Anda di halaman 1dari 3

Stri Suhita ( 1429–1447 )

Yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah anak


perempuannya yaitu Suhita, dimana ibunya adalah anak dari Wirabhumi.
Masa pemerintahannya ditandai berkuasanya kembali anasir-anasir
Indonesia, antara lain didirikannya berbagai tempat pemujaan dengan
bangunan-bangunan yang disusun sebagai punden berundak-undak di lereng-
lereng gunung ( misalnya Candi Sukuh dan Candi Ceta di lereng gunung
Lawu). Selain Itu terdapat pula batu-batu untuk persajian, tugu-tugu batu
seperti menhir, gambar-gambar binatang ajaib yang memiliki arti sebagai
lambang tenaga gaib dan lain-lain.

Arca Perlambang Ratu Suhita

Prabu Stri Suhita adalah raja wanita kedua di Majapahit setelah Tribhuwana


Tunggadewi. , Prabu Stri Suhita memerintah bersama suaminya yang
bernama Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja.
Menurut Pararaton , nama asli Parameswara adalah Aji Ratnapangkaja.
Ibunya bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan, adik Wikramawardana.
Ayahnya yang bernama Raden Sumirat yang menjadi Bhre Pandansalas,
bergelar Ranamanggala.
Dalam Nagarakretagama (ditulis 1365), Surawardhani masih menjabat Bhre
Pawanuhan dan belum menikah. Gelar Bhre Kahuripan saat itu masih dijabat
neneknya, yaitu Thribhuwana Tunggadewi. Menurut Pararaton, sepeninggal
Thribhuwana Tunggadewi dan Surawardhani, jabatan Bhre Kahuripan
kemudian diwarisi Ratnapangkaja.
Ratnapangkaja memiliki tiga saudara perempuan, yaitu Bhre Mataram, Bhre
Lasem, dan Bhre Matahun. Ketiganya masing-masing secara unik dinikahi
oleh ayah, anak, dan cucu, yaitu Wikramawardana, Bhre Tumapel, dan Bhre
Wengker. Bhre Wengker dari istri lain, memiliki putri Bhre Jagaraga dan
Bhre Pajang, yang keduanya dinikahi Ratnapangkaja. Silsilah ini semakin
rumit ketika Ratnapangkaja menikahi Suhita, putri Wikramawardana
Pararaton tidak menyebut secara jelas nama ibu Suhita. Silsilah Suhita
muncul sebelum pemberitaan Perang Paregreg.
Hal ini dengan Ratnapangkaja sebelum perang terjadi. Menurut Pararaton,
Ratnapangkaja bingung harus berpihak pada siapa ketika perang meletus.
Apabila ia sudah menikahi Suhita tentu ia akan langsung memihak
Wikramawardana , mengingat Pararaton tidak secara tegas menyebutkan
kalau ibu Suhita adalah putri Bhre Wirabumi.
Penulis Pararaton memang sering mengabaikan urutan peristiwa secara
kronologis. Misalnya, pemberontakan Ranggalawe disebut terjadi tahun
1295, tapi baru diberitakan setelah Jayanagara naik takhta (1309). Seputar
pemberitaan Bhre Wirabumi dijumpai adanya tiga tokoh yang menjabat Bhre
Daha. Yang pertama adalah ibu angkat Bhre Wirabumi yang wafat sebelum
perang meletus. Bhre Daha yang kedua adalah yang diboyong
Wikramawardana setelah Perang Paregreg dan meninggal sebelum peristiwa
bencana kelaparan terjadi tahun 1426. Sedangkan Bhre Daha yang ketiga
naik takhta menggantikan Wikramawardana dan menghukum mati Raden
Gajah (pembunuh Dhre Wirabumi).
Bhre Daha yang pertama dipastikan adalah Rajadewi putri bungsu Raden
Wijaya. Menurut Nagarakretagama , Bhre Wirabumi dinikahkan dengan
Nagarawardhani cucu Rajadewi. Dari perkawinan tersebut lahir seorang putri
yang menjabat Bhre Daha sepeninggal Rajadewi. Bhre Daha yang kedua
inilah yang diboyong Wikramawardana sebagai selir setelah kekalahan Bhre
Wirabumi tahun 1406. Dari perkawinan tersebut, lahir Suhita sebagai Bhre
Daha menggantikan ibunya yang wafat menjelang bencana kelaparan 1426.
Sepeninggal Wikramawardana , Bhre Daha alias Suhita naik takhta tahun
1427. Usianya saat itu dapat diperkirakan sekitar 20tahun.

Masa Pemerintahan Suhita

Suhita memerintah berdampingan dengan Ratnapangkaja bergelar Bhatara


Parameswara. Pada tahun 1433 Suhita membalas kematian Bhre Wirabumi
dengan cara menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati. Dari berita
ini terasa masuk akal kalau hubungan Bhre Wirabumi dan Suhita adalah
kakek dan cucu, meskipun tidak disebut secara tegas dalam Pararaton.

Arca Peninggalan Majapahit


Nama Suhita juga muncul dalam Kronik Cina dari Kuil Sam Po Kong
sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu
sebagai pemimpin masyarakat Cina di Tuban dengan pangkat A-lu-ya. Tokoh
Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga.

Akhir Pemerintahan Suhita

Pada tahun 1437 Bhatara Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia.


Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita meninggal pula. Pasangan
suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya. Karena tidak memiliki
putra Mahkota, Suhita digantikan adik tirinya, yaitu Dyah Kertawijaya
sebagai raja selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai