Anda di halaman 1dari 45

1

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA TAHAP

PERKEMBANGAN KELUARGA CHILDBEARING :

KONSTIPASI DENGAN MENGGUNAKAN INTERVENSI

PIJAT BAYI

Karya Tulis Ilmiah

DI SUSUN OLEH :

ELSA OKEN MEYDITA

NIM. P19065

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM DIPLOMA TIGA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2022
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas

kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul kemudian tinggal di

suaru tempat dibawah satu atap dengan keadaan saling ketergantungan dan

merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung

pada setiap keadaan sehat dan sakit (Wiratri, 2018). Menurut Departemen

Kesehatan RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

tempat pertama dalam belajar memahami tentang kehidupan sosial

(Zakaria, 2017).

Keluarga mempunyai tahap perkembangan yang didalamnya

terdapat tugas perkembangan (Zakaria, 2017). Menurut teori tahap

perkembangan keluarga Duval dan miller (1985) dibagi dalam delapan

tahap perkembangan yaitu keluarga dengan pasangan baru (Bergaining

Family), keluarga dengan anak pertama dibawah 30 bulan (Child Bearing),

keluarga dengan anak pra sekolah (2-6 tahun), keluarga dengan anak usia

sekolah (6-13 tahun), keluarga dengan anak usia remaja (13–20 tahun),

keluarga melepas anak usia dewasa muda, keluarga dengan orang tua

paruh baya, dan keluarga dengan usia lanjut dan pensiunan (Zakaria,

2017). Keluarga memiliki 8 tahap perkembangan dimana setiap tahap

perkembangan keluarga memiliki tugas perkembangan keluarga masing-

masing. Keluarga anak pertama atau Childbearing Family merupakan


3

salah satu tahap perkembangan keluarga yang dicirikan dengan keluarga

yang menantikan kelahiran anak pertama dimulai dari kehamilan sampai

kelahiran anak pertama serta berlanjut sampai anak pertama berusia 30

bulan (Muhlisin, 2012 dalam Wulansari & Diki, 2021). Tahap

Childbearing Family adalah tahap dari pasangan baru menjadi

keluarga dengan anak pertama. Tahap Childbearing Family memiliki

permasalahan pada perubahan peran keluarga dengan anak pertama

diantaranya adalah besarnya peningkatan biaya dalam mengasuh

anak dan kesiapan pengetahuan orang tua dalam menghadapi masalah

kesehatan yang mungkin terjadi pada anak pertama (bayi baru lahir

sampai usia 30 bulan). Masalah kesehatan pada bayi baru lahir

biasanya terkait dengan ketidakcukupan pengetahuan orang tua dalam

perawatan bayi (Wulansari & Diki Aji Saputra, 2021).

Pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dipengaruhi oleh

kesiapan perempuan sebelum menikah yang akan menetukan siap atau

tidaknya menjadi ibu (Tsania, Sunarti & Krisnatuti, 2015). Masalah

kesehatan pada tahap perkembangan keluarga ini yang akan muncul yakni

kurang kemampuan dalam meberikan perawatan pada bayi, pengenalan

dan penanganan masalah fisik pada bayi (Zakaria, 2017).

Prevalensi konstipasi pada anak diperkirakan 0,3%- 8%.3 Hal ini

sesuai dengan penelitian studi retrospektif oleh Leoning Baucke pada

tahun 2015 didapatkan 2,9% prevalensi konstipasi pada usia anak sampai

1 tahun dan meningkat pada tahun kedua, yaiu sekitar 10,1%.4. Data
4

prevalensi di Indonesia tercatat 73,2% anak mengalami masalah

pencernaan yakni sembelit dan diare. Penelitian yang dilkukan oleh

Setiawan (2016) menyatakan bahwa 48% bayi mengalami konstipasi

kronis (Wulansari & Diki Aji Saputra, 2021).

Konstipasi merupakan keadaan yang sering ditemukan pada anak,

dan dapat menimbulkan masalah sosial maupun psikologis. Sering

ditandai dengan cemas ketika defekasi karena nyeri saat buang air besar.

Berdasarkan kondisi patofisiologis konstipasi diklasifikasikan menjadi

konstipsi fungsional dan konstipasi akibat kelainan struktural. Menurut

The North American Society For Pediatric Gastroenterology And

Nutrition (NASPHGAN), konstipasi adalah kesulitan atau keterlambatan

melakukan defekasi selama dua minggu atau lebih dan mampu

menyebabkan stress pada pasien. Konstipasi dapat terjadi karena ibu

memberikan makanan padat dan tidak memberikan air susu ibu sehingga

bayi mengalami gangguan saluran pencernaan dan kekurangan cairan.

Apabila tidak ditangani dengan baik konstipasi yang berat atau cukup

hebat dapat terjadi obstipasi. Obstipasi ini dapat menyebabkan kanker usus

yang berakibat membahayakan bagi bayi dan balita (Dewi Satiti, 2021).

Keluhan konstipasi sering menjadi alasan orang tua mengajak anaknya

berobat. Konstipasi tidak dipengaruhi oleh status sosial, ekonomi, dan

jumlah anak.

Penatalaksanaan pada pasien konstipasi dapat dilakukan dengan

terapi farmakologi maupun non farmakologi. Terapi farmakologi dengan


5

pemberian obat laksatif sedangkan terapi non farmakologi dengan diit dan

perubahan perilaku. Salah satu terapi non farmakologi pada konstipasi

adalah dengan terapi pijat (Dewi Satiti, 2021).

Terapi pijat sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang. Pijat bayi

sendiri merupakan seni perawatan kesehatan bayi dengan terapi sentuh

dengan teknik-teknik tertentu sehingga bermanfaat bagi kesehatan bayi.

Beberapa penelitian tentang terapi pijat bayi banyak dilakukan dan

memberikan dampak yang baik bila dihubungkan dengan kondisi dan

penyakit pada anak. Salah satu manfaat dari terapi pijat antara lain

melancarkan peredaran darah, pencernaan dan pertumbuhan. Serta

didukung Penelitian medis yang telah membuktikan banyak manfaat dari

pijat bayi dan balita (Zeevenhooven, Koppen, and Benninga 2017).

Pijat bayi sebagai terapi sentuhan memiliki banyak manfaat positif

yang dapat mendukung bayi dan perkembangannya sehingga dapat

menjadi terapi komplementer pada bayi dengan konstipasi. Pijat ini

memiliki manfaat untuk melancarkan system pencernaan bayi dan

membantu bayi menjadi rileks sehingga bayi merasa nyaman dan tidak

rewel. Pemberian terapi pijat bayi ini dilakukan selama 3 kali pertemuan

dalam satu minggu, masing-masing pertemuan berdurasi 30 menit (Dewi

Satiti, 2021).

Penatalaksanaan pencegahan konstipasi perlu dilakukan dengan

melakukan edukasi dan tindakan tentang penanganan konstipasi, dengan

harapan pengetahuan keluarga tentang pencegahan konstipasi dapat


6

meningkat. Berdasarkan hasil analisis diatas, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Keluarga Pada

Tahap Perkembangan Keluarga Childbearing : Konstipasi dengan

menggunakan intervensi pijat bayi”

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran asuhan keperawatan keluarga pada tahap

perkembangan keluarga childbearing : konstipasi dengan menggunakan

intervensi pijat bayi?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1. Tujuan Umum

Menggambarkan asuhan keperawatan keluarga pada tahap

perkembangan keluarga childbearing : konstipasi dengan

menggunakan intervensi pijat bayi.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan pada

keluarga dengan tahap perkembangan keluarga childbearing :

konstipasi dengan menggunakan intervensi pijat bayi.

2. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada

keluarga dengan tahap perkembangan keluarga childbearing :

konstipasi dengan menggunakan intervensi pijat bayi.


7

3. Penulis mampu menyusun rencana keperawatan pada keluarga

dengan tahap perkembangan keluarga childbearing : konstipasi

dengan menggunakan intervensi pijat bayi.

4. Penulis mampu melakukan tindakan keperawatan pada keluarga

dengan tahap perkembangan keluarga chlidbearing : konstipasi

dengan menggunakan intervensi pijat bayi.

5. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga

dengan tahap perkembangan keluarga childbearing : konstipasi

dengan menggunakan intervensi pijat bayi.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. TINJAUAN TEORI

2.1.1. Konsep Dasar Keluarga

A. Definisi Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat

dimana terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang

tinggal di satu atap dalam keadaan saling ketergantungan

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Menurut Bakri M. H (2017) menjelaskan bahwa keluarga

adalah unit sosial ekonomi terkecil dalam masyarakat yang

merupakan landasan dasar dari semua institusi.

Keluarga adalah sekumpulan orang yang terikat

perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang memiliki tujuan

menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan

perkembangan fisik, mental, emosional serta sosial dari tiap

anggota keluarga (Friedman, 2013).

B. Tipe Keluarga

Menurut Harnilawati (2013) pembagian tipe keluarga adalah :

a. Secara Tradisional, keluarga dikelompokkan menjadi 2,

yaitu :

7
9

1) Keluarga inti (Nuclear Family) adalah keluarga yang

hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh

dari keturunan atau adopsi atau keduanya.

2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti

ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai

hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

b. Secara Modern (berkembangnya peran individu dan

meningkatnya rasa individualisme) menurut Harnilawati

(2013) pengelompokan tipe keluarga selain diatas adalah :

1) Tradisional Nuclear

Keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam stu

rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu

ikatan perkawinan, satu atau keduanya dapat bekerja di

luar rumah.

2) Reconstituted Nuclear

Pembentukan baru dari keluarga inti melalui

perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam

pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya,

baikmitu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil

dari perkawinan baru, stu/keduannya dapat bekerja di

luar rumah.
10

3) Middle Age / Aging Couple

Suami sebagai pencari uang, istri di rumah kedua-

duanya bekerja dirumah, anak-anak meninggalkan

rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.

4) Dyaduc Nuclear

Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai

anak yang keduanya atau salah satu bekerja di rumah.

5) Single Parent

Satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian

pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah

atau di luar rumah.

6) Dual Carrier

Yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa

anak.

7) Commuter Married

Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal

terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari

pada waktu-waktu tertentu.

8) Single Adult

Wanta atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan

tidak adanya keiingan untuk kawin.

9) Three Generation
11

Yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.

10) Institusional

Yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal

dalam suatu panit-panit.

11) Communal

Yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan

yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-

sama dalam penyediaan fasilitas.

12) Group Marriage

Yaitu satu perumahan terdiri dari orang tua dan

keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap

individu adalah kawin dengan yang lain dan semua

adalah orang tua dari anak anak.

13) Unmarried Parent and Child

Yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak

dikehendaki, anaknya diadopsi.

14) Cohibing Couple

Yaitu dua orang atau satu pasangan yang tinggal

bersama tanpa kawin.

15) Gay and Lesbian Family

Yaitu keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang

berjenis kelamin sama.


12

C. Tahap Perkembangan Keluarga

Menurut Padila (2012), tahap perkembangan keluarga dibagi

menjadi 8 yaitu :

a. Tahap keluarga pemula (Beginning family)

Keluarga baru/pasangan yang belum memiliki anak. Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :

1) Membangun perkawinan yang saling memuaskan

2) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara

harmonis

3) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan

sebagai orang tua)

4) Menetapkan tujuan bersama

5) Persiapan menjadi orang tua

6) Memahami prenatal care (pengertian kehailan,

persalinan, dan menjadi orang tua).

b. Tahap keluarga sedang mengasuh anak (Child bearing)

Keluarga dengan anak pertama berusia kurang dari 30

bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini

adalah:

1) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang

mantap (integrasi bayi dalam keluarga)


13

2) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang

bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga

3) Mempertahankan hubungan perkawinan yang

memuaskan

4) Memperluas persahabatan keluarga besar dengan

menambah peran orang tua, kakek, dan nenek

5) Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan

perkembangan anak

6) Konseling KB post partum 6 minggu

7) Menata ruang untuk anak

8) Menyiapkan biaya untuk mengasuh anak

9) Memfasilitasi role learning anggota keluarga

10) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

c. Tahap keluarga dengan anak usia pra-sekolah

Keluarga dengan anak pertama berusia 30 bulan – 6 tahun.

Tugas perkembangan keluarga :

1) Pemenuhan kebutuhan anggota keluaraga seperti

rumah, ruang bermain, privasi, dan keamanan

2) Mensosialisasikan anak

3) Mengintegrasikan anak yang baru dan memenuhi

kebutuhan anak yang lain

4) Mempertahankan hubungan yang sehat (hubungan

perkawinan dan hubungan orang tua-anak) serta


14

hubungan diluar keluarga (keluarga besar dan

komunitas)

5) Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak

6) Pembagian tanggung jawab

7) Merencanakan kegiatan dan waktu stimmulasi tumbuh

dan kembang anak.

d. Tahap keluarga dengan anak usia sekolah

Keluarga dengan anak pertama berusia 6 – 13 tahun.

Tugas perkembangan keluarga :

1) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan

prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan

dengan teman sebaya yang sehat

2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang

memuaskan

3) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga

4) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya

intelektual

5) Menyediakan aktivitas untuk anak.

e. Tahap keluarga dengan anak remaja

Keluarga dengan anak pertama berusia 13 – 20 tahun.

Tugas perkembangan keluarga :


15

1) Memberikan keseimbangan antara kebebasan dan

tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan

semakin mandiri

2) Memfokuskan kembali hubungan intim perkawinan

3) Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan

anak-anak

4) Mempersiapkan perubahan untuk memenuhi kebutuhan

tumbuh dan kembang anggota keluarga.

f. Tahap keluarga dengan anak dewasa

Keluarga dengan anak pertana meninggalkan rumah.

Tugas tahap perkembangan keluarga :

1) Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan

anggota keluarga baru dari perkawinan anak-anaknya

2) Melanjutkan dan menyesuaikan kembali hubungan

perkawinan

3) Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari

suami atau istri

4) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru

dimasyarakat

5) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan

menerima kepergian anaknya

6) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi

contoh bagi anak-anaknya.


16

g. Tahap keluarga usia pertengahan (Middle age family)

Tugas perkembangan keluarga :

1) Menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan

kesehatan

2) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dan

penuh arti dengan para orang tua (lansia) dan anak-anak

3) Memperkokoh hubungan perkawinan

4) Persiapan masa tua dan pensiun.

h. Tahap keluarga lanjut usia

Tugas perkembangan keluarga :

1) Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah

cara hidup

2) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan

3) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun

4) Mempertahankan hubungan perkawinan

5) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan

6) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi

7) Melakukan life review masa lalu.

D. Fungsi Pokok Keluarga

Fungsi pokok keluarga antara lain sebagai berikut :

a. Fungsi afektif
17

Merupakan peranan yang memenuhi kebutuhan psikosial

dan memberikan kasih sayang terhadap anggota

keluarganya (Susanti & Putri, 2012).

b. Fungsi sosialisasi

Merupakan perwarisan nilai sosial dan pendidikan

kemudian anak-anak diterima sebagai anggota di

masyarakat (Satya Yoga dkk., 2015).

c. Fungsi reproduksi

Merupakan fungsi untuk menambah keturunan di keluarga,

maka dari itu dengan sebuah ikatan perkawinan yang sah

sehingga dapat membentuk sebuh keluarga dengan

membuat keturunan (Manurung, 2018).

d. Fungsi ekonomi

Merupakan fungsi ekonomi dalam keluarga untuk

memenuhi barang dan jasa melalui produksi, distribusi,

konsumsi yang dilakukan oleh anggota keluarga (Satya

Yoga dkk., 2015).

e. Fungsi perawatan kesehatan

Fungsi perawatan ksehatan yaitu keluarga juga harus

berperan dalam melakukan asuhan keperawatan pada semua

anggota keluarga untuk mencegah adanya penyakit dan


18

merawat ketika ada salah satu anggota keluarga yang sakit

(Manurung, 2018).

f. Fungsi perlindungan fisik

Merupakan fungsi dalam memberikan perlindungan fisik

seperti perumahan, sandang dan pangan kepada anggota

keluarga (Satya Yoga dkk., 2015).

g. Fungsi perawatan usia

Merupakan fungsi perawatan untuk anggota keluarga lanjut

usia (Satya Yoga dkk., 2015).

E. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan

Tugas keluarga dalam bidang kesehatan menurut Yolanda

(2017) antara lain sebagai berikut :

a. Tugas keluarga dalam mengenal masalah kesehatan

keluarga

b. Tugas keluarga dalam membuat keputusan yang tepat

c. Tugas keluarga untuk memberikan asuhan keperawatan

kepada anggota keluarga yang sakit

d. Tugas keluarga dalam mempertahankan suasana rumah

yang nyaman, bersih dan sehat

e. Tugas keluarga untuk menggunakan fasilitas pelayanan

kesehatan yang ada dilingkungan masyarakat


19

2.1.2. Konsep Dasar Konstipasi

1. Definisi

Menurut North American Society for Pediatric

Gastroenterology Hepatologi and Nutrition (NAPSGAN) tahun

2006, menjelaskan bahwa konstipasi merupakan keterlambatan

atau kesulitan dalam defekasi yang terjadi dalam 2 minggu atau

lebih dan cukup membuat pasien menderita (Jurnalis et al.,

2013).

Konstipasi adalah ketidakmampuan melakukan evakuasi

tinja secara sempurna yang tercermin dalam 3 aspek yaitu,

berkurangnya frekuensi berhajat dari biasanya, tinja yang lebih

keras dari sebelumnya dan pada palpasi abdomen teraba massa

tinja (skibala) dengan atau tidak disertai enkopresis (kecepirit)

(Jurnalis et al., 2013).

Konstipasi dapat terjadi karena ibu memberikan makanan

padat dan tidak memberikan ASI sehingga bayi mengalami

gangguan saluran pencernaan dan kekurangan cairan. Apabila

tidak tertangani dengan baik konstipasi yang berat atau cukup

hebat dapat terjadi obstipasi. Obstipasi ini dapat menyebabkan

kanker usus yang berakibat membahayakan bagi bayi dan balita

(Dewi Satiti, 2021).

Dapat disimpulkan bahwa seorang anak dikatakan

menderika konstipasi apabila ia tidak berhasil melakukan


20

defekasi dengan kekuatan sendiri, sakit saat berdefekasi atau

telah terjadi inkontinensia akibat penumpkan feses hal tersebut

terjadi akibat pemberian makanan padat dan tidak memberikan

ASI pada bayi.

2. Etiologi

Etiologi dari konstipasi menurut SDKI (2017) yaitu sebagai

berikut :

1. Fisiologis

a) Penurunan motilitas gastrointestinal

b) Ketidakadekuatan pertumbuhan gigi

c) Ketidakcukupan asupan cairan

d) Aganglionik (misalnya penyakit hirsprung)

e) Kelemahan otot abdomen

2. Psikologis

a) Konsufi

b) Depresi

c) Gangguan emosional

3. Situasional

a) Perubahan kebiasaan makan (misalnya, jenis makanan,

jadwal makanan)

b) Ketidakadekuatan toileting

c) Aktivitas fisik harian kurang dari yang dianjurkan

d) Penyalahgunaan laksatif
21

e) Efek agen farmakologis

4. Gejala dan Tanda Mayor

a. Subjektif

1) Defekasi kurang dari 2 kali seminggu

2) Pengeluaran feses lama dan sulit

b. Objektif

1) Feses keras

2) Peristatik usus menurun

5. Gejala dan Tanda Minor

a) Subjektif

Mengejan saat defekasi

b) Objektif

1) Distensi abdomen

2) Kelemahan umum

3) Teraba massa pada rektal

2.1.3. Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan

yang diberikan kepada keluarga melalui praktik mandiri

keperawatan yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah

kesehatan keluarga tersebut dengan menggunakan proses

keperawatan. Proses keperawatan terdiri atas lima langkah, yaitu

pengkajian, perumusan diagnosis keperawatan, penyusunan


22

rencana keperawatan, pelaksanaan tindakan keperawatan dan

melakukan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian keperawatan keluarga

a. Data umum

Menurut Andarmoyo (2012), pengkajian data umum keluarga

meliputi :

1) Nama kepala keluarga

2) Alamat dan nomor telepon

3) Pekerjaan dan pendidikan kepala keluarga

4) Komposisi keluarga

5) Genogram

6) Tipe keluarga

7) Suku bangsa

8) Agama

9) Status sosial ekonomi

10) Aktivitas rekreasi keluarga

b. Riwayat dan tahap perkembangan keleuarga

1) Tahap perkembangan keluarga saat ini

Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak

tertua dari keluarga inti.

2) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi


23

Menjelaskan tugas perkembangan yang belum terpenuhi

oleh keluarga serta kendala mengapa tugas

perkembangan tersebut belum terpenuhi.

3) Riwayat keluarga inti

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga

inti yang meliputi riwayat penyait keturunan, riwayat

kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian

terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan

kesehatan yang bisa digunakan serta pengalaman-

pengalaman terhadap pelayanan kesehatan. Adapun

tanda pemeliharaan kesehatan tidak efektif yaitu

memiliki riwayat perilaku mencari bantuan kesehatan

yang kurang dan ketidakpatuhan kontrol.

4) Riwayat keluarga sebelummya

Dijelaskan mengenai riwatar kesehatan pada keluarga

dari pihak suami dan istri atau keluarga asal kedua orang

tua.

c. Data lingkungan

1) Karakteristik rumah

a) Tipe tempat tinggal

b) Kondisi rumah

c) Dapur
24

d) Kamar mandi

e) Pengaturan kamar tidur didalam rumah

f) Keadaan umum kebersihan dan sanitasi rumah

g) Perasaan-perasaan subjektif keluarga terhadap rumah

h) Pengaturan privasi dan bagaimana keluarga

merasakan privasi mereka memadai

i) Ada tidaknya bahaya-bahaya terhadap keamanan

rumah

j) Pembuangan sampah

k) Puas atau tidaknya anggota keluarga dengan

pengaturan rumah

2) Karakteristik tetangga dan komunitas RW

a) Karakteristik lingkungan dan komunitas tempat

tinggal yang lebih luas

b) Akses dan kondisi sekolah-sekolah di lingkungan atau

komunitas

c) Fasilitas-fasilitas rekreasi yang dimiliki

d) Insiden kejahatan di lingkuan dan komunitas

3) Mobilitas geografi keluarga

Mobilitas geogrfi keluarga ditentukan dengan

kebiasaan berpindah tempat

4) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat


25

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga

untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga dan

interaksi dengan masyarakat

5) Sistem pendukung keluarga

Yang termasuk dalam sistem pendukung keluarga

adalah sejumlah keluarga yang sehat dan fasilitas yang

dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan (fasilitas

fisik, psikologis dan sosial). Salah satu tanda

pemeliharaan kesehatan tidak efektif yaitu tidak adanya

sistem pendukung (support system).

d. Struktur keluarga

1) Pola komunikasi keluarga

Menjelaskan mengenai cara berkomuniasi antar anggota

keluarga

2) Struktur kekuatan keluarga

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan

memengaruhi orang laun untuk merubah periaku

3) Struktur peran

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga

baik secara formal maupun informal

4) Nilai atau norma keluarga


26

Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh

kelaurga yang berhubungan dengan kesehatan

5) Fungsi keluarga

a. Fungsi afektif

Hal yang perlu dikaji yaitu gmbran diri anggota

keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam

keluarga, dukungan keluarga terhadapa nggota lain,

terciptanya kehangatan dan bagaimana keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai.

b. Fungsi sosialisasi

Hal yang dikaji yaitu bagaimana interkasi atau

hubungan dalam keluarga, sejauh mana keluarga dalam

belajar disiplin, perilaku, norma dan budaya.

c. Fungsi reproduksi

Hal yang dikaji mengenai sejauh mana keluarga dalam

merencanakan jumah anggota keluarga, menggunakan

metode apa dan dikendalikan dengan cara bagaimana.

d. Fungsi ekonomi

Mengkaji mengenai sumber dana untuk memenuhi

segala kebutuhan anggota keluarga dan bagaimana


27

keluarga meningkatkan ketrampilan ekonomi untuk

mencapai kesejahteraan. Pemeliharaan kesehatan tidak

efektif dapat disebabkan karena ketidakcukupan

sumber daya (misanya keuangan, fasilitas).

e. Fungsi perawatan kesehatan

Mengkaji sejuah mana keluarga menyediakan makanan,

pakaian perlu dukungan serta merawat anggota

keluarga yang sakit. Sejauh mana pengetahuan keluarga

mengenal sehat sakit dan kesanggupan keluarga dalam

melaksanakan perawatan kesehatan. Pemeliharaan

kesehatan tidak efektif dapat dilihat dari perilaku

keluarga yang kurang menunjukan perilaku sehat, tidak

mamu menjalankan perilaku sehat (keluarga belum

mengatur pola makan pasien, keluarga masih belum

memisahkan makanan pasien dengan anggota keluarga

lainnya, keluarga tidak melarang pasien makan

makanan yang banyak mengandung gula dan makanan

siap saji).

6) Stress dan koping keluarga

a) Stressor jangka pendek merupakan stressor yang

dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam

waktu kurang dari 6 bulan.


28

b) Stressor jangka panjang merupakan stressor yang

dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam

wakti lebih dari 6 bulan.

c) Kemampuan keluarga dalam merespon stressor dengan

ketegangan sehari-hari

d) Strategi keluarga dalam mengatasi masalah. Dalam

pemeliharaan kesehatan tidak efektif, keluarga masih

membiarkan pasien berpikir keras atau mengalami

stress.

7) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggota

keluarga. Metode yang digunakan pada pemeriksaan fisik

tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di kinik.

8) Harapan keluarga

Hal yang dikaji yaitu mengenai bagaimana harapan

keluarag terhadap masalah kesehatan dan terhadap petugas

kesehatan.

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari hasil

pengkaian terhadap adanya masalah dalam tahap perkembangan

keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi

keluarga dan koping keluarga baik yang bersifat actual, risiko

maupun sejahtera. Dimana perawat memiliki kewenangan dan


29

tanggung jawab untuk melakukan tindakan keperawatan

bersama-sama dengan keluarga dan berdasarkan kemampuan

dan sumber daya keluarga (Riasmini dkk., 2017). Masalah

keperawatan yang mungkin muncul pada keluarga dengan

konstipasi menurut SDKI (2017) yaitu :

a. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan

cairan ditandai dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu,

pengeluaran feses lama dan sulit, mengejan saat defekasi,

feses keras, peristaltik menurun, distensi abdomen, teraba

masa pada rektal dan kelemahan umum (D.0149)

b. Nyeri akut berhubngan dengan agen pencedera fisiologis

ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, sulit tidur

(D. 0077)

c. Pemilihan kesehatan tidak efektif berhubungan dengan

ketidakmampuan mengatasi masalah, tidak terpenuhinya

tugas perkembangan ditandai dengan kurang menunjukkan

perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan, kurang

menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat, tidak

mampu menjalankan perilaku sehat, tidak memiliki sistem

pendukung (support system) (D.0003)

Didalam proses penegakan diagnosis keperawatan

keluarga hal yang perlu dilakukan adalah dengan


30

menggunakan skala prioritas masalah. Adapun tahapannya

sebagai berikut :

a. Menentukan prioritas masalah

Penentuan prioritas masalah didasarkan dari 4 kriteria

yaitu sifat masalah, kemungkinan masalah untuk dicegah

dan menonjolnya masalah. Keempat kriteria tersebut

yaitu :

1) Sifat masalah, bobot yang lebih berat diberikan pada

masalah actual karena yang pertama memerlukan

tindakan segera dan biasanya didasari dan dirasakan

oleh keluarga.

2) Kemungkinan masalah dapat diubah, perawat perlu

memperhatikan terjakaunya faktor-faktor seperti :

a) Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan

tindakan untuk menangani masalah

b) Sumber daya keluarga dalam bentuk fisik,

keuangan dam tenaga

c) Sumber daya perawat dalam bentuk pengetahuan,

keterampilan dan waktu

d) Sumber daya masyarakat dalam bentuk fasilitas,

organisasi dalam masyarakat dan sokongan

masyarakat
31

3) Potensi masalah dapat dicegah. Faktor yang perlu

diperhatikan antara lain :

a) Kepelikan masalah yang berhubungan dengan

penyakit atau masalah

b) Lamanya masalah yang berhubungan dengan

penyakit

c) Tindakan yang sedang dilakukan adalah tindakan

yang tepat dalam meperbaiki masalah

d) Adanya kelompok high risk atau kelompok yang

sangat peka menambah potensi untuk mencegah

masalah

4) Menonjolnya masalah, perawat perlu menilai presepsi

atau bagaumana keuarga melihat masalah kesehatan

tersebut. Nilai dari skor tertinggi akan terlebih dahulu

diberikan intervensi keluarga

b. Skoring diagnosa keperawatan

No Kriteria Skor Bobot

1. Sifat masalah 1
Skala :
Wellness 3
Aktual 3
Risiko 2
Potensial 1

2. Kemungkinan masalah dapat 2


diubah
Skala :
Mudah 2
Sbagian 1
Tidak dapat 0
32

3. Potensi masalah untuk dicegah 1


Skala :
Tinggi 3
Cukup 2
Rendah 1

4. Menonolnya masalah 1
Skala :
Segera 2
Tidak perlu 1
Tidak dirasakan 0

Table 2.1 skoring diagnosa keperawatan

Dalam menentukan diagnosa keperawatan keluarga

terdapat cara skoring antara lain :

a. Menentukan skor setiap kriteria x bobot

b. Skor dibagi dengan makna tertinggi dan mengalikan

dengan bobo

c. Menjumlahkan skor untuk semua kriteria

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan adalah kegiatan peyusunan

rencana asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada pasien

untuk membantu pasien mencapai kesembuhan. Adapun

perencanaan keperawatan pada anak dengan diagnose konstipasi

menurut SIKI (2017) :

a. Konstipasi berhubungan dengan ketidakcukupan asupan

cairan ditandai dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu,

pengeluaran feses lama dan sulit, mengejan saat defekasi,


33

feses keras, peristaltik menurun, distensi abdomen, teraba

masa pada rektal dan kelemahan umum (D.0149)

1) Kriteria hasil

Eliminasi fekal (L.04033)

a) Kontrol pengeluaran feses meningkat (5)

b) Keluhan defekasi lama dan sulit menurun (5)

c) Mengejan saat defekasi (5)

d) Distensi abdomen menurun (5)

e) Teraba massa pada rektal menurun (5)

f) Nyeri abdomen menurun (5)

g) Kram abdomen menurun (5)

h) Konsistensi feses membaik (5)

i) Frekuensi defekasi membaik (5)

j) Peristaltik usus membaik (5)

2) Intervensi

Manajemen konstipasi (I.04155)

a) Observasi

i. Periksa tanda dan gejala konstipasi

ii. Periksa pergerakan usu, karakteristik feses

(konsistensi, bentuk, volume dan warna)

iii. Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. obat-

obatan, tirah baring, dan diet rendah serat)


34

iv. Monitor tanda dan gejala ruptur usus dan atau

peritonitis

b) Terapeutik

i. Anjurkan diet tinggi serat

ii. Lakukan massage abdomen, jika perlu

iii. Lakukan evakuasi feses secara manual, jika perlu

iv. Berikan enema atau irigasi, jika perlu

c) Edukasi

i. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan

ii. Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak

ada kontraindikasi

iii. Latih bang air besar secara teratur

iv. Ajarkan cara mengatasi konstipasi

d) Kolaborasi

i. Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan

atau peningkatan frekuensi suara usus

ii. Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

b. Nyeri akut berhubngan dengan agen pencedera fisiologis

ditandai dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, sulit tidur

(D. 0077)

1) Kriteria hasil

Tingkat nyeri (L.08066)

a) Keluhan nyeri menurun (5)


35

b) Meringis menurun (5)

c) Kesulitan tidur menurun (5)

d) Frekeunsi nadi membaik (5)

e) Pola napas membaik (5)

f) Nafsu makan membaik (5)

2) Intervensi

Manajemen nyeri (I.08238)

a) Observasi

i. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,

frekuemsi, kualitas dan intensitas nyeri

ii. Identifikasi skala nyeri

iii. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang

nyeri

b) Terapeutik

i. Berikan teknik nonfarmakologi untuk

mengurangi rasa nyeri (mis. terapi pijat)

ii. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri

iii. Fasilitasi istirahat dan tidur

c) Edukasi

i. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri

ii. Jelaskan straregi meredakan nyeri

iii. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

d) Kolaborasi
36

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Riasmini dkk (2017) implementasi pada asuhan

keperawatan keluarga dapat dilakukan pada individu dalam

keluarga dan pada anggota keluarga lainnya. Implementasi

yang ditunjukkan pada individu meliputi `;

a. Tindakan keperawatan langsung

b. Tindakan kolaboratif dan pengobatan dasar

c. Tindakan observasi

d. Tindakan pendidikan kesehatan

Implementasi keperawatan yang ditunjukkan pada keluarga

meliputi :

a. Meninngkatkan kesadaran atau penerimaan keluarga

mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan

cara memberikan informasi, mengidentifikasi

kebutuhan dan harapan tentang kesehatan, mendorong

sikap emosi yng sehaat terhadap masalah.

b. Membantu keluarga memutuskan cara perawatan

yang tepat untuk individu dengan cara

mengidentifikasi konsekuensi jika tidak melakukan

tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang

dimiliki keluarga, mendiskusikan tentang konsekuensi

tiap makanan.
37

c. Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota

keluarga keluarga yang sakit dengan cara

mendemostrasikan cara perawatan, menggunakan alat

dan fasilitas kesehatan yang ada di rumah, mengawasi

keluarga melakukan perawatan.

d. Membantu keluarga menemukan bagaimana cara

membantu lingkungan menjadi sehat, dengan cara

menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan

keluarga, melakukan perubahan lingkungan keluarga

seoptimal mungkin

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tindakan intrelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa

keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaanya sudah

berhasil dicapai. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat

kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Adapun hasil yang

diharapkan pada anak menurut Tim Pokja SLKI DPP PPNI

(2018) yaitu :

a. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun

b. Tidak ada distensi abdomen

c. Konsistensi feses membaik

d. Peristaltik usus membaik


38

2.1.4. Terapi Pijat Bayi

1. Definisi

Terapi pijat sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang.

Pijat bayi sendiri merupakan seni perawatan kesehatan bayi

dengan terapi sentuh dengan teknik-teknik tertentu sehingga

bermanfaat bagi kesehatan bayi. Beberapa penelitian tentang

terapi pijat bayi banyak dilakukan dan memberikan dampak

yang baik bila dihubungkan dengan kondisi dan penyakit pada

anak. Salah satu manfaat dari terapi pijat antara lain

melancarkan peredaran darah, pencernaan dan pertumbuhan.

Pijat bayi sebagai terapi sentuhan memiliki banyak

manfaat positif yang dapat mendukung bayi dan

perkembangannya serta dapat menjadi terapi komplementer

pada bayi dengan konstipasi. Pijat bayi memiliki manfaat untuk

melancarkan sistem pecernaan bayi dan membantu bayi untuk

relaksasi sehingga bayi tersebut merasa nyaman dan tidak rewel

(Bennett, Underdown, and Barlow 2013). Pijatan pada tubuh

diyakini dapat menstimulasi sirkulasi darah lokal. Pembuluh

darah pada daerah tubuh yang dipijat akan mengalami dilatasi

dan aliran darah pada daerah yang dipijat meningkat.

Peningkatan aliran darah dapat dinilai dengan membandingkan

suhu dari daerah dalam pemijatan sebelum dan sesudah

dilakukan pemijatan (Kadim and Endyarni 2016). Berdasarkan


39

teori tersebut, diasumsikan bahwa dengan menstimulasi sirkulasi

darah, maka dapat juga melancarkan peredaran darah ke organ

pencernaan. Pijat dapat merangsang sistem saraf dan hormon.

Pijatan merupakan rangsangan taktil di permukaan kulit dan

merangsang persarafan disekitarnya. Sel-sel saraf akan bekerja

memberikan informasi ke otak, sehingga otak dapat

menginstruksikan enzim ODC (ornithin decarboxylase) untuk

meningkatkan produksinya. Enzim tersebut bekerja untuk

menjadi petunjuk bagi pertumbuhan sel dan jaringan.

Pertumbuhan sel dan jaringan bermanfaat untuk memperbaiki

kondisi pencernaan yang rusak akibat invasi mikroorganisme

(Suranto, 2011 dalam Dewi Satiti, 2021).

2. Standar Oprasional Prosedur

a. Fase orientasi

1) Identifikasi pasien

2) Persiapan alat : baby oil, music

3) Persiapan terapis : melepas perhiasan, kuku pendek,

ruangan hangat, bayi tidak lapar, memutar musik.

b. Fase kerja

1) Cuci tangan keringkan dan hangatkan tangan terapis

2) Komunikasi terapeutik dengan anak dan orang tua

3) Pemijatan kaki A : memerah kaki, memeras dan

memutar, mengurut telapak kaki, menarik jari-jari,


40

meregangkan telapak kaki, membuat titik tekanan,

meregangkan punggu, memeras dan memutar

pergelangan kaki, menggulung kaki.

4) Pemijatan kaki B : pijat kaki satunya dengan cara yang

sama dan gerakan akhir.

5) Pemijatan perut : mengayuh sepeda, mengayuh sepeda

dengan kaki diangkat, ibu jari kesamping umbilicus,

bulan matarhari, I love you, gelombang berjalan.

6) Pemijatan dada : jantung besar, kupu-kupu, memijat

ketiak.

7) Pemijatan tangan : memerah, memeras dan memutar,

mengurut telapak tangan, menarik jari-jari, meregangkan

punggung tangan, memeras dan memutar pergelangan

tangan, menggulung tangan.

8) Memijat tangan yang lain

9) Pemijatan muka : menyetrika dahi, menyetrika alis,

senyum 1,2 dan 3, memijat rahang, menekan belakang

telinga

10) Pemijatan punggung : maju mundur, menyetrika

punggung, menyetrika punggung kaki diangkat, gerakan

melingkar, menggaruk.
41

11) Gerakan peregangan : menyilangkan kedua tangan,

diagonal kaki tangan, menyilangkan kaki, menekuk dua

kaki bersama, menekuk satu kaki bergantian.

12) Gerakan relaksasi : menggoyangkan badan

13) Melap tubuh anak dengan handuk dan memakaikan baju

bersih dan kering

14) Merapikan alat dan cuci tangan

c. Fase terminasi

1) Bersihkan alat dan lingkungan

2) Cuci tangan

3) Berpamitan dan menyampaikan tindak lanjut

2.2. KERANGKA TEORI

Tahap perkembangan keluarga :


1) Keluarga baru (bargaining family).
2) Keluarga dengan anak pertama <30 bulan (child bearing family).
3) Keluarga dengan anak pra sekolah
4) Keluarga dengan anak usia sekolah
5) Keuarga dengan anak remaja
6) Keluarga dengan anak dewasa
7) Keluarga dengan anak pertahanan
8) Keluarga dengan lanut usia
42

Tugas tahap perkembangan keluarga : Masalah kesehatan yang muncul :


1) Membentuk keluarga muda sebagai Pendidikan maternitas fokus keluarga, perawatan
unit yang mantap (integrasi bayi bayi, imunisasi, konseling perkembangan anak,
dalam keluarga) KB, pengenalan dan penangan masalah kesehatan
2) Rekonsiliasi tugas-tugas fisik secara dini.
perkembangan yang bertentangan dan
kebutuhan anggota keluarga
3) Memepertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan
4) Memperluas persahabatan keluarga Tanda dan Gejala :
besar dengan menambah perang orang
tua, kakek dan nenek Defekasi kurang dari 2 kali seminggu,
5) Bimbingan orang tua tentang pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras,
pertumbuhan dan perkembangan peristaltik usus menurun, distensi abdomen,
anak. teraba feses pada rektal.
6) Konseling KB post partum 6 minggu
7) Menata ruang untuk anak
8) Menyiapkan biaya mengasuh anak
9) Memfasilitasi role learning anggota
keluarga Diagnosa Keperawatan :
10) Mengadakan kebiasaan keagamaan
secara ruti 1) Konstipasi b.d ketidakcukupan asupan cairan
d.d defekasi kurang dari 2 kali seminggu,
pengeluaran feses lama dan sulit, feses keras,
peristaltik usus menurun, distensi abdomen,
Gambar 2.1 Kerangka Teori teraba feses pada rektal (D.0149)
2) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologi d.d
(SDKI, 2017 ) dengan mengeluh nyeri, tampak meringis, sulit
tidur (D. 0077)
2.3. KERANGKA KONSEP

Konstipasi Terapi Pijat Bayi


43
DAFTAR PUSTAKA

Dewi Satiti, I. A. (2021). Pengaruh Pijat Bayi Sebagai Terapi Komplementer


Terhadap Konstipasi Pada Bayi 6-12 Bulan. Media Husada Journal Of
Nursing Science, 2(1), 33–39. https://doi.org/10.33475/mhjns.v1i2.32

Jurnalis, Y. D., Sarmen, S., & Sayoeti, Y. (2013). Konstipasi pada anak. Cermin
Dunia Kedokteran, 40(1), 27–31.

Keperawatan, N. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Hipertensi


Di Desa Rangkah Kidul Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo.

Sukarno, J. Y. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn. H Dan Tn. F Pada
Tahap Perkembangan Childbearing Dengan Ketidakcukupan Asi Di
Puskesmas Gondang Rejo. Karya Tulis Ilmiah.

Tsania, N., Sunarti, E., & Krisnatuti, D. (2015). Karakteristik keluarga, kesiapan
menikah istri, dan perkembangan anak usia 3-5 tahun. Jurnal ilmiah
keluarga dan konseling, 8(1), 28-37. ISSN: 1907-6037

Wulansari, & Diki Aji Saputra. (2021). Pengaruh Intervensi Edukasi Kesehatan
Terhadap Masalah Manajemen Kesehatan Tidak Efektif Pada Keluarga
Dengan Riwayat Diare Anak Berulang. Media Informasi Penelitian
Kabupaten Semarang, 4(1), 108–116. https://doi.org/10.55606/sinov.v4i1.66

Amorisa Wiratri. (2018). Menilik Ulang Arti Keluarga Pada Mayarakat


Indonesia (Revisiting The Concept Of Family In Indonesia Society) Jurnal
Kependudukan Indonesia, Vol.13, 15-26.

Bakri & Maria, H. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Pustaka


Mahardika.

Dewi Satiti, I. A. (2021). Pengaruh Pijat Bayi Sebagai Terapi Komplementer


Terhadap Konstipasi Pada Bayi 6-12 Bulan. Media Husada Journal Of
Nursing Science, 2(1), 33–39. https://doi.org/10.33475/mhjns.v1i2.32

Jurnalis, Y. D., Sarmen, S., & Sayoeti, Y. (2013). Konstipasi pada anak. Cermin
Dunia Kedokteran, 40(1), 27–31.

Keperawatan, N. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Pada Pasien Hipertensi


Di Desa Rangkah Kidul Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo.

Sukarno, J. Y. (2017). Asuhan Keperawatan Pada Keluarga Tn. H Dan Tn. F Pada
Tahap Perkembangan Childbearing Dengan Ketidakcukupan Asi Di
Puskesmas Gondang Rejo. Karya Tulis Ilmiah.
Wulansari, & Diki Aji Saputra. (2021). Pengaruh Intervensi Edukasi Kesehatan
Terhadap Masalah Manajemen Kesehatan Tidak Efektif Pada Keluarga
Dengan Riwayat Diare Anak Berulang. Media Informasi Penelitian
Kabupaten Semarang, 4(1), 108–116. https://doi.org/10.55606/sinov.v4i1.66

Parasita, Niluh Ayu. dkk. (2021). Media Husada Journal of Nursing Science. Vol
2 (No1), 33-39

Yolanda Septina Fajri. (2017). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi


Pada Lansia Tahap Awal Di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang.

Wulansari, dan Diki Aji Saputra. (2021). Pengaruh Intervensi Edukasi Kesehatan
Terhadap Masalah Manajemen Kesehatan Tidak Efektif Pada Keluarga
Dengan Riwayat Diare Anak Berulang. Media Informasi Penelitian
Kabupaten Semarang, Vol.4

Zakaria, Amir. 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Pendekatan Teori dan


Konsep. Malang: International Research and Development for Human
Beings.

Zeevenhooven, Judith, Ilan J.N. Koppen, and March A. Benninga. (2017). The
New Rome IV Criteria For Functional Gastrointestinal Disorders In Infant
And Toddlers. Pediatric Gastroenterology, Hepatology And Nutrition 20(1) :
1-13.

Anda mungkin juga menyukai