Anda di halaman 1dari 22

i

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai komponen
yang saling berinteraksi dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Dalam setiap pembelajaran, pendidik harus berusaha
mengetahui hasil dari proses pembelajaran yang ia lakukan. Hasil yang
dimaksud adalah baik atau tidak baik, bermanfaat, atau tidak bermanfaat, dan
lain-lain. Apabila pembelajaran yang dilakukannya mencapai hasil yang baik,
pendidik tentu dapat dikatakan berhasil dalam proses pembelajaran dan
demikian sebaliknya.
Hal ini hanya dapat diketahui jika guru melakukan evaluasi, baik evaluasi
terhadap proses maupun produk pembelajaran. Evaluasi memiliki arti lebih
luas daripada penilaian. Dengan kata lain di dalam evaluasi tercakup di
dalamnya penilaian. Siapapun yang melakukan tugas mengajar, perlu
mengetahui akibat dari pekerjaan-nya. Pendidik harus mengetahui sejauh
mana peserta didik telah menyerap dan menguasai materi yang telah
diajarkan. Sebaliknya, peserta didik juga membutuhkan informasi tentang
hasil pekerjaannya.Sebelum melakukan evaluasi, maka guru harus melakukan
penilaian yang didahului dengan pengukuran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,maka dapat dirumuskan masalah
tentang pembahasan makalah ini yaitu :
1. Apa pengertian dari pengukuran dan evaluasi ?
2. Apa saja Prinsip-prinsip dari pengukuran hasil belajar ?
3. Bagaimana Instrumen dari pengukuran hasil belajar ?
4. Apa saja tujuan dari pengukuran hasil belajar ?
5. Apa saja macam-macam evaluasi ?
6. Apa saja tahapan dari evaluasi ?
7. Bagaiman instrumen evaluasi hasil belajar ?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pengukuan dan evaluasi.
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip pengukuran hasil belajar.
3. Untuk mengetahui instrumen pengukuran hasil belajar.
4. Untuk mengetahui tujuan pengukuran hasil belajar.
5. Untuk mengetahui macam-macam evaluasi.
6. Untuk mengetahui tahapan evaluasi.
7. Untuk mengetahui instrument hasil belajar.

D. Manfaat
1. Bagi mahasiswa, dapat membantu mahasiswa mengkontruksi
pengetahuannya sendiri agar dapat menerapkan pengukuran hasil belajar
dan evaluasi pada peserta didik.
2. Bagi mahasiswa, akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis
suatu hal karena mereka berfikir untuk memahami bagaimana
pengukuran hasil belajar dan evaluasi pada peserta didik.
3. Bagi guru dan calon guru, pengukuran hasil belajar dan evaluasi dapat
digunakan sebagai modal pembelajaran yang baik untuk mengaktifkan
siswa Sekolah Dasar.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengukuran dan Evaluasi


1. Pengukuran
Pengukuran (measurement) merupakan cabang ilmu statistika yang
bertujuan untuk membangun dasar-dasar pengembangan tes yang lebih
baik sehingga dapat menghasilkan tes yang berfungsi secara optimal,
valid, dan reliabel (Kusaeri dan Suprananto, 2012:4 dalam Hari
Wahyono, 2017)
Dalam pengertian yang lebih umum, pengukuran (measurement)
adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi
numerik dari suatu tingkatan di mana sesuatu telah mencapai
karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat dengan proses pencarian
atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan sebagai pemberian
angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh
orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas.
Dalam definisi yang sama, pengukuran adalah sebuah kegiatan atau
upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala,
peristiwa atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa
angka. (Haryanto, 2020)
Menurut Cangelosi, 1995 (dalam Wulan, 2001) yang dimaksud
dengan pengukuran (measurement) adalah suatu proses pengumpulan
data melalui pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru
menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang
dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang
mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat,
mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. (Wulan, 2001)
Menurut Zainul dan Nasution (2001 dalam Wulan, 2001) pengukuran
memiliki dua karakteristik utama yaitu:
1) penggunaan angka atau skala tertentu;

3
2) menurut suatu aturan atau formula tertentu.

4
Measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan
performance siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (system
angka) sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performance siswa
tersebut dinyatakan dengan angka-angka (Alwasilah et al.1996).
Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat yang menyatakan bahwa
pengukuran merupakan pemberian angka terhadap suatu atribut atau
karakter tertentu yang dimiliki oleh seseorang, atau suatu obyek tertentu
yang mengacu pada aturan dan formulasi yang jelas. Aturan atau
formulasi tersebut harus disepakati secara umum oleh para ahli (Zainul &
Nasution, 2001 dalam Wulan, 2001)
Demikian halnya dengan pengukuran dalam bidang pendidikan yang
mengukur atribut peserat didik: penguasaan materi, kemampuan dalam
melakukan keterampilan tertentu Pengukuran pendidikan merupakan
pekerjaan profesional guru, tutor, atau instruktur. Tanpa kemampuan
melakukan pengukuran pendidikan, seorang guru atau tutor tidak akan
mengetahui persis keadaan siswa dan keberhasilan dalam mengelola
pembelajaran. (Wahyudi, 2012)
Measurement dapat dilakukan dengan cara tes atau non-tes. Amalia
(2003 dalam Wulan, 2001) mengungkapkan bahwa tes terdiri atas tes
tertulis (paper and pencil test) dan tes lisan. Sementara itu alat ukur non-
tes terdiri atas pengumpulan kerja siswa (portofolio), hasil karya siswa
(produk), penugasan (proyek), dan kinerja (performance). (dalam Wulan,
2001)
Pengukuran dapat dibedakan menjadi 3 macam (Sudijono, 2013 : 4
dalam Zainal, 2020), yaitu:
1) pengukuran yang dilakukan bukan untuk menguji sesuatu, seperti
pengukuran yang dilakukan oleh penjahit pakaian;
2) pengukuran yang dilakukan untuk menguji sesuatu, misalnya
pengukuran untuk menguji daya tahan lampu pijar; dan
3) pengukuran untuk menilai, yang dilakukan dengan menguji,
misalnya mengukur kemajuan belajar peserta didik dalam rangka

4
mengisi nilai rapor yang dilakukan dengan menguji mereka dalam
bentuk tes hasil belajar. (Zainal, 2020)
2. Evaluasi
Evaluasi menurut Kumano (2001 dalam Wulan, 2001) merupakan
penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen.
Sementara itu menurut Calongesi (1995 dalam Wulan, 2001) evaluasi
adalah suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Zainul dan Nasution (2001 dalam
Wulan, 2001) menyatakan bahwa evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu
proses pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang
diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan
instrumen tes maupun non tes.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah pemberian
nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat
dipandang sebagai proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan. Dengan demikian, Evaluasi merupakan suatu proses yang
sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauhmana
tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa (Purwanto, 2002 dalam
Wulan, 2001)
Cronbach (Harris, 1985 dalam Wulan, 2001) menyatakan bahwa
evaluasi merupakan pemeriksaan yang sistematis terhadap segala peristiwa
yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya suatu program. Sementara itu
Arikunto (2003 dalam Wulan, 2001) mengungkapkan bahwa evaluasi
adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengukur keberhasilan
program pendidikan. Tayibnapis (2000 dalam Wulan, 2001) dalam hal ini
lebih meninjau pengertian evaluasi program dalam konteks tujuan yaitu
sebagai proses menilai sampai sejauhmana tujuan pendidikan dapat
dicapai.
Berdasarkan tujuannya, terdapat pengertian evaluasi sumatif dan
evaluasi formatif. Evaluasi formatif dinyatakan sebagai upaya untuk
memperoleh feedback perbaikan program, sementara itu evaluasi sumatif

5
merupakan upaya menilai manfaat program dan mengambil keputusan
(Lehman, 1990 dalam Wulan, 2001).
Stufflebeam & Shinkfield (Widoyoko, 2014:3 dalam Zainal, 2020)
menyebutkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses menyediakan
informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk menentukan
harga dan jasa dari tujuan yang dicapai, desain, implementasi, dan dampak
untuk membantu keputusan, membantu pertanggungjawaban dan
meningkatkan pemahaman terhadap fenomena. Dalam rangka kegiatan
belajar mengajar, Norman E. Gronlund menyatakan evaluasi sebagai suatu
proses sistematik dalam menentukan tingkat pencapaian tujuan
instruksional oleh siswa (Suherman dan Sukjaya, 1990:1 dalam Zainal,
2020).
Selanjutnya, Suherman dan Sukjaya (1990:3 dalam Zainal, 2020)
menyatakan bahwa evaluasi sifatnya lebih luas dari pengukuran. Evaluasi
meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi selain menyangkut
pengukuran, berlanjut dengan pemberian nilai (valuing) berupa keputusan-
keputusan maupun nilai tingkah laku yang diukur. Sejalan dengan
Suherman dan Sukjaya, Sudijono (2013:5 dalam Zainal, 2020)
menyebutkan bahwa evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai
sesuatu yang mencakup dua kegiatan, yaitu kegiatan pengukuran dan
penilaian. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
merupakan suatu proses sistematis yang mencakup kegiatan pengukuran
dan penilaian untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan
(Zainal, 2020).

B. Prinsip-Prinsip Pengukuran Hasil Belajar


Menurut Ayu Widarti, dkk. (2017 dalam Utari, 2020) seorang guru perlu
mengetahui prinsi-prinsip umum didalam melaksanakan pengukuran, yaitu:
a. Didalam pengukuran pertama-tama harus ditentukan dan dijelaskan apa
yang akan diukur. Sebelum suatu instrument pengukuran disusun atau
dipilih, harus ditetapkan secara jelas apa kegunaan pengukuran itu.

6
Karena perlu adanya deskripsi yang jelas tentang karakteristik atau
tingkah laku yang akan diukur.
b. Teknik pengukuran harus dipilih berdasarkan kegunaan pengukuran.
Apabila suatu aspek tingkahlaku peserta didik yang akan diukur telah
ditentukan secara jelas maka akan dapat dipilih teknik pengukuran yang
sesuai untuk mengukur tingkahlaku tersebut. Seringkali dipilih suatu
teknik 20 pengukuran berdasarkan ketelitian yang dapat dicapai dengan
instrumen, keobjektivan hasil pengukuran, atau kemudahan pengukuran
tersebut dilaksanakan. Semua kriteria ini memang penting tetapi masih
kalah penting dibandingkan dengan kriteria utama ialah apakah teknik
pengukuran itu masih merupakan cara yang paling efektif untuk
menentukan apa yang ingin diketahui tentang subjek yang akan diukur
karakteristiknya.
c. Penilain yang komprehensif memerlukan adanya sistem gabungan
macammacam teknik pengukuran. Untuk mengukur hasil belajar peserta
didik di dalam pelajaran fisika misalnya, tidak hanya cukup apabila
sebagai instrumen pengukuran dipakai suatu tes obyektif yang dapat
mengukur pengetahuan faktual tetapi tidak dapat menunjukkan sejauh
mana pelajaran telah dapat mengembangkan peserta didik untuk berfikir
kritis, atau ketrampilan motorik, bagaimana pelajaran itu telah merubah
sikap peserta didik, dan sebagainya. Untuk itu semua diperlukan
instrument-instrumen lain seperti checklist atau rating scale, kuesioner,
dan sebagainya.
d. Pemakaian yang tepat dari teknik-teknik pengukuran memerlukan adanya
kesadaran bahwa masing-masing teknik tersebut mempunyai
keterbatasan maupun keunggulannya.Perlu diingat bahwa bagaimanapun
bagusnya suatu instrument yang dipakai selalu terdapat kesalahan-
kesalahan di dalam pengukuran. Dengan mengetahui adanya
keterbatasan-keterbatasan yang ada pada instrumen pengukuran maka
guru akan dapat menggunakannya secara hati-hati serta lebih efektif.

7
C. Instrumen Pengukuran Hasil Belajar
Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang
disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi,
panduan wawancara, skala sikap dan angket.
Dari pengertian pengukuran di atas untuk mengukur hasil belajar peserta
didik digunakan instrumen penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar
dapat diukur melalui teknik tes dan non tes.
Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat penilaian adalah
pertanyaan pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban
dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan)
atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan).
1. Tes Lisan
Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya
dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki rambu-
rambu penyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan
biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrument
asesmen yang lain.
2. Tes Tertulis
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal
maupun jawabannya misalnya tes formatif.
3. Tes Tindakan
Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai
indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor
misalnya unjuk kerja. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan
mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan
dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan
dan pengajaran, namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula
digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afektif dan
psikomotoris. Menurut Endang Poerwanti, dkk. (2008:4), tes adalah
serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau
bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.

8
Jadi kesimpulan dari pengertian tes di atas adalah alat penilaian yang
digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik berupa pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mengukur ketrampilan,
pengetahuan dan sikap peserta didik dalam bentuk lisan, tulisan, dan
perbuatan.
Non tes adalah pertanyaan maupun pernyataan yang tidak memiliki
jawaban benar atau salah. Teknik non tes sangat penting dalam mengukur
kemampuan peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan
teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam
teknik non tes menurut Endang Poerwanti (2008:3), yaitu:
a. Observasi
Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar
dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan
instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan
kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat
dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang
diberikan secara lisan dan spontan.
c. Angket
Angket adalah suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh
informasi yang berupa data deskriptif. Ketercapaian tujuan pembelajaran
akan diketahui melalui teknik atau cara pengukuran yang sistematis
dengan alat pengukuran seperti tes, observasi, wawancara, angket. Alat
yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
dinamakan dengan instrumen. Instrumen sebagai alat yang digunakan
untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi
yang dimiliki peserta didik haruslah benar atau valid.
Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa hasil belajar dalam penelitian
ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes (tes formatif)
dan non tes (observasi keaktifan siswa menyimak materi dan keaktifan
siswa ketika belajar bersama).

9
D. Tujuan Pengukuran Hasil Belajar
Tujuan pembelajaran direncanakan untuk dicapai dalam proses belajar
mengajar. Pengukuran hasil belajar merupakan pencapaian tujuan
pembelajaran pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan
pembelajaran bersifat ideal, sedangkan pengukuran hasil belajar bersifat
aktual. Pengukuran hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan
pembelajaran, sehingga hasil belajar yang diukur sangat bergantung kepada
tujuan pembelajarannya.
Pengukuran hasil belajar termasuk komponen pembelajaran yang harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran, karena hasil belajar diukur untuk
mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran melalui proses belajar
mengajar. Baik buruknya hasil belajar dapat dilihat dari
hasil pengukuran yang sudah dilaksanakan oleh guru. Maka dari itu setiap
proses kegaiatan belajar mengajar keberhasilan siswa diukur dari seberapa
jauh hasil belajar yang dicapai oleh siswa.
Sedang untuk memperoleh hasil belajar siswa, dilakukan pengukuran yang
merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa.
Kemajuan prestasi belajar
siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga
sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar siswa
mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik itu menyangkut
pengetahuan maupun sikap dan keterampilan.
Maka dari pengukuran hasil belajar agar pengambilan keputusan dapt
dilakukan secara tepat. Keputusan pengkuran hasil belajar menyangkut nilai
akademik siswa sehingga kesalahan dalam pengambilan keputusan akan
merugikan siswa. Jadi pengukuran belajar dapat dilaksanakan dengan baik
apabila kegiatan itu didahului dengan persiapan yang matang. Pengukuran
menyediakan data yang menjadi landasan pengambilan keputusan dalam hasil
belajar siswa. Tanpa pengukuran maka hasil belajar tidak memiliki dasar
yang kuat dalam membuat keputusan

10
E. Macam-Macam Evaluasi
Klasifikasi atau penggolongan evaluasi dalam bidang pendidikan sangat
beragam. Sangat beragamnya ini disebabkan karena sudut pandang yang
saling berbeda dalam melakukan kalsifikasi tersebut. Dalam hal ini,
klasifikasi tentang evaluasi yang akan penulis jelaskan adalah evaluasi
formatif, sumatif dan diagnosti
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir
pembahasan suatu pokok bahasan/topik, dan dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh manakah suatu proses pembelajaran telah berjalan
sebagaimana yang direncanakan. Winkel menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan evaluasi formatif adalah penggunaan tes-tes selama
proses pembelajaran yang masih berlangsung, agar siswa dan guru
memperoleh informasi (feedback) mengenai kemajuan yang telah
dicapai. Sementara Tesmer menyatakan formative evaluation is a
judgement of the strengths and weakness of instruction in its developing
stages, for purpose of revising the instruction to improve its effectiveness
and appeal. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengontrol sampai seberapa
jauh siswa telah menguasai materi yang diajarkan pada pokok bahasan
tersebut. Wiersma menyatakan formative testing is done to monitor
student progress over period of time.
Dengan kata lain evaluasi formatif dilaksanakan untuk mengetahui
seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai. Dari hasil
evaluasi ini akan diperoleh gambaran siapa saja yang telah berhasil dan
siapa yang dianggap belum berhasil untuk selanjutnya diambil tindakan-
tindakan yang tepat. Tindak lanjut dari evaluasi ini adalah bagi para
siswa yang belum berhasil maka akan diberikan remedial, yaitu bantuan
khusus yang diberikan kepada siswa yang mengalami kesulitan
memahami suatu pokok bahasan tertentu. Sementara bagi siswa yang
telah berhasil akan melanjutkan pada topik berikutnya, bahkan bagi
mereka yang memiliki kemampuan yang lebih akan diberikan pengayaan,
yaitu materi tambahan yang sifatnya perluasan dan pendalaman dari topik
yang telah dibahas.

11
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir
satu satuan waktu yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok
bahasan, dan dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana peserta didik
telah dapat berpindah dari suatu unit ke unit berikutnya. Winkel
mendefinisikan evaluasi sumatif sebagai penggunaan tes-tes pada akhir
suatu periode pengajaran tertentu, yang meliputi beberapa atau semua
unit pelajaran yang diajarkan dalam satu semester, bahkan setelah selesai
pembahasan suatu bidang studi.
Adapun tujuan utama dari evaluasi sumatif ini adalah untuk
menentukan nilai yang melambangkan keberhasilan peserta didik setelah
mereka menempuh program pengajaran dalam jangka waktu tertentu.
3. Evaluasi Diagnostik
Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang digunakan untuk
mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan yang ada
pada siswa sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat. Evaluasi
diagnostik dapat dilakukan dalam beberapa tahapan, baik pada tahap
awal, selama proses, maupun akhir pembelajaran. Pada tahap awal
dilakukan terhadap calon siswa sebagai input. Dalam hal ini evaluasi
diagnostik dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal atau
pengetahuan prasyarat yang harus dikuasai oleh siswa. Pada tahap proses
evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran mana
yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga guru dapat memberi
bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu jauh. Sementara
pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui tingkat
penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya.
Di tinjau Evaluasi Diagnostik Evaluasi Formatif Evalusai Sumatif
dari
Fungsinya - mengelompokkan Umpan balik Memberi tanda telah
siswa berdasarkan bagi siswa, guru mengikuti suatu
kemampuannya maupun program program, dan
- menentukan untuk menilai menentukan posisi

12
kesulitan belajar pelaksanaan suatu kemampuan siswa
yang di alam unit program dibandingkan dengan
anggota kelompoknya

Cara - memilih tiap-tiap - mengukur semua - Mengukur tujuan


memilih keterampilan prasarat tujuan instruksional instruksional umum
tujuan yang - memilih tujuan khusus
dievaluasi setiap program
pembelajaran secara
berimbang
- memilih yang
berhubungan dengan
tingkah laku fisik,
mental dan perasaan
Skoring menggunakan menggunakan menggunakan standar
(cara standar mutlak dan standar mutlak relatif
menyekor) relatif

F. Tahapan Evaluasi
Tahapan pelaksanaan evaluasi hasil belajar adalah penentuan tujuan,
menentukan desain evaluasi, pengembangan instrumen evaluasi,
pengumpulan informasi/data, analisis dan interpretasi serta tindak lanjut.
1. Menentukan Tujuan
Tujuan evaluasi hasil belajar yaitu untuk mengetahui capaian
penguasaan kompetensi oleh setiap siswa sesuai rencana pembelajaran
yang disusun oleh guru mata pelajaran. Kompetensi yang harus dikuasai
oleh siswa mencakup koginitif, psikomotorik, dan afektif.
2. Menentukan Rencana Evaluasi
Rencana evaluasi hasil belajar berwujud kisi-kisi, yaitu matriks yang
menggambarkan keterkaitan antara behavioral objectives (kemampuan
yang menjadi sasaran pembelajaran yang harus dikuasai siswa) dan
course content (materi sajian yang dipelajari siswa untuk mencapai

13
kompetensi) serta teknik evaluasi yang akan digunakan dalam menilai
keberhasilan penguasaan kompetensi oleh siswa.
3. Penyusunan Instrumen Evaluasi
Instrumen evaluasi hasil belajar untuk memperoleh informasi deskriptif
dan/atau informasi judgeman dapat berwujud tes maupun non-test. Tes
dapat berbentuk objektif atau uraian, sedang non-tes dapat berbentuk
lembar pengamatan atau kuisioner. Tes objektif dapat berbentuk jawaban
singkat, benar salah, menjodohkan dan pilihan ganda dengan berbagai
variasi: bisaa, hubungan antar hal, kompleks, analisis kasus, grafik, dan
gambar tabel. Untuk tes uraian yang juga disebut dengan tes subjektif
dapat berbentuk tes uraian bebas, bebas terbatas, dan terstruktur.
Selanjutnya untuk penyusunan instrumen tes atau non-tes, guru harus
mengacu pada pedoman penyusunan masing-masing jenis dan bentuk tes
atau non-tes agar instrumen yang disusun memenuhi syarat instrumen
yang baik, minimal syarat pokok instrumen yang baik, yaitu valid (sah)
dan reliabel (dapat dipercaya).
4. Pengumpulan Data atau Informasi
Pengumpulan data atau informasi dalam bentuknya adalah
pelaksanaan testing/penggunaan instrumen evaluasi harus dilaksanakan
secara objektif dan terbuka agar diperoleh informasi yang sahih dan
dapat dipercaya sehingga bermanfaat bagi peningkatan mutu
pembelajaran. Pengumpulan data atau informasi dilaksanakan pada setiap
akhir pelaksanaan pembelajaran untuk materi sajian berkenaan dengan
satu kompetensi dasar dengan maksud guru dan siswa memperoleh
gambaran menyeluruh dan kebulatan tentang pelaksanaan pembelajaran
yang telah dilaksanakan untuk pencapaian penguasaan satu kompetensi
dasar.
5. Analisis dan Interpretasi
Analisis dan interpretasi hendaknya dilaksanakan segera setelah data
atau informasi terkumpul. Analisis berwujud deskripsi hasil evalusi
berkenaan dengan hasil belajar siswa, yaitu penguasaan kompetensi,
sedang interpretasi merupakan penafsiran terhadap deskripsi hasil

14
analisis hasil belajar siswa. Analisis dan interpretasi didahului dengan
langkah skoring sebagai tahapan penentuan capaian penguasaan
kompetensi oleh setiap siswa. Pemberian skoring terhadap tugas dan/atau
pekerjaan siswa harus dilaksanakan segera setelah pelaksanaan
pengumpulan data atau informasi serta dilaksanakan secara objektif.
Untuk menjamin keobjektifan skoring guru harus mengikuti pedoman
skoring sesuai dengan jenis dan bentuk tes/instrumen evaluasi yang
digunakan.
6. Tindak Lanjut
Tindak lanjut merupakan kegiatan menindaklanjuti hasil analisis dan
interpretasi. Sebagai rangkaian pelaksanaan evaluasi hasil belajar tindak
lanjut pada dasarnya berkenaan dengan pembelajaran yang akan
dilaksanakan selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi pembelajaran yang
telah dilaksanakan dan berkenaan dengan pelaksanaan evaluasi
pemebelajaran itu sendiri. Tindaklanjut pembelajaran yang akan
dilaksanakan selanjutnya merupakan pelaksanaan keputusan tentang
usaha perbaikan pembelajaran yang akan dilaksanakan sebagai upaya
peningkatan mutu pembelajaran. Tindaklanjut berkenaan dengan evaluasi
pembelajaran menyangkut pelaksanaan evaluasi dengan instrumen
evaluasi yang digunakan meliputi tujuan, proses, dan instrumen evaluasi
hasil belajar.
Terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
evaluasi, agar mendapat informasi yang akurat, diantaranya:
1.Dirancang secara jelas abilitas yang harus dinilai, materi penilaian, alat
penilaian, dan interpretasi hasil penilaian
2.Penilaian hasil belajar menjadi bagian integral dalam proses belajar
mengajar.
3.Agar hasil penilaian objektif, gunakan berbagai alat penilaian dan sifatnya
komprehensif.
4.Hasilnya hendaknya diikuti tindak lanjut.

15
G. Instrumen Evaluasi Hasil Belajar
Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi didefinisikan sebagai
perangkat untuk mengukur hasil belajar siswa yang mencakup hasil belajar
dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Bentuk instrumen dapat berupa
tes dan non-tes. Instrumen bentuk tes mencakup: tes uraian (uraian objektif
dan uraian bebas), tes pilihan ganda, jawaban singkat, menjodohkan, benar
salah, unjuk kerja (performance test), dan portofolio. Instrumen bentuk non-
tes mencakup: wawancara, angket, dan pengamatan (observasi).
Sebelum instrumen digunakan hendaknya dianalisis terlebih dahulu. Dua
karakteristik penting dalam menganalisis instrumen adalah validitas dan
reliabilitasnya. Instrumen dikatakan valid (tepat, absah) apabila instrumen
digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen untuk
mengukur kemampuan matematika siswa sekolah dasar tidak tepat jika
digunakan pada siswa Sekolah menengah. Dalam hal ini sasaran kepada siapa
instrumen itu ditujukan merupakan salah satu aspek yang harus
dipertimbangkan dalam menganalisis validitas suatu instrumen. Aspek
lainnya misalnya kesesuaian indikator dengan butir soal, penggunaan bahasa,
kesesuaian dengan kurikulum yang berlaku, kaidah-kaidah dalam penulisan
butir soal dsb.
Sebuah Instrumen Evaluasi Hasil Belajar Hendaknya memenuhi syarat
sebelum digunakan untuk mengevaluasi atau mengadakan penilaian agar
terhindar dari kesalahan dan hasil yang tidak valid (tidak sesuai kenyataan
sebenarnya). Alat evaluasi yang kurang baik dapat mengakibatkan hasil
penilaian menjadi bisa atau tidak sesuainya hasil penilaian dengan kenyataan
yang sebenarnya, seperti contoh anak yang pintar dinilai tidak mampu atau
sebaliknya.
Jika terjadi demikian perlu ditanyakan apakah persyaratan instrumen yang
digunakan menilai sudah sesuai dengan kaidah-kaidah penyusunan instrumen.
Instrumen Evaluasi yang baik memiliki ciri-ciri dan harus memenuhi
beberapa kaidah antara lain:
1. Validitas
Sebuah Instrumen Evaluasi dikatakan baik manakala memiliki validitas
yang tinggi. Yang dimaksud validitas disini adalah kemampuan instrumen

16
tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Ada tiga aspek yang
hendak dievaluasi dalam evaluasi hasil belajar yaitu aspek kognitif,
psikomotor, dan afektif. Tinggi rendahnya validitas instrumen dapat di
hitung dengan uji validitas dan di nyatakan dengan koefisien validitas.
2. Reliabilitas
Instrumen dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi manakala
instrumen tersebut dapat menghasilkan hasil pengukuran yang Ketetapan.
Tinggi rendahnya reliabilitas ini dapat dihitung dengan uji reliabilitias dan
dinyatakan dengan koefisien reliabilitas.
3. Objektivitas
Instrumen evaluasi hendaknya terhindar dari pengaruh-pengaruh
subjektifitas pribadi dari si evaluator dalam menetapkan hasilnya. Dalam
menekan pengaruh subjektifitas yang tidak bisa dihindari hendaknya
evaluasi dilakukan mengacu kepada pedoman tertama menyangkut
masalah kontinuitas dan komprehensif. Evaluasi harus dilakukan secara
kontinu (terus-menerus). Dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan
maka evaluator akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang
keadaan audiens yang dinilai. Evaluasi yang diadakan secara hanya satu
atau dua kali, tidak akan dapat memberikan hasil yang objektif tentang
keadaan audiens yang dievaluasi. Faktor kebetulan akan sangat
mengganggu hasilnya.
4. Praktikabilitas
Sebuah intrumen evaluasi dikatakan memiliki praktikabilitas yang
tinggi apabila bersifat praktis mudah pengadministrasiannya dan memiliki
ciri: mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang banyak dan
memberi kebebasan kepada audiens mengerjakan yang dianggap mudah
terlebih dahulu. Mudah pemeriksaannya artinya dilengkapi pedoman
skoring, kunci jawaban. Dilengkapi petunjuk yang jelas sehingga dapat
dilaksanakan oleh orang lain.
5. Ekonomis

17
Pelaksanaan evaluasi menggunakan instrumen tersebut tidak
membutuhkan biaya yang mahal tenaga yang banyak dan waktu yang
lama.
6. Taraf Kesukaran
Instrumen yang baik terdiri dari butir-butir instrumen yang tidak terlalu
mudah dan tidak terlalu sukar. Butir soal yang terlalu mudah tidak mampu
merangsang audiens mempertinggi usaha memecahkannya sebaliknya
kalau terlalu sukar membuat audiens putus asa dan tidak memiliki
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Di dalam
istilah evaluasi indeks kesukaran ini diberi simbul p yang dinyatakan
dengan “proporsi”
7. Daya Pembeda
Daya pembeda sebuah instrumen adalah kemampuan instrumen tersebut
membedakan antara audiens yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan
audiens yang tidak pandai (berkemampuan rendah). Indek daya pembeda
ini disingkat dengan D dan dinyatakan dengan Indeks Diskriminasi.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengukuran adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh
deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana sesuatu telah mencapai
karakteristik tertentu. Evaluasi adalah pemberian nilai terhadap kualitas
sesuatu. Pengukuran hasil belajar memiliki beberapa prinsip dan instrumen.
Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur
kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala
sikap dan angket.
Evaluasi ada tiga macam, yakni Evaluasi Formatif, Evaluasi Sumatif dan
Evaluasi Diagnostik. Evaluasi juga memiliki beberapa tahapan yakni
menentukan tujuan, menentukan rencana evaluasi, penyusunan instrumen
evaluasi, pengumpulan data dan informasi, analisis dan interpretasi serta
tindak lanjut. Adapun instrumen dalam evaluasi meliputi validitas, reabilitas,
objektivitas, praktibilitas, ekonomis, taraf kesukaran, dan daya pembeda.
B. Saran
Hendaknya menganjurkan para mahasiswa untuk lebih aktif dalam
mengembangkan pembelajaran tentang Pengukuran Hasil Belajar dan
Evaluasi agar bermanfaat bagi peserta didik (murid) dalam membentuk
pemahaman yang dibangunnya sendiri.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan saran
dari penulis adalah agar para pembaca atau calon pendidik nantinya dapat
memahami materi yang kami sampaikan ini. Apabila dalam penulisan
makalah ini terdapat banyak kesalahan kami mohon maaf, kami tentunya
masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah in

19
DAFTAR PUSTAKA
Albab, Muhammad Ulil. Implementasi Pengukuran Hasil Belajar Melalui Metode
Sosiometri Dalam Sikap Sosial Siswa Pada Mata Pelajaran Pai Di Kelas Viii
Smp 2 Jati Kudus Tahun Pelajaran 2016/2017. Skripsi. Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri (STAIN). Kudus.
Aprudin.(2012). Macam-macam Evaluasi dan Prinsip Evaluasi.
http://007indien.blogspot.com/2012/02/macam-macam-evaluasi-dan-
prinsip.html, diakses pada 5 September 2020.
Hari Wahyono. (2017). Penilaian Kemampuan Berbicara di Perguruan Tinggi
Berbasis Teknologi Informasi Wujud Akuntasi Prinsip-prinsip Penilaian.
Transformatika, 1(1), 19–34.
Haryanto. (2020). Evaluasi pembelajaran; Konsep dan Manajemen. In UNY Press.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131656343/penelitian/EVALUASI
PEMBELAJARAN.pdf
Natty, Simon Yakob. (2017). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Ips Melalui
Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas Iv Sdn Blotongan 01
Salatiga. Skripsi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Suharsimi Arikunto.(2005). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
aksara.
Utari, S. I. M. T. (2020). Pengaruh Kebiasaan Belajar Terhadap Hasil Belajar
Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi Kelas X Akutansi di SMK Puragabaya
Bandung. Universitas Pasundan.
Wahyudi. (2012). Assesment Pembelajaran Berbasis Portofolio di Sekolah. Jurnal
Visi Ilmu Pendidikan, 2(1), 288–297. https://doi.org/10.26418/jvip.v2i1.370
Wulan, A. R. (2001). Pengertian Dan Esensi Konsep Evaluasi, Asesmen, Tes, Dan
Pengukuran. FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 1–12.
Zainal, N. F. (2020). Pengukuran, Assessment dan Evaluasi dalam Pembelajaran
Matematika. Laplace : Jurnal Pendidikan Matematika, 3(1), 8–26.
https://doi.org/10.31537/laplace.v3i1.310

20

Anda mungkin juga menyukai