Anda di halaman 1dari 14

MENGENAL MUSEUM RADYA PUSTAKA

Wisa Deyan Putri Dewani,


K4421079, 085803315172, wisadeyan01@student.uns.ac.id
Pendidikan Sejarah-FKIP-UNS

Abstrak
Musium adalah suatu tempat
yang bersifat umum terbuka
yang melakukan sebuah
kegiatan pengkoleksian,
mengkonservasi, meriset,
mengomunikasikan, dan
memamerkan benda bersejarah
kepada masyarakat untuk
kepentingan studi, pendidikan
bahkan bersenang –senang
(pariwisata). Benda yang
dipamerkan didalam museum
memiliki nilai history tinggi,
benda tersebut berupa Artefak,
Fosil, dan Naskah Kuno. Di
Indonesia sendiri banyak
tersebar museum – museum
dari yang sangat awam kita
dengar hingga yang jarang
bahkan belum pernah kita
dengar. Di Kota Surakarta
sendiri terdapat lebih dari 5
museum, dari yang sangat
awam kita dengar yakni
Museum Sangiran yang berisi
koleksi peninggalan masa
praaksara. Selain Museum
Sangiran juga terdapat museum
yang sangat erat kaitanya
dengan sejarah Kota Solo yakni
Museum Radya Pustaka.
Museum ini berisikan naskah
kuno berbahasa Jawa Kuno dan
beberapa benda kebudayaan
Jawa lainya dari keraton yang
ada di sekitar kota seperti
Keraton Kasusunana Surakarta
dan Keraton Mangkunegaran.
Benda tersebut seperti berbagai
jenis wayang, baju adat Jawa
Tengah, koleksi uang Negara
Indonesia, dan arca, selain itu
juga terdapat benda yang
berkaiatan erat dengan keraton.
Lokasi Museum Radya Pustaka
berada ditengah kota, tetapi
terkadang banyak orang yang
tidak menyadari bahkan tidak
tahu keberadaan museum ini.
Pengenalan, dan menceritakan
sejarah kepada generasi penerus
1
harus dilakukan baik dengan
cara mengadakan kunjungan ke
museum ini atau hanya sekedar
memberi informasi terkait
sejarah dan keberadaan dari
Museum Radya Pustaka ini
,sehingga keberadaan Musum
akan tetap ada dan tetap eksis
hingga sekarang.

Kata kunci: Museum, Arca, Nakah Kuno, History


PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang memiliki kisah sejarah yang sangat panjang. Banyak
dan panjangnnya kejadian – kejadian sejarah di Indonesia membuat Indonesia kaya akan
peninggalan berharga yang patut dilestarikan. Dengan banyaknya peninggalan yang
harus kita jaga tersebut maka di Indonesia dibangun museum- museum sebagai tempat
untuk meletakan, menjaga dan merawat benda – benda peninggalan tersebut.Museum
adalah sebagi sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani
masyarakat dan perkembanganya, terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat,
menghubungkan dan memamerkan untuk tujuan – tujuan studi, pendidikan, dan
kesenangan, barang pembuktian manusia dan lingkunganya (Lestari, 2013). Banyaknya
museum yang ada di Indonesia membuat eksistensi setiap museum tidak merata sehingga
terdapat museum yang tidak terkenal dan akhirnya tertinggal. Seperti Di Kota Solo
sendiri terdapapat museum yang sangat eksis keberadaanya yakni Museum Sangiran ada
juga museum yang kurang terlihat eksistensinya yakni Museum Radya Pustaka. Dari dua
contoh museum tersebut perlu adanya pemerataan pemasaran informasi terkait museum
yang tertinggal tersebut dengan pengenalan – pengenalan informasi dan keberadan
museum, seperti Musum Radya Pustaka.
Keberadaan Museum Radya Pustaka yang kurang disorot oleh orang awam, perlu
adanya pengenalan dan penyebarluasan informasi seperti penyebar luaskan informasi dari
lokasi Museum Radya Pustaka,Mengenalkan bagaimana sejarah dari berdirinya Museum
Radya Pustaka, dan apa saja isi atau koleksi benda – benda yang disimpan dalam
Museum Radya Pustaka ini. Dari hal tersebut akan banyak sekali memberi dampak
(manfaat) seperti masyarakat akan mengetahui lokasi dari Musemm Radya Pustaka,
mengetui sejarah berdirinya dari Museum Radya Pustaka serta mengetahui koleksi apa
saja yang tersimpan di Musum Radya Pustaka. Semua hal tersebut bertujuan untuk
menyebarluaskan informasi – informasi terkait Museum Radya Pustaka dari lokasi,
sejarah dan termasuk museum apa, jenis museum dapat kita lihat dari kolesi benda yang
tersimpan di museum itu. Telah banyak sekali penelitian yang dilakukan di Museum
Radya Pustaka ini seperti yang dilakukan oleh Marlisye Woka (2000) dalam karya
skripnya yang berjudul “Peranan Musum Radya Pustaka Dalam Perkembangan Nilai
Budaya Jawa Di Kota Madya Surakarta” yang berisi penjelasan mengenai asal mula
berdirinya Museum Radya Pustaka pada 1890, Anggit Margaret (2011) juga dalam karya
skripsinya yang berjudul “Profil Wisatawan Museum Radya Pustaka Surakarta” yang
memaparkan sejarah singkat berdirinya museum, dan beberapa koleksi dari museum
tersebut. Dengan begitu keberadaan museum akan menjadi sorotan dan menambah daya
tarik wisata yang terkenal, banyak peminat serta lebih eksis di kalangan masyarakat
umum.

2
KAJIAN TEORI
1. Pengertian dan Pembahasan Wayang
Wayang adalah gambar fantasi tentang bayangan manusia, juga dapat
diartikan diartikan sebagai bayang – bayang boneka (wayang) dan dimainkan
diatas layar putih. Wayang memiliki banyak sekali jenisnya dari wayang
purwa (wayang pertama atau induk wayang), wayang golek, wayang beber,
wayang orang dan masih banyak lagi. Sejarah wayang ada sejak zaman Hindu
– Budha dan mengalami perkembanga dari zaman ke zaman, serta mengalami
perubahan bentuk wayang dari yang berbentuk masih manusia diubah desain
bentuknya agar tidak menyerupai manusia, sehingga sesuailah dengan syariat
Islam. Wayang masih ada hingga zaman modern sekarang, dan sekarang
wayang adalah warisan budaya tradional Jawa yang perlu dilestarikan agar
tidak termakan oleh perkembangan zaman. Hal ini seperti yang dipaparkan
dalam esai 5 dan 6 yang membahas tentang wayang yakni wayang purwo dan
wayang beber, sehingga essai dapat menunjang artikel dalam segi
pembahasan terutama dalam subbab koleksi Museum Radya Pustaka.
.
2. Informasi Terkait Ikon Rajamala
Ikon Rajamala berbentuk sebuah mahakarya yang berupa canthik untuk hiasa
depan perahu. Nama Rajamala sendiri diberikan karena adanya utusan dari
Paku Buwana IV untuk membuat Canthik yang mirip dengan tokoh wayang
Raden Waryo Rajamala oleh semua abdi dalem keraton. Kemudian Putra
mahkota KGPAA Hamangkunegaran membuat sesuatu yang diutus oleh sang
raja tersebut. Canthik dibuat dengan bahan kayu jati yang diambil dari hutan
keramat yakni Hutan Danala. Pemakaparan ini sesuai dengan isi esai 7 yang
berjudul Ikon Rajamala, sehingga padat dijadikan referensi dalam memberi
informasi di bagian pembahasan subbab kolesi Museum Radya Pustaka.

3. Hubungan Keraton Surakarta dengan Sejarah Museum Radya Pustaka


Keraton Surakarta Hadiningratyang teletak di Kota Surakarta, Jawa Tengah,
Indonesia. Keraton ini ada setelah adanya perjanjian Giyanti yang berisi
bedirinya dua kerajaan yakni, Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dipimpi
Paku Buwono III dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang dipimpin
oleh Hamengkubowono. Lokasi dari Museum Radya Pustaka sekarang
merupkan hasil dari penggagasan oleh Raja Paku Buwono X, lokasi yang
bermula ada di dalam Rumah pendiri di Kepatihan Surakarta hingga sekarang
ada di Jalan Slamet Riyadi. Museum ini mendapat perhatian dari raja Keraton
Surakarta karena banyak kegitan yang diadakan oleh museum merupakan
sebuah kegiatan yang melestarikan budaya Jawa, dari situlah raja ikut
berpartisiapsi dalam pengembangan museum ini. Selain dari segi lokasi pihak
Keraton Surakarta juga berkonstribusi dalam penambahan jumlah koleksi
museum. Sesuai dengan esai ke 1 yang saya susun, sehingga dapat menabah
informaasi sebagai bahan acuan penyusunan artikel.

3
PEMBAHASAN
1)Lokasi Museum Radya Pustaka
Museum Radya Pustaka yang terletak di Kota Madya Surakarta atau lebih kerap
disebut sebagai Kota Solo yang terletak di antara 110ᵒ45’15” - 110ᵒ45’35” Bujur Timur
dan antara 7ᵒ36’ dan 7ᵒ56’ Lintang Selatan dengan suhu udara rata – rata berkisar antara
25,9ᵒC hingga 27,9ᵒC sedangkan kelembapan udaranya berkisar 69 % sampai dengan
86%. Kota Solo juga dikenal sebagai kota yang padat akan penduduk, hal itu dapat kita
liihat dari jumlahnya yakni lebih dari 563.814 jiwa dan juga dikenal dengan
pendudukyang ramah, tamah dan menjunjung kebiasaan sopan santun terhadap sesama.
Kota Solo atau Kota Surakarta yang merupakan lokasi kawasan Museum Radya Pustaka
yang dikenal sebagai kota yang berbudaya tinggi sehingga sering digunakan untuk wisata
budaya. Kota Surakarta memiliki batasan wilayah administrasi dengan batas sebelah
utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Boyolali, disebelah timur berbatasan
dengan Kabupaten Karanganyar, disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Sukoharjo sedangkan disebelah barat dari Kota Solo ini berbatasan juga dengan wilayah
Kabupaten Boyolali. Kota Madya Surakarta dengan jumlah penduduk lebih dari 563.814
jiwa dan dikenal sebagai penduduk yang ramah, tamah serta menjunjung tinggi rasa
sopan santunnya, sedangkan luas wilayah mencapai 44,06 Km² yang terbagi dalam 5
wilayah Kecamata yakni, Kecamatan Serengan, Kecamatan Pasar Keliwon, Kecamatan
Jebres, Kecamatan Banjarsari dan Kecamatan Laweyan yang merupakan wilayah
Kecamatan dari Museum Radya Pustaka, dan lebih tepatnya di Jalan Slamet Riyadi No.
275 Surakarta, Jawa Tengah 57141. Lokasi museum ini tepat berada di tengah Kota Solo
yakni berderatan dengan Gedung Wayang Orang Sliwedari, Museum Batik Danar Hadi
dan Rumah Dinas Walikota Surakarta yakni Loji Gandrung serta masih berada satu
wilayah dengan Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mangkunegaran. Lokasi
Museum Radya Pustaka juga bersebrangan dengan Pusat Bank BRI Kota Surakarta,
Hotel Dana dan Gramedia. Untuk menjangkau lokasi Museum Radya Pustaka sendiri
dapat menggunakan kendaraan pribadi seperti motor dan mobil, atau dapat juga
menggunakan bis kota dan berhenti pada halte Gladak Slamet Riyadi. Aksesbilitas untuk
menuju kawasan lokasi Museum Radya Pustaka sangatlah Fleksibel menggunakan
transportasi darat apapun, tetapi untuk sampai lokasi ini kita harus berputar melintasi
Bank Indonesia karena jalan Slamet Riyadi merupakan jalur dengan sistem satu arah.
2) Sejarah Berdirinya Museum Radya Pustaka
Gambar 1.
Sumber: pariwisatasolo.surakarta.go.id

(Halaman Depan Museum Radya Pustaka)

4
Museum Radya Pustaka adalah sebuah lembaga ilmu pengetahuan yang
berwawasan kebangsaan yang didirikan oleh seorang bangsawan Surakarta dalam rangka
perkembangan pengetahuan dan kebudayaan bangsa. Pada abad ke – 19, tepatnya pada
masa pemerintahan Sri Susuhana Paku Buwono IX di Keraton Surakarta. Di wilayah
Nusantara tepatnya pada tanah Jawa terdapat sebuah badan yang khusus mengurus
tentang masalah pengetahuan dan kebuyaan yang disebut Bataviaassch Genootschap
yang dibentuk oleh Belanda pada tahun 1778. Namun badan ini hanya khusus digunakan
oleh Belanda, kemudian di bentuklah badan yang sama untuk orang Jawa dan Nusantara
pada abad ke – 19. Pada hari Selasa Kliwon, tepatnya 15 Mulud tahun Ehe 1820 atau 28
Oktober 1890 dengan tahun sengkala Sangkalan Luhuring Sebuah Mangesti Tungga, di
Kota Surakarta didirikan sebuah perkumpulan kebudayaan yang disebut Paheman
Radyapustaka (R.Harmato, 2000).
Paheman Radyapustaka didirikan oleh patih Keraton Surakarta Hadiningrat yakni
K.R.A Sosrodiningrat IV pada masa pemerintahan Paku Buwono IX. Beliau merupakan
seorang negarawan dan budayawan Jawa. Paheman ini merupakan sebuah badan
kebudayaan (permuseuman) yang tertua di Indonesia dan merupakan hasil karya murni
Bangsa Indonesia.
Lokasi awal dari Paheman Radyapustaka berada di rumah Sosrodiningrat IV
yakni di dalam Kepatihan Surakarta atau Kepatihan Hendroprata. Tata letak dari
Paheman Radyapustaka ini dibagi menjadi dua yakni, Perpustakaan Radyapustka berda
pada ruang gedung Hastisana sedangkan koleksi – koleksi benda budaya berada di
gedung Panti Wibawa. Tujuan dari didirikannya Paheman tersebut adalah untuk
melestarikan budaya Jawa, mendidik bangsa agar dapat menjadi bangsa berpengetahuan
dan berjiwa kebangsaan. Dilihat dari tujuanya Paheman ini bukan merupan sebuah badan
milik perorangan melainkan salah satu kekayaan bangsa (Nasional) tetai besifat mendiri.
Kemandirian tersebut dapat dilihat dari Paheman ini yang didirikan oleh perorangan
yakni Kanjeng Hendroprasta atau Sostrodiningrat IV dan bukan atas nama Keraton
Surakarta, pengelolaan Paheman yang berasal dari perorangan yang mau bergabung
dalam Paheman tersebut, pendukung (dana, sarana, prasarana, naraiswara) untuk
berlangsungnya Paheman Radyapustaka dan bukan juga dari Keraton Surakarta.
Paheman ini memiliki berbagai kegiatan seperti musyawarah tentang ilmu dan
kesusasatraan Jawa pada tiap hari Rabu, Pengelolan perpustakaan dan museum,
penerbitan majalah bulanan berbahasa Jawa dengan nama Sasadara dan Candrakanta,
serta penerbitan beberapa buku kesusastraan. Kegiaatan – kegiatan yang dilakukan
umumnya bersifat mengembangkan budaya Jawa agar berkembang dan dikenal oleh
generasi muda.
Setalah berjalan selama 23 tahun, Paheman Radyapustaka dipindahkan dengan
tujuan agar lebih berkembang. Lokasi baru dari Paheman Radyapustaka berada di
Gedung Radya Pustaka sekarang yakni di Jalan Slamet Riyadi bersebelahan dengan
Taman Sliwedari Kebon Raya, tepatnya pada tanggal 22 Sura Alip 1843 pada hari Rabu
Kliwon atau 1 Januari 1913 (R.Harmato, 2000). Awalnya gedung yang ditempati ini
merupakan rumah dari orang Belanda yakni Johannes Buusselaar yang bergaya
“Indische Empire” abad 18an, kemudian dibeli oleh Sri Paku Buwono X dengan mayor
RMT.Wirjodiningrat sebagai perantaranya melalui seorang warga Belanda yang benama
Donald Soesman dan tercantum dalam akta notaris. Batas dari lahan ini kearah timur
yang digunakan sebagai Pujesera (pusat jajanan), ke arah barat berbatasan dengan
Gedung Graha Wisata Niaga dan kearah selatan berbatasan oleh Kantor Kebudayaan dan
5
Pariwisata Kota Surakarta. Hal itu membuktikan adanya dukungan dari Sri Paku Buwono
X untuk pekembangan Museum Radya Pustaka.
Dilokasi yang barupun Museum Radya Pustaka tetap menjadi sebuah Museum
mandiri dan mendapat dukungan dari banyak pakar, budayawan dan pihak keraton
seperti, Keraton Surakarta Hadiningrat menyediakan tempat ajang olah budaya yakni
ditempat yang sering kita lihat sebagai gedung Museum Radya Pustaka, tenaga ahli,
seperti Raden Mas Suwito atau lebih dikenal dengan RMT Ranggowarsito dan Ki
Padmosusastro atau Ng. Wiropustoko.
Setelah terjun lama dalam dunia kebudayaan dan memiliki banyak pendukung
serta peminat yang meluas, prestasi Museum Radya Pustaka mulai bermunculan, hal
yang paling menonjol di Museum Radya Pustaka terbagi dalam beberapa bidang. Dalam
bidang sastra dan bahasa Jawa berhasil diresmikanya “Ejaan Sliwedari” yakni sebuah
penyatuan cara menulis Jawa dan merupakan hasi musyawarah Keraton Surakata,
Kasultanan Yogyakarta, Pura Mangkunegaran, Pakualam Yogyakarta dan Dapartemen
Pengajaran Belanda 1922. Dalam bidang bahasa menerbitkan majalah bulanan berbahasa
Jawa Niti Basa pada 15 November 1941 oleh badan panitia bahasa dengan KGPH
Kusumojudo sebagai ketuanya. Bidang kesenian adanya kursus pedalangan, dan kursus
gamelan, ada juga kursus bahasa Kawi yang masuk pada bidang pengetahuan. Dalam
bidang Kerajinaan diadakan pelatihan pembuatan wayang, mengukir kayu, membuat
tosan aji serta membatik. Dalam bidang penerbitan, behasil menerbitkan majalah Relung
Pustaka yang digunakan untuk media melestarikan pegapian Radyapustaka. Dan yang
terkhir dalam bidang pengembangan dan pelestarian melaksanakan ceramah sastra dan
budaya dalam sebulan sekali, serta menerjemahkan buku dalam bahasa Jawa ke bahasa
lain.
Banyak sekali prestasi yang diukir Museum Radya Pustaka. Hal itu dapat terjadi
karena adanya sifat tekun dan sabar serta baiknya managemen yang dilakukan oleh
pemimpin – pemimpin pengurusan Museum Radya Pustaka seperti RTH Djoojoninngrat
sebagai ketua pertama Paheman, RT Woerjodiningrat sebagai ketua kedua (1914 –
1914), GPH Hadiwodjojo sebagai ketua keempat dari Paheman Radya Pustaka periode
(1926 – wafat). Banyak sekali pihak – pihak yang terlibat untuk membesarkan dan tetap
melestarikan budaya Jawa melalui Paheman Radya Pustaka. Untuk menghargai dan
sebagai tanda penghormatan yang sebesar- besarnya terhadap orang – orang yang banyak
berjasa untuk Paheman Radya Pustaka kemudian dibuatlah sebuah kenangan – kenanagn
khusus yang disajikan dalam berbagai bentuk sebuah karya.
Bentuk penghargaan akan jasa – jasa dari tokoh – tokoh penting dalam
membesarkan nama Radya Pustaka tersebut dibuatlah sebuah maha karya seperti patung
dari KRH Sosrodiningrat IV yang merupakan tokoh pendiri dari paheman tersebut.
Patung dari KRH Sosrodiningrat IV khusus dibuat oleh pematung Ng. Wignyasuwarno,
tepatnya pada tanggal 21 Desember 1928 dan karya patung ini di tempatkan di dalam
ruang tengah Museum Radya Pustaka Surakarta yang dikenal sebagai Loji Kadipolo. Ada
juga patung dari Raden Ngabehi Ranggawasita yang merupakan pujangga terakhir dari
Keraton Surakarta Hadiningrat. Patung ini diletakan tepat di halaman depan gedung
Museum Radya Pustaka. Peresmian peletakan patung ini sendiri dilakukan langsung oleh
Presiden Pertama Republik Indonesia yakni Ir. Soekarno. Patung ini dibuat untuk
menghargai dari karya – karya Raden Ranggawarsito yang diterbitkan di Museum Radya
Pustaka. Selain berupa patung, ada juga penghargaan yang berupa gedung yang dibangun

6
sebagai penghargaan kepada RTH Djojoningrat, gedung tersebut adalah Gedung
Walidyasan, nama walidyasan dari kata Walidi dan Asana yang merupakan nama kecil
dari RTH Djojoningrat. Lokasinya berada tepat di sebelah timur dari gedung Museum
Radya Pustaka. Gedung ini khusus diperuntuan sebagai ruang baca dan pertemuan.
Tanah dari Gedung Walidyasana ini dibeli oleh Sri Susuhan Pakubuwono X dengan
harga 65 Ribu Gulden Belanda dari pemiliknya yakni Johanes Busselaar dengan akta
notaris 13/VII tahun 1877 Nomer 10 tanahheigendom.
Hingga saat ini Museum Radya Pustaka masih berdiri kokoh, walaupun
kepemimpinana dari Museum Radya Pustaka sudah bergantin – ganti tangan hingga
berkali – kali yang dikarenakan sebagain besar sudah lanjut usia. Dari yang berbentuk
sebuah yayasan yang dipimpin oleh seorang ketua dan sekarang yang sudah berada
dibawah naungan UPT Museum Radya Pustaka Kebudayaan Pemerintah Kota Surakarta
atau dengan kata lain sudah dibawah naungan pemerintah Kota Surakarta.
Dalam sejarah berdirinya Museum Radya Pustaka banyak sekali menghadapi
permasahan – permasahan seperti museum tampak tertinggal dan tidak terurus karena
sepi oleh pengunjung dan ada juga masalah yang dikarenakan adanya tuntutan ganti rugi
sewa penggunakan gedung Kadipolo oleh ahli waris R.T Wiryodiningrat, masalah ini
dapat diselesaikan dengan dilakukan pendekatan oleh Ketua Presidium Museum dengan
Mentri Dalam Negeri yang pada saat itu dijabat oleh Bapak H. Separdjo Roestam serta
Dirjen Kebudayaan Dr. Haryati Soebadio hingga masalah tersebut terselesaikan.
3) Koleksi Dari Museum Radiya Pustaka
Sebuah museum yang memiliki fungsi yakni salah satunya pengoleksian benda-
benda bersejarah, begitupun dengan Museum Radya Pustaka. Koleksi dari Museum
Radya Pustaka yang pertama dapat kita lihat pada halaman depan museum yang terdapat
sebuah patung R. Ng. Ronggowarsito yang merupakan tokoh terkenal karena maha
karyanya yakni buku yang digarap bersama dengan pujangga lainnya sepeti Yasadipuro.
Buku ini berisi ungkapan filsafat, tuntutan hidup, kisah raja, sejarah, sastra dan banyak
lagi. Patung R. Ranggawarsito di resmikan oleh Presiden Ir. Soekarno pada 11 November
1053, di belakang patungnya terdapat prasasti yang ditulis dengan Aksara Jawa . Pada
sisi samping museum terdapat meriam beroda yang merupakan tinggalan pada masa
VOC pada abad ke 17 dan 18, selain meriam VOC juga ada meriam milik keraton
Kartosuro yang ukuranya relatif lebih kecil.
Gambar 2.
Summber: localguidesconnect.com

(Koleksi Arca Museum Radya Pustaka)


Koleksi lain dari museum ini ada beberapa arca Hindu – Budha yakni arca Rara
Jonggrang yang artinya perawan tinggi, namun arca itu sebenarnya adalah arca Dewi
Durga, selain itu terdapat arca Boddhisatwa dan Siwa. Arca yang merupakan kolesi
museum ditemukan di wilayah Kota Surakarta.Dari banyaknya koleksi di Museum Radia

7
Pustaka berasal dari Keraton Surakarta dan Kepatihan yang merupakan pemberian dari
G.P.H Hadiwijaya dan lainya berasal dari donator partisipan lain.
Gambar 3.
Sumber: travel.kompas.com

(Koleksi Wayang Museum Radya Pustaka)

Menuju pada ruang pertama dari Museum Radya Pustaka yang terpampang
patung Sosrodiningrat IV yang merupakan pendiri dari museum tersebut. Posisi patung
ini tepatnya berada di depan pintu masuk di ruang pertama. Setalah masuk di ruang
pertama kita akan melihat berbagai koleksi wayang dari wayang klitik, wayang beber,
wayang purwo yang merupakan wayang tertua, wayang madya, wayang bali, wayang
nang (wayang tradisional Thailand). Koleksi yang paling menonjol dalam segi kuantitas
adalah wayang beber dan wayang purwo.
Wayang Purwo atau wayang kulit purwo berasal dari dua kata yakni, wayang
yang secara harfiah dalam Bahasa Jawa yang berarti bayang – baying, sedangkan purwo
atau purwan bererti pemula, namun dapat juga didefinisikan sebagai bagian. Arti bagian
dapat dalam wayang purwo didasarkan karena cerita dalam wayang purwo mengambil
nagian – bagian kisah dari cerita Mahabarata dan Ramayana yang kemudian disesuaikan
dengan budaya Jawa. Wayang Purwo juga merupakan wayang tertua dan pertama
sehingga menjadi cikal bakal jenis – jenis wayang lainya.
Wayang purwo diperkiran ada semenjak pada adab ke 11 masa pemerintahan Sri
Kanjeng Maharaja Prabu Airlangga Wisnumurti. Pada ama Hindu – Budha yakni zaman
Prabu Jayabayalah pertama kali wayang dipopulerkan, tepatnyan pada 1130- 1160M.
dan pada awalnya wayang digambar pada media daun lontar, kemudian dengan
berjalanya zaman Wayang mengalami perkembangan – perkembangan dari penambahan
unsur cerita yang terjadi pada masa Prabu Widayaka. Masa perkembangan wayang pada
zaman Hindu – Budha berakhr pada masa Raja Jenggala yang ditandai adanya pakem
cerita dan wayang menjadi ada iringan gamelan. Selain itu pada masa Islam wayang juga
mengalami perkembangan yakni perubahan bentuk wujud wayang pada masa Islam yang
disesuaikan dengan syariat Islam agar bentuk wayang tidak sama pada masa Hindu –
Budha yang berbentuk menyerupai manusia, hingga media pembuatan wayang juga
berubah dengan digambar pada media kulit hewan kerbau.
Wayang beber sendiri jenis atau variasi pertama wayang purwo, wayang beber
memiliki ciri khas yang berbeda yakni menggunakan media kertas yang gulung sesuai
namadari wayang ini yakni beber yang berasal dari kata ambeber dalam bahas Indonesia
diartikan sebagai membentangkan, dan pada setiap ujungnya diberi kayu untuk membuka
dan menutup dari gulungan kertas tersebut.Wayang beber digambar pada media kertas

8
yang umumnya berukuran 50 – 70 cm X 360 – 400 cm,. Dalam 1 gulung kertas media
wayang beber dapat berisi empat adegan.
Wayang beber ada pada sejak zaman Kerajaan Jenggala (1223M) dibawah
kekuasaan Raja Suryahamiluhur dan kemudian mengalami perkembangan –
perkembangan pada raja – raja seterusnya . Keberadaan wayang dapat dibuktikan dengan
cacatan oleh Ma Guan dan Fei Xin dalam kitab Ying –Yai – Sheng- Lan, pada tahun
1413 – 1415 Cheng Hi ke Jawa dan menyaksikan orang – orang berkerumun
mendengarkan seseorang bercerita dan menunjukan gambar (dalang). Pada masa Raja
Brawija V, sang raja mengutus anaknya untuk memodifikasi wayang beber menajdi
berwarna dan penambahan tiga cerita baru dalam wayang beber yakni ‘’panji di
Jenggala’’, ‘’ Jaka Karebet di Majapahit’’, dan ‘’ Damarwulan’’. Awalnya fungsi dari
wayang beber digunakan untuk upacara tolak bala atau ruwatan, dan pada masa Islam
fungsi wayang berubag menjadi sebagai media dakwah memperkenalkan ajaran Islam,
sedangkan pada masa sekarang fungsi wayang lebih pada sebagai hiburan pertunjukan
seni Tradisional. Ada juga berbagai macam koleksi lainnya pada ruang pertama seperti :
• Burung Jatayu
Burung Jatayu merupakan seorang tokoh pewayangan yang berwujud
burung. Dalam cerita tokoh pewayangan yang berjudul Ramayana, tokoh
Jatayu berperan sebagai penyelamat Shinta dari cengkraman penculikan
yang di lakukan oleh tokoh Rahwana. Peninggalan dalam dalam bentuk
Burung Jatayu ini berasal dari peninggalan Paku Buwono X.
Gambar 4.
Sumber: nationalgeographic.grid.id

(Koleksi Topeng Panji)

• Topeng Panji
Salah satu koleksi lain dari Museum Radya Pustaka adalah Topeng Panji.
Topeng Panji ini menggambarkan tokoh – tokoh dalam cerita Panji.
Pada ruang kedua dari Gedung Museum Radya Pustaka berisi koleksi keramik
seperti piring sewon, gerabah model Taiwan, gelas Kristal dan ada juga koleksi yang
lebih menonjol di ruang kedua yakni;

9
Gambar 5.
Sumber: Travelingyuk.com

(Koleksi Benda Keramik)


• Kristal Antik
Kristal Antik ini berwujud mangkok keramik yang memiliki simbol
Kerajaan Belanda. Peninggalan Kristal Antik ini merupakan peninggalan
dari Paku Buwono X.
• Gerabah Kuno
Gerabah adalah kerajinan yang terbuat dari tanah liat (Ni'matul Khoiriyah,
2020). Gerabah ini merupakan peninggalan Paku Buwono X yang
digunakan untuk tempat air dan hiasan rumah Jawa yang berbentuk
gentong tetapi tidak memiliki ukiran.
Gambar 4.
Sumber: m.tribunnews.com

(Piala Phorselin Napoleon Bonaparte)


• Piala Porselin
Piala ini merupakan hadiah dari seseorang yang berkebangsaan Belanda
yakni Kaisar Napoleon Bonaparte yang di peruntukkan untuk Raja
Keraton Surakarta Hadiningrat yakni Paku Buwono IV pada tahun 1811.
Hadiah tersebut diberikan dengan maksud sebagai rasa syukur atas
lahirnya putra Kaisar Napoleon Bonaparte.
Di ruang tengah penghubung antara ruang depan dan ruang wayang ke ruang
etnografika dan kanan kirinya berupa ruang kramik, perunggu, tosan aji, dan
perpustakaan depan. Selain itu juga terdapat beberapa peninggalan lainya seperti:
• Pedang Amangkurat II
Pedang Amamkurat II dibuaut dengan model gaya ke Eropanan dan
berukiran perak. Pedang ini merupakan milik dari Raja Amangkurat II
pada masa zaman kerajaan mataram sekitar abad ke-18.

10
Gambar 5.
Sumber:Solo.co.id

(Koleksi Tosan Aji)


• Tosan Aji
Tosan Aji adalah sebuah pusaka yang berbahan logam dan bertuah,tousan
aji ini merupakan sebuah senjata tradisional Jawa yang dibuat sekitar
abad-8 hingga 18M. Banyak koleksi lain yang berbentuk Tosan Aji yang
merupakan peninggalan dari Paku Buwono X dan hibah dari
masyarakat.Tosan ini dibuat pada masa Zaman Purwacarita abad-8 hingga
Zaman Mataram abad-18.
• Orgel
Orgel merupakan sebuah kotak musik yang merupakan hadiah dari Kaisar
Napolion Bonaparte ada masa pemerintahaan Paku Buwono IV, yang
diberikan bersamaan dengan hadiah Piala Porselin.
Pada ruang selanjutnya adalah ruang perpustakaan. Ruang ini biasa disebut
sebagai tempat utama museum yang berisi data-data naskah kun, serat, babad Jawa yang
dibuat para kalangan pujangga zaman dahulu seperti Ronggowarsito dan Yosodipuro.
Dari berbagai koleksi buku yang dimiliki Museum Radiya Pustaka terdapat buku yang
menggunakan bahasa asing seperti bahasa Belanda, Inggris, Prancis. Pada ruang depan
perpustakaan terdapat sebuah ruang perunggu yang digunakan untuk menyimpan benda
bersejarah yang berasal dari abad-7 hingga 9M.
Ruang selanjutnya adalah ruang Memorial, Ruang ini berisi gambar-gambar dari
raja Paku Buwono IX, Paku Buwono XII dan beberapa foto para ketua 1-4 dari Museum
Radiya Pustaka yakni, RTH Dejojodiningrat (1899-1905), RT Dejojonagoro (1905-
1926), RT Woerjaningrat (1914-1914), dan GPH Hadiwodjojo (1926-wafat).
Gambar 6.
Sumber: pariwisatasolo.surakarta.go.id

(Ikon Rajamala)

11
Ruang berikutnya adalah ruang kamar bagian barat yang berisikan sebuah patung
kepala raksasa dan merupakan hasil karya Paku Buwana V ketika beliau masih menjadi
seorang putra mahkota. Canthik ini dibuat pada masa Paku Buwana IV yang ketika itu
memerintah untuk sema abdi dalem untuk membuat sebuah canthik yang mirip dengan
lakon wayang Raden Waryo Rajamala.
Tokoh wayang Rajamala adalah seorang tokoh dengan nama lain Rodjomolo,
tokoh ini merupakan anak angkat dari Resi Palasara yang berasal dari padepokan
Retawu. Dalam pewayangan bentuk dari tokoh wayang Rajamala ini berbentuk manusia
dengan setengah raksasa yang berasal dari Negara Wirotho. Dalam cerita pewayangan
Rajalama lahir atau bersal dari penyakit mala yang dialami Dewi Durgandini atau juga
biasa disebut Dewi Laa Amis yang tertelan oleh seekor ikan betina. Nama wayang
Rajamala dapat kita jumpai pada cerita perwayangan dengan judul “Kongai Adu Djogo”
sebagai tokoh wayang jagal berawal. Tokoh wayang Rajamala dikenal memiliki sifat
keras hati, berani, ingin selalu menang sendiri dan selalu menuruti kata hati sendiri.
Patung tersebut sebenarnya ada 2, tetapi yang satu lainnya diposisikan di Keraton
Surakarta Hadiningrat. Patung ini sebenarnya adalah sebuah hiasan depan perahu yang
akan digunakan untuk mengambil permaisuri Paku Buwono IV yang berada di Pulau
Madura. Canthik Rajamala memiliki ukuran panjang 198 cm, lebar 53 cm, dan tinggi 99
cm. Bentuknya pun hanya berbentuk kepala dan terdiri dari hidung yang dominana
karena memiliki ukuran yang cukup besar dan memenuhi bentuk canthik, Mata yang
berwarna hitam dan menonjol, dahi, alis, pipi, mulut yang dibagian atasnya terdapat
kumis hitam panjang , telingga, janggut, dan hiasan pakaian pewayangan. Wara yang
menghiasi Canthik ini ada warna merah dominan, dan warna lain hitam, putih, kuning,
warna tersebut melambangkan kedudukan seseorang dalam Tanah Jawa. Bahan dari
pembuatan Canthi Rajamala bersal dari kayu yang diambil dari hutan yang dianggap
kermat yakni Hutan Danala.
Dalam proses pembuatan Cnathik Rajamala ini awalnya dipeganng langsung oleh
Paku Buwono V ketika masih mejadi putra mahkota. Setelah selang beberapa proses
pembutan dilewati, Paku Buwono V meminta abdi dalam lain untuk melannjutkan
pekerjaan ini, tetapi hal anehpun terjadi seperti banyak sekali para abdi dalem yang
meneruskan pembuatan Cantrik ini mengalami sakit – sakit dan akhirnya meninggal
dunia. Setelah mengetahui hal tersebut Paku Buwono V berpikir dan kemudian
melakuka puasa dan memanjatkan doa kepada Tuhan untuk mengusir penunggu kayu
yang digunakan sebagai bahan pembuatan canthik yang berasal dari hutan keramat.
Setelah itu pembuatan Canthik Rajamala berjalan lancar, sukses tanpa adea halangan
apapun, hingga jadilah sebuah Cnathik Rajalama dan kemudian dipasang padea depan
prahu untuk menjemput permaisyuri.
Sampai saat ini Canthik Kyai Rajamala masih dianggap sebagai peninggalan
keramat dan sering diberi sesaji serta dilakukan upacara-upacara pemujaan. Tidak lepas
dari Canthik Kyai Rajamala, dibuatkan juga sebuah replika perahu Kyai Rajamala,
replika ini berada di ruang tersebut.
Pada ruang tengah yang merupakan tempat yang paling luas diantara ruang
lainnya. Ruang ini berisikan satu set Gamelan Ageng peninggalan K.R.A Sosrodiningrat
IV pada tahun 1890 yang terbuat dari perunggu, koleksi berbagai wayang, alat pengintal
kuno, pakaian adat yang dipakai oleh Paku Buwono.

12
Ruang selanjutnya yang biasa disebut ruang miniatur yang berlokasi di ruang
paling belakang museum, walaupun berada paling belakang tetapi bukan merupakan
ruang terakhir ruang ini berisi:
• Makam Imogiri
Makam Imogiri adalah Makam raja-raja Mataram dari Keraton
Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Makam ini
berlokasi dibantul Yogjakarta.
• Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid terua yang ada di
Indonesia. Masjid ini dipercayai sebagai tempat berkumpulnya para ulama
(wali) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa yang biasa dikenal
sebagai Walisongo. Masjid ini didirikan oleh Raden Patah yang
merupakan raja pertama dari Kasultanan Demak pada abad-15 M.
• Panggung Sangga Buana
Panggung Sangga Buana adalah salah satu bangunan yang berbentuk
menara dan berada pada lingkungan kedatan Keraton Surakarta. Menara
ini dibangun oleh Paku Buwono III pada tahun jawa 1708 atau dalam
masehi 1782. Pada tahun pembuatannya diberi sebuah pertanda untuk
memudahkan mengingat pendiriannya dengan sengkawa milir: “Naga
Muluk Tinitihan Janma” pada tahun 1708 yang menandakan nama dari
menara tersebut, yaitu: “Punggung Luhur Sinangga Buwana” yang juga
memiliki makna tahun 1708.

PENUTUP
A. Simpulan
Radiya Pustaka merupakan ssebuah museum yang berada di Kota Surakarta
atau lebih dikenal dengan Kota Solo, Jawa Tengah, Indonesia. Tepatnya
lokasi ini berada di Jalan Slamet Riyadi No. 275 Surakarta, Jawa Tengah
57141. Lokasinya juga dapat digambarkan berderetan dengan Gedung
Wayang Orang Sliwedari, Batik Danar Hadi dan Rumah Dinas Walikota
Surakarta yakni Loji Gandrung serta masih berada satu wilayah dengan
Keraton Kasunanan Surakarta dan Keraton Mangkunegaran. Sejarah
berdirinya dari Museum Radya Pustka dimulain dari rumah patih Keraton
Surakarta yakni Sosrodiningrat IV. Museum ini dikeleloah secara mandiri
mulai dari penyedian sarana prasarana hingga anggran dana, hingga akhirnya
keberadaan museum ini mendapatkan perhatian dari pihak Keraton Surakarta
karena kegiatannya yang banyak mengarah pada kegiatan pelestarian budaya.
Konstribusi Keraton Surakarta berupa dipindahnya museum dari rumah
Sosrodiningrat IV yang ada dalah Kepatihan Surakarta ke gedung sekarang
yang berada di tepi Jalan Slamet Riyadi dan sumbangan – sumbangan koleksi
benda sejarah, sehingga menambah banyak koleksi dari Museum Radya
Pustaka. Mengenai koleksi yang dimiliki Museum Radya Pustaka, biasa kita
bilang bahwa museum ini memiliki cukup banyak seperti beberapa patung
dari tokoh – tokoh penting dalam berdirinya museum tersebut, ada juga satu
set Gamelan Jawa, berbagai jenis wayang, koleksi benda keramik peninggalan
Belanda, baju adat Jawa yang digunakan oleh Paku Buwono, piala phorselin
yang merupakan hadiah dari Napoleon Bonaparte, dan yang menjadi ikon
utama dari museum ini adaah Cnthik Rajamala.

13
B. Saran
Untuk lebih menjaga peninggalan – peninggalan sejarah yang ada di Museum
Radya Pustaka , maka penulis memberikan sedikit saran yakni:
1. Bagi pembaca, diharapkan untuk lebih menjaga, merawat serta melestariakan
setiap bentuk warisan cagar budaya yang ada, karena menjaga, merawat seta
melestarika warisan tersebut berarti kita ikut berkontribusi membangun
generasi penerus bangsa yang sadar akan sejarah.
2. Bagi masyarakat terkhusu masyarakat Kota Surakarta untuk dapat melestarikan
dan menjadi media informatif terkaitan Museum Radya Pustaka sehingg tidak
menjadi sebuah museum yang tertinggal.

UCAPAN TERIMA KASIH


Alhamdulliah puji syukur kehadiran Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat, inayah, taufik, dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan artikel ini. Dalam hal penyusunan ini banyak pihak yang memberi dukungan
dan semangat untuk menyelesaikan tugas artikel ini. Saya mengucapkan Terima Kasih
untuk pihak yang telah membantu, mendukung dan memberikan semangat dalam
penyusunan artikel ini. Diantaranya ucapan Terima Kasih untuk Kedua orang tua saya,
bapak dan ibu yang selalu mendukung, memberikan semangat dan mendoakan saya.
Dosen pengampu mata kuliah Bahasa Indonesia, Bapak Dr. Sugit Zulianto, M.Pd. Serta
jajaran dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS yakni Bapak Dadan Adi
Kurniawan, S.Pd., M.A., Ibu Isawati, S.Pd., M.A., Bapak Nur Fatah Abidin, S. Pd.,
M.Pd., Bapak Dr. Musa Pelu, S.Pd., M.Pd., Bapak Prof. Dr. Leo Agung S., M.Pd dan
dosen – dosen lainya yang tidak bisa disebut satu persatu.

DAFTAR PUSTAKA (Utamakan Sumber Rujukan dari Format 1 dan Format 2)


Bratasiswara, R.Harmato. (2000). Bauwarna Adat Tata Cara Jawa. Jakarta: Yayasan
Suryasumirat.
Kusuma, Vista Anindya. (2019).’’ Museum Radya Pustaka Di Kota Surakarta Sebagai
Pelestarian Cagar Budaya”. Skripsi. Jember: Universits Jember.
Margaret, Anggit. (2011). ‘’Profil Wisatawan Museum Radya Pustaka Surakarta”.
Laporan Tugas Akhir. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Lestari, Rofi Dewi. (2017). ‘’Upaya Meningkatkan Pelayanan Pramuwisata bagi
Kepuasan Wisatawan di Museum Radya Pustaka’’. Laporan Tugas Akhir.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Khoiriyah, Ni’matul dan Atiqa Sabardilah (2020).’’ Strategi Keberadaan Di Era Mosern
Dalam Meningkatkan Nilai Jual Industi Kerajinan Gerabah Di Desa Karungan.
Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Kewirausahaan. Volume 3, No. 1, 2020, 35 – 44.
Kartika (2018). ‘’ Bab II Kajian Teoritik’’. Tersedia (Daring),
http://repository.unj.ac.id/2477/6/11.%20BAB%20II%20KARTIKA.pdf ,
Diunduh pada 18 Oktober 2021, 08. 00 WIB.
Welianto, Ari (2020). ‘’Perjanjian Giyanti, Memecah Kerajaan Mataram Menjadi Dua”.
Tersedia(Daring).
https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/17/140000969/perjanjian-giyanti-
memecah-kerajaan-mataram-menjadi-dua , Diunduh pada 17 Oktober 2021.

14

Anda mungkin juga menyukai