Anda di halaman 1dari 12

SANKSI-SANKSI BAGI PELAKU ZINA

Tujuan hukum pada umumnya adalah untuk memberikan

keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Terutama hukum

Islam yang mempunyai tujuan hakiki yaitu ketenangan di dunia

dan ketenangan di akhirat. Salah satu cara untuk mendapatkan

ketenangan tersebut harus menegakkan hukum tanpa mengenal

belas kasih, siapapun pelaku kejahatannya dan perbuatan apapun

yang dia lakukan seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat

An-Nisa ayat 135:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang

benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah

biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum

kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih

tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan

jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan

menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha

Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”.

Di antara sekian banyak jarima dalam hukum pidana Islam,

zina adalah salah satu jarima yang mempunyai sanksi berat

karena hukuman maksimalnya adalah hukuman mati dengan cara

dirajam, macam-mcam jarima zina dan sanksinya:

A. Pezina Dzimmi

Hukuman rajam pun bisa diterapkan terhadap orang- orang


dzimmi yaitu orang kafir yang hidup di negeri Islam, tunduk dan

patuh terhadap syariat Islam. Dari Abdullah bin Umar ra katanya,

“Sesungguhnya orang-orang Yahudi mendatangi Rasullah SAW,

lalu mereka melaporkan kepada beliau tentang seorang lelaki dan

seorang wanita dikalangan mereka yang melakukan zina, maka

Rasullah SAW bersabda kepada mereka: “Apakah kalian jumpai

di dalam kitab Taurat persoalan rajam? Mereka menjawab:

“Kami jelek-jelekan dan kami dera mereka”. Berkata Abdullah

bin Salam (seorang Yahudi muslim): “Kalian bohong!

Sesungguhnya dalam Taurat itu ada ayat tentang rajam, maka

ambillah Taurat itu! “maka mereka membukanya, lalu seorang

diantara mereka meletakkan tangannya di atas ayat rajam, lalu

mereka berkata: “Benar ya Muhammad, di dalamnya ada ayat

tentang rajam”. Maka atas perintah Rasullah SAW keduanya lalu

dirajam. Berkatalah Abdullah bin Umar: “Aku lihat seorang

lelaki melindungi wanita itu untuk menjaganya dari lemparan

batu”. (HR. Bukhary dan Muslim)

B.Pezina Ghairu Muhsan

Malam pertama adalah malam yang paling dinanti oleh

semua pasangan pengantin. Tetapi tidak sedikit pasangan

pengantin tidak bisa menikmati malam pertama dengan

pasangannya, banyak alasan yang mendasari seperti panggilan

tugas dan sebagainya. Apabila salah satu pasangan ini melakukan

zina dengan orang lain maka hukumannya adalah jilid (dera) 100

kali dan masuk dalam kategori Ghairu Muhsan. Zina Ghairu


Muhsan adalah zina yang tidak hanya dilakukan oleh jejaka atau

gadis yang belum pernah berjima (bersetubuh) tetapi juga

pasangan suami istri yang sudah menikah namun belum pernah

berjima‟ (bersetubuh) dengan pasangannya.

Pernah diriwayatkan ketika Ali bin Abi Thalib: Dari Hunasy

berkata: “pernah didatangkan kepada Ali bin Abi Thalib seorang

laki-laki yang berzina dengan wanita. Lelaki itu pernah menikah

hanya belum berjima‟ dengan istrinya itu, maka Ali bertanya:

Apakah kamu berzina? Dia menjawab ya, aku belum muhsan,

maka Ali memerintahkan agar dia didera dengan 100 kali dera‟

(HR. Sai‟ied bin Manshur).

Dari Al „Ala bin Badr katanya: “Seorang wanita pernah

menikah hanya belum sempat berjima dengan suaminya, lalu ia

di datangkan Ali bin Abi Thalib, maka ia menderanya dengan

100 kali dan membuangnya satu tahun ke Hira karbala” (HR.

Abdurrazzaq dalam Al Jami‟)

Sedangkan untuk jejaka atau gadis yang melakukan zina

maka hukumannya ada 2 (dua) yaitu:

1. Didera 100 kali

2. Di buang atau di asingkan selama satu tahun

Namun tidak semua ulama atau fiquha sependapat, ada

sebagian ulama atau fuquha mengatakan bahwa hukuman untuk

jejaka dan gadis cukup hanya dera 100 kali sedangkan hukuman
dibuang atau diasingkan bukan termasuk dalam hukuman had

tetapi masuk dalam (ta‟zir) hukuman tambahan saja.

Sebagian lagi ulama mengatakan bahwa hukuman dibuang

atau diasingkan bukan merupakan (ta‟zir) hukuman tambahan

tetapi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisah dalam

hukuman had.

Allah SWT berfirman:

Artinya:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka


deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan
hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka
disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. (An-
Nuur: 2)
Hadist Rasul:

Dari Abu Hurairah ra katanya: “Sesungguhnya Nabi


Muhamad SAW telah memutuskan hukuman bagi pezina yang
belum pernah menikah (berjima) berupa pengasingan (dibuang)
dari negerinya selama setahun dan atasnya ditegakkan had (yaitu
didera 100 kali)”. (HR. Ahmad dan Al- Bukhari)

Dari Ubadah Ibn Shamit katanya: “Rasulullah SAW


bersabda, Ambillah hukum dariku, ambillah hukum dariku,
sungguh Allah telah menjadikan bagi para wanita itu jalan keluar
(hukum), yaitu gadis yang berzina dengan bujang hukumannya
didera 100 kali dan dibuang selama satu tahun, janda berzina
dengan duda hukumannya didera 100 kali dan dirajam”. (HR. Al
Jamaah kecuali Al Bukhari dan An Nasai)
C. Pezina Muhsan

Zina muhsan dilakukan oleh mereka yang tidak hanya


sudah menikah (kawin) melainkan mereka yang sudah pernah

berjima (bersetubuh) dengan jejaka/gadis, istri, suami orang lain.

Artinya pelaku yang melakukan zina muhsan tidak hanya yang

sudah berkeluarga tetapi pemuda atau gadis yang sebelumnya

pernah melakukan zina dan mendapat sanksi dera dan

pengasingan, kemudian ia melakukan zina lagi maka

hukumannya adalah rajam.

Hukuman bagi jarima zina yang dilakukan oleh muhsan

adalah rajam seperti yang diriwayatkan dalam dalil- dalil sebagai

berikut:

Jabir bin Abdillah ra katanya: “Ada seorang laki-laki berzina


dengan seorang wanita, lalu Rasullulah SAW memerintahkan
supaya terhadap lelaki itu ditegakkan had dengan didera.
Kemudian Rasullulah SAW dikabari, bahwa orang itu muhsan,
maka Rasullulah SAW memerintahkan supaya dia dirajam (HR.
Abu Dawud)
Jabir bin samurah ra katanya: “Sesungguhnya Rasullulah SAW

pernah menegakkan hukum rajam kepada Ma‟iz bin Malik dan

beliau tidak menyebutkan adanya dera (bagi muhsan) (HR.

Ahmad).

D. Pezina Muhsan Ahli Kitab

Syariat Islam telah mengatur hukuman bagi pezina muhsan

yang dilakukan oleh ahli kitab, yaitu Yahudi dan Nasrani. Mereka

diperlakukan sama dengan orang muslim karena terdapat

kesamaan hukuman (Islam, Nasrani dan Yahudi) bagi mereka

yang melakukan jarima zina muhsan yaitu dirajam.

Hadist yang meriwatkan yaitu: Abdullah bin Umar ra katanya


“Sesungguhnya orang-orang Yahudi mendatangi Rasullulah
SAW, lalu mereka melaporkan kepada beliau tentang seorang
lelaki dan seorang wanita dikalangan mereka yang melakukan
zina, maka Rasullulah SAW bersabda kepada mereka: “Apakah
kalian jumpai di dalam kitab Taurat persoalan rajam? Mereka
menjawab: “Kami jelek-jelekan dan kami dera mereka”. Berkata
Abdullah bin Salam (seorang yahudi muslim): “Kalian bohong!
Sesungguhnya dalam Taurat itu ada ayat tentang rajam, maka
ambillah Taurat itu! “maka mereka membukanya, lalu seorang
diantara mereka meletakkan tangannya di atas ayat rajam, lalu
mereka berkata:
“Benar ya Muhammad, di dalamnya ada ayat tentang rajam”.
Maka atas perintah Rasullulah SAW keduanya lalu dirajam.
Berkatalah Abdullah bin Umar: “Aku lihat seorang lelaki
melindungi wanita itu untuk menjaganya dari lemparan batu
(HR. Bukhary dan Muslim)

Riwayat lain dari, Jabir bin Abdullah katanya:


“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah merajam seorang
laki-laki dari Aslam dan seorang laki-laki dari Yahudi serta
wanitanya (HR. Ahmad dan Muslim).
E.Pezina Dengan Budak Istri

Sebelum Islam turun di negara Arab banyak praktek- praktek

kemaksiatan yang dilakukan oleh masyarakat di sana sehingga

dikenal dengan jaman jahiliah, di jaman jahiliyah perbudakan

merajalela dimana-mana dan ketika Islam turun pun pada umumnya

di wilayah Arab masih berlaku perbudakan. Untuk memiliki budak

bisa dilakukan oleh siapapun dengan cara membeli di pasar-pasar

budak atau memperoleh dari rampasan perang (ghanimah).

Setelah Islam menyebar dan kemudian banyak diyakini oleh

penduduk Arab, perbudakan dihapus secara perlahan- lahan hingga

tidak ada sama sekali. Syariat Islam mengatur dan berlaku bagi

siapapun, dalam syariat Islam semua diperlakukan sama sekalipun

parabudak melakukan jarima akan dikenakan hukuman. Namun

untuk jarima-jarima tertentu seperti zina hukuman yang diberikan

kepada parabudak berbeda dengan masyarakat pada umumnya


(merdeka) karena statusnya bukan orang yang merdeka atau dimiliki

oleh orang lain (majikan).

Budak yang dimiliki oleh istri (majikan) kemudian digauli atau

berjima‟ dengan suaminya (majikan) dengan mendapatkan ijin dari

istrinya maka suaminya itu tetap dapat dikenakan hukuman had

yaitu dengan didera atau dijilid sebanyak 100 kali dan sebaliknya

jika suaminya menggauli atau berjima dengan budak istrinya tanpa

sepengatahuan atau ijin dari istrinya maka suaminya itu akan

mendapatkan hukuman rajam.

Hadist yang menerangkan hal tersebut, yaitu dari An-

Nu‟man bin Nasi bin Basyir ra “Sesungguhnya telah sampai

kepadanya berita tentang seorang laki-laki yang bersetubuh dengan

budak istrinya, maka An-Nu‟man berkata: “Niscaya aku akan

memutuskannya sesuai dengan keputusan Rasullulah SAW, jika

istrimu menghalalkannya bagimu maka aku akan menderamu

sampai 100 kali, dan jika ia tidak menghalalkannya untukmu maka

aku akan merajammu” (HR Imam Lima).

F.Pezina Budak/Pelayan Dengan Istri Majikan

Zina adalah salah satu perbuatan maksiat yang sangat dibenci

oleh Allah dan masuk dalam tindak pidana atau jarimah hudud yang

menjadi hak Allah dan tidak bisa digantikan dengan sanksi yang

lain, sehingga Allah mengancam siapapun yang melakukan zina

dengan sanksi yang berat. Sanksi zina diterapkan terhadap siapapun

yang berbuat termasuk zina antara budak atau pelayan dengan istri

majikan.
Bahwa budak atau pelayan yang melakukan zina dengan

istri majikan adalah dera atau cambuk sebanyak 100 kali untuk si

budak atau pelayan dan rajam bagi si istri majikan.

G.Pezina Dengan Binatang


Kegilaan manusia makin menjadi-jadi sampai derajatnya

dibawah binatang dan lebih sesat. Sampai-sampai mereka

melakukan perbuatan biadab yaitu menzinahi binatang, seperti

seorang remaja yang memperkosa ayam, kambing atau perempuan

berzina dengan anjing, kera dan sebagainya. Hukuman bagi

mereka adalah rajam sampai mati dan binatangnya harus

dibunuh.

Hadis Rasul dari Amr bin Abi Anr dari “Ikrimah dari Ibnu
Abbas sesunggunya Nabi Muhammad SAW bersabda:
Barang siapa berbuat seks dengan binatang maka bunuhlah
dia dan binatang itu juga (HR. Ahmad, Abu dawud dan
Atturmudzi)”

Perbuatan (bersetubuh) zina yang dilakukan manusia

dengan binatang dikalangan para ulama menimbulkan perbedaan

yang berbeda. Imam Abu Hanifah dan Malik berpendapat bahwa

berhungan intim atau bersetubuh dengan binatang tidak dapat

dikatakan zina maka hukumannya pun bukan rajam atau cambuk

100 kali tambah diasingkan satu tahun tetapi perbuatan tersebut

merupakan maksiat yang dikenakan hukuman ta‟zir.

Ahmad Wardi Muslich dalam bukunya bahwa dikalangan

mahzab Syafi‟I dan Hanbali berpendapat (rajih atau kuat) sama

dengan Abu Hanifah dan Imam Malik, sedangkan menurut

pendapat yang lain perbuatan tersebut dianggap sebagai suatu


zina dan hukumannya adalah hukuman mati.

Rasul bersabda, Amr bin Abi Anr dari “Ikrimah dari Ibnu
Abbas sesungguhnya Nabi Muhammad SAW bersabda:
Barang siapa berbuat seks dengan binatang maka bunuhlah
dia dan binatang itu juga”. (HR. Ahmad, Abu dawud dan
Atturmudzi).

H.Pezina Dengan Mahramnya (incest)

Dalam pergaulan sehari-hari kita sering bergaul dengan

mahram atau orang-orang yang haram untuk di kawini baik

berdasarkan hubungan darah, semenda dan sebagainya sesuai

dengan ketentuan yang ada dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat

22-24. Namun sekarang banyak orang yang melakukan

penyimpangan dengan melabrak syariat Islam melakukan zina

sesama hubungan darah dengan alasan rasa cinta.

Hadist Rasul, dari Al Bara bin „Azib berkata “Aku pernah

bertemu pamanku (saudara laki ibuku) sedang membawa

sandera, lalu aku bertanya kepadanya: “Hendak pergi kemana

engkau? Ia menjawab: „Aku diutus Rasullah Saw untuk

menemui seorang lelaki yang menikahi istri ayahnya sendiri

setelah ditinggalkannya, dan agar aku memotong lehernya dan

mengambil hartanya”. (HR Imam lima sedangkan Ibnu Majah

dan Attirmidzi tidak menceritakan akan mengambil hartanya).

I. Pezina Dengan Sesama Wanita (Musaqah)

Perkembangan globalisasi membuat pemikiran manusia

kini semakin luas dari mulai yang sifatnya privat apabila dibatasi
selalu dikaitkan dengan HAM (Hak Asasi Manusia) sehingga

pemikiran tentang HAM menjadi semakin sempit karena

bertentangan dengan norma atau kaidah yang ada. Seperti hal

mencari pendamping hidup, di Eropa dan Amerika hubungan

sesama jenis merupakan sesuatu yang tidak bisa di halangi

sehingga berkembang pesat dan bahkan di Belanda ada sebuah

monument yang dijadikan sebagai tonggak keberhasilan mereka

untuk dilegalkan hubungan atau menjalin kasih sesama jenis.

Salah satu hubungan sesama jenis adalah wanita dengan wanita

yang lebih dikenal dengan istilah lesbian.

Hubungan intim atau zina sesama jenis (lesbi) pertama kali

ada ketika zaman Nabi Luth AS dan usianya lebih tua

dibandingkan dengan zina sesama pria. Dalam Islam perbuatan ini

diharamkan dan hukumannya rajam.

Hadist Rasul, dari Abu Musa katanya, Rasullah SAW


bersabda: “Bila laki-laki menyetubuhi laki-laki dan bila wanita
menyetubuhi wanita maka keduanya juga berzina” (HR. Al-
Baihaqi).

Dari Sa‟ied bin Jubair dan Mujahid dari Ibnu Abbas ra


menggambarkan tentang gadis yang didapati melakukan
perbuatan seperti kaum Luth, maka wanita itu di rajam. (HR.
Abu Dawud)
J. Pezina Sesama Pria (Liwath)

Dalam syariat Islam zina sesama jenis (lesbi dan

homoseksual) tidak dipisah apakah dia muhsan atau ghairu muhsan

dan hukumannya sama yaitu rajam. Orang yang melakukan zina

sesama laki-laki atau yang lebih dikenal dengan nama

homoseksual sebagaimana Firman Allah SWT:


Artinya:

”Apakah sesungguhnya kamu patut mendatangi laki-laki,


menyamun* dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat
pertemuanmu? Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya
mengatakan: "Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu
termasuk orang-orang yang benar." (Al-Ankabut ayat 29)

* Sebahagian ahli tafsir mengartikan taqtha 'uunas 'sabil dengan


melakukan perbuatan keji terhadap orang-orang yang dalam
perjalanan karena mereka sebagian besar melakukan
homoseksual itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung
mereka. Ada lagi yang mengartikan dengan merusak jalan
keturunan karena mereka berbuat homoseksual.

Artinya:

“Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan


nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini
adalah kaum yang melampaui batas”. (Al-A‟raf ayat 81)

Hadist Rasul:
Dari Abu Hurairah ra berkata Rasullah SAW bersabda “Rajamlah
baik yang diatas dan dibawahnya orang yang berbuat seperti perbuatan
kaum Luth”. (HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah)
Daftar Pustaka

Ahmad Wardi Muslich, 2004. Asas-Asas Hukum Pidana Islam.


(Jakarta: Sinar Grafika)
Ahmad Wardi Muslich, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
2004)

Dedi Supriyadi.. Sejarah Hukum Islam (Dari Kawasan Jaziah Arab


sampai Indonesia). (Bandung: CV Pustaka Setia, 2007)

Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam. (Jakarta: Gema


Insani, 2003)

Anda mungkin juga menyukai