. S., Laka, B. M., & Meokbun, N. (2018). “Peran Orang Tua Dalam
Miningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik di Sd Negeri Saribi.” 2(2).

Sugiyono. (2012). “Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R & D).” Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2018). “Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D.”


Retrieved from www.cvalfabeta.com

Warniati, R. (2015). “Peran Orang Tua dalam Kemampuan Sosial Anak di TK Al-
Fityan School Tangerang.” Tangerang.

Yus, A., & Ray, D. (n.d.). “Persepsi Orang Tua dan Guru Tentang Bermain dan
Belajar Anak Usia Dini.” (2).

41

Anda mungkin juga menyukai