7025 36835 2 PB
7025 36835 2 PB
Kartika Kemala, Wening Setyani, Dyah Ayu Mira Oktarina, Yohanes Widodo
Wirohadidjojo
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.
Sardjito-Yogyakarta
ABSTRAK
Latar Belakang: Pseudolimfoma kutis adalah proses limfoproliferatif jinak poliklonal pada kulit, yang menyerupai limfoma
kutis secara klinis dan atau histopatologi. Pseudolimfoma kutis bermanifestasi dalam bentuk nodul atau plak keunguan pada
wajah. Pada kasus yang dicurigai sebagai pseudolimfoma kutis, bagian terpenting adalah diagnosis untuk membedakan lesi
tersebut jinak atau ganas. Diagnosis memerlukan kombinasi antara pemeriksaan klinis, histopatologis, dan imunohistokimia.
Tujuan: Melaporkan satu kasus pseudolimfoma kutis yang menitikberatkan pada masalah penegakan diagnosis. Kasus:
Seorang wanita usia 27 tahun, datang dengan keluhan nodul asimptomatik berwarna merah pada pipi sejak 2 bulan yang lalu.
Pemeriksaan histopatologi didapatkan sebukan limfosit padat membentuk folikel limfoid dengan centrum germinativum
yang sebagian mendestruksi kelenjar appendices kulit dan meluas hingga jaringan lemak subkutis. Pemeriksaan
imunohistokimia menunjukkan hasil positif dengan pewarnaan cluster of differentiation (CD) 20+, CD3+, dengan dominasi
pada CD3+. Pewarnaan CD4+ menunjukkan hasil positif dan CD8+ dengan hasil negatif. Penatalaksanaan: Pasien diterapi
dengan injeksi triamsinolon asetonid 10 mg/ml intralesi, dan memberikan hasil yang memuaskan setelah 3 kali injeksi.
Simpulan: Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan histopatologi, dan imunohistokimia, telah ditegakkan
kasus pseudolimfoma kutis pada seorang wanita 27 tahun. Terapi dengan injeksi triamsinolon asetonid 10 mg/ml intralesi
memberikan hasil yang memuaskan.
ABSTRACT
Backgrounds: Cutaneous pseudolymphoma is a reactive polyclonal benign lymphoproliferative process in the skin, that
simulate cutaneous lymphomas clinically, histologically, or both. Pseudolymphoma clinically manifest as solitary livid
nodules or plaque on the face. In cases where cutaneous pseudolymphoma is suspected, the most crucial part is diagnosis, in
order to differentiate benign or malignant lesion. Diagnosis required a combination of clinical, histopathological, and
immunohistochemistry examination. Objectives: To report a case of cutaneous pseudolyphoma, focused on the diagnosis
problem. Case: A 27-year old woman, presented with asymptomatic red nodule on her cheek since 2 months before.
Histopathological examination revealed dense lymphocytic infiltration forming lymphoid follicles with centrum
germinativum that partially destructed skin appendice glands and extended to subcutaneous adipose tissue.
Immunohistochemistry examination showed positive result on cluster of differentiation (CD) 20+, CD3+ staining with
domination of CD3+. CD4+ and CD8+ staining gave positive and negative result, respectively. Treatment: Patient was
treated with intralesional injection of triamcinolone acetonide 10 mg/ml and showed satisfying result after 3 times injection.
Conclusion: A cutaneous pseudolymphoma in a 27-year old woman was diagnosed based on history and physical,
histopatological, also immunohistochemistry examination. Intralesional injection of 10 mg/ml triamcinolone acetonide gave
satisfying result.
Alamat korespondensi: Kartika Kemala, Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Gajah Mada, RSUP Dr. Sardjito-Yogyakarta, Jl. Farmako, Sekip Utara, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta 55281, e-mail: kartika.kemala@yahoo.com
1
Artikel Asli Pseudolimfoma Kutis: Laporan Kasus
Gambar 2. Tampak sel limfoid dengan berbagai macam maturasi, aspirasi jarum halus. Pembesaran 40x (A).
Pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin tampak infiltrat limfosit padat membentuk
folikel limfoid dengan centrum germinativum. Pembesaran 40x, 100x, 200x (B, C, D)
Gambar 3. Pewarnaan imunohistokimia. Pewarnaan dengan cluster of differentiation (CD)3+ pada epidermis
dan dermis. CD3+ pada membran sel limfosit (A pembesaran 40x, B pembesaran 100x). Pewarnaan dengan
CD20+ pada membran sel limfosit (C pembesaran 40x, D pembesaran 100x). Pewarnaan dengan CD4+ positif
pada sitoplasma sel limfosit (E pembesaran 40x, F pembesaran 100x). Pewarnaan dengan CD8+ negatif (G
pembesaran 40x, H pembesaran 100x).
Pseudolimfoma tidak merujuk ke suatu penyakit yaitu karena kesalahan dalam diagnosis dan karena
yang spesifik atau mengindikasikan etiologi tertentu, pajanan antigen yang terjadi secara terus
1,11,12
istilah ini digunakan untuk menunjukkan suatu proses menerus.
akumulasi limfosit di kulit sebagai respons terhadap Pseudolimfoma kutis merupakan istilah yang
berbagai stimulus atau antigen yang diketahui maupun digunakan untuk kelainan kulit limfoproliferatif jinak
tidak diketahui.6 Antigen pada kasus pseudolimfoma reaktif yang menyerupai limfoma kutis, baik secara
dapat berupa gigitan serangga, tato, trauma, vaksinasi, klinis dan atau histopatologis. Kasus ini adalah
perhiasan, obat, dan juga infeksi oleh Borrelia pseudolimfoma kutis pada seorang perempuan yang
burgdoferi. Pada banyak kasus, etiologi ditegakkan berdasar pada anamnesis, pemeriksaan
pseudolimfoma tidak dapat diungkapkan dan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Terapi dengan
ditetapkan sebagai kasus yang idiopatik.7-9 injeksi triamsinolon asetonid 10 mg/ml memberikan
Secara klinis pseudolimfoma mayoritas hasil yang memuaskan.
bermanifestasi dalam bentuk nodul soliter eritema
sampai coklat hingga keunguan, tetapi dapat pula KEPUSTAKAAN
tampak dalam bentuk papul atau plak infiltrat soliter 1. Romero-Perez D, Martinez MB, Encabo-Duran
atau multipel. Pada beberapa kasus dilaporkan pula B. Cutaneous pseudolymphomas. Actas
bentuk lesi yang tidak umum, berupa ulserasi dan Dermosifiliogr 2016;107(8):640-51.
keloid.10,11 Pada pemeriksaan histopatologi, gambaran 2. Terada T. Cutaneous pseudolymphoma: a case
yang penting dari pseudolimfoma adalah proliferasi report with an immunohistochemical study. Int J
limfoid dengan keterlibatan centrum germinativum, Clin Exp Pathol 2013;6(5):966-72.
dapat dijumpai derajat atipia dan gambaran mitosis 3. Shtilionova S, Drumeva P, Balabanova M,
yang minimal. Pemeriksaan imunohistokimia akan Krasnaliev I. What is pseudolymphoma and its
didapatkan hasil yang positif pada penanda limfosit nature. J of IMAB 2010;16(3):106.
sel B dan sel T.4,6,9 Keterlibatan centrum 4. Shetty SK, Hegde U, Jagadish L, Shetty C.
germinativum dan poliklonalitas dari limfosit akan Pseudolymphoma versus lymphoma: an
menyingkirkan diagnosis banding limfoma kutis.4 important diagnostic decision. J Oral Maxillofac
Pilihan terapi pada pseudolimfoma kutis Pathol 2016;20(2):328.
ditentukan berdasarkan faktor penyebab, luas lesi, 5. Bergman R. Pseudolymphoma and cutaneous
lokasi anatomi, dan kebutuhan pasien.10 Resolusi lymphoma: facts and controversies. Clin
spontan dilaporkan pada beberapa kasus dengan Dermatol 2010;28:568-74.
penghentian etiologi yang mendasari dan beberapa 6. Koh WL, Tay YK, Koh MJA, Sim CS.
dilaporkan pula pada kasus yang bersifat idiopatik.10,11 Cutaneous pseudolymphoma occurring after
Pilihan terapi dapat berupa steroid intralesi dan traumatic implantation of a foreign red pigment.
sistemik, bedah beku, interferon alfa, eksisi, Singapore Med J 2013;54(5):e100-1.
radioterapi lokal, antimalaria, dan imunosupresan.4,5,11 7. Shashikumar BM, Harish MR, Katwe KP,
Pada kasus ini dijumpai adanya nodul eritema Kavya M. Cutaneous pseudolymphoma: an
soliter pada wajah. Pemeriksaan histopatologi dan enigma. Clin Dermatol Rev 2017;1:22-4.
imunohistokimia didapatkan infiltrat limfosit padat 8. Prabhu V, Shivani A, Pawar VR. Idiopathic
membentuk folikel limfoid, dan poliklonalitas sel cutaneous pseudolymphoma: an enigma. Indian
limfosit dengan dominasi sel T. Berdasarkan temuan Dermatol Online J 2014;5(2):224-6.
tersebut diagnosis pseudolimfoma kutis ditegakkan. 9. Hussein MR. Cutaneous pseudolymphomas:
Lesi yang ditemukan pada kasus ini soliter dan inflammatory reactive proliferations. Expert Rev
terlokalisir, sehingga pilihan terapi adalah injeksi Hematol 2013;6(6):713-33.
triamsinolon asetonid 10 mg/ml intralesi. Injeksi 10. Mahajan NA, Bindu SM, Mulay SS.
triamsinolon asetonidmemberikan hasil yang Lymphadenosis benigna cutis or cutaneous
memuaskan setelah injeksi yang ketiga dan tidak lymphoid hyperplasia: a rare case report.
didapatkan adanya efek samping pada pasien. APALM 2016; 3(1): C44-8.
Selain diagnosis dan terapi, hal lain yang perlu 11. Cho S, Kim MR, Oh SH. A case of cutaneous
diperhatikan pada kasus pseudolimfoma adalah pseudolymphoma in a clinical appearance of
progresifitas pseudolimfoma ke arah keganasan. Pada keloid. Korean J Dermatol 2012;50(11):1006-8.
beberapa laporan kasus, pseudolimfoma dilaporkan 12. Sori T, Rai V, Pai VV, Naveen KN. Facial
dapat berkembang menjadi ganas. Progresifitas ke nodule: what is your diagnosis. Indian J
arah keganasan masih dimungkinkan karena 2 hal, Dermatol 2013;58:248.
278