Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KENAPA TAWURAN ANTAR PELAJAR MASIH HARUS TERJADI?


(BASED ON THE THEORY OF STRUCTURAL-FUNCTIONAL APPROACH)

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sosiologi


Dosen Pengampu: Drs. Djoko Mulyono, M. Si

oleh:
FIRDAUS AMIR
NIM 120910101088

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS JEMBER
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “KENAPA TAWURAN ANTAR PELAJAR MASIH HARUS
TERJADI?”
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas pengantar Sosiologi, sekaligus bertujuan agar
dapat menambah wawasan mengenai fenomena-fenomena sosial yang sering terjadi didalam
masyarakat terutama kalangan pelajar dengan memakai pendekatan fungsional struktural.
Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan karya tulis ini, khususnya kepada

⇨ Bapak Drs. Joko Mulyono, M. Si, selaku dosen pengampu mata kuliah pengantar Sosiologi

Penyusun menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik-Nya, sehingga partisipasi berupa saran
serta kritik membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
selanjutnya.

Jember, 19 November 2012

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tawuran yang terjadi belakangan ini terus menyisakan perih dan tanda tanya besar bagi negeri
ini, kenapa tawuran harus terjadi lagi dan lagi, seakan tak ada yang peduli untuk berpartisipasi
menyelesaikan masalah lama yang kini menghangat kembali untuk dibahas karena telah terlalu
banyak meminta korban. Menarik memang jika dikaji lebih mendalam, mengingat banyaknya pihak
yang harus berperan aktif sebagai kontrol sosial agar masalah lama ini tidak berulang lagi. Peran
keluarga, sekolah, pihak berwenang dan yang terpenting adalah peran aktif masyarakat yang berada
diarea dimana tawuran itu terjadi akan berpengaruh besar terhadap aksi anarkis tersebut kedepannya.
Makin maraknya geng-geng yang dibentuk, membuat tawuran juga semakin marak terjadi,
karena pada dasarnya masalah pelajar sebagai generasi muda pada umumnya ditandai oleh keinginan
untuk melawan dan bersikap apatis. Perilaku anarki yang kerap kali dipertontonkan ditengah-tengah
masyarakat. Mereka sudah tidak peduli lagi jika perbuatan yang mereka lakukan tersebut sangat tidak
terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika ditakuti
oleh orang-orang atau lawan disekitarnya. Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah
yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagi
sebuah tantangan.
Jika menilik duduk perkara mengenai tawuran yang melibatkan pelajar, termasuk juga tawuran
yang baru-baru ini terjadi seperti tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 Jakarta yang menewaskan
seorang pelajar, seolah-olah mengindikasikan bahwa tawuran menjadi pemecah solusi yang sangat
efektif dari setiap permasalahan yang mereka hadapi. Lalu pertanyaannya, apakah harus demikian?
Segala fenomena yang ada di alam ini sebenarnya bisa dicegah agar tidak terjadi, walaupun terjadi
setidaknya kemungkinan yang ditimbulkan bisa diminimalisir.

B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan muncul permasalahan yang perlu dikaji
kembali untuk mencari solusi terbaik yang terumuskan kedalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
● Dimana kontrol sosial pelajar yang timpang, sehingga tawuran masih marak terjadi?
C. Tujuan
● Menganalisis penyebab terjadinya tawuran antar pelajar
● Menemukan solusi terbaik untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya tawuran
antar pelajar agar tidak terulang kembali
BAB II
LANDASAN TEORI

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Tawuran berasal dari kata “tawur” yang berarti
perkelahian ramai-ramai/perkelahian massal. Sedangkan “pelajar” adalah anak sekolah/anak
didik/murid/siswa. Jadi tawuran antar pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh anak
sekolah/anak didik/murid/siswa secara ramai-ramai/massal.
Secara psikologis perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah
satu kenakalan remaja (junevile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu delikuensi situasional dan delikuensi sistematik.
1. Delikuensi situasional adalah perkelahian yang terjadi karena situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan ini biasanya dilakukan karena
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat, sedangkan
2. Delikuensi sistematik adalah perkelahian yang trerjadi karena keterlibatan remaja
tersebut dalam suatu kelompok, organisasi atau geng dimana didalamnya terdapat
peraturan, norma dan kebiasaan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Sehingga
akan menumbuhkan kebanggan saat anggota tersebut bisa melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya, tidak terkecuali seperti berkelahi.
Jika tawuran memang sudah tidak terelakkan, setidaknya tawuran bisa dicegah atau dihentikan
oleh peran kontrol sosial yang ada diantara pelajar tersebut, seperti keluarga, sekolah, pihak
berwenang dan masyarakat karena tidak mungkin tawuran berlangsung tanpa adanya proses. Namun
kesemua kontrol sosial tersebut tidak bisa bersinergi secara bersamaan, karena terbatasnya daya
pantau area kontrol sosial tersebut. Lalu siapakah kontrol sosial yang paling berperan saat tawuran
terjadi? Jawabannya jelas, terletak pada masyarakat yang berada disekitar areal tawuran tersebut.
Menurut Charles P. Loomis, masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas
sembilan unsur berikut ini,
1) Kepercayaan dan Pengetahuan
Unsur ini merupakan unsur yang paling penting dalam sistem sosial, karena perilaku anggota
dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui
tentang kebenaran, sistem religi, dan cara- cara penyembahan kepada sang pencipta alam semesta.
2) Perasaan
Unsur ini merupakan keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya,
termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan
situasi kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi
ketegangan jiwa yang berlebihan.

3) Tujuan
Manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan- tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus
dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan keadaan yang sudah ada.

4) Kedudukan (Status) dan Peran ( Role )


Kedudukan (status) adalah posisi seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan
dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulan, prestasi, hak, serta kewajibannya. Kedudukan
menentukan peran atau apa yang harus diperbuatnya bagi masyarakat sesuai dengan status yang
dimilikinya. Jadi peran ( role ) merupakan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang sehubungan
dengan status yang melekat padanya. Contohnya seorang guru (status) mempunyai peranan untuk
membimbing, mengarahkan, dan memberikan atau menyampaikan materi pelajaran kepada siswa-
siswanya.

5) Kaidah atau Norma


Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok atau
masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan patokan-patokan
tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi- situasi tertentu dan merupakan unsur
paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma sosial dipelajari dan
dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata- pranata sosial yang menyusun sistem itu
sendiri.

6) Tingkat atau Pangkat


Pangkat berkaitan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat. Seseorang
dengan pangkat tertentu berarti mempunyai proporsi hak-hak dan kewajiban- kewajiban tertentu pula.
Pangkat diperoleh setelah melalui penilaian terhadap perilaku seseorang yang menyangkut
pendidikan, pengalaman, keahlian, pengabdian, kesungguhan, dan ketulusan perbuatan yang
dilakukannya.
7) Kekuasaan
Kekuasaan adalah setiap kemampuan untuk memengaruhi pihak- pihak lain. Apabila seseorang
diakui oleh masyarakat sekitarnya, maka itulah yang disebut dengan kekuasaan.

8) Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan atau balasan yang diberikan kepada seseorang atas
perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah ( reward ) dan dapat pula berupa hukuman ( punishment ).
Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai
dengan norma- norma yang berlaku.

9) Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, dan benda- benda yang digunakan manusia
untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan demikian fasilitas di sini sama dengan
sumber daya material atau kebendaan maupun sumber daya imaterial yang berupa ide atau gagasan.

Dari kesembilan unsur tersebut, jelaslah bila sebenarnya peran masyarakat dalam sistem sosial begitu
berpengaruh, begitupun peran masyarakat sebagai kontrol sosial dikehidupan sehari-hari, khususnya
bagi para pelajar sudah lebih dari cukup. Tapi sayangnya masyarakat cenderung untuk lebih berdiam
diri dan membiarkan tawuran antar pelajar terjadi berulang kali.
BAB III
PEMBAHASAN

Mengarah pada berbagai fenomena yang ada didalam masyarakat saat ini, begitu banyak suatu
struktur fungsional suatu sistem dalam masyarakat yang tidak berjalan sebagaimana mestinya,
sehingga struktur yang dijalankan hanya berdasar formalitas semata --bukan berdasar pada fungsional
lagi-- bahkan yang lebih memperihatinkan, seolah-olah tidak ada lagi sikap peduli terhadap fenomena
yang terjadi dalam masyarakat tersebut untuk bersikap terhadap apa yang seharusnya berjalan dalam
sistem masyarakat tersebut.
Maraknya tawuran antar pelajar yang terjadi akhir-akhir ini mengindikasikan sudah hilangnya
nurani pelajar kita untuk saling melakukan toleransi antar sesama, mereka cenderung mengedepankan
ego dan emosi masing-masing dalam bertindak, sehingga hak dan kepentingan orang lain mereka
kesampingkan jauh dari hadapan mereka, kalau sudah demikian jalan kekerasan pastinya akan
menjadi satu-satunya solusi akhir untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi
tanpa melihat akibat buruk yang akan ditimbulkan nantinya. Parahnya lagi masyarakat selalu bersikap
apatis dan seolah-olah tidak tahu-menahu terhadap kekerasan yang terjadi dihadapan mereka, mereka
hanya menyaksikan dan mencaci apa yang terjadi dihadapan mereka tanpa memberikan sebuah solusi
yang bijak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena mereka terlalu menganggap wajar apa
yang sudah biasa terjadi dihadapannya.
Rendahnya kepekaan masyarakat dalam merespon setiap tindakan yang ditimbulkan remaja
atau pelajar, terkadang malah membuat gejolak jiwa para remaja makin tidak karuan, sehingga mereka
berusaha menunjukkan eksistensi mereka dalam lingkungan tersebut dengan menyalurkan sebuah
pelampiasan yang mreka pendam dalam diri mereka. Jika mengacu pada teori Charles P. Loomis di
poin ke-5 berkaitan Kaidah atau Norma,
“Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok
atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan
patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi- situasi tertentu dan
merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma
sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata- pranata sosial
yang menyusun sistem itu sendiri”
sudah bisa mewakili fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial, khususnya bagi pelajar. Dengan
demikian, masyarakat harusnya turut berperan aktif terhadap suatu peristiwa yang terjadi disekitar
mereka berkaitan layak atau tidak, baik atau buruknya suatu tindakan yang ada dihadapan mereka.
Agar sistem yang ada didalamnya berjalan secara teratur.
Jika dianalisis secara mendalam, sebenarnya ada tiga faktor mendasar yang sering ditemui dan
menjadi akar permasalahan penyebab terjadinya tawuran antar pelajar, yaitu;

1. Tawuran Antar Pelajar Akibat Rasa Setia Kawan yang Berlebihan


Rasa setia kawan atau lebih dikenal dengan sebutan rasa solidartas adalah hal yang
lumrah atau biasa kita temukan dalam kehidupan, misalkan dalam persahabatan rasa
setiakawan akan menjadi alasan mengapa persahabatan bisa menjadi kuat. Ia bisa menjadi
indah ketika ditempatkan dalam porsi yang pas dan seimbang. Namun, rasa setia kawan
yang berlebihan akan menyebabkan hal yang buruk, salah satunya adalah mengakibatkan
tawuran antar pelajar. Mungkin dari kita pernah mendengar tawuran antar pelajar yang
dipicu karena ketersingguhan seorang siswa yang tersenggol oleh pelajar sekolah lain saat
berpapasan di terminal, atau masalah kompleks lainnya. Misalkan, permasalahan pribadi,
rebutan perempuan, dipalak dan lain sebagainya.
Pemahaman arti sebuah persahabatan memang perlu dipahami oleh masing-
masing individu pelajar itu sendiri. Tawuran antar pelajar yang diakibatkan karena rasa
setiakawan harus segera dihentikan, karena hal ini akan memicu kawan-kawan yang lain
untuk mendapatkan hak atau perlakuan yang sama pada waktu mengalami masalah. Ini
dapat menjadikan pelajar malas dalam menyelesaikan masalah dirinya sendiri, tanpa mau
menyelesaikannya sendiri dan cenderung tidak berani bertanggung jawab. Menjadi
ketergantungan dan akan menimbulkan dampakyang negatif bagi perkawanan itu sendiri.

2. Tawuran antar pelajar akibat sejarah permusuhan dengan sekolah lain


Kadang permasalahan tawuran antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah
permusuhan yang sudah ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya
cerita- cerita yang menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat
generasi berikutnya, terpicu melakukan hal yang sama. Contohnya, sebut saja sekolah A
dengan sekolah B adalah musuh abadi, dimana masing- masing sekolah akan melakukan
hal yang antipati terhadap sekolah lain. Biasanya, akan ada pelajar yang menjadi
perbincangan, semacam tokoh bagi sekolahnya, karena kehebatannya pada waktu
berkelahi. Dalam permasalahan tawuran antar pelajar yang dipicu karena permasalahan
ini, perlu adanya pendekatan khusus, yang memasukkan program kerja sama dengan
sekolah tersebut. Peranan sekolah dan guru memegang peranan penting. Ironisnya, sebuah
pertandingan persahabatan. Misalnya, olahraga. Kadang memicu sebuah permusuhan dan
perkelahian. Hal ini akhirnya menuntut kecerdasan dan ketelitian pihak penyelenggara
dalam mengemas sebuah acara.

3. Tawuran Antar Pelajar Akibat Jiwa Premanisme


Premanisme bukan istilah yang asing lagi. Premanisme yang berasal dari kata
“preman” adalah sebutan orang yang cenderung memakai kekerasan fisik dalam
menyelesaikan permasalahannya. Kemenangan di ukur karena kekuatan fisiknya bukan
intelektualitas. Premanisme bertolak belakang dengan jiwa seorang pelajar, yang dituntut
kecerdasan berpikir, kecerdasan mengelola emosi, dll.
Jiwa premanisme dalam jiwa pelajar dapat dihilangkan karena dia tidak semerta
merta muncul begitu saja, ia disebabkan oleh sesuatu hal. Oleh karenanya, kita perlu
mengetahui faktor penyebab sikap premanisme dalam diri pelajar.
Faktor di luar diri pelajar adalah faktor yang kental dapat mempengaruhi ke dalam.
Beberapa contohnya adalah: Tayangan- tayangan di televisi, baik film ataupun liputan
berita yang menceritakan atau sengaja mengekspose tema- tema kekerasan dapat
mempengaruhi psikis remaja. Kekerasan yang terjadi di rumah. Kekerasan yang
dimaksud bukan hanya individu pelajar saja yang menjadi korban kekerasan namun
kekerasan yang terjadi pada satu anggota keluarganya, dapat mempengaruhi psikis
individu. Hal ini yang akan menyebabkan trauma atau kekerasan beruntun yang
diakibatkan karena menganggap kekerasan adalah hal yang wajar. Acara awal tahun,
orientasi sekolah adalah acara di mana pelajar baru diwajibkan mengikuti kegiatan ini.
Kegiatan yang pada dasarnya adalah untuk memahami dan mengenali sekolah, kegiatan
serta untuk lebih kenal kawan-kawannya malah cenderung disalah gunakan oleh senior
untuk ajang balas dendam dari apa yang pernah ia terima pada waktu yang sama menjadi
junior, pola- pola yang dipakai cenderung dengan pola militer. Hal inilah yang
menyebabkan kekerasan dalam dunia pendidikan. Pola yang menjadi semacam suntikan
yang terus diturunkan oleh setiap generasi. Agar terhindar dari pola yang berlebihan,
diperlukan adanya pengawasan dari pihak sekolah dan turunnya langsung pengajar dalam
kegiatan ini. Kedisiplinan berbeda dengan kekerasan, hal ini seharusnya menjadi
tantangan setiap panitia kegiatan dalam mengemas ide, gagasan acara pada waktu
perkenalan sekolah, menjadi sesuatu yang inofatif, kreatif sehingga diharapkan lambat
laun sikap premanisme akibat perpeloncoan akan menjadi cara kuno dan tidak menarik
lagi.
Lalu bagaimana solusinya? Jika tawuran masih belum terjadi, setidaknya pelajar berupaya
mencegahnya dengan menerapkan beberapa poin penting berikut yang bisa menjadi alternatif bersama
agar tawuran tidak terjadi, antara lain;
1. Hindari saling ejek
Poin ini begitu penting, pasalnya setiap tawuran umumnya berakar dari perilaku
saling ejek diantara dua kubu pelajar yang berseteru, keadaan yang labil dan kebiasaan
bertindak dengan mengedepankan emosi, ejekan tersebut bukan tidak mungkin akan
berakhir dengan perkelahian bahkan tawuran.
2. Tidak mengompori perselisihan, sehingga perselisihan yang terjadi tidak semakin
meruncing
3. Menjadi pribadi yang produktif dengan melakukan kegiatan positif
Bentuk poin ini lebih mengarahkan pada bentuk teknis. Ekstrakurikuler dan karang
taruna adalah contoh kegiatan positif yang bisa dikategorikan sebagai pencegahan
tawuran.
4. Tanamkan moral religi
5. Beri pengertian hukum dan sanksi akibat tawuran

Tapi, kalau tawuran sudah terlanjur terjadi, setidaknya masyarakat juga punya sikap tentang apa
yang harus mereka lakukan untuk menanggulangi tawuran tersebut, antara lain;
1. Dinginkan suasana
2. Lerai pertikaian
3. Laporkan kepada pihak yang berwajib
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kurangnya kepekaan masyarakat dalam menyikapi atau merespon fenomena-fenomena sosial
yang terjadi disekitar mereka cenderung akan menambah parah situasi sehingga menumbuhkan
fenomena-fenomena sosial baru yang serupa bahkan bisa jadi lebih parah dari fenomena sosial yang
terjadi sebelumnya. Sikap apatis masyarakat menyebabkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi
serasa diabaikan sehingga secara tidak langsung fenomena sosial tersebut mendapat dukungan
kebenaran atas apa yang mereka lakukan, apa yang harusnya bertentangan dengan norma atau kaidah
malah menjadi sejalan dengan norma atau kaidah tersebut.
Seperti halnya studi kasus mengenai tawuran antar pelajar yang akhir-akhir ini mulai marak
terjadi, masyarakat serasa mendukung atas apa yang pelajar lakukan. Masyarakat sebagai kontrol
sosial harusnya bisa membaca dan memberikan solusi bijak terhadap apa yang terjadi dihadapan
mereka, karena tanpa adanya peran dan partisipasi dari mereka, tawuran antar pelajar tidak akan
pernah berakhir. Karena kita tahu, kontrol sosial yang dilakukan keluarga dan sekolah hanya bisa
mengontrol mereka pada saat mereka berada dalam area pengawasan keluarga ataupun sekolah
mereka, selebihnya masyarakatlah yang berperan. Oleh karena itu peran aktif masyarakat tentunya
sangat dibutuhkan untuk mendidik dan mengarahkan sikap pelajar diluar kendali sekolah dan keluarga
tersebut kearah yang lebih positif, bukan hanya berpangku tangan dan menyaksikan kejadian demi
kejadian yang terjadi diantara para pelajar. Namun, perlu diingat juga bahwa peran keluarga dan pihak
sekolah tidak bisa begitu saja diabaikan, mengingat pondasi dasar perilaku mereka dibangun oleh
kedua pihak tersebut. Jika dari pihak keluarga harusnya bisa menanamkan pondasi agama sebagai
tameng untuk membentuk iman dan akhlak agar mereka tidak salah dalam bergaul, pihak sekolah
harusnya juga bisa menanamkan pondasi moral terhadap pelajar agar bisa menjunjung tinggi
keberagaman dan toleransi dalam bergaul dengan sesama.
Sederhananya, biarpun masyarakat berperan besar dalam kontrol sosial bagi pelajar saat berada
diluar lingkungan keluarga dan sekolah, semua pihak yang terlibat dalam pengontrol perilaku sosial
pelajar juga harus tetap bersinergi agar sistem yang berada didalamnya tidak terjadi ketimpangan yang
bisa membuat pelajar kita melakukan sesuatu hal yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan hidup
bersama.

B. Saran
Jika menengok ulang terhadap analisa yang ada mengenai penyebab terjadinya tawuran antar
pelajar, beberapa saran berikut bisa menjadi solusi agar angka tawuran antar pelajar bisa ditekan,
bahkan bila memungkinkan bisa dihilangkan;
1. Keluarga sebagai awal tempat pendidikan para pelajar harus mampu membentuk sikap, pola
pikir, perilaku, termasuk juga akhlak yang baik untuk para pelajar.
2. Masyarakat mestinya menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi yang kondusif,
semisal dengan mengadakan kontrol terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi
disekitarnya.
3. Sekolah harusnya memberikan pelayanan baik untuk membantu pelajar mengasah
kemampuan dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Baik dalam
kemampuan yang bersifat akademis maupun non-akademis, sehingga tidak ada lagi waktu
bagi pelajar untuk melakukan hal yang tidak berguna, terlebih melakukan tawuran.
4. Hindari ikut berkumpul atau bergabung dengan gang yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan hal yang mengarah pada hal-hal negatif.
5. Tanamkan nilai moral dan religius didalam hati agar senantiasa memiliki kesadaran diri untuk
tidak berbuat negatif saat kontrol sosial yang berada disekitar melemah atau terjadi
ketimpangan.
DAFTAR PUSTAKA

Soekanto, Soerrjono. 2003. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


http://www.alfinnitihardjo.ohlog.com/masyarakat- sebagai- sistem.oh112681.html
http://www.fikarhomeschooling.net/index.php/86-news/123-penyebab-terjadinya-tawuran-antar-pelaja
r/
http://www.jebongudik.blogspot.com/2012/03/fenomena-tawurankonflik-antar-pelajar31.html
http://m.kompasiana.com/post/edukasi/2012/09/30/psikologi-alternatif-solusi-untuk-mencegah-terjadi
nya-tawuran/
http://www.iftitahnj.blogspot.com/2011/06/makalah-tawuran-pelajar.html

Anda mungkin juga menyukai