Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

PERTEMUAN 4
TOPIK:
A. Model Praktik dalam Konteks Nasional dan Global
B. Pengukuran Kualitas dan Mutu Asuhan

OLEH:
RENNY WIDIA
TOPIK 1: Model Praktik dalam Konteks Nasional dan Global

Bidan adalah seorang yang telah menyelesaikan program pendidikan bidan yang telah di-
akui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek kebi-
danan di negeri itu (Yulianti, Rukiah, 2011).
Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan asuhan kebi-
danan pada klien yang menjadi tanggung jawab bidan mulai dari kehamilan sampai Keluarga Be-
rencana (KB) termasuk kesehatan reproduksi perempuan dan pelayanan kesehatan masyarakat.
Pemberdayaan adalah upaya mengembangkan dari keadaan kurang atau tidak berdaya
menjadi punya daya dengan tujuan dapat mencapai / memperoleh  kehidupan yang lebih baik
(Satria, 2008).
A.     Kegiatan yang Berkaitan dengan Partnership Bidan dengan Perempuan dalam
Pelayanan Kebidanan
       1.      Woman Centred Care
a.      Pengertian Woman Centred Care
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan
diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of
International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti
program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta
memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk
melakukan praktik bidan.
Menurut Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia merupakan
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi pro-
fesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk dire-
gister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan.
Menurut Kep Menkes RI No. 900/MENKES/SK/VII/2002, Bidan adalah seorang wanita
yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku.
Bidan adalah seseorang yang telah mendapatkan lisensi untuk melaksanakan praktek kebidanan
(Wahyuningsih, 2005).
Bidan diakui sebagai tenaga profesional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang
bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa
hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan balita. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan,
promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau
bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, kepada ma-
syarakat khususnya perempuan. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persia-
pan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau ke-
sehatan reproduksi dan asuhan anak.
Seorang pekerja profesional adalah seseorang yang terampil atau cukup dalam kerjanya
dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilan terutama dalam memberikan pelayanan
kebidanan. 
     b.      Prinsip-prinsip Women Centered Care
Prinsip-prinsip dasar Women CenteredCareadalah:

 Memastikan perempuan adalah mitra sejajar dalam perencanaan dan pelayanan kebida-
nan maternitas.
 Mengenali pelayanan yang ada untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan perempuan.
 Memberikan informasi kesehatan dan memberikan pilihan kepada perempuan dalam hal :
pemilihan terhadap kehamilan, persalinan, nifas, dll.
 Memberikan penyuluhan dan pelayanan kebidanan kepada perempuan sehingga mereka
mampu membentuk hubungan saling percaya antara sesama.
 Bidan memberikan kontrol atas keputusan-keputusan dalam memberikan pelayanan
kebidanan.
    c.        Sasaran Pelayanan Kebidanan
Sasaran pelayanan kebidanan adalah masyarakat khususnya perempuan yang meliputi
upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.Upaya promotif meliputi ; meningkatkan ke-
sadaran individu, keluarga dan masyarakat untuk berprilaku hidup sehat, meningkatkan proporsi
keluarga yang memiliki akses terhadap sanitasi dan air bersih dan melakukan upaya penyuluhan
kesehatan baik dengan menggunakan media ataupun langsung kepada masyarakat.
Upaya preventif meliputi ; meningkatkan cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih, melakukan kunjungan antenatal secara rutin, mengkonsumsi makanan gizi
seimbang, meningkatkan cakupan imunisasi dasar, meningkatkan pertolongan persalinan yang
aman dan bersih, meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan sebagainya.
Upaya Kuratif meliputi ; meningkatkan sistem rujukan dan kolaborasi yang berkesinam-
bungan, melakukan perawatan dan pengobatan sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawab.
Upaya Rehabilitatif meliputi ; pasien penderita lumpuh melakukan rehabilitasi dengan
mengikuti fisioterapi, pasien pasca operasi gangguan reproduksi (kanker rahim, kista, dll)
     d.      Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi
bidan dalam sistem pelayanan kesehatan dengan tujuan meningkatkan KIA dalam rangka me-
wujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
Pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi  3 jenis yaitu :
   1)  Pelayanan Kebidanan Primer adalah merupakan layanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggung jawab bidan.Adapun pelayanan kebidanan primer sebagai berikut :

 Tugas mandiri
 Memberikan pelayanan dasar pada anak remaja dan wanita pranikah dengan melibat
klien
 Memberikan asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan normal
 Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan
klien/keluarga
 Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
 Memberikan asuhan kebidanan pada klien dalam masa nifas dengan melibatkan
klien/keluarga
 Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan ke-
luarga berencana
 Memberikan asuhan kebidanan pada wanita gangguan sistem reproduksi dan wanita da-
lam masa klimaterium dan menopause
 Memberikan asuhan kebidanan pada bayi, balita dengan melibatkan keluarga
 Pelayanan Kolaborasi / Kerjasama adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai
anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari
sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan.
   2)      Pelayanan Kolaborasi / kerjasama terdiri dari :
      Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga.
      Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi.
      Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga.
      Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama dalam keadaan kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi
dengan klien dan keluarga.
      Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan yang mengalami
komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan ko-
laborasi yang melibatkan klien dan keluarga.
      Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yangmengalami
komplikasi serta kegawat daruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan
keluarga
3)      Pelayanan Rujukan adalah pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke
system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan da-
lam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan oleh
bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertikal atau me-
ningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
Pelayanan Ketergantungan / Rujukan terdiri dari :
         Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan fungsi
keterlibatan klien dan keluarga.
         Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada hamil dengan resiko
tinggi dan kegawatdaruratan.
         Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan dengan
penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga.
         Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu dan kegawat
daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan keluarga.
         Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawat
daruratan yang memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan klien dan keluarga
Secara umum pelayanan dan penyuluhan yang diberikan dapat mengatasi masalah keseha-
tan untuk bayi dan balita, kesehatan untuk ibu hamil, kesehatan untuk ibu menyusui, kesehatan
untuk keluarga, kesehatan reproduksi wanita usia subur, kesehatan reproduksi wanita usia lanjut,
dan kesehatan reproduksi tingkat remaja. Kesadaran kaum perempuan yang semakin meningkat
tentu akan membuat mereka hidup lebih berkualitas. Lebih lanjut, masyarakat berharap kegiatan
penyuluhan tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan dapat berkesinambungan.
Pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan perempuan seba-
gaimana mereka inginkan, serta mengetahui bahwa kebutuhan-kebutuhan ini sangat beragam dan
saling terkait satu dengan yang lain. Hak Reproduksi maupun akses untuk mendapatkan Pelaya-
nan Kesehatan Reproduksi adalah penting, sehingga perempuan dapat :

 Mempunyai pengalaman dalam kehidupan seksual yang sehat, terbebas dari penyakit,
kekerasan, ketidakmampuan, ketakutan, kesakitan, atau kematian yang berhubungan den-
gan reproduksi dan seksualitas
 Mengatur kehamilannya secara aman dan efektif sesuai dengan keinginannya, menghenti-
kan kehamilan yang tidak diinginkan, dan menjaga kehamilan sampai waktu persalinan
 Mendorong dan membesarkan anak-anak yang sehat seperti juga ketika mereka
menginginkan kesehatan bagi dirinya sendiri.
 2.      Continuity of Care
Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin ke-
tat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi se-
bagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana, terpadu
dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak dini yakni se-
jak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa bahkan sampai
usia lanjut.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, yang
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan dengan
sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.
Siklus hidup reproduksi merupakan permasalahan yang tidak ditangani dapat berakibat
buruk pada masa kehidupan selanjutnya. Dalam pendekatan siklus hidup dikenal lima tahap,
yaitu konsepsi, bayi dan Anak, remaja, usia subur, usia lanjut.
    3.      Empowerment Woman
Pada bulan September 1994 di Kairo, 184 negara berkumpul untuk merencanakan suatu ke-
setaraan antara kehidupan manusia dan sumber daya yang ada. Untuk pertama kalinya, perjanjian
internasional mengenai kependudukan memfokuskan kesehatan reproduksi dan hak-hak perem-
puan sebagai tema sentral.
Konferensi Internasional ini menyetujui bahwa secara umum akses terhadap pelayanan kese-
hatan reproduksi harus dapat diwujudkan sampai tahun 2015. Tantangan yang dihadapi para
pembuat kebijakan, pelaksana-pelaksana program serta para advokator adalah mengajak peme-
rintah, lembaga donor dan kelompok-kelompok perempuan serta organisasi nonpemerintah lain-
nya untuk menjamin bahwa perjanjian yang telah dibuat tersebut di Kairo secara penuh dapat
diterapkan di masing-masing negara.
Pelayanan kesehatan reproduksi diperlukan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan perem-
puan dan laki-laki berhubungan dengan masalah seksualitas dan penjarangan kehamilan. Tujuan
dari program-program yang terkait serta konfigurasi dari pelayanan tersebut harus menyeluruh,
dan mengacu kepada program Keluarga Berencana (KB) yang konvensional serta pelayanan ke-
sehatan ibu dan anak.
Komponen yang termasuk di dalam kesehatan reproduksi adalah:
         Konseling tentang seksualitas, kehamilan, alat kontrasepsi, aborsi, infertilitas, infeksi dan
penyakit;
         Pendidikan seksualitas dan jender;
         Pencegahan, skrining dan pengobatan infeksi saluran reproduksi, penyakit menular seksual
(PMS), termasuk HIV/AIDS dan masalah kebidanan lainnya.
         Pemberian informasi yang benar sehingga secara sukarela memilih alat kontrasepsi yang
ada;
         Pencegahan dan pengobatan infertilitas;
         Pelayanan aborsi yang aman;
         Pelayanan kehamilan, persalinan oleh tenaga kesehatan, pelayanan pasca kelahiran; dan
         Pelayanan kesehatan untuk bayi dan anak-anak.
A. TOPIK II : Pengukuran Kualitas dan Mutu Asuhan
1. PENILAIAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN
Penilaian
Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dari
pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pada waktu
melakukan penilaian haruslah diingat bahwa penilaian dilakukan pada tahap akhir
(summative evaluation) sehingga perhatian hendaknya lebih ditujukan pada unsur keluaran
(output) dari program menjaga mutu. Dalam hal ini merujuk pada mutu pelayanan
kesehatan yang disenggarakan. Untuk dapat melakukan penilaian sumatif ini perlu
memahami standar serta indikator yang digunakan, yakni standar dan indikator yang
merujuk pada mutu pelayanan kesehatan.
Penilaian dapat ditemukan pada setiap tahap pelaksanaan program dan secara umum
penilaian dapat dibedakan atas tiga jenis.

a. Penilaian pada tahap awal program, yaitu penilaian yang dilakukan pada saat
merencanakan suatu program (formative evaluation). Tujuan utamanya adalah untuk
meyakinkan bahwa rencana yang disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah
yang ditemukan (dapat menyelesaikan masalah tersebut). Penilaian yang dimaksudkan
untuk mengukur kesesuaian program dengan masalah dan/atau kebutuhan
masyarakat dan disebut dengan studi penjajakan kebutuhan (need assessment study).

b. Penilaian pada tahap pelaksanaan program, yaitu penilaian pada saat program sedang
dilaksanakan (promotive evaluation). Tujuan utamanya adalah untuk mengukur apakah
program yang sedang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau
apakah terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian
tujuan dari program tersebut. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian pada tahap
pelaksanaan program yaitu pemantauan (monitoring) dan penilaian berkala (periodical
evaluation).

c. Penilaian pada tahap akhir program, yaitu penilaian yang dilakukan pada saat program
telah selesai dilaksanakan (summative evaluation). Tujuan utamanya secara umum
dapat dibedakan atas dua macam yakni untuk mengukur keluaran (output) serta untuk
mengukur dampak (impact) yang dihasilkan. Dari kedua macam penilaian akhir ini,
diketahui bahwa penilaian keluaran lebih mudah daripada penilaian dampak karena
pada penilaian dampak diperlukan waktu yang lama.

Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat kelompok
sebagai berikut.
a. Penilaian terhadap masukan, yaitu penilaian yang menyangkut pemanfaatan berbagai
sumber daya, baik sumber dana, tenaga, ataupun sumber sarana.
b. Penilaian terhadap proses, yaitu penilaian yang dititikberatkan pada pelaksanaan
program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang
dimaksud mencakup semua tahap administrasi, mulai dari tahap perencanaan,
pengorganisasian, dan pelaksanaan program.
c. Penilaian terhadap keluaran, merupakan penilaian terhadap hasil yang dicapai dari
dilaksanakannya suatu program.
d. Penilaian terhadap dampak, yaitu penilaian yang mencakup pengaruh yang
ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program.
2. STRATEGI UNTUK MELAKUKAN PENILAIAN MUTU PELAYANAN
KEBIDANAN
1. Teknik Observasi
a. Pengertian observasi

Obstervasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menilai dengan menggunakan


indra(tidak hanya dengan mata saja). Mendengarkan, mencium, mengecap meraba juga termasuk
bentuk dari observasi. Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah panduan pengamatan
dan lembar pengamatan.

b. Kelebihan teknik observasi


1) Dapat membandingkan apakah perkataan sesuai dengan tindakan.
2) Peneliti dapat mempelajari subjek yang tidak memberi kesempatan laporan lisan
(verbal).
3) Subjek observasi bebas melakukan kegiatan.
4) Dimungkinkan mengadakan pencatatan secara serempak kepada sasaran penilaian
yang lebih banyak.

c. Kelemahan teknik observasi


1) Tidak selalu memungkinkan untuk mengamati suatu kejadian yang spontan, harus ada
persiapan.
2) Tidak bisa menentukan ukuran kuantitas terhadap variabel yang ada karena hanya
dapat menghitung variabel yang kelihatan.
3) Sulit mendapatkan data terutama yang sifatnya rahasia dan memerlukan waktu yang
lama.
4) Apabila sasaran penilaian mengetahui bahwa mereka sedang diamati, mereka akan
dengan sengaja menimbulkan kesan-kesan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan, jadi sifatnya dibuat-buat.
5) Subyektifitas dari observer tidak dapat dihindari
d. Penilaian mutu dengan observasi
Penilaian mutu pelayanan kebidanan dengan observasi dapat dilakukan dengan
memantau (monitoring) mutu pelayanan, yaitu dengan cara melihat data informasi objektif dari
sistem informasi yang ada tentang struktur, proses, dan outcome pelayanan antara lain melalui:
1) Peer Review (tinjauan untuk teman sejawat).
2) Pengukuran penilaian dilakukan dengan pengamatan untuk teman sejawat terhadap
proses dan hasil pelayanan kesehatan peer review selanjutnya. Pengukuran ini bisa
dilakukan dengan menggunakan lembar checklist, dimana teman sejawat melakukan
pengamatan langsung terhadap temannya pada satu atau beberapa keterampilan
sesuai dengan checklist. Tinjauan proses.
Mengukur mutu pelayanan dengan cara menelaah apakah pelayanan yang diberikan
telah sesuai dengan kebutuhan dan harapan pasien, konsumen, dan
pelanggan/masyarakat. Pada umumnya dengan tinjauan proses dapat diketahui
apakah pelayanan telah efisien dan efektif. Pelayanan telah efisien apabila pasien tidak
datang berulang-ulang, antrian tidak panjang, waktu tunggu cepat, dan obat tersedia
sehingga tidak harus membeli di luar puskesmas.
Pelayanan telah efektif, apabila telah berobat pasien sembuh, tidak mengalami
kesakitan dan kecacatan, serta kepatuhan terhadap standar layanan kesehatan.

e. Instrumen penilaian mutu dengan observasi


1) Daftar tilik (checklist)
(a) Daftar alat berisi nama subyek dan beberapa hal/ciri yang akan diamati dari
sasaran pengamatan. Pengamat dapat memberi tanda cek (√) pada daftar
tersebut yang menunjukkan adanya ciri dari sasaran pengamatan.
(b) Daftar tilik terdiri dari 4 bagian,yaitu: daftar tilik pengamatan pelayanan, daftar
tilik pengetahuan pasien, daftar tilik pengetahuan petugas,dan daftar tilik sarana
esensial.
(c) Daftar tilik hanya dapat menyajikan data kasar saja, hanya mencatat ada
tidaknya suatu gejala. Contoh daftar tilik yang digunakan dalam menilai misalnya
pelayanan antenatal yang meliputi instrumen penilaian pengetahuan pasien
tentang ANC, pengetahuan petugas tentang ANC, dan pengetahuan petugas
tentang sarana untuk pelayanan ANC.

2) Skala penilaian (rating scale)


Skala ini berupa daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku yang dicatat secara bertingkat.
Rating scale ini dapat merupakan satu alat pengumpulan data untuk menerangkan,
menggolongkan, dan menilai seseorang atau suatu gejala.

3) Alat-alat mekanik
Alat-alat ini antara lain: alat perekam, alat fotografis, film, tape recorder, kamera
televisi, dan sebagainya. Alat-alat tersebut setiap saat dapat diputar kembali untuk
memungkinkan mengadakan penilaian secara teliti. Contoh: penilaian terhadap
kompetensi ANC bidan dapat dilakukan dengan merekam menggunakan video
rekaman sehingga jika diperlukan penilaian ulang maka dapat diputar ulang.

2. Teknik Wawancara
a. Pengertian wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dimana
penilai mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang sasaran penilaian. Data
diperoleh langsung dari orang yang dinilai melalui suatu pertemuan/percakapan.
Wawancara sebagai pembantu utama dari metode observasi. Gejala-gejala sosial yang
tidak dapat terlihat atau
diperoleh melalui observasi dapat digali dari wawancara. Jenis wawancara yang sering
digunakan dalam penilaian mutu adalah wawancara terpimpin yaitu wawancara yang
dilaksanakan berdasarkan pedoman-pedoman berupa panduan penilaian yang telah
disiapkan secara matang sebelumnya.

b. Kelebihan wawancara
1) Flexibility: pewawancara dapat secara luwes mengajukan pertanyaan sesuai dengan
situasi saat itu dan memungkinkan diberikan penjelasan kepada responden bila
pertanyaan kurang dimengerti.
2) Nonverbal behavior,: pewawancara dapat mengobservasi perilaku nonverbal, misalnya
rasa suka, rasa tidak suka, atau perilaku lainnya pada saat pertanyaan diajukan dan
dijawab oleh responden.
3) Completeness: pewawancara dapat memperoleh jawaban atas seluruh pertanyaan yang
diajukan secara langsung.
4) Time of interview: pewawancara dapat menyusun jadwal wawancara yang relatif pasti,
kapan dan dimana, sehingga data yang diperoleh tidak keluar dari rancangan yang sudah
disusun.
5) Data yang diperoleh dapat langsung diketahui objektivitasnya karena dilaksanakan
secara tatap muka.

c. Kelemahan wawancara.
1) Proses wawancara membutuhkan biaya dan tenaga yang besar.
2) Keberhasilan wawancara sangat tergantung pada kemahiran pewawancara dalam
menggali, mencatat, dan menafsirkan setiap jawaban.
3) Responden sulit menyembunyikan identitas dirinya sehingga pewawancara bisa
dipandang mempunyai potensi yang bisa mengancam dirinya sehingga jawaban harus
diberikan secara ekstra hati-hati, apalagi jika jawabannya direkam.

d. Penilaian mutu dengan wawancara secara spesifik digunakan pada hal-hal berikut.
1) Saat tim penjaga mutu melakukan validasi terhadap interpretasi data yang bertujuan
untuk mengatasi masalah mutu pelayanan kesehatan
2) Menilai alasan yang digunakan untuk melakukan tindakan
3) Menilai kemampuan terhadap perkembangan kasus pada mutu pelayanan kesehatan.

e. Instrumen penilaian mutu dengan wawancara dapat berupa kuesioner yaitu daftar
pertanyaan yang sudah disusun dengan baik sehingga pewawancara selama melakukan
wawancara dapat menuliskan jawaban atau tanda pada lembaran tersebut.

3. Teknik Dokumentasi
a. Pengertian dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan informasi tentang kondisi dan
perkembangan kesehatan pasien dan semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan.
b. Pembagian dokumen
Dokumen terbagi dua kategori yaitu: 1) dokumen sumber resmi, merupakan dokumen
yang dibuat/dikeluarkan oleh lembaga atau perorangan atas nama lembaga. Ada dua
bentuk yaitu sumber resmi normal dan sumber resmi informal; 2) dokumen sumber tidak
resmi, merupakan dokumen yang dibuat/dikeluarkan oleh individu tidak atas nama
lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak resmi informal.
c. Penilaian mutu dengan dokumen
Untuk melakukan penilaian mutu agar dapat menemukan masalah mutu dalam pelayanan
kebidanan dapat menggunakan cara di atas agar dalam pelaksanaannya berjalan dengan
baik perlu dikembangkan atau disusun daftar tilik/cheklist. Checklist adalah sebuah daftar
pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu rangkaian proses kegiatan untuk
meminimalkan kesalahan akibat kelalaian dalam melakukan pekerjaan. Checklist berupa
kolom-kolom yang memuat daftar pekerjaan dan kolom tempat kita memberi tanda atau
keterangan apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan atau belum serta keterangan
lainnya.

Dimensi Mutu
Pohan (2007), menyebutkan ada 10 dimensi mutu pelayanan meliputi:

1.Dimensi Kompetensi Teknis


Dimensi kompetensi teknis menyangkut keterampilan, kemampuan, dan penampilan atau kinerja
pemberi layanan kesehatan. Dimensi kompetensi teknis itu berhubungan dengan bagaimana
pemberi layanan kesehatan mengikuti standar layanan kesehatan yang telah disepakati, yang
meliputi kepatuhan, ketepatan, kebenaran dan konsistensi. Tidak dipenuhinya dimensi
kompetensi teknis dapat mengakibatkan berbagai hal, mulai dari penyimpangan kecil terhadap
standar layanan kesehatan, sampai kepada kesalahan fatal yang dapat menurunkan mutu
layanan kesehatan dan membahayakan jiwa pasien.
2.Dimensi Keterjangkauan Atau Akses
Dimensi keterjangkauan atau akses, artinya layanan kesehatan itu harus dapat dicapai oleh
masyarakat, tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, organisasi dan bahasa.
Akses geografis diukur dengan jarak, lama perjalanan, biaya perjalanan, jenis transportasi, dan/
atau hambatan fisik lain yang dapat menghalangi seseorang untuk mendapat layanan kesehatan.
Akses ekonomi berkaitan dengan kemampuan membayar biaya layanan kesehatan. Akses sosial
atau budaya berhubungan dengan dapat diterima atau tidaknya layanan kesehatan itu secara
sosial atau nilai budaya, kepercayaan, dan perilaku. Akses organisasi ialah sejauh mana layanan
kesehatan itu diatur, agar memberi kemudahan/kenyamanan kepada pasien atau konsumen.
Akses bahasa, artinya pasien harus dilayani dengan menggunakan bahasa atau dialog yang dapat
dipahami oleh pasien.

3.Dimensi Efektivitas
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi keluhan yang
ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan/atau meluasnya penyakit yang ada.
Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada bagaimana standar layanan kesehatan itu
digunakan dengan tepat, konsisten, dan sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar
layanan kesehatan disusun pada tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat
pelaksana, standar layanan kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan
kondisi setempat.
Dimensi efektivitas sangat berkaitan dengan dimensi kompetensi teknis, terutama dalam
pemilihan alternative dalam relative risk dan keterampilan dalam mengikuti prosedur yang
terdapat dalam standard layanan kesehatan.

4.Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi sangat penting dalam
layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani lebih banyak pasien dan atau
masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak memenuhi standar layanan kesehatan umumnya
berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien, memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko
yang lebih besar kepada pasien. Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas, kita dapat
memilih intervensi yang paling efisien.

5.Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis dan terapi
yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan kesehatan yang
dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi dengan lengkap, akurat, dan
terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien dapat terlaksana tepat waktu dan tepat
tempat.

6.Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman, baik bagi pasien, bagi pemberi
layanan, maupun bagi masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang bermutu harus aman dari
risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang ditimbulkan oleh layanan kesehatan
itu sendiri.

7.Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas layanan kesehatan, tetapi
mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong pasien untuk datang berobat
kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan atau kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan
pasien kepada organisasi layanan kesehatan. Jika biaya layanan kesehatan menjadi persoalan,
kenikmatan akan mempengaruhi pasien untuk membayar biaya layanan kesehatan. Kenyamanan
juga terkait dengan penampilan fisik layanan kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis dan
non medis.

8.Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas tentang apa,
siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan dan/atau telah dilaksanakan.
Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat puskesmas.
9.Dimensi Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang tepat, oleh
pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang tepat, serta dengan
biaya yang efisien (tepat).

10.Dimensi Hubungan Antarmanusia


Hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan (provider)
dengan pasien atau konsumen, antar sesama pemberi layanan kesehatan, hubungan antara atasan-
bawahan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas, pemerintah daerah, LSM, masyarakat, dan
lain-lain. Hubungan antar manusia yang baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas
dengan cara saling menghargai, menjaga rahasia, saling menghormati, responsive, memberi
perhatian, dan lain-lain. Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga penting.
Penyuluhan kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi yang baik. Dimensi hubungan
antarmanusia yang kurang baik dapat mengurangi kadar dimensi efektivitas dan dimensi
kompetensi teknis dari layanan kesehatan yang diselenggarakan. Pengalaman menunjukkan
bahwa pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung akan mengabaikan nasihat dan tidak
akan mau melakukan kunjungan ulang, (Pohan, 2007)

Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat digunakan dalam
menganalisis masalah mutu layanan kesehatan yang sedang dihadapi dan kemudian mencari
solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika terjadi ketidakpuasan pasien, analisis
dilakukan terhadap setiap dimensi mutu layanan kesehatan yang disebutkan diatas. Setelah
diketahui dimensi mutu layanan kesehatan yang belum/tidak terpenuhi, solusi yang tepat akan
dapat ditentukan, kemudian dilakukan analisis terhadap standar layanan kesehatan yang
digunakan.

Menurut Lori di Prete Brown ada 8 dimensi mutu pelayanan yaitu:

1.Kompetensi teknis (Technical competence)


Adalah terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer dan staf
pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas mengikuti standart
pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal: kepatuhan, ketepatan (accuracy), kebenaran
(reliability), dan konsistensi.

2.Akses terhadap pelayanan (Acces to service)


Adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi, budaya,
organisasi atau hambatan bahasa

3.Efektivitas (Effectiveness)
Adalah kualitas pelayanan kesehatan tergantung dari efektivitas yang menyangkut norma
pelayanan kesehatan dan petunjuk klinis sesuai standart yang ada.

4.Efisiensi (Efficiency)
Adalah dimensi yang penting dari kualitas karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan
kesehatan, apalagi sumberdaya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang
efisien pada umumnya akan memberikan perhatian yang optimal kepada pasien dan masyarakat.
Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki.

5.Kontinuitas (Continuity)
Adalah klien akan menerima pelayanan yang lengkap yang dibutuhkan (termasuk rujukan) tanpa
mengulangi prosedur diagnosa dan terapi yang tidak perlu.

6.Keamanan (Safety)
Adalah mengurangi resiko cidera, infeksi atau bahaya lain yang berkaitan dengan pelayanan.
Keamanan pelayanan melibatkan petugas dan pasien

7.Hubungan antar manusia (Interpersonal relations)


Adalah interaksi antara petugas kesehatan dan pasien, manajer dan petugas, dan antara tim
kesehatan dengan masyarakat. Hubungan antar manusia yang baik menanamkan kepercayaan
dan kredibilitas dengan cara menghargai, menjaga rahasia, menghormati, responsive, dan
memberikan perhatian.
8.Kenyamanan (Amenities)
Adalah pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi
dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan bersedianya untuk kembali ke fasilitas kesehatan
untuk memperoleh pelayanan berikutnya. Amenities juga berkaitan dengan penampilan fisik dari
fasilitas kesehatan, personil,dan peralatan medis maupun non medis.(Wijoyo, Djoko. 2008).

3.    Mengukur Mutu Pelayanan Kesehatan


Mutu pelayanan kesehatan suatu organisasi pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
memperhatikan atau memantau dan menilai indikator, kriteria dan struktur yang dirumuskan
relevan dan berlaku sesuai dengan aspek-aspek struktur, proses dan outcome dari organisasi
pelayanan kesehatan tersebut (Wijono, 2000).

Penilaian mutu pelayanan dipuskesmas diperuntuk bagi dengan berbagai faktor lain. Pada
industri manufaktur, mutu barang yang dihasilkan dibentukkan oleh standar bukti dan harga. Bila
mutu dibawah standar, atau bila harganya diatas standar untuk barang itu, maka konsumen
“pasien” tidak dalam posisi yang mampu menilai secara pasti mutu pelayanan klinik yang
diterimanya (baik dan standar). Ditambah lagi kenyataan bahwa bila ada pelayanan yang tidak
bermutu maka kesehatan pasien dan mungkin juga jiwanya menjadi taruhannya (Adinda, 2002).

1.Pengukuran Mutu Prospektif


Pengukurannya akan ditentukan terhadap struktur atau input layanan kesehatan dengan asumsi
bahwa layanan kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat menghasilkan suatu
layanan yang bermutu.

2.Pengukuran mutu Retrospektif


Pengukuran ini biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan seperti penilaian catatan
keperawatan (nursing record), wawancara, pembuatan kuesioner, dan menyelenggarakan
pertemuan.

3.Pengukuran mutu konkuren


Pengukuran ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu lengkapi
dengan peninjauan pada catatan keperawatan serta melakukan wawancara dan mengadakan
pertemuan dengan klien, keluarga atau petugas kesehatan. (Efendi, Ferry. 2009).

Dalam (Pohan, 2007) mutu pelayanan kesehatan dapat diukur melalui tiga cara yaitu:

1.Pengukuran Mutu Prospektif


Pengukuran mutu prospektif adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang
dilakukan sebelum layanan kesehatan diselenggarakan. Oleh sebab itu, pengukurannya akan
ditujukan terhadap struktur atau masukan layanan kesehatan dengan asumsi bahwa layanan
kesehatan harus memiliki sumber daya tertentu agar dapat menghasilkan suatu layanan kesehatan
yang bermutu.

2.Pengukuran Mutu Retrospektif


Pengukuran mutu retrospektif adalah suatu pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan yang
dilakukan setelah penyelenggraan layanan kesehatan selesai dilaksanakan. Pengukuran ini
biasanya merupakan gabungan dari beberapa kegiatan seperti: penilaian rekam medic,
wawancara, pembuatan kuesioner dan penyelenggaraan pertemuan.

3.Pengukuran Mutu Konkuren


Pengukuran mutu konkuren adalah pengukuran terhadap mutu layanan kesehatan, yang
dilakukan selama layanan kesehatan dilangsungkan atau diselenggarakan. Pengukuran ini
dilakukan melalui pengamatan langsung dan kadang-kadang perlu dilengkapi dengan peninjauan
pada rekam medic, wawancara dengan pasien/keluarga/petugas kesehatan, dan mengadakan
pertemuan dengan pasien/ keluaraga/ petugas kesehatan.

4.    Aspek-Aspek Mutu Pelayanan


Aspek– aspek mutu pelayanan yang dikaitkan dengan kepuasan pelanggan atau pasien.
Febriyanti (2009) aspek- aspek mutu pelayanan difokuskan menjadi 5, yaitu:
1)    Tangible (berwujud); meliputi penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, karyawan dan alat-alat
komunikasi.
2)    Reliability (keandalan); yakni kemampuan untuk melaksanakan jasa yang telah dijanjikan
secara konsisten dan dapat diandalkan (akurat).
3)    Responsiveness (cepat tanggap); yaitu kemauan untuk membantu pelanggan (konsumen) dan
menyediakan jasa/pelayanan yang cepat dan tepat.
4)    Assurance (kepastian); mencakup pengetahuan dan keramah- tamahan para karyawan dan
kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaaan dan keyakinan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan.
5)    Emphaty (empati); meliputi pertumbuhan pemberian perhatian secara individual kepada
pelanggan, kemudahan dalam melakukan komunikasi yang baik, dan memberikan kebutuhan
pelanggan.

Menurut Wahyuddin (2009) aspek-aspek mutu pelayanan adalah:

1. Keandalan (reliability). Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan


dengan segera, akurat dan memuaskan, jujur, aman, tepat waktu, ketersediaan.
Keseluruhan ini berhubungan dengan kepercayaan terhadap pelayanan dalam kaitannya
dengan waktu.
2. Ketanggapan (responsiveness). Yaitu keinginan para pegawai atau karyawan membantu
konsumen dan memberikan pelayanan itu dengan tanggap terhadap kebutuhan konsumen,
cepat memperhatikan dan mengatasi kebutuhan-kebutuhan
3. Jaminan (assurance). Mencakup kemampuan, pengetahuan, kesopanan dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki pada karyawan, bebas dari bahaya, resiko, keragu-raguan,
memiliki kompetensi, percaya diri dan menimbulkan keyakinan kebenaran (obyektif).
4. Empati atau kepedulian (empathy). Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan konsumen yang terwujud dalam penuh
perhatian terhadap setiap konsumen, melayani konsumen dengan ramah dan menarik,
memahami aspirasi konsumen, berkomunikasi yang baik dan benar serta bersikap dengan
penuh simpati.
5. Bukti langsung atau berwujud (tangibles). Meliputi fasilitas fisik, peralatan pegawai,
kebersihan (kesehatan), ruangan baik teratur rapi, berpakaian rapi dan harmonis,
penampilan karyawan atau peralatannya dan alat komunikasi.
6.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Pelayanan
Faktor-faktor yang menentukan mutu pelayanan yaitu:

1. Kelayakan adalah tingkat dimana tindakan yang dilakukan relevan terhadap kebutuhan
klinis pasien dan memperoleh pengetahuan yang berhubungan dengan keadaannya.
2. Kesiapan adalah dimana kesiapan tindakan yang layak dapat memenuhi kebutuhan pasien
sesuai keperluannya.
3. Kesinambungan adalah tingkat dimana tindakan bagi pasien terkoordinasi dengan baik
setiap saat, diantara tim kesehatan dalam organisasi
4. Efektifitas adalah tingkat dimana tindakan terhadap pasien dilakukan dengan benar, serta
mendapat penjelasan dan pengetahuan sesuai dengan keadaannya, dalam rangka
memenuhi harapan pasien.
5. Kemanjuran adalah tingkat dimana tindakan yang diterima pasien dapat diwujudkan atau
ditunjukkan untuk menyempurnakan hasil sesuai harapan pasien.
6. Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap sumber-sumber
yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasien.
7. Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam pengambilan
keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut perhatian terhadap
pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya dihargai.
8. Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi untuk
melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
9. Ketepatan waktu adalah tingkat dimana tindakan diberikan kepada pasien tepat waktu
sangat penting dan bermanfaat (Febriyanti, 2009).

7.    Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan


Pada umunya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara:

1. Meningkatkan mutu, dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan, perlengkapan
dan material.
2. Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan
pelayanan
Ada tiga pendekatan evaluasi (penilaian) mutu, yaitu:

1.Struktur
Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan,
sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari:
1)    Jumlah, besarnya input
2)    Mutu struktur atau mutu input
3)    Besarnya anggaran atau biaya
4)    Kewajaran

2.Proses
Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga kesehatan
(dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien.
Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan penanganan
kasus.
Baik tidaknya proses dapat diukur dari:
1)    Relevan tidaknya proses itu bagi pasien
2)    Fleksibilitas dan efektifitas
3)    Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
4)    Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan

3.Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan professional terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu tindakan tertentu atau prosedur tertentu.
Outcome jangka panjang adalah status kesehatan dan kemampuan fungsional pasien (Pohan,
2007).

3.    Konsep Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan


Menurut Pohan (2007), jaminan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai keseluruhan
upaya yang bertujuan untuk memberikan suatu layanan kesehatan yang terbaik mutunya, yaitu
layanan kesehatan yang sesuai dengan standar layanan kesehatan yang disepakati. Pengertian
operasional jaminan mutu layanan kesehatan adalah upaya yang sistematis dan
berkesinambungan dalam memantau dan mengukur mutu serta melakukan peningkatan mutu
yang diperlukan agar mutu layanan kesehatan senantiasa sesuai dengan standar layanan
kesehatan yang disepakati.

Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini juga mencakup semua istilah kegiatan yang bertujuan
untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut antara lain Total Quality Management atau
manajemen mutu terpadu, Continous Quality Improvement atau peningkatan mutu
berkesinambungan. Quality Management atau manajemen mutu.
Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan:
1)    Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan eksternal
layanan kesehatan.
2)    Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi layanan
kesehatan.
3)    Membuat keputusan berdasarkan data atau fakta, bukan perkiraan atau dugaan.
4)    Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan bahwa
semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktivitas sehingga setiap tenaga
kesehatan akan merasa bahwa kontribusinya kepada organisasi layanan kesehatan di hargai.
5)    Menghindarkan pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan, termasuk waktu,
karena waktu adalah uang.
6)    Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada saat yang
sama mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.
7)    Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan.

Menurut pohan (2007) pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan dilaksanakan melalui tahap-
tahap sebagai berikut:
1)    Sadar mutu
2)    Penyusunan standar
3)    Mengukur apa yang tercapai
4)    Membuat rencana peningkatan mutu layanan kesehatan
5)    Meningkatkan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.

Pengukuran pencapaian dilakukan dengan cara membandingkan kenyataan terhadap standar


layanan kesehatan, yaitu melakukan pengukuran terhadap indikator atau kriteria. Apabila terjadi
kesenjangan antara yang dihasilkan dengan yang diharapkan, diperlukan suatu tindakan
perbaikan. Untuk itu, suatu rencana untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan perlu di susun.
Apabila mutu layanan kesehatan berada dibawah pernyataan standar layanan kesehatan, suatu
tindakan akan di lakukan untuk meningkatkan mutu layanan kesehatan sehingga standar layanan
kesehatan itu dapat terpenuhi. Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan merupakan
suatu proses yang berkesinambungan, yaitu suatu proses yang tidak akan pernah berhenti.
Pengukuran layanan kesehatan di lakukan secara berkala sehingga tersedia kesempatan untuk
memantau akibat dari perubahan tersebut.

Jika mutu layanan kesehatan berada diatas standar layanan kesehatan yang telah ditetapkan,
standar layanan kesehatan akan diubah dan sekaligus ditetapkan, bahwa telah terjadi suatu
peningkatan mutu layanan kesehatan. Jaminan mutu layanan kesehatan merupakan suatu upaya
peningkatan mutu layanan kesehatan yang dilakukan secara terus menerus, oleh sebab itu upaya
tersebut dapat digambarkan sebagai suatu siklus jaminan mutu layanan kesehatan yang disebut
sebagai lingkaran mutu. Semua langkah yang terdapat dalam siklus jaminan mutu layanan
kesehatan atau lingkaran mutu selalu berulang dan berkesinambungan serta tidak pernah
berhenti, seperti yang terlihat pada gambar 2.1 (Pohan, 2007).

Hakekat dasar dari pelayanan kesehatan adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para
pemakai jasa pelayan kesehatan yang apabila berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa
puas terhadap pelayanan kesehatan. Sedangkan mutu pelayanan kesehatan yang menunjuk pada
tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap
pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut makin baik pula mutu pelayanan kesehatan dengan
perkataan lain pelayanan kesehatan dinilai baik, apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat
menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien (Azwar, 2002)
DAFTAR PUSTAKA

Anief. 2008. Faktor Yang Menentukan Tingkat Kepuasan Pasien. http://etd.eprints.ums.ac.id.


Diakses 02 Mei 2011.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin. 2002. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta Pustaka Pelajar.
Bustami. 2011. Penjaminan Mutu Pelayanan Kesehatan & Aksebtabilitasnya. Erlangga : PT Gelora
Aksara Pratama
Depkes RI. 2006. Instrument Evaluasi Penerapan Standar ASuhan Keperawatan: Depkes RI:Jakarta
Effendy, Ferry dan Makhfudi. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta : Salemba Medika.
Eko, 2001. Manajemen Mutu Pelayanan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Emiliana. 2003. Peningkatan Mutu Pelayanan. Bandung: Citra Nusantara
Febriyanti. 2009. Mutu pelayanan Kesehatan di Puskesmas. www.ppni.blogspot.com. Akses 22- 11-
2011
Hidayat 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Indrajati. 2002. Macam Bentuk Keperawatan. Jakarta: Surya Cipta
Of Nursing, Quezon City Philippines
Laksono, trisantoro. 2005. Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan:
Surabaya
Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Nugreheni. 2004. Analisis Harapan Pelayanan Kesehatan Puskesmas.
http://etd.eprints.ums.ac.id.pdf. Diakses 26 November 2011
Nursalam. 2003. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman
Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
Poerwodarmito 2003. Kamus Besar Indonesia. Jakarta: ISBN
Pohan, I S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. EGC: Jakarta\
Pratisto. 2009. Program SPSS 16. Jogjakarta: Graha Ilmu
Rangkuti. 2006. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan. http//www.jojo.co.id. akses 26 november
2011
Riyadi, Slamet. 2004. Manajemen Pelayanan Kesehatan Puskesmas , Rhineka Cipta: Jakarta.
Sugiyono. 2007. Statistik penelitian untuk Kesehatan. Jakarta: EGC
Sutojo. 2003. Kepuasan Keperawatan Pasien DiPuskesmas. Jakarta: Media Cipta
Wahyudi. 2009. Kualitas Pelayanan Keperawatan. www.psikomedia.com. Akses 30-11-2011
Wahyu. 2010. Analisis Harapan dan Kepuasan Penderita Pengguna Pelayanan Puskesmas di
Kabupaten Sidoarjo. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 13 No. 2. Akses 11-09-2011
Wijaya, Toni. 2011. Manajemen Kualitas Jasa. Jakarta : PT Indeks
Wijono. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol 1. Surabaya : Airlangga University Press
Wijoyo, Djoko. 2008. Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak. Surabaya : Duta Prima Airlangga.
Zahruli. 2006. Pendekatan Mutu dan Kepuasan dalam Pelayanan Kesehatan. Medan :UNHAS

Anda mungkin juga menyukai