UU. No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ( UU SPPA)
UU. No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak jo, UU No. 35 Tahun
2014 tentang perubahan UU No. 23/2003 jo. UU No. 17 Tahun 2016
tentang perubahan kedua atas UU No. 23/2003
PP No. 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan
Penanganan Anak yang belum berusia 12 Tahun
PP No. 9 Tahun 2017 tentang Pedoman Register Perkara anak dan anak
Korban
Perpres No. 175 Tahun 2014 tentang Pendidikan dan Pelatihan terpadu
bagi Penegak Hukum dan Pihak Terkait mengenai SPPA
PERJA No. PER-006/A/J.A/04/2015, tentang Pedoman Pelaksanaan
Diversi pada tingkat penuntutan
PERMA No. 4 Thn. 2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Diversi dlm SPPA
Beberapa Definisi berdasarkan UU No. 23/2002 tentang
Perlindungan Anak (UU PA) dan UU No. 11/2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA)
Anak : seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,termasuk anak yang
masih dalam kandungan. (Pasal 1 angka 1 UU PA)
Anak yang Berhadapan dengan Hukum : Anak yang berkonflik dengan hukum, anak
yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana
• Anak yang berkonflik /Pelaku
• Anak Korban
• Anak Saksi
Anak yang berkonflik dengan hukum : anak yang telah berusia 12 (dua belas) tahun,
tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana
(Pasal 1 angka 3 UU SPPA)
Keadilan Restoratif : penyelesaian perkara tindak pidana dgn melibatkan pelaku, korban,
keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari
penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula,
dan bukan pembalasan. (Pasal 1 angka 6 UU SPPA)
Diversi : pengalihan penyelesaian perkara anak dan proses peradilan pidana ke proses di
luar peradilan pidana. (Pasal 1 angka 7 UU SPPA)
Advokat berperan dalam menjamin hak-hak
anak agar dipenuhi dalam setiap tingkatan
Perlindungan LPSK terhadap anak yang menjadi Saksi dan/atau Korban dapat diberikan setelah
mendapat izin dari ortu/wali (Psl. 29A ayat 1 UU No. 31/2014 ttg Perubahan UU No.13/2006 ttg
Perlindungan Saksi dan Korban) KECUALI: (Psl. 29A ayat 2 UU No. 31/2014)
a. ortu/wali diduga sbg pelaku tindak pidana thd anak ybs;
b. ortu/wali patut diduga menghalang-halangi anak dlm memberikan kesaksian
c. ortu/wali tidak cakap menjalankan kewajiban sbg ortu/wali
d. anak tidak memiliki ortu atau wali
e. ortu/wali anak ybs tidak diketahui keberadaannya
29 anak menjadi korban kekerasan fisik dan
Seksual Pemilik Panti
Proses pendampingan di tingkat Penyidikan
sampai ke Pengadilan (Vonis 10 Tahun bagi
Pemilik Panti)
Bantuan Hukum yang
diberikan dalam Mengupayakan agar para anak-anak korban
Perkara ABH tersebut mendapatkan tempat penempatan
yang baru (Kemensos, Bala Keselamatan)
Mengupayakan agar bisa dikeluarkan akte
kelahiran bagi para anak-anak tersebut
Kasus Panti
Asuhan Samuel
(Anak Saksi &
Anak Korban)
Perlindungan Bagi anak yang Berkonflik dengan
Hukum
Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak HANYA dilakukan
apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan HANYA dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir (Psl. 16 (3) UU PA)
Penahanan thd anak TIDAK boleh dilakukan dlm hal anak memperoleh jaminan dari
orang tua/wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak
akan menghilangkan atau merusak barang bukti dan/atau tidak akan mengulangi
tindak pidana (Psl. 32 (1) UU SPPA)
Penahanan terhadap anak HANYA dapat dilakukan dengan syarat : Anak telah
berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana
dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih (Psl. 32 (2) UU SPPA)
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana BERHAK mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya (Psl. 18 UU PA)
Dalam setiap tingkat pemeriksaan, anak wajib diberikan bantuan hukum dan
dampingi oleh Pembimbing Kemasyarakatan atau pendamping lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan – undangan (Psl. 23 (1) UU SPPA)
Perlindungan Bagi anak yang
Berkonflik dengan Hukum
• Dalam melakukan penyidikan terhadap perkara Anak, penyidik WAJIB
meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan
setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan (Psl. 27 (1) UU SPPA)
• Hasil Penelitian Kemasyarakatan WAJIB diserahkan oleh Bapas kepada
penyidik dalam waktu 3 x 24 jam setelah permintaan penyidik diterima
(Psl. 28 UU SPPA)
• Hakim WAJIB mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan
dari Pembimbing Kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan
perkara (Psl. 60 (3) UU SPPA)
• Dalam hal laporan Penelitian Kemasyarakatan tidak dipertimbangkan
dalam putusan Hakim, putusan BATAL DEMI HUKUM (Psl. 60 (4) UU SPPA)
• Pembelaan & konsultasi hukum dilakukan dgn: memfasilitasi
tersedianya jasa bantuan hukum dan/atau memberikan
pendampingan hukum bagi anak yg berhadapan dgn hukum (Psl. 36
huruf e & f PP No. 39/2012 ttg Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial)
Perlindungan Bagi anak yang Berkonflik
dengan Hukum
Dalam hal Anak belum berumur 12 (dua belas) tahun melakukan atau diduga
melakukan tindak pidana,Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja
Sosial Profesional mengambil keputusan untuk:
a. menyerahkannya kembali kepada orang tua/Wali; atau
b. mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan, dan
pembimbingan di instansi pemerintah atau LPKS di instansi yang menangani
bidang kesejahteraan sosial, baik di tingkat pusat maupun daerah, paling lama 6
(enam) bulan
Perlindungan Bagi anak yang
Berkonflik dengan Hukum
Idenditas Anak, baik anak korban, dan/ atau anak saksi wajib
dirahasiakan dalam pemberitaan di media cetak maupun
elektronik
Idenditas yang dimaksud meliputi: nama anak, nama anak korban,
nama anak saksi, nama orang tua, alamat, wajah dan hal lain
yang dapat mengungkapkan jati diri anak, anak korban dan anak
sasksi (Pasal 19 UU SPPA)
Penangkapan & Penahanan terhadap
Anak yang berkonflik dengan Hukum
Penangkapan
Penangkapan terhadap Anak dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat)
jam. (Pasal 30 ayat 1 UU SPPA)
Penangkapan terhadap Anak wajib dilakukan secara manusiawi dan wajib ditempatkan dalam ruang
pelayanan khusus Anak, bila ruang pelayanan khusus bagi Anak belum ada maka Anak dititipkan di
Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial. (Pasal 30 ayat (2),(3), dan (4) UU SPPA)
Penahanan
Syarat penahanan bagi Anak (Pasal 32 ayat (2) UU SPPA):
• Anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih;dan
• diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.
• Penahanan terhadap Anak tidak boleh dilakukan dalam hal Anak memperoleh jaminan dari orang
tua/Wali dan/atau lembaga bahwa Anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau
merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana.( Pasal 32 ayat (1) UU SPPA)
• Penempatan Anak yang ditahan dapat dilakukan di LPKS untuk melindungi keamanan, dan selama
Anak ditahan kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial Anak harus tetap dipenuhi. (Pasal 32 ayat (4) dan
(5) UU SPPA)
• Pada Prinsipnya sebagai last resort
Masa Penahanan
Masa Penahanan Anak
Penyidikan = 7 hari + 8 hari
Penuntutan = 5 hari + 5 hari
Persidangan di PN = 10 hari + 15 hari
Pemeriksaan tingkat banding = 10 hari + 15 hari
Pemeriksaan tingkat kasasi = 15 hari + 20 hari
DIVERSI dalam UU SPPA
WAJIB bagi penyidik, Jaksa Penuntut Umum dan Hakim untuk menerapkan
Diversi pada setiap tahap penanganan perkara (Psl. 7 UU No. 11/2012)
Diversi (Pasal 1 angka 7 UU No. 11/2012) : pengalihan penyelesaian perkara
anak dan proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana
Syarat Diversi : Diversi HANYA utk tindak pidana dengan ancaman pidana
penjara dibawah 7 (tujuh) tahun & bukan merupakan pengulangan tindak
pidana
Diversi WAJIB dilakukan dalam setiap tahap penanganan perkara.
Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia No.: PER-006/A/J.A/04/2015 ttg
Pedoman Pelaksanaan Diversi di tk. Penuntutan
PERMA No. 4 Thn. 2014 ttg Pedoman Pelaksanaan Diversi dlm SPPA
Pasal 11
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan
atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau
d. pelayanan masyarakat
DIVERSI
Penjara = School of crime ?
Gendreau, P. Goggin, C., & Cullen, F. T. (1999). The Effects of Prison Sentences on
Recidivism
50 studi yang melibatkan 300.000 pelaku tindak pidana di US;
Ternyata tingkat residivisme/pengulangan tindak pidana lebih tinggi bagi
para narapidana yang menjalani hukuman lebih lama di dalam penjara;
Penjara tidak menimbulkan efek jera/deterrent effect
Diversi
Stanton Samenow, Ph.D., is an expert in criminal
behavior. (Penulis berbagai buku termasuk “Inside the
Criminal Mind”)
• Penjara telah semenjak lama disebut sebagai "schools for crime" atau
"breeding grounds for crime."
• Di dalam penjara para tahanan mempelajari “trik2 baru” dalam
melakukan kejahatan
• Tak dapat dipungkiri jika seseorang akan bersikap lebih “violent” ketika
keluar dari penjara sebagai konsekuensi dari kondisi pemenjaraan;
• Diantara para tahanan, topic pembahasan yang biasanya didiskusikan
ialah mengenai kejahatan, drugs dan gossip mengenai hal-hal yang telah
diperbuat beserta modus operandinya, dari sinilah skema kejahatan
terbaru tercipta. Beberapa dari mereka akan kembali mengulangi
kejahatan setelah keluar dari penjara.
Prison = school of crime
Kondisi Penjara di Indonesia
Data from prison studies, in Indonesia (February 2019) :
Number of prisoners : 258.501 (number 8th in world)
Capacity of prison: 126.407, overcapacity: 204,5%
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/07/12130041/.
overcrowding.yang.menghantui.lapas.di.indonesia
“Lapas Klas I Cipinang. Per Juni 2017, Lapas Cipinang diisi
oleh 2.926 napi dan tahanan, padahal kapasitasnya
hanya untuk 880 narapidana”
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM
PENANGANAN KASUS ABH
Pasal 93
Masyarakat dapat berperan serta dalam pelindungan Anak mulai dari pencegahan
sampai dengan reintegrasi social Anak dengan cara :
a. menyampaikan laporan terjadinya pelanggaran hak Anak kepada pihak yang
berwenang;
b. mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan
Anak;
c. melakukan penelitian dan pendidikan mengenai Anak;
d. berpartisipasi dalam penyelesaian perkara Anak melalui Diversi dan pendekatan
Keadilan Restoratif;
e. berkontribusi dalam rehabilitasi dan reintegrasi social Anak, Anak Korban dan/atau
Anak Saksi melalui organisasi kemasyarakatan;
f. melakukan pemantauan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam
penanganan perkara Anak; atau
g. melakukan sosialisasi mengenai hak Anak serta peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan Anak
Contoh-contoh program penyuluhan
dan advokasi kebijakan ABH