TARGET PENCAPAIAN
PROVINSI RIAU (CENTER OF SUMATERA) Pesisir
KOTA DUMAI
Terletak di pantai timur pulau Sumatera,
Luas Kawasan : 203.900,00 Ha
Dengan luasan wilayah 109.512,04 KM2 , Populasi 6.394.087 Jiwa (BPS: Sensus Penduduk 2020) Populasi: 285.967 Jiwa
Terdiri dari 10 Kabupaten dan 2 Kota (Daratan dan Pesisir)
KABUPATEN
ROKAN HILIR
Daratan Luas Kawasan : 896.142,93 Ha
Populasi: 644.680 Jiwa
KOTA PEKANBARU
Populasi : 63.300,86 Ha KABUPATEN BENGKALIS
Populasi : 1.038.118 jiwa
Luas Kawasan : 843.720,05 Ha
Populasi: 543.987 Jiwa
KABUPATEN
ROKAN HULU KABUPATEN
Luas Kawasan : 722.977,68 Ha KEPULAUAN MERANTI
Populasi: 592.276 Jiwa Luas Kawasan : 360.703,00 Ha
Populasi: 181.095 Jiwa
KABUPATEN KAMPAR
Luas Kawasan : 1.092.819,71 Ha KABUPATEN SIAK
Populasi: 793.005 Jiwa Luas Kawasan : 823.357,00 Ha
Populasi: 440.841 Jiwa
KABUPATEN KUANSING
KABUPATEN INDRAGIRI HILIR
Luas Kawasan : 520.216,13 Ha
Luas Kawasan : 1.379.837,12 Ha
Populasi : 314.276 Jiwa
Populasi: 703.734Jiwa
Kab. Kuansing
Luas : 10.807,9 ha
Jumlah IUP batuan : 4
KEBUTUHAN BAHAN TAMBANG BATUAN VS KETIADAAN IZIN
USAHA PERTAMBANGAN (IUP)
FAKTOR KEBUTUHAN DAN EKONOMI
Kebutuhan batuan untuk pembangunan daerah dan desa cukup besar dalam pembangunan rumah atau rumah
ibadah oleh masyarakat
Keterdapatan bahan galian di alam relatif mudah untuk ditambang
Pemenuhan Kebutuhan batuan sangat dipengaruhi jarak sumber bahan galiannya, tidak mungkin mengambil batuan
dari jauh luar daerah, sementara tersedia sumber di dalam daerah.
Tersedianya pihak pembeli yang sangat agresif
Animo masyarakat dan pihak swasta memanfaatkan potensi batuan untuk lapangan pekerjaan dan usahanya
PERMASALAHAN
Ketaatan atas hukum/peraturan rendah (law enforcement rendah)
Pemahaman serta pengetahuan atas pertambangan yang baik dan benar rendah
Sistem perizinan sulit diperoleh karna harus mengurus ke kementrian ESDM
Terjadi kerusakan lingkungan karna tidak ada pengawasan
Pemerintah daerah dihadapkan dengan dilema karna tidak punya kewenangan dalam menetapkan lokasi usaha
sehingga setiap menerima pengaduan dari masyarakat sulit untuk menyelesaikannya
KEBUTUHAN BAHAN TAMBANG BATUAN VS KETIADAAN IZIN
USAHA PERTAMBANGAN (IUP)
FAKTOR KENDALA REGULASI – HAMBATAN PENGURUSAN PERIZINAN TAHUN 2016 – 2019
DAN TAHUN 2020
Peralihan kewenangan dari kabupaten ke provinsi, perizinan terkendala belum terbitnya
perda tentang RTRW Provinsi (Tahun 2016 – 2018)
Kendala persyaratan perizinan, harus mendapatkan rekomendasi Bupati/Walikota Terkait
Kesesuaian dengan RTRW Kabupaten, sementara Kabupaten/Kota belum Memiliki Perda RTRW
Kab/Kota sehingga Bupati/Walikota tidak berani menerbitkan rekomendasi perizinan IUP
(Tahun 2018-2019)
Terbitnya SE dari Kementerian ATR/ BPN bahwa Bupati/ Walikota dapat menerbitkan
rekomendasi perizinan IUP. (Pertengahan tahun 2019 masyarakat mulai mengajukan
permohonan Izin Pertambangan ke DPMPTSP Provinsi Riau)
Terbitnya UU No 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara. Menarik kewenangan provinsi dalam
penerbitan izin . Perizinan yang sedang berproses di Provinsi belum sampai ke Tahap Operasi
Produksi
Mulai 11 Desember 2020, BKPM mulai membuka Perizinan IUP kembali.
SELAYANG PANDANG PERMASALAHAN TAMBANG BUKAN LOGAM
DAN BATUAN
ASPEK EKONOMI
DASAR HUKUM :
1. UU Nomor 3 Tahun 2020:
Pasal 14 : Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud
Pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
pasal 35 : Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan dari pemerintah pusat
pasal 67 (1) : IPR diberikan oleh Menteri
Pasal 73 (1) : Menteri melaksanakan pembinaan di bidang perngusahaan, teknologi pertambangan, serta permodalan dan
pemasaran dalam meningkatkan kemampuan IPR
(2) : Menteri Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kaidah teknis pada IPR yang meliputi :
a. Keselamatan pertambangan; dan
b. Pengelolaan lingkungan hidup termasuk Reklamasi dan Pascatambang
PERMASALAHAN PENERBITAN IPR
VISI
MISI