Modul Contoh Penyelesaian Soal Perpindah
Modul Contoh Penyelesaian Soal Perpindah
I. Pendahuluan
Perpindahan panas adalah salah satu faktor yang sangat menentukan operasional
suatu pabrik Kimia. Penyelesaian soal-soal perpindahan kalor secara kuantitatif biasanya
didasarkan pada neraca energi dan perkiraan laju perpindahan kalor. Perpindahan panas
akan terjadi apabila ada perbedaan temperatur antara 2 bagian benda. Panas akan
berpindah dari temperatur tinggi ke temperatur yang lebih rendah. Panas dapat berpindah
dengan 3 cara, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Pada peristiwa konduksi, panas
akan berpindah tanpa diiukti aliran medium perpindahan panas. Panas akaan berpindah
secara estafet dari satu partikel ke partikel yang lainnya dalam medium tersebut. Pada
peristiwa konveksi, perpindahan panas terjadi karena terbawa aliran fluida. Secara
termodinamika, konveksi dinyatakan sebagai aliran entalpi, bukan aliran panas. Pada
peristiwa radiasi, energi berpindah melalui gelombang elektromagnetik.
Ada beberapa alat penukar panas yang umum digunakan pada industri. Alat-alat
penukar panas tersebut antara lain: double pipe, shell and tube, plate-frame, spiral, dan
lamella.Penukar panas jenis plate and frame mulai dikembangkan pada akhir tahun 1950-
N. Banyak penelitian yang telah dilakukan pada penukar panas jenis ini, namun
umumnya fluida operasi yang digunakan adalah air.
Pada praktikum ini, fluida yang digunakan adalah udara. Fluida udara
dimanfaatkan sebagai fluida operasi karena kalor yang dihasilkan flue gas dari operasi
suatu pabrik belum dimanfaatkan secara maksimal. Praktikum ini juga merupakan salah
satu usaha pengakjian lebih dalam mengenai flue gas.
b
Hasil praktikum diharapkan tampil dalam bentuk korelasi N NU = a.N RE .
Dengan demikian didapat korelasi antara bilangan Reynolds dengan bilangan Nusselt.
-1/26-
Panduan Pelaksanaan Laboratorium Instruksional I/II
II. Tujuan
III. Sasaran
Pengoperasian suatu pabrik tidak lepas dari proses perpindahan panas yang
terjadi antara dua fluida yang berbeda temperaturnya. Alat yang digunakan adalah
penukar panas (heat exchanger). Penukar panas adalah peralatan proses yang digunakan
untuk memindahkan panas dari dua fluida yang berbeda dimana perpindahan panasnya
dapat terjadi secara langsusng (kedua fluida mengalami pengontakan) ataupun secara
tidak langsung (dibatasi oleh suatu dinidng pemisah/ sekat). Fluida yang mengalami
pertukaran panas dapat berupa fasa cair-cair, cair-gas, dan gas-gas.
Dalam melakukan perancangan penukar panas harus diperhitungkan faktor
perpindahan panas pada fluida dan kebutuhan daya pompa mekanis untuk mengatasi gaya
gesek dan menggerakkan fluida. Penukar panas untuk fluida kerja yang memiliki rapat
massa besar (fluida cair), energi yang hilang akibat gesekan reletif lebih kecil daripada
energi yang dibutuhkan sehingga pengaruh yang merugikan ini jarang diperhitungkan.
Sedangkan untuk fluida yang rapat massanya rendah seperti gas, penambahan energi
mekanik dapat lebih besar dari laju panas yang dipertukarkan. Pada sistem pembangkit
daya termal, energi mekanik dapat mencapai 4 sampai 10 kali energi panas yang
dibutuhkan.
Ada tiga tipe penukar panas yang sering digunakan, yakni plate and frame/
gaskette plate (umumnya disebut plate exchanger), spiral plate, dan lamella. Kesamaan
dari ketiga konfigurasi ini adalah permukaan pemindahan panas sama-sama terdiri dari
paralel lempeng logam yang dipisahkan permukaan kontak dan panas yang diterima
mengubah aliran fluida pada saluran tipis.
Penukar panas jenis plate adalah penukar panas yang dapat memindahkan panas
lebih baik dari 2 konfigurasi lainnya. Kelebihan lain penukar panas jenis plate ini adalah:
1. fleksibel dalam penyusunan arah alir fluida
2. memiliki laju perpindahan panas yang tinggi
3. mudah dalam pengecekan/ inspeksi dan perawatan.
Proses pertukaran panas di industri digunakan untuk pemenuhan kebutuhan unit
proses dan untuk konservasi energi. Penukar panas yang baik adalah yang memiliki laju
perpindahan panas seoptimal mungkin. Ketidakoptimalan laju perpindahan panas
ditentukan nilai koefisien perpindahan panas keseluruhan (U). Hasil-hasil penelitian yang
telah dipublikasikan menunjukkan bahwa perubahan fluks massa udara dapat
meningkatkan nilai U untuk setiap laju alir massa flue gas konstan pada lat penukar panas
jenis plat. Marriot (1971) membatasi rentang bilangan Reynolds yang efektif untuk fluida
operasi gas-gas adalah 10-400. Pada bilangan Reynolds yang terlalu tinggi, laju alir
fluida juga akan tinggi, yang akan menyebabkan perpindahan panas tidak efektif.
Praktikum ini dilakukan dengan menggunakan penukar panas plate and frame
dengan beberapa karakteristik, antara lain penukar panas pelat bersaluran jamak banyak
saluran, beraliran berlawanan arah, dan beraliran menyilang. Variabel yang terlibat dalam
percobaan ini adalah besarnya laju alir massa fluida yang menentukan bilangan Reynolds
operasi. Laju alir fluida dihitung dengan menggunakan rotameter yang telah dikalibrasi
terleih dahulu. Pembacaan temperatur fluida menggunakan termokopel yang ditempatkan
pada aliran masuk dan keluar fluida panas maupun fluida dingin. Karakteristik yang akan
diamati berupa laju perpindahan panas Q, fluks kalor hilang qloss, koefisien perpindahan
panas konveksi h, bilangan Reynolds, dan bilangan Nusselt.
2. paralel
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alirnya lebih besar dan beda
temperaturnya rendah
3. seri paralel
Pola ini digunakan untuk fluida yang laju alir dan beda temperaurnya tidak
terlalu tinggi (menengah)
Penukar panas jenis pelat terdiri atas pelat-pelat tegak lurus yang dipisahkan
sekat-sekat berukuran antara 2 sampai 5 mm. Pelat-pelat ini berbentuk empat persegi
panjang dengan tiap sudutnya terdapat lubang. Melalui dua di antara lubang-lubang ini
fluida yang satu dialirkan masuk dan keluar pada satu sisi, sedangkan fluida yang lian
karena adanya sekat mengalir melalui ruang antara di sebelahnya. Struktur umum
penukar panas kenis pelat yang dipublikasikan Marriot, 1971 dapat dilihat pada gambar 1
berikut.
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas, dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah yang berlawanan dan keluar
sistem dalam arah yang berlawanan juga. Gambar 3 menunjukkan skema arah aliran pada
penukar pelat berlawanan arah.
1 1 xw 1
= + + (2)
Uc hc dA w dA h
k h h
dA c dA c
dimana :
1
= tahanan panas keseluruhan atas dasar fluida panas
Uh
1
= tahanan panas keseluruhan atas dasar fluida dingin
Uc
h h = koefisien perpindahan panas di fluida panas
h c = koefisien perpindahan panas di fluida dingin
x w = tebal pelat
k = konduktivitas pelat
Perpindahan panas menjadi:
dQ
= U(Th − Tc ) (3)
dA
dQ
h h = dA (4)
Th − Tw,h
dQ
h c = dA (5)
Tw,c − Tc
dQ/dA adalah fluks panas per unit perpindahan panas di maan perbedaan temperatur (Th-
Tc). U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan, Tw adalah temperatur dinding
pelat. Gradien temperatur pada proses konveksi paksa ditunjukkan pada Gambar 5.
Karena harga Th dan Tc berbeda untuk tiap titik, digunakan beda temperatur rata-
rata logaritmik (∆TLMTD). Secara matematis dirumuskan:
∆T1 − ∆T2
∆TLMTD = (6)
∆T
ln 1
∆T2
Untuk fluida dengan aliran single pass, ∆TLMTD harus dikoreksi dengan faktor 0.95.
Koreksi perlu dilakukan agar nilai yang diperoleh lebih valid. Untuk memperoleh harga
faktor koreksi (Ft) perlu terlebih dahulu dicari nilai dari konstanta tak berdimensi Z dan
ηH. Dimana:
Z=
(Th,i − Th,o )
(7)
(Tc,o − Tc,i )
dan
(T c,o − Tc,i )
ηH = (8)
(T h,i − Tc,i )
Kemudian, dengan mengaluirkannilai Z dan ηH pada Gambar 6, diperoleh nilai Ft.
Dari persamaan si atas terlihat bahwa ada beberapa variable keadaan yang terlibat, yaitu
bilangan Reynolds, bilangan Prandtl, dan bilangan Nusselt. Bilangan Reynolds
menggambarkan karakteristik aliran fluida apakah bersifat laminar atau turbulen.
Bilangan Prandtl menunjukkan karakteristik termal fluida. Sedangkan bilangan Nusselt
menggambarkan karakteristik proses perpindahan panas.
Bilangan Reynolds merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan
sebagai perbandingan antara gaya inersia terhadap gaya viscous dalam system aliran
fluida. Secara matematis dapat dirumuskan:
ρ.d.v
N RE = (10)
µ
Aliran fluida cair pada tube bersifat laminar bila bilangan Reynolds kurang dari
2100. Pada rentang bilangan Reynolds antara 2100-6000 fluida mengalir pada regim
transisi. Sedangkan jika bilangan Reynolds sudah lebih dari 6000 aliran fluida tergolong
turbulen.
Bilangan Prandtl merupakan bilangan tak berdimensi yang didefinisikan sebagai
pebandingan antara kapasitas panas fluida dikalikan viskositas terhadap konduktivitas
termal fluida. Secara matematis bilangan Prandtl dirumuskan sebagai:
C p .µ
N PR = (11)
k
dimana Cp = kapasitas panas fluida
µ = viskositas fluida
k = konduktivitas termal fluida
Berikut ini adalah bilangan Prandtl fluida udara pada tekanan atmosferik:
Temperatur Bilangan
(K) Prandtl
160 0.754
200 0.738
240 0.724
280 0.710
300 0.705
350 0.699
400 0.694
450 0.691
500 0.689
Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai bilangan Prandtl udara relatif konstan
sehingga korelasi bilangan tak berdimensi tersebut dapat disederhanakan menjadi:
b
N NU = a.N RE ( 12)
ln (N NU ) = ln a + b ln (N RE ) (13)
dT
hD dy w
N NU = = − D. (14)
k T − Tw
Dari persamaan tersebut, terlihat ada beberapa variabel yang mempengaruhi
besarnya nilai bilangan Nusselt, yaitu koefisien perpindahan panas, konveksi h, diameter
ekivalen pelat D, dan konduktivitas termal fluida k. Nilai konduktivitas termal fluida
udara pada beerbagai suhu dapat dilihat pada tabel berikut;
Temperatur (K) 300 350 400 500 600 700 800
-2
kudara (10 W/mK) 2.62 3.00 3.38 4.07 4.69 5.24 5.73
d
b c µ
N NU = a.N RE N PR . (15)
µw
dimana NNU = bilangan Nusselt
NRE = bilangan Reynolds
NPR = bilangan Prandtl
µ = viskositas fluida
µw = viskositas fluida di lapisan batas
a = 0.15-0.40
b =0.65-0.85
c = 0.30-0.45
d = 0.05-0.20
Persamaan khusus yang digunakan Marriot (1971) adalah:
0.15
0.668 0.333 µ
N NU = 0.374.N RE N PR . (16)
µw
Persamaan ini berlaku untuk fluida operasi air-air dengan rentang bilangan
Reynolds antara 10-10000. Karena µ dan µw dapat dianggap sama, maka Troupe (1960)
merumuskan hubungan di atas menjadi:
l
0.65 0.4
N NU = (0.383 − 0.0505 s ).N RE N PR (17)
dengan besaran l adalah panjang saluran dan besaran s adalah jarak aliran lokal. Untuk
pelat dengan satu macam struktur geometri, perbandingan l/s besarnya antara 1.5 sampai
10, tetapi untuk banyak tipe seperti pelat dengan struktur geometri yang bersilangan,
perbandingan l/s sulit ditentukan. Untuk aliran laminar Sieder-State merumuskan
hubungan sebagai berikut:
0.14
µ
N NU = a(.N RE N PR .d h /L) 0.333
(18)
µw
IV.7 Neraca Massa dan Energi pada Sistem Alat Perpindahan Panas
Karakteristik alat perpindahan panas ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. jenis fluida yang akan dipertukarkan panasnya
2. laju alir fluida
3. tipe aliran yang dipakai (co-current atau counter-current)
4. letak fluida panas dan dingin, di dalam atau di luar alat penukar panas
tersebut.
Dalam neraca entalpi pendingin dan pemanas didasarkan pada asumsi bahwa
dalam penukar kalor tidak terjadi kerja poros, sedang energi mekanik, energi potensial,
dan nergi kinetik semuanya kecil dibandingkan dengan suku-suku lain dalam persamaan
neraca energi. Maka, untuk satu arus dalam penukar kalor
Q= m (Hb-Ha) (19)
Dimana, m = laju aliran massa dalam arus tersebut
Q
q= = laju perpindahan kalor ke dalam arus
t
Ha dan Hb = entalpi per satuan massa arus pada waktu masuk dan pada waktu
keluar.
Penggunaan laju perpindahan kalor dapat lebih disederhanakan dengan asumsi
salah satu dari fluida dapat mengambil kalor dan melepaskan kalor ke udara sekitar jika
fluida itu lebih dingin dari udara. Perpindahan kalor dari atau ke udara sekiktar dibuat
sekecil mungkin dengan isolasi yang baik sehingga kehilangan kalor tersebut diabaikan
terhadap perpindahan kalor yang melalui dinding tabung yang memisahkan udara panas
dan udara dingin. Dengan asumsi tersebut, perpindahan kalor pada fluida panas adalah:
mh (Hhb – Hha) = qh (20)
sedangakan untuk fluida dingin adalah :
mc (Hcb – Hca) = qc (21)
Tanda qc positif sedangkan tanda qh negatif karena fluida panas menerima kalor
sedangkan fluida dingin melepas kalor. Dengan asumsi tidak ada kalor yang terbuang ke
lingkungan, maka
qc = -qh (23)
Maka persamaan neraca entalpi keseluruhan adalah
mh Cph (Thb – Tha) = mc Cpb.(Tcb – Tca) = qc (24)
Perhitungan perpindahan klalor didasarkan atas luas penukaran pemanasan yang
dinyatakan dalam laju panas per luas permukaan atas dasar luas bidang tempat
berlangsungnya aliran panas. Laju perpindahan kalor per satuan luas disebut fluks kalor.
Bila fluida dipanaskan atau didinginkan, suhu fluida di dalam pemanas ataupun
pendingin akan berbeda-beda. Jika fluida itu sedang mengalami pemanasan, suhu
minimum terdapat pada dinding pemanas, dan meningkat berangsur sampai ke pusat.
Suhu rata-rata dalah suhu yang dicapai bila keseluruhan fluida yang mengalir melalui
penampang dikeluarkan dan dicampurkan secara adiabatik sehingga didapatkan satu suhu
yang seragam.
Fluks panas terjadi dengan driving force perbedaan suhu yaitu Th-Tc (∆T). Th
adalah suhu rata-rata fluida panas dan Tc adalah suhu rata-rata fluida dingin. Perbedaan
suhu tersebut disebut Overall Local Temperature Difference. Dalam suatu alat penukar
panas ∆T tersebut berubah dari suatu titik ke titik lain sehingga fluks juga berubah. Fluks
lokal adalah dq/dA sebanding dengan nilai ∆T pada tiap titik menurut persamaan
dq
= U.∆T (25)
dA
U adalah koefisien perpindahan panas keseluruhan (overall).
Untuk menyelesaikan integrasi tersebut harus diasumsikan beberapa pengandaian untuk
penyederhanaan antara lain :
1. Koefisien U bernilai konstan
2. Kalor spesifik fluida panas dan fluida dingin konstan
3. Pertukaran kalor dengan lingkungan diabaikan
4. Aliran tunak dapat searah maupuin berlawanan arah
Supaya asumsi-asumsi ini dapat berlaku benar maka nilai ∆T harus kecil karena
sebetulnya parameter-parameter tersebut merupakan fungsi suhu. Perhitungan ∆T ini
dihitung secara LMTD.
V. Rancangan Percobaan
Termometer diletakkan pada aliran masuk dan keluar udara dan flue gas untuk
mengetahui perubahan temperatur yang terjadi pada penukar panas jenis pelat.
Gambar 8 Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi udara
Gambar 9 Alat penukar panas jenis pelat saluran jamak untuk sisi flue gas
V.1.2 Alat Penukar Panas Berlawanan Arah (Counter Current Plate Heat
Exchanger)
Pada alat penukar panas berlawanan arah, kedua fluida, flue gas dan udara
pendingin mengalir masuk ke penukar panas dalam arah berlawanan dan keluar sistem
dalam arah yang berlawanan juga. Hal ini dapat dilihat pada gambar 10 dan gambar 11.
Dengan skema peralatan tersebut diharapkan hasil yang diperoleh dapat memenuhi
rentang bilangan Reynolds antara 10-400 seperti yang ditekankan Marriot (1971).
Gambar 10 Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi udara
Gambar 11 Alat penukar panas jenis pelat berlawanan arah untuk sisi flue gas
V.1.3 Alat Penukar Panas Bersilangan Arah (Cross Current Plate Heat Exchanger)
Bila kedua fluida mengalir sepanjang permukaan perpindahan panas dalam
gerakan yang tegak lurus satu dengan lainnya, maka penukar panasnya dikatakan berjenis
aliran silang (cross flow). Pada sistem ini, udara bergerak menyilang melalui matriks
perpindahan panas yang dilalui flue gas.
Aliran fluida panas dan dingin pada penukar panas pelat beraliran silang yang
akan digunakan pada percobaan ini tidak saling bercampur (unmixed). Hal ini disebabkan
oleh adanya sekat yang memisahkan aliran kedua fluida tersebut. Skema peralatan
penukar panas pelat beraliran silang ini ditampilkan pada gambar 12.
Sedangkan variabel percobaan yang digunakan pada percobaan ini adalah laju alir massa
flue gas (mh) dan laju alir massa udara pendingin (mc).
Tci (0C)
Tco (0C)
Twi,1 (0C)
Tw1,2 (0C)
Two (0C)
Q (T - T )
= k j * i o = q loss
A loss B
dimana:
Q = laju alir kalor, kcal/s
T = suhu, K
i = masuk (in)
o = keluar (out)
kj = kondukstivitas termal jaket
B = tebal kaowol
A = luas permukaan perpindahan panas
Dengan diperolehnya nilai qloss untuk masing-masing fluida maka dapat
dihitung Qoperasi untuk masing-masing fluida dengan persamaan:
Qoperasi = Q ± qA,
dimana notasi + berlaku untuk fluida idngin dan notasi – berlaku untuk fluida panas.
Qoperasi
U=
a * Ft * .∆TLMTD
Nilai Qoperasi adalah nilai fluks kalor nyata yang telah dikoreksi dengan qloss. A
menunjukkan luas area peprindahan panas. Nilai Ft diperoleh dari persamaan
(Th,i − Th,o ) (T c,o − Tc,i )
Z= dan ηH = dan Gambar.... Nilai ∆TLMTD dihitung dengan
(Tc,o − Tc,i ) (T h,i − Tc,i )
∆T1 − ∆T2
persamaan: ∆TLMTD =
∆T
ln 1
∆T2
Penentuan nilai h untuk salah satu sisi menggunakan persamaan:
1 1 x 1
= + +
U hh k hc
Dimana U diperoleh dari persamaan di atas, x adalah tebal dinding pelat, k adalah
konduktivitas termal bahan, dan hh dan hc asing-masing adalah koefisien perpindahan
konveksi untuk sisi flue gas dan sisi fluida dingin.
Nilai hh dan hc adalah besaran yang ingin dicari secara bersamaan. Karena ada 2
variabel yang hendak dicari, maka perlu adanya penurunan persamaan. Penurrunan
persamaan yang dimaksud adalah:
1 x 1 1
+ = +
U k hh hc
dan
1 1 1
= −
h c U' h h
1 1 1
−
hh h U' h h h h
= c = = − 1
hc 1 1 U'
hh hh
(N RE ,h )1
b
hh dc k h
−1 =
U' (N RE ,c )1 dh k c
dc k h
= a ' = 1
dh k c
Dengan lebih sederhana persamaan tersebut menjadi:
(N
RE , h )1
b
h h = U ' hi 1 +
(N RE ,c )1
dengan
(N
RE , h )1
b
h h = U ' h1 1 +
(N RE ,c )1
(N
RE , h )1
b
h h = U ' h 2 1 +
(N RE ,c )2
sehingga
(N
RE , h )1
b
U ' h1 1 +
(N RE ,c )1
1=
(N
RE , h )1
b
U ' h 2 1 +
(N RE ,c )2
(N
RE , h )1
(N
RE , h )1
b
b
U ' h 2 1 + = U ' h1 1 +
(N RE ,c )2 (N RE ,c )1
(N
RE , h )1
(N
RE , h )1
b
b
U ' h 2 1 + − U ' h1 1 + = U ' h1 −U ' h 2
(N RE ,c )2 (N RE ,c )1
Dengan memasukkan nilai variabel NRE dan U’ baik sisi fluida panas maupun sisi fluida
dingin, dapat diperoleh nilai b. Dengan ketentuan notasi h dan c berlaku untuk fluida
panas dan dingin, serta notasi 1 dan 2 menyatakan data percobaan ke-1 dan ke-2. Dengan
diperolehnya nilai b dapat dihitung nilai hh dan hc.
dT
ρ.d.v hD dy w
dengan N RE = dan nilai NNU dengan persamaan N NU = = −D.
µ k T − Tw
Setelah memperoleh nilai masing-masing variabel keadaan, dapat ditentukan korelasi
Korelasi ini merupakan korelasi yang menunjukkan karakteristik spesifik dari masing-
masing jenis penukar pelat.
Daftar Pustaka
1. Mc Cabe, W.L., Unit Operation of Chemical Engineering, 5rd Edition, McGraw-Hill
Book Co., Singapore, 1993, pp. 309-369.
2. Brown, G.G., Unit Operatons, Charles E. Tutle Co., Tokyo, 1960, pp. 415-447.
3. Perry, R., Green, D.W., and Maloney, J.O., Perry’s Chemical Engineers’ Handbook,
6th Edition, McGraw-Hill, Japan, 1984, Section 11 pp. 11-1 to 11-31
4. Manual Sheet (attached at the rig).