Anda di halaman 1dari 9

Formula Komputasi dan Kompetensi Arsiparis pada Revolusi Industri 4.

0
(Oleh: Ikhtiar Anugrah Hidayat)

“Today, technology and associated information techonolgies are said to


be behind an information revolution that is transforming the way people live and
work”1. Revolusi ini telah mendorong dunia bersama masyarakatnya menuju
posisi yang ramai dengan siklus hidup informasi. Tiap hari informasi diproduksi
dan digunakan sebagai daur hidup yang bersinggungan langsung dengan kegiatan
manusia di dunia. Kehidupan manusia menjadi ruang yang dipenuhi dengan
informasi. Melihat posisi informasi sebagai bagian dari hidup manusia,
sebagaimana Association od College and Research Libraries menyatakan bahwa
“Information is important, basically everbody in the society need of information.
Truly information is the foundation of the democratic society”2. Melalui
pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa informasi telah mentransformasikan
antara hubungan manusia dengan dunia. Informasi tidak hanya mengubah
perilaku saja namun juga bagaimana manusia dalam menjalani suatu interaksi
dengan sesama.
Bertambahnya jumlah informasi beriringan dengan perkembangan dan
kemajuan suatu teknologi seperti sekarang ini. “During the last two decades
advances information and communication technology and an accompaning
revolution”3. Adapun revolusi dari perkembangan teknologi mencakup writing
era, printing era, telecommunication sampai interactive era. Perkembangan
tersebut menjadikan pertanyaan besar bagi pelaku atau dalam konteks ini ialah
manusia untuk menghadapi tantangan tersebut dimasa mendatang. Semua
perkembangan tersebut menuntut kegiatan dan alat yang lebih canggih yang
dibuat oleh manusia. Posisi semacam ini justru menjadi suatu hal yang krusial
mengenai bagaimana manusia mampu menyelesaikan permasalahan yang
dihadapkan pada objek atau alat buatannya sendiri. Sudah pasti kondisi ini
menjadi hal yang ditakutkan, terlebih apabila pencipta atau manusia itu sendiri
tidak dapat mengontrol alatnya sendiri.
Teknologi khusus dalam bidang ilmu dokumentasi seperti kearsipan
digunakan sebagai alat dalam membantu proses penciptaan, penyimpanan,
pengolahan dan penyebarluasan informasi. Salah satu kemunculan Robotic
Process Automation (RPA) dalam pekerjaan menjadi perbincangan tersendiri pada
tahun 2016, terutama dalam hal bisnis. “Previously automation had been as the
domain of administrative, manufacturing, labour and service based work”4. Hal
ini menunjukkan bahwa kecangihan teknologi mampu menggantikan kegiatan
pekerjaan manusia. Melihat fenomena semacam ini mestinya manusia segera
berupaya untuk memikirkan secara optimal mengenai tantangan dari suatu profesi.
Disatu sisi manfaat dari kecangihan teknologi itu sendiri tentu dapat
mempermudah pekerjaan manusia, namun manusia sebagai pencipta kecanggihan

1
James D. Torr, The Information Age, America: Greenhaven Press, 2003, hlm 12.
2
Prasanna Ranaweera, Importance of Information Literacy Skills for an Information
Literate Society, Colombo (Sri Lanka), 24th June 2008. Conference Paper, hlm 5-6.
3
C. Mann, Accelerating the Globalization of America, Washington DC: Institute of
Peterson, Journal, 2006, hlm. 1
4
J. P. Gownder, The Future of Jobs 2025: Working Side by Side with Robots, Report,
2015

1
tersebut harus tetap mempertimbangkan dengan matang. Selain itu, dampak dari
fenomena ini jelas memberikan proyeksi bahwa perkembangan dan kemajuan
teknologi belum diketahui secara pasti bagaimana dampak yang akan ditimbulkan
ke depannya. Bisa jadi dapat berakibat buruk pada tatanan kehidupan manusia.
Terkait hal ini menjadi peringatan tersendiri bagi manusia dan dari semua elemen
masyarakat dalam memikirkan bagaimana cara mengantisipasi dan mencegah dari
tergusur dan tergerusnya aktivitas kehidupan manusia.
Dalam konteks yang lebih sempit, situasi ini menjelaskan bahwa perlu
dipikirkan dan dipertimbangkan bagaimana cara menghadapi revolusi informasi
dan kecanggihan teknologi yang akan datang bahkan mulai saat ini. Hal ini tentu
akan berpengaruh pula pada bidang profesi, mengingat segala aktivitas kehidupan
dapat digantikan oleh perangkat dan sistem yang lebih cepat, tepat, akurat dan
lebih canggih. Impresi secara kritis yang ditengarai oleh kehadiran revolusi
informasi diharapkan mampu menjadi gagasan atau ide baru dalam memberikan
solusi praktis agar posisi arsiparis sebagai profesi yang bergelut dibidang
informasi mampu memahami dan beradaptasi dengan perubahan yang secara
pesat ini. Sebagaimana pertanyaan tentang Industry 4.0: What makes it a
Revolution? menjelaskan bahwa:

Sumber: Digital Preneur ID

“The extensive application of information technology in all


supply chain activities will change the way of doing business5.
There is a belief that those changes mean the breaking of the
existing path and the beginning of a new paradigm of the
industrial age. The main technology of Industry 4.0 is the Cyber-
Physical System which is defined as the combination of physical
and cybernetic systems. The two systems act as if they were one:

5
M. E. Heppelman Porter, How Smart, Connected Products are Transforming
Competition, Harvard Business Review, 2014, hlm 64-88.

2
everything that happens in the physical impacts on the virtual
and vice versa6. It can be used in a wide range of sectors” 7.

Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa revolusi industri 4.0


telah mendorong terhadap inovasi teknologi yang berdampak pada disrupsi
informasi dan fundamental kehidupan manusia. Dengan demikian banjir
informasi tentu harus diseimbangi dengan bagaimana peran penerima dan
pengelolan informasi menangani keadaan ini.
Peranan arsiparis sebagai pengelola informasi dalam perubahan dunia
mendapat amanat tersendiri. Tantangan dari kecanggihan teknologi mengikuti
profesi sebagai arsiparis perlu merubah dan menyeimbangkan kompetensinya.
“Automated reporting of quality measures based on data collected during routine
care has become a necessity”8. Melalui pernyataan tersebut tentu berdampak
signifikan pada pengelolaan arsip terlebih arsip elektronik maupun born digital
records yang harus dirancang secara terintegrasi dalam satu sistem secara
optimal. Formalisasi dan komputasi menuntut kearsipan untuk menciptakan
kerangka dan rencana baru dalam mengatasi perubahan tersebut. Dampak dari
laju revolusi industri 4.0 terhadap informasi salah satunya ialah keterbukaan dan
kapasitas penyimpanan arsip dari aktivitas kegiatan yang dihasilkan. Born digital
records atau arsip yang telah dialih media ke dalam bentuk elektronik sangat
mudah untuk disimpan dan dapat dilakukan proses temu kembali dengan cepat,
tepat dan akurat. Sehingga mampu meningkatkan prinsip efektifitas dan efisiensi
melalui sistem database. Sebagai contoh melalui Database Management Systems
(DMS) yang mengontrol dari penanganan dan penggunaan data. Konsep
Electronic Document and Records Management Systems (EDRMS) yang
merupakan sistem dengan dirancang secara khusus untuk mengelola arsip mulai
dari penciptaan, penggunaan, pemeliharaan dan penyusutan arsip dengan
menggabungkan fungsionalitas pengelolaan arsip. Konsep lain seperti Electronic
Document Management System (EDMS) yang dimaksudkan untuk meningkatkan
pengelolaan informasi dan workflow dimana arsip memiliki nilai informasional
daripada evidensial. Semua konsep ini pada dasarnya sebagai sistem guna
menyedikan sistem penyimpanan, akses dan keamanan serta fasilitas dari
pengangan dokumen atau arsip.
Dampak lain yang vital lainnya ialah proses penataan dan penyimpanan
arsip mulai dari pemilahan, pendeskripsian, pengolahan data, penataan, penilaian
dan penyusutan hingga layanan publik dalam bentuk data dan informasi yang
besar. Meski formalisasi dan komputasi sudah dilakukan secara terkomputerisasi,
namun dalam praktiknya tidaklah mudah. Dalam segi pengelompokkan arsip
misalnya, langkah dan prosedur sangat dipengaruhi oleh skema yang digunakan
seperti penggunaan ISO 15489-1: 2016 mengenai Information and
Documentation untuk instansi swasta atau peraturan perundangan yang

6
E. A. Lee, CPS Foundation, Prosiding dalam 47th Design Automation Conference, 2010,
June pp. 737-742.
7
A. MC Afee dan E. Brynjolfsson, The Second Machine Age: Work Progress and
Prosperity in A Time of Brilliant Technologies, WW Norton and Company, 2014, hlm 97.
8
Kathrin Dentler et al, Formalization and Computation of Quality Measures Based on
Electronical Records, Amsterdam: VU University, Journal Departement Computer Science, 2013,
hlm 1.

3
dikeluarkan langsung oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bagi
instansi pemerintah. Dampak tersebut secara keseluruhan menjadi karakteristik
dari tantangan arsiparis dari revolusi informasi sebagai bagian dari revolusi
industri 4.0. Karakteristik tersebut terjadi akibat pengaruh dari penggunaan
teknologi. Posisi arsiparis lamban laun akan terdisrupsi jika tidak memikirkan
dampak tersebut. Dengan demikian, setiap arsiparis mesti mengambil sikap yang
sigap atas fenomena yang perlu dibahas bersama ini bagi setiap elemen
masyarakat. Tidak hanya sampai pada pembahasan saja, namun juga menjadi
sikap yang asertif dan mampu beradaptasi dengan lingkungan baru yang akan
mendatang. Karakteristik dari revolusi industri 4.0 disampaikan melalui infografis
dan uraian sebagai berikut:

Sumber: Medium

“Vertical networking of smart production systems, horizontal


integration of global value creation networks, through
engineering through out the entire value chain and acceleration
through exponential technologies and their computing powes has
risen massively”9.

Karakteristik ini berbeda dengan beberapa revolusi industri sebelumnya,


dimana dampak yang ditimbulkan dengan adanya revolusi industri 4.0 ini
menyasar ke bisnis, pemerintah dan masyarakat. Pada posisi bisnis faktor yang
mesti diperhatikan ialah pelanggan, inovasi produk dan bentuk bisnis. Kemudian
untuk posisi pemerintah yang perlu menjadi perhatian lebih ialah terkait kebijakan
yang didasarkan pada fenomena ini. Sementara pada posisi masyarakat mestinya
perlu menyiapkan diri dalam menghadapi disrupsi era. Melihat karakteristik dan
imbas yang diberikan, maka sebagai arsiparis perlu mempertimbangkan
bagaimana kemungkinan pekerjaan yang dilakukan lebih sistematis agar tetap
mampu menghadapi revolusi industri 4.0 tersebut.
Tren yang masih berjalan saat ini ialah teknologi, maka solusi pertama
yang mesti dilakukan ialah bagaimana seorang arsiparis melek terhadap
teknologi. Paling tidak mampu mengoperasikan salah satu sistem dari kearsipan.
Bagi instansi baik swasta maupun pemerintah langkah awal yang perlu dilakukan
9
Deloitte, Industry 4.0 Challenges and Solutions for The Digital Transformation and Use
of Exponential Technologies, Switzerland: Deloitte, 2015, hlm 3.

4
ialah adaptasi. Kemudian memproteksi dan mendukung pekerjaan pengarsipan,
mengingat kinerja kearsipan yang lamban dapat menimbulkan kolaps pada
pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan dari suatu instansi.
Terciptanya born digital records juga berakibat langsung terhadap manajemen
kearsipan berbasis elektronik. Aktivitas yang berbasis teknologi akan tercipta
secara berulang, hal ini dapat dilihat dari mudahnya sebuah dokumen atau data
informasi yang dapat disunting dan proses distribusi bahkan akses dan layanan.
Keberadaan sosial media berbasis pengarsipan seperti aplikasi Facebook,
Twitter, Blog, Instagram, Pinterest, Soundcloud, Youtube dan sebagainya secara
tidak langsung ialah sebagai bentuk dari proses pengarsipan yang dapat dikelola
dengan mudah melalui berbagai fitur yang ditawarkan. Dengan demikian metode
pengelolaan arsip secara konvensional dirasa kurang pas pada era sekarang ini.
Berkaitan dengan pelestarian data yang bersifat elektronik atau digital menjadi
pekerjaan rumah tersendiri. Hal ini disebabkan karena ketika suatu sistem lama
digantikan dengan yang baru atau pemindahan data, tidak jarang sulit dilakukan
karena format atau media simpan yang digunakan tidak sama. Permasalahan yang
muncul tersebut memunculkan adanya tren sumber dan standar yang lebih terbuka
dan aksesibel. Sehingga proses antaroperasi dalam aktivitas pengarsipan digital
dapat terlaksana mengikuti perubahan sistem yang terbuka tadi. Keberadaan
sumber yang terbuka membuat format data dapat dilakukan format data lebih
mudah atau dalam konteks ini ialah melakukan proses pemusnahan.
Formulasi otomatisasi menjadi salah satu karakteristik utama dalam
revolusi industri 4.0 terlebih dalam bidang pengelolaan informasi seperti
kearsipan ini. Format klasifikasi dan pengelolaan data atau dokumen yang
berbentuk digital dapat dibangun melalui metadata secara terintegrasi dari tiap
instansi yang akan menerapkan sistem berbasis database. Kondisi yang demikian
memberikan pemahaman bahwa arsiparis akan mengalami perubahan secara
signifikan. Oleh karena itu, inisiatif dan gagasan alternatif yang solutif mesti
dicanangkan bagi arsiparis dalam menjawab tantangan kebutuhan proses
pencipataan, pengelolaan hingga pelestarian nantinya. Arsiparis berperan penting
dalam pengelolaan informasi dan menjamin mutu dari suatu instansi. Tanggapan
pertama yang mesti dimiliki ialah mengubah pola pikir (mindeseti) yang serba
manual dan kurang terbuka mengenai teknologi dan informasi.

“Mindsets usually refers to a point of view, perspective or frame


of referemce through which individual or groups of people,
interpret or make sense of what they encounter and respond.
When we change our mindsets to use information and
communication technology (ICT) for reflectively and strategically
can be deepened”10.

Melalui pengubahan pola pikir baru yang lebih positif barang tentu akan
mempengaruhi pula bagaimana seorang manusia dalam melakukan sesuatu yang
lebih optimal. Setelah mengubah pola pikir ialah memperhatikan bagaimana
melakukan pendekatan file (file base approach). Pendekatan ini ialah langkah
pembuatan struktur file secara langsung pada program pengolah data yang harus
10
C. Lankshear and M. Knobel, New Literacies, New York: Open University Press,
2012, hlm 31.

5
diseimbangi dengan manajemen akses. Untuk mengatasi adanya inconsistency
data maka arsiparis harus mengenal adanya concurrency control sebagai proses
pengaturan operasi transaksi pada database secara konsisten. Kedua hal tersebut
menekankan pada aspek fundamental bagi arsiparis. Manusia atau dalam hal ini
arsiparis sebagai pengelola informasi dan sistem kearsipan sebagai penyeimbang
kegiatan pengarsipan perlu dicermati secara seksama.
Pertama ialah manusia atau arsiparis sebagai sumber daya (resource) mesti
dipikirkan untuk dapat berbagi dalam cakupan yang lebih luas. Artinya perlu
menjamin pemanfaatan ragam media dalam proses pengarsipan. Hal ini menjadi
vital sebab arsiparis mesti dapat menggunakan teknologi informasi yang mudah
melalui virtual records. Hal kedua ialah bagaimana seorang arsiparis mampu
melakukan pelestarian dokumen atau data secara digital. Kegiatan preservasi
dapat dilakukan melalui tiga cara yakni preservasi berdasarkan media
penyimpanan, teknologi dan intelektual. Preservasi melalui media penyimpanan
lebih menekankan pada media atau tempat dari informasi seperti pita, disk, email
maupun cloud yang dilakukan secara back up atau copy data dalam format yang
berbeda. Preservasi melalui teknologi dilakukan pada kerusakan media simpan
baik perangkat lunak maupun keras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara migrasi
pada tiap format agar tetap dapat diakses. Sedangkan preservasi intelektual lebih
menekankan pada upaya mempertahankan keaslian arsip, mengingat media digital
dapat dengan mudah dilakukan copy paste sehingga perlu dipertimbangkan
dengan baik.
Salah satu preservasi yang relevan untuk diterapkan pada arsip born digital
dalam revolusi informasi ini dapat melalui penggunaan web 2.0. Preservasi
melalui web 2.0 dapat menjadikan fasilitas yang mencakup tiga sudut pandang
preservasi yakni pelestarian media, teknologi dan intelektual. Dalam pelestarian
media dan teknologi berbasis pada tempat yang dapat menampung beberapa
informasi dalam berbagai format, dengan demikian akses informasi dapat terjamin
dan masih dapat diakses pada revolusi industri 4.0 nantinya. Secara pelestarian
intelektual sebagai bentuk digitalisasi isi. Dalam kajian preservasi digital melalui
web 2.0 menjadi tempat dimana informasi dapat dibagikan dengan mudah karena
sifatnya yang menempel pada internet, sehingga dapat diakses oleh siapa dan
dimana saja. Selain itu pemutakhiran tidak hanya berupa website saja, melainkan
aplikasi open source11 sehingga memungkinkan pengelola dapat mengembangkan
dan mendistribusikan aplikasi yang berbasis publikasi dokumen digital open
source. Pengelola juga dapat melakukan perbaikan metadata arsip digital melalui
perangkat ini dengan demikian konsep sistem manajemen kearsipan dapat
mencakup secara keseluruhan dengan baik.
Perubahan pola pikir, pembaharuan teknologi dan perbaikan sistem
kearsipan juga perlu didukung dengan adanya tingkat profesionalitas dari
arsiparis. Adapun kualifikasi dari pembentukan profesionalitas ini dipengaruhi
oleh tiga unsur yakni pengetahuan, keahlian dan kompetensi. Ketika pengetahuan
dan keahlian telah diperoleh maka bagaimana proses arsiparis mampu
menggunakan kedua unsur tersebut. Kompetensi yang diperlukan oleh seorang

11
M. Barak et al, MOSAICA: A Web 2.0 Based System for The Preservation and
Presentation of Cultural Heritage of Cultural Heritage. Amerika: Computers and Education, 2014
hlm 841-852.

6
arsiparis pada era revolusi industri 4.0 yang diperlukan mencakup teknis,
profesional, kepribadian dan sosial12.
Kompetensi teknis dapat diperoleh melalui pendidikan, sertifikasi dan
diklat. Sesungguhnya Indonesia telah berupaya menggembangkan kompetensi ini,
akan tetapi masih bersifat terbatas. Hal ini dapat dilihat dari minimnya perguruan
tinggi yang membuka Program Studi Kearsipan. Selain itu kegiatan pelatihan
yang diselenggarakan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia hanya ditujukan ke
beberapa arsiparis saja, tidak secara menyeluruh. Dalam sektor swasta juga
sebenarnya sudah dilakukan, seperti kegiatan seminar yang berhubungan dengan
pengelolaan rekod namun masih cukup jarang. Berikut terkait informasi
perguruan tinggi dan kegiatan pelatihan yang ada di Indonesia13:

Kompetensi berikutnya ialah mengenai profesional yang dimana


kemampuan berpikir dan teknologi perlu diterapkan. Perlu ditingkatkan kesadaran
akan pemahaman dan kemampuan dalam beradaptasi terlebih perkembangan
teknologi tadi. Kemampuan kritis dalam melampaui khazanah bahwa tantangan
sekarang bukanlah tentang apa namun bagaimana dan mengapa seorang arsiparis

13
Widiatmoko Adi Putranto, Kompetensi Arsiparis di Era Revolusi Industri 4.0,
Powerpoint dalam Seminar Nasional Kearsipan: Arsip Sebagai Sumber Informasi di Era Revolusi
Industri 4.0, Semarang: Himpunan Mahasiswa Kearsipan Universitas Diponegoro, 3 November
2018

7
mampu mengolah arsip yang disesuaikan dengan keinginan pengguna. Dampak
dari revolusi industri 4.0 ini menyebabkan adanya banjir informasi, sehingga
penyeleksian dan kemampuan dalam kurasi sangat menentukan. Artinya, arsiparis
kini bukan hanya membahas tentang kuantitas namun kualitas dan kemampuan
dalam menyampaikan. Menyampaikan disini ialah bagaimana arsiparis mampu
mengemas sebuah arsip sebagai sumber rujukan primer secara menarik. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara melalui sajian infografis dan penyebarluasan pada
sosial media.
Kompetensi terakhir yang diperlukan ialah terkait mental pelayanan publik
dan kompetensi sosial dalam memahami arsip secara ilmu multidisipliner. Artinya
kemampuan dalam memberikan layanan publik sangat diperlukan pada era
revolusi industri ini. Kemudahan akses dan layanan tentu sangat diperlukan, selain
itu kemampuan dalam menyelaraskan antara ilmu kearsipan dengan bidang ilmu
yang lain juga diperlukan. Pada era revolusi industri 4.0 ilmu kearsipan perlu
merubah cara pandang yang hanya pada satu sisi saja, hal ini dapat dilakukan
dengan banyak berbagi ilmu dan kolaborasi dengan bidang ilmu yang lain.
Misalnya dalam pembangunan museum atau ekshibisi arsip tentu tidak hanya
dilakukan oleh ilmu kearsipan saja, namun kini saatnya kearsipan membuka
sinkronisasi dengan ilmu yang lain seperti arsitektur, geografi maupun ilmu
teknologi. Melalui kompetensi tersebut, tentu ilmu kearsipan akan lebih
berkembang serta mampu bersanding dengan ilmu yang lain pada revolusi industri
4.0.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa revolusi industri 4.0
bagi arsiparis dapat dihadapi apabila pola pikir (mindset) sebagai penentu sebelum
melakukan suatu aktivitas dalam kehidupan dapat diubah terlebih dahulu.
Perubahan yang pertama ialah bagaimana seorang arsiparis mau melek akan
teknologi. Jika perubahan pertama ini telah tertanam dalam diri arsiparis, maka
mentalitas seorang arsiparis sebagai keberlanjutan perubahan pola pikir akan
mudah terbentuk. Kemudian semua perubahan tersebut didukung pula dengan
kompetensi dan sistem yang tepat agar arsiparis siap menghadapi semua tantangan
tersebut. Artinya tidak hanya secara pola pikir dan mentalitas saja yang dibentuk,
namun juga kompetensi dan sistem yang optimal. Sebab seahli dan secanggih
apapun suatu kompetensi dan sistem apabila pola pikir dan mentalnya tidak
terbentuk juga tidak akan berjalan. Begitupun sebaliknya, sebagus apapun pola
pikir dan mental yang telah dibentuk jika tidak didukung dengan kompetensi dan
sistem yang tepat juga tidak akan dapat dijalankan. Dengan demikian jelas sudah
perubahan pola pikir, mentalitas dan kompetensi sangat diperlukan bagi arsiparis
dalam menghadapi tantanagn revolusi industri 4.0 ini. Terakomodirnya semua
perubahan dapat meningkatkan performa dari arsiparis itu sendiri sebagai bentuk
upaya peningkatan kinerja. Tantangan dalam mengelola arsip ke depan akan
semakin kompleks. Oleh karena itu, arsiparis dituntut untuk dapat beradaptasi dan
berubah menjadi entitas atau peranti baru yang lebih maju. Arsiparis memiliki
peran multitasking terkait manajemen informasi, manajemen aset bahkan
manajemen infrastruktur. Maka dari itu, keberadaan profesi arsiparis ditentukan
oleh kesiapan terhadap tantangan revolusi informasi dari revolusi industri 4.0
serta bagaimana peningkatan terkait beberapa kompetensi sebagai wujud
penyesuaian dan aktualisasi diri sebagai solusi yang diberikan.

8
Daftar Pustaka

Afee, A. MC Afee dan Brynjolfsson, E. 2014. The Second Machine Age: Work
Progress and Prosperity in A Time of Brilliant Technologies. WW Norton
and Company
Barak, M. et al. 2014. MOSAICA: A Web 2.0 Based System for The Preservation
and Presentation of Cultural Heritage of Cultural Heritage. Amerika:
Computers and Education
Deloitte. 2015. Industry 4.0 Challenges and Solutions for The Digital
Transformation and Use of Exponential Technologies. Switzerland:
Deloitte
Dentler, Kathrin et al. 2013. Formalization and Computation of Quality Measures
Based on Electronical Records. Amsterdam: VU University, Journal
Departement Computer Science
Gownder, J. P. 2015. The Future of Jobs 2025: Working Side by Side with
Robots. McKinsey. Report
Lankshear, C and Knobel, M. 2012. New Literacies. New York: Open University
Press
Lee, E. A. 2010. CPS Foundation. Prosiding dalam 47th Design Automation
Conference, 2010, June pp. 737-742
Mann, C. 2006. Accelerating the Globalization of America, Washington DC:
Institute of Peterson, Journal
Porter, M. E. Heppelman. 2014. How Smart, Connected Products are
Transforming Competition. Harvard Business Review, 2014, hlm 64-88
Putranto, Widiatmoko Adi. 2018. Kompetensi Arsiparis di Era Revolusi Industri
4.0. Powerpoint dalam Seminar Nasional Kearsipan: Arsip Sebagai
Sumber Informasi di Era Revolusi Industri 4.0. Semarang, 3 November
2018: Himpunan Mahasiswa Kearsipan Universitas Diponegoro
Ranaweera, Prasanna. 2008. Importance of Information Literacy Skills for an
Information Literate Society. Conference Paper. Colombo (Sri Lanka)
Torr, James D. 2003. The Information Age. America: Greenhaven Press

Anda mungkin juga menyukai