Anda di halaman 1dari 22

Tugas : Epidemiogi Lanjut

PENGARUH PEMIJATAN BAYI TERHADAP KEBERHASILA N


BONDING ATTACHMENT
IBU REMAJA

OLEH:

ANGGI SELFINA
M. 2016 01 009

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2017
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam abad modern saat ini, menikah dalam usia muda rupanya masih

saja menarik untuk dilakukan kaum muda. Penelitian yang dilakukan Ikatan

Sosiologi Indonesia (ISI) mengungkapkan fakta masih tingginya kawin muda di

Indonesia terutama kota – kota besar. Jawa Barat menduduki peringkat pertama

dalam jumlah pasangan yang melakukan kawin muda, Sedangkan DKI Jakarta

menduduki peringkat kedua, kemudian Bali. Berdasarkan data BKKBN, kasus

aborsi di Indonesia tercatat sebanyak 2,3 juta/tahun. Dari jumlah itu, 15 - 30

persen di antaranya dilakukan remaja. Fenomena kawin muda ini tampaknya

merupakan "mode" yang terulang. Dahulu, kawin muda dianggap lumrah. Tahun

berganti, makin banyak yang menentang perkawinan di usia dini. Fenomena

tersebut kembali lagi. Kalau dulu orang tua ingin anaknya menikah muda dengan

berbagai alasan, maka kini malah banyak remaja sendiri yang bercita-cita kawin

muda. Mereka adalah remaja - remaja di kota. (Dr.Boyke, 2006).

Undang – undang menetapkan usia 16 tahun sebagai usia dewasa seorang

perempuan dan 19 tahun seorang lelaki untuk menikah. Pada kenyataannya,

kematangan seseorang banyak juga tergantung pada perkembangan emosi, latar

belakang pendidikan, sosial, dan lain sebagainya. psikologi Freudian, mengatakan

remaja (adolesence) adalah seseorang yang mulai memasuki pubertas, yang


ditandai kematangan alat seksual, di antaranya dapat memberi keturunan. Masa

awal pubertas diperkirakan antara 12-14 tahun dan berakhir 18-22 tahun. (Budi

Rajab, 2005).

Kehamilan akan memberatkan remaja perempuan. Dampak kehamilan

pada remaja akan mengakibatkan gangguan secara mental, mengalami depresi

yang berkepanjangan, stres bahkan minimal adanya keinginan untuk

menggugurkan kandungannya karena tidak siap untuk menjadi seorang ibu.

(June, 2001). Menurut dr. Boyke, 75 persen penyebabnya dilakukan karena tidak

ingin memiliki anak sebab khawatir mengganggu karier, sekolah, dan tanggung

jawab lainnya. Selain itu, 66 persen karena tidak memiliki cukup uang untuk

merawat anak dan 50 persen lainnya karena tidak memiliki ayah, alasan lain yang

sering dilontarkan karena mereka masih terlalu muda, aib keluarga, atau sudah

memiliki banyak anak. Sementara itu, kehamilan pada remaja sering disebabkan

ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.

Dalam menjalani kehamilan perlunya ikatan yang erat antara ibu dan

bayinya. Bagian penting dari ikatan ialah perkenalan (Klaus, Kennell, 1982).

Orangtua melakukan kontak mata, menyentuh, berbicara, dan mengeksplorasi

segera setelah mereka mengenali bayinya, yakni beberapa saat setelah

melahirkan. Sentuhan, atau indera peraba, dipakai secara ekstensif oleh orangtua

dan pengasuh lain sebagai suatu sarana untuk mengenali bayi baru lahir. (Bobak

2005)
Proses mengasihi dan menerima seorang ibu para ahli menyebutnya

bonding attachment (Brazelton 1976). Bonding di definisikan sebagai suatu

ketertarikan mutual pertama antar individu, sedangkan attachment terjadi pada

peristiwa kritis seperti pada kelahiran atau adopsi (Bobak, 2005). Salah satu

faktor yang mempengaruhi Bonding Attachment adalah sentuhan ibu (pemijatan

bayi). Bagi pasangan yang masih remaja (teenage parents), umumnya tidak atau

belum siap untuk menjadi orang tua karena mereka sendiri belum cukup dewasa.

Pijat bayi mendongkrak rasa percaya diri dan rasa penerimaan atas keadaannya

menjadi orang tua, serta meningkatkan harga diri sebagai orang tua. Bagi orang

tua angkat, Pijat bayi membantu menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan

bayinya. Mereka akan lebih cepat mengenal dan merasakan bahwa mereka saling

terikat dalam satu keluarga. (Utami Rusli, 2005). Lebih dari itu, sentuhan,

belaian, dan pijatan akan mempererat ikatan kasih sayang orang tua dengan anak.

Terhadap perkembangan emosi anak, sentuhan orang tua merupakan dasar

perkembangan komunikasi, yang akan memupuk cinta kasih timbal-balik, dan

menjadi penentu bagi anak untuk menjadi anak yang berbudi pekerti dan percaya

diri. Lagi pula ia akan merasa aman karena merasa yakin memiliki kasih sayang

dan perlindungan dari orang tua.

Pijat adalah terapi sentuh tertua yang dikenal dan paling populer. Pijat

adalah seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang dipraktikkan sejak berabad

abad silam. Bahkan diperkirakan ilmu ini telah dikenal sejak awal manusia

diciptakan ke dunia, mungkin karena pijat berhubungan sangat erat dengan


kehamilan dan proses kelahiran manusia. Karena itu setelah kelahiran, bayi butuh

pijatan yang dapat menjamin adanya kontak tubuh berkelajutan yang dapat

mempertahankan perasaan aman pada bayi. Apalagi sentuhan ibu akan membuat

bayi merasa nyaman. Demikian diungkapkan, (dr Etin Jumari 2006)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah respon awal ibu remaja terhadap kelahiran bayinya ?

2. Bagaimanakah tehnik pijat bayi yang ibu remaja lakukan ?

3. Bagaimanakah pengaruh pemijatan bayi terhadap Bonding attchment

ibu remaja ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pemijatan

Pijat adalah terapi sentuhan tertua yang dikenal manusia dan yang paling

popular yang merupakan seni perawatan kesehatan dan pengobatan yang

dipraktekkan sejak berabad-abad tahun silam sehingga tidak ada tehnik atau cara

pemijatan yang baku. pijat bayi selain membantu tumbuh kembang fisik dan

emosi bayi, juga dapat memperat hubungan antara Ibu dan si buah hati.

Membantu ibu lebih santai, lebih mengenal, sekaligus mempererat hubungan dan

komunikasi dengan si kecil. Memberi rasa aman pada si kecil, karena ia

merasakan adanya kedekatan hubungan batin antara Ibu dan dirinya. Rasa aman

ini kelak akan membentuk si kecil menjadi manusia yang punya pribadi baik,

tangguh, mandiri, mencintai, dan percaya pada lingkungannya (Dr. Utami Rusli,

Sp.A 2005)

Pijat memberi kesempatan pada orang tua untuk mengenal tubuh bayinya,

membantu bayi untuk rileks, serta menciptakan hubungan yang erat antara orang

tua dan anak (Hogg dan Blau,2002).

1. Manfaat Pijat Pada Bayi

Hog dan Blau (2002) menyebutkan banyak manfaat yang didapat dari

pijat antara lain : peningkatan pertumbuhan, peningkatan daya tahan tubuh,

membina ikatan kasih sayang orang tua dan anak, mengurangi stress dan
keadaan tersinggung, kebugaran otot, mempercepat perkembangan otak dan

sistem saraf. Keuntungan lain, memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

jantung, pernapasan, pencernaan sistem kekebalan tubuh. Mendidik bayi

untuk lebih tenang dalam menghadapi stres. Mendorong pertumbuhan

susunan otot dan kelenturan di mana akan membantu dalam pertumbuhan

kemampuan fisik bayi.( Lisa 2006)

Pijat bayi sangat berarti untuk persiapan tubuh dalam berbagai

kegiatan, serta meningkatkan gerakan dan ketenangan bayi dan membina

ikatan kasih sayang orangtua dan anak, Manfaatnya bagi orangtua, pijatan

dapat memberikan pengetahuan yang besar kepada ayah/ibu untuk lebih

memahami anak-anak mereka. Bagi seorang ibu, sentuhan pada bayi dapat

membantu melancarkan produksi air susu, dan membantu kemampuan ibu

mendapatkan ketenangan (reni.2006).

2. Waktu Pemijatan Yang Tepat

Pemijatan bayi dapat dimulai segera setelah lahir, meskipun bayi lahir

dengan keadaan premature, pijat bayi dapat segera dimulai setelah bayi lahir.

"Akan lebih menguntungkan bayi jika pijat dilakukan dua kali setiap hari,

masing-masing selama 15 menit, sejak lahir sampai usia 6 – 7 bulan."

(Roesli,2001).

Menurut Hog dan Blau (2002) saat yang optimal untuk memijat bayi

adalah umur 3 bulan, dimana waktu yang ibu miliki adalah saat yang tepat

untuk melakukan pemijatan dengan cara menyediakan waktu khusus agar


tidak terganggu oleh kesibukan lain kurang lebih selama 15- 30 menit.

Pemijatan lebih baik dilakukan pagi hari dan malam sebelum bayi tidur dan

pijat diberikan tiap hari pada saat bayi umur 0-7 bulan, setelah itu baru

disesuaikan dengan kebutuhan atau keadaan bayi (Roesli,2001).

B. Konsep Remaja

1. Pengertian

Remaja adalah individu baik perempuan maupun laki-laki yang berada

pada masa/usia antara anak-anak dan dewasa. Batasan remaja dalam hal ini

adalah usia 10 tahun s/d 19 tahun menurut klasifikasi World Health

Organization (WHO). Haber,Hoskins,Leach dan Sideleau (1988 ) menentukan

usia remaja antara 12-18 tahun, sementara wilson dan knesish (1988)

menggunakan usia 12-20 tahun sebagai batasan remaja (Achir yani, 2005).

Individu pada masa tersebut akan mengalami situasi pubertas di mana ia akan

mengalami perubahan yang mencolok secara fisik maupun

emosional/psikologis. Secara psikologis masa remaja merupakan masa

persiapan terakhir dan menentukan untuk memasuki tahapan perkembangan

kepribadian selanjutnya yaitu menjadi dewasa. (Tirto Husodo, 1987)

2. Karakteristik remaja

a. Pertumbuhan

Pubertas merupakan periode ketika karakteristik seksual primer dan

sekunder berkembang dan matang.


1). Pada remaja perempuan, pubertas dimulai pada

usia antara 8 dan 14 tahun dan biasanya berakhir dalam 3 tahun.

2). Remaja perempuan mengalami peningkatan TB,

BB, perkembangan payudara, dan lingkar panggul dengan perluasan

jaringan uterus. Menarke,biasanya terjadi sekitar 2,5 tahun setelah

awal pubertas.

3). Massa tubuh meningkat mencapai ukuran orang

dewasa.

4). Kelenjar sebasea teraktivasi.

5). Kelenjar keringat ekrin berfungsi penuh.

6). Kelenjar keringat apokrin sedang berkembang,

terdapat pertumbuhan rambut di daerah aksila, areola payudara,

genital dan anus.

7). Rambut tubuh tersebar dengan pola karakteristik

seperti orang dewasa, dan mengalami perubahan tekstur.

3. Karakteristik remaja hamil

Kehamilan pada masa remaja menghentikan proses pembentukan

identitas dan tugas perkembangan. Mencoba secara simultan memenuhi

tugas-tugas perkembangan pada masa hamil dan pada masa remaja normal

dapat sangat menyulitkan. Beban psikologis dapat menyebabkan depresi

dan penundaan dalam memperoleh identitas seorang yang dewasa. Banyak


faktor risiko terkait dengan kehamilan pada remaja, termasuk status sosio-

ekonomi yang rendah, status minoritas etnis, dibesarkan dalam keluarga

dengan satu orangtua, pendidikan rendah, aspirasi pekerjaan yang rendah,

dan dibesarkan dalam masyarakat yang memiliki angka insiden yang tinggi

untuk semua faktor ini. Remaja berusia kurang dari 16 tahun memiliki risiko

lebih besar untuk hamil (McAnarney, Hendee, 1989b). Remaja yang hamil

secara sosial mungkin tidak sekompeten atau sebaik teman sebayanya yang

tidak hamil dalam keterampilan penyelesaian masalah (Passino, dkk., 1993).

C. Tinjauan tentang Bonding dan Attachment

1. Teori-teori Bonding Attacment

a. Teori Psikoanalisa

Berdasarkan teori psikoanalisa Freud (Durkin 1995, Hetherington dan

Parke,1999), manusia berkembang melewati beberapa fase yang dikenal

dengan fase-fase psikoseksual. Salah satu fasenya adalah fase oral, pada fase

ini sumber pengalaman anak dipusatkan pada pengalaman oral yang juga

berfungsi sebagai sumber kenikmatan. Secara natural bayi mendapatkan

kenikmatan tersebut dari ibu disaat bayi menghisap susu dari payudara atau

mendapatkan stimulasi oral dari ibu, selanjutnya menjadi objek cinta pertama

seorang bayi.

Bonding Attachment bayi dimulai dengan kelekatan pada payudara

ibu dan dilanjutkannya dengan kelekatan pada ibu. Penekanannya disini

ditujukan pada kebutuhan dan perasaan yang difokuskan pada interaksi ibu
dan anak Selanjutnya Erickson (Durkin, 1995) berusaha menjelaskannya

melalui fase terbentuknya kepercayaan dasar (basic trust). Ibu dalam hal ini

digambarkan sebagai figur sentral yang dapat membantu bayi mencapai

kepercayaan dasar tersebut. Hal tersebut dikarenakan ibu berperan sebagai

sumber pemenuhan kebutuhan bayi, menjadi sumber bergantung pemenuhan

kebutuhan nutrisi serta sumber kenyamanan (giving and taking).

2. Bonding

a. Pengertian Bonding

Bonding adalah daya tarik awal dan dorongan untuk terjadinya

ikatan batin antara orang tua dan bayinya (Bobak, 2000).

Bonding adalah menggambarkan suatu hubungan yang berawal

dari saling memikat di antara orang - orang, seperti antara orang tua dan

anak ketika pertama kali bertemu. (Brazelton, 1978)

Jadi bonding merupakan langkah awal untuk saling tertarik dan

berespon orang tua dan bayi serta merupakan dasar untuk menciptakan

kasih sayang dan menerima bayinya sebagai anggota keluarga.

c. Proses Terjadinya Bonding

Ikatan batin diawali oleh rasa kasih sayang terhadap bayi. Bayi

- bayi yang menderita karena diabaikan, rasa jemu atau kecemasan,

tidak merasa cukup aman untuk membentuk suatu ikatan batin dengan

orang tua. Tetapi, terbentuk bukan hanya karena bayi diberi makan

dan dimandikan saja atau hanya merespon kebutuhan - kebutuhan


mendasar dari bayi, proses ikatan batin tak akan berlangsung. Ikatan

batin terjadi bila orang tua belajar untuk peka bahkan terhadap sinyal

- sinyal yang paling halus, seperti ekspresi wajah, gerakan tangan dan

melakukan sesuatu. Cara terbaik untuk membentuk ikatan dengan bayi

adalah memperlihatkan secermat mungkin apa yang dikatakan melalui

"bahasa tubuh" selain memberikan respon terhadap tanda - tanda yang

lebih nyata sifatnya, seperti tangisan atau degukan. (Bobak, 2000)

3. Attachment

a. Pengertian Attachment

Attachment adalah suatu perubahan perasaan satu sama lain

yang paling mendasar ketika ada perasaan keterkaitan tanggung jawab

dan kepuasan (Stanton, 1983 )

Attachment adalah suatu perasaan kasih sayang atau kedekatan

yang mengikat antara satu orang dengan yang lain. Attachment adalah

unik, spesifik dan memerlukan kesabaran. (Klaus, Kennel, 1970)

b. Proses Terjadinya Attachment

Proses attachment dijelaskan sebagai suatu yang linear, dimulai

saat lbu hamil, semakin menguat pada awal periode pasca partum, dan

begitu terbentuk akan menjadi konstan dan konsisten. Hal ini sangat

penting bagi kesehatan fisik dan mental sepanjang rentang kehidupan.

(Parkes, Stevenson-Huide, 1982)


Attachment difasilitasi oleh feedback yang positif, feedback yang

positif itu termasuk respon sosial, verbal dan non verbal, baik secara nyata

atau hanya melihat, yang diindikasikan sebagai suatu penerimaan menjadi

seorang partner oleh yang lain. Attachment terjadi melalui " suatu

pengalaman yang saling memuaskan ". ketika bayi baru lahir, kita akan

memegang tangannya atau membelai rambutnya, dimana hal tersebut

menyebabkan perasaan attachment untuk orang tua.

4. Reaksi Ibu

a. Bonding

Kontak awal tanpa mengindahkan suplementasi untuk kontak

selanjutnya, akan mempengaruhi tingkah laku penerimaan kasih

sayang ibu selama hari - hari awal post partum.

b. Attachment

Pada bayi baru lahir yang diperlukan adalah :

1). Bagaimana memegang tangan bayi

2). Membelai rambut bayi

Perilaku ibu yang mempengaruhi kasih sayang bayi :

a. Pemberian

makan :

1). Memberikan jumlah dan tipe makanan yang cukup

pada bayi
2). Menggendong bayi pada posisi yang nyaman selama

pemberian makanan

3). Membuat bayi bersendawa setelah pemberian

makan

4). Menyiapkan makanan dengan cukup

5). Memberikan makanan dengan cara yang

nyaman pada bayi

b. Rangsangan bayi :

1). Menyediakan rangsangan lisan

pada bayi

2). Menyediakan sentuhan

rangsangan pada bayi lebih sering dari pada selama pemberian

makan atau menjauhkan bayi dari bahaya

3). Menyediakan mainan pada usia

yang tepat

4). Berinteraksi dengan bayi

sebagai cara menyediakan kepuasan bagi bayi

c. Pengistirahatan bayi :

1). Menyediakan suasana yang

tenang atau santai bagi istirahat bayi, termasuk jadwal masa

istirahat
2). Meyakinkan bahwa kebutuhan

makan bayi, kehangatan dan kekeringan dipenuhi sebelum tidur.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Orangtua

Cara orang tua berespon terhadap kelahiran anaknya, dipengaruhi

berbagai faktor, meliputi : usia, jaringan sosial, budaya, keadaan sosial

ekonomi dan aspirasi pribadi tentang masa depan.

a. Usia Ibu lebih dari 35 tahun

Beberapa faktor tertentu yang mempengaruhi respon orang tua

pada kelompok yang lebih tua, adalah keletihan dan kebutuhan untuk

istirahat. Beberapa ibu yang telah berusia merasa bahwa merawat bayi

baru lahir melelahkan secara fisik. (Quenann, 1987 ; Wislow, 1987)

b. Jaringan sosial

Multipara akan lebih realistis dalam mengantisipasi

keterbatasan tisiknya dan dapat iebih mudah beradapatasi terhadap

peran dan interaksi sosialnya. Primipara mungkin memerlukan

dukungan yang lebih besar. Jaringan sosial memberi suatu sistem

dukungan, dimana orang tua dapat meminta bantuan Jaringan sosial

meningkatkan potensi pertumbuhan anak dan mencegah kekeliruan

dalam perlakuan anak. (Crawford, 1985; Cronenwett, 1985)

c. Budaya

Kepercayaan dan praktek budaya menjadi determinan penting

dalam perilaku orang tua. Kedua hal tersebut mempengaruhi interaksi


orang tua dan bayi, demikian juga dengan orang tua atau keluarga

yang mengasuh bayi. Pengetahuan tentang keyakinan budaya ini dapat

membantu perawat membuat pengkajian yang lebih akurat dan

menegakkan diagnosis tentang perilaku orang tua, sangat penting

untuk memastikan praktek budaya yang masih dianggap penting pada

setiap pasangan orang tua. (Galanti, 1991)

d. Kondisi sosial ekonomi

Keluarga yang mampu membayar pengeluaran tambahan

dengan hadirnya bayi baru ini mungkin hampir tidak merasakan beban

keuangan. Keluarga yang menemukan kelahiran seorang bayi suatu

beban financial dapat mengalami peningkatan stress. Stress ini bisa

mengganggu perilaku orang tua sehingga membuat masa transisi untuk

memasuki masa menjadi orang tua lebih sulit. (Gaanti, 1991)

e. Aspirasi personal

Bagi beberapa wanita , menjadi orang tua mengganggu

kebebasan pribadi atau kemajuan karier mereka. Kekecewaan yang timbul

akibat tidak mencapai kenaikan jabatan, misalnya mungkin tidak

terselesaikan pada masa prenatal. Apabila rasa kecewa ini tidak

terselesaikan, hal ini akan berdampak pada cara mereka merawat dan

mengasuh bayinya, bahkan mereka bisa menelantarkan bayinya atau

menetapkan standar yang sangat tinggi terhadap diri mereka dalam


memberi perawatan dan juga pada kemampuan perkembangan bayi

mereka. (Shaines, 1970)

Intervensi keperawatan dilakukan dengan memberi kesempatan

kepada orang tua untuk mengungkapkan perasaan untuk membahas

tindakan yang bisa memberi peluang untuk pertumbuhan pribadi,

misalnya dengan melakukan pekerjaan paruh waktu, bekerja suka rela, dan

menggunakan jasa pengasuh bayi sementara. (Bobak, 2005)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting, yang

memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi

akurasi suatu hasil. Desain penelitian ini digunakan dalam mengidentifikasi


permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan untuk

mendefinisikan struktur dimana penelitian dilaksanakan.

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Pra

Eksperiment, dengan Rancangan one group pretest – postest, dimana pada

rancangan ini tidak ada kelompok pembanding (kontrol), semua sampel menjadi

responden dengan dilakukan observasi pertama diukur tingkat bonding

attachment ibu remaja dengan kuisioner kemudian dilakukan intervensi,

sentuhan /pemijatan. Dalam rentang waktu tertentu setelah intervensi, dilakukan

lagi pengukuran bonding attacment ibu remaja, sehingga dapat di lihat dan diuji

perubahan-perubahan yang terjadi antara pre dan postest Bonding Attachmant ibu

remaja. ( Notoatmodjo, 2003 ).

Gambar 4.1 Desain penelitian pra-test dan post-test one group.

PRA-TEST PERLAKUAN POST - TEST


01 X 02
D. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Variabel

Prof.Drs.Sutrisno Hadi mendefinisikan variabel sebagai gejala atau

objek penelitian yang bervariasi (Arikunto,S,1998).

a. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau

penyebab (Arikunto,2002). Pada penelitian ini variabel independen yang

digunakan adalah pemijatan.


b. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen (Notoatmodjo,2002). Yang menjadi variabel dependen pada

penelitian ini adalah Bonding Attachment ibu remaja.

2. Definisi Operasional

Variabel Kriteria
Definisi operasional Skala
penelitian obyektif
Independen

Tehnik Terapi sentuhan dengan teknik tertentu Baik: >50% Ordinal

Pemijatan untuk mendapatkan efek yang fisiologis Kurang:<50%

terhadap tubuh dengan melakukan

pemijatan 2 X/minggu selama 2 minggu

dalam waktu 10-20 menit dengan

menggunakan baby oil, dan gerakan

pemijtan : pada kaki,pada dada, pada

tangan, pada muka, pada pungung, dan

gerakan peregangan

Dependen

Reaksi ibu

terhadap :
a. BRespon ibu untuk melakukan Bonding Baik: >50% Ordinal

onding dan attatcment tindakan/aktivitas yang Kurang:<50%

dilakukan dengan cara:

- sentuhan

- kontak mata

- gembira

Tindakan atau aktivitas yang dilakukan Baik: >50% Ordinal

b. Attach- dengan cara : Kurang:<50%

ment - mengulurkan tangan

- berbicara dengan baik

- keinginan memberikan ASI

Perancu Adanya dukungan emosional dari Baik: >50% Ordinal

Dukungan suami, orang tua dan teman sebaya. Kurang:<50%

psikologis Adanya penerimaan dengan sepenuh

hati tentang keberadaan ibu remaja dan

bayinya dari suami, orang tua dan

teman sebaya.

E. Prosedur Pengumpulan Data dan Analis Data


1. Instrumen

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini melalui pengukuran

bio-fisiologis pada responden dengan teknik invivo yaitu observasi proses

fisiologis dan tanpa pengambilan bahan / spesimen dari tubuh klien

(Nursalam, 2003). Instrumen yang digunakan adalah Observasi dan

Kuesioner. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian adalah :

baby oil, handuk mandi, alas tahan air

2. Prosedur Pengambilan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur

kuisioner yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu pada

kepustakaan yang terdiri dari beberapa pertanyaan. Serta dengan

melakukan observasi secara langsung dengan menggunakan lembar

observasi.

Untuk mengetahui pengaruh pemijatan terhadap reaksi ibu remaja

(bonding Attachment) menggunakan format observasi dan kuesioner dan

disusun berdasarkan Skala Guttman, dengan kriteria penilaian baik = 1 ,

kurang = 0. Format A : Bonding Attachment / reaksi ibu, format B

pelaksanaan pemijatan, dan sistem skor. Pengumpulan data dilakukan

diruangan kamar bersalin pada ibu inpartu primipara dengan jumlah

responden 10 orang. Sebelumnya tiap responden diadakan pendekatan

kualitatif untuk mengeksplorasi perasaannya tentang aspek psikologis dan

penerimaan terhadap kelahiran bayinya, dengan tehnik wawancara,


dengan mengunkan alat rekam, kemudian peneliti akan mengukur

bonding attacment ibu remaja dengan kuisioner, setelah itu akan

diberikan intervensi sentuhan/pijat bayi pada ibu remaja, setelah beberapa

waktu peneliti akan mengukur kembali bonding attacment ibu remaja.

Kemudian setiap responden akan dipantau dan di observasi selama 2 kali/

minggu tentang tekhnik pemijatan di rumah responden masing-masing

setiap hari kamis dan minggu selama 2 minggu, agar tehnik pemijatan

cepat dikuasai, peneliti akan memberikan buku, kaset VCD, dan Baby oil

pada ibu remaja kelompok perlakuan. Pemijatan, Bonding dan Attachment

diukur dengan kriteria penilaian, yaitu : Baik : skor ≥ 5 Kurang : skor < 5

Anda mungkin juga menyukai