KATA PENGANTAR
Penyusun mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. karena berkat hidayah-
Nya jua buku ini berhasil disusun sebagaimana yang diharapkan. Sebagaimana yang telah
direncanakan sebelumnya.
Latar belakang penyusunan buku ini adalah belum lahirnya buku Matakuliah Umum
Bahasa Indonesia yang dapat dijadikan pegangan para dosen dalam mengampu matakuliah
ini. Sulitnya para mahasiswa dalam memperoleh sumber-sumber materi belajar yang diminta
oleh dosennya. Baik dalam hal melengkapi pemahaman mereka terhadap teori yang telah
diberikan maupun panduan mereka dalam mengerjalan tugas/latihan yang diberikan.
Melalui kesempatan ini juga penyusun mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah ikut mendukung terbitnya buku ini, yaitu:
(1) Rektor Universitas Maritim Raja Ali Haji, Prof. Dr. Agung Dhamar Syakti, S.Pi.,
DEA., yang selalu memberikan motivasi kepada dosen-dosen untuk selalu menulis;
(2) Ketua LP3M Universitas Maritim Raja Ali Haji, Asist. Prof. Sri Wuwanti, S.E., M.Sc.
Yang telah mengalokasian dana penerbitan buku ini;
(3) Ketua UMRAH Press, Bony Irawan, S.Pd., M.Pd. yang telah berusaha membantu
pengurusan ISBN Buku ini;
(4) Seluruh dosen dan staf PBSI FKIP UMRAH yang telah ikut membantu lahirnya buku
ini.
Buku ini tentunya masih terdapat kekurangan di luar kemampuan penyusun. Oleh sebab
itu kritik dan saran positif sangat diharapkan untuk kesempurnaan buku ini di masa datang.
Semoga buku ini dapat memberikan manfaat kepada Bapak dan Ibu dosen pengampu
Matakuliah Umum Bahasa Indonesia dalam menjalankan tugasnya, aamiin!
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
Rencana Program Pembelajaran Matakuliah Umum Bahasa Indonesia .................................... v
Deskripsi Mata Kuliah Matakuliah Bahasa Indonesia ini merupakan matakuliah kemampuan umum yang bertujuan memberikan bekal
kepada mahasiswa dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, khususnya dalam penyusunan
atau penulisan tugas akhir nanti. Semua materi yang sudah disusun lebih difokuskan pada peningkatan kemahiran
mahasiswa dalam menulis.
Standar Kompetensi 1. Memahami tentang Latar Belakang
2. Mehamami tentang Sejarah Bahasa Indonesia
3. Memahami EYD
4. Memahami Ragam, Hakikat, dan Kedudukan Bahasa Indonesia
5. Memahami diksi
6. Memahami kalimat efektif
7. Menata kalimat Bahasa Indonesia yang benar
8. Menata Paragraf
9. Memahami teknik mengutip yang benar
10. Memahami teknik menulis daftar pustaka yang benar
11. Memahami teknis menulis surat dinas
12. Memahami Teknik Menyusun Resensi
13. Memahami Teknik Menyusun Opini dan Artikel
14. Memahami Teknik Menggunanakan Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah (Laporan Penelitian)
Materi Pokok/
Minggu Kompetensi
Sub Materi Karakter Indikator Pengalaman Belajar Media Evaluasi Sumber
Ke Dasar
Pokok
1 Memahami 1. Kontrak Rasa ingin tahu, Memahami kontrak Memahami kontrak kuliah Pawer Tes Buku Ajar
Kontrak Kuliah Perkuliahan toleransi, kuliah dan latar dan latar belakang belajar Point Lisan
dan Pendahuluan 2. Pendahuluan menghargai,manbelakang BI di perguruan tinggi dan
Materi Pokok/
Minggu Kompetensi
Sub Materi Karakter Indikator Pengalaman Belajar Media Evaluasi Sumber
Ke Dasar
Pokok
diri,disiplin pembelajaran BI di LCD
PT
2 Memahami 1. Bahasa Rasa ingin tahu, - Memahami Sejarah -Memahami sejarah Power Tes lisan Buku Ajar
Sejarah Bahasa Melayu toleransi, Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia point, Sintaksis
Indonesia sebagai menghargai,man LCD
Lingua Franca diri,disiplin
2. Bahasa
Melayu cikal
bakal BI
3. Bahasa
Indonesia
masa Jepang
4. Bahasa
Indonesia
sebagai
bahasa
nasional dan
negara
Materi Pokok/
Minggu Kompetensi
Sub Materi Karakter Indikator Pengalaman Belajar Media Evaluasi Sumber
Ke Dasar
Pokok
3 Memahami EYD 1. Penulisan Rasa ingin tahu, Memahami EYD Mengetahui dan LCD Latihan buku ajar
Huruf toleransi, memahami EYD dan
2. Penggunaan menghargai,man Pawer
Tanda Baca diri,disiplin Point
3. Singkatan dan
Akronim
4. Petik Tunggal
dan Petik
Ganda
4 Memahami 1. Ragam Rasa ingin tahu, - memahami Mengetahui dan Lembar Tes buku ajar
Ragam, Hakikat, 2. Hakikat toleransi, ragam, hakikat, dan memahami ragam, tes Tulisan
dan Kedudukan Bahasa menghargai,man kedudukan BI hakikat, kedudukan BI
Bahasa 3. Keduduka diri,disiplin
Indonesia n Bahasa
Indonesia
5 Memahami 1. Definisi diksi Rasa ingin - terampil Terampil terampil Power Latihan handout, buku
menggunakan 2. Ketepatan tahu, toleransi, menggunakan diksi menggunakan diksi Point ajar
diksi/kata diksi menghargai,ma
3. Kesesuaian
ndiri,disiplin
diksi
6 Kalimat Efektif 1.Definisi Rasa ingin - terampil Terampil menggunakan Power Latihan handout, buku
kalimat efektif tahu, toleransi, menggunakan kalimat efektif Point ajar
2.Ciri kalimat menghargai,ma kalimat efektif
efektifi
Materi Pokok/
Minggu Kompetensi
Sub Materi Karakter Indikator Pengalaman Belajar Media Evaluasi Sumber
Ke Dasar
Pokok
ndiri,disiplin
7 Memahami 1.Seni memilih Rasa ingin Terampil menata Terampil menata kalimat Pawer latihan Buku ajar
tentang Menata kata tahu, toleransi, kalimat dengan Pint
Kalimat 2. Seni menghargai,ma benar
menggunakan
ndiri,disiplin
EYD
8 Memahami 1.Syarat Rasa ingin Terampil menata Terampil menata paragraf Pawer latihan Buku ajar
penataan paragraf tahu, toleransi, paragraf Pint
paragraf 2.Penempatan menghargai,ma
kalimat topi
ndiri,disiplin
2.penempatan
kalimat penjelas
9 UTS
10 Memahami 1. Definisi Rasa ingin -terampil Terampil menyusun Power latihan handout, buku
menyusun kutipan tahu, toleransi, menyusun kutipan kutipan Point ajar
kutipan 2. Teknik menghargai,ma
menyusun
ndiri,disiplin
kutipan
11 Memahami 1. Definisi Rasa ingin -terampil Terampil menulis struktur Power latihan handout, buku
menyusun daftar daftar tahu, toleransi, menyusun daftar kalimat Bahasa Indonesia Point ajar
pustaka pustaka menghargai,ma pustaka yang benar
2. Teknik
ndiri,disiplin
menyusu
n daftar
pustaka
12 Memahami teknik 1. Definisi Rasa ingin - terampil menulis terampil menulis surat Power latihan handout, buku
menulis surat surat tahu, toleransi, surat dinas dinas Point ajar
dinas dinas
Materi Pokok/
Minggu Kompetensi
Sub Materi Karakter Indikator Pengalaman Belajar Media Evaluasi Sumber
Ke Dasar
Pokok
2. Struktur menghargai,ma
surat ndiri,disiplin
dinas
3. Penggun
aan BI
dalam
surat
dinas
13 Memahami teknik 1.Definisi Rasa ingin -terampil menulis Terampil menulis resensi Power latihan handout, buku
menyusun resensi tahu, toleransi, resensi Point ajar
resensi 2. kerangka menghargai,ma
resensi
ndiri,disiplin
14 Memahami teknik 1.Definisi Rasa ingin -Terampil menulis Terampil menulis opini Power latihan handout, buku
menulis opini dan opini dan tahu, toleransi, opini dan artikel dan artikel Point ajar
artikel artikel menghargai,ma
2. Kerangka
ndiri,disiplin
opini dan
artikel
15 Memahami 1. Jenis Rasa ingin Terampil Terampil menggunakan Power latihan handout, buku
Penggunaan laporan tahu, toleransi, menggunakan BI BI dalam laporan ilmiah Point ajar
Bahasa 2. Teknik menghargai,ma dalam laporan
Indonesia dalam mengguna ilmiah
ndiri,disiplin
laporan ilmiah kan
Bahasa
Indonesia
dalam
laporan
ilmiah
Materi Pokok/
Minggu Kompetensi
Sub Materi Karakter Indikator Pengalaman Belajar Media Evaluasi Sumber
Ke Dasar
Pokok
16 UAS
Diketahui
Ketua PBSI FKIP UMRAH Dosen Pengampu
Bab 1
Pendahuluan
―Bapak-bapak, ibu-ibu, adik-adik, dan para undangan semua yang kami hormati.
Berikut kami perkenalkan nara sumber kita pagi ini adalah Bapak Dr. Abdullah.
Yang mana Beliau ini adalah dosen di Universitas X. Dimana Beliau ini
Merupakan pakar dalam bidang ilmu Bahasa Indonesia‖
Apa yang diucapkan oleh moderator tersebut jelas merupakan kalimat-kalimat Bahasa
Indonesia yang salah. Kalimat-kalimat yang tidak efektif. Efek buruk dari apa yang mereka
dengar itu, kemampuan berbahasa Indonesia mahasiswa kita rendah.
Kedua, apa yang mereka lihat dan mereka baca selama ini adalah sesuatu yang salah
(dalam penulisan). Contoh: dalam penulisan surat dinas selalu kata depan ditulis dengan cara
dipenggal ke bawah (bukan ke samping kanan):
―Yth. Bapak M. Akbar, Personalia PT Maju Mundur
di
tempat‖
Efek negatif yang terjadi adalah di saat dosen mereka memberikan latihan atau tugas
menulis surat kesalahan sama juga mereka lakukan.
Berdasarkan beberapa kasus tersebut maka dapat dikatakan bahwa kelemahan kemampuan
mahasiswa kita dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar selama ini banyak sedikitnya
ada dipengaruhi oleh apa yang mereka dengar, lihat, dan baca yang salah. Oleh sebab itu, untuk
mewujudkan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 khususnya meningkatkan
kemampuan berbahasa Indonesia yang benar, perlu didukung bahan dan media ajar yang benar.
Perlu ada buku ajar sebagai media latihan peningkatan kemampuan mahasiswa mahir berbahasa
Indonesia. Penyusunan buku Matakuliah Umum Bahasa Indonesia ini tidak lain adalah dalam
rangka hal tersebut. Buku ini bukan satu-satunya media peningkatan kemampuan berbahasa
Indonesia mahasiswa melainkan hanya satu alternatif saja.
Efektif, Ciri-Ciri Kalimat Efektif, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan. Bab 7 berisi tentang
Menata Kalimat (Definisi Menata Kalimat, Seni memilih dan Menggunakan Kata, Seni Memilih
dan Menggunakan EYD, Seni Menempatkan Kata dalam Kalimat, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar
Bacaan). Bab 8 berisi tentang Menata Paragraf (Definisi Paragraf, Kalimat Topik dan Kalimat
Penjelas, Kohesi dan Koherensi, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan. Bab 9 berisi tentang
Menyusun Kutipan (Definisi Kutipan, Jenis Kutipan, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan).
Bab 10 berisi tentang Menyusun Daftar Pustaka (Definisi Daftar Pustaka, Teknik Menulis
Daftar Pustaka, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan). Bab 11 berisi tentang Menyusun Surat
Dinas (Definisi Surat Dinas, Jenis-Jenis Surat Dinas, Fungsi Surat Dinas, Bagian-Bagian Surat
Dinas, Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Surat Dinas, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan.
Bab 12 berisi tentang menyusun Resensi (Definisi Resensi, Objek Resensi, Kerangka Resensi,
Model-Model Resensi, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan). Bab 13 berisi tentang Menyusun
Opini dan Artikel (Definisi Opini dan Artikel, Jenis Artikel Ilmiah, Contoh Opini, Contoh
Artikel Ilmiah Populer, Contoh Artikel Ilmiah Jurnal, Kuis, Tugas/Latihan, daftar Bacaan). Bab
14 berisi tentang Bahasa Indonesia dalam Karya Ilmiah (Definisi Karya Ilmiah, Penggunaan
Kalimat Efektif, Kuis, Tugas/Latihan, Daftar Bacaan).
Bab 2
Mengenal dan Memahami EYD
2. Huruf miring dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau
kelompok kata dalam kalimat.
Misalnya: Huruf terakhir kata abad adalah d.
Dia tidak diantar, tetapi mengantar.
Dalam bab ini tidak dibahas pemakaian tanda baca.
Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan lepas tangan.
3. Huruf miring dipakai untuk menuliskan kata atau ungkapan dalam bahasa daerah atau bahasa
asing.
Misalnya: Upacara peusijuek (tepung tawar) menarik perhatian wisatawan asing yang
berkunjung ke Aceh.
Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana.
Weltanschauung bermakna ‗pandangan dunia‘.
Ungkapan bhinneka tunggal ika dijadikan semboyan negara Indonesia.
Catatan:
(1) Nama diri, seperti nama orang, lembaga, atau organisasi, dalam bahasa asing atau bahasa
daerah tidak ditulis dengan huruf miring.
(2) Dalam naskah tulisan tangan atau mesin tik (bukan komputer), bagian yang akan dicetak
miring ditandai dengan garis bawah.
(3) Kalimat atau teks berbahasa asing atau berbahasa daerah yang dikutip secara langsung dalam
teks berbahasa Indonesia ditulis dengan huruf miring.
(Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016: 13-14)
(2) Huruf kapital tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata yang bermakna ‗anak
dari‘, seperti: bin, binti, boru, dan van, atau huruf pertama kata tugas.
Misalnya: Abdul Rahman bin Zaini
Siti Fatimah binti Salim
Indani boru Sitanggang
Charles Adriaan van Ophuijsen
Ayam Jantan dari Timur
Mutiara dari Selatan
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata nama agama, kitab suci, dan Tuhan,
termasuk sebutan dan kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya: Islam, Alquran, Kristen, Alkitab, Hindu, Weda, Allah, Tuhan.
Allah akan menunjukkan jalan kepada hamba-Nya. Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke
jalan yang Engkau beri rahmat.
5. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, atau akademik yang diikuti nama orang, termasuk gelar akademik yang
mengikuti nama orang.
Misalnya: Sultan Hasanuddin Mahaputra Yamin Haji Agus Salim Imam Hambali Nabi
Ibrahim Raden Ajeng Kartini Doktor Mohammad Hatta Agung Permana, Sarjana
Hukum Irwansyah, Magister Humaniora.
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama gelar kehormatan, keturunan,
keagamaan, profesi, serta nama jabatan dan kepangkatan yang dipakai sebagai sapaan.
Misalnya: Selamat datang, Yang Mulia.
Semoga berbahagia, Sultan.
Terima kasih, Kiai.
Selamat pagi, Dokter.
Silakan duduk, Prof.
Mohon izin, Jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti
nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau
nama tempat.
Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik,
Perdana Menteri Nehru,
Profesor Supomo,
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara,
Proklamator Republik Indonesia (Soekarno-Hatta),
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Gubernur Papua Barat.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya:
bangsa Indonesia, suku Dani, bahasa Bali,
Catatan: nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata
turunan tidak ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: pengindonesiaan kata asing keinggris-inggrisan, kejawa-jawaan
8. a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari besar atau
hari raya.
Misalnya: tahun Hijriah, tarikh Masehi, bulan Agustus, bulan Maulid, hari Jumat, hari
Galungan, hari Lebaran, hari Natal,
b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama peristiwa sejarah.
Misalny Konferensi Asia Afrika Perang Dunia II Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Catatan:
Huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama tidak ditulis dengan huruf
kapital.
Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
Nama yang disertai nama geografi dan merupakan nama jenis dapat dikontraskan atau
disejajarkan dengan nama jenis lain dalam kelompoknya.
Misalnya:
Kita mengenal berbagai macam gula, seperti gula jawa, gula pasir, gula tebu, gula aren,
dan gula anggur.
Kunci inggris, kunci tolak, dan kunci ring mempunyai fungsi yang berbeda.
Contoh berikut bukan nama jenis.
Dia mengoleksi batik Cirebon, batik Pekalongan, batik Solo, batik Yogyakarta,
dan batik Madura.
Selain film Hongkong, juga akan diputar film India, film Korea, dan film Jepang.
Murid-murid sekolah dasar itu menampilkan tarian Sumatra Selatan, tarian
Kalimantan Timur, dan tarian Sulawesi Selatan.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur bentuk ulang
sempurna) dalam nama negara, lembaga, badan, organisasi, atau dokumen, kecuali kata
tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk.
Misalnya: Republik Indonesia Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Presiden dan/atau Wakil Presiden
serta Pejabat Lainnya
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap kata (termasuk unsur kata ulang
sempurna) di dalam judul buku, karangan, artikel, dan makalah serta nama majalah dan surat
kabar, kecuali kata tugas, seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk, yang tidak terletak pada
posisi awal.
Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Tulisan itu dimuat dalam majalah Bahasa dan Sastra.
Dia agen surat kabar Sinar Pembangunan.
Ia menyajikan makalah ―Penerapan Asas-Asas Hukum Perdata‖.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singka- tan nama gelar, pangkat, atau
sapaan.
Misalnya:
S.H. sarjana hokum S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat
S.S. sarjana sastra M.A. master of arts
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti
bapak, ibu, kakak, adik, dan paman, serta kata atau ungkapan lain yang dipakai dalam
penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
―Kapan Bapak berangkat?‖ tanya Hasan.
Dendi bertanya, ―Itu apa, Bu?‖
―Silakan duduk, Dik!‖ kata orang itu.
Surat Saudara telah kami terima dengan baik.
―Hai, Kutu Buku, sedang membaca apa?‖
―Bu, saya sudah melaporkan hal ini kepada Bapak.‖
Catatan:
(1) Istilah kekerabatan berikut bukan merupakan penyapaan atau pengacuan.
Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
(3) Kata ganti Anda ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya: Sudahkah Anda tahu? Siapa nama Anda?
(Sumber: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016: 5-13)
2. a. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata nama lembaga pemerintah dan
ketatanegaraan, lembaga pendidikan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi
ditulis dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
NKRI Negara Kesatuan Republik Indonesia
UI Universitas Indonesia
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
WHO World Health Organization
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
b. Singkatan yang terdiri atas huruf awal setiap kata yang bukan nama diri ditulis dengan
huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
PT perseroan terbatas
MAN madrasah aliah negeri
SD sekolah dasar
KTP kartu tanda penduduk
SIM surat izin mengemudi
NIP nomor induk pegawai
3. Singkatan yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti dengan tanda titik.
Misalnya:
hlm. halaman
dll. dan lain-lain
dsb. dan sebagainya
dst. dan seterusnya
sda. sama dengan di atas
ybs. yang bersangkutan yth. yang terhormat
ttd. tertanda
dkk. dan kawan-kawan
4. Singkatan yang terdiri atas dua huruf yang lazim dipakai dalam surat-menyurat masing-
masing diikuti oleh tanda titik.
Misalnya:
a.n. atas nama
d.a. dengan alamat
u.b. untuk beliau
u.p. untuk perhatian
s.d. sampai dengan
5. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti
tanda titik.
Misalnya:
Cu kuprum
cm sentimeter
kVA kilovolt-ampere
l liter
kg kilogram
Rp rupiah
6. Akronim nama diri yang terdiri atas huruf awal setiap kata ditulis dengan huruf kapital tanpa
tanda titik.
Misalnya:
BIG Badan Informasi Geospasial
BIN Badan Intelijen Negara
LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
LAN Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia
7. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari
deret kata ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
Bulog Badan Urusan Logistik
Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Kowani Kongres Wanita Indonesia
Kalteng Kalimantan Tengah
Mabbim Majelis Bahasa Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia
Suramadu Surabaya-Madura
8. Akronim bukan nama diri yang berupa gabungan huruf awal dan suku kata atau gabungan
suku kata ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
iptek ilmu pengetahuan dan teknologi
pemilu pemilihan umum
puskesmas pusat kesehatan masyarakat
rapim rapat pimpinan
rudal peluru kendali
tilang bukti pelanggaran
2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
a. I. Kondisi Kebahasaan di Indonesia
A. Bahasa Indonesia
1. Kedudukan
2. Fungsi
B. Bahasa Daerah
1. Kedudukan
2. Fungsi
C. Bahasa Asing
1. Kedudukan
2. Fungsi
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 15
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir penomoran digital yang lebih dari satu angka (seperti
pada 2b).
(3) Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau angka terakhir dalam penomoran deret
digital yang lebih dari satu angka dalam judul tabel, bagan, grafik, atau gambar. Misalnya:
Tabel 1 Kondisi Kebahasaan di Indonesia
Tabel 1.1 Kondisi Bahasa Daerah di Indonesia
Bagan 2 Struktur Organisasi Bagan
2.1 Bagian Umum
Grafik 4 Sikap Masyarakat Perkotaan terhadap Bahasa Indonesia
Grafik 4.1 Sikap Masyarakat Berdasarkan Usia
Gambar 1 Gedung Cakrawala Gambar
1.1 Ruang Rapat
3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu
atau jangka waktu.
Misalnya:
pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
01.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
00.20.30 jam (00.20 menit, 30 detik)
00.00.30 jam (30 detik)
4. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, tahun, judul tulisan (yang
tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru), dan tempat terbit.
Misalnya:
Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peta Bahasa di Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Jakarta.
Moeliono, Anton M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: Gramedia.
5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan
jumlah.
Misalnya:
Indonesia memiliki lebih dari 13.000 pulau.
Penduduk kota itu lebih dari 7.000.000 orang.
Anggaran lembaga itu mencapai Rp225.000.000.000,00.
Catatan:
(1) Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak
menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Dia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Kata sila terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa halaman 1305.
Nomor rekening panitia seminar adalah 0015645678.
(2) Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, ilustrasi, atau
tabel.
Misalnya:
Acara Kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bentuk dan Kedaulatan (Bab I
UUD 1945)
Gambar 3 Alat Ucap Manusia
Tabel 5 Sikap Bahasa Generasi Muda Berdasarkan Pendidikan
2. Tanda koma dipakai sebelum kata penghubung, seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan,
dalam kalimat majemuk (setara).
Misalnya:
Saya ingin membeli kamera, tetapi uang saya belum cukup.
3. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat yang mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
Kalau diundang, saya akan datang.
Karena baik hati, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai jika induk kalimat mendahului anak kalimat.
Misalnya:
Saya akan datang kalau diundang.
Dia mempunyai banyak teman karena baik hati.
Kita harus banyak membaca buku agar memiliki wawasan yang luas.
4. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, seperti oleh
karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun demikian.
Misalnya:
Mahasiswa itu rajin dan pandai.
Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar negeri.
Anak itu memang rajin membaca sejak kecil.
Jadi, wajar kalau dia menjadi bintang pelajar Orang tuanya kurang mampu.
Meskipun demikian, anak-anaknya berhasil menjadi sarjana.
5. Tanda koma dipakai sebelum dan/atau sesudah kata seru, seperti o, ya, wah, aduh, atau hai,
dan kata yang dipakai sebagai sapaan, seperti Bu, Dik, atau Nak.
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati-hati, ya, jalannya licin!
Nak, kapan selesai kuliahmu?
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 19
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
6. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya:
Kata nenek saya, ―Kita harus berbagi dalam hidup ini.‖
―Kita harus berbagi dalam hidup ini,‖ kata nenek saya,
―karena manusia adalah makhluk sosial.‖
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung yang berupa kalimat tanya,
kalimat perintah, atau kalimat seru dari bagian lain yang mengikutinya.
Misalnya:
―Di mana Saudara tinggal?‖ tanya Pak Lurah.
―Masuk ke dalam kelas sekarang!‖ perintahnya.
―Wow, indahnya pantai ini!‖ seru wisatawan itu.
7. Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan
tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Kayumanis III/18, Kelurahan Kayumanis, Kecamatan Matraman,
Jakarta 13130 Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6,
Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang
8. Tanda koma dipakai untuk memisahkan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Gunawan, Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran (Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Tulalessy, D. dkk. 2005. Pengembangan Potensi Wisata Bahari di Wilayah Indonesia
Timur. Ambon: Mutiara Beta.
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 20
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
9. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
Misalnya:
Sutan Takdir Alisjahbana, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia, Jilid 2 (Jakarta: Pustaka
Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hadikusuma Hilman, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia (Bandung:
Alumni, 1977), hlm. 12.
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP
Indonesia, 1967), hlm. 4.
10. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan singkatan gelar akademis yang mengikutinya
untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya:
B. Ratulangi, S.E.
Ny. Khadijah, M.A.
Bambang Irawan, M.Hum.
Siti Aminah, S.H., M.H.
Catatan:
Bandingkan Siti Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas Agung).
11. Tanda koma dipakai sebelum angka desimal atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
12. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.
Misalnya:
Di daerah kami, misalnya, masih banyak bahan tambang yang belum diolah.
Semua siswa, baik laki-laki maupun perempuan, harus mengikuti latihan paduan suara.
Soekarno, Presiden I RI, merupakan salah seorang pendiri Gerakan Nonblok.
Pejabat yang bertanggung jawab, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib
menindaklanjuti laporan dalam waktu paling lama tujuh hari.
Bandingkan dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma!
Siswa yang lulus dengan nilai tinggi akan diterima di perguruan tinggi itu tanpa melalui tes.
13. Tanda koma dapat dipakai di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat untuk
menghindari salah baca/ salah pengertian.
Misalnya:
Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.
Atas perhatian Saudara, kami mengucapkan terima kasih.
Bandingkan dengan:
Dalam pengembangan bahasa kita dapat memanfaatkan bahasa daerah.
Atas perhatian Saudara kami mengucapkan terima kasih.
2. Tanda titik koma dipakai pada akhir perincian yang berupa klausa.
Misalnya:
Syarat penerimaan pegawai di lembaga ini adalah (1) berkewarganegaraan Indonesia; (2)
berijazah sarjana S-1; (3) berbadan sehat; dan (4) bersedia ditempatkan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 22
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
3. Tanda titik koma dipakai untuk memisahkan bagian-bagian pemerincian dalam kalimat yang
sudah menggunakan tanda koma.
Misalnya:
Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaus; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat ini meliputi: a. pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara; b. penyusunan
anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; dan c. pendataan anggota,
dokumentasi, dan aset organisasi.
2. Tanda titik dua tidak dipakai jika perincian atau penjelasan itu merupakan pelengkap yang
mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Tahap penelitian yang harus dilakukan meliputi a. persiapan, b. pengumpulan data, c.
pengolahan data, dan d. pelaporan.
3. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya:
a. Ketua : Ahmad Wijaya
b. Sekretaris : Siti Aryani Bendahara: Aulia Arimbi
c. Narasumber : Prof. Dr. Rahmat Effendi Pemandu : Abdul Gani, M.Hum.
d. Pencatat : Sri Astuti Amelia, S.Pd.
4. Tanda titik dua dipakai dalam naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan.
Misalnya:
Ibu : ―Bawa koper ini, Nak!‖
Amir: ―Baik, Bu.‖
Ibu : ―Jangan lupa, letakkan baik-baik!‖
5. Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) surah dan ayat dalam
kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit dalam daftar
pustaka.
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Albaqarah: 2—5
Matius 2: 1—3
Dari Pemburu ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.
2. Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau
ungkapan.
Misalnya:
2. Tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab
buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
Sajak ―Pahlawanku‖ terdapat pada halaman 125 buku itu.
Marilah kita menyanyikan lagu ―Maju Tak Gentar‖!
Film ―Ainun dan Habibie‖ merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel.
Saya sedang membaca ―Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia‖ dalam buku
Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
Makalah ―Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif‖ menarik perhatian peserta seminar.
Perhatikan ―Pemakaian Tanda Baca‖ dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia.
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 25
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
3. Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang
mempunyai arti khusus.
Misalnya:
―Tetikus‖ komputer ini sudah tidak berfungsi.
Dilarang memberikan ―amplop‖ kepada petugas!
2.9 Kuis
Apakah yang dimaksud dengan EYD dan kegunaannya dalam kegiatan tulis menulis?
2.10 Tugas/Latihan
Analisislah sebuah surat dinas dari aspek penggunaan huruf miring, huruf capital, tanda baca,
dan penggunaan tanda petiknya!
Bab 3
Sejarah Bahasa Indonesia
3.1 Pendahuluan
Bahasa Indonesia itu lahir 28 Oktober 1928, seiring dengan lahirnya Sumpah Pemuda.
Kalaulah demikian, sebelum 28 Oktober 1928, bahasa apa yang digunakan masyarakat di
nusantara ini untuk berkomunikasi? Apakah menggunakan bahasa daerahnya masing-masing?
Wah kalaulah memang demikian, bisa kacau jadinya. Bisa saja terjadi komunikasi yang tidak
lancar, informasi tidak tersampaikan atau dipahami dengan benar, dan tidak tertutup
kemungkinan juga terjadi salah paham. Dengan menggunakan bahasa isyarat? Wah, yang ini
akan lebih repot lagi.
Jawaban yang tepat adalah alat komunikasi utama (Lingua Franca) antar etnis atau suku di
nusantara ini adalah Bahasa Melayu. Bahasa melayu sudah sejak lama menjadi alat komunikasi
utama masyarakat kita di nusantara ini. Kongres Bahasa Indonesia kedua yang diadakan di
Medan tahun 1954 juga menyatakan bahwa Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Melayu.
Bahasa Melayu tidak hanya digunakan di hampir sebagian besar digunakan di kawasan Asia
Tenggara sejak abad ke-7. Hal ini didukung dengan bukti-bukti data sejarah yang kuat, seperti:
(1) Adanya prasasti tua yang berada di Kedukan Bukit di daerah Palembang, yang menggunakan
Bahasa Melayu tahun 683 Masehi.;
(2) Prasasti yang ada di daerah Talang Tuo Palembang tahun 684 masehi;
(3) Prasasti di Kota Kapur Bangka Barat tahun 686 Masehi; dan
(4) Prasasti di daerah Karang Brahi Jambi tahun 688 Masehi
(5) Prasasti Berangka di Jawa Tengah (Gandasuli) tahun 832 Masehi
(6) Prasasti Berangka di Bogor tahun 942 Masehi
Prasasti yang ada itu menggunakan huruf Pranagari bahasa Melayu Kuno. Selanjutnya
pada zaman kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa kebudayaan, yaitu
pelajaran agama Budha, bahasa komunikasi antar suku/etnis di nusantara, bahasa perdagangan.
Bahkan juga digunakan oleh pedagang-pedagang dari luar negeri. Seorang tokoh sejarah dari
Cina bernama I-Tsing yang pada masa kerajaan Sriwijaya belajar agama Budha juga menyatakan
bahwa di Sriwijaya terdapat bahasa ―Koen-Louen‖ (I-Tsing, 63, 159), ―Kou-Luen‖ (I-Tsing
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 27
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
Bahasa Melayu lebih sederhana ketimbang bahasa yang lainnya, dan (5) Bahasa Melayu mampu
mengatasi perbedaan antarpenutur dari berbagai daerah (Soedjito dalam Mulyati.dkk, 2016:1.5-
1.6).
3.5 Kuis
1. Kapankah Bahasa Indonesia itu lahir?
2. Apa bukti-bukti yang kuat bahwa Bahasa Melayu sudah lama digunakan masyarakat
Indonesia?
3. siapakah I-Tsing Itu?
4. Apa itu bahasa ―Kou-Luen‖?
3.6 Tugas/Latihan
1. Jelaskanlah latar belakang Bahasa Melayu dipilih sebagai cikal bakal bahasa Indonesia!
2. Jelaskanlah perkembangan Bahasa Indonesia selama pemerintahan jajahan Jepang!
3. jelaskanlah kontribusi Balai Pustaka dalam pertumbuhan dan perkembangan Bahasa
Indonesia!
Bab 4
Ragam, Hakikat, dan Kedudukan Bahasa Indonesia
memiliki pengetahuan yang cukup tentang EYD dan diksi, penutur juga diminta pengetahuannya
tentang tatabahasa yang benar. Contoh ragam formal ini seperti bahasa dalam surat dinas, rapat
dinas, seminar, diskusi ilmiah, maupun dalam menulis karya ilmiah. Ragam non formal adalah
ragam yang digunakan di luar situasi formal atau kedinasan. Contoh ragam non formal ini adalah
ragam bahasa yang digunakan dalam situasi social kemasyarakatan. Contoh ragam bahasa di
kedai kopi, ragam bahasa di tempat kos teman, ….dst.
Ragam nasonal adalah ragam bahasa yang digunakan secara nasional. Ragam bahasa yang
digunakan masyarakat dalam multi etnis atau suku. Contohnya adalah pemakaian bahasa
Indonesia antar suku sebagai komunikasi utama. Orang Minang berkomunikasi dengan orang
Jawa, agar komunikasinya efektif mereka menggunakan ragam nasional. Sementara yang
dimaksud dengan ragam daerah atau non nasional adalah ragam yang lebih bersiafat kedaerahan
atau etnis. Contohnya adalah dialek yang ada di berbagai daerah. Ada dialek Melayu, Batak,
Sunda, Jawa, Bugis, …….dst.
Ragam pendidikan adalah ragam bahasa yang digunakan oleh kaum pendidikan atau
terdidik. Baik di kalangan siswa, mahasiswa, maupun tokoh-tokoh berpendidikan. Hal ini sangat
berbeda dengan ragam non pendidikan tentunya, yaitu ragam yang digunakan oleh golongan
tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah. Perbedaannya tentunya sangat lebar dari
keduanya.
Ragam lisan adalah ragam yang digunakan secara lisan atau dituturkan. Sementara ragam
tulisan adalah ragam bahasa yang digunakan dengan cara dituliskan. Dibandingkan ragam lisan,
ragam tulisan tentunya lebih ketat. Selain penulis harus menguasai pola penataan kalimat, pilihan
kata, penulis juga harus menguasai EYD. Bagaimana menggunakan huruf miring yang tepat,
bagaimana menggunakan huruf kapital, bagaimana menulis singkatan/akronim, bagaimana
menggunakan tanda baca, bagaimana menggunakan tanda petik tunggal dan ganda, dan
sebagainya. Oleh sebab itu, bahasa tulis lebih rumit ketimbang bahasa lisan.
Ragam media elektronik adalah ragam bahasa yang digunakan kaum media televise atau
youtuber. Sementara ragam bahasa cetak adalah ragam bahasa yang digunakan kaun wartawan.
Bahasa-bahasa yang ada di media youtube tentunya sangat berbeda dengan bahasa-bahasa di
media surat kabar. Perbedaan itu disebabkan oleh media yang berbeda. Selanjutnya ragam
bahasa adalah ragam yang digunakan kaum linguistik atau bahasawan. Kridalaksana (2009:206))
menyatakan ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut si pemakainya. Ragam hukum adalah
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 32
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
ragam bahasa berkaitan dengan bidang ilmu hokum, seperti UUD, UU, PP, Kepres, Kement,
perda…….dst.. Ragam politik adalah ragam bahasa yang digunakan kaum politikus. Ragam
sosial adalah ragam bahasa yang digunakan masyarakat/sosial, misalnya ragam bahasa kaum
sosmed. Ragam ekonomi adalah ragam yang digunakan kaum ekonomia. Ragam budaya adalah
ragam bahasa yang digunakan kaum budayawan/sastrawan. Sementara ragam psikologi adalah
ragam bahasa yang digunakan kaum sosiolog. Ada lagi berikutnya adalah ragam kedokteran,
yaitu ragam bahasa yang lebih banyak tentang ilmu kedokteran. Ragam kimiawan yaitu ragam
bahasa yang digunakan oleh kaum kimiawan (Suhardi, 2015:130-135).
4.3 Kuis
1. Apakah yang dimaksud dengan ragam bahasa?
2. Apakah yang dimaksud dengan hakikat bahasa?
3. Apakah yang dimaksud kedudukan bahasa?
4.4 Tugas/Latihan
Tulislah pola piker yang mendeskripsikan tentang: (1) kedudukan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional dan sebagai bahasa Negara!
Bab 5
Diksi
Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan dalam setiap kalimat atau
tuturan karena ada nilai rasa atau nuansa makna yang membedakannya. Nah, di sinilah letak
peran diksi/pilihan kata tersebut. Contoh lainnya, mari kita perhatikan beberapa ungkapan
berikut.
Diam!
Tutup mulutmu!
Jangan berisik!
Saya harap Anda tenang.
Dapatkah Anda tenang sebentar?
Ungkapan-ungkapan tersebut pada dasarnya mengandung informasi yang sama, tetapi
dinyatakan dengan pilihan kata yang berbeda-beda. Perbedaan pilihan kata itu dapat
menimbulkan kesan dan efek komunikasi yang berbeda pula. Kesan dan efek itulah yang perlu
dijaga dalam berkomunikasi jika kita tidak ingin situasi pembicaraan menjadi terganggu.
Kenyataan tersebut mengisyaratkan bahwa masalah pilihan kata hendaknya benar-benar
diperhatikan oleh para pemakai bahasa agar bahasa yang digunakan menjadi efektif dan mudah
dipahami sebagaimana yang kita maksudkan.
5.3.1. Ketepatan
Ketepatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan memilih kata yang dapat
mengungkapkan gagasan secara tepat dan gagasan itu dapat diterima secara tepat pula oleh
pembaca atau pendengarnya. Ketepatan pilihan kata semacam itu dapat dicapai jika pemakai
bahasa mampu memahami perbedaan penggunaan kata-kata yang bermakna denotasi dan
konotasi, sinonim, eufemisme, umum dan khusus, serta konkret dan abstrak.
Dua kalimat di atas menggunakan pilihan kata yang berbeda. Namun, konteks kalimat
mengharapkan pilihan kata dengan nilai rasa tertentu, sehingga pilihan kata ‗istri‘ lebih tepat
digunakan dalam kalimat tersebut.
Kalimat pertama masih bersifat umum karena belum menjelaskan seberapa banyak
jumlah yang sesungguhnya. Berbeda dengan kalimat kedua, bersifat khusus karena sudah
menyebutkan jumlah yang sesungguhnya, artinya makna yang diberikan sudah jelas.
5.3.2. Kecermatan
Kecermatan dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan memilih kata yang benar-
benar diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu. Agar dapat memilih kata secara
cermat, pemakai bahasa dituntut untuk mampu memahami ekonomi bahasa dan menghindari
penggunaan kata-kata yang dapat menyebabkan kemubaziran.
Contoh:
mengajukan saran= menyarankan
melakukan kunjungan=berkunjung
mengeluarkan pemberitahuan=memberitahukan
Sementara itu, pemakai bahasa juga dituntut untuk mampu memahami penyebab terjadinya
kemubaziran kata. Penyebab kemubaziran kata itu, antara lain sebagai berikut.
a. Penggunaan kata yang bermakna jamak secara ganda
Contoh:
Para guru-guru sekolah dasar hadir dalam pertemuan itu.
Kata para dalam bahasa Indonesia sebenarnya sudah mengandung makna jamak. Begitu
juga halnya dengan bentuk ulang guru-guru. Oleh karena itu, jika keduanya digunakan secara
bersama-sama, salah satunya akan menjadi mubazir. Seharusnya, pilihan kata yang digunakan
dalam kalimat terebut adalah cukup salah satunya saja.
Contoh:
Para guru sekolah dasar hadir dalam pertemuan itu.
Guru-guru sekolah dasar hadir dalam pertemuan itu.
b. Penggunaan kata yang mempunyai kemiripan makna atau fungsi secara ganda.
Contoh:
Generasi muda adalah merupakan penerus perjuangan bangsa.
Kata adalah dan merupakan masing-masing mempunyai makna dan fungsi yang
bermiripan. Kata adalah dan merupakan mempunyai fungsi yaitu sebagai penanda predikat.
Oleh karena itu, jika digunakan secara berpasangan, salah satu di antara pasangan kata tersebut
menjadi mubazir. Agar tidak menimbulkan kemubaziran, kata-kata yang berpasangan itu
sebenarnya cukup digunakan salah satu saja.
Contoh:
Generasi muda adalah penerus perjuangan bangsa.
Generasi muda merupakan penerus perjuangan bangsa.
Perlu pula ditambahkan bahwa suatu perincian yang sudah didahului kata seperti,
misalnya, contohnya, umpamanya, dan antara lain tidak perlu lagi diakhiri dengan ungkapan
dan lain-lain, dan sebagainya, atau dan seterusnya. Sebaliknya, kalau ungkapan dan lain-lain,
dan sebagainya, atau dan seterusnya digunakan, pada awal perincian tidak perlu ada penggunaan
kata seperti, misalnya, umpamanya, atau antara lain. Hal itu karena salah satu kata tersebut akan
menjadi mubazir jika digunakan secara bersama-sama.
Contoh:
Bunga itu terdiri atas beberapa jenis, misalnya mawar, anggrek, melati, dan
sebagainya.(salah)
Jenis-jenis bunga adalah mawar, anggrek, melati, dan sebagainya.(benar)
Bunga itu terdiri atas beberapa jenis, misalnya mawar, anggrek,dan melati.(benar)
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dicatat bahwa ungkapan dan lain-lain, dan
sebagainya, serta dan seterusnya sebaiknya tidak digunakan secara sembarangan.
1) Ungkapan dan sebagainya, sesuai dengan makna kata bagai, yaitu ‗mirip‘, digunakan untuk
mengungkapkan perincian lebih lanjut yang sifatnya bermiripan atau sejenis.
Contoh:
Jenis-jenis bunga adalah mawar, anggrek, melati, dan sebagainya.(bukan dan lain-lain)
2) Ungkapan dan lain-lain digunakan untuk mengungkapkan perincian lebih lanjut yang sifatnya
berbeda-beda.
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 41
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
Contoh:
Peralatan yang diperlukan dalam kegiatan tersebut adalah kompor, pisau, piring, dan lain-
lain (bukan dan sebagainya).
3) Ungkapan dan seterusnya, sesuai dengan makna kata terus, yaitu ‗berkelanjutan‘ digunakan
untuk mengungkapkan perincian lebih lanjut yang sifatnya berkelanjutan atau berurutan.
Contoh:
Bagian yang harus dibaca pada buku itu adalah Bab I, Bab II, Bab III, dan seterusnya.
kalimat itu adalah kata yang menyatakan makna ‗asal‘. Makna ini terkandung dalam kata
dari, bukan daripada.
Sebagaimana telah disinggung di atas, kata daripada hanya tepat jika digunakan
untuk menyatakan makna ‗perbandingan‘, seperti yang terdapat pada contoh berikut.
Gedung A lebih tinggi daripada Gedung B.
5.3.3. Keserasian
Keserasian dalam pemilihan kata berkaitan dengan kemampuan menggunakan kata-kata
yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian yang dimaksud dalam hal ini
erat kaitannya dengan faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan.
3. Penggunaan Idiom
Idiom adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya tidak dapat dijabarkan dari makna
unsur-unsur pembentuknya. Misalnya, banting tulang seperti yang terdapat pada kalimat di
bawah ini.
Orang tua itu sampai membanting tulang untuk membiayai kedua anaknya.
Makna gabungan kata membanting tulang pada kalimat tersebut adalah ‗bekerja keras‘.
Makna itu tidak dapat dijabarkan dari unsur-unsur pembentuknya, baik dari unsur membanting
maupun unsur tulang. Oleh karena itu, ungkapan tersebut disebut idiom. Contoh lain dari idion
adalah kambing hitam ‗pihak yang dipersalahkan‘, naik daun „kariernya sedang menanjak‘,
kembang desa „gadis tercantik‘
4. Penggunaan Majas
Majas adalah kiasan atau cara melukiskan sesuatu dengan menyamakan atau
membandingkan dengan sesuatu yang lain. Jenis majas yang lazim digunakan dalam pemakaian
bahasa adalah perbandingan, pertentangan, sindiran, dan penegasan.
4. Kelayakan Geografis
Dalam kaitannya dengan pemilihan kata, yang dimaksud kelayakan geografis
adalah kesesuaian antara kata-kata yang dipilih untuk digunakan dan kelaziman
penggunaan kata-kata tertentu pada suatu daerah. Dengan demikian, ketika akan
menggunakan suatu kata, pemakai bahasa harus mempertimbangkan apakah kata-kata
yang akan digunakan itu layak digunakan di daerah itu atau tidak. Hal itu karena di suatu
daerah biasanya ada kata-kata tertentu yang dianggap tabu untuk digunakan dalam
komunikasi umum.
5. Kelayakan temporal
Kelayakan temporal berkaitan dengan waktu pemakaian kata. Ada kata yang
cocok dan tepat digunakan pada zaman dahulu, namun belum tentu kata tersebut cocok
digunakan pada zaman sekarang.
5.4. Kuis
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan tepat!
1. Di bawah ini, makna kata ‗tulat‘ adalah:
a. Menjadi biasa (suka, gemar, dan sebagainya)
b. Hari sesudah lusa (tiga hari sesudah hari ini)
c. Hari sesudah besok; hari yang ketiga sesudah hari ini
d. Hari sebelum hari ini
e. Biasa; lazim
b. eksplorasi
c. eksplikasi
d. eksplosi
e. eksaminasi
5. Tampaknya dewasa ini ada kecenderungan orang lebih suka menonton film dibandingkan
menyaksikan pertunjukkan teater dan baca novel.
Pilihan kata yang tidak tepat dalam kalimat di atas adalah . . .
a. Kecenderungan
b. Dibandingkan
c. Menonton
d. Teater
e. Baca
6. Polisi berhasil menangkap kawanan pembom yang bersembunyi di desa seberang sungai
Cipaduri.
Pilihan kata yang tidak tepat dalam kalimat di atas adalah ...
a. Menangkap
b. Kawanan
c. Pembom
d. Bersembunyi
e. Seberang
d. aktif, kreatif
e. inovatif, kreatif
8. Deretan kata yang menunjukkan perbedaan nilai rasa terdapat dalam ....
a. pegawai - karyawan - buruh
b. memeriksa - meneliti - melihat
c. kaya - melarat - berada
d. membawa - menyandang - memanggul
e. cerdik - cendekia - pandai – tolol
9. Setiap melakukan transaksi jual beli melalui kredit yang melibatkan bank selalu dikenakan
provisi sebesar 1,5 % dari total kredit, dan wajib menyerahkan agunan ke bank sampai total
kredit terlunasi.
Kata-kata yang dapat menggantikan kata bercetak tebal dalam kalimat di atas adalah ....
a. perjanjian, biaya, sertifikasi
b. perjanjian, bunga, surat tanah
c. persetujuan, bunga, jaminan
d. persetujuan, bunga, biaya
e. perjanjian, biaya, jaminan
10.Sikap berbahasa positif dan kebiasaan berbahasa Indonesia yang baik dan benar perlu ... dan
... di kalangan masyarakat.
Pilihan kata yang tepat untuk mengisi mengisi bagian kosong di atas adalah ....
a. ditingkatkan – dikembangkan
b. meningkat – mengembang
c. meningkat – terkembangkan
d. dikembangkan – bertingkat
e. dikembangkan – meningkat
5.5. Latihan/Tugas
Bab 6
Menata Kalimat
yang diberikan selama ini masih kurang. Oleh sebab itu, ke depan perlu disusun buku panduan
untuk mahasiswa yang alokasi waktu latihan lebih banyak ketimbang teoretisnya. Hanya dengan
memperbanyak latihan, kemahiran berbahasa Indonesia mahasiswa dapat diwujudkan.
Berkaitan dengan meningkatkan kemahiran dalam menata kalimat, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu: (1) seni memilih dan menempatkan kata/diksi, (2) seni memilih dan
menempatkan EYD, (3) seni menata kata menjadi struktur yang benar.
Penggunaan kata ‗panjat‘ pada kalimat (c) jelas tidak tepat. Allah bukanlah pohon untuk
dipanjat-panjat. Hal ini sangat berbeda dengan kalimat (a) dan kalimat (b). Oleh sebab itu, kata
panjat dalam kalimat (c) harus diganti dengan kata-kata yang lain (yang lebih tepat), misalnya
anugerahkan, ucapkan, atau hadiahkan.
Begitu juga dalam kalimat penutup surat sering terdapat kalimat ―Atas perhatiannya, saya
ucapkan terima kasih‖. Kata ucapkan tidak tepat digunakan karena kedudukan kata ucapkan
sebagai prediket dalam kalimat tersebut. Prediket tidaklah boleh dibangun dari kata dasar,
haruslah berbentuk kata kompleks. Kata ucapkan seharusnya diganti dengan kata mengucapkan.
Contoh lain pemilihan dan penempata kata yang tidak tepat seperti dalam penulisan judul skripsi,
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 52
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
yaitu ―Analisis Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen Batu Lumut Kapas Karya Gus Tf
Sakai‖. Penggunaan kata pada dalam kalimat judul tersebut tidak tepat, sebaiknya diganti dengan
kata dalam.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih kata sehingga kalimat yang kita
hasilkan tertata dengan baik dan benar. Pertama, tingkat kebakuan diksi. Apalagi dalam
penulisan surat dinas atau laporan ilmiah, yang tingkat kebakuan diksi sangat dituntut. ―Ali
berangkat ke Pekanbaru kemaren sore.‖ Kata kemaren jelas tidak baku (dialek) karena yang
bakunya adalah kemarin. Kedua, kesopanan diksi. Contoh sebuah kalimat yang terdapat dalam
sebuah surat lamaran kerja: ―…saya ingin mendaftar diri sebagai karyawan di perusahaan yang
Anda pimpin.‖ Pemilihan dan penempatan kata Anda sesungguhnya kurang sopan. Alangkah
baiknya kata Anda diganti dengan kata Bapak/Ibu. Kalaupun umur kita misalnya dianggap sudah
tua, alangkah baiknya digunakan kata Saudara ketimbang kata Anda. Ada kalanya kata Anda
untuk lingkungan budaya tertentu, sangat dinilai kasar. Bagi orang Barat menyapa ayahnya
dengan kata kamu (you) adalah hal yang biasa tapi di lingkungan kita yang menganut budaya
timur, tentulah sangat tidak sopan. Contoh: ―Bapak, kamu mau kemana?‖ (tidak sopan).
Ketiga, keefisienan kata. Efisien bukan berarti harus hemat dalam menuliskan dan
menggunakan kata sebagaimana bahasa sms. Contoh dalam sebuah sms mahasiswa kepada
dosennya: ―Kami ber4 di sini, Pak‖ dan ―Kami sangat C7, Pak‖. Pemilihan dan penggunaan kata
seperti ini tidaklah efisien melainkan merusak bahasa. Hemat yang dimaksud adalah
menggunakan kata seperlunya tanpa merusak norma yang berlaku (kaidah Bahasa Indonesia).
Kalimat ―yang saya hormati Pak Lurah, Pak RW, Pak RT, Bapak, Ibu, dan adik-adik semua
undangan…..‖ jelas tidaklah efisien dalam penggunaan kata (boros). Kalimat tersebut menjadi
efesien bila hanya diucapkan ―Hadirin yang kami hormati!‖ Begitu juga pada kalimat ―Kepada
Bapak waktu dan tempat kami persilakan!‖ jelas tidak efesien. Untuk apa waktu dan tempat juga
dipersilakan? Apakah waktu dan tempat mau berbicara juga? Kalimat tersebut menjadi efesien
bila hanya diucapkan ―Kepada Bapak dipersilakan!‖
Kalimat di atas jelas mengandung kesalahan dalam hal penggunaan EYD-nya. Pertama,
kesalahan dalam penulisan singkatan SWT (Subhanawataallah). Karena bentuknya satu kata
maka penulisan yang benar adalah Swt.. Hanya huruf awal saja yang besar/kapital. Begitu juga
penulisan nama tempat berikut:
a. Tanjungpinang disingkat Tpi. (benar) TPI (salah)
b. Pekanbaru disingkat Pkb. (benar) PKB (salah)
c. Selatpanjang disingkat Slp. (benar) SLP (salah)
Kedua, penulisan judul skripsi yang menggunakan huruf capital semua (salah). Bentuk
penulisan seperti ini sering dijumpai dalam penulisan kata pengantar (skripsi atau buku).
Harusnya penulisan yang benar hanya huruf awal saja yang besar/kapital, kecuali kata hubung
(dalam, untuk, di, ke, dari,…dst.). Jadi, penulisan yang benarnya adalah
“Penggunaan Bahasa Prokem dalam Komunitas Waria Kota Tanjungpinang‖.
Selain penulisan huruf besar/kapital, kesalahan yang juga sering dijumpai dalam proposal
skripsi mahasiswa adalah kesalahan penulisan huruf miring. Ada kata yang seharusnya ditulis
tidak dimiringkan tetapi ditulis dimiringkan. Begitu juga sebaliknya, ada kata yang seharusnya
ditulis dimiringkan tetapi oleh mahasiswa ditulis tidak dimiringkan. Perhatikanlah contoh
berikut!
a. Adapun judul skripsi yang peneliti ajukan adalah “Pesan Moral Novel Surat Cinta
Untuk Tuhan Karya……”
b. Bagaimana perkembangan Covid 19 di tanah air hari ini, dapat dilihat dan dibaca
melalui facebook, instagram, dan twitter!
c. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKIP UMRAH, Dr. Abdul Malik,
M.Pd., yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu di
FKIP ini.
d. Kajian perbandingan cipta sastra juga dapat dibaca pada artikel berjudul The
Similarities and Differences of Hang Tuah and Cindua Mato Characters.
Contoh (a) ada kesalahan penulisan. Judul kalau diapit oleh tanda petik maka penulisannya
tidak usah dimiringkan dan dihitamkan. Kalau mau dimiringkan penulisannya jangan dibubuhi
tanda petik (ganda) dan jangan dihitamkan. Kalau mau dihitamkan penulisannya, sebaiknya
jangan dibubuhi tanda petik dan dimiringkan. Jadi, penulisan yang benarnya adalah:
Adapun judul skripsi yang peneliti ajukan adalah “Pesan Moral Novel Surat Cinta untuk
Tuhan Karya……”. atau
Adapun judul skripsi yang peneliti ajukan adalah Pesan Moral Novel Surat Cinta Untuk
Tuhan Karya…” atau
Adapun judul skripsi yang peneliti ajukan adalah Pesan Moral Novel Surat Cinta Untuk
Tuhan Karya…
Contoh (b) terjadi kesalahan penulisan. Seharusnya kalimat (b) ditulis sebagai berikut:
Bagaimana perkembangan Covid 19 di tanah air hari ini, dapat dilihat dan dibaca melalui
facebook, instagram, dan twitter!
Kata ‗covid‘ jelas bukan kata asli Indonesia melainkan diadobsi dari bahasa asing
(Inggris). Oleh sebab itu, penulisannya harus dimiringkan, yaitu Covid 19. Begitu juga dengan
kata facebook, instagram, twitter. Karena ketiganya merupakan bahasa asing maka penulisannya
juga harus dimiringkan, yaitu: facebook, instagram, twitter.
Contoh (c) juga terjadi penulisan. Harusnya kalimat (c) tersebut ditulis sebagai berikut:
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKIP UMRAH, Dr. Abdul Malik,
M.Pd., yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk menimba ilmu di FKIP
ini
Contoh (d) juga terjadi kesalahan penulisan. Kalimat (d) tersebut seharusnya ditulis
sebagai berikut:
Kajian perbandingan cipta sastra juga dapat dibaca pada artikel berjudul, The Similarities
and Differences of Hang Tuah and Cindua Mato Characters.
Kalimat (a) di atas terdapat penggunaan tanda baca titik yang kurang, khususnya dalam
penulisan gelar akademik, yaitu M.pd, seharusnya gelar akademik tersebut ditulis M.Pd.
(Magister Pendidikan). Begitu juga penulisan gelar akademik pada kalimat (b). Seharusnya
penulisan gelar akademik dalam kalimat (b): S.Pd. (Sarjana Pendidikan).
Kalimat (a) seharusnya tidak menggunakan tanda baca koma (,) melainkan menggunakan
tanda baca titik koma (;). Dengan demikian, penulisannya seharusnya adalah
Ali tidak membaca hari ini; Budi selalu menyempatkan setiap waktu untuk membaca;
sementara Susi sudah terbiasa membaca setiap pagi dan membuat catatan penting di akhir
bacaannya.
Begitu juga kalimat (b). Seharusnya tidak menggunakan tanda baca titik (.) di akhir
frasenya melainkan tanda baca titik koma (;). Dengan demikian, kalimat (b) seharusnya ditulis:
Sebagai bahan pertimbangan Bapak/ibu berikut saya lampirkan:
(a) fotokopi ijazah terakhir;
(b) fotokopi transkrip nilai akhir;
(c) fotokopi KTP; dan
(d) fotokopi kartu pencaker.
Penulisan kata dibawah pada kalimat (a) jelas tidak tepat karena kata dibawah
menunjukkan tempat. Seharusnya ditulis di bawah. Begitu juga dengan kalimat (b) dan kalimat
(c), penulisan kata diatas tidak tepat. Harusnya ditulis di atas. Pada kalimat (d) juga demikian,
kata kehadirat seharusnya ditulis ke hadirat karena menunjukkan tujuan (preposisi).
(5) Penggunaan Tanda Petik Tunggal (‗) dan Petik Ganda (―…‖)
Dalam PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) dinyatakan bahwa tanda baca
petik tunggal digunakan untuk mengapit petikan yang terdapat dalam petikan lain (2016:53).
Kasus yang sering terjadi di kalangan mahasiswa dalam menulis tugas akhir/skripsinya
adalah mahasiswa masih ragu atau belum mahir dalam menggunakan tanda baca petik tunggal
(‗…..‘) dan petik ganda (―….‖). Hal tersebut sebagaimana terlihat melalui kutipan teks berikut
ini:
a. Adapun yang dimaksud ―diksi‖ adalah pilihan kata.
b. Istilah ―meme‖ sudah popular di kalangan masyarakat saat ini.
c. Yang peneliti maksud dengan ―metode deskriptif‖ adalah proses atau kajian yang
dilakukan dengan cara pelukisan atau penggambaran.
d. Ali mengatakan ―Saat kami berjalan di depan rumah Pak Ahmad, dari kejauhan
terdengar suara beduk duk-duk-duk‖ saatnya masuk waktu magrib‖.
Penggunaan tanda baca petik ganda pada kalimat a, b, dan c di atas jelas tidak tepat.
Seharusnya pada kalimat a, b, dan c di atas menggunakan tanda petik tunggal. Begitu juga
dengan kalimat (d). Kata duk-duk-duk, seharusnya diapit tanda baca petik tunggal, yaitu ‗duk-
duk-duk‘.
keterangan. Mengacu pada pola kalimat Bahasa Indonesia yang benar maka pola Bahasa
Indonesia yang benar itu adalah Subjek+Prediket+ Objek/Pelengkap+ Keterangan (SPOK)
(Suhardi, 2013:16).
Kemampuan mahasiswa dalam menggunakan Bahasa Indonesia yang benar sangat dituntut
khususnya dalam penulisan tugas akhir/skripsi. Namun, kemampuan mengguna-kan Bahasa
Indonesia dalam bahasa tulisan masih lemah. Berikut beberapa kutipan teks yang sering
dijumpai:
a. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT….
b. Atas ketidaknyamanan Anda, kami memohon maaf.
Kalimat (a) di atas jelas memperlihatkan penataan katanya belum tepat atau belum
memenuhi kaidah pola Bahasa Indonesia yang benar. Akibatnya kalimat (a) terlihat masih kacau.
Kalimat (a) menggunakan pola objek+subjek+prediket+keterangan (OSPK). Oleh sebab itu,
kalimat (a) harus diubah polanya menjadi SPOK, yaitu penulis memanjatkan puji-syukur ke
hadirat Allah Swt. atau penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah Swt. Begitu juga
dengan kalimat (b) masih belum sesuai dengan kaidan Bahasa Indonesia. Kalimat (b) seharusnya
ditulis yaitu kami memohon maaf atas ketidaknyamanannya.
6.6 Kuis
a. Petunjuk
(1) Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!
(2) Baca dan pahamilah pertanyaan secara cermat!
(3) selamat mengerjakan!
b. Soal
(1) Jelaskan makna kata ‗tata‘, ‗menata‘, ‗ditata‘, ‗penata‘!
(2) Jelaskan yang dimaksud ‗menata kalimat‘!
(3) Jelaskan makna kata ‗diksi‘!
6.7 Latihan/Tugas
Guntinglah sebuah opini koran, kemudian analisislah berkaitan dengan penataan
kalimatnya!
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 60
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
a. Penggunaan diksinya!
b. Penggunaan EYD!
c. Struktur kalimat BI yang benar!
Bab 7
Menyusun Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan suatu gagasan sehingga
pendengar atau pembaca dapat memahami gagasan tersebut sebagaimana yang dimaksudkan
oleh penutur atau penulisnya. Kalimat efektif dapat juga dimaknai sebagai kalimat yang
membawa pengaruh berupa kemudahan bagi pembaca atau pendengar untuk memahami
informasi yang disampaikan oleh penulis atau penutur. Kalimat efektif harus mampu
menciptakan kesepahaman gagasan antara penulis dan pembaca atau antara penutur dan
pendengar. Dengan kata lain, kalimat efektif dapat mewakili pikiran penulis atau penutur secara
tepat sehingga pendengar atau pembaca memahami pikiran tersebut dengan mudah, jelas, dan
lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau penuturnya.
Kalimat efektif tidak berarti bahwa wujud kalimatnya harus pendek atau harus panjang,
tetapi yang terpenting adalah informasi yang ingin disampaikan penulis dapat dipahami pembaca
secara tepat. Untuk dapat mencapai keefektifan tersebut, kalimat efektif harus memiliki ciri-ciri
berikut ini.
b. Dalam pembangunan sangat berkaitan dengan stabilitas politik. (Pemakaian kata depan di
awal kalimat menimbulkan ketidakjelasan subjek sehingga gagasan kalimat menjadi kacau).
c. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada PT Grand Shoe Industry yang berdiri pada
tanggal 23 Maret 1975 oleh Bapak Suwarno Martodiharjo yang berlokasi di Jalan Sosial
No. 4, Jakarta Barat. ( pemakaian kata ‗yang‘ tidak tepat sehingga informasi belum
jelas/predikat belum jelas)
d. Berdasarkan agenda sekretaris manajer personalia akan memberi pengarahan kepada
pegawai baru. (tidak jelas siapa yang memberi pengarahan).
7.2.2 Kepaduan
Kepaduan dalam kalimat adalah hubungan timbal balik yang benar di antara unsur
pembentuk kalimat, yaitu antara subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Kepaduan
dibatasi sebagai hubungan timbal-balik yang jelas di antara unsur-unsur (kata atau kelompok
kata) yang membentuk kalimat itu. Meskipun kalimat tersebut memiliki gagasan utama, jika
terdapat pemakian kata atau kelompok kata yang tidak tepat di dalamnya maka kalimat tersebut
menjadi tidak koheren/tidak padu.
7.2.3 Keparalelan/Kesejajaran
Kesejajaran dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa bentuk dan struktur yang
digunakan dalam kalimat efektif harus paralel, sama, atau sederajat. Dalam hal bentuk,
kesejajaran terutama terletak pada penggunaan imbuhan, sedangkan dalam hal struktur,
kesejajaran terletak pada klausa-klausa yang menjadi pengisi dalam kalimat majemuk.
Kesejajaran yaitu penyamaan jenis atau bentuk kata yang digunakan dalam kalimat, misalnya
dalam sebuah rincian, jika unsur pertama menggunakan kata benda, unsur-unsur rincian lainnya
harus menggunakan kata benda. Jika unsur pertama berbentuk pasif, maka unsur berikutnya pun
berbentuk pasif.
Contoh kalimat yang tidak paralel:
a. Buku itu dibuat oleh Badan Bahasa dan Gramedia yang menerbitkannya.
b. Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha?
c. Tugas tersebut dilakukan dalam rangka peningkatan keberterimaan produk nasional,
mendorong produktivitas dan daya guna produksi, serta menjamin mutu barang dan jasa
sehingga meningkatkan daya saing.
7.2.4 Ketepatan/kecermatan
Ketepatan adalah kesesuaian/kecocokan pemakaian unsur-unsur yang membangun suatu
kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti. Di antara semua unsur yang berperan
dalam pembentukan kalimat, harus diakui bahwa kata memegang peranan terpenting. Artinya,
ketepatan berkaitan dengan pemilihan kata yang cocok dalam menyampaikan gagasan.
Ketepatan dan kesesuaian kata sangat berpengaruh pada sebuah kalimat agar informasi dapat
tepat sasaran.
Contoh penulisan kalimat yang tidak memperhatikan faktor ketepatan:
a. Tsunami itu datang dengan tiba-tiba akibatnya puluhan ribu penduduk gugur. (pemakaian
kata ‗gugur‘ tidak tepat)
b. Karyawan teladan itu memang tekun bekerja dari pagi sehingga petang. (salah dalam
pemakaian kata sehingga)
7.2.5 Kehematan
Kalimat efektif adalah kalimat yang hemat, tidak berlebihan, namun strukturnya tetap
benar sehingga kalimat tersebut padat dan berisi. Kehematan dalam kalimat efektif mengandung
arti tidak memakai kata-kata mubazir atau tidak menjamakkan kata yang sebenarnya sudah
menunjukkan makna jamak. Kehematan dalam kalimat efektif mensyaratkan bahwa informasi
yang akan disampaikan dalam kalimat itu harus cermat, tidak boros, dan perlu kehati-hatian.
Untuk itu, perlu dihindari bentuk-bentuk yang bersinonim.
Contoh kalimat yang tidak hemat:
a. Saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri mahasiswa itu belajar seharian dari pagi
sampai petang.(melihat tentu dengan mata dan letaknya adalah di kepala. Pemakaian kata
mata kepala menimbulkan ketidakefektifan kalimat karena sifatnya berlebihan atau
mubazir)
b. Berdasarkan penjelasan sebagaimana tersebut di atas, penelitian ini akan mengungkapkan
beberapa temuan-temuan sebagai berikut. (pemakaian tersebut di atas tidak tepat)
c. Biopori adalah merupakan lubang resapan air yang ditunjukkan untuk mengatasi banjir
dengan cara meningkatkan daya resap air. (pemakaian adalah merupakan tidak tepat)
7.2.6 Kelogisan
Kelogisan artinya masuk akal. Kalimat logis adalah kalimat yang dapat diterima sesuai
dengan penalaran. Suatu kalimat dapat dikatakan lemah maknanya jika tidak logis meskipun
sudah benar struktur, pemakaian tanda baca, kata maupun frasanya.
Contoh kalimat yang tidak logis:
a. Pembuangan tempat sampah di mana-mana dilakukan untuk menjaga kebersihan
lingkungan kampus. (kata pembuangan mengakibatkan kalimat tersebut tidak logis)
b. Kepada Bapak waktu dan tempat kami persilahkan. (waktu dan tempat tidak perlu
dipersilahkan).
Faktor penyebab ketidakefektifan kalimat meliputi (a) kontaminasi atau kerancuan; (b)
pleonasme; (c) ambiguitas atau keambiguan; (d) ketidakjelasan subjek; (e) kemubaziran
preposisi; (f) kesalahan logika; (g) ketidaktepatan bentuk kata; (h) ketidaktepatan makna kata; (i)
pengaruh bahasa daerah; dan (j) pengaruh bahasa asing. Berikut ini penjelasannya.
Contoh :
Meskipun perusahaan itu belum terkenal, tetapi produksinya banyak dibutuhkan orang.
7.3.2 Pleonasme
Pleonasme adalah pemakaian kata-kata yang berlebihan Penggunaan dua kata yang
mengandung makna sama tidak perlu karena menimbulkan makna yang mubazir. Jadi, terkesan
tidak efektif. Contoh pemakaian kata naik ke atas atau turun ke bawah sering kita gunakan.
Contoh:
Semua guru-guru sedang rapat dalam penyusunan silabus.
7.3.3 Ambiguitas
Kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih menimbulkan tafsiran ganda
tidak termasuk kalimat yang efektif
Contoh:
Tahun ini UKT mahasiswa baru dinaikkan.( kalimat ambigu)
7.4 Kuis
Untuk menambah pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah kuis berikut ini!
1. Buatlah dua kalimat efektif dengan memperhatikan ciri kesatuan gagasan!
2. Buatlah dua kalimat efektif dengan memperhatikan ciri kepaduan!
3. Buatlah dua kalimat efektif dengan memperhatikan ciri kesejajaran/keparalela!
4. Buatlah dua kalimat efektif dengan memperhatikan ciri ketepatan!
5. Buatlah dua kalimat efektif dengan memperhatikan ciri kehematan!
6. Buatlah dua kalimat efektif dengan memperhatikan ciri kelogisan!
7.5 Latihan/Tugas
Bab 8
Menata Paragraf
Berkaitan dengan kegiatan menata paragraf, ada 2 istilah yang perlu dipahami dengan baik
agar tidak salah dalam memahaminya, yaitu (1) kalimat topik dan (2) topik kalimat. Kalimat
topik jelas merupakan inti paragraf, sementara topik kalimat adalah inti dari sebuah kalimat
topik. Topik kalimat adanya dalam kalimat topik. Dengan demikian sangat jelas bahwa kalimat
topik lebih besar ketimbang topik kalimat. Untuk lebih memudahkan pemahaman kedua istilah
tersebut dapat dilihat contoh berikut ini:
Virus Corona-19 sampai saat ini masih belum bisa ditangani pemerintah secara
tuntas. Hal ini terbukti terusnya bertambah jumlah pasien yang terkontaminasi virus
tersebut di seluruh Indonesia. Bahkan ada beberapa daerah yang tadinya sudah dinyatakan
zona hijau, kini berubah menjadi zona merah, dan terakhir menjadi zona hitam. Patuhi
protokol kesehatan sebagaimana diingatkan pemerintah melalui berbagai media elektronik
dan cetak belum mampu mengurahi jumlah pasien yang terdampak.
Kalimat ―Virus Corona-19 sampai saat ini masih belum bisa ditangani pemerintah secara
tuntas”, merupakan kalimat topik. Sementara, diksi ‗Virus Corona-19‟, „belum bias ditangani‟,
„pemerintah‟, merupakan topik kalimat. Dengan demikian dapat disimpulkan, topik kalimat
lebih kecil daripada kalimat topik.
lain bahwa satu paragraf tidak boleh terdiri dari 1 atau 2 kalimat. Satu paragraf tidak boleh terdiri
lebih 5 kalimat.
Contoh:
Paragraf 1
Semenjak berkembangnya virus Corana-19 di Indonesia, kehidupan masyarakat
semakin susah. Virus Corona-19 telah mengakibatkan beberapa perusahaan
melakukan pemutusan hubungan kerja kepada karyawannya secara besar-besaran.
Virus Corona-19 menyebabkan harga bahan pokok menjadi mahal. Viros Corona-19
telah mengakibat para pedagang kecil merugi karena omset penjualan mereka turun,
para konsumen takut keluar rumah. Akibat virus Corona-19 juga menyebabkan
rakyat miskin di Indonesia saat ini semakin meningkat jumlahnya.
Paragraf 1 di atas jelas merupakan paragraf yang baik karena ditata dengan baik. Terutama
dalam penempatan aspek kohesi dan koherensinya. Paragraf 1 di atas hanya dibangun oleh 1
kalimat topik, yaitu ―Semenjak berkembangnya virus Corana-19 di Indonesia, kehidupan
masyarakat semakin susah ―, 3 kalimat penjelas, yaitu kalimat 2, 3, dan kalimat 4. Bandingkan
dengan paragraf 2 berikut!
Paragraf 2
Sistem pembelajaran dengan cara daring saat ini ternyata menimbulkan beberapa
permasalahan. Oleh sebab itu, berbagai pihak diharapkan dapat mengatasinya dengan
berbagai cara. Jangan hanya bisa menyalahkan pemerintah saja melainkan juga
mampu berpartisipasi membantu pemerintah. Mudah-mudahan permasalahan
pandemi ini ke depan cepat teratasi.
Paragraf 2 di atas jelas bukanlah merupakan paragraph yang baik. Paragraf tersebut tidak
dibangun atas 1 kalimat topik dan beberapa kalimat penjelas. Melainkan dibangun atas beberapa
kalimat topik. Kalimat 1 sampai 4 merupakan kalimat topik. Oleh sebab itu, Paragraf 2 di atas
sebaiknya dijadikan 4 paragraf.
Contoh:
Paragraf 1
Sistem pembelajaran dengan cara daring saat ini ternyata menimbulkan beberapa
permasalahan. Mulai dari ketersediaan media elektronik di kalangan orangtua siswa,
seperti hp yang terbatas hingga ketersediaan dan kualitas jaringan/sinyal di tempat
tinggal siswa. Ada yang seorang siswa harus menunggu orangtua mereka kembali
dulu, barulah mereka dapat mengerjakan tugas yang diberikan gurunya di sekolah.
Ada juga siswa yang harus berjalan kaki beberapa kilo ke jalan utama untuk
mendapatkan sinyal dan ada juga siswa yang harus naik ke bukit untuk mendapatkan
sinyal.
Paragraf 2
Oleh sebab itu, berbagai pihak diharapkan dapat mengatasinya dengan berbagai cara.
Contohnya ikut membantu para siswa menyediakan jaringan internet gratis agar
siswa dapat belajar. Yang punya kelebihan hp agar dapat meminjamkan hpnya
kepada siswa yang orangtuanya tak mampu untuk dapat digunakan. Bisa juga dengan
membagi-bagikan paket internet gratis kepada para siswa yang berlatarbelakang
orangtua miskin.
Paragraf 3
Jangan hanya bisa menyalahkan pemerintah saja melainkan juga mampu
berpartisipasi membantu pemerintah. Sikap hanya bias menyalahkan saja tentunya
merupakan sikap yang kurang bijak. Bukankah setiap warga negera memiliki
kewajiban atau partisipasi aktif dalam membangun bangsa dan negara ini. Hal ini
sebagaimana juga bunyi sebuah filosofi yang menyatakan ―Jangan tanyakan apa yang
sudah diberikan negara kepada kamu, tapi tanyakanlah apa yang sudah kamu berikan
kepada Negara?‖
Paragraf 4
Mudah-mudahan permasalahan pandemi ini ke depan cepat teratasi. Jika kita semua
berusaha keras dan selalu memohon kepada-Nya, Allah tentunya akan mengabulkan
doa-doa kita bersama. Yakinlah, bahwa bagi Allah tidak ada yang sulit tentunya.
Ikhtiar dan doa adalah 2 usaha yang selalu harus dilakukan manusia di muka bumi
ini, terutama untuk melenyapkan virus Corona-19 di muka bumi ini.
8.4 Kuis
A. Petunjuk Kuis
(1) Pahamilah pernyataan berikut dengan baik!
(2) Kerjakan sesuai dengan pemahaman Saudara masing-masing!
(3) Jangan lupa berdoa sebelum mengerjakan kuis!
B. Kuis
(1) Jelaskan yang dimaksud apa itu paragraf!
(2) Jelaskanlah perbedaan kalimat topik dan kalimat penjelas!
(3) Jelaskanlah yang dimaksud kohesi dan koherensi!
(4) Jelaskanlah bagaimana cara menyusun paragraph yang baik!
8.5 Latihan/Tugas
A. Latihan: Mengoreksi Paragraf
(1) Coba Saudara perhatikan dan baca kalimat-kalimat yang membangun paragraph berikut!
Manakah dari paragraf berikut yang merupakan paragraf yang baik!
(2) Berikanlah alasan Saudara mengapa demikian?
Paragraf 1
Permasalah bully atau perundungan di kalangan siswa saat ini semakin meningkat.
Para orangtua mulai semakin khawatir atas keselamatan anaknya di sekolah. Walaupun
pihak sekolah telah melakukan beberapa langkah antisipasi ternyata hasilnya kasus
perundungan masih belum dapat teratasi dengan baik, bahkan dihilangkan di berbagai
sekolah. Komisi Perlindungan Anak di berbagai kabupaten kota semakin sibuk
mengunjungi beberapa sekolah guna memberikan penyuluhan berkaitan perundungan di
kalangan siswa.
Paragraf 2
Dampak negatif akan pengaruh hp di kalangan anak saat ini semakin tinggi. Mulai
dari rendahnya minat baca siswa, tak ada lagi waktu anak membantu orangtuanya, hingga
prilaku buruk anak kepada orangtua mereka. Ketersediaan berbagai jenis game di hp
mereka menyebabkan waktu mereka habis hanya untuk bermain game. Si anak dulunya
suka membantu orangtua mereka, seperti mencuci piring, menyapu rumah, dan mencuci
pakaiannya sendiri kini semakin tak ada lagi sehingga semua pekerjaan itu dilakukan
orangtua mereka. Begitu juga dengan prilaku tutur kata anak kepada orangtuanya.
Terganggunya waktu mereka saat bermain menyebabkan tutur kata mereka saat
orangtuanya minta tolong semakin buruk. Para orangtua hendaknya perlu sejak dini
melakukan kontrol kepada anak-anak mereka agar dampak negatif hp kepada anak-anak
mereka dapat diatasi.
Paragraf 3
Budaya penggunaan masker di kalangan masyarakat Indonesia saat ke luar rumah,
berbanding lurus dengan budaya pemakaian helm saat mengendarai motor. Hal ini
sebagaimana hasil sebuah penelitian yang dilakukan mahasiswa Universitas Maritim Raja
Ali Haji Tanjungpinang baru-baru ini. Masyarakat Malaysia tingkat kesadaran mereka
dalam hal penggunaan masker cukup tinggi karena mereka sangat takut akan terjangkit
Virus Corona-19 dan penggunaan helm saat mengendarai motor adalah bentuk
kewaspadaan mereka akan bahaya berkendaraan. Hal yang sama juga terjadi di dalam
masyarakat Singapura. Semakin berkurangnya masyarakat Singapura terjangkit virus
Corona tidak lain karena masyaraat mereka sangat paham akan bahaya virus Corona-19.
Begitu juga dengan kesadaran masyarakat Singapura akan penggunaan helm saat
mengendarai motor. Mereka sudah terbiasa jika berpergian dengan motor selalu
menggunakan helm.
Bab 9
Menyusun Kutipan
Untuk membedakan mana kutipan langsung dan kutipan tidak langsung dapat dilakukan
dengan melihat ciri-cirinya. Kutipan langsung memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) menggunakan tanda
petik dua/ganda. (2) biasanya awal kalimat dimulai dengan kata ―menurut‖ atau setelah nama
ahli diikuti kata ―mengatakan‖.
Contoh:
Menurut Kridalaksana (2009:13), ―Mengutip adalah proses mengambil kalimat ahli
dengan maksud untuk memperkuaat ide/gagsan yang kita sampaikan dalam tulisan yang
kita susun.‖
Selanjutnya, kutipan langsung selalu membubuhkan tanda petik dua/ganda, yaitu di awal
dan di akhir ( ―………………‖). Selanjutnya, awal kalimat dalam kutipan dimulai dengan huruf
besar/kapital.
Selanjutnya kutipan langsung dikelompokkan lagi atas beberapa jenis. Hal tersebut
sebagaimana terlihat berikut ini:
A. Kutipan langsung hanya 4 baris
Mohon diperhatikan! Hitungan 4 baris atau lebih yang dihitung itu kalimat yang dikutinya.
Mulai dari tanda petik buka sampai petik tutup! Bukan jumlah kalimatnya (4 kalimat atau lebih).
Kasus ini sering terjadi di kalangan mahasiswa saat praktek menulis dilaksanakan. Berikut ini
contoh kutipan tidak langsung yang hanya terdiri dari 4 baris saja:
Adapun yang dimaksud dengan kutipan langsung adalah kutipan dengan cara
mengambil kalimat ahli tanpa mengubah struktur dan panjang kalimatnya. Hal ini
sebagaimana dikemukakan Kridalaksana (2009:13), ―Kutipan langsung adalah proses
mengambil kalimat orang ahli untuk memperkuat tulisan yang kita susun. Panjang
kalimat yang kita ambil tidak diubah. Begitu juga struktur kalimat dari kalimat yang kita
ambil juga tidak diubah.‖
menulis maka si penulis harus memisahkan isi kutipan tersebut dan membuat paragraf khusus
dengan spasi 1.
Contoh:
Paragraf adalah kumpulan beberapa kalimat yang memiliki informasi lengkap. Menurut
Keraf (1998:68),
―Paragraf adalah kumpulan beberapa kalimat yang membangun sebuah
paragraf. Kalimat itu terdiri dari 1 kalimat utama dan beberapa kalimat
penjelas. Paragraf yang baik selalu menempatkan kalimat utama di awal
kalimat. Kemudian diikuti oleh beberapa kalimat penjelas. Bisa saja kalimat
penjelasnya itu terdiri dari 2 atau 3 dalam satu paragraf. Namun Maksimalnya,
sebuah paragraph hanya boleh terdiri 5 kalimat.‖
Kutipan tidak langsung juga memiliki ciri, yaitu selalu menggunakan kata hubung ―bahwa‖ dan
tidak menggunakan tanda petik ganda (buka dan tutup). Kata hubung ‗bahwa‘ merupakan
pembeda antara kutipan langsung dan tidak langsung.
Contoh kutipan tidak langsung:
Kridalaksana (2009:13) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan mengutip adalah
proses mengambil kalimat ahli dengan maksud memperkuat ide yang kita sampaikan
dalam tulisan yang kita susun.
Perlu diingat!
Dalam menulis kutipan tidak boleh langsung dimulai dengan kalimat ahli. Penulis harus
memulainya dengan kalimatnya dulu berkaitan dengan kutipan yang mau dibuatnya.
9.3 Kuis
a. Apakah yang dimaksud kutipan?
b. Apakah bedanya kata kutipan, mengutip, dikutip, pengutip, kutip?
c. apakah yang dimaksud kutipan langsung?
d. apakah yang dimaksud kutipan tidak langsung?
9.4 Tugas/Latihan
A. Tulislah 4 contoh kutipan langsung yang 4 baris dan lebih 4 baris
B. Tulislah 2 contoh kutipan tidak langsung!
Pratama, Angga Widya. 2016. ―Kutipan dan Cara Menulis Kutipan‖. Malang: Universitas Negeri
Malang
Sugono, Dendy. 2009. Tesaurus Alfabet Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Bab 10
Menyusun Daftar Pustaka
Contoh:
a. Kalau nama ahlinya Suhardi, bukunya Dasar-Dasar Ilmu Semantik tahun 2015, diterbitkan di
Yogyakarta oleh PT AR-RUZZ Media. Penulisan daftar pustakanya adalah:
Suhardi. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Semantik. Yogyakarta: AR-RUZZ media
b. Kalau nama ahlinya Harimukti Kridalaksana, judul bukunya Kamus Linguistik tahun 2009,
diterbitkan oleh penerbit Gramedia Utama Jakarta. Penulisan daftar pustakanya adalah:
Kridalaksana, Harimukti. 2009. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Utama
c. Kalau nama ahlinya 3 kata, yaitu Hendri Guntur Tarigan dengan bukunya Terampil Berbicara
tahun 2009, diterbitkan oleh Angkasa Bandung. Penulisan daftar pustakanya adalah:
Tarigan, Hendri Guntur. 2009. Terampil Berbicara. Bandung: Angkasa
d. Kalau penulisnya 2 orang.
Contoh: Hendry Guntur Tarigan dan Djago Tarigan bukunya Terampil Menata Paragraf tahun
1999, diterbitkan penerbit PT Gramedia Utama Jakarta. Penulisan daftar pustakanya adalah:
Tarigan Hendri Guntur dan Djago Tarigan. 1999. Terampil Menata Paragraf. Jakarta:
PT Gramedia Utama
e. Kalau penulisnya 3 atau 4 orang.
Contoh: penulisnya Suhardi, Isnainy Leo Shanti, Asri Lolita, dan Ahada dalam buku MKU
Bahasa Indonesia tahun 2020 diterbitkan oleh UMRAH Press Tanjungpinang.
Penulisan daftar pustakanya adalah
Suhardi. dkk.. 2020. MKU Bahasa Indonesia. Tanjungpinang: UMRAH Press
f. Jika buku yang ditulis beramai-ramai (lebih dari 4 orang) dan memiliki editor, maka yang
ditulis di daftar pustaka hanya nama editornya saja. Contoh: seperi buku Tatabahasa Baku
Bahasa Indonesia tahun 1999. Editornya Hasan Alwi.
Alwi, Hasan (Ed.). 1999. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
g. Kalau penulisnya sudah lebih 10 orang, seperti penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia
tahun 2000 oleh penerbit Balai Pustaka Jakarta. Penulisan daftar pustakanya adalah:
TIM. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Catatan:
Bila dalam penulisan daftar pustaka ternyata tidak cukup satu baris, harus dilanjutkan ke
bawah, maka teknik penyambungannya adalah masukkan ke kanan 5 ketukan, setelah itu
mulai sambungannya. Untuk sambungan ini spasi yang digunakan adalah 1 spasi. Untuk yang
bukan sambungan boleh 1,5 atau 2.
Contoh:
Alwi, Hasan (Ed.). 1999. Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
3. Perhatikan teknik menulis judul buku atau selain buku (skripsi, jurnal, surat kabar, televise)!
a. Judul buku dalam daftar pustaka ditulis miring.
Contoh: TIM. 2000. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
b. Judul Jurnal Ilmiah, ditulis tidak miring melainkan menggunakann tanda petik dua. Tempat
terbit diganti dengan judul jurnal, volume, nomor, dan halaman artikel dimuat.
Contoh:
Suhardi. 2020. ―Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Mitos Pulau Senua‖. Jurnal Lingua
Scientia Volume 12 Nomor 1 (12-22)
c. Judul skripsi
Judul skripsi dalam daftar pustaka juga diapit oleh tanda petik dua tanpa dimiringkan. Tempat
terbit dan nama penerbit diganti dengan skripsi.jenjang pendidikan. Prodi. Diakhir ditulis
tidak dipublikasikan.
Contoh: Ariansyah. 2017. ―Nilai-Nilai Budaya dalam Pantang Larang Masyarakat Lingga‖.
Skripsi S.1.PBSI UMRAH. Tidak dipublikasikan
10.3 Kuis
a. Jelaskanlah yang dimaksud daftar pustaka!
b. Jelaskanlah hubungan daftar pustaka dengan kutipan!
c. Bagaimanakah menuliskan nama ahli jika nama ahli lebih satu kata?
d. Jelaskanlah beda penulisan judul buku dengan yang bukan buku!
10.4 Tugas/Latihan
Tulislah daftar pustaka yang berasal dari buku, jurnal ilmiah, skripsi, dan internet!
Bab 11
Menyusun Surat Dinas
(b) Surat resmi atau surat dinas pemerintah adalah surat yang biasa di gunakan dalam aktifitas
perkantoran, di mana dapat berupa surat dari satu kantor ke kantor lain, atau dari
perseorangan/pribadi ke suatu kantor atau sebaliknya. Karena surat ini bersifat resmi, maka
bahasa yang dipakai bersifat lugas langsung pada permasalahan dan seperlunya saja,
(c) surat niaga atau dagang adalah surat yang digunakan dalam kegiatan niaga atau
perdagangan atau perusahaan.
3. Menurut wujudnya, dikenal bentuk-bentuk surat seperti: kartu pos, warkat pos, surat
bersampul, nota atau memo, telegram, telex, dan sebagainya.
4. Menurut banyaknya sasaran yang hendak dicapai, surat terbagi atas surat biasa, surat edaran,
dan pengumuman.
5. Berdasarkan jaminan dan keamanan isinya, dikenal empat macam surat, yaitu: (a) surat sangat
rahasia, (b)surat rahasia, (c) surat terbatas dan (d) surat biasa
6. Menurut urgensi penyelesaiannya, surat terbagi atas surat kilat khusus, surat (kilat), surat
segera, dan surat biasa.
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 88
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
7. Menurut prosedurnya, surat dapat digolongkan menjadi surat masuk dan surat keluar.
8. Berdasar jangkauannya, surat diklasifiksikan menjadi: surat intem dan surat eksterm.
9. Menurut nilai isi surat, surat dapat dibagi menjadi: surat rutin dan surat non-rutin.
10. Berdasarkan kegunaannya, surat dapat dikelompokan menjadi:
(a) kosep,
(b) asli,
(c) tembusan/tindasan/kopy,
(d) petikan,
(e) turunan/kutipan/salinan,
(f) lampiran.
11. Menurut cara pengirimannya, surat dapat dibedakan:
(a) dibawah sendiri,
(b) dengan kurir,
(c) pos antar departeman. (Meliagustin, 2019).
3. Bahan bukti. Mengingat surat merupakan informasi tertulis, maka surat dapat dijadikan bahan
bukti yang mempunyai kekuatan hukum.
4. Sumber data. Surat dapat digunakan menjadi sumber data yang dapat digunakan untuk
informasi atau petunjuk keterangan untuk ditindak lanjuti.
5. Surat dapat menjadi surat jaminan, seperti jaminan keamanan pada surat jalan, jaminan
tanggungan pada surat gadai, dan sebagainya (Komaidi dalam Meliagustin, 2019)
Yth………..
di tempat
Dengan hormat,
c. Kaki Surat
Kaki surat merupakan bagian penutup surat. Isi kaki surat adalan informasi penutup atau
akhir dari surat. Bisanya pada bagian kaki isi terdapat jabatan yang menulis surat, tanda tangan,
nama, dan NIP.
Bentuk secara keseluruhan surat dinas dapat dideskripsikan sebagai berikut:
……………………… …………………
………………………
………………………
………………………..
…………………………
…………………………..
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
…………………………………………….
……………………………
…………………………………
………………………..
Dengan hormat,
Catatan:
a. Penulisan bulan tidak boleh diganti dengan angka
Contoh:
(13-10-2020)------------salah,
(13 Okt. 2020)----------benar
c. Hal diisi dengan jenis surat. Setiap kata dimulai dengan huruf besar di awal kata kecuali kata
hubung.
Contoh:
Hal: Pemberitahuan Ujian PLP-------benar
Hal: Pemberitahuan Ujian PLP----------benar
Hal: Pemberitahuan Ujian PLP----------benar
Hal: Pemberitahuan Ujian PLP---------salah
Catatan:
Paragraf awal kalimat isi surat tersebut sungguh membingungkan, apa sebenarnya maksus surat
tersebut. Kalimat yang digunakan terlalu panjang sehingga terlihat tidak efektif. Kalimat isi surat
tersebut dapat diubah menjadi:
―Menindak lanjuti surat Bapak nomor...tentang pelaksanaan pendistribusian bantuan
sembako tahap 2 kepada masyarakat kelurahan...RW...RT..., kami siap RW, RT, dan
Warga siap mendukung acara tersebut‖.
Coba perhatikan bentuk surat lamaran kerja berikut yang dikirimkan seorang pelamar kerja ke
suatu perusahaan atau PT!
Dengan Hormat,
Hormat saya
Black Bond
Catatan:
Surat tersebut jelas menggunakan Bahasa Indonesia yang kurang benar. Perlu dilakukan
perbaikan penggunaan EYD-nya dan penggunaan, serta penulisan katanya. Baik pada kepala
surat, badan surat, maupun kaki suratnya.
Perhatikan bagian kata yang diwarnai merah dalam surat berikut ini (perlu diperbaiki)!
Dengan Hormat,
Hormat saya
Black Bond
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
nama : Black Bond
pendidikan terakhir : Sarjana Teknik
nomor hp. : 081312345678
alamat : Jalan Santai Desa Kenangan RW 01 RT 01
Kelurahan di atas Angin Kecamatan Sepoi-Sepoi
Kota Narasi
l. Fotokopi transkripnilai;
m. Fotokopi ijazah terakhir;
n. Kartu pencari kerja; dan
o. SKCK dari kepolisian.
Demikianlah surat ini saya ajukan, atas perhatian Bapak saya mengucapkan
terima kasih.
Saya yang memohon,
Black Bond
11.5 Kuis
a. Jelaskanlah yang dimaksud surat dinas!
b. Jelaskanlah ciri-ciri surat dinas!
c. Tulislah beberapa contoh surat dinas!
TIM MKU Bahasa Indonesia PBSI FKIP UMRAH:
Suhardi, Isnaini Leo Shanty, Ahada Wahyu Sari, Legi Elfira, Asri Lolita, Indah Puji Astuti Hal. 98
Matakuliah UMUM (MKU) Bahasa Indonesia
d. Bagaimanakah penggunaan Bahasa Indonesia dalam surat dinas (EYD, diksi, pola kalimat,
dan keefektifan kalimat)!
11.6 Tugas/Latihan
Coba Saudara fotokopi 1 surat dinas, kemudian analisis penggunaan bahasa Indonesianya!
Noor, Syafikq Hakim dan Mimi Mulyani. 2016. ―Keterampilan menulis Surat Resmi Melalui
Pendekatan Keterampilan Proses.‖ https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi/issue/
view/ 1062
Meliagustin. dkk. 2019. ―Kemampuan Menulis Surat Dinas Siswa Kelas Vii Smp Negeri 11
Kendari.‖ http://ojs.uho.ac.id/index.php/BASTRA
Bab 12
Menulis Resensi
analisis mendalam terhadap satu hal dengan melibatkan berbagai hal sebagai pertimbangan,
sehingga menghadirkan penilaian yang adil dan rasional dari teks itu dan teks ulasan memiliki
struktur penulisan baku. Teks itu memuat tanggapan, tinjauan, dan analisis terhadap buku,
literatur, dan karya sastra, baik cerpen, novel, film, drama dan lainnya. Selanjutnya menurut
Wray (Ibda, 2020) seorang peresensi saat menulis resensinya harus mengekstrak informasi yang
berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan, ulasan, dan menjalinnya bersama menjadi jawaban.
Tujuannya, agar pembaca dapat melihat mengapa peresensi menyebutkan karya itu dan apa yang
dipikirkan peresensi.
Menurut Monica (2018), ―Resensi berarti menulis kembali, menimbang-nimbang, menilai
kembali, mengadili. Selanjutnya Putra (Monica, 2018), ―Kata resensi berasal dari 2 kata, yaitu
kara ‗re‘ dan ‗scene‘. Re bermakna kembali, sementara scene bermakna pemandangan. Dengan
demikian, resensi adalah hasil memandang kembali suatu objek (bias buku, film, cerpen, novel
atau sinetron).
Menurut Dalman (Andayani dan Multi, 2017), ―Resensi adalah istilah yang digunakan
untuk menilai baik-tidaknya sebuah buku. Dalam hal ini, yang dinilai adalah keunggulan dan
kelemahan buku (baik fiksi maupun nonfiksi) sehingga orang merasa terpersuatif setelah
membacanya‖. Menurut Keraf (Andayani dan Multi, 2017), ―Resensi adalah ―suatu tulisan atau
ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku‖.
Jika yang dianalisis adalah film, maka isi identitas adalah (a) judul film, (b) penulis
scenario dan sutradaranya, (c) rumah produksi, (d) tahun pembuatan, dan (e) lama tayang atau
jumlah waktu.
(Sumber: https://mamikos.com/info/contoh-resensi-buku-non-fiksi-fiksi-novel-ilmu-pegetahuan-lengkap/
A. Identitas Buku
Judul Buku : Dear Nathan
Pengarang : Erisca Febrianti
Penerbit : Best Media
Tahun Terbit : Maret 2016
Jumlah Halaman : 528 Halaman
C. Kelebihan Buku
Karakter tokoh di dalam novel ini sungguh-sungguh dideskripsikan sangat baik oleh pengarang
sehingga pembaca seolah-olah melihat peristiwa secara langsung. Bahkan tak ayal pembaca
terbawa situasi. Pemilihan tokoh dalam novel ini sangat tepat karena tokoh dapat memberikan
karakter yang sesungguhnya untuk diperankan. Dalam novel ini pembaca dibuat memiliki 2
sikap, satu sisi pembaca kasihan dengan tokoh Salma, sisi lain pembaca sangat benci dengan
tokoh yang selalu membulinya.
D. Kekurangan Buku
Kekurangan novel ini adalah adanya terjadi lompatan alur atau peristiwa sehingga pembaca
mengalamai kejutan-kejutan kecil, kok tiba-tiba sudah sampai di sini.
E. Penutup
Novel ini sangat bagus untuk dibaca karena selain mengandung unsur tragis juga ada unsur
komedinya. Semua jadi nano-nano.
(Sumber: https://mamikos.com/info/contoh-resensi-buku-non-fiksi-fiksi-novel-ilmu-pegetahuan-lengkap/)
A. Identitas Buku
Judul Buku : Pengantar Filsafat Pendidikan
Penulis Buku : Drs. Uyoh Sadulloh, M.pd
Penerbit Buku : Alfabeta, CV
Cetakan : II
Tebal Buku : 183 halaman
Tahun Terbit : 2004
Kelebihan Buku
Dibandingkan dengan beberapa buku filsafat pendidikan lainnya, buku ini memiliki kelebihan
yang banyak. Baik dalam hal caver buku yang diperlihatkan, judul yang ditawarkan, maupun
dalam hal penggunaan bahasa di dalamnya. Membaca buku ini tidak terasa bosan. Alur pikirnya
mengalir dengan baik sehingga membaca buku ini tidak membosankan.
Kekurangan Buku
Dibalik kelebihannya, buku ini juga memiliki kekurangan yang perlu menjadi perhatian penulis,
seperti masih ada kesalahan penulis dan kurang disertai dengan gambar yang menarik sebagi
penambah nafsu membaca.
Penutup
Aspek kelebihan dan kekurangan sebagaimana yang perensi sampaikan tersebut hendaknya dapat
menjadi masukan pihak penulis. Selain itu, peresensi menghimbau bagi para peminat filsafat
pendidikan, buku ini layak untuk menjadi konsumsi. Selain untuk menambah ilmu pengetahuan
dan pemahaman juga dapat menjadi hiburan pengisi waktu luangnya.
B. Resensi Film
(Sumber:
https://tambahpinter.com/contoh-resensi-film/
A. Identitas Film
Judul: Serdadu Kumbang
Sutradara: Ari Sihasale
Produser: Ari Sihasale
Produksi: Ailinea Picture
Penulis Naskah: Jeremias Nyangoen
Pemain: Ririn Ekawati, Lukman Sardi, Surya Saputra, Yudi Miftahudin
Durasi: 1 jam 46 menit
B. Sinopsis Film
Film Serdadu Kumbang ini menceritakan tentang potret pendidikan di Indonesia,
khususnya para anak-anak yang berada di daerah Timur Indonesia. Problematik anak-anak dalam
menempuh jenjang pendidikan. Mulai dari permasalahan transportasi, hutang, nilai yang rendah,
tidak lulus ujian dan lain sebagainya. Penonton saat menonton film ini diyakini akan tersentuh
keprihatinan warga kita yang berada di belahan Timur sana. Di awal film disuguhkan seorang
anak yang sedang mengikuti lomba menunggang kuda (Amek: memiliki bibir sumbing). Karena
berbagai kekurangannya, Amek motivasi belajarnya rendah. Namun beberapa waktu kemudian,
semangatnya muncul kembali. Amek bersama kawan-kawannya menggantungkan cita-citanya di
sebuah pohon besar. Amek bersemangat untuk lulus ujian nasional.
C. Kelebihan Film
Film Serdadu Kumbang ini memiliki kemiripan dengan film Laskar Pelangi, yaitu sama-
sama mengangkat potret pendidikan yang kurang. Tujuan film ini sangat jelas menghimbau
pemerintah untuk lebih memperhatikan lagi kondisi anak bangsa di bagian Timur yang masih
memprihatinkan dari aspek pendidikannya. Film ini juga mengandung nilai kearifan lokal,
khususnya kearifan local masyarakat Indonesia Timur.
D. Kekurangan Film
Dibandingkan dengan film Laskar Pelangi film ini masih memiliki beberapa kekurangan,
seperti terdapat adegan yang kurang layak dan alur cerita yang terkesan menggantung sehingga
penonton bertanya-tanya kok bias demikian ya?
E. Penutup
Sama halnya dengan films Laskar Pelangi, film ini sangat layak untuk ditonton dan sedikit
memberikan informasi mengenai kondisi pendidikan anak-anak bangsa kita di Indonesia Timur.
12.5 Kuis
a. Apakah yang dimaksud dengan resensi?
b. Apa saja isi kerangka sebuah resensi?
c. Apakah yang dimaksud sinopsis?
d. Apa yang dimaksud kelebihan buku/film?
e. Apa yang dimaksud kekurangan buku/film?
f. Apa isi bagian penutup resensi?
12.5 Tugas/Latihan
Tulislah 1 contoh resensi buku dan 1 contoh resensi film!
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik: Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Utama
Monica, Jein Cicilia. 2018. ―Kemampuan Menulis Buku bagi Siswa kelas XII SMA Negeri 3
Palu. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/BDS/article/view/10532
Sugono, Dendy. 2009. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Bab 13
Menulis Opini dan Artikel
Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan akan sekolah dan madrasah yang bermutu tidak bisa
dielakkan. Sekolah dan masrasah yang masih belum bermutu akan semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Oleh
sebab itu, tak ada tawar menawar lagi bahwa sekolah dan madrasah bermutu perlu terus diwujudkan keberadaannya.
Untuk melahirkan sekolah dan madrasah bermutu tersebut tentunya langkah pertama yang harus dilakukan adalah
pihak pimpinan sekolah dan madrasah melakukan evaluasi pendidikan yang mereka selenggarakan di setiap jenjang.
Hal tersebut sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Nasional
Pendidikan, terutama Pasal 1 Ayat 21, yaitu evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan. Evaluasi pendidikan merupakan bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan, pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan mutu
pendidikan tersebut sebagaimana tertuang dalam standar nasional pendidikan (SNP), meliputi: 8 standar mutu
pendidikan, yaitu (1) standar Isi; (2) standar kompetensi lulusan; (3) standar proses; (4) standar pendidikan dan
tenaga kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7) standar pembiayaan
pendidikan; dan (8) standar penilaian pendidikan.
Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan guna terlaksananya
penjaminan mutu pendidikan di setiap jenjang pendidikan yang ada (dasar dan memengah). Maksudnya, kebijakan
nasional dan standar nasional yang ditetapkan pemerintah dengan maksud terlaksananya penjaminan mutu di
sekolah dan madrasah yang ada. Dengan demikian, setiap sekolah dan madrasah yang ada wajib melaksanakan
kebijakan dan standar nasional pendidikan tersebut guna terjaminannya mutu pendidikan di sekolah (Pasal 50 Ayat
2 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional Pendidikan).
Bagian Kedua Pasal 60, yaitu (1) akreditasi sekolah/madrasah dilakukan untuk menentukan kelayakan
suatu program dan satuan pendidikan jalur pendidikan formal dan non formal yang disetiap jenjang dan jenis
pendidikan, (2) akreditasi sekolah/madrasah dilakukan oleh suatu lembaga/badan mandiri yang memiliki
kewenangan akuntabilitas publik, dan (3) akreditasi sekolah/madrasah dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat
terbuka. Akreditasi sekolah/madrasah dilaksanakan bukan untuk mencari-cari keburukan sekolah/madrasah
melainkan hanya untuk mengevaluasi layak-tidaknya suatu program yang dilaksanakan di sekolah, dilaksanakan
oleh badan mandiri dan terpercaya, serta dalam pelaksanaan tugasnya objektif, adil, transparan (dalam
melaksanakan tugas-tugasnya dilaksanakan secara terbuka, dan komprehensif. Tata pengajuan akreditasi dan
instrumen akreditasi yang digunakan jelas, dapat dikopi oleh setiap sekolah yang akan mengajukan akreditasi
sehingga diketahui indikator yang akan dan digunakan nantinya dalam pelaksanaan evaluasi program
Berbicara tentang persoalan mutu sekolah dan madrasah, daerah Propinsi Kepulauan Riau telah memiliki
lembaga resmi yang mengurus berkaitan dengan mutu sekolah dan madrasah, yaitu Badan Akreditasi Nasional
Sekolah dan Madrasah (BAN-SM) Propinsi Kepulauan Riau. Sejak dikukuhkan oleh BAN-SM Pusat, BAN-SM
Propinsi Kepulauan Riau terus berbenah diri dengan menyusun visi dan misinya. Dengan menjunjung moto
Profesional, Terpercaya, dan Terbuka, BAN-SM Propinsi Kepulauan Riau terus melakukan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan sebagaimana diamanahkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan,
BAN-SM Propinsi Kepulauan bersama para asesornya sering mengalami banyak persoalan. Mulai dari: (1)
kurangnya pemahaman warga sekolah terhadap standar nasional pendidikan (SNP), (2) budaya mutu di sekolah yang
masih belum tercipta dengan baik, hingga (3) dukungan masyarakat terhadap mutu sekolah yang masih lemah.
Pemahaman terhadap standar nasional pendidikan, seperti: pemahaman terhadap 8 standar mutu pendidikan, yaitu:
(a) standar isi, (b) standar proses, (c) standar kelulusan, (d) standar kependidikan dan tenaga kependidikan, (e)
standar sarana dan prasarana, (f) standar penilaian, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian.
Akibatnyasewaktu dilakukan visitasi ke sekolah oleh pihak asesor sering ditemukan ketidaksesuaian isi intrumen
atau perangkat akreditasi dengan petunjuk teknis dan intrumen pendukung yang ada. Ada juga ditemukan di
lapangan tingginya ambisi pihak sekolah untuk memperoleh nilai akreditasi yang sangat baik sehingga mereka
sewaktu mengisi instrumen tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Indikasi lainnya juga adanya kekurangpahaman
tim akreditasi sekolah dalam memahami petunjuk teknis pengisian perangkat akreditasi dan pemahaman intrumen
pendukungnya. Akibatnya sering asesor menemukan ketidaksingkronan antara instrumen akreditasi yang mereka
ajukan dengan petunjuk teknis dan instrumen pendukungnya saat dilakukan visitasi ke sekolah. Akibat yang
ditumbulkan berikutnya adalah sekolah atau madrasah tersebut tidak terakreditasi, bisa juga terjadi sekolah atau
madrasah memperoleh nilai akreditasi yang tidak sesuai yang diharapkan. Melihat kondisi yang terjadi tersebut,
sepertinya sosialisasi mutu pendidikan oleh BAN-SM Propinsi Kepulauan Riau terus harus dilakukan. Apakah
dengan mengundang tim akreditasi sekolah yang sudah dimiliki sekolah atau amadrasah untuk diberikan pengayaan
berkaitan dengan pelaksanaan mutu sekolah sehingga sewaktu mereka kembali ke sekolah mereka dapat
melaksanakannya dengan baik, atau pihak BAN-SM Propinsi Kepulauan Riau sendiri melakukan kunjungan ke
sekolah untuk memberikan ilmunya kepada tim akreditasi yang dibentuk sekolah. Bila hal ini dapat diwujudkan
tentunya akan lahirnya budaya mutu sekolah oleh warga sekolah sebagaimana diharapkan.
Berkaitan dengan budaya mutu di sekolah, seharusnya setiap sekolah harus menciptakan iklim budaya
mutu di sekolahnya masing-masing. Baik sekolah itu memiliki akreditasi sangat baik maupun cukup. Bagi sekolah
atau madrasah yang sudah memiliki nilai akreditasi sekolahnya sangat baik bagaimana mereka terus
mempertahankan dan meningkatkannya. Begitu juga sekolah atau madrasah yang masih memperoleh nilai baik,
bagaimana mereka terus memelihara dan meningkatkannya sehingga pada proses pengajuan akreditasi berikutnya
memperoleh nilai sangat baik. Hal ini tidak lain agar keberlangsungan mutu di sekolah dapat terus berlangsung
dengan baik. Penglibatan warga sekolah mulai kepala sekolah, guru, pegawai dan siswa terus ditingkatkan agar lahir
sikap bahwa tanggung jawab mutu adalah tanggung jawab kita bersama. Bukan tanggung jawab kepala sekolah saja.
Jika warga sekolah telah menyadari hal ini dan dapat mengaplikasikannya maka masyarakat dapat melihat secara
langsung dan menikmati dampak dari budaya mutu yang sudah berlangsung di sekolah tersebut. Bila hal ini dapat
diwujudkan tentunya masyarakat akan merasa nyaman di sekolah tersebut. Mereka tentunya tidak akan memasukkan
anak-anak mereka ke sekolah lain sebab di sekolah yang mereka sudah lihat secara langsung mereka lebih
percaya.kondisi seperti ini tentunya harus selalu menjadi perhatian warga sekolah mulai dari kepala sekolah, guru,
hingga pegawai.
Untuk terciptanya mutu yang baik di sekolah dan madrawah tentunya juga dibutuhkan peran aktif masyarakat,
khususnya para orangtua siswa yang anak-anak mereka menikmati langsung dampak budaya mutu tersebut.
Berbagai program sekolah yang sudah disusun tentunya akan dapat dilaksanakan dengan baik dan sesuai yang
diharapkan. Peran Komite Sekolah dalam hal ini tentunya sangat dituntut. Mulai dari perbaikan sarana dan
parasarana sekolah, pengadaan guru yang cukup dan peningkatan kualitas guru, dan penyediaan pembiayaan. Ketua
dan anggota yang aktif tentunya sangat membantu terlaksananya budaya mutu di sekolah. Adanya ruang kelas yang
sehat, sarana bermain yang cukup, dan labor yang cukup tentunya kegiatan pembelajaran dapat berlangsung dengan
baik. Ketersediaan guru yang cukup dan profesional tentunya iklim pembelajaran yang kondusif dapat dilaksanakan.
Begitu juga dengan ketersediaan dana yang cukup. Guru-guru akan dapat melaksanakan tugas-tugasnya dengan
serius dan fokus bila hak-hak mereka dapat dipenuhi. Begitu juga tentunya sebaliknya. Bagaimana guru dapat
melaksanakan tugasnya di dalam kelas dengan fokus bila gaji mereka belum dibayarkan. Berkaitan dengan adanya
kerja sama pihak sekolah dengan masyarakat dalam penjaminan mutu sekolah atau madrasah, BAN-SM Propinsi
Kepulauan Riau juga melakukan hal yang sama. Hal itu sebagaimana terlukis dalam misi ke-4, yaitu
mengembangkan komunikasi, sinergi dan kerjasama akreditasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Mudah-mudahan BAN-SM Propinsi Kepulauan Riau dapat melaksanakan visi, misi, dan fungsinya ke depan dengan
baik dalam meningkatkan mutu sekolah di propinsi ini. Ke depan, sekolah dan masrasah yang ada mutu pendidikan
terus meningkat. Tidak ada lagi sekolah dan madrasah yang tidak terakreditasi. Sekolah dan madrasah yang ada
memiliki nilai akreditasi sangat baik karena telah memiliki standar nasional p
Sebentar lagi kita akan memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-73,
tepatnya tanggal 17 Agustus 2018. Sejalan dengan hal itu, apa sebetulnya yang harus kita lakukan sebagai bangsa
Indonesia dalam memperingati HUT RI kali ini? Yang harus kita lakukan sebetulnya bukan seremonial pelaksanaan
HUT itu sendiri, melainkan yang sangat penting dan utama itu adalah memupuk sikap patriotisme. Adapun yang
dimaksud dengan patriotisme tersebut adalah rasa cinta yang tinggi terhadap tanah air dan bangsa, merasa senasib
dan sepenanggungan, merasa memiliki tanggung jawab untuk menjaga negara dan bangsa.
Ada beberapa ahli yang mencoba memberikan pemikirannya tentang apa itu makna kata ―patriotisme‖.
Menurut Blank dan Schmidt, patriotisme tidak sama dengan nasionalisme. Nasionalisme lebih bernuansa
mendominasi dan menonjolkan superioritas terhadap bangsa lain, sementara patriotisme lebih berbicara akan cinta
dan loyalitas. Menurut Staub, patriotisme merupakan sebuah keterikatan seseorang dalam kelompoknya, baik
tentang suku bangsa juga partai politik. Menurut Staub ada 2 jenis patriotisme itu, yaitu (1) patriotisme buta dan (2)
patriotisme konstruktif. Adapun yang dimaksud dengan patriotisme buta adalah patriotisme sebagai keterikatan
kepada negara tanpa memandang apapun. Adapun ciri khas patriotisme buta ini adalah nir mempertanyakan segala
sesuatu loyal dan nir toleran terhadap kritik. Sementara yang dimaksud dengan patritiosme konstruktif adalah
patriotisme yang mendukung adanya kritik dan pertanyaan dari anggotanya demi tercapainya perubahan ke arah
yang lebih baik buat kesejahteraan anggotanya. Ahli lain, Richard Aldinton mengatakan bahwa patriotisme
merupakan suatu rasa tanggung jawab kolektif yang hidup dan tentunya diharapkan pada setiap bentuk kehidupan
beserta pada tingkat lokal maupun internasional (dikutip dari sumber:
https://www.sekolahpendidikan.com/2017/.../pengertian-patriotisme-ciri-dan-contoh.h.). Dari kedua jenis
patriotisme tersebut tentunya yang diharapkan tumbuh di kalangan bangsa Indonesia adalah jenis patriotisme yang
kedua.
Sikap patriotik seseorang laksana sikap yang ditunjukkan seseorang kepada sang kekasih yang
diidolakannya. Dirinya akan selalu menjaga dan memelihara sang idolanya tersebut dari berbagai gangguan yang
dapat merugikan dirinya sendiri (sang kekasih diambil orang). Dirinya akan melakukan apa saja jika sang kekasih
diganggung orang-orang yang tidak bertanggung jawab. sikap rela berkorban seperti ini merupakan implikasi dari
sikap patriotik yang bergelora di dalam diri. Bangsa yang memiliki jiwa patriotik akan menunjukkan sikap rela
berkorban. Tanpa dipaksa sikap tersebut akan muncul secara spontanitas. Hal itu sebagaimana juga telah
ditunjukkan oleh bangsa Indonesia pada beberapa waktu lalu, misalnya sewaktu terjadi ribut-ribut kasus pulau
ambalat mau direbut Malaysia. Para generasi muda dari berbagai pelosok daerah di Indonesia menyatakan diri siap
membela NKRI tanpa dikomandoi. Mereka mendirikan posko-posko pendaftaran para relawan di berbagai tempat.
Sikap seperti ini muncul jelas karena di dalam diri para generasi muda kita sudah tertanam rasa cinta tanah air yang
tinggi. Begitu juga halnya yang terjadi sewaktu Timnas U-16 Indonesia berlaga dengan Timnas U-16 Malaysia di
Stadion Gelora Sidoarjo tadi malam. Para pemain U-16 ini telah bertekat untuk menunjukkan permainan terbaiknya
dan bertekat untuk selalu menjadi sang juara. Begitu juga dengan semangat para penontonnya. Mereka tanpa merasa
letih terus memberikan semangat kepada Timnas U-16 Indonesia melalui yel-yelnya dengan bergemuruh. Para
penonton tersebut jelas menunjukkan sikap patriotik yang tinggi. Mereka tak ingin tim kesayangan mereka
terjungkal. Secara spontanitas mereka ikut menyumbangkan tenaga dan suara mereka hingga permainan usai.
Sebagai bangsa yang ingin maju, memupuk semangat patriotisme atau cinta akan tanah air sudah
merupakan kewajiban utama dan tak bisa ditawar-tawar oleh siapapun. Hal ini sebagaimana yang terungkap dalam
syair lagu ―Padamu Negeri‖ buah karya Kusbini, yaitu /padamu negeri, kami berjanji/padamu negeri, kami
berbakti/padamu negeri, kami mengabdi/bagimu negeri, jiwa raga kami/. Kami berjanji makjsudnya di sini adalah
berjanji akan selalu memelihara dari berbagai ancaman yang datangnya dari dalam dan dari luar yang dapat
menghancurkan negeri ini. Janji ini merupakan tekat bulat dan siap dilaksanakan kapan dibutuhkan. Kami berbakti
di sini maksudnya, semua tenaga, pikiran, dan pengalaman siap disumbangkan demi negeri tercinta ini. Hal itu
sebagai mana ditunjukkan para pahlawan kita di masa lalu. Mereka rela meninggalkan keluarganya untuk bergerilya
di hutan dalam batas waktu yang tidak ditentukan. Mereka rela mengorbankan jiwa raga mereka tanpa mereka
berpikir panjang apakah anak cucu mereka kelak akan menghargai hal itu. Mereka juga tidak memikirkan apa
sumbangan negara kelak untuk anak cucu mereka kelak. Semua itu tekatnya hanya satu yaitu demi rasa cintanya
kepada tanah air Indonesia, demi tanah air Indonesia lepas dari rongrongan para penjajah yang tidak sesuai dengan
prikemanusian dan prikeadilan. Kalimat tersebut sebagaimana juga telah terpahat dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, Alinea Pertama, yaitu ―Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa. Oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusian dan peri-
keadialan‖. Semua bangsa memiliki haknya untuk dapat hidup merdeka. Dengan demikian, barang siapa
merongrong hak seseorang maka perbuatan ini jelas termasuk pelanggaran hukum, jelas tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan perikeadilan.
Kemerdekaan yang diraih bangsa Indonesia jelas merupakan rahmat yang diberikan oleh Allah karena
adanya sebuah keinginan yang luhur yang lahir dari hati yang bersih. Kemerdekaan yang dianugerahkan oleh Allah
kepada bangsa Indonesia itu juga bermaksud agar bangsa tersebut dapat hidup dengan bebas (di negaranya) tanpa
ada intimidasi dari bangsa lain. Hal tersebut sebagaimana juga terungkat dalam pembukaan UUD 1945 alenia ketiga,
yaitu: ―Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan
yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya‖. Makna lain yang tersimpul dari
pembukaan UUD 1945 alinea ketiga ini adalah Allah sangat menyukai orang-orang yang berjiwa luhur, berhati
bersih, tidak memiliki rasa dengki, dan selalu mencintai sesamanya. Mereka yang selalu hidup rukun, saling
menghormati, dan saling menghargai. Selalu mencari penyelesaian masalah dengan musyawarah dan mufakat.
Mereka selalu menjunjung tinggi jiwa keadilan tanpa melihat ras dan etnik.
Memperingati HUT RI yang ke-73 ini sebetulnya merupakan usaha untuk mengenang kembali para
pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Untuk mengingatkan kembali dan
mengenang jasa para pahlawan tersebut ada baiknya kita cermati baid puisi karya Chairil Anwar yang berjudul,
―Kerawang Bekasi‖ berikut ini. /Kerawang Bekasi/ Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi/Tidak bisa
teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi/ Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami/Terbayang kami maju
dan berdegap hati?/ Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi/Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang
berdetak/Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu, Kenang, kenanglah kami/ Kami sudah coba apa yang
kami bisa/Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa/Kami sudah beri kami punya jiwa/ Kerja belum selesai, belum
bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa/ Kami cuma tulang-tulang berserakan/Tapi adalah kepunyaanmu/ Kaulah
lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan/Ataukah jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan
dan harapan/ Atau tidak untuk apa-apa/ Kami tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata/Kami bicara padamu dalam
hening di malam sepi/ Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak/Kenang-kenanglah kami/Menjaga Bung
Karno/Menjaga Bung Hatta/Menjaga Bung Syahrir/Kami sekarang mayat/Berilah kami arti/Berjagalah terus di garis
batas pernyataan dan impian/ Kenang-kenanglah kami/ Yang tinggal tulang-tulang diliputi debu/Beribu kami
terbaring antara Karawang-Bekasi.
Ada beberapa kalimat pada baid puisi tersebut yang harus mendapat perhatian kita, yaitu kalimat (1) Tidak
bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi/. Para pahlawan kita itu sudah gugur dalam memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. (2) Kami sudah coba apa yang kami bisa. Para pahlawan kita terlah berbuat sesuai
kemampuannya, tinggal kita bagaimana menghargai jasa para pahlawan tersebut. (4) Tapi kerja belum selesai,
belum apa-apa. Maksudnya perjuangan yang dilakukan para pahlawan kita belum selesai, kita masih perlu
melanjutkannya. (5) Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian. Maksudnya selalulah waspada akan
berbagai ancaman yang akan merusak negara kita. Secara keseluruhan isi puisi Chairil Anwar tersebut penuh dengan
demangat patriotism. Sikap cinta akan tanah air sebagaimana yang ditunjukkan oleh para pahlawan kita. Tinggal kita
sebagai penerusnya, apakah mau melanjutkan atau tidak. Mereka telah berbuat bahkan rela mengorbankan jiwa
raganya. Semoga menjadi renungan kita semua***.
ABSTRACT
The people of Natuna Regency are very rich in various forms of myth. One of them is the myth of Senua Island. The
purpose of this research is to describe the values of character education contained within the myth of Senua Island.
Data collection techniques are performed using document engineering. While data analysis is conducted using data
analysis techniques submitted by Miles and Hubberman in Moleong 2007, i.e. (1) carrying out a short story, (2)
performing data reduction, (3) presenting the data, (4) interpret the data obtained in accordance with the theory, and
(5) to compile the sympulsion. Results of the research obtained is the myth of Senua Island contains the value of
character education, such as: value (a) aspect of the Keislaman, (b) tolerance, (c) "honesty, (d) hard work, (e)
creative, (f) Mandiri, (g) The National Spirit, (h) friendly/communicative, (i) The love of peace, and the value of (j)
responsibility.
PENDAHULUAN
Masyarakat Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau, sudah lama dikenal memiliki berbagai bentuk cerita
rakyat. Mulai dari yang berbentuk mitos, legenda, maupun dongeng. Mulai dari mitos pulau Senua hingga mitos
selat nasi. Kekayaan cerita rakyat yang dimiliki tersebut tentunya juga harus dipelihara, dikembangkan, dan dikaji
agar keberadaan cerita rakyat tersebut dapat dijadikan penambah ilmu pengetahuan, penambah pengalaman, dan
yang sangat penting sekali diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari nilai-nilai karakter yang terkandung di
dalamnya.
Selama ini berdasarkan hasil pantauan yang telah peneliti lakukan. Kajian atau penelitian terhadap berbagai
bentuk cerita rakyat tersebut masih sedikit dilakukan. Hal ini sebagaimana terlihat masih sedikit jumlah hasil
penelitian terhadap berbagai bentuk cerita rakyat yang ada. Begitu juga dengan jumlah buku-buku yang telah
diterbitkan berkaitan dengan cerita rakyat jumlahnya juga masih sedikit. Masih banyak berbagai bentuk mitos yang
ada saat ini belum diketahui nilai-nilai pendidikan karakternya. Dengan kata lain, nilai pendidikan karakter cerita
rakyat yang ada masih misteri (belum banyak digali).
Saat ini dalam kurikulum sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah, khususnya di Propinsi Kepulauan
Riau, dimasukkan matapelajaran muatan lokal, yaitu matapelajaran bahasa Melayu dan matapelajaran budi-pekerti.
Berdasarkan hasil pantauan peneliti sendiri ke sekolah-sekolah, pembelajaran kedua matapelajaran ini masih belum
berhasil. Salah satunya adalah ketersediaan buku penunjangnya yang masih sedikit. Guru-guru mengalami berbagai
kesulitan dalam melaksanakannya di kelas. Akibatnya, hasil pembelajaran yang dicapai masih belum sesuai dengan
yang diharapkan. Oleh sebab itulah, hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan penawar permasalahan yang terjadi
selama ini, khususnya dalam pembelajaran budi-pekerti. Hasil penelitian berkaitan dengan nilai pendidikan karakter
dalam mitos Pulau Senua dapat dijadikan materi ajar di sekolah oleh guru, khususnya dalam Matapelajaran Budi-
Pekerti.
Selanjutnya, membaca karya sastra yang berjeniskan mitos juga suatu bentuk mengungkapkan pesan
budaya yang terkandung di dalamnya dan berguna bagi kehidupan masyarakat iitu sendiri. Levi-Strauss (1958:94)
menyatakan bahwa hakekat mitos adalah upaya untuk mencari pemecahan masalah terhadap kontradiksi-kontradiksi
empiris yang dihadapi dan tidak terpahami oleh nalar manusia. Pada dasarnya mitos mengandung pesan-pesan
kultural terhadap anggota masyarakat. Pesan kultural itu akan dapat kita peroleh tentunya dengan jalan menganalisis
mitos itu sendiri secara cermat. Oleh sebab itu, penggalian berbagai bentuk mitos yang ada merupakan wujud untuk
menemukan pesan-pesan kultural yang dapat nantinya digunakan sebagai pemecahan masalah yang ada dalam
masyarakat. Hal sebagaimana diungkapkan Esten (1999:10-11) bahwa mitos memberikan pengaruh yang sangat
besar kepada pola tingkah laku masyarakat. Mitos itu bukan hanya berkaitan dengan masalah benar atau salah,
melainkan lebih pemenuhan fungsi sosial, mengembangkan integrasi masyarakat, dan memadukan kekuatan
kebersamaan. Pandangan Esten ini diperkuat oleh pandangan Taum (2011:21-22), yang menyatakan bahwa
memahami mitos bukan semata-mata memahami sejarah masa lalu, melainkan juga memahami kategori masa kini.
Berbicara tentang nilai pendidikan karakter dan cerita rakyat (mitos) dapat dikutip beberapa penelitian
terdahulu. Indiarti tahun 2017 melakukan penelitian terhadap cerita rakyat Asal-Usul Watu Dodol. Hasil yang
diperoleh adalah cerita rakyat Watu Dodol mengandung nilai pendidikan karakter seperti: nilai relegius, jujur, kerja
keras, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, peduli sosial, dan nilai
tanggung jawab.
https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/334/156
Selanjutnya Neldawati, Ermanto , dan Novia Juita tahun 2015 melakukan penelitian terhadap Pantun
Badondong dalam masyarakat Tanjung Bungo Kabupaten Kampar. Hasil yang diperoleh adalah Pantun Badondong
yang terdapat dalam masyarakat Desa Tanjung Bungo Kabupaten Kampas mengandung nilai pendidikan karakter,
seperti: nilai religious, kejujuran, bertanggung jawab, disiplin, kerja keras, percaya diri, mandiri, dan rasa ingin tahu.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bsp/%20article/download/4912/3865
Berikutnya, Suhardi tahun 2018 melakukan penelitian terhadap dongeng Putra Lokan yang terdapat dalam
masyarakat Kabupaten Bintan Propinsi Kepri. Hasil penelitian yang diperoleh, dongeng Putra Lokan mengandung
nilai pendidikan karakter seperti: nilai (1) religius,(2) jujur,(3) toleransi,(4) disiplin,(5) kerja keras,(6) kreatif,(7)
mandiri,(8) demokratis,(9) rasa ingin tahu,(10) semangat kebangsaan,(11) cinta tanah air,(12) menghargai
prestasi,(13) bersahabat/ komunikatif,(14) cinta damai,(15) peduli lingkungan,(16) peduli sosial, dan (18) nilai
tanggung jawab. Selanjutnya, Suhardi tahun 2017 melakukan penelitian terhadap sastra lisan yang terdapat dalam
masyarakat Kota Tanjungpinang. Hasil penelitian yang diperoleh adalah, sastra lisan masyarakat kota
Tanjungpinang mendung nilai pendidikan karakter, seperti: nilai religius, disiplin, kerja keras, cinta damai,
lingkungan, social, dan nilai budaya tanggung jawab.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/view/8755
Berdasarkan penelitian yang relevan tersebut terlihat bahwa cerita rakyat yang ada memiliki kekayaan nilai
karakter di dalamnya. Baik yang berbentuk mitos, dongeng, maupun legenda. Tidak terkecuali tentunya mitos Pulau
Senua. Untuk membuktikannya, inilah pentingnya penelitian ini dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini berjeniskan penelitian analisis isi (content analysis). Sementara sumber data yang dijadikan
sebagai objek penelitian adalah teks mitos Pulau Senua itu sendiri. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
memahami isi mitos dan mencatat nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung di dalamnya. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan model Analisis data dilakukan dengan menggunakan model Miles dan Huberman
dalam (Moleong, 2007), yaitu: (1) melakukan identifikasi cerpen, (2) melakukan reduksi data, (3) menyajikan data,
(4) menginterpretasikan data yang diperoleh sesuai teori, dan (5) menyusun simpulan.
berharap bahwa dengan mencari teripang hidupnya akan menjadi lebih baik, karena harga teripang kering di Bandar
Singapura dan di Pasar Kwan Tong di Negeri Cina sangatlah mahal. Ia pun membawa pulang teripang-teripang
untuk dikeringkan lalu dijual ke Negeri Singapura dan Cina.
Akhirnya, hasil penjualan tersebut benar-benar mengubah nasib Baitusen dan istrinya. Mereka telah menjadi
nelayan kaya raya. Para tauke dari negeri seberang lautan pun berdatangan ke Pulau Bunguran untuk membeli
teripang hasil tangkapan Baitusen dengan menggunakan tongkang-wangkang (kapal besar). Setiap enam bulan
sekali segala jenis tongkang-wangkang milik para tauke tersebut berlabuh di pelabuhan Bunguran sebelah timur.
Sejak saat itu, Baitusen terkenal sebagai saudagar teripang. Langganannya pun datang dari berbagai negeri. Tak
heran jika dalam kurun waktu dua tahun saja, pesisir timur Pulau Bunguran menjadi Bandar yang sangat ramai. Istri
Baitusen pun terkenal dengan panggilan Nyonya May Lam oleh para tauke langganan suaminya itu. Rupanya, gelar
tersebut membuat Mai Lamah lupa daratan dan lupa dengan asal usulnya. Ia lupa kalau dirinya dulu hanyalah istri
nelayan pencari siput yang miskin dan hidupnya serba kekurangan. Sejak menjadi istri seorang saudagar kaya,
penampilan sehari-hari Mai Lamah berubah. Kini, ia selalu memakai gincu, bedak dan wangi-wangian. Bukan hanya
penampilannya saya yang berubah, tetapi sikap dan perilakunya pun berubah. Ia berusaha menjauhkan diri dari
pergaulan, karena jijik bergaul dengan para tetangganya yang miskin, berbau anyir, pedak-bilis (sejenis pekasam
atau ikan asin, makanan khas orang Natuna), dan berbau kelekuk (siput) busuk.
Selain itu, ia pun menjadi pelokek (sangat kikir) dan kedekut (pelit). Pada suatu hari, Mak Semah datang ke
rumahnya hendak meminjam beras kepadanya. Namun malang bagi Mak Semah, bukannya beras yang ia peroleh
dari Mai Lamah, melainkan cibiran. "Hai, perempuan miskin! Tak punya kebun sekangkang-kera (bidal untuk
menentukan luas tanah/perkebunan), masih saja pinjam terus. Dengan apa kamu akan membayar hutangmu?― Mai
Lamah mencemooh Mak Semah. Mendengar cemoohan itu, Mak Semah hanya terdiam menunduk. Sementara suami
Mak Lamah yang juga hadir di tempat itu, berusaha untuk membujuk istrinya. "Istriku, penuhilah permintaan Mak
Semah! Bukankah dia tetangga kita yang baik hati. Dulu dia telah banyak membantu kita.‖ ―Ah, persetan dengan
yang dulu-dulu itu! Dulu itu dulu, sekarang ya sekarang!― seru Mai Lamah dengan ketus. Begitulah sikap dan
perlakuan Mai Lamah kepada setiap warga miskin yang datang ke rumahnya untuk meminta bantuan. Dengan
sikapnya itu, para warga pun menjauhinya dan enggan untuk bergaul dengannya. Suatu ketika, tiba juga masanya
Mai Lamah membutuhkan pertolongan tetangganya. Ia hendak melahirkan, sedangkan Mak Bidan dari pulau
seberang belum juga datang. Baitusen telah berkali-kali meminta bantuan Mak Semah dan warga lainnya, tetapi tak
seorang pun yang bersedia menolong. Mereka sakit hati karena sering dicemooh oleh istrinya, Mai Lamah. "Ah,
buat apa menolong Mai Lamah yang kedekut itu! Biar dia tau rasa dan sadar bahwa budi baik dan hidup bertegur
sapa itu jauh lebih berharga dari harta benda,‖ cetus Mak Saiyah, seorang istri nelayan, tetangga Mai Lamah.
Baitusen yang tidak tega lagi melihat keadaan istrinya itu segera mengajaknya ke pulau seberang untuk
mencari bidan. "Ayo, kita ke pulau seberang saja, Istriku!―, ajak Baitusen sambil memapah istrinya naik ke perahu.
"Bang! Jangan lupa membawa serta peti emas dan perak kita! Bawa semua naik ke perahu!― seru Mai Lamah sambil
menahan rasa sakit. ―Baiklah, Istriku!‖ jawab Baitusen. Setelah mengantar istrinya naik ke atas perahu, Baitusen
kembali ke rumahnya untuk mengambil peti emas dan perak tersebut. Setelah itu, mereka pun berangkat menuju ke
pulau seberang. Dengan susah paya, saudagar kaya itu mengayuh perahunya melawan arus gelombang laut. Semakin
ke tengah, gelombang laut semakin besar. Percikan air laut pun semakin banyak yang masuk ke dalam perahu
mereka. Lama-kelamaan, perahu itu semakin berat muatannya dan akhirnya tenggelam bersama seluruh peti emas
dan perak ke dasar laut. Sementara Baitusen dan istrinya berusaha menyelamatkan diri. Mereka berenang menuju ke
pantai Bunguran Timur mengikuti arus gelombang laut. Tubuh Mai Lamah timbul tenggelam di permukaan air laut,
karena keberatan oleh kandungannya dan ditambah pula dengan gelang-cincin, kalung lokit (liontin emas), dan
subang emas yang melilit di tubuhnya. Untungnya, ia masih bisa berpegang pada tali pinggang suaminya yang
terbuat dari kulit kayu terap yang cukup kuat, sehingga bisa selamat sampai di pantai Bunguran Timur bersama
suaminya.
Namun, malang nasib istri saudagar kaya yang kedekut itu, bumi Bunguran tidak mau lagi menerimanya.
Saat itu, angina pun bertiup kencang disertai hujan deras. Petir menyambar-nyambar disusul suara guntur yang
menggelegar. Tak berapa lama kemudian, tubuh Mai Lamah menjelma menjadi batu besar dalam keadaan berbadan
dua. Lama-kelamaan batu besar itu berubah menjadi sebuah pulau. Oleh masyarakat setempat, pulau tersebut
dinamakan ―Sanua‖ yang berarti satu tubuh berbadan dua. Sementara emas dan perak yang melilit tubuh Mai Lamah
menjelma menjadi burung layang-layang putih atau lebih dikenal dengan burung walet. Hingga kini, Pulau
Bunguran terkenal sebagai pulau sarang burung layang-layang putih itu.
Demikian cerita legenda Pulau Senua dari daerah Natuna, Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Cerita di atas
termasuk kategori legenda yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan
sehari-hari. Setidaknya ada dua pesan modal yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu akibat buruk dari sifat
kedekut (pelit), dan tidak pandai mensyukuri nikmat Tuhan. Pertama, akibat buruk dari sifat kedekut (pelit). Sifat ini
ditunjukkan oleh sikap Mai Lamah yang tidak mau membantu para tetangganya yang membutuhkan pertolongan.
Akibatnya, para warga pun menjauhinya. (Sumber: https://id.wikipedia. org/wiki/Kisah_Pulau_Senua
B. Pembahasan
Aspek pendidikan karakter yang terkandung dalam mitos Pulau Senua adalah:
(a) Aspek Keislaman
Agama Islam mengajarkan umatnya untuk selalu tawadhuk, yaitu merendahkan diri di hadapan Allah.
Selain itu, agama Islam juga mengajarkan umatnya untuk selalu menjalin hubungan baik dengan sesamanya
(hablumminannas). Saling membantu dalam hal kebaikan dan menjauhkan diri dari sikap sombong. Nabi
Muhammad dalam hadisnya menyatakan bahwa umat Islam dianjurkan untuk berlomba-lomba mengerjakan segala
kebaikan dan bersama-sama untuk mencegah segala bentuk kemungkaran.
Bila dikaitkan dengan tokoh Mai Lamah dalam mitos ini, jelas bahwa Mai Lamah memiliki karakter yang
tidak baik sehingga tidak disukai para tetangganya. Hal tersebut sebagaimana terlihat melalui kutipan teks berikut:
―Ia pun menjadi pelokek (sangat kikir) dan kedekut (pelit). Pada suatu hari, Mak Semah datang ke rumahnya hendak
meminjam beras kepadanya. Namun malang bagi Mak Semah, bukannya beras yang ia peroleh dari Mai Lamah,
melainkan cibiran. "Hai, perempuan miskin! Tak punya kebun sekangkang-kera (bidal untuk menentukan luas
tanah/perkebunan), masih saja pinjam terus. Dengan apa kamu akan membayar hutangmu?― Mai Lamah
mencemooh Mak Semah. Mendengar cemoohan itu, Mak Semah hanya terdiam menunduk‖.
Perkataan atau ucapan yang dilontarkan Mai Lamah jelas sangat menyinggung perasaan Mak Semah.
Seharusnya mai Lamah tidak bersikap demikian. Kalau memang dirinya tidak mau meminjamkan beras kepada Mak
Semah, disampaikan dengan baik-baik. Bukan dengan cemoohan. Sikap Mai lamah yang kurang baik inilah yang
menyebabkan para tetangga tidak suka kepadanya.
Dalam Al Quran sudah diceritakan tentang riwayat tokoh yang bernama Korun. Seorang tokoh kaya raya
tapi pelit. Bahkan dirinya tak mau mengeluarkan zakat dari keka-yaannya itu. Akhirnya tokoh Korun diberikan azab
oleh Allah. Dirinya disiksa oleh harta kekayaannya sendiri. Mai Lamah harus menanggung azab atas
kesombongannya. Dirinya meninggal bersama harta kekayaannya. Tubuhnya yang hamil menjadi batu dan akhirnya
menjadi pulau yang berbentuk wanita hamil sedang berbaring. Sementara hartanya menjadi burung wallet putih.
Inilah sebuah bukti keesaan Allah. Hendaknya kita semua dapat menjadikan pelajaran atas semua itu.
(b) Toleransi
Dalam hidup bermasyarakat yang baik tentunya kita harus menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, yaitu
sikap untuk menerima dan menghargai pendapat orang lain. Kita tidak boleh egois, menganggap hanya pendapat
kita saja yang bernar sementara pendapat orang lain tak ada yang benar.
Tokoh yang tidak memiliki toleransi dalam mitos ini jelas adalah tokoh Mai Lamah. Sudah beberapa kali
dinasehati suaminya (Baitusan), Mai Lamah tak mempedulikannya. Ego Mai Lamah terlihat sangat tinggi. Dirinya
terlihat sombong setalah menjadi kaya. Hal tersebut sebagaimana terlihat melalui kutipan teks berikut:
―Sementara suami Mak Lamah yang juga hadir di tempat itu, berusaha untuk membujuk istrinya. "Istriku, penuhilah
permintaan Mak Semah! Bukankah dia tetangga kita yang baik hati. Dulu dia telah banyak membantu kita.‖ ―Ah,
persetan dengan yang dulu-dulu itu! Dulu itu dulu, sekarang ya sekarang!― seru Mai Lamah dengan ketus.‖
(c)―Kejujuran
Kejujuran itu haruslah dimiliki oleh siapa saja dan tetap harus dijunjungtinggi dalam kehidupan. Baik
dalam kehidupan berumah tangga maupun bermasyarakat. Orang yang tidak jujur biasanya orang lain tak akan
percaya kepada dirinya.
Tokoh yang tidak jujur dalam mitos ini jelas adalah Mai Lamah. Ia punya beras dan uang yang banyak
tetapi tidak mau meminjamkan tetangganya. Ia selalu mengatakan tidak ada. Apa yang dilakukan Mai Lamah jelas
perbuatan tidak jujur. Hal tersebut sebagaimana terlihat melalui kutipan teks berikut:
―Pada suatu hari, Mak Semah datang ke rumahnya hendak meminjam beras kepadanya. Namun malang bagi Mak
Semah, bukannya beras yang ia peroleh dari Mai Lamah, melainkan cibiran. "Hai, perempuan miskin! Tak punya
kebun sekangkang-kera (bidal untuk menentukan luas tanah/perkebunan), masih saja pinjam terus. Dengan apa
kamu akan membayar hutangmu?― Mai Lamah mencemooh Mak Semah. Mendengar cemoohan itu, Mak Semah
hanya terdiam menunduk. Sementara suami Mak Lamah yang juga hadir di tempat itu, berusaha untuk membujuk
istrinya. "Istriku, penuhilah permintaan Mak Semah! Bukankah dia tetangga kita yang baik hati. Dulu dia telah
banyak membantu kita.‖ ―Ah, persetan dengan yang dulu-dulu itu! Dulu itu dulu, sekarang ya sekarang!― seru Mai
Lamah dengan ketus.‖
Kesombongan tokoh Mai Lamah sangat terlihat pada kutipan tersebut. Bahkan dirinya sudah tidak mau lagi
mengikuti saran suaminya sendiri. Hal ini jelas karakter yang tidak elok dan tidak patut untuk dicontoh.
(e) Kreatif
Adapun yang dimaksud kreatif di sini adalah selalu mencari terobosan baru. Tidak pasrah dan berusaha
memperbaiki kelemahan yang ada untuk mencapai tujuan. Tokoh yang dapat digolongkan kreatif dalam mitos ini
adalah tokoh Baitusen (suami Mmai Lamah). Baitusan mau meninggalkan kampong halamannya pergi merantai ke
pulau Natuna. Ia sudah membaca kalau terus bertahan di kampong kehidupannya tidak akan semakin baik.
Keputusan yang diambilnya tersebut ternyata sangat tepat. Baitusan hidup di rantau dengan baik. Dirinya mampu
memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya. Hal tersebut sebagaimana terlihat melalui kutipan teks berikut:
―Hasil penjualan tersebut benar-benar mengubah nasib Baitusen dan istrinya. Mereka telah menjadi nelayan kaya
raya. Para tauke dari negeri seberang lautan pun berdatangan ke Pulau Bunguran untuk membeli teripang hasil
tangkapan Baitusen dengan menggunakan tongkang-wangkang (kapal besar).‖
Baitusen berhasil memperbaiki ekonomi keluarganya. Dari sebelumnya pas-pasan hingga kini menjadi
saudagar kaya raya. Dirinya sangat dikenal oleh para pedagang dari luar.
(f) Mandiri
Adapun yang dimaksud dengan mandiri di sini adalah hidup tidak menggantungkan diri pada orang lain.
Selalu yakin dalam berusaha tanpa mengharapkan banyak bantuan orang lain. Tokoh yang terlihat mandiri dalam
mitos ini adalah tokoh Baitusen dan istrinya Mai Lamah. Keputusannya untuk meninggalkan kampong halaman dan
pergi merantau tidak lain sebuah sikap mandiri. Mereka yakin bahwa Allah tidak akan mengubah nasibnya kea rah
yang lebih baik jika dirinya sendiri tidak mau mengubahnya. Hidup di rantau yang jauh dari sanak saudara jelas
adalah potret kehidupan yang mandiri.
Baitusen dan Mai Lamah tinggal di daerah Bunguran merupakan pendatang, bukan penduduk asli Bunguran.
Untuk bias hidup sebagai penduduk pendatang tentunya harus bekerja karena tidak ada tempat untuk meminta
bantuan. Atas keyakinan dan kerja kerasnya jua, keduanya berhasil memperbaiki kehidupan rumah tangganya. Mai
Lamah menajdi istri yang memiliki banyak harta. Sangat berbeda dengan penduduk setempat pada masa itu.
(h) Bersahabat/komunikatif
Adapun yang dimaksud sikap komunikatif itu adalah suka bergaul, selalu berkata tidak menyinggung
perasaan orang lain, selalu menganggap orang lain sebagai keluarga sendiri atau sahabat sendiri.
Tokoh yang sangat komunikatif dalam mitos ini adalah tokoh Baitusen. Selama dirinya tinggal di daerah
Bunguran belum ada terjadi percekcokan atau pertengkaran dengan penduduk setempat. Dirinya mudah bergaul
dengan siapa saja. Hal inilah yang membuat dirinya berhasil dikenal oleh para pedagang luar. Bahkan mereka rela
dating dari jauh untuk menemui Baitusen. Kondisi ini sangat berbeda dengan apa yang terjadi pada tokoh Mai
Lamah. Mai Lamah adalah tokoh yang tidak komunikatif. Suka melecehkan orang lain. Apalagi orang miskin. Hal
inilah yang membuat para tenggannya tak senang. Hal ini juga yang membuat Mak Semah seorang dukun beranak di
kampung itu tak mau membantunya saat Mai Lamah mau melahirkan. Hal tersebut sebagaimana terlihat melalui
kutipan berikut:
―Semua penduduk di sini menganggap kita sebagai saudara sendiri,― kata Mail Lamah kepada suaminya. "Begitulah
kalau kita pandai membawa diri di kampung halaman orang,― pungkas Baitusen.‖
―Hai, perempuan miskin! Tak punya kebun sekangkang-kera (bidal untuk menentukan luas tanah/perkebunan),
masih saja pinjam terus. Dengan apa kamu akan membayar hutangmu?―
―Begitulah sikap dan perlakuan Mai Lamah kepada setiap warga miskin yang datang ke rumahnya untuk meminta
bantuan. Dengan sikapnya itu, para warga pun menjauhinya dan enggan untuk bergaul dengannya. Suatu ketika, tiba
juga masanya Mai Lamah membutuhkan pertolongan tetangganya. Ia hendak melahirkan, sedangkan Mak Bidan
dari pulau seberang belum juga datang. Baitusen telah berkali-kali meminta bantuan Mak Semah dan warga lainnya,
tetapi tak seorang pun yang bersedia menolong. Mereka sakit hati karena sering dicemooh oleh istrinya, Mai Lamah.
"Ah, buat apa menolong Mai Lamah yang kedekut itu! Biar dia tau rasa dan sadar bahwa budi baik dan hidup
bertegur sapa itu jauh lebih berharga dari harta benda,‖ cetus Mak Saiyah, seorang istri nelayan, tetangga Mai
Lamah‖.
Jelas bila komunikasi kita kurang baik dengan orang lain maka orang lain disaat kita membutuhkan bantuan
tidak mau membantu kita. Hal tersebut sebagaimana yang terjadi pada tokoh Mai Lamah. Diaat dirinya
membutuhkan bantuan Mak Semah sebagai bidan kampong, Mak Semah tak mau membantunya. Masyarakat atau
tetangga rela membiarkan Mai lamah kesakitan tanpa ada yang maiu menolongnya. Inilah hukuman bagi orang yang
tidak komunikatif.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap mitos Pulau Senua maka dapat dismpulkan bahwa mitos
Pulau Senua ini kaya akan nilai-nilai pendidikan karakter di dalamnya. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut
meliputi: (a) Aspek Keislaman, (b) Toleransi, (c)―Kejujuran, (d) Kerja Keras, (e) Kreatif, (f) Mandiri, (g) Semangat
Kebangsaan, (h) Bersahabat/komunikatif, (i) Cinta Damai, dan nilai (j) Tanggung Jawab.
DAFTAR BACAAN
Esten, Mursal. 1999. Kajian Transformasi Budaya. Bandung: Angkasa.
Indiarti, Wiwin. 2017. ―Nilai-Nilai Pemben-Tuk Karakter Dalam Cerita Rakyat Asal-Usul Watu Dodol.‖ Jentera
Jurnal Kajian Sastra 6(1). https://ojs.badanbahasa.kemdikbud.go.id/jurnal/index.php/jentera/article/view/334.
Krisna, Eva. 2016. ―Legenda Malin Kundang Dalam Perspektif Feminisme.‖ Jurnal aksara 28(2).
Levi-Strauss, Claude. 1958. Antropologie Structurale. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Neldawati, Ermanto, Novia Juita. 2015. ―Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Pantun Badondong Masya-Rakat
Desa Tanjung Bungo Kecamat-an Kampar Timur Kabupaten Kampar.‖ Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pembelajaran 3(1): 69–83. http://ejournal.unp.ac.id/index.php/bsp/article/download/4912/3865.
Suhardi, suhardi. 2018. ―Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Dalam Dongeng Putra Lokan.‖ Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya 14(1): 49–59. https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/view/12907.
Suhardi, Suhardi, and Riauwati. 2017. ―Analisis Nilai-Nilai Budaya (Melayu) Dalam Sastra Lisan Masyarakat Kota
Tanjungpinang.‖ Lingua Jurnal Bahasa dan Sastra 13(1): 25–33.
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/lingua/article/view/8755/5736.
Taum, Yoseph Yap. 1997. Pengantar Teori Sastra. Bogor: Penerbit Nusa Indah.
13.4 Kuis
a. Apakah yang dimaksud karya opini?
b. Apakah yang dimaksud karya artikel?
c. Apakah yang dimaksud artikel ilmiah popular?
d. Apakah yang dimaksud artikel ilmiah jurnal?
13.5 Tugas/Latihan
Tulislah sebuah opini atau artikel!
Bab 14
Bahasa Indonesia dalam Laporan Ilmiah
Dilihat dari pola kalimat Bahasa Indonesia yang benar, jelas kalimat di atas pola
kalimatnya tidak benar. Berikut kita coba uji pola kalimatnya:
Puji syukur atas ke hadirat Allah SWT sehingga proposal skripsi ini
O K K akibat
Hasil analisis di atas memperlihatkan pola kalimat tersebut OKK. Subyeknya, prediket,
dan objeknya tidak ada. Harusnya kalimat tersebut diubah menjadi:
S P
Proposal ini selesai tepat waktu, sebagaimana yang telah penulis rencanakan
S P O Keterangan alasan
Kw
Sebelumnya. Pola= SPOK, SPOK…
SPK
Terlihat dari analisis tersebut, selain kesalahan pola kalimat bahasa Indonesia , kalimat
yang ditulis mahasiswa juga terjadi kesalahan diksi (penggunaan kata yang tidak perlu) sehingga
mengakibatkan kalimatnya tidak efektif.
Berangkat dari kasus tersebut maka pemahaman mahasiswa berkaitan dengan penggunaan
bahasa Indonesia yang benar dalam karya ilmu perlu ditingkatkan. Selain itu, latihan penyusunan
kalimat perlu diperbanyak sehingga mahasiswa menjadi mahir dalam menyusun kalimat.
14.3 Kuis
Jawablah pertanyaan berikut dengan tepat!
1. Jelaskan mengapa penggunaan bahasa Indonesia dalam karya ilmiah harus sesuai dengan
tata bahasa baku Bahasa Indonesia yang berlaku?
2. Jelaskanlah yan dimaksud kalimat!
3. Jelaskanlah yang dimaksud ilmiah!
4. Jelaskanlah yang dimaksud efektif!
5. Jelaskanlah yang dimaksud kalimat efektif!
14.4 Latihan/Tugas
Fotokopilah sebuah karya ilmiah yang ada di perpustakaan, khususnya yang memiliki kesalahan
penggunaan bahasa Indonesianya! Baik dari aspek pilihan kata, keefisienan kata yang digunakan,
maupun keefektifan kalimatnya! Buatlah table sebagai berikut:
No. Kutipan kalimat Aspek yang dikoreksi
Pilihan Kata Keefisenan Keefektifan
DAFTAR PUSTAKA
Ahyana. 2020. ―Kemampuan Menulis Surat Dinas Siswa Kelas Vii B Smp Negeri 12
Palu.‖http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/BDS/ article/view/12736/ 9842
Alam, Agus Haris Purnama. 2005. Konsep Penulisan Laporan Ilmiah. (Format dan Gaya).
Bandung: YIM Press
Andayani dan Serly Multi. 2017. ―Kemampuan Menulis Resensi Novel Oleh Siswa Kelas Xi Ipa
1 Sma Negeri 7 Kota Jambi‖. Skripsi S.1 UNJA.tidak dipublikasikan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. 2016. Pedoman Umum Ejaan bahasa Indonesia.
Jakarta: Kemendikbud
Badudu, J.S. 1991. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.
Hutagalung, Maudy Agustia. 2017. ―Kemampuan Menemukan Kalimat Topik dan Kalimat
Penjelas dalam Paragraf Oleh Siswa Kelas X Al-Hidayah medan Tahun Pembelajaran
2016/2017‖. https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/kjb/article/ view/10827/9999 24
September 2020.09.32
Ibda, Hamidulloh. 2020. ―Peningkatan Keterampilan Menulis Resensi Buku Ilmiah pada
Mahasiswa Melalui Program Satu Semester Satu Resensi (Tuter Tensi)‖.
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/disastra
Kridalaksana, Harimurti. 2009. Kamus Linguistik Edisi Empat. Jakarta: PT Gramedia Utama
Meliagustin. dkk. 2019. ―Kemampuan Menulis Surat Dinas Siswa Kelas Vii Smp Negeri 11
Kendari.‖ http://ojs.uho.ac.id/index.php/BASTRA
Monica, Jein Cicilia. 2018. ―Kemampuan Menulis Buku bagi Siswa kelas XII SMA Negeri 3
Palu. http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/BDS/article/view/10532
Noor, Syafikq Hakim dan Mimi Mulyani. 2016. ―Keterampilan menulis Surat Resmi Melalui
Pendekatan Keterampilan Proses.‖ https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jpbsi/issue/
view/ 1062
Putrayasa, Ida Bagus. 2010. Kalimat Efektif: Diksi, Struktur, dan Logika. Bandung: Aditama
Pratama, Angga Widya. 2016. ―Kutipan dan Cara Menulis Kutipan‖. Malang: Universitas Negeri
Malang
Rahmawati, Neulis. 2011. Bahasa Indonesia Keilmuan di Perguruan Tinggi. Bandung: Khalifa
Insan Cendikia Pres.
Riswati. 2015. ―Penggunaan Kalimat Efektif dalam Karya Ilmiah Mahasiswa‖. Jurnal Riksa
Bahasa Volume 1 Nomor 2
Sugono, Dendy. 2009. Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
---------.2019. ―Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam Cerpen Batu Lumut Kapas Karya Gus tf
Sakai‖. http://gentabahtera.kemdikbud.go.id/index.php/gentabahtera/ article/ view/79
--------.2019. ―The Similarities And Differences Of Hang Tuah And Cindua Mato Characters‖.
https://ejournal.upi.edu/index.php/BS_JPBSP/article/view/20764
Susilawati. 2012. Bahasa Indonesia dalam Teori dan Praktik. Jatinangor: IPDN
Indeks Subjek K
(Daftar Istilah yang digunakan) kurikulum (1), kewarganegaraan (1),
A kemampuan (1), kemahiran (1), kerangka
agama (1), agama Islam (6), akhlak (1), buku (3), kuis (3), kedudukan (3,7), kalimat
amanat (1), akronim (3,19), artikel (4,87), efektif (3,36), kata (3), kalimat topik
Asia Tenggara (5), Aceh (6) (3,52,53), kalimat penjelas (3,52,53), karya
ilmiah (4), Kongres Bahasa Indonesia (5),
B Kedukan Bukit (5), Kota Kapur (5), Karang
Bahasa Indonesia (1,6), Bahasa Melayu Brahi (5), Koen-Louen (5), Kou-Luen (5),
(3,6), Sejarah Bahasa Indonesia (3), bahan K‘ouen-Louen (5), Kw‟Enlun (5), Kun‘lun
ajar (1), bahasa lisan (1), bahasa tulisan (1), (5), K‘un-lun (5), Kepulauan Nusantara (6),
baca (2), baik (2), benar (2), buku ajar (2), Kamus Besar Bahasa Indonesia (7), kutipan
buku pokok (3) buku bacaan (3), buku (58), Kamus Linguistik (63), Kamus Besar
penunjang (4), Bogor (5), bahasa Bahasa Indonesia (63)
perdagangan (5), Budha (5), Bahasa
Sanskerta (6), Batu bertulis (6), batu nisan L
(6), Bustanussalatin (6), Balai Pustaka (6), lisan (1), lihat (2), latar belakang, (3) latihan,
batang Tubuh UUD 1945 (11), Batu Lumut (4), Lingua Franca (5),
Kapas (43),
M
C matakuliah (1, 3), mahasiswa (1), mulia (1),
cerdas (1), Cina (5), Covid-19 (36,53), moderator (1), maju-mundur (2), media ajar
(2), mahir (2), makna (3), Medan (5),
D Melayu Kuno (5), Minye Tujoh (6), MKU
daftar bacaan (3), diksi (3,33), daftar pustaka Bahasa Indonesia (63),
(4,62), definisi (7), Dasar-Dasar Ilmu
Semantik (63), N
nomor (1), nara sumber (1), nusantara (5),
E
efektif (2), EYD (3,7,43,44), etnis (5), O
opini (4,87),
G P
Gandasuli (5) perguruan tinggi (1), Pancasila (1),
pembelajaran (1), pemeliharaan (1),
H pengembangan (1), pakar (1), puji (2),
hakikat (3,7,11), huruf miring (3,13,45), personalia (2), Petik Tunggal (3,30), Petik
huruf Kapital (3,14,45), Hikayat Raja-Raja ganda (3,30), paragraf (3,52,60), popular (4),
Pasai (6), prasasti (5), Palembang (5), Pranagari (5)
I R
intelektual (1), ilmu (1), ilmiah (4), ragam (3,7), resensi (4,78),
J S
jurnal (4), Jawa Tengah (5), Jambi (5), seminar (1), syukur (2), surat dinas (2, 66),
singkatan (3,19), surat dinas (4), Sumpah
Pemuda (5), Sriwijaya (5), suku (5), susastra
T
terampil (1), tulisan (1), tugas akhir (1),
tanda baca titik (3,22), tanda baca koma
(3,22,48), tanda baca titik koma (3.28,48),
tanda baca titik dua (3,29,48,59), Talang
Tuo (5), Tajussalatin (6), Tesaurus Alfabetis
Bahasa Indonesia (42), Terampil Berbicara
(63), Terampil Menata Paragraf (63),
Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia tahun
U
undang-undang (1)
Indek Pengarang S
(Nama ahli yang dikutip) Slamet Mulyana (6), Soedjito (6), Suhardi
(7,36,50,58,62,63), Susilawati (36), Syafikq
A Hakim Noor (66), Supriyanti (78), Serly
Alisjahbana, ST (5), Azahari (58), Angga Multi (79)
Widya Pratama (58), Ahyana (66), Andayani
(79) W
Wiyanto (52)
D
Dendy Sugono (7,33,34,42,58,62,87), Djago
Tarigan (63),
F
Ferrand (5),
G
Gorys keraf (33,43,60,62), Gus Tf Sakai
(43),
H
Harimukti Kridalaksana (7,33,63),
Hutagalung (52), Hendri Guntur Tarigan
(63), Hasan Alwi (63), Hamidulloh Ibda
(78),
I
I-Tsing (5)
J
JS. Badudu (36),
M=
Mulyati (6,11), Marjo
N
Nurhadi (52)
P
Parnikel (5), Prentice (5), Poerwa Darminta
(58),
R
Razak (36), Riswati (36), Rahmawati (36),
I R
intelektual (1), ilmu (1), ilmiah (4), ragam (3,7), resensi (4,78),
J S
jurnal (4), Jawa Tengah (5), Jambi (5), seminar (1), syukur (2), surat dinas (2, 66),
singkatan (3,19), surat dinas (4), Sumpah
Pemuda (5), Sriwijaya (5), suku (5), susastra
(6), Syair Hamzah Fansuri (6), Sejarah
Melayu (6),
T
terampil (1), tulisan (1), tugas akhir (1),
tanda baca titik (3,22), tanda baca koma
(3,22,48), tanda baca titik koma (3.28,48),
tanda baca titik dua (3,29,48,59), Talang
Tuo (5), Tajussalatin (6), Tesaurus Alfabetis
Bahasa Indonesia (42), Terampil Berbicara
(63), Terampil Menata Paragraf (63),
Tatabahasa Baku Bahasa Indonesia tahun
U
undang-undang (1)
S
Slamet Mulyana (6), Soedjito (6), Suhardi
Indek Pengarang (7,36,50,58,62,63), Susilawati (36), Syafikq
(Nama ahli yang dikutip) Hakim Noor (66), Supriyanti (78), Serly
Multi (79)
A
Alisjahbana, ST (5), Azahari (58), Angga W
Widya Pratama (58), Ahyana (66), Andayani Wiyanto (52)
(79)
D
Dendy Sugono (7,33,34,42,58,62,87), Djago
Tarigan (63),
F
Ferrand (5),
G
Gorys keraf (33,43,60,62), Gus Tf Sakai
(43),
H
Harimukti Kridalaksana (7,33,63),
Hutagalung (52), Hendri Guntur Tarigan
(63), Hasan Alwi (63), Hamidulloh Ibda
(78),
I
I-Tsing (5)
J
JS. Badudu (36),
M=
Mulyati (6,11), Marjo
N
Nurhadi (52)
P
Parnikel (5), Prentice (5), Poerwa Darminta
(58),
R
Razak (36), Riswati (36), Rahmawati (36),
ISBN : 978-602-5603-69-3