oleh:
FIRDAUS AMIR
NIM 120910101088
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “KENAPA TAWURAN ANTAR PELAJAR MASIH HARUS
TERJADI?”
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas pengantar Sosiologi, sekaligus bertujuan agar
dapat menambah wawasan mengenai fenomena-fenomena sosial yang sering terjadi didalam
masyarakat terutama kalangan pelajar dengan memakai pendekatan fungsional struktural.
Penyusun juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam pembuatan karya tulis ini, khususnya kepada
⇨ Bapak Drs. Joko Mulyono, M. Si, selaku dosen pengampu mata kuliah pengantar Sosiologi
Penyusun menyadari bahwa kesempurnaan hanya milik-Nya, sehingga partisipasi berupa saran
serta kritik membangun dari pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
selanjutnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan muncul permasalahan yang perlu dikaji
kembali untuk mencari solusi terbaik yang terumuskan kedalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :
● Dimana kontrol sosial pelajar yang timpang, sehingga tawuran masih marak terjadi?
C. Tujuan
● Menganalisis penyebab terjadinya tawuran antar pelajar
● Menemukan solusi terbaik untuk mencegah dan menyelesaikan terjadinya tawuran
antar pelajar agar tidak terulang kembali
BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Tawuran berasal dari kata “tawur” yang berarti
perkelahian ramai-ramai/perkelahian massal. Sedangkan “pelajar” adalah anak sekolah/anak
didik/murid/siswa. Jadi tawuran antar pelajar adalah perkelahian yang dilakukan oleh anak
sekolah/anak didik/murid/siswa secara ramai-ramai/massal.
Secara psikologis perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah
satu kenakalan remaja (junevile deliquency). Kenakalan remaja dalam hal perkelahian dapat
digolongkan menjadi dua bagian, yaitu delikuensi situasional dan delikuensi sistematik.
1. Delikuensi situasional adalah perkelahian yang terjadi karena situasi yang
“mengharuskan” mereka untuk berkelahi. Keharusan ini biasanya dilakukan karena
adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara cepat, sedangkan
2. Delikuensi sistematik adalah perkelahian yang trerjadi karena keterlibatan remaja
tersebut dalam suatu kelompok, organisasi atau geng dimana didalamnya terdapat
peraturan, norma dan kebiasaan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Sehingga
akan menumbuhkan kebanggan saat anggota tersebut bisa melakukan apa yang
diharapkan oleh kelompoknya, tidak terkecuali seperti berkelahi.
Jika tawuran memang sudah tidak terelakkan, setidaknya tawuran bisa dicegah atau dihentikan
oleh peran kontrol sosial yang ada diantara pelajar tersebut, seperti keluarga, sekolah, pihak
berwenang dan masyarakat karena tidak mungkin tawuran berlangsung tanpa adanya proses. Namun
kesemua kontrol sosial tersebut tidak bisa bersinergi secara bersamaan, karena terbatasnya daya
pantau area kontrol sosial tersebut. Lalu siapakah kontrol sosial yang paling berperan saat tawuran
terjadi? Jawabannya jelas, terletak pada masyarakat yang berada disekitar areal tawuran tersebut.
Menurut Charles P. Loomis, masyarakat sebagai suatu sistem sosial harus terdiri atas
sembilan unsur berikut ini,
1) Kepercayaan dan Pengetahuan
Unsur ini merupakan unsur yang paling penting dalam sistem sosial, karena perilaku anggota
dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka yakini dan apa yang mereka ketahui
tentang kebenaran, sistem religi, dan cara- cara penyembahan kepada sang pencipta alam semesta.
2) Perasaan
Unsur ini merupakan keadaan jiwa manusia yang berkenaan dengan situasi alam sekitarnya,
termasuk di dalamnya sesama manusia. Perasaan terbentuk melalui hubungan yang menghasilkan
situasi kejiwaan tertentu yang sampai pada tingkat tertentu harus dikuasai agar tidak terjadi
ketegangan jiwa yang berlebihan.
3) Tujuan
Manusia sebagai makhluk sosial dalam setiap tindakannya mempunyai tujuan- tujuan yang
hendak dicapai. Tujuan adalah hasil akhir atas suatu tindakan dan perilaku seseorang yang harus
dicapai, baik melalui perubahan maupun dengan cara mempertahankan keadaan yang sudah ada.
8) Sanksi
Sanksi adalah suatu bentuk imbalan atau balasan yang diberikan kepada seseorang atas
perilakunya. Sanksi dapat berupa hadiah ( reward ) dan dapat pula berupa hukuman ( punishment ).
Sanksi diberikan atau ditetapkan oleh masyarakat untuk menjaga tingkah laku anggotanya agar sesuai
dengan norma- norma yang berlaku.
9) Fasilitas (Sarana)
Fasilitas adalah semua bentuk cara, jalan, metode, dan benda- benda yang digunakan manusia
untuk menciptakan tujuan sistem sosial itu sendiri. Dengan demikian fasilitas di sini sama dengan
sumber daya material atau kebendaan maupun sumber daya imaterial yang berupa ide atau gagasan.
Dari kesembilan unsur tersebut, jelaslah bila sebenarnya peran masyarakat dalam sistem sosial begitu
berpengaruh, begitupun peran masyarakat sebagai kontrol sosial dikehidupan sehari-hari, khususnya
bagi para pelajar sudah lebih dari cukup. Tapi sayangnya masyarakat cenderung untuk lebih berdiam
diri dan membiarkan tawuran antar pelajar terjadi berulang kali.
BAB III
PEMBAHASAN
Mengarah pada berbagai fenomena yang ada didalam masyarakat saat ini, begitu banyak suatu
struktur fungsional suatu sistem dalam masyarakat yang tidak berjalan sebagaimana mestinya,
sehingga struktur yang dijalankan hanya berdasar formalitas semata --bukan berdasar pada fungsional
lagi-- bahkan yang lebih memperihatinkan, seolah-olah tidak ada lagi sikap peduli terhadap fenomena
yang terjadi dalam masyarakat tersebut untuk bersikap terhadap apa yang seharusnya berjalan dalam
sistem masyarakat tersebut.
Maraknya tawuran antar pelajar yang terjadi akhir-akhir ini mengindikasikan sudah hilangnya
nurani pelajar kita untuk saling melakukan toleransi antar sesama, mereka cenderung mengedepankan
ego dan emosi masing-masing dalam bertindak, sehingga hak dan kepentingan orang lain mereka
kesampingkan jauh dari hadapan mereka, kalau sudah demikian jalan kekerasan pastinya akan
menjadi satu-satunya solusi akhir untuk menyelesaikan setiap permasalahan yang mereka hadapi
tanpa melihat akibat buruk yang akan ditimbulkan nantinya. Parahnya lagi masyarakat selalu bersikap
apatis dan seolah-olah tidak tahu-menahu terhadap kekerasan yang terjadi dihadapan mereka, mereka
hanya menyaksikan dan mencaci apa yang terjadi dihadapan mereka tanpa memberikan sebuah solusi
yang bijak untuk menyelesaikan permasalahan tersebut karena mereka terlalu menganggap wajar apa
yang sudah biasa terjadi dihadapannya.
Rendahnya kepekaan masyarakat dalam merespon setiap tindakan yang ditimbulkan remaja
atau pelajar, terkadang malah membuat gejolak jiwa para remaja makin tidak karuan, sehingga mereka
berusaha menunjukkan eksistensi mereka dalam lingkungan tersebut dengan menyalurkan sebuah
pelampiasan yang mreka pendam dalam diri mereka. Jika mengacu pada teori Charles P. Loomis di
poin ke-5 berkaitan Kaidah atau Norma,
“Norma adalah pedoman tentang perilaku yang diharapkan atau pantas menurut kelompok
atau masyarakat atau biasa disebut dengan peraturan sosial. Norma sosial merupakan
patokan-patokan tingkah laku yang diwajibkan atau dibenarkan dalam situasi- situasi tertentu dan
merupakan unsur paling penting untuk meramalkan tindakan manusia dalam sistem sosial. Norma
sosial dipelajari dan dikembangkan melalui sosialisasi, sehingga menjadi pranata- pranata sosial
yang menyusun sistem itu sendiri”
sudah bisa mewakili fungsi masyarakat sebagai kontrol sosial, khususnya bagi pelajar. Dengan
demikian, masyarakat harusnya turut berperan aktif terhadap suatu peristiwa yang terjadi disekitar
mereka berkaitan layak atau tidak, baik atau buruknya suatu tindakan yang ada dihadapan mereka.
Agar sistem yang ada didalamnya berjalan secara teratur.
Jika dianalisis secara mendalam, sebenarnya ada tiga faktor mendasar yang sering ditemui dan
menjadi akar permasalahan penyebab terjadinya tawuran antar pelajar, yaitu;
Tapi, kalau tawuran sudah terlanjur terjadi, setidaknya masyarakat juga punya sikap tentang apa
yang harus mereka lakukan untuk menanggulangi tawuran tersebut, antara lain;
1. Dinginkan suasana
2. Lerai pertikaian
3. Laporkan kepada pihak yang berwajib
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kurangnya kepekaan masyarakat dalam menyikapi atau merespon fenomena-fenomena sosial
yang terjadi disekitar mereka cenderung akan menambah parah situasi sehingga menumbuhkan
fenomena-fenomena sosial baru yang serupa bahkan bisa jadi lebih parah dari fenomena sosial yang
terjadi sebelumnya. Sikap apatis masyarakat menyebabkan fenomena-fenomena sosial yang terjadi
serasa diabaikan sehingga secara tidak langsung fenomena sosial tersebut mendapat dukungan
kebenaran atas apa yang mereka lakukan, apa yang harusnya bertentangan dengan norma atau kaidah
malah menjadi sejalan dengan norma atau kaidah tersebut.
Seperti halnya studi kasus mengenai tawuran antar pelajar yang akhir-akhir ini mulai marak
terjadi, masyarakat serasa mendukung atas apa yang pelajar lakukan. Masyarakat sebagai kontrol
sosial harusnya bisa membaca dan memberikan solusi bijak terhadap apa yang terjadi dihadapan
mereka, karena tanpa adanya peran dan partisipasi dari mereka, tawuran antar pelajar tidak akan
pernah berakhir. Karena kita tahu, kontrol sosial yang dilakukan keluarga dan sekolah hanya bisa
mengontrol mereka pada saat mereka berada dalam area pengawasan keluarga ataupun sekolah
mereka, selebihnya masyarakatlah yang berperan. Oleh karena itu peran aktif masyarakat tentunya
sangat dibutuhkan untuk mendidik dan mengarahkan sikap pelajar diluar kendali sekolah dan keluarga
tersebut kearah yang lebih positif, bukan hanya berpangku tangan dan menyaksikan kejadian demi
kejadian yang terjadi diantara para pelajar. Namun, perlu diingat juga bahwa peran keluarga dan pihak
sekolah tidak bisa begitu saja diabaikan, mengingat pondasi dasar perilaku mereka dibangun oleh
kedua pihak tersebut. Jika dari pihak keluarga harusnya bisa menanamkan pondasi agama sebagai
tameng untuk membentuk iman dan akhlak agar mereka tidak salah dalam bergaul, pihak sekolah
harusnya juga bisa menanamkan pondasi moral terhadap pelajar agar bisa menjunjung tinggi
keberagaman dan toleransi dalam bergaul dengan sesama.
Sederhananya, biarpun masyarakat berperan besar dalam kontrol sosial bagi pelajar saat berada
diluar lingkungan keluarga dan sekolah, semua pihak yang terlibat dalam pengontrol perilaku sosial
pelajar juga harus tetap bersinergi agar sistem yang berada didalamnya tidak terjadi ketimpangan yang
bisa membuat pelajar kita melakukan sesuatu hal yang mengganggu ketertiban dan kenyamanan hidup
bersama.
B. Saran
Jika menengok ulang terhadap analisa yang ada mengenai penyebab terjadinya tawuran antar
pelajar, beberapa saran berikut bisa menjadi solusi agar angka tawuran antar pelajar bisa ditekan,
bahkan bila memungkinkan bisa dihilangkan;
1. Keluarga sebagai awal tempat pendidikan para pelajar harus mampu membentuk sikap, pola
pikir, perilaku, termasuk juga akhlak yang baik untuk para pelajar.
2. Masyarakat mestinya menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi yang kondusif,
semisal dengan mengadakan kontrol terhadap fenomena-fenomena sosial yang terjadi
disekitarnya.
3. Sekolah harusnya memberikan pelayanan baik untuk membantu pelajar mengasah
kemampuan dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam dirinya. Baik dalam
kemampuan yang bersifat akademis maupun non-akademis, sehingga tidak ada lagi waktu
bagi pelajar untuk melakukan hal yang tidak berguna, terlebih melakukan tawuran.
4. Hindari ikut berkumpul atau bergabung dengan gang yang memiliki kecenderungan untuk
melakukan hal yang mengarah pada hal-hal negatif.
5. Tanamkan nilai moral dan religius didalam hati agar senantiasa memiliki kesadaran diri untuk
tidak berbuat negatif saat kontrol sosial yang berada disekitar melemah atau terjadi
ketimpangan.
DAFTAR PUSTAKA