Anda di halaman 1dari 245

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

FISIOTERAPI

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA


The Indonesian Physiotherapy Association

Sekertariat : Jl Raya Serengseng No 8 E, Kembangan, Jakarta Barat 11630


Telp/fax : 021 5847248, Email : pp_ifi@yahoo.co.id, Website : www.ifi.or.id
KATAPENGANTAR
Salam Fisio
Puji syukur Alhamdulillah kami Panjatkan ke Hadirat Allah Tuhan yang Maha Esa atas
segalarahmat dan karunia sehingga Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) dapat menerbitkan salah
satu buku penting bagi Fisioterapi Indonsia sebagai profesi yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat .Buku ini adalah buku Panduan Pratik klinik Fisioterapi (PPK
FT).
Sebagai profesi Fisioterapi Indonesia memiliki acuan baik dari sisi pertangung jawaban
akademik maupun pertangggung jawaban praktik. Acuan itu adalah Standar Praktik
Fisioterapi yang berisi standar kompetensi dan kode Etik profesi, Standar dan Pedoman
Pelayanan serta Sumpah Profesi. Dengan Acuan ini maka Fisioterapi sebagai profesi dapat
diukur dengan jelas .
Buku PPK FT ini adalah bagian tak terpisahkan dari lahirnya Permenkes no 65 thaun 2015
tentang Pedoman Pelayanan Fisioterapi di sarana Kesehatan . Dengan Adanya buku PPK FT
ini maka pelayanan Fisioterapi diseluruh Fasilitas Kesehatan di Indonesia akan terstandar .
Dengan Demikian maka mutu dan keselamatan Pasien akan terjaga . Dengan menggunakan
PPK maka setiap pelayanan Fisioterapi erdasar pada praktk terbaik dan parktik berdsar bukti.
Implementasi PPK FT dalam pelayanan juga merupakan bukti bahwa pelayanan Fisioterapi
di Indonesia sesuai dengan pendekatan Komite Akreditasi Rumah sakit yang berprinsip pada
pelayanan yang berfokus pada pasien.
Buku PPK FT ini berisikan panduan praktik Fiioterapi dalam menangani klien gangguan
gerak dan fungsi tubuh dalam lma bagian yaitu :
1. Panduan Praktik Fisioterapi dalam Fisioterapi Neurologi
2. Panduan Praktik Fisioterapi dalam Fisioterapi Ortopedik Muskuloskeletal
3. Panduan Praktik Fisioterapi dalam Fisioterapi Pediatri
4. Panduan Praktik Fisiterapi dalam Fisioterapi Olahraga
5. Panduan Praktif Fiisoterapi dalam Fisiterapi Kardio Respirasi Vaskuler

Perkembangan Pendekatan Fisioterapi dalam menangani gangguan gerak dan fungsi selalu
berkembang dan menemukan bukti bukti baru , oleh karena itu buku PPK FT ini selalu akan
berkembang dan disempurkan. Semoga bermanfaat
Jakarta, Februari 2017
Ikatan Fisioterapi Indonesia

Moh. Ali Imron, M.Fis


Ketua umum

ii
TIM PENYUSUN

Pengurus Pusat Ikatan Fisioterapi Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Anak Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Neurologi Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Kardiorespirasi Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Ortopedik dan Muskuloskeletal Indonesia

Perhimpunan Fisioterapi Olahraga Indonesia

iii
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
FISIOTERAPI

PEDIATRIC

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA

1
1. Cerebral Palsy Spastik Quadriplegia
A. Cerebral Palsy Spastik Quadriplegia
1) Kode ICD : G80.0
2) Kode ICF : b140, b163, b279, b260, b450, b710-b729, b730-b749,
b750-b789, s110, s710-s770, d110-d159, d410-d429,
B. Kondisi kesehatan
1) Pengertian
Cerebral Palsy (CP) adalah Gangguan gerak dan postur yang bersifat
permanen akibat lesi pada saraf otak namun tidak progressif, kerusakan
otak bisa terjadi pada masa kehamilan, masa persalinan dan pada masa
pasca persalinan hingga usia dua tahun pertama kehidupan. (Bobath, 1997).
CP Spastik quadriplegia adalah CP yang lebih berdampak kepada semua
anggota gerak.
2) Insidensi dan Prevalensi
Angka kejadian CP adalah 2-2,5 per 1000 kelahiran hidup (di negara maju),
di negara berkembang angka kejadian CP lebih tinggi 2,5-5 / 1000 kelahiran
hidup, untuk CP Quadriplegia merupakan kejadian yang paling tinggi dengan
prevalensi 25% kejadian dari seluruh kondisi cp yang terjadi.
3) Patologi dan Patologi fungsional
Adanya gangguan dan kelainan pada saraf otak area lesi motorik tungkai
akibat infeksi dan perdarahan pembuluh darah otak.
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Menanyakan riwayat kehamilan, persalinan dan kejadian pasca
persalinan
- Apakah ada riwayat kelahiran premature
- Apakah ada riwayat kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR)
2) Pemeriksaan klinis;
- Hasil CT scan atau MRI
- Diagnosa dokter spesialis saraf
3) Pemeriksaan fisik;
- Pemeriksaan postur

2
- Pemeriksaan tonus
- Pengukuran ROM
- Pemeriksaan fungsi gerak berdiri dan berjalan
4) Evaluasi;
a. Menilai keseimbangan berdiri
b. Menilai pola berjalan
5) Diagnosa Fisioterapi:
- Gangguan fungsi berdiri dan berjalan karena spastik dan kelemahan
kedua tungkai
6) Prognosis Fungsional
Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun,
tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat
bantu
D. Intervensi
1) ICF target ;
- Diharapkan klien bisa transfer.
- Kognisi lebih baik hingga mampu berkomunikasi
- Release spastik pada kedua tungkai
- Mencegah dan mengatasi kontraktur pada tendon achilles
- Disability target, dan Environment Target)
2) Modalitas yang direkomendasikan adalah;
- Matras
- Ballster
- Bangku Bobath
- Alat bantu adaptasi dengan sepatu ankle foot orthose (AFO) dynamic
E. Referensi
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin. Philadelphia. 2008.
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
St. louis. 2012
- Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
- Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD. PT.
2003

3
- Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
- Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
- Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009

2. Cerebral Palsy Spastik Diplegia


F. Cerebral Palsy Spastik Diplegia
3) Kode ICD : G80.1
4) Kode ICF : b7s7
G. Kondisi kesehatan
4) Pengertian
Cerebral Palsy (CP) adalah Gangguan gerak dan postur yang bersifat
permanen akibat lesi pada saraf otak namun tidak progressif, kerusakan
otak bisa terjadi pada masa kehamilan, masa persalinan dan pada masa
pasca persalinan hingga usia dua tahun pertama kehidupan. (Bobath, 1997).
CP Spastik Diplegia adalah CP yang lebih berdampak kepada ke-dua tungkai
dari pada ke-dua lengan. (Jane Styer-Acevedo, 2008)
5) Insidensi dan Prevalensi
Angka kejadian CP adalah 2-2,5 per 1000 kelahiran hidup (di negara maju),
di negara berkembang angka kejadian CP lebih tinggi 2,5-5 / 1000 kelahiran
hidup, untuk CP diplegia angka kejadiannya adalah 22,4 % ( urutan kedua
setelah Quadriplegia 25%)
6) Patologi dan Patologi fungsional
Adanya gangguan dan kelainan pada saraf otak area lesi motorik tungkai
akibat infeksi dan perdarahan pembuluh darah otak.
H. Pemeriksaan
7) Anamnesis
- Menanyakan riwayat kehamilan, persalinan dan kejadian pasca
persalinan
- Apakah ada riwayat kelahiran premature
- Apakah ada riwayat kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR)
8) Pemeriksaan klinis;

4
- Hasil CT scan atau MRI
- Diagnosa dokter spesialis saraf
9) Pemeriksaan fisik;
- Pemeriksaan postur
- Pemeriksaan tonus
- Pengukuran ROM
- Pemeriksaan fungsi gerak berdiri dan berjalan
10) Evaluasi;
c. Menilai keseimbangan berdiri
d. Menilai pola berjalan
11) Diagnosa Fisioterapi:
- Gangguan fungsi berdiri dan berjalan karena spastik dan kelemahan
kedua tungkai

12) Prognosis Fungsional


Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan pada usia sekitar 3 tahun,
tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian anak memerlukan alat
bantu
I. Intervensi
3) ICF target ;
- Diharapkan klien bisa berdiri dan berjalan
- Release spastik pada kedua tungkai
- Mencegah dan mengatasi kontraktur pada tendon achilles
- Disability target, dan Environment Target)
4) Modalitas yang direkomendasikan adalah;
- Matras
- Ballster
- Bangku Bobath
- Alat bantu adaptasi dengan sepatu ankle foot orthose (AFO) dynamic
J. Referensi
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.

5
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
- Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
- Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD. PT.
2003
- Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
- Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
- Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009

3. Cerebral Palsy Hemiplegia


A. Cerebral Palsy Hemiplegia
1) Kode ICD : G80.2
2) Kode ICF : b73
B. Kondisi kesehatan
1) Pengertian
Cerebral Palsy (CP) adalah Gangguan gerak dan postur yang bersifat
permanen akibat lesi pada saraf otak namun tidak progressif, kerusakan
otak yang terjadi pada janin dan bayi yang sedang berkembang. Gangguan
motoric yang terjadi sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi,
kognisi, komunikasi dan gangguan perilaku serta kadang disertai epilepsy
dan gangguan sekunder pada musculoskeletal. (SCPE, Survelence of
Cerebral Palsy in Europe.)
Cerebral Palsy Hemiplegia adalah CP yang mengakibatkan setengah bagian
tubuh mengalami kelumpuhan.
2) Insidensi dan Prevalensi
Proposrsi anak yang mengalami hemiplegia yang terjadi pada masa gestasi
adalah 14% pada masa yang sangat prematur, 12% pada prematur
mederate dan 44% pada full term.
Untuk prevalensi CP Hemiplegia yaitu peringkat kedua setelah quadriplegia
yaitu 22,6 % pada tahun 1996 di USA.

6
3) Patologi dan Patologi fungsional
Diakibatkan oleh lesi pada otak yang dapat terjadi pada masa dalam
kandungan atau selama proses persalinan yang mengakibatkan salah satu
hemisphere yang mengontrol bagian tubuh sisi yang berlawanan mengalami
lesi.

C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Riwayat kehamilan
- Riwayat persalinan
- Riwayat kesehatan setelah lahir hingga usia dua tahun
2) Pemeriksaan Medis;
- Pemeriksaan spesialis anak
- Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan gerak fungsi;
- Inspeksi postur dan pola gerak
- Pemeriksaan tonus otot
- Pemeriksaan panjang tungkai
- Pemeriksaan postur terkait skoliosis
- Pemeriksaan visual
- Pemeriksaan keseimbangan
- Pemeriksaan fungsi pola berdiri dan pola jalan
4) Diagnosa Fisioterapi
a. Impairmen
- Gangguan perkembangan otak
- Gangguang Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b. Problema aktual dan potensial yang dijumpai:
- Abnormal pola jalan
- Asimetrik tungkai
- Dislokasi/ subluksasi hip
- Deformitas ankle (ankle varus)
- Kontraktur tendon achilles

7
5) Prognosis Fungsional:
- 60-80 % bisa berjalan

D. Intervensi
1) Tujuan intervensi:
- Stimulasi sensorik-motorik sisi yang terkena
- Meningkatkan keseimbangan berdiri
- Melatih pola jalan normal
- Mencegah deformitas
2) Modalitas yang direkomendasikan adalah:
- Matras
- Bangku bobath/ bench
- Wallbars
E. Referensi
1) Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
2) Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
3) Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
4) Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD. PT.
2003
5) Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
6) Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
7) Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009

4. Cerebral Palsy Atetoid


A. Cerebral Palsy Atetoid
1) Kode ICD : G80.03
2) Kode ICF : s110, s770, s760, d330, d335
B. Kondisi kesehatan
1) Pengertian

8
Cerebral Palsy (CP) adalah Gangguan gerak dan postur yang bersifat
permanen akibat lesi pada saraf otak namun tidak progressif, kerusakan
otak bisa terjadi pada masa kehamilan, masa persalinan dan pada masa
pasca persalinan hingga usia dua tahun pertama kehidupan. (Bobath, 1997).
CP Spastik atetoid adalah adalah CP yang mengakibatkan terjadinya
involuntary movement karena tonus yang sering berubah antara hipertonus
dan hipotonus yang diakibatkan oleh kerusakan pada otak bagian basal
ganglia.
2) Insidensi dan Prevalensi
Angka kejadian CP adalah 2-2,5 per 1000 kelahiran hidup (di negara maju),
di negara berkembang angka kejadian CP lebih tinggi 2,5-5 / 1000 kelahiran
hidup, untuk CP diplegia angka kejadiannya adalah 22,4 % ( urutan kedua
setelah Quadriplegia 25%)
3) Patologi dan Patologi fungsional
Adanya gangguan dan kelainan pada saraf otak basal ganglia
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Menanyakan riwayat kehamilan, persalinan dan kejadian pasca
persalinan
- Apakah ada riwayat kelahiran premature
- Apakah ada riwayat kelahiran bayi berat lahir rendah (BBLR)
- Apakah pernah mengalami hiperbilirubin

2) Pemeriksaan klinis;
- Hasil CT scan atau MRI
- Diagnosa dokter spesialis saraf
3) Pemeriksaan fisik;
- Pemeriksaan postur
- Pemeriksaan tonus
- Pengukuran ROM
- Pemeriksaan fungsi
- Pemeriksaan keseimbangan dan koordinasi

9
4) Evaluasi;
- Menilai keseimbangan dan koordinasi
5) Diagnosa Fisioterapi:
- Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak fungsional

6) Prognosis Fungsional
- 50-70 % bisa berjalan
D. Intervensi
1) ICF target ;
- Diharapkan klien bisa duduk sendiri
- Diharapkan klien bisa berdiri dengan berpegangan dan bisa lepas
tangan
- Diharapkan bisa mengontrol ketegangan otot.
2) Modalitas yang direkomendasikan adalah;
- Matras
- Ballster
- Bangku Bobath
- Alat bantu adaptasi dengan sepatu ankle foot orthose (AFO) dynamic
E. Referensi
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink”
Martin. 2012
- Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
- Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD.
PT. 2003
- Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
- Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott,
PhD. 2001.
- Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington.
2009
5. Bayi Prematur
A. Bayi Prematur

10
1) Kode ICD : P07.30
2) Kode ICF : s110, s430, s230, s260, s710, s760
b210, b230, b235, b260, b265, b440, b510, b750
d710, d410,d560
e310
B. Kondisi Kesehatan
1) Pengertian
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kelahiran prematur
sebagai kelahiran sebelum masa gestasi 37 minggu, atau kurang dari 259
hari sejak hari pertama haid terakhir terakhir (HPHT).

2) Klasifikasi
Dibagi lagi berdasarkan usia gestasi:
- Amat sangat prematur (< 28 minggu)
- Sangat prematur (xtremely preterm (28–<32 minggu)
- Moderat prematur (32–<37 minggu)

3) Epidemiologi
Prevalensi prematur adalah 1 dari 10 neonatus yang lahir hidup. Di seluruh
dunia angka kelahiran prematur kurang lebih 15 juta neonatus per tahun.
Angka kematian dari komplikasi prematur kurang lebih 1 juta neonatus.

4) Patologi fungsional
- Ketidakmatangan perkembangan otak pada bayi prematur menghasilkan
permasalahan pada fungsi motorik, sensorik, persepsi dan kognisi pada
bayi.
- Ketidakmatangan perkembangan paru-paru menghasilkan
permasalahan fungsi pernapasan pada bayi.
- Perkembangan posisi fleksi yang kurang pada bayi prematur
menyebabkan gangguan kontrol postural pada bayi.
- Gangguan fungsi oral menyebabkan permasalahan pada fungsi
menghisap dan menelan pada bayi.

11
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Status paritas, usia kehamilan, riwayat pre natal, perinatal, dan post
natal
- Berat badan lahir, panjang lahir, dan lingkar kepala saat lahir
- Kemampuan menelan dan menghisap pada bayi
- Respon sensoris terhadap stimulus lingkungan
- Kemampuan gerakan dan kontrol postur bayi
2) Pemeriksaan Medis
- Pemeriksaan spesialis anak
- Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan Gerak Fungsi
- Pemeriksaan fungsi oral (menghisap, dan menelan)
- Pemeriksaan fungsi sensoris
- Pemeriksaan fungsi pernapasan
- Pemeriksaan tonus otot
- Pemeriksaan gerak refleks
4) Diagnosis Fisioterapi
a. Impairmen
- Gangguan perkembangan otak
- Gangguan perkembangan paru
- Gangguan respon sensorik
- Gangguan tonus otot
- Gangguan gerak refleks
b. Limitasi Aktifitas
- Gangguan menghisap dan menelan
- Gangguan pernapasan
- Gangguan kontrol kepala dan punggung
- Gangguan fungsi gerakan tangan
c. Restriksi Partisipasi
- Gangguan interaksi dengan orangtua
- Gangguan interaksi dengan lingkungan

12
5) Prognosis
- Angka kematian bayi sangat prematur awal 16,2%, dan moderat
prematur 10,6%.
- Angka survival prematur usia 22 minggu 0%, 23 minggu 23%, 24
minggu 56%, dan 25 minggu 79%.
6) Evaluasi
- Evaluasi fungsi oral dengan Noenatal Oral Motor Assessment
- Evaluasi fungsi pernapasan dengan Oxymetry dan Respiratory Rate
- Evaluasi respon sensorik dengan Infant Sensory Profile
- Evalu
- asi perkembangan gerak refleks dengan Reflex Assessment
- Evaluasi perkembangan berat badan dengan timbangan bayi
D. Intervensi
1) Tujuan Intervensi
- Meningkatkan fungsi oral bayi yaitu menghisap dan menelan
- Meningkatkan berat badan bayi prematur
- Meningkatkan fungsi pernapasan bayi
- Meningkatkan respon sensorik dan motorik bayi
- Meningkatkan tonus dan kontrol postur bayi
- Meningkatkan kemampuan interaksi bayi dengan orangtua dan
lingkungan
2) Modalitas
- Non Nutritive Sucking Exercise (NNS), dan Nutritive Sucking Exercise
(NS)
- Baby Massage
- Neonates Chest Therapy
- Vestibular Tactile Kinesthetic Stimulation (VTK)
- Kangaroo Method Care (KMC)
E. Referensi
- Beth M. McManus, et al: Application of the NICU PracticeGuidelines to
Treat an Infant in Level III NICU, Pediatric Physical Therapy Section on
Pediatrics APTA, 2013.

13
- Howson C.P., Kinney M.V., Lawn J. March of Dimes, PMNCH, Save the
Children, Born Too Soon: the global action report on preterm birth;
2012.
- Jane K. Sweeney, et al: Neonatal Physical Therapy. Part II: Practice
Frameworks and Evidence-Based Practice Guidelines, Pediatric Physical
Therapy Section on Pediatrics APTA, 2010.
- Jung Sun Hong: From Normal Development, CP Treatment Ideas, 3’rd
Edition, Konnja Publishing, Seoul, 2015.
- Kemenkes RI, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Jakarta; 2013
- World Health Organization . ICD-10: international statistical classification
of diseases and related health problems, tenth revision; 2010.
- World Health Organization, Preterm Birth, Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/2017.
- World Health Organization, International Classification of Diseases Tenth
Revision, Available fom: http://www.icd10data.com/
- World Health Organization, International Classification of Functioning
Disability and Health (ICF), Available fom:
http://apps.who.int/classifications/icfbrowser/

6. Gangguan Napas pada Neonatus


A. Gangguan Napas pada Neonatus
1. Kode ICD : P22.0
2. Kode ICF : s430, s710, s760,
b440, b445, b100, b105, b310
d560
e115
B. Kondisi Kesehatan
1) Pengertian
Merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kerja pernapasan
yang ditandai dengan takipnea, napas cuping hidung, retraksi, merintih,
sianosis, dan bahkan bisa terjadi apnea.

14
2) Jenis Gangguan:
- Transient Tachypneaof Newborn (TTN)
- Respiratory Distress Syndrome (RDS)
- Hyaline Membrane Diseases (HMD)
3) Klasifikasi gangguan
- Gangguan napas ringan
- Gangguan napas sedang
- Gangguan napas berat
4) Epidemiologi
Presentasi kejadian menurut usia kehamilan adalah 60 -80% terjadi pada
bayi dengan usia kehamilan <28 minggu, 15-30% pada bayi usia kehamilan
32-36 minggu, dan jarang ditemukan pada bayi cukup bulan.
5) Patologi fungsional:
- Ketidakmatangan perkembangan paru-paru menghasilkan
permasalahan fungsi respirasi pada bayi.
- Adanya obstruksi pada saluran pernapasan menyebabkan gangguan
fungsi ventilasi.
- Problem postural dan problem muskular menyebabkan gangguan
mekanika pernafasan.
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Status paritas, usia kehamilan, riwayat pre natal, perinatal, dan post
natal
- Berat badan lahir, panjang lahir, dan lingkar kepala saat lahir
- Warna kulit saat lahir, tangisan saat lahir, usaha bernapas (menanyakan
skor APGAR atau skor DOWNE)
- Alat bantu pernapasan yang diberikan saat lahir
2) Pemeriksaan Medis
- Pemeriksaan spesialis anak
- Pemeriksaan penunjang (radiologi thoraks, AGDA, elektrolit,
pemeriksaan darah)
3) Pemeriksaan Gerak Fungsi

15
- Pemeriksaan skor DOWNE
- Pemeriksaan saturasi pernapasan
- Pemeriksaan frekuensi pernapasan
- Pemeriksaan suara pernapasan
- Pemeriksaan pola pernapasan
- Pemeriksaan mobilitas thoraks
- Pemeriksaan otot-otot pernapasan
4) Diagnosis Fisioterapi
a. Impairmen
- Gangguan perkembangan paru
- Gangguan jalan napas
- Gangguan fungsi ventilasi
- Gangguan fungsi respirasi
- Gangguan otot-otot pernapasan
- Gangguan mobilitas thoraks
b. Limitasi Aktifitas
- Gangguan menghisap dan menelan
- Gangguan fungsi bersuara
c. Restriksi Partisipasi
- Gangguan interaksi dengan orangtua
- Gangguan interaksi dengan lingkungan
5) Prognosis
- Angka kematian bayi dengan gangguan pernapasan adalah 26% pada
gangguan ringan, 40% pada gangguan sedang, dan 46% pada gangguan
berat.
- Dengan pemberian intervensi yang baik pada fase intensif, maka terjadi
penurunan angka kematian bayi sampai dengan 95%.
6) Evaluasi
- Evaluasi derajat sesak dengan DOWNE score
- Evaluasi saturasi dengan Oxymetry
- Evaluasi pola pernapasan dengan Respiratory Rate dan pola napas di
monitor

16
D. Intervensi
a) Tujuan Intervensi
- Melakukan pembersihan jalan napas
- Meningkatkan fungsi otot-otot pernapasan
- Meningkatkan mobilitas thoraks
- Meningkatkan koordinasi fungsi napas dengan fungsi menghisap dan
menelan
- Meningkatkan koordinasi fungsi napas dengan fungsi suara
b) Modalitas
Neonates Chest Therapy
Merupakan sekumpulan teknik fisioterapi untuk membantu problem
pernapasan pada bayi baru lahir seperti mobilisasi thoraks, breathing
exercise, postural drainage, teknik manual seperti tapping, clapping,
vibration, stimulasi batuk, suction, dan pemberian oksigen.
E. Referensi
- Jan Stephen Tecklin, Pediatric Physical Therapy: 4th (fourth) Edition,
Lippincott Williams & Wilkins; 2008
- Jane K. Sweeney, et al: Neonatal Physical Therapy. Part II: Practice
Frameworks and Evidence-Based Practice Guidelines, Pediatric Physical
Therapy Section on Pediatrics APTA, 2010.
- Jung Sun Hong: From Normal Development, CP Treatment Ideas, 3’rd
Edition, Konnja Publishing, Seoul, 2015.
- Preeti S Christian: Chest Physiotherapy for Infants, International Journal of
Physiotherapy and Research, Vol 2 (5) 699-05, 2014.
- Suzanne K Campbell: Pediatric Neurologic Physical Therapy, Churchill
Livingstone, 2001.
- Tim Penyunting Ikatan Dokter Anak Indonesia, Buku Ajar Neonatologi Edisi
Pertama, IDAI, Jakarta; 2008.
- World Health Organization, International Classification of Diseases Tenth
Revision, Available fom: http://www.icd10data.com/

17
- World Health Organization, International Classification of Functioning
Disability and Health (ICF), Available fom:
http://apps.who.int/classifications/icfbrowser/
- World Health Organization, Preterm Birth, Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/2017.

7. Down syndrome

A. Down Syndrome
1) ICD : Q90
2) ICF : b7s7

B. Kondisi Kesehatan
1) Pengertian
Down syndrome atau trisomy 21 adalah kelainan yang menyebabkan
penderita mengalami keterlambatan dalam pertumbuhannya (lambat
bicara, duduk, dan jalan), kecacatan (bentuk kepala datar, hidung pesek, dll)
dan kelemahan fisik (mudah lelah dan sakit) serta memiliki IQ yang relative
rendah dibandingkan dengan orang normal pada umumnya (25-70).. Hasil
Observasi
.
2) Insidensi dan Prevalensi
Dalam 17 tahun terakhir ini jumlah kelahiran down syndrome meningkat
cukup pesat dengan perbandingan 1:700 dari kelahiran hidup(Clinic for
Children). Saat ini jumlahnya masih belum diketahui pasti Diseluruh dunia
jumlah mencapai 8.000.000 kasus. Sedangkan di Indonesia diperkirakan ada
lebih dari 300.000 kasus (3.75%)(Aryanto,2008).
3) Patologi dan patofisiologi
Kelainan ini diakibatkan kromosom 21 berjumlah 3 (pada orang normal
2)(NDSS, 2012). Down syndrome seringkali mengalami keterbelakangan
kemampuan motorik, seperti terlambat berdiri dan berlari.

18
Kondisi dan Perkembangan Anak Down Syndrome tahun 2013 mengatakan
bahwa 73% dari anak-anak DS baru mampu berdiri pada usia 24 bulan, dan
40% bisa berjalan pada usia 24 bulan
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Riwayat kelahiran karena ibu hamil di usia tua
- Tidak mengalami kesulitan dalam aktivitas secara fisik namun biasanya
mengalami gangguan berpikir dan kognisi
- Cenderung hipersensitif karena mengalami gangguan taktil dan
proprioceptif
- Memiliki riwayat keluarga Down Syndrome (keturunan)
2) Pemeriksaan Medis:
- Pemeriksaan spesialis anak
- Ultrasonography (USG) untuk mengetahui kemungkinan ada kelainan
pada bayi yang akan lahir, biasanya dilakukan saat usia kandungan
memasuki 11-20 minggu.
- Percutaneus Umbilical Blood Sampling (PUBS) untuk evaluasi terhadap
fetus.
-
3) Pemeriksaan Fisik:
- Pemeriksaan fungsional
- pemeriksaan kognisi
- pemeriksan sensomotorik

4) Evaluasi :
- Penilaian fungsi gerak
- Penilaian kondisi sensomotorik
- penilaian koordinasi gerak sendi

5) Diagnosa Fisioterapi

19
Adanya gangguan merangkak, duduk, berdiri dan berjalan yang disebabkan
hipersensitiv dan hipotonus pada UE dan LE sehingga mengganggu aktivitas
klien untuk dapat berkembang
6) Prognosis
Mampu berjalan dan melakukan beberapa pekerjaan secara mandiri

D. Intervensi
1. ICF Target :
- Untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan fungsional yang
memungkinkan
- Untuk meningkatkan perkembangan anak, kemampuan koordinasi,
kemampuan kognitif

2. Modalitas :
- Matras
- Ballster
- Bola Terapi
- Meja Bobath

E. Referensi
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
- Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
- Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD. PT.
2003
- Principal Of Neural Science, Eric R. Candel. 2000.
- Motor Control, Anne Shumway Cook, PT, PhD. , Marjorie H. Wollacott, PhD.
2001.
- Bobath Concept, Sue Raine, Linzie Meados, Marry Lynce- Ellerington. 2009

8. Torticolis

20
A. Torticolis
1) Kode ICD : M43.6
2) Kode ICF : b7350
B. Masalah kesehatan
1) Pengertian
Torticollis adalah suatu keadaan keterbatasan gerakan leher dimana kepala
miring kesisi yang terkena dan dagu mengarah ke sisi berlawanan, yang
disebabkan oleh pemendekan otot sternokleidomastoideus (Tandiyo,
2012)..
2) Insidensi dan Prevalensi
Menurut penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat dan kanada
dilaporkan bahwa kasus post traumatik terjadi sekitar 10%-20%, sisanya
idiopatik. Wanita memiliki angka kejadian 2 kali dibandingkan pria.
Congenital muscular torticollis muncul pada kelahiran awal sekitar 0,4%.
3) Patologi dan Patologi fungsional
Diakibatkan oleh pemendekan otot sternocleidomasteideus yang bisa
terjadi karena adanya cedera saat persalinan, kelainan dari masa janin,
bentuk kepala yang tidak simetris dan faktor neurologisi.

C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Riwayat kehamilan
- Riwayat persalinan
- Riwayat kesehatan setelah lahir.
2) Pemeriksaan Medis;
- Pemeriksaan spesialis anak
- Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan gerak fungsi;
- Inspeksi postur dan pola gerak
- Pemeriksaan tonus otot
- Pemeriksaan fungsi
- Pemeriksaan postur badan

21
- Pemeriksaan keseimbangan
- Pemeriksaan visual
4) Diagnosa Fisioterapi
a. Impairmen
- kontraktur otot sternocleidomastoideus
b. Problema aktual dan potensial yang dijumpai:
- Gangguan fungsi gerak leher
- Gangguan visual
- Scoliosis
5) Prognosis Fungsional:
Prognosis tortikolis tergantung pada kelainan yang mendasarinya.
Sebagian besar kasus tortikolis didapat (acquired), kondisi ini bisa hilang dan
atau dikurangi dalam waktu dua minggu, namun tortikolis spasmodik
idiopatik (IST) secara bertahap dapat berkembang berbulan-bulan dan
bahkan seumur hidup
D. Intervensi
1) Tujuan intervensi:
- Mengurangi dan atau menghilangkan kontraktur pada otot
sternocleidomastoideus.
- Meningkatkan fungsi leher dan kontrol kepala
2) Modalitas yang direkomendasikan adalah:
- Matras
- Bantal
- Handuk

E. Referensi
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin.2008.
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink”
Martin. 2012
- Motor skill Acquisition in the First Year,Lois Bly, M.A.,PT. 1994.
- Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD. PT.
2003

22
9. Club foot/ Congenital Talipes Equinus Varus (CTEV)
A. CTEV
1) Kode ICD : Q66.0
2) Kode ICF : b7s7
- Masalah kesehatan
1) Pengertian
CTEV adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi adduksi, supinasi dan
varus. Tulang calcaneus, navicular, dan cuboid terrotasi ke arah medial
terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen
dan tendon yang dimana terjadi
- Plantar flexi talocranialis karena M. Tibialis Anterior yang lemah.
- Inversi ankle karena M. Peroneus Longus, M. Peroneus Brevis dan M.
Peroneus Tertius yang lemah
- Adduksi subtalar dan midtarsal.
2) Insidensi dan Prevalensi
Menurut Insidens CTEV bervariasi, bergantung dari ras dan jenis kelamin.
Insidens CTEV di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus dalam 1000 kelahiran
hidup. Perbandingan kasus laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Keterlibatan
bilateral didapatkan pada 30-50% kasus.
3) Patologi dan Patologi fungsional
Diakibatkan oleh masalah genetis dan faktor lingkungan. Masalah
intrauterus bisa mempengaruhi perkembangan normal kaki. Terjadi anomali
pada setiap jaringan seperti tendon, otot, ligament, pembulu darah dan
saraf serta adanya disproporsi otot peroneus brevis.

B. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Riwayat kehamilan
- Riwayat persalinan
- Riwayat kesehatan setelah lahir
2) Pemeriksaan Medis;

23
- Pemeriksaan spesialis anak
- Pemeriksaan penunjang
3) Pemeriksaan gerak fungsi;
- Inspeksi postur dan pola gerak kaki dan tungkai
- Pemeriksaan tonus otot
- Pemeriksaan fungsi
- ROM test
C. Diagnosa Fisioterapi
1) Impairmen
- Kekakuan sendi ankle
- Abnormalitas postur kaki ke arah varus
2) Problema aktual dan potensial yang dijumpai:
- Keterbatasan gerak sendi ankle
- Disuse atrophy pada otot-otot tungkai bawah
- Gangguan sensomotor pada kaki
- Abnormalitas pola berjalan
3) Prognosis Fungsional:
Prognosis CTEV akan lebih baik jika ditangani secara dini, untuk kasus ringan
masih bisa dikoreksi ke arah normal, namun jika kondisi yang berat, maka
harus dilakukan tindakan operasi.
D. Intervensi
1) Tujuan intervensi:
- Mengurangi deformitas dan menormalkan postur kaki
- Menambah ROM sendi ankle
- Meningkatkan fungsi sensomotor kaki
2) Modalitas yang direkomendasikan adalah:
- Matras
- Bantal
- Handuk
- Penggunaan alat bantu brace

E. Referensi

24
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin. Philadelphia. 2008.
- Physical Therapy for Children, Suzanne K. Cambell. Elsevier . St. Louis.
Missouri. 2012
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink” Martin.
2012
- Clinical Application for Motor Control, Patricia C. Montgomory , PhD. PT.
2003
- Management of Infants and children with congenital Talipes. Kids, N.S.W.
2014
- Congenital Talipes Equinovarus (CTEV). Pustaka . 2012

10. Congenital Dislocation of Hip (CHD)

A. CHD
1) ICD-10 : Q65 (Congenital Deformities of Hip)
2) ICF : b7s7
B. Masalah Kesehatan
1) Pengertian
CTEV adalah suatu kondisi di mana kaki pada posisi adduksi, supinasi dan
CDH (Congenital Dislocation of the Hip) atau yang dalam bahasa Indonesia
adalah Dislokasi Panggul Kongenital, mempunyai istilah lain yang lebih baru
yaitu DDH (Developmental Displacement of the Hip).
DDH merupakan kelainan kongenital dimana terjadi dislokasi pada panggul
karena acetabulum dan caput femur tidak berada pada tempat seharusnya
CDH mencakup subluksasi, dislokasi dan displasia (kegagalan pertumbuhan
tulang acetabulum dan proximal femur). Dislokasi panggul adalah femoral
head berada diluar dari acetabulum tetapi masih didalam kapsul. Subluksasi
panggul adalah femoral head bergeser ke samping juga atas dan masih
bersentuhan dengan bagian dari acetabulum. Panggul stabil pada posisi
fleksi dan abduksi, pada subluksasi posisi panggul ekstensi dan adduksi. Saat
panggul mengalami dislokasi atau subluksasi, perkembangan tulang femoral

25
head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang akan menyebabkan
displasia.
2) Insidensi dan Prevalensi
Insidensi dari Developmental Displacement pada panggul, adalah satu
dalam seribu kelahiran. Lebih dari setengahnya mengalami kelainan
bilateral. Pada bayi perempuan delapan kali lebih sering ditemukan
mengalami kelainan ini dari pada bayi laki-laki. Lebih sering ditemukan pada
bayi dengan riwayat keluarga positif dan riwayat kelahiran sungsang.
Insiden meningkat pada kebiasaan membedong bayi yang menyebabkan
panggul dalam posisi ekstensi dan asuksi. Mendekati garis tengah tubuh.
Barlow melakukan studi bahwa lebih dari 60% dari instabilitas panggul
menjadi stabil dalam waktu satu minggu, 88% menjadi stabil pada usia dua
bulan dan 12% dengan instabilitas menetap. (Jurnal Skala Husada, 2012).
3) Patologi dan Patologi fungsional
CDH mencakup subluksasi, dislokasi dan displasia (kegagalan pertumbuhan
tulang acetabulum dan proximal femur). Dislokasi panggul adalah femoral
head berada diluar dari acetabulum tetapi masih didalam kapsul. Subluksasi
panggul adalah femoral head bergeser ke samping juga atas dan masih
bersentuhan dengan bagian dari acetabulum. Panggul stabil pada posisi
fleksi dan abduksi, pada subluksasi posisi panggul ekstensi dan adduksi. Saat
panggul mengalami dislokasi atau subluksasi, perkembangan tulang femoral
head dan acetabulum menjadi tidak normal, yang akan menyebabkan.

C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
- Riwayat kehamilan
- Riwayat persalinan
- Riwayat kesehatan setelah lahir
2) Pemeriksaan Medis;
- Pemeriksaan spesialis anak
- Pemeriksaan penunjang (Rontgen atau Ultrasonography)
3) Pemeriksaan gerak fungsi;

26
- Inspeksi postur dan pola gerak kaki dan tungkai
- Pemeriksaan tonus otot
- Pemeriksaan fungsi
- ROM test
- Pemeriksaan panjang tungkai
- Barlow test
- Pemeriksaan sensomotor tungkai
4) Diagnosa Fisioterapi
a. Impairmen
- Dislokasi hip
- Kelemahan otot tungkai atas dan bawah
- Atrophi otot tungkai
b. Problema aktual dan potensial yang dijumpai:
- Gangguan fungsi gerak tungkai
- Gangguan fungsi sensomotor
c. Prognosis Fungsional:
Untuk fungsi gerak yang tidak terkait dengan penggunaan tungkai secara
langsung, masih bisa ditingkatkan. Jika dalam usia 3 tahun belum
terkoreksi, maka tindakan operatif menjadi pilahan yang terbaik.
D. Intervensi
1) Tujuan intervensi:
- Mengurangi deformitas dan menormalkan postur tungkai
- Meningkatkan fungsi sensomotor kaki
2) Modalitas yang direkomendasikan adalah:
- Matras
- Bantal
- Handuk
- Penggunaan alat bantu Pavlik Harness (dari lahir hingga usia 9 bulan)

E. Referensi
- Pediatric Physical Therapy, Jan S. Tecklin. Philadelphia. 2008.

27
- Physical Therapy for Children, Suzanne K. Cambell. Elsevier . St. Louis.
Missouri. 2012
- Functional Movement Development, Donna J. Cech. Suzanne “Tink”
Martin. 2012

28
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
FISIOTERAPI

NEUROLOGI

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA

29
1. Bell’s Palsy
A. Kode
ICD-10 : G51.0
ICF : s7b7
B. Kondisi kesehatan
1). Pengertian
Menurut Mumenthales (2006) Bell palsy merupakan suatu kelainan pada n.
fascialis yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan pada otot di suatu
wajah. Suatu keadaan ketidaksimetrisan wajah dikarenakan penurunan fungsi n.
facialis yang mengakibatkan ketidakseimbangan kekuatan pada kedua sisi wajah.
2). Insidensi dan prevalensi
Angka kejadian penderita Bell palsy, menurut studi kasus yang dilakukan para
peneliti sebanyak 20 per 100.000 penduduk pertahun. Bell palsy mempengaruhi
sekitar 40.000 orang di Amerika Serikat setiap tahunnya.
Menurut studi kasus yang dilakukan Grewal D.S, 2016 menyatakan bahwa
sekitar 1,5 % terjadi Bell palsy pada usia antara 15 dan 60 yang terjadi pada
wanita maupun pria. Sedangkan di Indonesia, data yang dikumpulkan dari 4
Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell‘s Palsy sebanyak 19,55%
dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21-30 tahun (Kompas, 16
Februari 2013).
3). Patologi
Proses edema yang selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis.
Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema
dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler
kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan
aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian
sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya
peptida-peptida toksik dan pengaktifan kinin dan kallikrein sebagai hancurnya
nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang
permanen.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis
Ditemukan asimetris pada wajah karena adanya kelemahan otot pada sisi wajah
sebelah kiri dan atau kanan yang disertai dengan adanya rasa nyeri, rasa baal

30
pada salah satu sisi wajah. Pasien mengalami kesulitan dalam menutup dan atau
membuka mata, gangguan berkumur, mengunyah, dan tersenyum.
2). Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
(1) Wajah tidak simetris.
(2) Ekspresi wajah asimetris.
b. Palpasi
(1) Nyeri tekan pada bagian belakang telinga.
(2) Penurunan tonus otot pada sisi yang lesi.
(3) Tightness pada sisi yang tidak lesi.
c. Pemeriksaan fisik
(1) Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar dengan Ugo Fisch.
(2) Pemeriksaan Penunjang: nerve excitability dengan Strength Duration
Curve (SDC)
d. Pemeriksaan berdasarkan bukti
(1) Body Structure & Function:
a) Kelemahan otot satu sisi wajah
b) Nyeri dan rasa baal
c) Penurunan fungsi n. Fascialis
(2) Activity Limitation:
a) Gangguan mengunyah
b) Sulit memejamkan dan membuka mata sisi kiri dan atau kanan
c) Gangguan ekspresi wajah
d) Gangguan mengangkat alis
e) Gangguan bersiul
(3) Participation Restriction:
Menarik diri dari kegiatan sosial
D. Evaluasi
Pengukuran objektif: pengukuran fungsi otot wajah dengan Ugo Fisch
E. Diagnosa Fisioterapi: s7b7..
Gangguan memejamkan mata dan mengunyah karena adanya kelemahan otot dan
penurunan fungsi n. fascialis pada satu sisi wajah kiri sehingga mengganggu
aktivitas sosial.
F. Prognosis fungsional

31
Fungsi wajah kembali normal. Sembuh spontan pada 75-90 % dalam beberapa
minggu atau dalam 1-2 bulan. Kira-kira 10-15 % sisanya akan memberikan
gambaran kerusakan yang permanen (Murthy & Saxena, 2011).
G. Intervensi
1) ICF Target
a. Manajemen Nyeri
b. Re-edukasi otot
c. Relaksasi otot
d. Mencegah artropi
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Terapi manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)
e. Laser
f. Electrical Stimulation (ES)
g. Taping
H. Outcome Measure
Pengukuran fungsi otot wajah dengan Ugo Fisch

Referensi:
Dickson, Gretchen (2014). Primary Care ENT. An Issue of Primary Care: Clinics in
Office Practice
Grewal DS. (2014). Atlas of Surgery the Facial Nerve: An Otolaryngologist‘s
Perspective
Goodman CC, Kenda S. (2009). Pathology Implications for The Physical Therapy Third
Edition. Sounders
Murthy JMK, Saxena AB. (2011). Annals of Indian Academy of Neurology: Bell Palsy:
Treatment Guidelines.
Tiemstra JD, Khatkhate N. (2007). Bell‘s Palsy: Diagnosis And Management. American
Family Physician.

32
2. Stroke
A. Kode
ICD-10 : 169.0
ICF : b7s7
B. Kondisi kesehatan
1). Pengertian
Stroke (WHO, 1995), didefinisikan sebagai gangguan fungsional otak yang
terjadi mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak. Sjahrir (2003), tanda klinis stroke iskemik
adalah disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran
darah ke otak sehingga terjadi penyumbatan dan mengganggu kebutuhan darah
serta oksigen di jaringan otak.
2). Insidensi dan prevalensi
Becker (2010), insidens terjadinya stroke di Amerika Serikat lebih dari 700.000
orang per tahun, dimana 20% darinya akan meninggal pada tahun pertama.
Jumlah ini akan meningkat menjadi 1 juta per tahun pada tahun 2050. Secara
internasional insidens global dari stroke tidak diketahui.
Proporsi angka kematian stroke adalah 10-20% di Negara Timur dan 12% yang
meninggal adalah orang dengan usia >60 tahun. Insiden kejadian stroke sekitar
500 penduduk per 100.000 penduduk, angka rata-rata kematian akibat stroke di
negara berkembang sekitar 50-100 per 100.000 penduduk tiap tahun (Donnan et
al., 2008).
3). Patologi
a. Stroke non hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi
tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi berkurang, menyebabkan
iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada
jaringan otak.
Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui
arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang
tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologist fokal.

33
Perdarahan otak dapat ddisebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah
oleh emboli.
b. Stroke hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi
atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen
intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan komponen
intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan
peningkatan TIK yang bila berlanjut akan menyebabkan herniasi otak
sehingga timbul kematian.
Di samping itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang atau
tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
Pasien mengeluh kelemahan anggota gerak sebelah kiri atau kanan. Di sertai
dengan atau tanpa gangguan berbicara, kognitif, memori, sensor motorik dan
keseimbangan.
2) Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
(1) Deformitas karena spastik
(2) Postur yang asimetris
(3) Pola jalan yang kuang baik
b. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
(1) Body Structure &Function:
a) Kelemahan fungsi otot
b) Gangguan sensoris
c) Gangguan keseimbangan dan koordinasi
(2) Activity Limitation:
(a) Gangguan ambulasi
(b) Gangguan berjalan
(c) Gangguan aktifitas sehari
(3) Participation Restriction:
(a) Kesulitan Bekerja

34
(b) Kesulitan berolah raga
(c) Kesulitan beribadah
(d) Kesulitan bersosialisasi
D. Evaluasi
Pengukuran objektif:
1) Derajat Stroke (contoh, NIHSS)
2) Kekuatan Otot (contoh, MMT)
3) Spastisitas (contoh, Asworth Scale)
4) Sensasi (contoh, Dermatome Test)
5) Kognitif (contoh, GCS, MMSE)
6) Keseimbangan dan koordinasi (contoh, BBS)
7) Fungsional (contoh, MMAS)
E. Diagnosa Fisioterapi: b117, b1470, b280, b7s7, b7303, b770, b7...
Belum bisa melakukan aktivitasnya secara mandiri karena adanya gangguan
kognitif, gangguan sensasi, kelemahan pada satu sisi dan penurunan tonus otot pada
anggota gerak pada sisi lesi sehingga terjadi hipomobilitas, gangguan fungsi yang
akan mempengaruhi dalam aktivitas bekerja, berolahraga, beribadah dan
bersosialisasi.
F. Prognosis fungsional
Hampir 2/3 pasien pasca stroke dimulai dengan defisit mobilitas, dan setelah 6 bulan
70% dari penderita bisa berjalan mandiri. Kecepatan dan kualitas berjalan ini dapat
ditingkatkan untuk sekitar 60% penderita (Shaughnessy, 2009).
G. Intervensi
1) ICF Target
a. Meningkatkan kognisi terhadap fungsi gerak
b. Re-edukasi fungsi otot
c. Mengembalikan sensasi
d. Meningkatkan Keseimbangan dan koordinasi
e. Mengembalikan aktivitas fungsional
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Terapi Manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)

35
e. Laser
f. Electrical Stimulation (ES)
g. Taping
H. Outcome Measure
1) Derajat Stroke (contoh, NIHSS)
2) Kekuatan Otot (contoh, MMT)
3) Spastisitas (contoh, Asworth Scale)
4) Sensasi (contoh, Dermatome Test)
5) Kognitif (contoh, GCS, MMSE)
6) Keseimbangan dan koordinasi (contoh, BBS)
7) Fungsional (contoh, MMAS)

Referensi
Donnan GA, Fischer, Macleud M, Davis SM. (2008). Stroke.Lancet
Goodman CC, Kenda S. (2009). Pathology Implications for The Physical Therapy Third
Edition. Sounders
Micielle G. (2002). Guideline Compliance Improve Stroke Outcome
Shaughnessy N, Michael K. (2009). Stroke in Older Adult in Stroke Recovery and
Rehabilitation. Demos Medical Publishing. New York
WHO. ICF-Introduction, The International Classification of Functioning Disability and
Health. http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.

36
3. Erb Palsy
A. ICD-10 : G54.0
ICF : b73
B. Kondisi Kesehatan
1) Pengertian
Menurut Tung T. H (2002) Erb palsy merupakan kelumpuhan yang terjadi pada
satu ektremitas atas yang disebabkan karena lesi pada pleksus brachialis.Lesi
pada pleksus brachialis biasanya terjadi akibat adanya peregangan yang
berlebihan atau merobek serabut sarat C5-C6.
2) Insidensi dan Prevalensi
Angka kejadian tiap 1000 kelahiran di amerika yaitu 0,5-4,4 kasus sedangkan di
prancis dan saudi arabia 1,09-1,19. Sengakan angka kematian dengan kerusakan
permanen itu 3-25%.
Erb Palsy dapat terjadi pada laki-laki maupun wanita dan bisa terjadi pada bayi
karna proses kelahiran dan pada dewasa.
3) Patologi
Demielinisasi
Cedera saraf yang dapat menyebabkan abnormalitas motorik dan sensorik
dimanaterjadi kerusakan dari mielin tetapi akson tetap intak. Hal ini akibat dari
tekanan yang menyebabkan suatu episode iskemik sementara atau edemadan
neuropati perifer
Cedera Akson
Cedera pada akson dapat terjadi satu dari dua bentuk tipe yaitu degenerasi
aksonal atau degenerasi Wallerian. Keduanya dapat mengenai badan sel dan
menyebabkan khromatolisis sentral. Degenerasi aksonal merupakan cedera saraf
yang memperlihatkan suatu bentuk kematian saraf yang mulai dari distal dan
naik ke proksimal. Degenerasi Wallerian merupakan cedera saraf yang
memperlihatkan kerusakan saraf fokal atau multifokal setelah 4 – 5 hari. Ini
terjadi secara lengkap untuk saraf motorik dalam 7 hari atau 11 hari untuk saraf
sensorik. Degenerasi aksonal bagian distal dari lokasi cedera dan bagian
proksimal intak.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis

37
Pasien dengan kategori balita ditemukan keluhan salah satu lengannya tidak
dapat digerakkan.
2). Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Asimetris bahu
b. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
(1) Body Structure & Function
a) Kelemahan fungsi otot shoulder girdle
b) Gangguan sensasi
(2) Activity Limitation
a) Gangguan mengangkat lengan
b) Gangguan menggenggam benda
(3) Participation resriction
Gangguan aktifitas dalam bermain
D. Evaluasi
Pengukuran obyektif:
1) Kekuatan Otot (contoh: MMT)
2) Wrist Index
3) Spadi Index
E. Diagnosa Fisioterapi: b7351
Belum bisa melakukan aktivitas lengan sehubungan dengan cedera nervus C5-C6
mengakibatkan kelemahan otot-otot shoulder girdle di salah satu sisi sehingga
mengganggu aktivitas bermain
F. Prognosis Fungsional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan british prognosis dari erb palsy tergantung
seberapa parah cidera saraf yang diderita. Apabila mengalami Erb‘s palsy C5 dan
C6, sekitar 90% dapat sembuh secara spontan dengan hasil 53% ekstremitas atas
dapat berfungsi mendekati normal. Jika C7 ikut cidera, maka 80% pemulihan tidak
baik.
G. Intervensi
1) ICF target
a. Re-edukasi fungsi otot
b. Mengembalikan sensasi
c. Mengembalikan aktivitas fungsional

38
2). Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Terapi Manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)
e. Laser
f. Electrical Stimulation (ES)
g. Taping
H. Outcome Measure
1) Kekuatan Otot (contoh: MMT)
2) Wrist Index
3) Spadi Index

Referensi
Tung TH, MacKinnon SE. (2003). Brachial Plexus Injuries. Clinics in plastic surgery.
Hems TEJ, Mahmood F. (2012). Injuries of the terminal branches of the infraclavicular
brachial plexus: Patterns of injury, management and outcome. The Bone & Joint
Journal
WHO. ICF-Introduction, the International Classification of Functioning Disabiity and
Health
http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.

39
4. Guillain Barre Syndrome
A. Kode
ICD-10 : G61.0
ICF : b7s1
B. Kondisi Kesehatan
1). Pengertian
Menurut Nolte (1999) Guillain Barre Syndrome (GBS) yaitu salah satu penyakit
demyelinating saraf yang juga merupakan salah satu polineuropati yang
merupakan kumpulan gejala gangguan pada saraf spinalis dan saraf cranialis.
Paralisis pada bagian ascenden atau paralisis landry. Penyebab belum diketahui,
umumnya terjadi paska infeksi virus (pernafasan dan saluran cerna).
2). Insidensi dan Prevalensi
Prevalensi penderita Guilain Barre Syndrome dijumpai 1 hingga 2 kasus per 100
ribu orang.Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74
tahundan frekuensi tertinggi pada orang dewasa. Laki-laki lebih dominan banyak
terjadi dibandingkan perempuan.Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa
83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4%
pada kelompok ras yang tidak spesifik.
3). Patologi
Yang diketahui ilmuwan sampai saat ini adalah bahwa sistem imun menyerang
tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai
penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan
organisme pengganggu; namun pada GBS, sistem imun mulai menghancurkan
selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer, atau bahkan akson itu
sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba
menyerang saraf, namun teori yang dikenal adalah suatu teori yang menyebutkan
bahwa organisme (misalnya infeksi virus ataupun bakteri) telah mengubah
keadaan alamiah sel-sel sistem saraf, sehingga sistem imun mengenalinya
sebagai sel-sel asing. Organisme tersebut kemudian menyebabkan sel-sel imun,
seperti halnya limfosit dan makrofag, untuk menyerang myelin. Limfosit T yang
tersensitisasi bersama dengan limfosit B akan memproduksi antibodi melawan
komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis;
berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu

40
selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang
terbungkus plastik. Selubung myelin bersifat insulator dan melindungi sel-sel
saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf
yang ditransmisikan. Sebagai contoh, sinyal dari otak ke otot dapat
ditransmisikan pada kecepatan lebih dari 50 km/jam.
Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak
diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier; dimana daerah ini merupakan
daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada
daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan
semakin lambat.
Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap
adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh, seperti bakteri ataupun virus.
Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta
merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit, sehingga terjadi inflamasi pada
saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan
mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil
myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada
waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh. Seiring
dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara
bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang; transmisi sinyal
melambat, terblok, atau terganggu; sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal
ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan
melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.10 Untungnya, fase ini
bersifat sementara, sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan
itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.
Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla
spinalis, merupakan bagian dari sistem saraf perifer, yakni terdiri dari saraf
kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak
dan medulla spinalis, menuju dan dari otot, organ, serta kulit. Tergantung
fungsinya, saraf dapat diklasifikasikan sebagai saraf perifer motorik, sensorik,
dan otonom (involunter).
Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan
sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang

41
bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai
neuropati perifer.
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila
selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur, transmisi sinyal
saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi
abnormal ataupun kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri
dinamai demyelinasi primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2.
Selubung myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam
beberapa lapis. Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam
proses demyelinasi sekunder; hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi
yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat
ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area
tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah
gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena regenerasi akson
membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang sembuh
lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada
penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung
saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi,
namun, saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.
C. Pemeriksaan
1) Anamnesis
Pasien mengeluhkan mengalami kelemahan pada anggota gerak. Pasien tidak
mampu untuk duduk, berdiri dan berjalan. Pasien merasakan sakit pada badan .
2) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
(1) Tampak kelelahan pada wajah
(2) Otot-otot bibir terkesan bengkak
(3) Kemungkinan adanya atropi
(4) Kemungkinan adanya tropic change
b. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
(1) Body Structure & Function
a) Kelemahan fungsi otot anggota gerak

42
b) Kelemahan fungsi otot postural
c) Gangguan sensasi
(2) Activity Limitation
a) Gangguan untuk duduk
b) Gangguan untuk berdiri
c) Gangguan untuk berjalan
d) Gangguan untuk mengangkat tangan
(3) Participation resriction
a) Kesulitan Bekerja
b) Kesulitan berolah raga
c) Kesulitan beribadah
d) Kesulitan bersosialisasi
D. Evaluasi
1) Pengukuran obyektif
Vital sign
a. Kekuatan otot (contoh: MMT)
b. Mobilitas thorax (contoh: Mid line)
c. Tendon reflex
d. Lingkar otot
e. ROM (Contoh: Goneometer)
f Keseimbangan (contoh: BBS)
h. Fungsional (contoh: MMAS)
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Terapi Manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)
e. Laser
f. Electrical Stimulation (ES)
g. Taping
E. Diagnosa Fisioterapi: b117, b1470, b280, b7s7, b7303, b770, b7...
Belum bisa melakukan aktivitasnya secara mandiri karena adanya, gangguan
sensasi, gangguan saat bernapas, dan penurunan tonus otot pada anggota gerak
dan otot postural sehingga terjadi hipomobilitas, gangguan fungsi yang akan

43
mempengaruhi dalam aktivitas bekerja, berolahraga, beribadah dan
bersosialisasi.
F. Prognosis Fungsional
Sindrom Guillain-Barré bisa menjadi gangguan yang menghancurkan karena
onsetnya yang tiba-tiba dan tak terduga. Selain itu, pemulihan belum tentu cepat.
Seperti disebutkan di atas, pasien biasanya mencapai titik kelemahan atau
kelumpuhan terbesar beberapa hari atau minggu setelah gejala pertama terjadi.
Gejala kemudian menstabilkan pada tingkat ini untuk jangka waktu beberapa
hari, minggu, atau, terkadang, berbulan-bulan. Periode pemulihan mungkin
hanya beberapa minggu atau selama beberapa tahun. Sekitar 30 persen dari
mereka yang memiliki Guillain-Barré masih memiliki kelemahan sementara
setelah 3 tahun. Sekitar 3 persen mungkin mengalami kekambuhan kelemahan
otot dan sensasi kesemutan bertahun-tahun setelah serangan awal.
G. Intervensi
1) ICF target
a. Re-edukasi fungsi otot
b. Mengembalikan sensasi
c. Pemeliharaan sistem pernapasan
d. Mengembalikan aktivitas fungsional
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Terapi Manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)
e. Laser
f. Electrical Stimulation (ES)
g. Taping
H. Outcome Measure
1) Vital sign
2) Kekuatan otot (contoh: MMT)
3. Mobilitas thorax (contoh: Mid line)
4. Tendon reflex
5. Lingkar otot
6. ROM (Contoh: Goneometer)

44
7. Keseimbangan (contoh: BBS)
8. Fungsional (contoh: MMAS)

Referensi
Liu J, Wang LN, McNicol ED. (2013). Pharmacological treatment for pain in
Guillain–Barré syndrome. The Cochrane Database of Systematic Reviews
Sejvar, James J, Baughman (2011). Population incidence of Guillain–Barré
syndrome: a systematic review and meta-analysis
WHO.ICF-Introduction, the International Classification of Functioning Disabiity and
Health. http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.

45
5. Carpal Tunnel Syndrome
A. Kode
ICD-10 : G56.0
ICF : b2801, b7300, s7302, d445
B. Kondisi kesehatan
1). Pengertian
Carpal Tunnel Syndrome atau CTS adalah suatu gangguan yang terjadi di
pergelangan tangan karena saraf yang tertekan dan menimbulkan gejala nyeri,
mati rasa dan parasthesia (kesemutan atau seperti terbakar). Saraf yang tertekan
adalah n. medianus yang terbentang antara lengan bawah dan telapak tangan di
lorong karpal.
2). Insidensi dan prevalensi
Menurut studi kasus yang dilakukan Ibrahim, dkk (2012) sekitar 90% dari semua
sindrom kompresi saraf, CTS dapat mempengaruhi siapa saja. Di Amerika
Serikat 5% orang kaukasia memiliki resiko tertinggi terkena CTS dibandingkan
dengan ras lain seperti di Afrika Selatan. Wanita lebih rentan terkena CTS di
banding laki-laki dengan rasio 3:1 yang berkisar usia antara 45-60 tahun. Hanya
10% dari kasus CTS yang dilaporkan terkena pada usia kurang dari 30 tahun.
Dengan bertambahnya usia maka kejadian CTS menjadi faktor resiko. CTS ini
juga umum terjadi pada wanita hamil.
3). Patologi
Faktor mekanik dan vaskuler memegang peranan penting dalam terjadinya carpal
tunnel syndrome (CTS). Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi
penebalan flexor retinakulum, yang menyebabkan tekanan terhadap nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama selanjutnya mengakibatkan
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler, yang
selanjutnya diikuti adanya anoxia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel
ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural.
Apabila kondisi ini terus berlanjut maka akan terjadi fibrosis epineural yang
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan akan digantikan
oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi dari nervus medianus terganggu.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis

46
Pasien mengeluh merasakan kesemutan yang menjalar dari pergelangan tangan
ke sepanjang lengannya, parestesia, kurang merasa (numbness) serta rasa jari
seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan setengah sisi radial jari.
Nyeri ditangan dan keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari.
Kadang-kadang nyeri dapat terasa sampai kelengan atas dan leher, sedangkan
parestesia umumnya terbatas di daerah distal pergelangan tangan. Terkadang
dijumpai pembengkakan dan kekakuan pada jari-jari tangan dan pergelangan
tangan terutama di pagi hari. Pasien mengeluh jari-jarinya menjadi kurang
berfungsi optimal. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan
keluhan adanya kesulitan menggenggam. Pada penderita CTS ini pada tahap
lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar dan otot-otot lainya yang diinervasi
oleh nervus medianus.
2). Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
(1) Atropi otot
(2) Pembengkakan pada jari tangan dan pergelangan tangan
(3) Atropi otot-otot thenar
b. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
(1) Body Structure & Function:
a) Parestesia pada jari dan setengah sisi radial jari
b) Nyeri karena adanya penjepitan n. medianus
c) Kelemahan otot
d) Hipotonus
(2) Activity Limitation:
a) Sulit menggenggam
b) Sulit makan menggunakan sendok
(3) Participation Restriction:
a) Kesulitan Bekerja
b) Kesulitan beraktifitas sehari-hari dengan menggunakan tangan
D. Evaluasi
Pengukuran objektif:
1) Pemeriksaan nyeri
2) Pemeriksaan kelemahan otot
3) Fungsi menggenggam

47
4) Fungsional
E. Diagnosa Fisioterapi: b2801, b7300, s7302, d445
Kesulitan beraktifitas sehari-hari dengan menggunakan tangan kerena nyeri,
paresthesia, bengkak dan lemah otot-otot tangan, kekuatan menggenggam juga
berkurang. Pada kondisi kronis dijumpai atropi otot-otot thenar, hal ini akan
mempengaruhi aktivitas bekerja yang melibatkan otot-otot tangan.
F. Prognosis fungsional
Kebanyakan orang yang pulih dari gejala CTS setelah menjalankan operasi untuk
menemukan kerusakan saraf. CTS kronis jangka panjang dapat mengakibatkan
kerusakan saraf yang permanen.
H. Intervensi
1) ICF Target
a. Mengurangi nyeri, paresthesia pada area yang di inervasi n. medianus
b. Meningkatkan kekuatan otot lengan dan tangan
c. Re-edukasi fungsional, seperti menggenggam
d. Mengembalikan aktivitas fungsional
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Terapi Manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)
e. Electrical Stimulation (ES)
f. Tapping
I. Outcome Measure
1) Pemeriksaan nyeri (contoh, VAS)
2) Pemeriksaan kekuatan otot (contoh, MMT)
3) Fungsional (contoh, indek modifikasi aktifitas fungsional yang melibatkan
tangan)
Referensi:
Goodman CC, Kenda S. (2009). Pathology Implications for The Physical Therapy third
edition. Sounders
Ibrahim I, Khan WS, Goddar N. & Smitham, P. (2012). Suppl 1: Carpal Tunnel Syndrome:
A Review of the Recent Literature. The open orthopaedics journal
Scott, Kevin R, Kothari, Milind J. (2009). Treatment of Carpal Tunnel Syndrome
WHO.ICF-Introduction, the International Classification of Functioning Disabiity and Health
http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.

48
6. Neuroma Akustik
A. Kode
ICD : H94
ICF : b2351, d450, d8500, d930, d9201
B. Kondisi kesehatan
1). Pengertian
Neuroma akustik adalah tumor jinak intrakranial dan ekstraaksial yang tumbuh
dengan lambat. Biasanya berasal dari bagian saraf keseimbangan (vestibular)
dari nervus VIII (Kondziolka et al., 2012). Neuroma akustik adalah tumor jinak
dari nervus VIII yang ditemukan di cerebellopontine angel dan kanalis auditoris
interna (Shinn et al., 2000).
2). Insidensi dan prevalensi
Prevalensi penderita neuroma akustik adalah 1:100.000 (Shin. 2000). Analisa
retrospective dari 46.000 MRI, ditemukan setidaknya 8 tumor neuroma akustik
(0.02 %). Umur rata-rata penderita adalah 50 tahun (Faraji, 2011). Menurut Tew
& McMahon, neuroma akustik lebih banyak menyerang wanita, dan pasien
biasanya terdiagnosis pada umur 30 – 60 tahun. Neuroma akustik pada umumnya
diderita oleh orang dewasa. Di Denmark terjadi peningkatan angka kejadian dari
7.8 – 12.4 kasus per 1.000.000 kasus tumor otak pada tahun 1976 – 1995
(Hugho, 2011)
3). Patologi dan patologi fungsional
Mayoritas neuroma akustik berkembang dari sel Schwann yang menyelubungi
sel nervus vestibulokoklearis cabang vestibular. Sangat jarang (kurang dari 5 %)
tumor ini muncul dari sel nervus vestibulokoklearis cabang koklea. Karena
neuroma akustik berasal dari sel Schwann, tumor pada umumnya akan semakin
membesar dan menekan saraf vestibular. Secara lambat dan bertahap saraf
vestibular akan mengalami destruksi, sehingga terjadi penurunan fungsi
(Lunsford et al., 2006)
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis
Ditemukan adanya gangguan keseimbangan pada pasien. Pasien mengalami
kesulitan saat beraktifitas, terutama pada saat berjalan.
2). Pemeriksaan

49
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan keseimbangan dengan alat ukur Berg Balance Scale
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang dengan MRI
c. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
(1) Body structure & function:
Gangguan keseimbangan
(2) Activity Limitation
a) Gangguan berjalan
b) Gangguan aktifitas sehari-hari
(3) Participation Restriction
a) Kesulitan bekerja
b) Kesulitan beribadah
c) Kesulitan berolahraga
d) Kesulitan bersosialisasi
D. Evaluasi
1). Pengukuran objektif: pengukuran keseimbangan
2). Outcome measure : Berg Balance Scale
E. Diagnosa Fisioterapi
Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD : b2351, d450, d8500, d930, d9201
Gangguan keseimbangan sehingga terjadi gangguang gerak dan fungsi yang
mengakibatkan pasien mengalami kesulitan dalam berjalan, melakukan aktifitas
sehari-hari, bekerja, beribadah, berolahraga dan bersosialisasi.
F. Prognosis fungsional
Keterbatasan pada kemampuan fungsional disebabkan oleh gangguan keseimbangan
yang terjadi akibat adanya neuroma akustik. Jadi, prognosisnya bergantung pada
kondisi neuroma akustik tersebut. Prognosis dari neuroma akustik bervariasi
tergantung dari besarnya tumor. Tingkat kematian hampir 10 – 15 % dan kematian
terbanyak ketika tumor sedang dipotong (Tuli et al., 2013).
G. Intervensi
1) ICF Target
a. Meningkatkan keseimbangan
b. Meningkatkan kemampuan berjalan
c. Meningkatkan kemampuan fungsional

50
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Awareness through movement
c. Latihan keseimbangan
d. Coordinative physiotherapy

Referensi
Faraji, MR, 2011, Acoustic Neuromas, Irania Journal of Otorhinolaryngology
Vol.23, Mashhad
Hughes, M, Skilbesck, C, Saeed, S, 2011, Expectant Management of Vestibular
Schwannoma: Retrospctive Multivariate Analysis of Tumor Growh and
Outcome, Skull Base Vol. 21, London
Kondziolka, D, Mousavi, S, Kano, et al., 2012, The Newly Diagnosed Vestibular
Schwannoma: Radiosurgery, Resection, or Observation?, Neurosurg Focus
Vol. 3, Pensylvania
Lunsford, LD, Niranjan, A, Loeffler, J, et al., 2016, Stereotactic Radiosurgery for
Patients with Vestibular Schwannomas. Internatioanal Radiosurgery
Association, Harrisburg
Shinn, YJ, Fraysse, B, Cognard, C, et al., 2000, Effectiveness of Conservative
Management of Acoustic Neuromas, The American Journal of Otolohy,
Tolouse
Tuli, BS, Tuli IP, Singh, A, et al., 2013, ‘Surgical Anatomy of Ear’ dalam text book
of Ear, Nose and Throat 2nd ed. Lt Col BS Tuli, Jaypee Brothers Medical
Publisher, Darayagang, hh. 108 - 110

51
7. Cervical Root Syndrome (CRS)
A. Kode
ICD- 10 : G54,M54.1
ICF :
1). Body Function : b250, b280, b780, b798
2). Body Structure : s120, s198, s760
3). Activity and Participation : d430, d445, d5, d840-859
4). Environment : e310, e355
B. Kondisi Kesehatan
1). Pengertian
Suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau penekanan akar saraf cervical
atau penonjolan discus intervertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang
menyebar ke bahu lengan atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan
atau spasme.

Gambar. 1. Cervical Root Syndrome

2). Insidensi dan Prevalensi


Dalam sebuah survei nasional Belanda, terdapat kejadian 23,1 per 1.000
orang per tahunnya untuk nyeri leher dan 19,0 per 1.000 orang per tahun
untuk gejala bahu. Dokter umum di Belanda mendapatkan konsultasi sekitar
tujuh kali seminggu untuk keluhan yang berhubungan dengan leher atau
ekstremitas atas ini. Kejadian tahunan nyeri leher terdapat 14,6% di
penelitian kohort dari 1.100 orang dewasa yang dipilih secara acak.

52
Perempuan lebih mungkin untuk menderita nyeri leher daripada laki-laki.
Data epidemiologi cervical root syndrome belum dieksplorasi dengan baik.
Hasil proses penuaan pada perubahan degeneratif tulang belakang cervical
dalam stadium lanjut dapat menyebabkan kompresi spinal cord. Hal ini
Penyebab paling sering dari disfungsi spinal cord pada orang tua. Suatu
bentuk khusus cervical myelopathy disebabkan oleh pengerasan dari
ligamentum longitudinal posterior (OPLL).
Ini merupakan penyakit multifaktorial dimana kompleks genetik dan faktor
lingkungan berinteraksi. Penyakit ini terutama ditemukan pada populasi
Asia. Pada populasi Jepang, angka prevalensi yang dilaporkan berkisar
antara 1,8% menjadi 4,1%. Tingkat prevalensi OPLL di tulang belakang
cervical secara signifikan lebih rendah di Cina (0,2 %) dan populasi Taiwan
(0,4%). Evaluasi radiografi film tulang belakang cervical di Rizzoli
Orthopaedic Institute di Bologna, Italia, mengungkapkan prevalensi 1,83 %
dengan puncak di Kelompok umur 45-64 tahun (2,83%). Prevalensi ini jauh
lebih tinggi dari yang dilaporkan di Kaukasia.
3). Patologi
Cervical Root Syndrome bisa juga di akibatkan perubahan degeneratif pada
tulang belakang cervical yang biasanya disebut sebagai cervical spondylosis.
Ini merupakan kelompok campuran patologi yang melibatkan diskus
intervertebralis, tulang belakang, serta sendi yang terkait dan dapat juga
disebabkan oleh penuaan ("keausan", degenerasi) atau pengaruh sekunder
karena trauma. Gejala klinis yang dominan terdapat nyeri leher, yang sering
dikaitkan dengan nyeri bahu. Perubahan degeneratif tersebut dapat
menyebabkan central atau foramina yang dapat mengganggu serabut saraf
atau spinal cord (Gambar. 2). Patologi ini disebut cervical spondylotic
radiculopathy (CSR) dan cervical myelopathy spondylotic (CSM). CSR
harus dibedakan dari herniasi terkait radiculopathy

53
Gambar 2. a, b Perubahan terkait umur dapat menyebabkan herniasi diskus,
spondylosis servikal, pembentukan osteofit, osteoarthritis sendi facet, dan kelainan
dari akar saraf yang keluar serta saraf tulang belakang.

Cervical Root Syndrome mengacu pada distribusi gejala pada dermatom


yang spesifik di ekstremitas atas, pasien akan mengalami nyeri yang
menusuk, kesemutan, atau sensasi terbakar pada area yang terlibat, ada
kehilangan fungsi sensorik atau motorik sesuai dengan akar saraf yang
terlibat, dan aktivitas refleks dapat menurun.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesa
a. Nyeri kaku pada leher

54
Gambar. 3 Peta pola nyeri aksial dari sendi facet di C2-3 ke C6-7
b. Nyeri menjalar (reffered pain)
2). Pemeriksaan khusus:
a. Test provokasi spurling
b. Test distraksi kepala
c. Tindakan valsava
3). Pemeriksaan penunjang
a. CT-Scan
b. MRI
4). Pemeriksaan Fisik
a. Nyeri kaku pada leher
b. Rasa nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan
c. Dijumpai kelemahan pada biceps atau triceps
d. berkurangnya reflex biceps
e. Dijumpai nyeri alih (referred pain) di bahu yang samar, dimana nyeri bahu
hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula
atas.
D. Evaluasi
Pengukiran objektif:
1). Mengukur Nyeri: VAS, VDS, Numeric Pain Rating Scale (NPRS)
2). Dermatome Test
3). Kekuatan otot anggota gerak atas (jika diperlukan): MMT
4). Tes fungsional anggota gerak atas

55
E. Diagnosis Fisioterapi (ICF)
1). Body Function
b250: Additional sensory function
b280: Sensation of pain
b28010: Pain in head + neck
b28014: Pain in Upper Limb
b2803: Radiating pain in a dermatom
b780: Sensation related to muscles + movement functions
b789: Neuromusculoskeletal movement and related functions
2). Body Structure
s120: Spinal cord and related structure
s12000: Cervical spinal cord
s1201: Spinal nerves
s1208: Spinal and related structure
s198: Structure of the nervous system other specified
s76000: Cervical Vertebral column
3). Activity and Participation
d430: Lifting and Carrying object
d445: Hand and arms use
d5: Self Care
d840 - 859: Works and Employment
4). Enviroment factors
e310: Immediate Family
e355: Health Profesionals
F. Intervensi
1). ICF Target
a. Manajemen Nyeri
b. Relaksasi
c. Reedukasi otot-otot sekitar yang mempengaruhi fungsional
d. Mengembalikan kemampuan fungsional anggota gerak atas (yang terkena
dampak)

56
2). Modalits
a. Terapi Latihan
b. Terapi manipulasi
c. Heating Superficial (IR, MWD)
d. Electrical Stimulation
e. Cervical Collar
G. Outcome measure
VAS ( Mengukur Nyeri)

Referensi:
http://doktersehat.com/cervical-root-syndrome-mengancam-para-
manusia-modern/
https://bimaariotejo.wordpress.com/2009/05/31/cervical-root-syndrome/

57
8. Meningitis
A. Kode
ICD : G00-G03
ICF :
1) Body Function : b.730-749,b.750,b760, b.765, b.770
2) Body Structure : s.110,s.120,s.130
3) Activity and Participation : d.110, d2, d.3. d4, d5, d7, d8
4) Environment : e.2,e.3,e. 4
B. Kondisi Kesehatan
1). Pengertian
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meninges, suatu membran yang
menyelimuti otak dan spinal cord (sumsum tulang belakang). Meningitis
dapat terjadi karena infeksi bakteri, virus, fungi, juga karena kejadian
noninfeksi seperti inflamasi karena pengobatan, cochlear implant, atau
keganasan (Mehlhorn dan Sucher, 2005). Meningitis bakteri adalah penyakit
infeksi parah yang disebabkan oleh bakteri pada selaput otak dan sumsum
tulang belakang (Van de Beek et al., 2002; Brouwer et al., 2010).
2). Insidensi dan Prevalensi
Meskipun meningitis adalah suatu penyakit yang harus dilaporkan di banyak
negara, insidens sebenarnya masih belum diketahui. Meningitis bakterial terjadi
pada kira-kira 3 per 100.000 orang setiap tahunnya di negara-negara Barat.
Studi populasi secara luas memperlihatkan bahwa meningitis virus lebih
sering terjadi, sekitar 10,9 per 100.000 orang, dan lebih sering terjadi pada
musim panas. Penyakit ini diperkirakan mencapai 1,2 juta kasus tiap tahunnya
dengan tingkat mortalitas pasien berkisar antara 2% - 30% di seluruh
dunia. Kasus meningitis bakteri di Indonesia mencapai 158/100.000 kasus per
tahun, dengan etiologi Haemophilus influenza tipe b (Hib) 16/100.000 dan
bakteri lain 67/100.000 (Gessner et al., 2005). Pasien dengan meningitis
bakteri yang bertahan hidup berisiko mengalami komplikasi. Komplikasi
utama meningitis bakteri terjadi karena adanya kerusakan pada area tertentu
di otak. Secara umum, 30% - 50% pasien yang bertahan hidup dari meningitis
dapat mengalami gangguan saraf (Hermsen dan Rotschafer, 2005). Oleh
karena itu, pasien meningitis bakteri khususnya pada anak perlu mendapat
terapi antibiotik yang optimal.

58
3). Patologi
Meningitis biasanya disebabkan oleh infeksi virus, tetapi juga dapat disebabkan
oleh infeksi bakteri. Jamur juga dapat menyebabkan meningitis. Dikarenakan
infeksi bakteri adalah yang paling serius dan dapat mengancam jiwa, identifikasi
sumber infeksi adalah bagian penting dari perencanaan pengobatan.Bacterial
meningitis (meningitis karena bakteri). Acute bacterial meningitis biasanya
terjadi ketika bakteri masuk ke dalam aliran darah dan berpindah ke otak dan
tulang belakang. Tetapi juga dapat terjadi ketika bakteri secara langsung
menyerang membran, akibat dari infeksi telinga atau sinus atau kerusakan
tengkorak.
Beberapa bakteri yang dapat menyeabbkan acute bacterial meningitis secara
umum diantaranya:
a. Streptococcus pneumonia (pneumococcus).
Bakteri ini paling umum menyebabkan meningitis pada bayi, anak-anak dan
orang dewasa. Secara umum disebabkan oleh pneumonia atau infeksi telinga
atau sinus.
b. Neisseria meningitis (meningococcus).
Bakteri ini adalah penyebab lain meningitis. Meningitis ini umumnya terjadi
ketika bakteri dari infeksi saluran pernapasan atas masuk ke dalam aliran
darah. Infeksi ini sangat menular.
c. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Sebelum tahun 1990an, bakteri haemophilus influenzae tipe b (Hib) menjadi
penyebab utama meningitis akibat bakteri pada anak-anak. Tetapi vaksin Hib
baru mengurangi secara drastis jumlah kasus meningitis jenis ini. Meningitis
jenis ini terjadi cenderung berasal dari infeksi saluran pernapasan atas,
infeksi telinga atau sinusitis.
d. Listeria monocytogenes (listeria).
Bakteri ini dapat ditemukan hampir di manapun –tanah, debu atau makanan
yang terkontaminasi. Banyak hewan liar dan ternak juga membawa bakteri
ini.
Viral meningitis (meningitis akibat virus) Setiap tahun virus menyebabkan
meningitis lebih besar dari bakteri. Viral meningitis biasanya ringan dan sering
hilang dengan sendirinya dalam dua minggu. Enterovirus diketahui
menyebabkan 30 persen viral meningitis. Tanda dan gejala umum infeksi

59
enterovirus adalah ruam, radang tenggorokan, diare, nyeri sendi dan sakit kepala.
Virus lain seperti herpes simplex, La Crosse, West Nile dan lainnya juga dapat
menyebabkan viral meningitis.
Chronic meningitis Bentuk meningitis kronis terjadi ketika organism menyerang
membran dan cairan disekitar otak. Meskipun meningitis akut menyerang secara
tiba-tiba, meningitis kronis berkembang dalam dua minggu atau lebih. Tanda dan
gejala meningitis kronis serupa dengan meningitis akut. Meningitis jenis ini
langka.
Fungal meningitis (meningitis akibat jamur) Meningitis jenis ini relatif tidak
biasa dan menyebabkan meningitis kronis. Dapat menyerupai acute bacterial
meningitis. Cryptococcal meningitis adalah bentuk umum dari jamur yang
menyerang mereka yang mengalami penurunan sistem imun, seperti AIDS.
Dapat mengancam jiwa jika tidak segera diobati.
Penyebab lain meningitis Meningitis juga dapat disebabkan oleh noninfeksi,
seperti alergi obat, beberapa jenis kanker dan peradangan seperti lupus.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis
a. Apakah pasien mengalami nyeri kepala? Jika ya, kapan mulai
merasakannya? Nyeri kepala seperti apa? Apakah mulainya mendadak
(seperti petir) atau bertahap?
b. Adakah gejala penyerta: fotofobia kaku leher, mual, muntah, demam,
mengantuk, atau bingung?
c. Pernahkan pasien mengalami nyeri kepala sebelumnya?
d. Adakah tanda neurologis: diplopia, kelemahan fokal, atau gejala
sensoris? Gejala penyakit lain: mual, muntah, demam, menggigil?
e. Riwayat keluarga: adakah keluarga yang pernah mengalami
meningitis?
Biasanya disertai gejala sebagai berikut:
a. Demam tinggis
b. Sakit kepala parah
c. Kaku pada leher
d. Muntah atau mual dengan sakit kepala
e. Kebingungan atau sulit berkonsentrasi –pada mereka yang masih muda
dapat terlihat dengan ketidakmampuan mengatur kontak mata

60
f. Kejang
g. Mengantuk atau sulit bangun
h. Sensitif terhadap cahaya
i. Kurang nafsu makan atau minum
j. Ruam kulit pada beberapa kasus, seperti viral atau meningococcal
meningitis
Tanda dan gejala pada bayi yang baru lahir antara lain:
a. Demam tinggi
b. Terus menerus menangis
c. Terlalu banyak tidur atau mudah marah
d. Tidak aktif
e. Tidak nafsu makan
f. Tonjolan pada bagian lunak di atas kepala bayi
g. Kaki pada tubuh dan leher bayi
h. Kejang
2). Pemeriksaan Khusus
a. Pemeriksaan Motorik
(1) Observasi
(2) Penilaian terhadap ketangkasan
(3) Gerak voluntary
(4) Penilaian status otot
b. Atrofi otot
Atrofi Neurogenik
(1) Lesi AHC - Lesi korteks piramidalis
(2) Lesi infranuclearis - Hemiatrofi kongenital
c. Atrofi Miogenik
d. Atrofi Artogenik
e. Disuse Atrophy
f. Perubahan bentuk, kelumpuhan dan atrofi
(1) Winged Scapula Î trapezius + seratus anterior
(2) Drop Hand
(3) Drop Foot
(4) Monkey Hand
(5) Claw Hand

61
(6) Claw Foot
g. Hipertrofi otot
(1) Hipertrofi Tulen
(2) Pseudohipertrofi
h. Pemeriksaan refleks
(1) Refleks Maseter
(2) Refleks Tendon Biseps Brakhialis (C.5-6)
(3) Refleks Periosteum Radialis (C.5-6)
(4) Refleks Triseps (C.6-7-8)
(5) Refleks Periosteum Ulnaris (C.8, T.1)
(6) Refleks Pektoralis (C.5, T.1)
(7) Refleks Otot Dinding Perut: - Atas (T.8-9)
 Tengah (T.9-10)
 Bawah (T.11-12)
(8) Refleks Tendon Lutut (L.2-3-4)
(9) Refleks Biseps Femoris (L.4-5, S.1-2)
(10) Refleks Tendon Achilles
(11) Clonus Lutut
(12) Clonus Kaki
(13) Refleks Patologi
i. Gerakan involuntair
(1) Tremor
(2) TIC
(3) Spasmus
(4) Diskinesia dan Distonia
(5) Miokoni non Epileptik.
j. Gerakan diskoordinatif
k. Associated movements
l. Pemeriksaan sensorik
(1) Eksteroceptif:
Nyeri rabaan, Panas/dingin, Taktil , Vibrasi, Grafestesia ,Taktil, Tekture,
Stereografis, Sensory attention, Barognosis
(2) Proprioceptif
(3) Lolasi lesi neurologi

62
(a) Periferial nerve --- hilang semua sensasi
(b) Nerve root --- hilang sensasi dermatum
(c) Spinal cord --- hilang sensasi bilateral
(d) Brain stem --- hilang sensasi pada kontralateral
(e) Cereberal cortex
- Stereografis
- Graphistesia
- Sensori attention
m. Peneriksaan Sederhana dan Pemeriksaan Penunjang
3). Pemeriksaan fisik
a. TTV
b. Kondisi umum pasien (Compos mentis, som nolen, dll)
c. Ruam, khususnya akibat septicemia meningokokal, kaku leher, atau
fotofobia?
d. Tanda kernig?
e. Kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis?
f. Fundi: normal atau edema?
g. Pemeriksaan hidung, tenggorokan, telinga, mulut
h. Pemeriksaan penunjang: punksi lumbal
D. Evaluasi
1) Kekuatan Otot (contoh, MMT)
2) Spastisitas (contoh, Asworth Scale)
3) Sensasi (contoh,Dermatome Test)
4) Kognitif (contoh, GCS, MMSE)
5) Keseimbangan dan koordinasi (contoh, BBS)
6) Fungsional (contoh, MMAS)
E. Diagnosa Fisioterapi (ICF)
1) Body Functions:
b298: Sensory functions and pain
b730: Muscle power function
b735: Muscle tone function
b740: Muscle endurance function
b750: Motor reflex
b760: Control of voluntary movement function

63
b7602: Coordination of voeluntary movement
b765: Involuntary movement function
b770: Gait pattern function
2) Body Structure:
s110: Structure of brain
s120: Spinal cord and related structures
s130: Structures of meninges
3) Activity and Participation
d110-129: Purposeful sensory experience
d2: General task and demands
d3: Communications
d4: Mobility
d5: Selfcare
d7: Interpersonal interaction and relationship
d8: Major lifes area
4) Environment factors:
e2: Natural environment and human-made changes the environment
e3: Support and relationship
e4: Attitude
F. Intervensi
1) ICF Target
Managemen kemampuan fungsional
2) Modalitas yang direkomendasikan
a. Terapi latihan
b. Konsep-konsep Pendekatan Neurologi (Bobath, PNF, Feldenkraiz, DNS, dll)
H. Outcome measures
1) Kekuatan Otot (contoh, MMT)
2) Spastisitas (contoh, Asworth Scale)
3) Sensasi (contoh,Dermatome Test)
4) Kognitif (contoh, GCS, MMSE)
5) Keseimbangan dan koordinasi (contoh, BBS)
6) Fungsional (contoh, MMAS)
Referensi:
Gleade, Jonathan. At a glance, Anamnesis dan Pemeriksaan fisik. Penerbit: EMS,
Jakarta
64
9. Poliomyelitis
A. Kode
ICD-10 : A80
ICF : b2802, b729, s770, b445, b770
B. Kondisi kesehatan
1). Pengertian
Poliomyelitis merupakan penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan karena
infeksi virus (polio virus jenis enterovirus). Virus ini masuk ke tubuh melalui mulut
menginfeksi saluran usus dan dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem
saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kelumpuhan (paralisis).
2). Insidensi dan prevalensi
Penyakit ini mudah menular & mewabah di seluruh dunia, terutama negara
berkembang dimana sanitasi & higiene kesehatan belum baik. Vaksinasi merupakan
suatu tindakan yang sangat ampuh dalam mencegah poliomyelitis di seluruh dunia
dan juga isolasi daerah terkait. Selama 3 dekade pertama di abad ke-20, 80-90%
penderita polio adalah anak balita, kebanyakan di bawah umur 2 tahun. Insiden
poliomyelitis berkisar 3.5 - 8/100.000 penduduk.
3). Patologi
Virus polio masuk melalui mulut dan hidung, berkembangbiak di dalam tenggorokan
dan saluran pencernaan, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan
getah bening. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf
pusat yang akan mempengaruhi sel-sel saraf motorik di otak, selanjutnya
menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis). Virus ini hanya
menyerang sel-sel dan daerah susunanan syaraf tertentu, tidak semua neuron yang
terkena mengalami kerusakan yang sama. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis
ialah medula spinalis terutama kornu anterior, batang otak pada nucleus vestibularis
dan inti-inti saraf cranial serta formasio retikularis yang mengandung pusat vital,
serebelum terutama inti-inti vermis, otak tengah ―midbrain‖ terutama masa kelabu
substansi nigra dan kadang-kadang nucleus rubra.

65
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis
Pasien merasakan nyeri sendi, kelemahan otot pada leher, thorak dan diafragma,
abdomen serta pada tungkai bawah, dan terkadang tidak bisa berjalan. Terkadang
pasien juga kesulitan bernafas maupun menelan. Karena potensi kontraktur maka
beberapa kasus terkadang sudah mengalami kontraktur.
2). Pemeriksaan klinis
a. Laju endap darah meningkatkan sedikit, lekopenia/lekositosis ringan terjadi pada
stadium dini.
b. Pada stadium awal sel PMN lebih dominan.
c. Kadar protein normal pada minggu ke-1, meningkat pada minggu ke-2 dan ke-3.
d. Pemeriksaan imunoglobulin: bila terjadi kenaikan titer antibodi 4x dari
imunoglobulin G (IgG) atau imunoglobulin M (IgM) yang positip.
3). Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
(1) Atropi otot
(2) Postur yang kurang baik
b. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
(1) Body Structure &Function:
a) Nyeri sendi dan otot
b) Kelemahan/paralisis otot leher, thorak, abdomen, dan ekstremitas
c) Posture yang kurang baik
(2) Activity Limitation :
a) Gangguan menelan
b) Gangguan bernafas
c) Gangguan berjalan
d) Gangguan aktifitas sehari
(3) Participation Restriction:
a) Kesulitan Bekerja
b) Kesulitan bersosialisasi
c)

66
D. Evaluasi
Pengukuran objektif:
1) Pemeriksaan nyeri
2) Pemeriksaan kelemahan/paralisis otot
3) Fungsi menelan dan bernafas
4) Analisis jalan
5) Fungsional
E. Diagnosa Fisioterapi: b2802, b729, s770, b445, b770
Kesulitan berjalan karena nyeri dan lemah/paralisis otot-otot yang terkena, termasuk
terkadang otot-otot menelan sehingga terjadi gangguan menelan dan otot-otot pernafasan
sehingga terjadi kesulitan bernafas, hal ini akan mempengaruhi aktivitas bekerja,
berolahraga, beribadah maupun bersosialisasi.
F. Prognosis fungsional
Satu sampai dua persen dari kasus, poliomyelitis mempengaruhi saraf, mengakibatkan
kelumpuhan lengan, kaki maupun diafragma (otot mengendalikan pernapasan). Setengah
dari populasi yang bertahan hidup akan mengalami kelumpuhan permanen. Pada keadaan
yang ringan sekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron dalam 3-4 minggu sesudah
timbul gejala.
G. Intervensi
1) ICF Target
a. Mengurangi nyeri otot dan sendi
b. Meningkatkan kekeuatan otot
c. Re-edukasi posture
d. Re-edukasi fungsi menelan dan bernafas dalam
e. Mengembalikan fungsi jalan
f. Mengembalikan aktivitas fungsional
2) Modalitas yang di rekomendasikan
a. Terapi latihan (termasuk latihan nafas)
b. Terapi Manipulasi
c. Massage
d. Heating Superficial (IR, Hotpack, MWD)

67
e. Electrical Stimulation (ES)
f. Taping
H. Outcome Measure
1) Pemeriksaan nyeri (contoh, VAS)
2) Pemeriksaan kelemahan/paralisis otot (contoh, MMT)
3) Fungsi menelan dan bernafas
4) Analisis jalan
5) Fungsional (contoh, Indeks Barthel)

Referensi
Goodman, CC., Kenda, S. (2009). Pathology Implications for The Physical Therapy Third
Edition. Sounders
Mehndiratta, MM., Mehndiratta, P., Pande. R. (2014). Poliomyelitis. The Neurohospitalist
Pearce, JMS, (2005). Poliomyelitis. J. of Neurology Neurosurgery and Psychiatry
Modlin JF. Poliovirus. (2009). Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed.
Philadelphia, Pa: Elsevier Churchill Livingstone
Silver JK.Post-poliomyelitis syndrome.(2008).Essentials of Physical Medicine and
Rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier
WHO.ICF-Introduction, the International Classification of Functioning Disabiity and Health
http://www.who.int/classification/icf/introns/icf-Eng-Intro-pdf2002.
Wilson, Walter R. (2001). Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease.USA:
McGraw-Hill Companies

68
10. Thoracic Outlet Syndrome (TOC)
A. Kode
ICD10 : G54.0
ICF : b730, b280, s720, d430
B. Kondisi Kesehatan
1). Definisi
Thoracic outlet syndrome merupakan suatu kondisi dimana terjadinya kompresi pada
struktur neurovascular berupa pleksus brakhialis, pembuluh darah arteri serta vena
subklavia di daerah apertura superior thoraks. Kelainan ini dapat menyebabkan
timbulnya rasa nyeri dan sensasi seperti tertusuk-tusuk jarum pada bahu dan lengan.
2). Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insidenTOS mencapai 3-80 kasus per 1000 orang, Dimana kasus
ini 3 kali lebih banyak pada wanita daripada pria. Kondisi ini Banyak dijumpai pada
pasien-pasien usia 20-55 tahun.Sebagian besara tlit yang selalu menggunakan
aktivitas over head sering terkena kondisi ini dengan gejala-gejala neurologis.
Menurut Magnusson etal, ada 31 % pasien yang mengalami injury pada MVA (motor
vehicle accident) dapat terjadi TOS, sedangkan 40% pasien yang mengalami
whiplash injury akan berkembang TOS post-traumatik.
3). Patologi
1) Patologi TOS tipe Pectoralis Minor
TOS tipe pectoralis minor adalah kondisi yang disebabkan oleh penekanan atau
kompressi pada berkas saraf dan pembuluh darah yang patologinya terle tak pada
ruang costo pectoralis. Kondisi ini disebabkan oleh tightness atau kontraktur pada
pectoralis minor sehingga menekan plexus brachialis kearah bawah. Penekanan
tersebut akan menimbulkan rasa nyeri, bengkak kearah lengan, tangan dan
memungkinkan terjadi kelemahan. Kondisi ini sering melibatkan shoulder kearah
anterior dan inferior (dalam posisi protraksi + depressi). Syndrom ini juga dikenal
sebagai hyperabduksi syndrome atau Wright‘s Syndrome yang akan melibatkan
penekanan pada komponen neurovaskular antara aspek anterior rongga costa dan
otot pectoralis minor. Pectoralis minor syndrome kemungkinan besar disebabkan
oleh kelainan postur tubuh seperti pasien yang lordosis, protraksi dalam waktu

69
yang lama akan mengakibatkan memendeknya otot pectoralis minor sehingga
menimbulkan penekanan pada plexus brachialis antara otot pectoralis minor dan
tulang costalis, juga aktiv itas mengangkat lengan diatas kepala dalam waktu yang
lama. Hal ini dapat terjadi pada aktivitas pekerjaan yang memerlukan salah satu
lengan untuk mengangkat atau menggerakkannya secara berulang kali di atas
kepala. Juga dapat terjadi pada seseorang yang tidur dalam posisi tengkurap
dengan kedua lengan atau tangan hyperabduksi dan seringkali dilakukannya
sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala pectoralis minor syndrome. Secara
general, pectoralis minor syndrome akan menghasilkan gejala -gejala neurologik
sebelum terjadi gejala vaskular. Gejala neurologik yang timbul adalah nyeri,
paresthesia atau dysesthesia pada aspek medial lengan. Gejala vaskular yang
menyertai gejala neurologik adalah coldness pada lengan, cyanosis, edema , rasa
terbakar, atau pulsasi painful pada jari-jari tangan. Otot pectoralis minor
mempunyai kecenderungan mengalami tightness (tegang) atau kontraktur jika
patologis. Tightness atau kontraktur pada otot tersebut dapat disebabkan oleh
adanya overuse, overstretch atau trauma sehingga otot ini mengalami ruptur
ringan, lecet atau luka yang dapat menyebabkan terjadinya iritasi jaringan.
Akibatnya, terjadinya reaksi fisiologis seperti kerusakan jaringan. Disamping itu,
habitual postural yang jelek dalam waktu yang lama dan seringkali dilakukan
dapat menimbulkan problem tightness pada otot pectoralis minor.
2) Patologi penekanan saraf (Entrapment)
Injury pada saraf perifer dapat diakibatkan oleh kondisi-kondisi kompressi
(penekanan), ischemia dan stretching, yang dapat diklasifikasikan berdasarkan
perubahan struktur dan fungsional pada saraf. Sunderland (1978)
mengelompokkan injury saraf pada 5 derajat injury yang menunjukkan ada
tidaknya keterlibatan axon dan connective tissue. Sedangkan Seldon (1943)
membagi injury kedalam 3 kategori yaitu: neuropraxia, axonotmisis,
neuronotmisis. Neuropraxia melibatkan segmental demyelination, dimana adanya
penekanan (kompressi) akan memperlambat atau memblokir konduksi aksi
potensial pada lokasi terjadinya demyelinisasi dari saraf bermyelin. Neuropraxia
seringkali terjadi pada kondisi-kondisi kompresi saraf yang menyebabkan

70
ischemia ringan pada serabut saraf. Konduksi aksi potensial masih terjadi secara
normal pada lokasi diatas dan dibawah dari kompresi tersebut sehingga axon saraf
masih utuh dan tidak terjadi atropi otot. Axonotmesis terjadi ketika axon saraf
mengalami kerusakan, tetapi connective tissue yang membungkus axon saraf
masih menopang dan melindungi keutuhan dari saraf tersebut. Jika kompresi
terjadi dalam waktu yang lama akan menghasilkan area infark (ischemia) dan
menjadi nekrosis sehingga menyebabkan terjadi kondisi axonotmesis.
Neuronotmesis adalah kerusakan komplet dari serabut saraf termasuk
endoneurium, dan hilangnya axon saraf termasuk connective tissue yang
membungkusnya pada lokasi in jury. Neuronotmesis dapat disebabkan oleh luka
tembak, luka sayatan atau tikaman, avulsion injury yang merusak bagian-bagian
dari saraf. Ketika kontinuitas axon hilang (baik pada axonotmesis maupun
neuronotmesis) maka axonaxon bagian distal dari lesi akan mengalami degenerasi
(wallerian degenerasi), sehingga berdampak pada serabut otot (cepat mengalami
atropi). Penekanan pada berkas saraf (plexus brachialis) pada ruang costo
pectoralis minor akibat tightness atau pemendekan otot pectoralis minor akan
menciptakan suatu neuropraxia pada axon saraf. Adanya neuropraxia akan
memperlambat konduksi aksi potensial ke otot-otot yang disarafinya sehingga
berkurangnya respon motorik pada otot-otot yang bersangkutan. Disamping itu
kompresi saraf menyebabkan ischemia pada serabut saraf sehingga mengaktifkan
noxius (nosisensorik) yang merangsang terjadinya inflamasi dan nyeri. Jika
kompresi berlangsung lama maka lokasi tersebut akan terjadi nekrosis sehingga
bisa menyebabkan axonotmesis (kerusakan axon).
3) Patologi Tightness dan Pemendekan Otot
Spasme adalah kontraksi otot yang berkepanjangan sebagai respon terhadap
perubahan sirkulator dan metabolik. Spasme juga dikatakan sebagai ―muscle
guarding‖ yaitu kontraksi otot secara involunter sebagai respon adanya nyeri akut
atau kerusakan pada struktur yang dilewati oleh otot tersebut. Dalam hal ini
spasme merupakan mata rantai dari nyerispasme-ischemia-nyeri. Spasme ditandai
dengan adanya peningkatan tonus baik secara volunter maupun involunter.
Aktivitas saraf efferent gamma motoneuron sangat mempengaruhi peningkatan

71
tonus pada kondisi spasme otot. Aktivitas saraf ini dapat dipengaruhi oleh impuls
noxius, kecemasan (faktor psikis), dan perubahan sirkulasi/metabolik ke otot.
Spasme dalam waktu yang lama bisa menyebabkan keadaan yang disebut dengan
―tightness‖. Tightness merupakan istilah yang tidak spesifik, yang merujuk pada
pemendekan ringan dari unit muskulotendinogen. Istilah ―tightness‖ kadang-
kadang digunakan untuk menggambarkan kontraktur ringan yang bersifat
sementara. Suatu otot yang tightness dapat dipanjangkan atau diulur melewati
batas rangenya. Jika kondisi tightness tidak ditangani secara menyeluruh dan
berkesinambungan maka dapat menjadi kontraktur yang berat (pemendekan otot).
Kontraktur pada otot terjadi pada seluruh lapisan connective tissue otot, dimana
lapisan connective tissue otot mengalami pemendekan.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis
Seorang ibu rumah tangga, 32 tahun yang mempunyai tubuh cukup besar (overweight).
Oleh dokter dinyatakan menderita TOS (Thoracic Outlet Syndrome). Lengan kanan
sering merasa kesemutan, leher kesulutan untuk menoleh dan kaku saat ditekuk
kesamping kanan. Hal ini sudah dirasakan sudah 2 bulan yang lalu.
2). Pemeriksaan klinis
MRI, EMG
3). Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Kepala cenderung lateral fleksi kearah kanan.
b. Palpasi
(1) Nyeri tekan pada bahu sebelah kanan
(2) Adanya spasme otot-otot daerah leher
c. Tes sensorik
Pareshtesi pada bahu menjalar sampai lengan bawah sebelah kanan
d. Pemeriksaan khusus
Roos test, Adson test, Allen Test, Hyperabduksi test, manuver costoclavicular test.
D. Evaluasi
Pengukuran obyektif:

72
1). Nyeri
2). Spasme otot
3). Kekuatan otot
4). Aktivitas fungsional
E. Diagnosa Fisioterapi: b730, b280, s720, d430
Adanya spasme, nyeri bahu, penurunan kekuatan otot mengakibatkan pasien kesulitan
meraih benda, kesulitan aktivitas makan sehingga menganggu aktivitas kerjanya.
F. Prognosis fungsional
Tidak diketahui mortalitas berhubungan langsung dengan TOS, mobilitas sering
berkaitan dengan turunnya fungsi dari ekstremitas atas, hilangnya pekerjaan dan
pencaharian, khususnya ketika kerja menyangkut aktifitas diatas kepala. Trueneurogenic
TOS menyebabkan defisit neurologi. Bergantung dari jumlah injuri saraf, biasanya
terdapat kelemahan dari tangan dan defisit sensorik di daerah distribusi lower trunk.
Komplikasi sering padap leksus brakhialis telah banyak dilaporkan terjadi pada terapi
operatif TOS. Neurologic TOS secara umum lebih progresif tetapi dapat membaik secara
spontan, sedangkan pada arterial atau venous TOS biasanya membaik dengan terapi yang
adekuat.
G. Intervensi
1). Mengurangi spasme
2). Menguranginyeri
3). Peningkatan kekuatan otot
4). Mengembalikan aktivitas fungsional
5). Modalitas yang di anjurkan : diathermy, US therapy, streching, exercise
H. Outcame measurement
1). Pemeriksaan nyeri (contoh, VAS)
2). Pemeriksaan disabilitas (contoh dengan DASH (Disability of Arm Shoulder and
Hand).

Referensi:
Moore, Wesley S. (2012). Vascular and Endovascular Surgery: A Comprehensive Review (8 ed.).
Elsevier Health Sciences.

73
Epilepsi
A. Kode
ICD-10 : G41.0
ICF : s750, d630
B. Kondisi kesehatan
1). Pengertian
Epilepsi adalah sekelompok gangguan neurologis jangka panjang yang cirinya
ditandai dengan serangan-serangan epileptik. Serangan epileptik ini memiliki priode
bermacam-macam mulai dari serangan singkatdan hampir tak terdeteksi hingga
guncangan kuat untuk periode yang lama. Dalam epilepsi, serangan cenderung
berulang, dan tidak ada penyebab yang mendasari secara langsung.Sementara
serangan yang disebabkan oleh penyebab khusus tidak dianggap mewakili epilepsi.
2). Insiden dan prevalensi
Epilepsi merupakan salah satu gangguan saraf serius yang paling umum terjadi yang
mempengaruhi sekitar 65 juta orang di seluruh dunia. Penyakit ini mempengaruhi 1%
penduduk pada usia 20 tahun dan 3% penduduk pada usia 75 tahun. Penyakit ini
lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan, tetapi secara menyeluruh
selisihnya cukup kecil. Sebagian besar penderita (80%) tinggal di dunia berkembang.
Angka penderit aepilepsi aktif saat ini berkisar pada5–10 per 1.000; epileps. Aktif
diartikan sebagai penderita epilepsi yang pernah mengalami kejang paling tidak satu
kali dalam lima tahun terakhir. Epilepsi berawal setiap tahun dalam 40–70 per1
00.000 dinegara maju dan 80–140 per100.000 dinegara berkembang. Kemiskinan
merupakan sebuah risiko dan mencakup baik bertempat asal dari sebuah negara yang
miskin maupun berstatus sebagai orang miskin relatif terhadap orang lain didalam
negara yang sama. Dinegara maju, epilepsi paling umum bermula pada orang muda
atau oranglansia. Dinegara berkembang, awalepilepsi lebih umum terjad padaanak-
anak yang berusia lebih tua danpada orang dewasa muda karena lebih tingginya
angka trauma dan penyakit menular.
3). Patologi
Terjadinya epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang
melepaskan muatan secara berlebihan. Lepas muatan listrik ini kemudian menyebar

74
melalui jalur fisioogis-anatomis dan melibatkan daerah sekitarnya. Sampai saat ioni
belum terungkap secara pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepaskan muatan secara berlebihan. Akibat kejang epilepsi tersebut akan
menyebabkan berbagai akibat, salah satuanya dalam kemampuan motorik penderita.
C. Pemeriksaan
1). Anamnesis
Pasien wanita dengan usia 21 tahun, sejak 1 bulan ini sering kejang, kejang kadang
dimulai dari kedua tangan kemudian menjalar keseluruh tubuh, pada saat kejang
kesadaran menurun, kurang lebih 1 tahun yang lalu pernah kejang seperti sekarang
hanya tidak begitu sering, bahkan pernah jatuh dari tempat tidur saat kejang.
2). Pemeriksaan klinis
MRI, EEG
3). Pemeriksaan fisik
a. Komunikasi: cukup baik
b. Kognitif: cukup baik
c. Atensi: cukup baik
d. Motivasi: cukup baik
e. Atensi: cukup baik
f. Pemeriksaan kekuatan otot: kekuatan otot secara general menurun
g. Pemeriksaan keseimbangan: keseimbangn dinamis menurun
D. Evaluasi
1). Kekuatan otot
2). Koordinasi gerakan
3). Keseimbangan
E. Diagnosa Fisioterapi: s750, d630
Adanya spasme, tremor, penurunan kekuatan otot, gangguan postur, selanjutnya pasien
mengeluhkan gangguaan keseimbangan jalan, sehingga kesulitan melakukan aktivitas
memasak, kesulitan aktivitas mengemudikan kendaraan dan menganggu aktivitas
kerjanya.
F. Prognosis fungsional

75
Epilepsi tidak dapat disembuhkan, tetapi pengobatan semata bisa secara efektif
mengendalikan kejang pada sekitar 70% kasus. Pada penderita kejang umum lebih dari
80% bisa dikendalikan secara baik dengan pengobatan, tetapi pada penderita kejang fokal
persentase tersebut hanya mencapai 50%. Salah satu prediktor hasil jangka panjang ialah
jumlah kejang yang terjadi dalam enam bulan pertama. Faktor lain yang meningkat kan
risiko hasil yang buruk ialah respons yang rendah terhadap penanganan awal, kejang
umum, riwayat epilepsi dalam keluarga, masalah psikiatrik, dan gelombang-gelombang
pada EEG yang mewakili aktivitas epilepti formik umum. Didunia berkembang,
penderita tidak ditangani atau mendapatkan penanganan yang kurang sesuai. DiAfrika,
90% tidak mendapat penanganan. Hal ini sebagian dikarenakan pengobatan yang sesuai
tidak tersedia atau berbiaya terlalu tinggi.
G. Intervensi
1) Meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan koordinasi gerakan, koreksi postur
2) Meningkatkan keseimbangan
3) Meningkatkan kemampuan aktivitas
H. Outcome measure
1) Pemeriksaan keseimbangan dengan BBS
2) Pemeriksaan fungsiuonal dengan FIM

Referensi:
Bergey GK. (2013). Neurostimulation in the treatment of epilepsy. Experimental Neurology
Fisher R, Van Emde Boas WI. (2005). Epileptic Seizures and Epilepsy: Definitions Proposed by
The International League Against Epilepsy (ILAE) and The International Bureau for
Epilepsy

76
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
FISIOTERAPI

KARDIOPULMONAL

IKATAN FISIOTERAPI INDONESI

77
FISIOTERAPI PADA INFLUENZA
1. Coding
K. Kode ICD : 9. 472; ICD 10: J 31.0
L. Kode ICF : b.440-449; s. 430; d.410-490; e.110-190
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Influenza adalah penyakit infeksi karena virus influenza RNA type A, B atau
C dan menular, umumnya terjadi pada penyakit epidemi musiman (influenza
musiman) atau penyakit pandemi langka (influenza pandemik), yang ditandai oleh
radang saluran pernapasan dan biasanya ditunjukkan adanya demam mendadak,
menggigil, nyeri otot, nyeri kepala, nyeri tenggorokan, kelelahan luar biasa dan batuk.
Penularan infeksi terjadi dalam jarak dekat, terutama melalui droplet dan kadang-
kadang melalui kontak. Sampai sekarang, belum diperoleh cukup bukti yang
menunjukkan bahwa infeksi ditularkan melalui udara di antara manusia di fasilitas
pelayanan kesehatan.
B. Insidensi dan Prevalensi
Influenza menyebar ke seluruh dunia dalam epidemic musiman. Pada musim flu
tahunan, terdapat tiga sampai lima juta kasus berat dan sampai 500.000 kematian di
seluruh dunia, yang memenuhi kriteria epidemic influenza tahunan..
C. Patologi dan Patologi fungsional
Pada penyakit influensa babi klasik, virus masuk melalui saluran pernapasan
atas kemungkinan lewat udara. Virus menempel pada trachea dan bronchi dan
berkembang secara cepat yaitu dari 2 jam dalam sel epithel bronchial hingga 24 jam
pos infeksi. Hampir seluruh sel terinfeksi virus dan menimbulkan eksudat pada
bronkioli. Infeksi dengan cepat menghilang pada hari ke 9. Lesi akibat infeksi
sekunder dapat terjadi pada paru karena aliran eksudat yang berlebihan dari bronkhi.
Lesi ini akan hilang secara cepat tanpa meninggalkan adanya kerusakan. Kontradiksi
ini berbeda dengan lesi pneumonia enzootica babi yang dapat bertahan lama.
Pneumonia sekunder biasanya karena serbuan Pasteurella multocida, terjadi pada
beberapa kasus dan merupakan penyebab kematian.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Gejala paling umum dari influenza adalah menggigil, demam, nyeri tenggorokan,
nyeri otot, nyeri kepala berat, batuk, kelemahan, dan ketidaknyamanan secara umum.
B. Pemeriksaan Klinis
1. Chest XRay
2. Spirometer < 80 % prediksi bermasalah. < 50 % indikasi rawat ICU.
3. Pemeriksaan Laboratorium darah dan urine lengkap
C. Pemeriksaan fisik
1 Pemeriksaan tanda denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan ICD 9 CM –
vital darah 93.09
2 Inspeksi Mata, hidung: hyperemi: choncha, tonsil dan ICD 9 CM –
pharink 93.09
3 Palpasi Regio mandibula: Pembesaran kelenjar limphatik ICD 9 CM –
93.09
4 Pola gerak napas Gerak napas dada dan perut ICD 9 CM – 93.04

78
5 Perkusi bagian dada dan abdomen atas kanan: ronchi dan ICD 9 CM –
kembung 93.09
6 Auskultasi bagian dada dan punggung: adanya mukus pada ICD 9 CM –
paru-paru, suara napas, detak jantung 93.09
7 Pemeriksaan Otot Aktivitas otot pernapasan ICD 9 CM—93.04

4. Evaluasi
A. Pengukuran Objektif
1) Nyeri
2) Fungsi pernapasan
B. Outcome Measure
1) Borg Scale
2) Spirometri
5. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b.440-449; s. 430; d.410-490; e.110-190
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Nyeri
b. Batuk
c. Kelemahan dan ketidaknyamanan umum
6. Prognosis Fungsional
Fungsi sempurna setelah masa flu berlalu.
7. Intervensi
A. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target; Disability
target, dan Environment Target)
1) Pembersihan jalan napas.
2) Meningkatkan ventilasi.
3) Meningkatkan mobilitas toraks.
4) Mencegah dan meningkatkan mobilitas anggota gerak atas
5) Meningkatkan toleransi aktifitas
B. Modalitas yang direkomendasikan
1 Pembersihan jalan napas Inhalasi ICD 9 CM –
Aerosol 93.94
chest Fisioterapi ICD 9 CM –
93.94
2 Meningkatkan Ventilasi Breathing exercise ICD 9 CM –
ACBT 93.14
MH ICD 9 CM –
93.14
ICD 9 CM –
93.14
3 Mobilisasi toraks Pasif exercises pada sangkar thoraks ICD 9 CM –
Aktif exercises pada sangkar thoraks 93.11
Resisted exercises pada sangkar thoraks ICD 9 CM –
93.12
ICD 9 CM –

79
93.13
4 Meningkatkan mobilitas Mobilisasi sendi bahu ICD 9 CM – 93.16
ekstremitas atas
5 Meningkatkan toleransi Mobilisasi ICD 9 CM –
aktivitas Ambulasi 93.09
Senam
Jalan
C. Kriteria Rujukan: 6 kali fisioterapi tidak mencapai tujuan.75 %.
8. Referensi
a. Ostroff D, McDade J, LeDuc J, Hughes J. Emerging and reemerging infectious
disease threats. In: Dolin R, ed. Principles and Practice of Infectious Disease.
Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2005:173-92.
b. Kemenkes 2013; Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Kasus
Konfirmasi Atau Probabel Infeksi Virus Middle East Respiratory Syndrome-
Corona Virus; Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan
Lingkungan; Depkes RI
c. Stedman TL. Stedman‘s medical dictionary. 28th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2006.
d. Brankston G, Gitterman L, Hirji Z, Lemieux C, Gardam M. Transmission of
influenza A in human beings. Lancet Infect Dis 2007;7(4):257-65.
e. WHO/CDS/EPR/2007.6; Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas
pelayanan kesehatan; http://apps.who. int/iris/bitstream/10665/69707/14/
WHO_CDS_ EPR_2007.6_ind.pdf
1. Harper SA, Fukuda K, Uyeki TM, Cox NJ, Bridges CB (July 2005). "Prevention and
control of influenza. Recommendations of the Advisory Committee on Immunization
Practices (ACIP)". MMWR Recomm Rep 54 (RR-8): 1–40

80
Sinusitis
A. Kode ICD : 10: J01 akut dan Kronik: J 32.0-j 32.8; ICD-9-CM 473.9
B. Kode ICF : b. 310-320,b.450-455, s 3100-3109, d 410-510. e. 110- 210
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal sesuai anatomi sinusyang terkena,
dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid; sinusitis frontal, dan sinusitis sphenoid.
B. Insidensi dan Prevalensi
Data dari Depkes RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada
pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat
jalan di rumah sakit.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran
klirens dari mukosiliar di dalam komplek osteo meatal (KOM). Di samping itu mukus
juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai
pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa
yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak
dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif di
dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan
drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang
dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila
tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang
poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi
purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik.
Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan
bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan
kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Gejala paling umum pada sinusitis adalah sumbatan secret hidung
anterior/posterior, nyeri pada wajah dan berkurangnya sensitivitas pembau.
B. Pemeriksaan klinis
Rontgen/CT Scan: mengetahui perubahan anatomi sinus dan hidung
Pemeriksaan Lab: pemeriksaan mukus (transudat atau exudat).
C. Pemeriksaan fisik
1 Pemeriksaan tanda denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan ICD 9 CM –
vital darah 93.09
2 Inspeksi Mata, hidung: hyperemi: choncha ICD 9 CM –
Produksi mucus 93.09
Kualitas batuk ICD 9 CM –
93.09
ICD 9 CM –
93.09
3 Palpasi Nyeri tekan pada area sinus ICD 9 CM –
93.09

81
4 Spirometri < 80% ICD 9 CM –
93.09
5 Aktivitas Penurunan aktivitas harian dasar, kerja dan ICD 9 CM –
rekreasi 93.01

3. Evaluasi;
a. Pengukuran Objektif
1) nyeri tekan
2) sumbatan sekret
b. Outcome Measure
1) VAS Scale
2) Borg Scale
4. Diagnosa Fisioterapi
a. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b. 310-320,b.450-455, s 3100-3109, d 410-510. e. 110- 210
b. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
i. Nyeri tekan
ii. Sumbatan jalan napas atas
5. Prognosis Fungsional
Reversibel
6. Intervensi
A. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
1) Mengurangi inflamasi dengan melancarkan sirkulasi limpatik,
2) mengeluarkan transudat atau exudat,
3) mengurangi nyeri,
4) meningkatkan fungsi pernapasan dan
5) meningkatkan kemampuan fungsional.
B. Modalitas yang direkomendasikan
1 Mengurangi inflamasi Inhalasi ICD 9 CM –
Ultrasound diathermy 93.94
MWD ICD 9 CM –
93.35
ICD 9 CM –
93.34
2 Mengurangi nyeri dan mengeluarkan Massage sinus ICD 9 CM –
transudate atau eksudat MLD 93.61
Pengaturan posisi pengasatan ICD 9 CM –
93.39
ICD 9 CM –
93.99
3 Meningkatkan fungsi pernapasan Latihan pernapasan ICD 9 CM –
Edukasi 93.14
ICD 9 CM –
93.82

82
C. Kriteria Rujukan : 6 kali fisioterapi tidak mencapai tujuan 75%.

7. Referensi
A. Dr. Mark Lynch; 2015, demonstrating sinus/throat lymphatic drainage massage
Vidio, https://www.youtube.com/watch?v=0KQYXVjjpio&t=420s
B. Milady's ; 2004; Guide to Lymph Drainage Massage; Ramona Moody French;
Delmar/Cengage;
C. Pedoman Interim WHO Juni 2007 Pencegahan dan pengendalian infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi di fasilitas
pelayanan kesehatan.
D. Richards S (2005). "Flu blues". Nurs Stand 20 (8): 26–7. PMID16295596.
E. Heikkinen T (July 2006). "Influenza in children". Acta Paediatr. 95 (7): 778–
84. doi:10.1080/08035250600612272. PMID16801171
F. Anon JB (April 2010). "Upper respiratory infections". Am. J. Med

83
Asma Bronkial
A. Kode ICD 9: 493; ICD-10: j45.8
B. Kode ICF b.440-449; s. 430; d.410-499; e.110-199
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Asma adalah gangguan inflamasi kronik pada saluran jalan napas yang
menyebabkan hiper reaktivitas jalan napas, yang menimbulkan gejala episodic
berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk terutama pada
malam dan atau dini hari.
B. Insidensi dan Prevalensi
Asma ekstrinsik umumnya berkembang pada usia muda, dari masa anak hingga
remaja dan berkurang frekuensi serangannya setelah imunitas dan kebugaran anak
semakin meningkat. Asma intrinsic umumnya berkembang pada dewasa madya,
akibat penurunan kondisi imunitas dan kebugaran.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Serangan asma dipicu oleh hipereaktivitas bronkioli; mengakibatkan sesak
disertai bising napas mengi pada ekspirasi. Terjadinya bronkospasme merupakan
kejadian yang kompleks dari aktivasi sel imun. Proses regenerasi jaringan pasca
inflamasi allergen menimbulkan penyusunan ulang jalan napas (airway remodeling)
setiap kali terjadi paparan allergen. Siklus berulang inflamasi dan remodeling
mengakibatkan terjadinya hipertrofi dan hyperplasia jalan napas; hipertrofi dan
hyperplasia kelenjar mucus, penebalan membrane reticular basal; peningkatan
pembuluh darah, peningkatan fungsi matriks ekstraseluler, perubahan struktur
parenkim dan terbentuknya fibrosis jalan napas.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis ditujukan pada onset serangan, sifat serangan dan gaya hidup terkait
asma yang diderita.
B. Pemeriksaan klinis;
1. Pemeriksaan spirometry
2. Pemeriksaan laboratorium darah
3. Uji bronkodilator
4. Uji alergi
5. Chest XRay
C. Pemeriksaan fisik;
1. Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan
darah). Temuan pemeriksaan adalah frekuensi napas yang meningkat (tachypnea)
dan tachycardia.
2. Pemeriksaan Sesak napas
3. Pemeriksaan batuk
4. Pemeriksaan tingkat kelelahan
5. Pemeriksaan auskultasi bising napas terdapat bunyi mengi (wheezing) dan ronchi
6. Pemeriksaan nyeri pada dada
7. Pemeriksaan integritas motoric regio kepala dan leher:
a. Ditemukan hiperarthropi otot-otot inspiratory

84
b. Adanya sianosis pada ujung jari dan bibir yang diakibatkan karena
menurunnya oksigen dalam darah
8. Analisis bentuk dada dan postur :
a. Bahu nampak sedikit elevasi dan protraksi bahu dikarenakan pada saat
ekspirasi selalu menggunakan otot aksesori pernapasan (m.scaleni sterno
cledomastoideus)
b. Postur tubuh cenderung forward
c. Bentuk thoraks barrel chest anterior posterior
9. Pola napas : Cepat dan dalam karena adanya gangguan pada fase ekspirasi
10. Pemeriksaan :
a. Pump handle movement
b. Bucket handle movement
4. Evaluasi
a. Pengukuran Objektif
Frekuensi sesak
Fungsi Ekspirasi
Integritas Otot bantu pernapasan
Pola napas
Integritas Sangkar Thoraks
Daya tahan jantung paru
b. Outcome Measure
Tes endurance
Spirometri
Antropometri Sangkar Thoraks
Borg Scale
5. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b.440-449; s. 430; d.410-499; e.110-199

2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai


Sesak
Keterbatasan aktivitas kerja
Keterbatasan aktivitas rekreasi
Deformitas Sangkar Thoraks
6. Prognosis Fungsional
Dengan fisioterapi intensif dan berkomitmen; fungsi pernapasan dapat kembali normal
dan individu dapat beraktivitas sesuai harapan.
G. Intervensi
a. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability target, dan
Environment Target)
1. Meningkatkan pemahaman tentang kondisi fisik pasien
2. Mengurangi frekuensi inflamasi saluran napas (S.43010).
3. Ketegangan m. scaleni sterno cledomastoideus, m.Trapezius s.7104)/(s.43038).
4. Kapasitas aerobic (b.4551),
5. FEV1 < 80 % (?)
6. Retensi sekret (b.4501),

85
7. Sesak napas/tachypnoea (b 4400),
8. Kemampuan latihan rendah (b.4548),
9. Berjalan dan bergerak (d.450-469)
10. Beraktivitas terbatas,
11. berjalan terbatas,
12. bekerja terbatas
13. Perlu alat tranportasi (e.5401)
14. edukasi dan latihan (e.5851).
b. Modalitas yang direkomendasikan
1. Latihan aerobic
2. Latihan pernapasan
3. Edukasi
H. Referensi
a. Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and
prevention. 2015 [cited 2015 Jan 23]. Available from:
http://www.ginasthma.org/documents/3
b. Sundaru H. Asma: apa dan bagaimana pengobatannya. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009.
c. Canadian Lung Association [homepage on the internet]. Asthma: asthma treatment.
Ottawa; 2015 [cited 2015 Feb 23]. Available from: http://www.lung.ca/lung-
health/lung-disease/asthma/treatment
d. Bruurs a, Marjolein L.J.,et al.The effectiveness of physiotherapy in patients with
asthma: A systematic review of the literature.Elsevier Journal 2012.
e. Graha,Chairinniza.2008.Terapi untuk Anak Asma.Jakarta:PT.Elex Media Komputindo
f. Jennifer A Pryor; Barbara A Webber; 2001 ; Physiotherapy For Respiratory And
Cardiac Problems ; Second Edition; Churchill Livingstone Edinburgh London New
York Philadelphia San Francisco Sydney Toronto

86
Penyakit Paru Obstruktif Kronis
A. Kode ICD 9: 490-496 -ICD 10: j449
B. Kode ICF : b.440-449, b 455, s430, s.730, d410-429, d450-469
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
PPOK adalah istilah umum yang mengacu pada kondisi paru kronis yang ditandai
dengan penyempitan dan penyumbatan saluran udara, peningkatan retensi sekresi paru
dan kerusakan struktural alveoli. Keterbatasan aliran udara ini bersifat progresif dan
tidak sepenuhnya reversibel. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya:
a. Bronkitis kronik kelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak
minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut,
tidak disebabkan penyakit lainnya.
b. Emfisema: Suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga
udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
B. Insidensi dan Prevalensi
Pada tahun 1992 Depkes menyatakan angka kematian karena asma, bronchitis kronis
dan emfisema menduduki peringkat 6 dari 10 penyebab tersering kematian di
Indonesia. Faktor yang berperan dalam peningkatan PPOK adakah kebiasaan
merokok, pertambahan penduduk, meningkatnya demografi lansia, industrialisasi dan
polisi. Penderita asma mengalamipeningkatan risiko PPOK.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Pada bronchitis kronister dapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus,
metaplasia selgoblet,inflamasi, hipertofi ototpolos pernapasan sertadistorsi akibat
fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,
disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomic dibedakan tiga jenis emfisema:
1. Emfisema sentriasinar,dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke perifer,
terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan merokok lama
2. Emfisema panasinar, melibatkan seluruh alveoli secara merata dan terbanyakpada
paru bagian bawah.
3. Emfisema asinar distal, lebih banyak mengenai saluran napas distal, ductus dan
saccus alveolar. Proses terlokalisir di septa atau dekat pleura.
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat irreversibel dan terjadi karena
perubahan structural pada saluran napas kecil yaitu inflamasi, fibrosis, metaplasia sel
goblet dan hipertrofi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.
Perubahan patologis di paru-paru menyebabkan perubahan fisiologis yang
sesuai karakteristik penyakit, termasuk hipersekresi mucus, disfungsi silia,
Keterbatasan ekspirasi aliran udara, hiperinflasi paru, kelainan pertukaran gas,
hipertensi pulmonal, dan korpulmonal. Lazimnya berkembang sesuai perjalanan
penyakit.
1. Kerja otot-otot pernapasan pada PPOK
a. Diafragma hanya memberikan kontribusi 30% (dibandingkan dengan yang
biasa 65%) dari inspirasi yang kuat, sedangkan otot aksesori memainkan
peran lebih sehingga mengalami hyperaktif.

87
b. Otot-otot pernapasan dapat menjadi lelah dan paru-paru menjadi
hyperinflasi.
c. Ada peningkatan resistensi saluran udara dan hiperinflasi. Hiperinflasi paru-
paru merata, diafragma berkontraksi pendek termasuk otot asesoris inspirasi
dan mereka kerja menurunkan ventilasi secaramekanik merugikan. Selain
efisiensi berkurang dari enam otot inspirasi, sejumlah besar pekerjaan
tekanan diperlukan untuk mengatasi tingginya pertahanan saluran udara.
2. Selama latihan maksimal, otot-otot pernapasan dapat memanfaatkan 35-40%
(normal 10 - 15%) dari seluruh konsumsi oksigen tubuh. Peningkatan pekerjaan
pernapasan dilakukan selama inspirasi. Sekitar 25% dari pasien PPOK tidak
dapat mempertahankan status gizi mereka. dibuktikan dengan penurunan berat
badan, deplesi nutrisi ini akan menurunkan mekanis kebutuhan gas.. Selain itu,
hilangnya protein dan massa tubuh tanpa lemak menyebabkan kelemahan
skeletal dan otot diafragma.

D. Derajat tingkat Keparahan


Untuk alasan pendidikan, klasifikasi sederhana dari keparahan penyakit menjadi
empat tahap direkomendasikan :
Tabel 1. Klasifikasi tingkat keparahan pada PPOK
Tingkat keparahan
0: Beresiko Normal spirometri
Gejala kronik ( Batuk dan produksi sputum)
1. PPOK Ringan /Mild FEV1/FVC < 70 %
FEV1≥80% perkiraan
Dengan atau tanpa gejala kronik ( batuk dan produksi sputum
2. PPOK Sedang FEV1/FVC < 70%
/Moderate 30% ≤ FEV1 < 80% perkiraan ( IIA: 50% ≤FEV1< 80%
perkiraan
(II B: 30% ≤FEV1 < 50% perkiraan)
Dengan atau dengan gejala kronik (Batuk, Produksi sputum dan
sesak napas)
3. PPOK Berat/severe FEV1/FVC < 70%
FEV1 < 30%perkiraan atau FEV1 < 50% perkiraan gagal
pernapasan atau dengan tanda-tanda klinis gagal jantung kanan

2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis diarahkan pada keluhan; riwayat penyakit dan pencarian factor
predisposisi. Keluhan utama pada pasien PPOK umumnya sesak, batuk produktif dan
kelelahan yang progresif.
B. Pemeriksaan klinis;
1. Pemeriksaan spirometry,
2. Uji bronkodilator
3. laboratorium darah rutin, dan
4. Chest XRay

88
C. Pemeriksaan fisik;
1. Termasuk BB dalam Kg, dan TB dalam cm/m.
2. Vital signs: Meliputi: HR, RR,BP,
3. Assesment khusus berdasarkan masalah tidak terbatas pada:
a. Spasme bronkus/Penyempitan jalan napas /inflamasi bronkus(s43010)
b. Spasme otot-otot asesores inspirasi (s 43038).
c. Kelelahan otot asesoris (b4452)
d. Frekuensi sesak napas tidak teratur (b4401) " sasak napas saat aktivitas"
(b4402)
e. Perubahan sangkar thoraks, mengarah pada barrel chest
f. Tachipnae (b4400)
g. Keterpaksaan ekspirasi /kerja keras ekspirasi. (b)
h. Peningkatnya residual volum(s43011)
i. Akumulasi sekresi (s43010)
j. FEV1 < 80 % (b)
k. Kemampuan daya tahan latihan (b)
l. Gangguan sikap (s)
m. Kemampuan kerja (d)
n. Alat bantu yang digunakan (e).
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Antropometri sangkar thoraks
Pengukuran sesak
Retensi sputum
Daya tahan jantung paru
Integritas Otot bantu pernapasan
2. Outcome Measure
Antropometri sangkar thoraks
Borg Scale
Test endurance
Tes panjang otot
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b.440-449, b 455, s430, s.730, d410-429, d450-469
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
Sesak
Spasme otot pernapasan
Keterbatasan ekspirasi
Peningkatan volume residual
Retensi sputum
Penurunan toleransi aktivitas fisik

F. Prognosis Fungsional
Bisa kembali berfungsi optimal seiring peningkatan status kesehatan.
G. Intervensi

89
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
a) Meringankan rasa sesak napas (dyspnea)
b) Mengurangi spasme bronkus
c) Mengurangi spasme otot asesoris
d) Mengurangi keterpasaan ekspirasi
e) Meminimalkan volume residual
f) Memobilisasi sekresi. (s43010)
g) Meningkatkan FEV1 > 80 % (b)
h) Meningkatkan toleransi latihan
i) Meningkatkan kemampuan daya tahan latihan (b).
j) Meminalkan gangguan sikap (s)
k) Meningkatkan kemampuan kerja (d)
l) Menganalisa kebutuhan alat bantu yang digunakan dan lingkungan yang
sesuai.

2. Modalitas yang direkomendasikan


a. Meringankan rasa sesak napas (Relief dyspnea)
b. Terapi oksigen (bila diperlukan)
c. Latihan re breathing kembali:
1) Diaphragmatic Breathing Exercise(DBE) /Latihan Pernapasan
Diafragma
2) Pursed lips breathing (PLB) / Bernapas Mengerutkan Bibir (BMB)
3) Breathing Control Techniques (BCT)/ Teknik Kontrol Pernapasan
(TKP)
4) Biofeedback and respiratory muscle training/Biofeedback
d. Mobilisasi skret.
1) Incentive spirometry
2) Peak expiratory flow meter
3) Oksimetri biofeedback
4) Coughing (Batuk)
5) Chest physiotherapy/Fisioterapi dada
6) Postural drainase, -- ICD 9 CM 93.99
7) perkusi/ getaran dinding dada efektif secara klinis untuk mobilisasi
mukus.
e. Latihan peningkatan kemampuan aktifitas:
1) Latihan Fleksibilitas
2) Latihan aerobik
H. Referensi
1. Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma management and
prevention. 2015 [cited 2015 Jan 23]. Available from:
http://www.ginasthma.org/documents/3
2. Sundaru H. Asma: apa dan bagaimana pengobatannya. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
3. Shehab M. Abd El-Kader; 2011; Physical Therapy for Cardiopulmonary
disorders;

90
http://www.kau.edu.sa/Files/0053233/Subjects/Physical%20Therapy%20for%20
Cardiopumonary%20Disorders.pdf.
4. Canadian Lung Association [homepage on the internet]. Asthma: asthma
treatment. Ottawa; 2015 [cited 2015 Feb 23]. Available from:
http://www.lung.ca/lung-health/lung-disease/asthma/treatment.
5. Bruurs a, Marjolein L.J.,et al.The effectiveness of physiotherapy in patients with
asthma: A systematic review of the literature.Elsevier Journal 2012.
6. Graha,Chairinniza.2008.Terapi untuk Anak Asma.Jakarta:PT.Elex Media
Komputindo
7. Jennifer A Pryor; Barbara A Webber; 2001 ; Physiotherapy For Respiratory And
Cardiac Problems ; Second Edition; Churchill Livingstone Edinburgh London
New York Philadelphia San Francisco Sydney Toronto

91
Hipertensi
A. Kode ICD 9:401/ ICD-10 : I10
B. Kode ICF : b.4200 s.410,498 d: 410 e:110
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi di mana tekanan darah
melebihi normal atau jumlah tertentu. Menurut CDC 2013, tekanan sistolik di atas
120 mmHg dan tekanan diastolic di atas 80 mmHg merujuk pada prehipertensi dan
harus dilakukan perubahan gaya hidup.
B. Insidensi dan Prevalensi
Hipertensi pada umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun. Di Amerika, data
statistik pada tahun 1980 menunjukkan bahwa sekitar 20% penduduk menderita
hipertensi. Boedi darmayo dalam penelitiannya, menemukan bahwa antara 1,8% -
28,6% penduduk dewasa adalah penderita hipertensi. Angka 1,8% berasal dari
penelitian di Desa Kalirejo, Jawa Tengah. Sedangkan nilai 28,6% dilaporkan dari data
hasil penelitian di sukabumi, Jawa Barat.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Hipertensi adalah kondisi multifactor, namun diduga ada perubahan kadar
aldosterone, penurunan barorefleks, dan perubahan fungsi genetic yang
memungkinkan terjadinya penurunan kemampuan mengatur tekanan darah.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk memahami pola hidup, pola makan, pola aktivitas,
dan tingkat stress
B. Pemeriksaan klinis;
1. Pemeriksaan Lab lengkap
2. Pemeriksaan EKG
3. Pemeriksaan Rontgen Dada/Chest X-Ray
C. Pemeriksaan fisik;
1. Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah).
2. Pemeriksaan daya tahan jantung paru
3. Pemeriksaan otot leher—mencari ketegangan otot posterior leher
4. Pemeriksaan status mental dan emosional
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Tekanan darah
Spasme otot
2. Outcome Measure
Pemeriksaan tekanan darah
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b.4200 s.410,498 d: 410 e:110
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
Peningkatan tekanan darah
Ketegangan psikologis
Risiko spasme otot

92
Risiko kelelahan umum
F. Prognosis Fungsional
Pada perawatan yang benar, berkomitmen dan intensif, diharapkan tidak terjadi
masalah fungsional lainnya.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
a. Gangguan pengaturan tekanan darah
b. Kelelahan
2. Modalitas yang direkomendasikan
a. Latihan aerobic
b. Massage (untuk peningkatan kadar endokrin)
H. Referensi
1. Moini, Jahangir, MD, MPH.2013.Introduction to pathology for the physical
therapy assistent.Melbourne:Jones & Barlett Learning.
2. Lescher, Penelope, PT, MA, MCSP.2011.Pathology for the physical therapy
assistant.Philadelphia:Davis Company.

93
Diabetes Mellitus
A. Kode ICD 9: 249 ICD 10 E 11
B. Kode ICF :b.540,545,s.550,580 d. 450, 530-560, e 110.
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik di mana ada kadar
gula darah tinggi dalam jangka waktu lama, akibat defisit insulin baik secara absolut
atau relatif. DM tipe satu dari kegagalan pankreas untuk memproduksi insulin yang
cukup. DM tipe 2 dimulai dengan resistensi insulin, suatu kondisi di mana sel-sel
gagal untuk merespon insulin dengan baik.
B. Insidensi dan Prevalensi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa diabetes mellitus
mengakibatkan 1,5 juta kematian pada tahun 2012, menjadikannya 8 penyebab
kematian terkemuka. Pada tahun 2014, International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan bahwa diabetes mengakibatkan 4,9 juta kematian di seluruh dunia.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Penderita DMTipe 1 tidakmampu menghasilkan insulin. Akibatnya, sel otot
danlemak tidak dapat mengakses glukosa untuk memenuhi kebutuhan energy.
Glukosa tidak dapat diserap ginjal, sehingga dikeluarkan (polyuria). Otak,
berdasarkan informasi kurangnya glukosa, memberisinyal haus (polydipsia) dan lapar
(polifagia) Bila proses ini berlanjut, lemak ditransformasi menjadi ketoacid,
menurunkan kadar pH dan acidosis metabolic dan dikompensasikan oleh respirasi
Kussmauluntuk menurunkan PCO2.
Pada DMTipe2, ada gangguan regulasi insulin,menjadi resisten. Akibatnya,
walaupun jumlah insulin memadai,namun tidak responsive terhadap glukosa.
Umumnya terjaid karena resistensi insulin dan penambahan berat badan. Walaupun
gejalanya sama dengan DM Tipe 1, namun tidak sama progresifitasnya.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Selain pada gejala triad polyuria,polydipsia dan polifagia; pemeriksaandiarahkan
pada gaya hidup dan progresifitas kondisi pasien.
B. Pemeriksaan klinis;
1. Lab darah
2. Lab urine
3. IMT
C. Pemeriksaan Fisik :
1. Pemeriksaan tanda vital(denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan
darah)
2. Pemeriksaan aerobic
3. Inspeksi : luka
4. Palpasi piting oedema
5. Palpasi nyeri tekan
6. Dermatome
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Indeks Massa Tubuh

94
Daya tahan jantung paru
Toleransi Aktivitas
Partisipasi Lingkungan

2. Outcome Measure
Indeks Massa Tubuh Skala Asia Pasifik
Tes endurance jantung paru
Pemeriksaan sensibilitas

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b.540,545,s.550,580 d. 450, 530-560, e 110
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
Penurunan toleransi aktivitas
Penurunan daya tahan jantung paru
Neuropati Diabetika

F. Prognosis Fungsional
Pada diabetes mellitus yang terkendali, progresifitas penyakit dapat diperlambat dan
penurunan fungsi dapat ditunda. Namun pada akhirnya akan terjadi penurunan fungsi
daya tahan jantung paru dan metabolism.

G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
Menurunkan gula darah dengan meningkatkan fungsi insulin
Mengendalikan berat badan
Meningkatkan fungsi aerobik.
2. Modalitas yang direkomendasikan
Latihan aerobic
3. Kriteria Rujukan: Dokter spesialis penyakit dalam

H. Referensi
1. WHO 2016; Diabetes mellitus;
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/
2. WHO. October 2013. Archived from the original on 26 Aug 2013. Retrieved 25
March 2014 https://en.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus.

95
Infark Miokard
A. Kode ICD 9 410 :ICD-10 : I25.2
B. Kode ICF 410. S : 410 d: 410, 450,510 e 110
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Miokard infark adalah proses dimana jaringan miokard mengalami kerusakan
dalam region jantung yang mengurangi suplai darah adekuat karena penurunan aliran
darah koroner.
B. Insidensi dan Prevalensi
Di Amerika Serikat, diperkirakan 1,5 juta orang menderita miokard infark per
tahun, dengan kematian sekitar 500.000. Pada kasus yang fatal, hampir separuh
pasien meninggal sebelum sampai ke rumah sakit. Di tanah air Indonesia angka
kejadian penyakit jantung secara umum terus meningkat. Bahkan pada tahun 2000,
penyakit jantung telah menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia. Insiden
miokard infark meningkat sesuai penambahan usia, dan lebih sering pada usia lebih
dari 45 tahun. Laki-laki memiliki kemungkinan terkena miokard infark empat sampai
lima kali dibandingkan perempuan.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Kematian jaringan otot jantung terjadi karena penurunan suplai darah sekunder
akibat oklusi pada arteri koronaria.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis diarahkan pada onset nyeri, sifat nyeri, perluasan nyeri, serta tingkat
kemampuan melakukan aktivitas.
B. Pemeriksaan klinis;
1. Lab darah dan urine lengkap
2. Lab enzim jantung
3. EKG
4. Chest XRay
C. Pemeriksaan fisik;
1. Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah)
2. Inspeksi: - Nyeri dada pada sub-sternum
3. Dyspnea
4. Dalam keadaan akut melalui inspeksi pasien terlihat cemas, sedih dan
gelisah
5. Wajah terlihat pucat dan berkeringat
6. Tekanan vena jugularis biasanya normal atau sedikit meningkat pada
kondisi akut
7. Tachycardia
2. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Nyeri dada
Sesak
Daya tahan jantung paru
2. Outcome Measure
Borg Scale

96
Test endurance
3. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
S : 410 d: 410, 450,510 e 110
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
Sesak
Nyeri dada atau nyeri alih
Penurunan daya tahan jantung paru
4. Prognosis Fungsional
Fisioterapi berperan untuk memperlambat progresifitas penyakit dan membantu
pasien mengenali dan beradaptasi dengan kondisi fisiknya.
5. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target Disability
target, dan Environment Target)
a. Mengembalikan fungsional serta melatih daya tahan jantung paru
b. Meningkatkan stroke volume dan ejection fraction
c. Meningkatkan fungsi otot jantung dengan mengurangi ―afterload‖
d. Mengurangi kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan tekanan
darah dan denyut jantung pada waktu istirahat dan selama latihan sub
maksimal
e. Mengurangi viskositas darah dan agregasi platelet
f. Meningkatkan kepadatan kapiler pada otot skelet
g. Menurunkan sirkulasi catecholamine selama latihan submaksimal
2. Modalitas yang direkomendasikan
a. Latihan aerobic
b. Breathing Exercise
3. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
6. Referensi
1. Baughman, Diane C, et al.2000.Handbook for Brunner and Suddarth’s textbook
of medical surgical.Philadelphia:Lippincot-Raven Publishers.
2. Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, de Lemos JA, Ettinger SM,
Fang JC, Fesmire FM, Franklin BA, Granger CB, Krumholz HM, Linderbaum
JA, Morrow DA, Newby LK, Ornato JP, Ou N, Radford MJ, Tamis-Holland JE,
Tommaso CL, Tracy CM, Woo YJ, Zhao DX, Anderson JL, Jacobs AK, Halperin
JL, Albert NM, Brindis RG, Creager MA, DeMets D, Guyton RA, Hochman JS,
Kovacs RJ, Kushner FG, Ohman EM, Stevenson WG, Yancy CW (Jan 29, 2013).
"2013 ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation myocardial
infarction: a report of the American College of Cardiology Foundation/American
Heart Association Task Force on Practice Guidelines.". Circulation. 127(4):
e362–425. doi:10.1161/CIR.0b013e3182742cf6. PMID 23247304
https://en.wikipedia.org/wiki/Myocardial_infarction

97
Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
A. Kode ICD -10 : Z95.1
B. Kode ICF : b 410, s 410, 420 d 410, 450 e 110, 115
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Coronary Artery Bypass Graft adalah prosedur bedah untuk membuat pembuluh
darah baru yang melintasi pembuluh darah jantung yang menyempit dengan
menggunakan pembuluh darah dari bagian tubuh lain.
B. Insidensi dan Prevalensi
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 menyatakan bahwa
sebanyak 16 provinsi di Indonesia memiliki nilai prevalensi penyakit jantung diatas
prevalensi nasional yaitu 7,2%. Data Dinkes Jateng menyebutkan kasus tertinggi
penyakit tidak menular pada tahun 2011 adalah penyakit jantung dan pembuluh
darah.2 Dari total 1.409.857 kasus yang dilaporkan, sebesar 62,43% (880.193 kasus)
adalah penyakit jantung dan pembuluh darah.Selain prevalensi dan kasus kejadiannya
yang tinggi, menurut Departemen Kesehatan Indonesia, penyakit jantung juga masuk
dalam 10 besar penyakit tidak menular penyebab kematian terbanyak di rumah sakit
di Indonesia tahun 2005 sebagai peringkat ke 5 setelah stroke, perdarahan
intrakranial, septisemia, dan gagal ginjal.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Arteri koronaria dapat mengalami oklusi, yang apabila dibiarkan akan mengarah
pada myocardiac infark. Pada kondisi oklusi arteri koronaria, maka CABG adalah
pilihan yang lebih baik dibandingkan terapi konservatif.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui keluhan, riwayat penyakit, tingkat kecemasan
pasien, gaya hidup sebelum CABG, dan harapan akan gaya hidup yang akan dijalani
pasca CABG
B. Pemeriksaan klinis;
Radiografi
Ultrasonografi
CT Scan Dada
EKG
Pemeriksaan Lab
C. Pemeriksaan fisik;
1. Pemeriksaan tanda vital (denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan darah)
2. Pemeriksaan gerakan dasar (aktif, pasif, isometrik)
3. Inspeksi – apakah ada perubahan pada raut wajah, bentuk dada atau sangkar
thoraks, melihat adanya oedema.
4. Palpasi – apakah ada piting oedema, suhu tubuh, nyeri tekan pada daerah dada
atau thoraks.
5. Perkusi – apakah ada nyeri tekan dan kembung.
6. Auskultasi – apakah ada cairan pada paru-paru, suara napas, detak jantung
7. Endurance test – treadmill atau jalan 6 menit.
8. Pemeriksaan nyeri dada dengan VAS

98
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Nyeri
Sesak
Daya tahan jantung paru
2. Outcome Measure
Borg Scale
Tes daya tahan jantung paru

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
b 410, s 410, 420 d 410, 450 e 110, 115
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
Risiko komplikasi pasca operasi
Risiko komplikasi tirah baring
Penurunan daya tahan jantung paru
Penurunan fungsi pernapasan
Penurunan efektivitas batuk
Ketegangan emosional
Penurunan fleksibilitas dan mobilitas ekstremitas atas

F. Prognosis Fungsional
Dengan fisioterapi intensif, diharapkan dapat kembali ke aktivitas sehari-hari atau
menyesuaikan diri terhadap aktivitas fisik yang diharapkan.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target Disability
target, dan Environment Target)
a. Meningkatkan ventilasi
b. Meningkatkan efektifitas mekanisme batuk
c. Mencegah atelectasis
d. Meningkatkan kekuatan, daya tahan dan koordinasi otot-otot respirasi.
e. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan thoracal spine.
f. Koreksi pola-pola napas yang tidak efisien dan abnormal
g. Meningkatkan relaksasi
h. Meningkatkan sirkulasi darah ke arteri coroner
i. Mencegah terjadinya iskemia yang luas
j. Meningkatkan toleransi aktifitas
k. Menjaga mobilitas anggota gerak atas (pencegahan
keterbatasan gerak)
2. Modalitas yang direkomendasikan
Latihan aerobic
Latihan pernapasan
Latihan mobilitas sangkar thoraks
Massage
Latihan huffing coughing
Latihan aktivitas

99
3. Kriteria Rujukan : Dokter spesialis
H. Referensi
1. SR, Filbay et al.2012. Physiotherapy for patients following coronary artery
bypass graft (CABG) surgery: limited uptake of evidence into practice. US
National Library of Medicine National Institutes of Health.

100
Lymphedema
A. Kode ICD 9: 457 ICD 10: I 89
B. Kode ICF
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Lymphedema adalah pembengkakan terus-menerus dari bagian tubuh karena
penyumbatan di aliran limfatik ketika node atau kelenjar yang bermasalah atau
abnormal. pembengkakan dapat mengakibatkan nyeri, penurunan rentang gerak
sendi, dan/atau kelemahan otot. Hal ini menyebabkan akumulasi abnormal
protein pada jaringan interstisial.
B. Insidensi dan Prevalensi
Limfedema meningkat insidensinya pada epidemi filariasis,
berkembangnya gangguan fungsi ginjal, penurunan fungsi sirkulasi secara umum,
maupun penggunaan pakaian yang tidak sesuai; sehingga menekan fungsi aliran
limfatik.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Limfedema primer dapat terjadi Karena tidak adanya nodus limfatik yang
terbentuk pada masa janin, sehingga aliran limfe tidak terkompensasi. Limfedema
sekunder dapat terjadi akibat penyakit yang menghambat fungsi limfe dan nodus
limfatik; maupun Karena pengangkatan nodus akibat prosedur operatif radikal.
Ketiadaan nodus maupun penurunan fungsi nodus mengakibatkan aliran
limfatik dari struktur distal tidak terkompensasi, menyebabkan edema yang
progresif. Edema mendorong terjadinya perubahan kadar pH darah, mengarah
pada acidosis metabolic yang akan dikompensasikan oleh system respirasi melalui
peningkatan frekuensi pernapasan.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mengetahui kausal oedema, durasi oedema
dan Riwayat pengobatan.
B. Pemeriksaan klinis;
Pemeriksaan lab
Pemeriksaan CT Scan
C. Pemeriksaan fisik;
a. Pemeriksaan tanda vital(denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan
darah)
b. Pemeriksaan gerakan dasar (aktif, pasif, isometrik)
c. Inspeksi : Melihat adanya oedema: luas dan derajat oedema.
d. Palpasi : menyentuh dan meraba, apakah ada piting oedema, suhu tubuh,
nyeri tekan pada daerah oedema.
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Edema
Antropometri ekstremitas
2. Outcome Measure
Antropometri
Pitting edema

101
Stemmer Sign
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD

2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai


Nyeri
Edema
Hambatan aktivitas sehari-hari
F. Prognosis Fungsional
Pada limfedema dengan kausa anatomis dibutuhkan alat bantu untuk mengelola
edema. Pada limfedema dengan kausa fungsional sirkulasi limfatik, dapat
diupayakan kembali seperti fungsi normal.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target Disability
target, dan Environment Target)
a. Melancarkan sirkulasi limpatik
b. Meningkatkan ROM / Increased range of motion/flexibility
c. Mengurangi pembengkaan.
d. Mengurangi nyeri.
e. Meningkatkan kekuatan
f. Mengembalikan fungsional aktivitas.
2.Modalitas yang direkomendasikan
a. Gravitasi asested presure (GAP)/ Complet decongetive therapy (CDT)
manual lymphatic drainage(MLD) Sesuai SOP
b. Perawatan kulit. Sesuai SOP
c. Latihan untuk meningkatkan kesehatan kardiovaskuler dan membantu
menurunkan pembengkaan termasuk edukasi menurunkan pembengkaan.
Sesuai SOP
d. Latihan fungsional Sesuai SOP
3. Kriteria Rujukan : Setelah 6 kali intervensi tidak mencapai 75% peningkatan.
H. Referensi
1. Pusat data dan informasi kementrian kesehatan Republik Indonesia;2015.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
kanker.pdf
2. Alexandria; 2009; Physical Therapists Play Integral Role In Lymphedema
Prevention, Treatmen APTA;
http://www.apta.org/Media/Releases/Consumer/2009/10/13/
3. Siegel R, Naishadham D, Jemal A. Cancer Statistics, 2013. CA Cancer J Clin
2013; 63:11-30.

102
Bedah Thoracic
A. Kode ICD
B. Kode ICF
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Bedah thoraks adalah pendekatan yang digunakan untuk manipulasi organ
dalam sangkar thoraks, termasuk transplantasi paru, lobektomi, dan transplantasi
jantung. Fisioterapi pada bedah thoraks dilakukan sebelum dan sesudah terapi.
Fisioterapi terbukti mengurangi masa rawat inap dan tagihan biaya per pasien
bedah thoraks.
B. Insidensi dan Prevalensi
Di UK, per tahun 1999/2000 dilakukan 10.500 operasi paru. Di Eropa,
dilaporkan terjadi 3426 reseksi paru.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Praoperasi, fisioterapi diperlukan untuk edukasi kualitas perawatan,
pemulihan dan fungsi paru pasca operasi. Pasca operasi, terdapat nyeri, disfungsi
bahu; serta terdapat penurunan kemampuan paru sehingga fisioterapi berperan
dalam peningkatan ekspansi paru dan maneuver pembersihan jalan napas pada
stadium awal pascaoperasi.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Anamnesis diarahkan untuk mencari tahu keluhan yang dialami pasien dan
keadaan mentalnya terkait bedah yang akan dilaksanakan; dan untuk mencari tahu
harapan aktivitas fisik yang ingin dicapai pasca operasi.
B. Pemeriksaan klinis;
1. Pemeriksaan radiografi
2. Pemeriksaan laboratorium
C. Pemeriksaan fisik;
3. Pemeriksaan tanda vital(denyut nadi, frekuensi napas, suhu, dan tekanan
darah)
4. Pemeriksaan gerakan dasar (aktif, pasif, isometrik)
5. Inspeksi : apakah ada perubahan pada raut wajah, bekas incise
6. Palpasi : menyentuh dan meraba, suhu tubuh dan suhu lokal, nyeri tekan pada
daerah dada atau thoraks.
7. Perkusi : mengetuk pada bagian dada atau thoraks dan abdomen. Melihat
apakah ada nyeri tekan dan kembung.
8. Auskultasi : mendengar dengan stetoscop pada bagian dada dan punggung.
Untuk mengetahui adanya cairan pada paru-paru, suara napas, detak jantung
9. Endurance test : Bertujuan untuk mengetahui kebugaran tubuh. Dengan cara
menggunakan treatmill atau jalan 6 menit.
10. Pemeriksaan nyeri dada dengan VAS
3. Evaluasi;
D. Pengukuran Objektif
Daya tahan jantung paru
Nyeri
Keadaan luka operasi

103
Status mental dan emosional
Fungsi pernapasan
E. Outcome Measure
Tes daya tahan jantung paru
Skala VAS
4. Diagnosa Fisioterapi
A. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD

B. Problema aktual dan potensial yang dijumpai


Penurunan fungsi sirkulasi
Penurunan fungsi pernapasan
Penurnan toleransi aktivitas

5. Prognosis Fungsional
Dengan fisioterapi intensif, diharapkan dapat mengurangi masa rawat inap; sehingga
pasien dapat segera kembali beraktivitas normal.

6. Intervensi
A. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
1. Peningkatan toleransi latihan
2. Pengendalian gejala
3. Pengendalian kadar lipid dalam darah
4. Peningkatan kapasitas psikososial
5. Peningkatan penyesuaian sosial dan fungsi
6. Kembali ke pekerjaan
7. Mengurangi kematian
8. Meningkatkan ventilasi.
9. Meningkatkan efektifitas mekanisme batuk.
10. Meningkatkan kekuatan, daya tahan dan koordinasi otot-otot respirasi.
11. Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas chest dan
thoracal spine.
12. Koreksi pola-pola napas yang tidak efisien dan abnormal
13. Meningkatkan relaksasi.
14. Meningkatkan toleransi aktifitas
15. Menjaga mobilitas anggota gerak atas (pencegahan
keterbatasan gerak)
B. Modalitas yang direkomendasikan
Latihan pernapasan
Latihan aerobic
Nebulisasi
Edukasi
Massage
Perawatan luka
C. Kriteria Rujukan : 6 kali intervensi <75%

104
7. Referensi
a. Price Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi
6
vol 2.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
b. Mansjoer, A, (edt). Pneumonia. Dalam: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga.
Jilid 2. Media Aesculapius FKUI. 2000. Jakarta. 465-468.

105
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
FISIOTERAPI

MUSKULOSKELETAL

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA


106
FISIOTERAPI PADA FROZEN SHOUDER

1. Frozen Shouder
A. Kode ICD : 726.0
B. Kode ICF : b710, d5100, d5101, d5400, d5401
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Frozen Shoulder atau biasa dikenal dengan capsulitis adhesive adalah suatu
kondisi yang menyebabkan keterbatasan gerak pada sendi bahu disertai dengan nyeri
dan kekakuan yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya (Cluett, 2010).
Frozen shoulder dikenal juga dengan istilah capsulitis adhesiva dimana kondisi
bahu menjadi sakit dan kaku. Biasaya keluhan ini disebabkan karena cedera yang
relatif kecil pada bahu tetapi penyebab yang sering berkembang belum jelas. Frozen
shoulder juga sering dikaitkan dengan masalah kesehatan lainnya seperti diabetes
millitus (Teyhen, 2013 ).
B. Insidensi dan Prevalensi
Secara Insidensi dan prevalensi onset frozen shoulder terjadi sekitar usia 40-65
tahun. Dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus frozen shoulder lebih banyak
mengenai perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Frozen shoulder juga terjadi
pada 10-20% dari penderita diabetus millitus yang merupakan salah satu faktor resiko
frozen shoulder (Miharjanto, et al., 2010)
C. Patologi dan Patologi fungsional
Frozen shoulder (capsulitis adhesive) merupakan syndrome karena terdapat
perubahan patologi yakni pada kapsul artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada
kapsul sendi bagian anterior superior mengalami synovitis yaitu perdangan dan
meningkatkan cairan synovial yang merupakan cairan bening yang dilepaskan oleh
membrane synovial dan bertindak sebagai pelumnas untuk sendi dan tendon.
Karena terdapat peningkatan cairan menyebabkan cairan tersebut menyebar
keseluruh bagian sendi sehingga terjadi pelengketan jaringan, kemudian terjadi
kontraktur ligament coracohumeral, diikuti dengan penebalan pada ligament superior
glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada

107
ligament inferior glenohumeral dan pelengketan pada ressesus axilaris. Kapsul sendi
bagian posterior terjadi keterbatasan mobilitas (kontraktur), sehingga menyebabkan
sebuah kasus pola kapsuler yaitu gerak fleksi lebih terbatas daripada ekstensi.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1) Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Pertanyaan untuk membuktikan usia 45 - 65 tahun, nyeri dan kaku pada bahu
hingga area deltoid, ketidakmampuan tangan dibelakang leher dan tangan
dibelakang punggung, ketika mengangkat lengan gerak scapular lebih besar dari
humerus.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
- Posisi sendi glenohumeral pada MLPP
- Bahu tampak tinggi sebelah kanan/ asimetris
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional :
- Abduksi elevasi bahu terjadi gerak ’reverse humerosccapular rhythm’
- Gerak terbatas dengan firm end feel
b. Tes pasif
- Gerak glenohumeralis rotasi eksternal, abduksi, maupun rotasi internal
terbatas firm end feel, dalam pola keterbatasan capsular pattern.
- Pada ROM penuh nyeri sampai lateral lengan atas
c. Test Khusus :
- Joint Play Movement : traksi pada ahir ROM nyeri, terbatas firm end
feel
- Palpasi : spasme otot-tot bahu sebelah kanan
- Contract relax stretched test terbatas dan nyeri sedikit berkurang pasca
kontraksi
D. Evaluasi;

108
1. Pengukuran Objektif
- Joint ROM, endfeel, pain.
2. Outcome Measure
- Quick DASH, SPADI, shoulder function index, functional reach test,
American Shoulder and Elbow Surgeon (ASES)
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Capsular pattern hypomobility sec. frozen shoulder
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Keterbatasan ROM
- Muscle tightness (cuff muscle)
- Capsular contracture glenohumeral joint- acromioclavisular-
sternoclavicular
- Keterbatasan menjangkau
- Nyeri saat mengemudi, saat bekerja dengan menggunakan tangan, saat
olahraga dengan menggunakan tangan
F. Prognosis Fungsional
Fungsi gerak akan normal kembali paling lama satu atau dua tahun walau tanpa
intervensi.
4. Intervensi
A. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
- Joint mobilization
- Mobilization with movement
- Scapular mobilization
- Mobility exercise
B. Modalitas yang direkomendasikan
- Short Wave Diathermy / ultrasound
3. Referensi

109
- Cluett, J., 2007; Frozen Shoulder; Diakses tanggal 7/10/2012, dari
http://www.orthopedics.about.com/cs/frozenshoulder/a/frozenshoulder.ht
m
- Brauer, Sandra. 2013. Frozen Shoulder. Australia: The University of
Queensland, Australia
- Miharjanto H. Kuntono HP. Setiawan D. 2010. Perbedaan Pengaruh
Antara Latihan Konvensional Ditambah Latihan Plyometrics dan Latihan
Konvensional Terhadap Pengaruh Nyeri, dan Disabilitas Penderita
FrozenShoulder. 3. 2 : November 2010: 2.
- Davies, Clair, The Frozen Shoulder WorkBook, (Oakland : New Harbinger
Publication, Inc, 2006) available at:
http://books.google.co.id/books?id=1UWvZsuL5rMC&pg=PA227&dq=sc
apular+mobilization&hl=en&sa=X&ei=kKqlUVWDkK4Hh4WB0AE
&redir_esc=y#v=onepage&q=scapular%20mobilization&f=false

110
FISIOTERAPI PADA IMPINGEMENT SYNDROME
TENDOPATHY M. SUPRASINATUS

1. Impingement Syndrome
A. Kode ICD: 726.11
B. Kode ICF: b749, s7208, d599, e198
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Sindroma impingement bahu adalah suatu bentuk peradangan yang terjadi pada
jaringan antara acromion dan kaput humeri (ekternal) atau jaringan intraartikular
sendi glenohumeralis (internal) akibat penyimpangan scapulohumeral rhythm.

B. Insidensi dan Prevalensi


Prevalensi penderita nyeri bahu di Inggris 14%, Belanda 12%, Indonesia 20%
(Anonim, 2007) dan di beberapa negara lainnya berkisar 20-50%. Impingement
syndrome merupakan 80% dari keluhan nyeri bahu.

C. Patologi dan Patologi fungsional


Pada external impingement terjadi inflamasi jaringan rotator cuff dan bursa
subacromialis akibat terjepit oleh kaput humerus dan akromion. Penyebab terjadinya
impingement dapat akibat scapular dyskinetic, glenohumeral instability atau
kontraktur m. supraspinatus

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri jenis pegal pada lengan atas bagian lateral
Nyeri bila melakukan aktivitas lengan pada posisi tangan di depan atau samping
tubuh.

111
B. Pemeriksaan klinis;
Evidence base clinical practice
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Painful arc
b. Neer test
c. Hawkin Kennedy test
d. Empty can test (Jobe‘s test)
e. Isometric rotasi external
Bila 3 atau lebih dari tes postif berarti impingement syndrome. Kemudian
dilanjutkat test berikut untuk mengetahui jaringan ―cuff‖ dan bursa yang kena

I. Tendopathy m. Supraspinatus
A. Kode ICD : 840.6
B. Kode ICF : s7202
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Tendinitis supraspinatus adalah suatu bentuk kondisi peradangan yang terjadi pada
insersio tendo supraspinatus pada tuberositas mayor humeri yang ditandai dengan
adanya rasa nyeri dan bisa juga terjadi pada tenno osseal, tendon atau tendo muscular.
Tendinitis supraspinatus adalah penyebab tersering keluhan nyeri bahu.
B. Insidensi dan Prevalensi
Prevalensi penderita nyeri bahu di Inggris 14%, Belanda 12%, Indonesia 20%
(Anonim,2007) dan di beberapa negara lainnya berkisar 20-50%.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Inflamasi pada tendon supraspinatus akibat jepitan acromion dengan caput humeri
akibat ketidaksingkronan gerak antara scapular dan humerus. Pada beberapa kasus
terjadi penumpukan kalsium pada tendon dan bursa subacromialis.

112
Terjadi perubahan gerak shoulder berupa pain full arch akibat iritasi pada tendon
yang inflamasi, dan semua aktivitas yang menggunakan kontraksi m.supraspinatus
akan nyeri.
2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Pertanyaan ditujukan untuk membuktikan :
- Nyeri jenis pegal pada lengan atas bagian lateral
- Tidak jelas sebab-sebabnya atau setelah menjinjing barang, olah raga dengan
lengan-tangan.
- Nyeri meningkat ketika angkat lengan pada posisi LGS tengah dan berkurang
bila diistirahatkan.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
- Tampak nyeri saat posisi tengah dari sendi bahu.
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional : Abduksi elevasi: ‘painful arc‘ humeroscapular rhythm
b. Tes gerak aktif : Gerak rotasi eksternal nyeri nyeri kontraksi, gerak
rotasi internal penuh atau horizontal adduksi penuh nyeri regang
c. Tes gerak pasif : Tak ada kelainan yang jelas, tetapi, tetapi horizontal
adduksi penuh nyeri regang
d. Tes gerak isometric : Abduksi sometric melawan tahanan
e. Tes khusus :
- Palpasi posisi adduksi-ekstensi-rotasi internal penuh nyeri
- Scapulothoracal rhythm test
- glenohumeral stability test
f. Pengukuran : VAS untuk mengukur skala nyeri
Goniometer untuk mengukur ROM
Alat ukur untuk mengukur fungsional tangan

113
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
- Nyeri, scapulohumeral rhythm pain area, scapulothoracal rhythm
2. Outcome Measure
- Western Ontario Shoulder Instability Index (WOSI)
- DASH, SPADI, functional index
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
- Shoulder pain and middle range sec. impingement syndrome with
supraspinatus tendinitis
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Keterbatasan menjangkau, menjinjing.
- Nyeri saat mengemudi, saat bekerja dengan menggunakan tangan, saat
olahraga dengan menggunakan tangan.
F. Prognosis Fungsional
Fungsi membaik ketika penanganan supraspinatus bersamaan dengan
penanggulangan penyebab impingement.
3. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
- Tendon mobilization
- Eksentrik stretching
- Stabilisasi glenohumeral dan/atau stabilisasi scapula thoracal
- Caudal traction and dorsal traction dengan mobilization with movement
2. Modalitas yang direkomendasikan
- Ultrasound
4. Referensi
- Robert A. Donatelli, physical therapy of the shoulder 5th ed. Chourill
livingstone, St. Louis Missouri 2012

114
- Brian j. tovin & bruce H. greeffield treatment of the shoulder; an integration
of the guide physical therapist practice F.A. davis company, Philadelphia
2001
- David j. magee. Orthopedic physical assessment 6th ed. Elsevier saundess, St.
laouis Missouri 2014
- Chad starkey, sara d. brown, jeff ryan, examination of orthopedic and athletic
injuries, ed.3, FA. Davis company, Philadelphia 2010.
- Joshua, A. Cleland, shane koppenhaver, netter‘s orthopedic clinical
examination an evidence based approach 2 ed. Saunders Elsevier,
pehnsylvania 2011
- Rebert donatelli, Michael wooden, orthopedic physical therapy 4th ed. Chureill
living stone St. louis Missouri 2010

115
FISIOTERAPI PADA IMPINGEMENT SYMDROME
BURSITIS SUBACROMIALIS

II. Bursitis subacromialis


C. Kode ICD: 726.19
D. Kode ICF: b798, s7208, d598, e198
1. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Subacromial bursitis adalah suatu bentuk kondisi peradangan yang terjadi pada bursa
subacromialis antara tendon supraspinatus dan acromion yang ditandai dengan
adanya rasa nyeri pada bahu hingga perlekatan m. deltoideus. Chronic subacromial
bursitis merupakan keluhan nyeri bahu yang paling sering dijumpai bersama
tendinitis supraspinatus.

B. Insidensi dan Prevalensi


Prevalensi penderita nyeri bahu di Inggris 14%, Belanda 12%, Indonesia 20%
(Anonim, 2007) dan di beberapa negara lainnya berkisar 20-50%. Impingement
syndrome merupakan 80% dari keluhan nyeri bahu.

C. Patologi dan Patologi fungsional


Pada external impingement terjadi inflamasi jaringan rotator cuff dan bursa
subacromialis akibat terjepit oleh kaput humerus dan akromion. Penyebab terjadinya
impingement dapat akibat scapular dyskinetic, glenohumeral instability atau
kontraktur m. supraspinatus

2. Pemeriksaan
A. Anamnesis
Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
- Nyeri jenis pegal pada lengan atas bagian lateral terutama menumpu pada lengan
- Bunyi pada bahu saat gerak lengan.
- Nyeri meningkat ketika angkat lengan dan berkurang bila diistirahatkan

116
B. Pemeriksaan klinis;
Data dari pemerikssaan medik
C. Pemeriksaan fisik;
3. Inspeksi
- Bahu dalam posisi antalgik
4. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional
- Fleksi-ekstensi dan 3-dimensi ekstensi servikal (negatif)
- Abduksi-elevasi bahu (painful arch)
b. Tes gerak aktif dan Tes gerak pasif
- Gerak abduksi bahu nyeri, sering dijumpai crepitasi saat gerak pada
lingkup tengah.
- Tak ada kelainan yang jelas, tetapi abduksi nyeri.
c. Tes khusus
- Kombinasi Neer-Hawkin Kennedy test positif dan krepitasi
- Palpasi posisi ekstensi sendi glenohumeral teraba crepitasi dan nyeri pada
bursa subacromialis.
- Pengukuran nyeri dengan VAS/VDS/NRS
- Pengukuran fungsi dengan SPADI (Shoulder Pain and Disability Index)
atau outcome measure lain
5. Pemeriksaan lain
- ‘X‘ray: Bila diperlukan, untuk menyisihkan fraktur, dislokasi atau
calcificasi bursa
6. Evaluasi;
a. Pengukuran Objektif
- Nyeri, scapulohumeral rhythm pain area, scapulothoracal rhythm
b. Outcome Measure
- Western Ontario Shoulder Instability Index (WOSI)
- DASH, SPADI, functional index
D. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD

117
- Shoulder pain and middle range sec. impingement syndrome with subacromial
bursitis
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Keterbatasan menjangkau, gerak memukul,
- Nyeri saat mengemudi, saat bekerja dengan menggunakan tangan, saat
olahraga dengan menggunakan tangan
E. Prognosis Fungsional
Fungsi membaik ketika penanganan subacromial bursitis bersamaan dengan
penanggulangan penyebab impingement
3. Intervensi
a. ICF target (body function and body structure impairment target, disability target, dan
environment Target)
- Mobilization under caudal traction
- Stabilisasi glenohumeral dan/atau stabilisasi scapula thoracal
- Caudal traction and dorsal traction dengan mobilization with movement
b. Modalitas yang direkomendasikan
- Ultrasound
4. Referensi
- Robert A. Donatelli, physical therapy of the shoulder 5th ed. Chourill livingstone,
St. Louis Missouri 2012
- Brian j. tovin & bruce H. greeffield treatment of the shoulder; an integration of
the guide physical therapist practice F.A. davis company, Philadelphia 2001
- David j. magee. Orthopedic physical assessment 6th ed. Elsevier saundess, St.
laouis Missouri 2014
- Chad starkey, sara d. brown, jeff ryan, examination of orthopedic and athletic
injuries, ed.3, FA. Davis company, Philadelphia 2010.
- Joshua, A. Cleland, shane koppenhaver, netter‘s orthopedic clinical examination
an evidence based approach 2 ed. Saunders Elsevier, pehnsylvania 2011
- Rebert donatelli, Michael wooden, orthopedic physical therapy 4th ed. Chureill
living stone St. louis Missouri 2010

118
119
FISIOTERAPI PADA TENNIS ELBOW

1. Tennis Elbow
A. Kode ICD : 726.32
B. Kode ICF : b7101, b7301, s7301, s73001 d430, d445, e1158
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Tennis elbow adalah patologi yang ditandai adanya gejala nyeri pada sisi
epicondylus lateral akibat inflamasi pada tenno periosteal yang disebabkan
penggunaan tangan yang berlebihan sehingga terjadi avulsi ringan. Akibat adanya
inflamasi, maka timbullah zat-zat iritan seperti bradikini, prostaglandin, dan histamin
(Hertling, 2006)
B. Insidensi dan Prevalensi
Insidensi tennis elbow bervariasi mulai dari 1%–3% populasi umum, 50% dari
pemain tennis, 2%-23% pada pekerja umum seperti ibu rumah tangga, pemahat,
aktivitas kerja yang melibatkan penggunaan komputer, dan mengangkat beban berat
(Leclerc et al, 2013). 80% dari tennis elbow terjadi pada perlekatan tendon perios dari
otot ekstensor carpi radialis brevis.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Inflamasi pada tendon dana tau otot ekstensor carpi radialis akibat cidera
regangan oleh kerja otot yang berlebihan baik kekuatan ataupun ketahanan otot.
Cidera pada ekstensor carpi radialis longuus (tipe I), ekstensor carpi radialis brevis
tendo periosteal (tipe II), ekstensor carpi radialis brevis tendo muscular (ttipe III), dan
pada badan otot ekstensor carpi radialis brevis (tipe IV). Pada tipe II karena
merupakan zona kritis maka penyembuhan cenderung kronis dan kadang dijupai
penumpukan kalsium. Fungsi ekstensi pergelangan tangan terganggu, sehingga secara
umum menunjukan problem menggenggam.
Pada elbow valgus atau varus dijumpai ketidakimbangan kontraksi otot ekstensor
carpi radialis brevis lebih besar dibanding otot lain saat melakukan kerja kuat atau
lama.
3. Pemeriksaan

120
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Pertanyaan ditujukan untuk membuktikan nyeri ekstensi pergelangan tangan,
nyeri menggenggam, dan titik nyeri pada epicondylus lateralis. Riwayat kerja
dengan tangan atau olahraga tennis.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
- Tampak nyeri pada lateral siku ketika menggenggam dengan kuat.
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional :
- Gerak siku nyeri saat ekstensi dan pronasi
- Gerak ekstensi pergelangan tangan nyeri pada lateral siku
b. Evidanbase :
 Tes gerak isometric
- Gerak isometrik dorsal fleksi pergelangan tangan nyeri pada siku.
- Gerak lain kadang nyeri.
 Mill’s test : Adanya nyeri regang
 Palpasi :
Nyeri pada titik-titik tipe I: Tendon extensor carpiradialis longus;
tipe II: Tendoperiosteal extensor carpiradialis brevis; tipe III:
Tendon-muscular juction extensor carpiradialis brevis; dan tipe IV:
tengah otot extensor carpiradialis brevis.
 Pain free grip strength test
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
- Pain, grip strength
2. Outcome Measure
- Elbow functional index
E. Diagnosa Fisioterapi

121
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
- Lateral elbow pain and movement deficit sec. tennis elbow
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Inflamasi pada tendon ekstensor carpi radialis brevis-longus pada lokasi
tertentu.
- Keterbatasan gerak ekstensi pergelangan tangan
- Deformitas elbow vagus-varus
- Deficit grip strength and carrying
- Grip Pain and weakness
- Gangguan saat bekerja dengan tangan mial mengetik
- Nyeri ketika mengemudi
- Ketidakmampuan berolahraga menggunakan tangan
F. Prognosis Fungsional
- Pada tipe II nyeri akan hilang sendiri sampai dua tahun, dan tipe lainnya lebih
cepat.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
- Mill‘s manipulation
- Muscle – tendon manipulation
- Pain free grip strength exercise
2. Modalitas yang direkomendasikan
- ultrasound
H. Referensi
- Fedorczyk, JM. 2006. Tennis Elbow: Blending Basic Science With Clinical
Practice. Journal of Hand Therapy.
- Leclerc, Annette., Marcel Goldberg, Catherine. 2013. Work-related risk
factors for incidence of lateral epicondylitis in a large working population.
- Matthew JP. 2003. Therapeutic Ultrasound for Tennis Elbow. School of
Public Health & Preventive Medicine.

122
- Finestone, H M and Rabinovitch, D L. 2008. Tennis elbow no more: Practical
eccentric and concentric exercises to heal the pain. Canadian Family
Physician. 54 (8): 1115- 1116
- Hertling, Darlene, Randolph M. Kessler. 2006. Management of common
muskuluskeletal disorder Physical therapy Principles and methods Fourth
edition.

123
FISIOTERAPI PADA KONTRAKTUR SIKU POST FRAKTUR

1. Kontraktur Siku Post Fraktur


A. Kode ICD: 718.42
B. Kode ICF: b7100, s73001, d430, e1158
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Adalah kontraktur sendi siku pasca immobilisasi atau operasi fraktur
B. Insidensi dan Prevalensi

C. Patologi dan Patologi fungsional


Setelah trauma atau operasi anggota gerak atas berdekatan sendi siku dapat
menyebabkan kaku sendi.
Kontraktur kelanjutan immobilisasi sendi dikarenakan perlengketan kolagen
(collagen adhesion) dimana akan makin berat setara kuantitas dan waktu penumpukan
edema sendi. Kontraktur kelanjutan kerusakan kapsul sendi menimbulkan kekakuan
lebih berat akibat proses regenerasi kolagen akibat luka.

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
- Nyeri siku kadang menyebar ke lengan bawah dan kaku sendi
- Ada riwayat trauma dan immobilisasi, setelah operasi fraktur regio siku atau
tulang berdekatan sendi siku
- Nyeri bila fleksi-ekstensi dan/atau pronasi-supinasi
B. Pemeriksaan klinis;
Evidence based clinical practice

C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi

124
- Posisi sendi siku menekuk atau semifleksi atau bahkan lurus
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional
- Fleksi-ekstensi dan 3-dimensi ekstensi servikal (negatif)
- Abduksi-elevasi bahu (negatif)
- Fleksi-ekstensi dan pronasi-supinasi siku nyeri dan gerak terbatas
b. Tes gerak aktif dan Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas pada gerak fleksi-ekstensi maupun supinasi-pronasi
- Keterbatasan gerak dalam ‘capsular pattern‘, nyeri area siku dengan
springy/firm end feel atau bahkan hard end feel.
- Dilakukan pengukuran LGS dengan kriteria ISOM, nyeri yang timbul dan
end feel.
c. Tes khusus
- JPM test: Traksi pada pembatasan ROM timbul nyeri dan keterbatasan
ROM denngan firm end feel dan Translasi pada pembatasan ROM timbul
nyeri dan keterbatasan ROM denngan firm end feel.
- Contract relax stretched test terbatas dan nyeri sedikit berkurang pasca
kontraksi
-
d. Pengukuran fungsi dengan Pemeriksaan penunjang
- ‘X‘ray: Bila diperlukan, untuk melihat konsolidasi fraktur, dislokasi atau
calcificasi sendi.
3. Evaluasi;
a. Pengukuran Objektif
- Pengukuran ROM, muscle performance, Nyeri dengan algometer,
pengukuran edema dengan antropometri
b. Outcome Measure
- SPADI (Shoulder Pain and Disability Index) atau outcome measure lain
- Elbow Funcional index

D. Diagnosa Fisioterapi

125
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Capsular pattern hypomobility sec. post fracture immobilization
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai

E. Prognosis Fungsional
F. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target
Disability target, dan Environment Target)
- Joint mobilization: ‗Roll-glide‘ pada pembatasan ROM
- Contract relax stretching bila terdapat kontraktur otot
- Active mobility exercise
2. Modalitas yang direkomendasikan
Ultra sound/ SWD
G. Referensi
- Hertling, Darlene, Randolph M. Kessler. 2006. Management of common
muskuluskeletal disorder Physical therapy Principles and methods Fourth edition

126
FISIOTERAPI PADA DE QUERVAIN SYNDROME

1. De Quervain Syndrome
A. Kode ICD : 259.51
B. Kode ICF : b7101, b749, s73022, d4301, d4458, e115
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
De Quervain syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada daerah prosesus
stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus tendon otot abductor polisis longus
dan ekstensor polisis brevis setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon
tersebut (Wright, 2004).
Mekanisme terjadinya De Quervain syndrome adalah karena adanya kelelahan
trauma kecil yang berulang-ulang secara perlahan dan makin lama semakin menjadi
berat. De Quervain syndrome ini dapat menimbulkan degenerasi dini pada jaringan
yang tertekan. Dimana terjadi rasa sakit yang timbul dari otot yang overuse.
B. Insidensi dan Prevalensi
De quervain syndrome umumnya terjadi pada wanita karena rata-rata wanita
mempunyai proccesus styloideus yang lebih besar dari pada laki-laki dan paling
sering terjadi pada wanita yang berusia antara 30 tahun sampai 50 tahun yang
diakibatkan pembebanan ibu jari tangan untuk bekerja.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Dijumpai tendo synovitis pada tendon abductor policis longus dan ekstensor policis
brevis, posisi carpea lebih kearah ulnar, gerak ulnar deviasi dan opisisi ibu jari terjadi
iritasi pada kedua tendon tersebut.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri pada lateral pergelangan tangan setinggi styloideus lateralis dan nyeri pada
aktivitas ibu jari. Dijumpai juga pembengkakan pada diatas styloideus lateralis.
Provokasi nyeri oleh pekerja tangan seperti memeras dan memutar atau membuka
botol.

127
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
bengkak pada sisi lateral pergelangan tangan
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional : fleksi ekstensi tangan dan jari tangan nyeri saat
fleksi
b. Tes gerak aktif : - Adduksi ibu jari tangan nyeri
- Ulnar deviasi nyeri
c. Tes gerak pasif : tes stretch ibu jari nyeri
d. Tes Khusus :
- Finkelstein‘s Test : nyeri, oposisi ibu jari
- Palpasi : oedem pada sisi lateral pergelangan tangan
- Pain free grip test dengan oposisi lateral glides terhadap carpus

D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
- Pain dengan algometer dan spygmonanometer.
- Grip strength dengan dynamometer.
2. Outcome Measure
- DASH
- Wrist and Hand disability index
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
- Pain and movement deficit of wrist sec. de quervain syndrome
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Inflamasi pada tendon dan synovial ekstensor policis brevis dan abductor policis
longus.
- Nyeri ketika wrist and finger mobility

128
- Pain grip deficit, hand dexterity deficit, mobility deficit and ulnar deviation with
oposisi
- Gangguan saat bekerja dengan tangan, ketidak mampuan melakukan olahraga
keterampilan tangan.

F. Prognosis Fungsional
Fungsi normal bila tidak ada iritasi pada tendon
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target
Disability target, dan Environment Target)
- Pain free grip strength exercise
- Splinting pada posisi radial deviasi wrist
2. Modalitas yang direkomendasikan
Ice therapy pada fase akut dan ultrasound fase kronik
H. Referensi
- Wright, PE. 2004. Carpal Tunnel, Ulnar Tunnel, and Stenosing Tenosynovitis in
Campbell-Operative Orthopaedics, 10th EditionPart XVIII, chapter 73.
- Kisner, Carolyn. 2012. Theraupeutic Exercise Foundation and Techique. F.A
Davis Company. Philadepia.
- Ilyas A, Ast M, Schaffer AA, Thoder J.2007."De quervain tenosynovitis of the
wrist". J Am Acad Orthop Surg 15 (12): 757–64.

129
FISIOTERAPI PADA TRIGER FINGER

1. Triger Finger
A. Kode ICD : 727.03
B. Kode ICF : b7100, s7302, d445, e115
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Trigger finger (stenosing tenosynovitis) adalah kondisi dimana terkuncinya sendi
jari pada saat digerakkan dari posisi fleksi ke posisi ekstensi. Hal ini dikarenakan
adanya inflamasi local atau adanya pembengkakan pada pembungkus tendon fleksor
yang mengakibatkan pembungkus tersebut tidak dapat meluncur terhadap
pembungkusnya dengan normal.
Trigger finger adalah suatu tipe dari stenotosing tenosynovitis yang mana sarung
pelindung disekitar tendon jari menjadi bengkak, atau benjolan (nodul) yang
terbentuk pada tendon, trigger finger pada umumnya terjadi pada wanita daripada
pria dan cenderung kebanyakan terjadi pada orang yang berusia antara 30 sampai 50
tahun keatas.
Trigger finger menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, kaku (snapping) dan
bunyi klik. Sebab dari kondisi ini maka akan mengalami gangguan fungsional seperti
menggenggam, menulis,mengetik,menjahit yang berhubungan dengan kinerja
tangan.
B. Insidensi dan Prevalensi
Prevalensi kejadian trigger finger lebih beresiko dan sering terkena pada wanita
daripada pria. Hal ini disebabkan karena mengalami menopause.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Patofisiologi pada trigger finger, peradangan selubung retinaculum dan hipertrofi
membatasi gerakan progresif fleksi ekstensi akibat hambatan gerak dari tendon.
Selubung biasanya membentuk sebuah system katrol yang terdiri dari serangkaian
sistem di setiap jari yang berfungsi untuk memaksimalkan kekuatan tendon dan
efisiensi gerakan. Sejauh ini pada katrol annular yang pertama atau A1 terdapat pada

130
metacarpal paling sering terjadi masalah trigger finger. Trigger finger dapat juga
terjadi pada annular kedua dan ketiga (Makkouk dkk., 2008).

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Pembuktian bahwa jari mengunci ketika diluruskan dari posisi fleksi penuh dan
ketika bunyi klik melalui nyeri tetapi kemudian bias lurus. Nyeri pada basis
metacarpal jari ke-3 dan ke-4 kadang jari ke-1
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Posisi jari tangan lurus atau semi fleksi.
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional : Tes fleksi jari2 dan ekstensikan (jari ketinggalan)
b. Tes aktif :
- Pada gerak fleksi jari III/IV nyeri pada akhir ROM dan bila di
ekstensikan bunyi klik dan nyeri
- Gerak sendi lain normal
c. Tes pasif : - Saat ekstensi jari bunyi klik dan nyeri
- Terdapat nyeri saat fleksi jari yang bersangkutan penuh
d. Tes Khusus :
- Palpasi pada caput metacarpal III atau IV teraba benjolan nyeri.
- Bila dalam palpasi bersamaan digerakkan fleksi penuh dan ekstensi teraba
benjolan yang bergerak.
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Pain, strength
2. Outcome Measure
Amsterdam wrist and hand measurement

131
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Pain and entrapment dari tendon fleksor digitorum setinggi caput metacarpal
akibat tendon synovitis stenosant
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Inflamasi dan nodulus pada tendon fleksor synovial
- finger mobility deficit, hand dexterity deficit
- hambatan bekerja dengan jari tangan, mengemudi, olahraga dengan
keterampilan tangan seperti menembak
F. Prognosis Fungsional
Normal sembuh dalam 6 – 12 minggu.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target
Disability target, dan Environment Target)
- Mobilisasi synovial membrane terhadap tendon
- Stretching tendon fleksor
2. Modalitas yang direkomendasikan
- Ultrasound
- Parafin bath/ warm bath
H. Referensi
Makkouk, Al Hasan et al. 2008. Trigger finger: etiology, evaluation, and treatment.
USA: Yale University School of Medicine.

132
FISIOTERAPI PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME

1. Carpal Tunnel Syndrome


A. Kode ICD : 354.0
B. Kode ICF : b7308, b7808, s73022, s73-28, d430, d440, d445, d4458, e198
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline, Carpal
tunnel syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di tingkat
pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam terowongan
karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. Carpal tunnel syndrome dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan
keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot.
B. Insidensi dan Prevalensi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang
dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6 juta). Kejadian
CTS pada populasi diperikrakan3% pada wanita dan 2% pada laki-laki dengan
prevalensi tertinggi pada wanita tua usia > 55 tahun, biasanya antara 40 – 60 tahun.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Entrapment pada nervus medianus setinggi carpal tunnel yang disebabkan oleh
pemendekan ligamentum carpi tranversum atau desakan pembengakan pada tendon
fleksor jari tangan atau tekanan oleh os.lunatum akibat subluksasi atau penyempitan
carpal tunnel akibat hypomobilitas antara intercarpal joint. Entrapment pada saraf
diikuti inflamasi yang dapat berakhir dengan neurofibrosis. Akibatnya terjadi nyeri
atau parastesia pada jari 1,2,3, dan sebagian lateral jari ke-4 sisi palmar. Tekanan
yang lebih besar dapat menimbulkan paresis terutama otot-otot tenar.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri atau kesemutan permukaan kulit telapak tangan jari ke-1,2,3, dan sisi lateral
jari ke-4. Gangguan pinch grip.

133
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
- Tangan tampak sedikit cekung
- Kadang tampak oedeme pungung tangan
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional:
- Nyeri dan parastesia pada gerak palmar fleksi pergelangan tangan
b. Tes gerak aktif :
- Nyeri dan terbatas pada gerak palmar flexion pergelangan tangan
- Gerak palmar fleksi penuh dan ditahan timbul paraesthesia jari 1-2-3
c. Tes gerak pasif
- Nyeri dan terbatas dengan hard end feel pada gerak palmar flexion
pergelangan tangan
- Gerak dorsal fleksi disertai ekstensi jari tangan terbatas dengan springy
end feel
d. Tes khusus:
- Phalen‘s test positif dengan paresthesia jari 1-2-3 palmar.
- Stretched test lig. Carpi transversum terbatas dengan firm end feel
- Stretched test flexor digitorum communis dan n.medianus nyeri dan
timbul paresthesia
- JPM test intercarpal joint nyeri, terbatas dengan firm end feel
- Tes mobilisasi tulang lunatum kadang ada subluxatio
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
- Sensory test pada area nervinal n. medianus
- Pinch grip test
2. Outcome Measure
- Boston carpal tunnel questionere
- Michigan hand outcome questionare (MHOQ)

134
- Patient evaluation measure (PEM)
- Upper extremity functional scale (UEFS)
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Pain – parastesias of lateral palmar hand sec. entrapment of median nerve and
carpal tunnel.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Pain
- Finger sensation
- Hand dexterity deficit, pinch grip deficit
- Hambatan bekerja dengan jari tangan, mengemudi, olahraga dengan
keterampilan tangan seperti menembak
F. Prognosis Fungsional
Dapat kembali normal kecuali pada kasus dengan degenerasi neural dengan
kormobiditas DM dapat dijumpai gejala sisa parastesia ataupun kelemahan otot tenar.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target
Disability target, dan Environment Target)
- Menghilangkan penyebab entrapment seperti subluksasi lunatum,
hypomobility carpal
- Tendon gliding technique
- Nerve gliding technique
2. Modalitas yang direkomendasikan

H. Referensi
- Suhelda sansan, ―Carpal Tunnel Syndrome‖ Jurnal kedokteran indonesia no7 tahun
ke XXXIV juli 2003.
- Faton Morina, Cen Bytyqi1, Aziz Mustafa, Gentian Morina. Carpal tunnel
syndrome: Diagnosis and surgical treatment. Clinic of Orthopedics,University
Clinical Center of Kosova, Prishtina, Kosova. accepted 13 Septyember 2016.

135
136
FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHROSIS HIP JOINT

1. Osteoarthrosis Hip Joint


A. Kode ICD : 715. 5
B. Kode ICF : b7100, b770, s75001, s7701, d450, e1151
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Osteoartritis (OA) panggul adalah bentuk umum dari osteoartritis. Penyakit ini
mempengaruhi sendi panggul seperti pada lutut. Sendi panggul adalah sendi yang
menghubungkan pelvis, atau pelvis ke tulang paha (femur).
B. Insidensi dan Prevalensi
Prevalensi OA pada sendi meningkat secara progresif dengan meningkatnya usia
yang merupakan faktor resiko yang kuat untuk terjadinya OA. Wanita 2 kali lebih
banyak menderita OA dibandingkan pria, dimana wanita kulit hitam dengan OA lebih
banyak 2 kali dibandingkan wanita kulit putih.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Terjadi lisis pada rawan sendi terutama pada bagian superior acetabulum dan
caput femur sehingga terjadi inflamasi pada tulang subcondra diikuti penebalan
tulang dan terjadi pertumbuhan osteofit (compression spur) diikuti pemendekan
capsul jenis capsular pattern sehingga gerak panggul terdapat krepitasi terjadi
keterbatasan gerak panggul dan penyimpangan berjalan duchene hip. Pada kasus
lebih lanjut juga diikuti muscle imbalance.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri dan kaku bangun tidur dan setelah digerakkan menjadi lebih longgar,
ketidakmampuan duduk bersila dan nyeri inguinal saat berjalan jauh.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;

137
1. Inspeksi
- antalgic position saat berdiri dan Duchene gait saat berjalan.
- Gerak internal rotasi sangat terbatas
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional :
- Duchene gait
- Nyeri dan terbatas gerak rotasi internal hip joint
b. Tes gerak aktif : Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint
c. Tes gerak pasif :
- Nyeri dan terbatas dengan crepitasi pada gerak hip joint internal rotasi,
adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
d. Tes khusus :
- JPM test internal rotasi, adduksi, fleksi hip joint, firm end feel.
- Cranial compression of the hip joint,
- Tes corpus libera
e. Pemeriksaan penunjang : X-ray dijumpai celah sendi yang menyempt dan
terdapat osteofit pada tepi tulang pembentuk sendi.
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
a. Gait analyze
b. Pain
c. ROM dan end feel
d. Muscle strength dan stability
2. Outcome Measure
a. Hip disability and osteoarthritis outcome score (HOOS)
b. Oxford hip score
c. Harris hip score
d. Lequesneh index of severity for ostheoarthritis of the hip (LISOH)
e. American academy of orthopedic surgeon measure (AAOS) hip and knee
questionnaire
E. Diagnosa Fisioterapi

138
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Pain and capsular pattern hypomobility of the hip sec. osteo
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
3. Kekakuan sendi akibat kontraktur capsuler
4. Nyeri berjalan akibat inflamasi tulang subcondral
5. Gangguan berjalan, jongkok, lari, loncat, naik tangga.
6. Gangguan bekerja dengan menggunakan ekstremitas bawah.
7. Gangguan olahraga yang melibatkan fungsi lari, berjalan, loncat, menendang
8. Hambatan melakukan rekreasi akibat keterbatasan gerak dan nyeri panggul
F. Prognosis Fungsional
Keluhan hilang timbul tapi mobilitas sendi akan baik, terkadang diperlukan
penyangga untuk beraktivitas.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target
Disability target, dan Environment Target)
a. traksi caudal dan mobilization under caudal traction
b. joint mobilization
c. joint mobility exercise
d. gait training dengan alat bantu jalan
2. Modalitas yang direkomendasikan
1. SWD
H. Referensi
1. Bannell, Kim. 2013. Physiotherapy management of hip osteoarthritis. Centre for
Health, Exercise and Sports Medicine, Department of Physiotherapy, The
University of Melbourne: Australia

139
FISIOTERAPI PADA PIRIFORMIS SYNDROME

1. Piriformis Syndrome
A. Kode ICD : 355.0
B. Kode ICF : b780, s7402, d450, e140
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Sindrom piriformis adalah gangguan neuromuskular yang terjadi ketika N.
ischiadicus terkompresi atau teriritasi oleh M. piriformis. Secara khas, sindrom
piriformis meningkat dengan adanya kontraksi pada otot piriformis, duduk yang lama,
atau tekanan langsung pada otot. Nyeri pada pantat adalah gejala utamanya. Sindrom
piriformis dapat menyebabkan kesulitan berjalan, karena adanya nyeri pada pantat
atau ekstremitas bawah. Sindrom piriformis adalah salah satu yang menyebabkan
kondisi siatika.
B. Insidensi dan Prevalensi
Populasi nyeri primer piriformis syndrome mencapai 12 % dan pada nyeri
sekundernya 88 %. Nyeri piriformis syndrome primer merupakan nyeri yang mutlak
dikarenakan oleh otot piriformis itu sendiri. Faktor primer ini sering dikarenakan dari
faktor bawaan atau juga faktor genetik yang menyebabkan struktural dari otot
piriformis yang beda dari normalnya yang dimana nervus ischiadicus akan menembus
otot piriformis syndrome sehingga akan menimbulkan nyeri, sedangkan pada
piriformis sekunder disebabkan faktor-faktor patologi vertebra yang meliputi LBP,
HNP, ischialgia dan lainnya yang dapat menimbulkan nyeri.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Nyeri gluteal akibat pemendekan dan entrapment n. ischiadicus akibat
pemendekan m. piriformis. Sering disebabkan oleh instabilitas sacroiliac joint atau
patologi lain pada hip yang menyebabkan ketegangan m. piriformis. Pada tahap lanjut
dijumpai myofascial trigger point syndrome. Kompresi piriformis pada kasus lanjut
menimbulkan gejala ischialgia palsu.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis

140
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
2. Nyeri pada regio gluteal yang terprovokasi oleh aktivitas duduk terutama pada
tekanan dompet di saku.
3. Nyeri meningkat apabila jongkok, terkadang nyeri menyebar sampai
gastrocnemius caput medial maupun lateral.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Posisi duduk pasien sedikit miring
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional : fleksi- ekstensi lumbal secara aktif nyeri
b. Tes gerak pasif : fleksi penuh sendi panggul nyeri gluteal, fleksi penuh dan
adduksi penuh sering nyeri
c. Tes isometric : terasa nyeri pada gerak isometric abduksi, ekstensi dan
rotasi eksternal hip joint
d. Test Khusus :
- Palpasi : tenderness pada m. piriformis
- Stretch tes dengan hip fleksi, adduksi dan rotasi internal
- Slump test (piriformis) proximal isciadic nerve
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Pain, muscle length test
2. Outcome Measure
- Nyeri pada m. piriformis
- Parastesia gluteal menjalar sampai caput medial atau lateral gastrocnemius.
- Harris hip score
- American academy of orthopedic surgeon measure (AAOS) hip and knee
questionnaire
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD

141
- Gluteal pain with hamstring parastesia sec. piriformis syndrome
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Nyeri berjalan akibat inflamasi dan hipertonus m. piriformis
- Gangguan berjalan, jongkok, lari, loncat, naik tangga.
- Gangguan bekerja dengan duduk di alas yang keras.
- Gangguan olahraga yang melibatkan fungsi duduk
- Hambatan melakukan rekreasi akibat keterbatasan gerak dan nyeri panggul
F. Prognosis Fungsional
Umumnya fungsional kembali normal
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
- Muscle myofascial release
- Muscle stretching
- Nerve gliding technique
2. Modalitas yang direkomendasikan
- MWD

H. Referensi
Milton J. Klei. Diagnosis and treatment of piriformis syndrome. Piriformis syndrome
is … of what follows. Physical therapy for piriformis syndrome….WWW
sciatica.org/piriformis.html

142
FISIOTERAPI PADA OSTEOARTHRISIS TIBIOFEMORAL JOINT

1. Osteoarthrisis Tibiofemoral Joint


A. Kode ICD : 715.6
B. Kode ICF: b7100, b7150, b7303, s75011, d450, d4552, e1151
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti
komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi
namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul
dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut rawan sendi
mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam pada
permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan
tangan kaki (Waenoor,2012).
B. Insidensi dan Prevalensi
Osetoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak
didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75
tahun menderita osteoarthritis. Osetoarthritis merupakan kasus terbanyak yang
terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Kelainan pada lutut
merupakan kelainan terbanyak dari osetoarthritis diikuti sendi panggul dan tulang
belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik mencapai
15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun,
C. Patologi dan Patologi fungsional
Terjadi lisis pada rawan sendi terutama pada bagian condyles medialis (deformitas
varus) atau condyles lateralis (deformitas valgus) sehingga terjadi inflamasi pada
tulang subcondra diikuti penebalan tulang dan terjadi pertumbuhan osteofit
(compression spur) diikuti pemendekan capsul jenis capsular pattern sehingga gerak
lutut terdapat krepitasi terjadi keterbatasan gerak lutut fleksi lebih terbatas dari
ekstensi. Penyimpangan berjalan berupa antalgic gait dan pada kasus berat dijumpai

143
knock knee gait pada kasus genu valgus atau bow leg gait pada kasus genu varus.
Pada kasus lebih lanjut juga diikuti muscle imbalance dan deformity varus/valgus.
Pada kasus genu valgus sering dijumpai penguncian pada lateral glides dan pada genu
varus sering disertai dengan medial glides position.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri dan kaku lutut saat bangun tidur atau setelah duduk lama, terdengar bunyi
krepitasi pada lutut, keterbatasan gerak fleksi lutut penuh.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Pembengkakan pada lutut, dan terlihat antalgic gait, sering dijumpai deformitas
genu valgus atau genu varus atau bahkan lutut semi fleksi.
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional
- Gerak aktif fleksi ekstensi lutut : nyeri dan terbatas ada krepitasi
a. Pemeriksaan gerak pasif : Ada keterbatasan LGS, elastic-firm end
feel, fleksi < ekstensi, capsular pattern
b. Tes Khusus :
- Ballottement test : hydrops
- Joint play movement : dijumpai hambatan gerak fleksi dengan end feel
elastic hingga firm.
- Patello femoral test
- Valgus test atau varus test
a. Pemeriksaan penunjang : X-ray dijumpai celah sendi yang menyempt dan
terdapat osteofit pada tepi tulang pembentuk sendi.
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
- ROM dan end feel

144
- Knee stability
- Pain
- Gait analyze
2. Outcome Measure
- Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score (KOOS)
- Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Scorephysical Function Short Form
(KOOS-PS)
- Western Ontario and McMaster University Osteoarthritis Index (WOMAC)
- International Knee Documentation Comitee (IKDC)
- Knee Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (KOS-ADL)
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Capsular pattern hypomobility sec. knee arthritis
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Hypomobility knee
- Instability knee
- Muscle imbalance
- Gait, run, stair climbing deficit
- Keterbatasan bekerja dengan ekstremitas bawah
- Gangguan olahraga yang menggunakan tungkai
- Rekreasi yang memerlukan aktivitas dengan tungkai
F. Prognosis Fungsional
Pada kasus lanjut diperlukan alat bantu atau penyangga.
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
- Joint mobility
- Joint stability
- MWM
- Mobility or stability Exercise
- Functional training

145
2. Modalitas yang direkomendasikan
- SWD
- Ultrasound
H. Referensi
- Bethesda, 2013, Handout on Health; Osteoarthritis, http://www.niams.nih.gov/
- McKeag, D. B., 2010, The Relationship of Osteoarthritis and Exercise, dalam
Puffer J C, Clinics in Sport Medicine, Guest Editor, W B Saunders Company,
Philadelphia, hal. 471-485.

146
FISIOTERAPI PADA CHONDROMALACIA PATELLA

1. Condromalacia Patella
A. Kode ICD : 717.7
B. Kode ICF: b7100, b7150, b749, b770, s75011, s7703, d450, d4552, e1151
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Chondromalacia patella atau patellofemoral syndrome adalah suatu patologi
adanya kerusakan pada kartilago patella, dimana terdapat pelunakan atau pengkikisan
dan kekerasan dari kartilago yang ditandai dengan adanya nyeri pada bagian depan
dari lutut terutama saat menekuk. Kerusakannya dapat berubah dari ringan menjadi
berat. Chondromalacia patella menggambarkan perubahan yang terjadi pada lapisan
kartilago pada ujung tulang dimana fungsinya menurun dan terjadi degenerasi.
Chondromalacia didapat dari cedera pada kartilago yang masih sehat atau respon
terhadap pembebanan yang berlebihan pada kartilago. Beberapa penyebab yang telah
diketahui seperti injury atau cidera pada lutut, terjadi karena adanya penggunaan atau
pembebanan yang berlebihan pada lutut, mal alignment pada lutut, gangguan mekanik
(trauma langsung atau tidak langsung) kecacatan genu valgus atau genu varus, umur,
over weight, over dan proses degenerasi.
B. Insidensi dan Prevalensi
Chondromalacia patella ditemukan bahwa tingkat prevelensi mencapai 36,2%,
penyakit ini juga dapat dilihat pada setiap usia. Lebih umum pada 15 -60 tahun, dan
kejadian sering ditemukan pada wanita dibandingkan pria.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Terjadi lisis pada rawan sendi terutama pada bagian dorsal patella yang diperberat
oleh deformitas varus atau valgus yang menyebabkan penyimpangan kesesuaian
tarikan vastus medialis dan vastus lateralis. Dijumpai inflamasi pada tulang
subcondyle diikuti penebalan tulang dan terjadi pertumbuhan osteofit (compression
spur) sehingga terjadi krepitasi patella. Penyimpangan berjalan dijumpai terutama
saat naik tangga. Pada kasus lebih lanjut juga diikuti muscle imbalance dan deformity
varus/valgus. Pada kasus genu valgus sering dijumpai kerusakan permukaan sendi sisi

147
lateral sementara pada genu varus kerusakan sendi sisi medial. Faktor penyulit
terutama bila dijumpai juga kelemahan otot pes anserinus dan vastus medialis pada
genu valgus atau kelemahan iliotibial band vastus lateralis pada genu varus.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri pada depan lutut (os. patella) terutama posisi setengah jongkok, naik
tangga, dan dijumpai krepitasi patella ketika gerak fleksi dan ekstensi.
B. Pemeriksaan klinis;
Data yang diperoleh dari pemeriksaan medik.
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Tidak tampak kelainan local. Perhatikan Q angle/genu valgus.
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes Regional : Gerakan flexi dan ekstensi terjadi painfull arc
b. Tes gerak aktif : Flexi dan ekstensi
c. Tes gerak isometric : Gerak isometric ekstensi lutut nyeri
d. Tes khusus
- Palpasi : nyeri tekan pada condylus lateral dan medial
- Joint play movement MLPP kompresi diatas patella posisi lutut ekstensi
dan semi fleksi.
- Pengukuran Q angle dan genu valgus.
- Tes kekuatan m. Vastus medialis
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Pain, muscle strength, dan active stability test, dan functional performance
2. Outcome Measure
- Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Score (KOOS)
- Knee Injury and Osteoarthritis Outcome Scorephysical Function Short Form
(KOOS-PS)
- Western Ontario and McMaster University Osteoarthritis Index (WOMAC)

148
- International Knee Documentation Comitee (IKDC)
- Knee Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (KOS-ADL)

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Pain and joint arithmic dari patella femoral sec. condromalacia patella.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
- Instability knee
- Muscle imbalance
- Gait, run, stair climbing deficit
- Keterbatasan bekerja dengan ekstremitas bawah
- Gangguan olahraga yang menggunakan tungkai
- Rekreasi yang memerlukan aktivitas dengan tungkai
F. Prognosis Fungsional
Functional good setelah terjadi muscle stability dan joint stability
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target, Disability
target, dan Environment Target)
- Patella joint mobilization
- Joint active dan/atau passive stability exercise.
- Muscle strengthening pada medial vastus dan pes anserinus genu valgus dan
iliotibialis dan vastus lateralis untuk genu varus.
2. Modalitas yang direkomendasikan
- ultrasound
H. Referensi
- H. Minoonejad, 1R. Rajabi, 2E.Ebrahimi-Takamjani, M.H. Alizadeh, 2A.A.
Jamshidi, 1A.Azhari and 1E.Fatehi. 2012. Combined Open and Closed
Kinetic Chain Exercises for Patellofemoral Pain Syndrome: A Randomized
Controlled Trial. Department of Physical Education and Sport Sciences,
University of Tehran, Tehran, Iran.

149
- Hafez.A.R, Zakaria.A, Brugadda. S. 2012. Eccentric versus
concentriccontraction of quadriceps muscle in treatment of
chondromalaciapatella. Riyadh. World journal of medical science 7 (3): 197-
203. Available at http://www.idosi.org/wjms/7(3)12/11.pdf. Heintjes, E,
Berger, M.Y. Bierma
- Zeinstra, S.M. Bernsen, R.M. Verhaar, J.A, Koes, B.W. 2003. Exercise
therapy for patellofemoral pain syndrome. Netherlands. Cochrane Database
Syst Rev. (4):CD003472.Available at
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14583980.

150
FISIOTERAPI PADA PLANTAR FASCIITIS

1. Plantar Fascitis
A. Kode ICD: 728.71
B. Kode ICF: s75021, s75023, d450, d4552, d4553, e1401
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Plantar fasciitis merupakan nyeri pada bagian medial calcaneus yang ditandai dengan
inflamasi atau peradangan pada perlengketan apponeurosis plantaris bagian bawah
dari tuberositas calcaneus akibat penguluran yang berlebihan dan secara terus
menerus, penekanan saat kaki menyangga beban tubuh sehingga terjadi cidera
berulang dan menimbulkan kerobekan kecil pada fascia plantaris. (Roxas, 2005)
B. Insidensi dan Prevalensi
Penelitian yang dilakukan Defour, et al (2009) menyimpulkan bahwa 29% dari 1901
orang wanita di Framingham Foot Study mengalami nyeri pada tumit (Heel Pain) dan
nyeri pada permukaan bawah kaki (arch pain) dikarenakan oleh pemakaian sepatu
dengan hak tinggi (high heels) selama lebih dari 5 tahun. Pada pengguna high heels,
keluhan nyeri yang paling sering terjadi adalah nyeri dibagian bawah kaki atau
plantar fasciitis.
C. Patologi dan Patologi fungsional
Plantar fascitis berawal dari stress yang menyebabkan penguluran yang berlebihan
dari plantar fascianya. Faktor yang menyebabkannya yaitu kurangnya fleksibilitas
dari plantar fascia dan tightness otot-otot gastroc dan soleus. Lemahnya otot otot pada
ankle terutama m. tibialis posterior pada ankle, penambahan berat badan atau
aktivitas yang berat, kekurangan propriosepsi atau adanya deformitas dari struktur
kaki, seperti pes cavus dan flat foot. Hal tersebut akan mengakibatkan tarikan pada
fascia, sehingga terjadi kerobekan dan timbul iritasi pada fascia plantarisnya.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Nyeri pada telapak kaki belakang diatas tuberositas calcaneal

151
Nyeri jenis nyeri tajam pada telapak kaki posterior
Nyeri pada pagi hari dan meningkat pada saat berjalan
B. Pemeriksaan klinis;
Data dari pemeriksaan medik
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Early footflat gait
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional :
- Gerak dorsal fleksi posisi berdiri nyeri
- Gait analisis: early foot flat atau berjalan dengan telapak kaki anterior
b. Tes gerak aktif dan gerak pasif :
- Gerak dorsal fleksi pasif nyeri pada calcaneus, ROM terbatas dengan
springy end fell
c. Tes gerak isometric :
- Gerak plantar fleksi isometric nyeri
d. Tes khusus :
- Palpasi : palpasi pada apponeurosis plantaris dan tuberositas
calcanel nyeri tajam
e. Pemeriksaan Penunjang: X-ray tampak osteophite
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Pain, gait analysis
2. Outcome Measure
- Lower limb functional index

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
F. Prognosis Fungsional

152
Prognosis akan baik jika dilakuakan penangana dengan cepat, penanganan fisioterapi.
Namun jika tidak dilakukan penanganan dengan cepat akan menjadi kronik dan
menganggu aktivitas
G. Intervensi
1. ICF target (Body Function and Body Structure Impairment target
Disability target, dan Environment Target)
Transverse friction, stretching, intrinsch muscle strengthening
Medial arch support and donnut pad
2. Modalitas yang direkomendasikan
Ultrasound dan ESWT,
H. Referensi
- McPoil TG, Martin RL, Cornwall MW, Wukich DK, Irrgang JJ, Godges JJ.
Heel pain-plantar fasciitis: clinical practice guildelines linked to the
international classification of function, disability, and health from the
orthopaedic section of the American Physical Therapy Association. J Orthop
Sports Phys Ther. 2008;38:A1–18. [PubMed]
- Fabrikant JM, Park TS. Plantar fasciitis (fasciosis) treatment outcome study:
Plantar fascia thickness measured by ultrasound and correlated with patient
self-reported improvement. Foot (Edinb) 2011;21:79–83. [PubMed]

153
FISIOTERAPI PADA FLAT FOOT

1. Flat Foot
A. Kode ICD: 754.61
B. Kode ICF: b7100, b7150, b7308, b770, s75028, d450, d4552, e1401
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Congenital flat foot adalah tidak adanya lengkungan pada kaki. Abnormalitas anatomi
pada kaki seperti ini dapat menimbulkan masalah-masalah jika tidak ditangani secara
baik. Masalah yang mungkin akan dirasakan seperti nyeri, cepat merasa lelah, pegal
pada otot, gangguan pola jalan, deformitas dan gangguan keseimbangan tubuh dapat
terjadi. Hal tersebut karena perubahan biomekanik pada kaki yang datar, salah
satunya ialah terjadi kelemahan pada otot fleksor jari kaki
B. Insidensi dan Prevalensi
Menurut Benedetti et.al (2011) sebanyak 75,3% anak dengan flat foot tidak mampu
untuk berdiri satu kaki dengan waktu yang lama karena ketidakstabilan sendi subtalar
dan adanya posisi eversi dari sendi subtalar yang menghambat keseimbangan selama
berdiri satu kaki
C. Patologi dan Patologi fungsional
Flatfoot pada anak terjadi akibat ketidakstabilan atau posisi eversi dari sendi subtalar
sehingga arkus longitudinal berkurang.

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Telapak kaki datar, sol sepatu sisi dalam habis.
B. Pemeriksaan klinis;
Data diambil dari pemeriksaan medik
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Telapak kaki datar, tulang navicularis menonjol ke medial

154
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional
- Gait analysis tampak kaki menyudut ke lateral
- Plantar fleksi lebih lemah
b. Tes gerak aktif dan gerak pasif :
- Gerak pronasi kaki ROM lebih besar dari normal, gerak pronasi terbatas
elastic end feel
c. Tes gerak isometric
- Fleksi jari-jari kaki kekuatan kurang dibanding dengan otot lain.
d. Tes khusus
- Palpasi: arcus longitudinal plantaris rata
- Pengukuran adakah genu valgus
e. Pemeriksaan Penunjang
- Podografi: dijumpai flat foot.
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Gait analysis, Pengukuran podograph, Pengukuran posisi calcaneal valgus
2. Outcome Measure
Lower limb functional index
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Medial foot pain and power deficit sec flat foot
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
Nyeri dan ketidakmampuan berjalan jauh

F. Prognosis Fungsional
4. Intervensi
1. ICF target (Body function and body structure impairment target, disability target,
dan environment target)
Intrinsic muscle strengthening exercise
Foot gait correction

155
Taping, insole medial arch support
2. Modalitas yang direkomendasikan
NMES
G. Referensi
- Dabholkar A, Ankita Shah , SujataYardi. 2012. Comparison of DynamicBalance
Between Flat Feet and Normal Individuals Using Star Excursion BalanceTest.
Indian Journal Of Physiotherapy & Occupational Therapy of International
Journal. Volume 6. Nomor 3. 27-31

156
FIRIOTERAPI PADA SPONDYLOARTHROSIS CERVICALIS

1. Spondyloarthrosis Cervicalis
A. Kode ICD: 721.0
B. Kode ICF: b7101, b7151, s7103, d498, e140
2. Kondisi kesehatan
A. Pengertian
Spondyloarthrosis cervical merupakan suatu kondisi proses degenerasi pada discus
intervertebralis dan jaringan pengikat persendian antara ruas-ruas tulang belakang.
Spondyloarhtrosis cervical merupakan penyakit yang diawali terjadinya degenerasi
pada discus vertebralis cervical serta diikuti pada daerah-daerah lain, seperti facets
joint dan foramen intervertebralis. Segmen yang sering terkena biasanya pada
segmen C5-C6, C6-C7 karena beban yang paling berat pada cervical bawah, terutama
pada posisi leher forward head position.

B. Insidensi dan Prevalensi


Sekitar dua pertiga dari populasi memiliki sakit leher pada suatu saat dalam hidup
mereka, dan prevalensi tertinggi usia pertengahan. Dalam sebuah survei praktek
umum dewasa di Inggris, 25% wanita dan 20% pria melaporkan nyeri leher saat ini.
Dalam sebuah survei Norwegia 10 000 orang dewasa, 34% dari responden pernah
mengalami sakit leher di tahun sebelumnya. Setelah nyeri punggung, nyeri leher
adalah penyebab muskuloskeletal yang paling sering con-sultation dalam perawatan
primer di seluruh dunia

C. Patologi dan Patologi fungsional


Saat mengalami degenerasi, diskus mulai menipis karena kemampuannya menyerap
air berkurang sehingga terjadi penurunan kandungan air dan matriks dalam diskus
menurun. Degenerasi yang terjadi pada diskus menyebabkan fungsi diskus sebagai
shock absorber menghilang, yang kemudian akan timbul osteofit yang menyebabkan
penekanan pada radiks, medulla spinalis dan ligamen yang pada akhirnya timbul
nyeri dan menyebabkan penurunan mobilitas/toleransi jaringan tehadap suatu

157
regangan yang diterima menurun sehingga tekanan selanjutnya akan diterima oleh
facet joint. Degenerasi pada facet joint akan diikuti oleh timbulnya penebalan
subchondral yang kemudian terjadi osteofit yang dapat mengakibatkan terjadinya
penyempitan pada foramen intervertebralis. Hal ini akan akan menyebabkan
terjadinya kompresi/penekanan pada isi foramen intervertebral ketika gerakan
ekstensi, sehingga timbul nyeri yang pada akhirnya akan menyebabkan penurunan
mobilitas/toleransi jaringan terhadap suatu regangan yang diterima menurun.
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi dan Patologi Fungsional
Morning sickness dan start pain
Nyeri jenis ngilu/pegal pada cervical hingga interscapulae dan/atau lengan
Nyeri leher disertai kaku leher
Nyeri/paresthesia meningkat pada gerak cervical ekstensi
B. Pemeriksaan klinis;
Data diambil dari pemeriksaan medik
C. Pemeriksaan fisik;
1. Inspeksi
Flat neck, lordosis atau deviasi
2. Pemeriksaan fisik berdasar bukti
a. Tes regional
- Gerak fleksi terasa tegang tetapi nyeri berkurang, gerak ekstensi nyeri
cervical menyebar hingga intersccapular atau lengan
- Gerak ekstensi 3 dimensi cervical nyeri dan paresthesia pada leher hingga
interscapular atau lengan
b. Tes gerak aktif dan gerak pasif :
- Nyeri dan kaku pada gerak aktif cervical terutama ekstensi nyeri dan
ROM terbatas dengan firm end feel, sering terasa crepitasi
- Keterbatasan gerak dalam capsular pattern.
c. Tes khusus :
- Spurling test 2 (compression posisi ekstensi) nyeri menyebar

158
- Joint play movement lateral gapping test atau 3 dimentional flexion
terbatas firm end feel.
- Tes NAGs (natural apophyseal glides) nyeri segmental.
- Contract relax sretch test

1. Pemeriksaan Penunjang
 X‘ ray dijumpai osteofit tepi corpus dan/atau facets
MRI dijumpai osteofit
D. Evaluasi;
1. Pengukuran Objektif
Pain, ROM, muscle performance,
2. Outcome Measure
- Neck Disability Index

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD

2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai


F. Prognosis Fungsional

G. Intervensi
1. ICF target (body function and body structure impairment target, disability target,
dan environment target)
- Cervical traction posisi fleksi
- NAGs dan SNAGs
- Cervical collar soft atau semi rigid untuk aktualitas tinggi
- Postural correction
- Latihan stabilisasi aktif diberikan pada posisi cervical tegak
- Proper neck mechanic pada posisi cervical tegak
2. Modalitas yang direkomendasikan
US atau SWD atau MWD

159
H. Referensi
Binder, Allan i. 2007. Cervical spondylosis and neck pain. NCBI journal (BMJ 10 March 2007 |
Volume 334 )

160
PANDUAN PRAKTEK KLINIS
FISIOTERAPI

OLAHRAGA

IKATAN FISIOTERAPI INDONESIA

161
Cedera Ligamen Pergelangan Kaki (Sprain Ankle)
1. Judul : Cedera Ligamen Pergelangan Kaki (Sprain Ankle)
A. Kode ICD
845.0
B. Kode ICF
s7502, b710, b715, b730, b770, b7602, d9201

2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Cedera ligamen pergelangan kaki merupakan cedera paling sering terjadi dengan
mekanisme posisi sendi inversi dan lantar fleksi. Mekanisme cedera ini akan merobek
ligamen lateral pergelangan kaki. Robek ligamen talofibular anterior yang melekat
dengan ligamen sisi medial akan menyebabkan sendi mengalami kekenduran
(instabilitas) ke arah rotasi anterolateral (Petersen et al., 2013).
B. Insidensi Dan Prevalensi
Berdasarkan jenis kelamin 13,6 % pada wanita sedangkan pria 6,94% per 1000 jam
olahraga. Melihat dari usia, usia < 12 tahun 2,85%, 12-18 tahun 1,94 %, dan > 18 tahun
0,72% dari 1000 jam olahraga (gribble et al, 2016). Area cedera yang pada pergelangan
kaki sisi lateral 93%, medial 6%, dan sindesmosis 38% (Walden et al., 2013, Doherty et
al., 2014).
C. Patologi Dan Patologi Fungsional
Ligamen talofibular anterior adalah ligamen terlemah, jika mengalami kerobekan maka
beresiko terjadi kerobekan pula pada ligamen calcaneofibular dan talofibular posterior.
Kerusakan ligamen lateral sebagai stabilisator mekanik sendi pergelangan kaki akan
menyebabkan sendi menjadi hipermobilitas yang berdampak pada penurunan stabilitas
sendi pergelangan kaki dan keseluruhan kaki pada sisi cedera (Hubbard and Wikstrom,
2010, Wu et al., 2015, Bonnel et al., 2010).

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Atlet mengalami cedera pada sendi pergelangan kaki dengan posisi kaki tertekuk ke
dalam.

162
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise

Gambar 1. Algoritma pemeriksaan cedera akut sendi pergelangan kaki

Gambar 2. Pemeriksaan Spesifik Ligamen Lateral Sendi Pergelangan Kaki

C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Posisi kaki lebih cenderung inversi suspek. Ligamen lateral injury
b. Posisi kaki lebih cenderung eversi dan dorsal fleksi susp. Sindesmosis
c. Oedema pada pergelangan kaki
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik figure 8
b. Lingkup gerak sendi

163
c. Keseimbangan
d. Manual Muscle Test (MMT)
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
FASE 1 FASE 2 FASE 3
a. VAS/NRS a. Lingkup gerak sendi a. Star Excursion Balance
b. Antropometrik figur b. Stork test(Melam et Test (SEBT)(Plisky et al.,
8 al., 2016) 2006, Gribble et al.,
c. Lingkup gerak sendi c. Kekuatan otot plantar 2012)
d. MMT fleksor, dorsal fleksor, b. HOP TEST(Myers et al.,
e. Functional Ankle evertor, dan invertor 2014, Hegedus et al.,
Ability Measurement dengan dinamometer 2015)
(FAAM), (Matheny et al., 2015) c. T-TEST DRILL (Jeffriess
Cumberland Ankle et al., 2015, Nimphius et
Instability Tool al., 2017)
(CAIT)(Melam et al., d. HEXAGONAL TEST
2016, Doherty et al., DRILL(Jeffriess et al.,
2015, Doherty et al., 2015, Nimphius et al.,
2016) 2017, Melam et al.,
2016)

2. Outcome Measures return to sport


a. tidak ada nyeri
b. kekuatan otot minimum 95%
c. hoptest minimum 95%
d. keseimbangan dinamis (SEBT) 95%

164
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada pergelangan kaki dengan penurunan
mobilitas sendi, stabilitas sendi, fungsi otot, pola gerak jalan dan lari, dan koordinasi
pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi gerak fungsional olahraga
F. Prognosis fungsional
1. Ringan Sekali 0-3 hari
2. Derajat Ringan 4-7 hari
3. Derajat sedang 8-28 hari
4. Derajat berat > 28 hari
4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2

Terapi Terapi
 Kompres es/cryotherapy (van den Bekerom et  Kompres es/cryotherapy (van den Bekerom et
al., 2012) al., 2012)
 Elektroterapi (TENS) (Yu et al., 2016,  Elektroterapi (TENS) (Yu et al., 2016, Gorgey
Gorgey and Khalil, 2015) and Khalil, 2015)
 Mobilisasi sendi Grade I (Weerasekara et al.,  Mobilisasi sendi Grade III (Weerasekara et al.,
2017) 2017, Cleland et al., 2013)
 Imobilisasi dengan Tapping/Brace (van den  Calf & soleus stretch (Terada et al., 2013,
Bekerom et al., 2013, Petersen et al., 2013, Wikstrom and McKeon, 2017)
Kemler et al., 2015)  Ankle isometric & eksentrik (Pearce et al.,
2016, Hanci et al., 2016)
 Bilateral calf & soles raise eksentrik (Woitzik
et al., 2015)
 Latihan Keseimbangan satu kaki di permukaan
datar, lembut, dan tidak stabil (Nam and Choi,
2017)
 Latihan Propioseptif (Sharma and Jagad,
2017)
 Imobilisasi dengan Tapping/Brace (van den
Bekerom et al., 2013, Petersen et al., 2013,
Kemler et al., 2015)

165
Fase 3

Terapi
 Calf & soleus stretch (Terada et al., 2013,
Wikstrom and McKeon, 2017)
 Ankle isometric & eksentrik (Pearce et al.,
2016, Hanci et al., 2016)
 Bilateral calf & soles raise eksentrik (Woitzik
et al., 2015)
 Latihan Keseimbangan dengan Wobble
board/bosu (Schiftan et al., 2015, Linens et
al., 2016, Borreani et al., 2014)
 Latihan Gerak Fungsional Dasar Olahraga
(Hale et al., 2014, Feger et al., 2014, Hall et
al., 2015)
 Latihan Plyometric dan kelincahan (Keles et
al., 2014, Winter et al., 2015, Vriend et al.,
2016)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi

5. Referensi

Bonnel, F., Toullec, E., Mabit, C. & Tourné, Y. 2010. Chronic Ankle Instability: Biomechanics And
Pathomechanics Of Ligaments Injury And Associated Lesions. Orthopaedics & Traumatology:
Surgery & Research, 96, 424-432.
Borreani, S., Calatayud, J., Martin, J., Colado, J. C., Tella, V. & Behm, D. 2014. Exercise Intensity
Progression For Exercises Performed On Unstable And Stable Platforms Based On Ankle Muscle
Activation. Gait & Posture, 39, 404-409.
Cleland, J. A., Mintken, P., Mcdevitt, A., Bieniek, M., Carpenter, K., Kulp, K. & Whitman, J. M. 2013.
Manual Physical Therapy And Exercise Versus Supervised Home Exercise In The Management Of
Patients With Inversion Ankle Sprain: A Multicenter Randomized Clinical Trial. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 43, 443-455.
Doherty, C., Bleakley, C., Hertel, J., Caulfield, B., Ryan, J. & Delahunt, E. 2015. Dynamic Balance Deficits 6
Months Following First-Time Acute Lateral Ankle Sprain: A Laboratory Analysis. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 45, 626-633.
Doherty, C., Bleakley, C., Hertel, J., Caulfield, B., Ryan, J. & Delahunt, E. 2016. Dynamic Balance Deficits
In Individuals With Chronic Ankle Instability Compared To Ankle Sprain Copers 1 Year After A
First-Time Lateral Ankle Sprain Injury. Knee Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy, 24,
1086-1095.
Doherty, C., Delahunt, E., Caulfield, B., Hertel, J., Ryan, J. & Bleakley, C. 2014. The Incidence And
Prevalence Of Ankle Sprain Injury: A Systematic Review And Meta-Analysis Of Prospective
Epidemiological Studies. Sports Medicine, 44, 123-140.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation During
Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability. Pm&R, 6, 602-611.

166
Gorgey, A. S. & Khalil, R. E. 2015. Neuromuscular Electrical Stimulation Training Increases Intermuscular
Fascial Length But Not Tendon Cross-Sectional Area After Spinal Cord Injury. Topics In Spinal
Cord Injury Rehabilitation, 21, 87-92.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess Dynamic
Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A Literature And Systematic
Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower Extremity
Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle Instability. Journal
Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training Protocols To
Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A Randomized Controlled Trial.
Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hanci, E., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2016. Eccentric Training Improves Ankle Evertor And Dorsiflexor
Strength And Proprioception In Functionally Unstable Ankles. American Journal Of Physical
Medicine & Rehabilitation, 95, 448-458.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-Friendly Lower
Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review Of Measurement
Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip, Thigh, Foot And Ankle
Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49, 649-656.
Hubbard, T. J. & Wikstrom, E. A. 2010. Ankle Sprain: Pathophysiology, Predisposing Factors, And
Management Strategies. Open Access Journal Of Sports Medicine, 1, 115-122.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of Preventative
Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility Performance And Ankle
Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science & Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor And
Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian Journal Of
Medicine & Science In Sports, 24.
Kemler, E., Van De Port, I., Schmikli, S., Huisstede, B., Hoes, A. & Backx, F. 2015. Effects Of Soft Bracing
Or Taping On A Lateral Ankle Sprain: A Non-Randomised Controlled Trial Evaluating Recurrence
Rates And Residual Symptoms At One Year. Journal Of Foot And Ankle Research, 8, 13.
Linens, S. W., Ross, S. E. & Arnold, B. L. 2016. Wobble Board Rehabilitation For Improving Balance In
Ankles With Chronic Instability. Clinical Journal Of Sport Medicine, 26, 76-82.
Matheny, S., Struminger, A. & Kaminski, T. 2015. 42 Eccentric Isokinetic Ankle Strength Assessment In
Those With Ankle Sprain Histories And Those With Ankle Instability. Bmj Publishing Group Ltd
And British Association Of Sport And Exercise Medicine.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of Static And
Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic Ankle Instability. Saudi
Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests In High School
And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of Sports Physical Therapy,
9, 596-603.
Nam, S.-B. & Choi, B.-R. 2017. Effect Of A 4-Week Balance Exercise With Medio-Lateral Unstable Sole On
Ankle Joint Functional Ability. Journal Of Physical Therapy Science, 29, 1134-1136.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And Agility Tests:
Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength & Conditioning Journal.
Pearce, C. J., Tourné, Y., Zellers, J., Terrier, R., Toschi, P. & Silbernagel, K. G. 2016. Rehabilitation After
Anatomical Ankle Ligament Repair Or Reconstruction. Knee Surgery, Sports Traumatology,
Arthroscopy, 24, 1130-1139.

167
Petersen, W., Rembitzki, I. V., Koppenburg, A. G., Ellermann, A., Liebau, C., Brüggemann, G. P. & Best, R.
2013. Treatment Of Acute Ankle Ligament Injuries: A Systematic Review. Archives Of
Orthopaedic And Trauma Surgery, 133, 1129-1141.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance Test As A
Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players. Journal Of Orthopaedic &
Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Schiftan, G. S., Ross, L. A. & Hahne, A. J. 2015. The Effectiveness Of Proprioceptive Training In Preventing
Ankle Sprains In Sporting Populations: A Systematic Review And Meta-Analysis. Journal Of
Science And Medicine In Sport, 18, 238-244.
Sharma, H. & Jagad, B. 2017. Proprioceptive Exercises In Ankle Sprain In Sports Person-An Evidence
Based Seminar. Indian Journal Of Physical Therapy, 5, 28-31.
Terada, M., Pietrosimone, B. G. & Gribble, P. A. 2013. Therapeutic Interventions For Increasing Ankle
Dorsiflexion After Ankle Sprain: A Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 48, 696-709.
Van Den Bekerom, M. P., Kerkhoffs, G. M., Mccollum, G. A., Calder, J. D. & Van Dijk, C. N. 2013.
Management Of Acute Lateral Ankle Ligament Injury In The Athlete. Knee Surgery, Sports
Traumatology, Arthroscopy, 21, 1390-1395.
Van Den Bekerom, M. P. J., Struijs, P. A. A., Blankevoort, L., Welling, L., Van Dijk, C. N. & Kerkhoffs, G. M.
M. J. 2012. What Is The Evidence For Rest, Ice, Compression, And Elevation Therapy In The
Treatment Of Ankle Sprains In Adults? Journal Of Athletic Training, 47, 435-443.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is Effective
To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis Translating Evidence Into
Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint Disorders & Orthopaedic Sports Medicine,
1, 202-213.
Walden, M., Hagglund, M. & Ekstrand, J. 2013. Time-Trends And Circumstances Surrounding Ankle
Injuries In Men's Professional Football: An 11-Year Follow-Up Of The Uefa Champions League
Injury Study. Br J Sports Med, 47, 748-53.
Weerasekara, I., Osmotherly, P., Snodgrass, S., Marquez, J., De Zoete, R. & Rivett, D. A. 2017. Clinical
Benefits Of Joint Mobilisation On Ankle Sprains: A Systematic Review And Meta-Analysis.
Archives Of Physical Medicine And Rehabilitation.
Wikstrom, E. A. & Mckeon, P. O. 2017. Predicting Manual Therapy Treatment Success In Patients With
Chronic Ankle Instability: Improving Self-Reported Function. Journal Of Athletic Training, 52,
325-331.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive Training On
Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective Randomised Study. Journal Of
Sports Sciences, 33, 831-840.
Woitzik, E., Jacobs, C., Wong, J. J., Côté, P., Shearer, H. M., Randhawa, K., Sutton, D., Southerst, D.,
Varatharajan, S. & Brison, R. J. 2015. The Effectiveness Of Exercise On Recovery And Clinical
Outcomes Of Soft Tissue Injuries Of The Leg, Ankle, And Foot: A Systematic Review By The
Ontario Protocol For Traffic Injury Management (Optima) Collaboration. Manual Therapy, 20,
633-645.
Wu, X., Song, W., Zheng, C., Zhou, S. & Bai, S. 2015. Morphological Study Of Mechanoreceptors In
Collateral Ligaments Of The Ankle Joint. Journal Of Orthopaedic Surgery And Research, 10, 92.
Yu, H., Randhawa, K., Côté, P. & Collaboration, O. 2016. The Effectiveness Of Physical Agents For Lower-
Limb Soft Tissue Injuries: A Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical
Therapy, 46, 523-554.

168
Chondromalasia Patella
1. Judul : Chondromalasia Patella
A. Kode ICD-9
717.7
B. Kode ICF
S75011, b7101, b7151,b7300, B7350 b7401,b770,d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Kerusakan pada tulang rawan di bawah tempurung lutut yang disebabkan tidak
seimbangnya kelompok otot quadriceps dan jaringan lunak penopang patela (Salehi-
Abari et al., 2015).
B. Insidensi dan prevalensi
Menurut penelitian pada 1242 pengemudi taksi di Taipei tahun 2000, menemukan
prevelensi nyeri lutut sebesar 22% pada yang mengemudi dari 10 jam/hari. Pada tahun
yang sama, Anderson dan Raanas yang dikutip oleh Chen, melakukan survei keluhan
nyeri lutut yang berhungungan dengan kerja pada 703 pengemudi taksi profesional di
Norwegia, dengan menggunakan Nordic Musculoskeletal Questionnaire. Didapat
prevelensi nyeri lutut pada pengemudi taksi adalah 29%, dibandingkan pada masyarakat
umum yang hanya 25%. Survei di Taiwan yang menggunakan modifikasi dari Nordic
Musculoskeletal Questionnair, menemukan bahwa para pengemudi profesional mengeluh
nyeri lutut lebih tinggi dibandingkan rata-rata prevelensi nasional 11% berbanding 8,6%.
Sedangkan pada tahun 2011 di RS Cipto Mangunkusumo kasus nyeri lutut mencapai
56,7% dari seluruh pasien yang berobat kedevisi Reumatologi Depertemen Ilmu Penyakit
Dalam, insidensi pada usia kurang dari 20 tahun hanya sekitar 10% dan meningkat
menjadi lebih dari 80% pada usia diatas 55 tahun
C. Patologi dan patologi fungsional
Radang pada tulang rawan patela dan femur yang disebabkan oleh tidak
seimbangnya kerja kelompok otot quadricep terhadap tulang patella sehingga tonus
tendon meningkat dan menyebabkan menyempitnya jarak antar tulang patela dan femur.
Selain itu, juga struktur jaringan lunak pengikat patela sisi lateral mengalami

169
pemendekan yang menyebabkan posisi tulang patella menjadi miring dan mengkompresi
Tulang rawan sisi lateral femur (Salehi-Abari et al., 2015, Aksahin et al., 2016).
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Pasien datang dan mengeluhkan nyeri pada lutut sisi depan bagian bawah, nyeri
diam saat pasien dalam posisi berdiri, nyeri dirasakan sisi medial tempurung, dan terasa
saat gerak sendi aktif knee fleksi sehingga penurunan kemampuan aktivitas olahraga.
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise (Bronstein and Schaffer, 2017)
a. Patella apprehesion test
b. Patella mobility test
c. Q-angle ≥20o
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
b. Nyeri saat naik turun tangga dan lompat
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut dan quadricep
b. Stabilitas patela
c. Mobilitas patela
d. Lingkup gerak sendi
e. Keseimbangan
f. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
f. VAS/NRS a. VAS/NRS a. Tes kekuatan 1 a. 1 leg Vertical
g. Antropometrik b. Antropometrik RM (McNair et Jump
h. Lingkup gerak c. Simetris Gerak al., 2011, b. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,

170
i. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
j. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et b. Star Excursion c. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee d. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., d. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) c. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno et 2017, Melam et
al., 2010) al., 2016)

2. Outcome measure
a. Tidak ada nyeri
b. Kekuatan otot minimum 95%
c. Hoptest minimum 95%
d. Keseimbangan dinamis (SEBT) 95%
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan radang
tulang rawan patela dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi, fungsi otot, pola
gerak jalan dan lari, dan koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga

171
F. Prognosis fungsional
1. Derajat 1: 1-2 minggu
2. Derajat 2: 2-6 minggu
3. Derajat 3: 6 minggu-3 bulan
4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Taping (Wild et al., 2016, Campbell  Neuromuscular control of quadriceps
and Valier, 2016) (Kooiker et al., 2014)
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016)  Latihan Fleksibilitas Hamstring
 Reactivation gluteus (Nadell, 2013, (Hrubes and Nicola, 2014)
Saggin and Dejour, 2015)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et
 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015, al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
Regelski et al., 2015)  Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
 Latihan quadriceps (Kooiker et al., López et al., 2017)
2014)  Cardiovascular training(Keogh and
 Active ROM Winwood, 2017)

Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
Vriend et al., 2016)

172
B. Modalitas yang direkomendasikan
a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi
5. Referensi

aksahin, E., Aktekin, C. N., Kocadal, O., Duran, S., Gunay, C., Kaya, D., Hapa, O. & Pepe, M.
2016. Sagittal Plane Tilting Deformity Of The Patellofemoral Joint: A New Concept In
Patients With Chondromalacia Patella. Knee Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy,
1-8.
Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016.
Lower-Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With
Patellofemoral Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Bronstein, R. D. & Schaffer, J. C. 2017. Physical Examination Of The Knee: Meniscus,
Cartilage, And Patellofemoral Conditions. Journal Of The American Academy Of
Orthopaedic Surgeons, 25, 365-374.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A
Global Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.
Campbell, S. A. & Valier, A. R. 2016. The Effect Of Kinesio Taping On Anterior Knee Pain
Consistent With Patellofemoral Pain Syndrome: A Critically Appraised Topic. Journal
Of Sport Rehabilitation, 25, 288-293.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee
Evaluation Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury
And Osteoarthritis Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee
Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring
Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western Ontario And Mcmaster Universities
Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars), And Tegner Activity Score
(Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton,
C. J. 2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International

173
Patellofemoral Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical
Interventions (Exercise, Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions).
Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap
On Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee
Osteoarthritis: A Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría,
J. L., Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry
Needling Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized
Parallel-Group Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation
During Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability.
Pm&R, 6, 602-611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility
And Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess
Dynamic Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A
Literature And Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower
Extremity Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle
Instability. Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training
Protocols To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A
Randomized Controlled Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current
Orthopaedic Practice, 28, 58-65.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-
Friendly Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review
Of Measurement Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip,

174
Thigh, Foot And Ankle Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49,
649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med,
33, 553-566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility
Performance And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science &
Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor
And Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian
Journal Of Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-
Training Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–
Guided Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain
Syndrome: A Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy,
44, 391-B1.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle
Rehabilitation Is Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-
Analysis. Br J Sports Med, Bjsports-2015-094723.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N.
2013. Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For
The Assessment Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee
Arthroplasty. Journal Of Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of
Static And Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic
Ankle Instability. Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.

175
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De
Jesus-Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And
Vertical Jump Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning
Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests
In High School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of
Sports Physical Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And
Agility Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength &
Conditioning Journal.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial
Rotation On Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E.
2010. Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second
Anterior Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And
Return To Sport. The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance
Test As A Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players.
Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A
Critically Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20,
4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology.
Springer.
Salehi-Abari, I., Khazaeli, S. & Niksirat, A. 2015. Chondromalacia Patella And New Diagnostic
Criteria. Open Science Journal Of Clinical Medicine, 3, 126-8.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis

176
Translating Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint
Disorders & Orthopaedic Sports Medicine, 1, 202-213.
Wild, C. Y., Hickey, A. & Hall, T. 2016. The Effect Of The Mulligan Knee Taping Technique
On Patellofemoral Pain And Lower Limb Biomechanics: Response. The American
Journal Of Sports Medicine, 44, Np39-Np40.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive
Training On Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective
Randomised Study. Journal Of Sports Sciences, 33, 831-84

177
Jumpers Knee (Tendinitis Patella)
1. Judul : Jumpers knee (tendinitis patella)
A. Kode ICD-9
726.64
B. Kode ICF
S75008, b7101, b7151,b7300, B7350 b7401,b770,d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Jumper’s knee / Tendinitis patellaris adalah radang kronis pada tendon patela
yang sering terjadi pada olahragawan dengan keahlian melompat akibat tegangan yang
terus menerus pada tendon (Van der Worp et al., 2011, Larsson et al., 2012).
B. Insidensi dan prevalensi
Laporaan satu penelitian menjelaskan bahwa prevalensi jumper‘s knee sangat
sering terjadi pada atlit amatir dan muda 8.5% (78 dari 891 atlit. Pada atlit yang sering
gerakan melompat seperti voli 14,4 % dan Kejati paling sedikit pada atlit sepak bola
2,5%. Atlit pria paling sering mengalami cedera ini 10% (51 dari 502 atlit) dan wanita
6,4% (25 dari 389 atlit) (Zwerver et al., 2011).
Pada atlit sepak bola pria profesional, satu penelitian menjelaskan dari 2.229 atlit
dari tahun 2001 sampai 2009, 137 tercatat mengalami cedera ini dengan 0,12 kejadian
cedera dari 1000 jam aktivitas sepak bola. 61% atlit absen pertandingan kurang lebih
selama 1 minggu dan 20% mengalami cedera berulang(Hägglund et al., 2011).
C. Patologi dan patologi fungsional
Radang pada tendon patela inferior yang disebabkan oleh tidak seimbangnya kerja
kelompok otot quadricep terhadap tulang patela sehingga tonus tendon meningkat dan
menyebabkan kerusakan kolagen mikro (Lian et al., 2007). Perubahan matriks dan
neovaskularisasi pada tendon membuatnya sulit untuk pulih dengan cepat dan tidak bisa
mengaktifkan kerja sel untuk dapat beregenerasi. Pembebanan kerja pada tendon yang
berlebih menurunkan fungsi sel dan regenerasi matriks (Cook and Purdam, 2009,
Kongsgaard et al., 2010, Tom et al., 2009).

178
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Pasien datang dan mengeluhkan nyeri pada lutut sisi depan bagian bawah, nyeri diam
saat pasien dalam posisi berdiri, nyeri tekan pada tendon patella, nyeri gerak saat
berjalan, keterbatasan lingkup gerak sendi aktif knee untuk gerakan fleksi, penurunan
kemampuan aktivitas fungsional, dan rasa nyeri berkurang setelah aktivitas olahraga
cukup lama.
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Isometrik quadriceps sudut 30-90 derajat(Brukner, 2012)
b. USG
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
b. Nyeri saat naik turun tangga dan lompat
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut dan quadricep
b. Stabilitas patela
c. Lingkup gerak sendi
d. Keseimbangan
e. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
k. VAS/NRS e. VAS/NRS d. Tes kekuatan 1 e. 1 leg Vertical
l. Antropometrik f. Antropometrik RM (McNair et Jump
m. Lingkup gerak g. Simetris Gerak al., 2011, f. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
n. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
o. International 2016, al., 2013) 2015)

179
Knee Demirbüken et e. Star Excursion g. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee h. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., h. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) f. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
p. VISA-P Score jump test al., 2015,
(Hernandez- (Menzel et al., Nimphius et al.,
Sanchez et al., 2013, Paterno et 2017, Melam et
2012) al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan radang
tendon patela inferior dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi, fungsi otot,
pola gerak jalan dan lari, dan koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga

180
F. Prognosis fungsional
1. Derajat ringan : 4 – 7 minggu
2. Derajat berat (operatif) : 7 minggu-6 bulan

4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Taping (Wild et al., 2016, Campbell  Neuromuscular control of quadriceps
and Valier, 2016) (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016) 2015, Dimitrios et al., 2012)
 Reactivation gluteus (Nadell, 2013,  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan
Saggin and Dejour, 2015) quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,
 Latihan otot sendi hip eksentrik (Lack Dimitrios et al., 2012)
et al., 2015, Regelski et al., 2015)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et
 Latihan quadriceps eksentrik (Malliaras al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
et al., 2015, Dimitrios et al., 2012)  Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
 Active ROM López et al., 2017)
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
Vriend et al., 2016)

181
B. Modalitas yang direkomendasikan
a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi
5. Referensi
Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016. Lower-
Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With Patellofemoral
Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Brukner, P. 2012. Brukner & Khan's Clinical Sports Medicine, Mcgraw-Hill North Ryde.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A Global
Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.
Campbell, S. A. & Valier, A. R. 2016. The Effect Of Kinesio Taping On Anterior Knee Pain Consistent
With Patellofemoral Pain Syndrome: A Critically Appraised Topic. Journal Of Sport
Rehabilitation, 25, 288-293.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee Evaluation
Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury And Osteoarthritis
Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee Outcome Survey Activities Of
Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western
Ontario And Mcmaster Universities Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars),
And Tegner Activity Score (Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Cook, J. & Purdam, C. R. 2009. Is Tendon Pathology A Continuum? A Pathology Model To Explain The
Clinical Presentation Of Load-Induced Tendinopathy. British Journal Of Sports Medicine, 43,
409-416.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton, C. J.
2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International Patellofemoral
Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical Interventions (Exercise,
Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions). Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap On
Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee Osteoarthritis: A
Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training With
Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar Tendinopathy.
A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría, J. L.,
Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry Needling
Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized Parallel-Group
Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation During
Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability. Pm&R, 6, 602-
611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility And
Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess Dynamic
Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A Literature And
Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hägglund, M., Zwerver, J. & Ekstrand, J. 2011. Epidemiology Of Patellar Tendinopathy In Elite Male
Soccer Players. The American Journal Of Sports Medicine, 39, 1906-1911.

182
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower Extremity
Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle Instability.
Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training Protocols
To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A Randomized Controlled
Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current Orthopaedic
Practice, 28, 58-65.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-Friendly
Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review Of Measurement
Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip, Thigh, Foot And Ankle
Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49, 649-656.
Hernandez-Sanchez, S., Hidalgo, M. D. & Gomez, A. 2012. Responsiveness Of The Visa-P Scale For
Patellar Tendinopathy In Athletes. Br J Sports Med, Bjsports-2012-091163.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med, 33, 553-
566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility Performance
And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science & Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor And
Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian Journal Of
Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-Training
Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kongsgaard, M., Qvortrup, K., Larsen, J., Aagaard, P., Doessing, S., Hansen, P., Kjaer, M. & Magnusson,
S. P. 2010. Fibril Morphology And Tendon Mechanical Properties In Patellar Tendinopathy. The
American Journal Of Sports Medicine, 38, 749-756.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–Guided
Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain Syndrome: A
Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 44, 391-B1.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle Rehabilitation Is
Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-Analysis. Br J Sports Med,
Bjsports-2015-094723.
Larsson, M. E. H., Käll, I. & Nilsson-Helander, K. 2012. Treatment Of Patellar Tendinopathy—A
Systematic Review Of Randomized Controlled Trials. Knee Surgery, Sports Traumatology,
Arthroscopy, 20, 1632-1646.
Lian, Ø., Scott, A., Engebretsen, L., Bahr, R., Duronio, V. & Khan, K. 2007. Excessive Apoptosis In
Patellar Tendinopathy In Athletes. The American Journal Of Sports Medicine, 35, 605-611.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N. 2013.
Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For The Assessment
Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee Arthroplasty. Journal Of
Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis, Load
Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of Orthopaedic & Sports
Physical Therapy, 45, 887-898.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.

183
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of Static And
Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic Ankle Instability.
Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De Jesus-
Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And Vertical Jump
Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests In High
School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of Sports Physical
Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And Agility
Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength & Conditioning Journal.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial Rotation On
Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E. 2010.
Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second Anterior
Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And Return To Sport.
The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance Test As A
Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players. Journal Of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A Critically
Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20, 4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology. Springer.
Tom, S., Parkinson, J., Ilic, M. Z., Cook, J., Feller, J. A. & Handley, C. J. 2009. Changes In The
Composition Of The Extracellular Matrix In Patellar Tendinopathy. Matrix Biology, 28, 230-236.
Van Der Worp, H., Van Ark, M., Roerink, S., Pepping, G.-J., Van Den Akker-Scheek, I. & Zwerver, J.
2011. Risk Factors For Patellar Tendinopathy: A Systematic Review Of The Literature. British
Journal Of Sports Medicine, Bjsports84079.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis Translating
Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint Disorders & Orthopaedic
Sports Medicine, 1, 202-213.
Wild, C. Y., Hickey, A. & Hall, T. 2016. The Effect Of The Mulligan Knee Taping Technique On
Patellofemoral Pain And Lower Limb Biomechanics: Response. The American Journal Of Sports
Medicine, 44, Np39-Np40.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive Training On
Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective Randomised Study. Journal
Of Sports Sciences, 33, 831-840.
Zwerver, J., Bredeweg, S. W. & Van Den Akker-Scheek, I. 2011. Prevalence Of Jumper‘s Knee Among
Nonelite Athletes From Different Sports: A Cross-Sectional Survey. The American Journal Of
Sports Medicine, 39, 1984-1988.

184
Cedera Sprain Ligamen Kolateral Lateral (LCL)
1. Judul : Cedera Sprain Ligamen Kolateral Lateral
A. Kode ICD
844.0
B. Kode ICF
S75011, B7101, b7151,b7301, b7401,b770,d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Robeknya ligamen kolateral lateral sendi lutut yang disebabkan posisi sendi lutut
mengarah pada posisi sendi lutut varus dan rotasi femur lateral yang diakibatkan oleh
benturan langsung dan tidak langsung (Powers, 2010).
B. Insidensi dan prevalensi
Satu penelitian menjelaskan bahwa cedera lutut pada atlit tingkat remaja pada periode
tahun 2005/06 dan 2010/11 tercatat 5.116 kejadian dari 17.172.376 atlit yang terdata.
Atlit wanita paling tinggi angka kejadian cedera lutut dengan 7,9%-nya sprain ligamen
kolateral lateral (Swenson et al., 2013, Bushnell et al., 2010).
C. Patologi dan patologi fungsional
Kerobekan ligamen kolateral lateral akan menyebabkan pembengkakan pada sendi lutut
dan terbatasnya gerak dasar fleksi dan ekstensi lutut. Atlit akan mengalami kesulitan
berjalan normal dan sulitnya mengontraksikan otot quaricep. LCL tidak melekat dengan
meniskus lateral sehingga sedikit resiko robeknya meniskus secara bersamaan dengan
Spain LCL (Recondo et al., 2000).
3. Pemeriksaan
B. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Atlet terjatuh dengan posisi kaki varus/ lateral, terjadi trauma benturan pada tibia lalu
si atlet tidak dapat melanjutkan olah raga saat itu dan beberapa jam kemudian terjadi
bengkak.

185
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Varus stres test
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
b. Sulit menekuk dan meluruskan lutut
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut
b. Lingkup gerak sendi
c. Keseimbangan
d. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
q. VAS/NRS i. VAS/NRS g. Tes kekuatan 1 i. 1 leg Vertical
r. Antropometrik j. Antropometrik RM (McNair et Jump
s. Lingkup gerak k. Simetris Gerak al., 2011, j. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
t. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
u. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et h. Star Excursion k. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee l. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., l. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) i. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno et 2017, Melam et

186
al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan robeknya
ligamen kolateral lateral dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi, fungsi
otot, pola gerak jalan dan lari, dan koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga
F. Prognosis fungsional
1. Derajat 1: 4 minggu
2. Derajat 2: 5 minggu-3 bulan
3. Derajat 3 : 3 bulan – 12 bulan

4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016)  Neuromuscular control of quadriceps
 Reactivation gluteus (Nadell, 2013, (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,
Saggin and Dejour, 2015) 2015, Dimitrios et al., 2012)
 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015,  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan

187
Regelski et al., 2015) quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,
 Latihan quadriceps eksentrik (Malliaras Dimitrios et al., 2012)
et al., 2015, Dimitrios et al., 2012)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et
 Active ROM al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
 Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
López et al., 2017)
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., Vriend et al., 2016)
2015, Steffen et al., 2013)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi
5. Referensi

Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016. Lower-
Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With Patellofemoral
Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Bushnell, B. D., Bitting, S. S., Crain, J. M., Boublik, M. & Schlegel, T. F. 2010. Treatment Of Magnetic
Resonance Imaging-Documented Isolated Grade Iii Lateral Collateral Ligament Injuries In
National Football League Athletes. The American Journal Of Sports Medicine, 38, 86-91.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A Global
Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.

188
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee Evaluation
Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury And Osteoarthritis
Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee Outcome Survey Activities Of
Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western
Ontario And Mcmaster Universities Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars),
And Tegner Activity Score (Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton, C. J.
2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International Patellofemoral
Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical Interventions (Exercise,
Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions). Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap On
Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee Osteoarthritis: A
Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training With
Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar Tendinopathy.
A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Emery, C. A., Roy, T.-O., Whittaker, J. L., Nettel-Aguirre, A. & Van Mechelen, W. 2015. Neuromuscular
Training Injury Prevention Strategies In Youth Sport: A Systematic Review And Meta-Analysis.
Br J Sports Med, 49, 865-870.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría, J. L.,
Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry Needling
Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized Parallel-Group
Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation During
Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability. Pm&R, 6, 602-
611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility And
Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess Dynamic
Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A Literature And
Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower Extremity
Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle Instability.
Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training Protocols
To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A Randomized Controlled
Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current Orthopaedic
Practice, 28, 58-65.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-Friendly
Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review Of Measurement
Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip, Thigh, Foot And Ankle
Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49, 649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med, 33, 553-
566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility Performance
And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science & Medicine, 14, 864.

189
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor And
Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian Journal Of
Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-Training
Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–Guided
Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain Syndrome: A
Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 44, 391-B1.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle Rehabilitation Is
Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-Analysis. Br J Sports Med,
Bjsports-2015-094723.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N. 2013.
Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For The Assessment
Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee Arthroplasty. Journal Of
Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis, Load
Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of Orthopaedic & Sports
Physical Therapy, 45, 887-898.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of Static And
Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic Ankle Instability.
Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De Jesus-
Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And Vertical Jump
Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests In High
School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of Sports Physical
Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And Agility
Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength & Conditioning Journal.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial Rotation On
Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E. 2010.
Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second Anterior
Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And Return To Sport.
The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance Test As A
Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players. Journal Of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Powers, C. M. 2010. The Influence Of Abnormal Hip Mechanics On Knee Injury: A Biomechanical
Perspective. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 40, 42-51.
Recondo, J. A., Salvador, E., Villanúa, J. A., Barrera, M. C., Gervás, C. & Alústiza, J. M. 2000. Lateral
Stabilizing Structures Of The Knee: Functional Anatomy And Injuries Assessed With Mr
Imaging. Radiographics, 20, S91-S102.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A Critically
Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20, 4-12.

190
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology. Springer.
Steffen, K., Emery, C. A., Romiti, M., Kang, J., Bizzini, M., Dvorak, J., Finch, C. F. & Meeuwisse, W. H.
2013. High Adherence To A Neuromuscular Injury Prevention Programme (Fifa 11+) Improves
Functional Balance And Reduces Injury Risk In Canadian Youth Female Football Players: A
Cluster Randomised Trial. Br J Sports Med, Bjsports-2012-091886.
Swenson, D. M., Collins, C. L., Best, T. M., Flanigan, D. C., Fields, S. K. & Comstock, R. D. 2013.
Epidemiology Of Knee Injuries Among Us High School Athletes, 2005/06–2010/11. Medicine
And Science In Sports And Exercise, 45, 462-469.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis Translating
Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint Disorders & Orthopaedic
Sports Medicine, 1, 202-213.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive Training On
Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective Randomised Study. Journal
Of Sports Sciences, 33, 831-840.

191
Cedera Ligamen Kolateral Medial (MCL)
1. Judul : Cedera Ligamen Kolateral Medial
A. Kode ICD
S83.4
B. Kode ICF
S75011, B7101, b7151,b7301, b7401,b770,d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Robeknya ligamen kolateral medial sendi lutut yang disebabkan posisi sendi lutut
mengarah pada posisi valgus yang diakibatkan oleh benturan langsung dan tidak
langsung (Logan et al., 2016).
B. Insidensi dan prevalensi
Satu penelitian menjelaskan bahwa cedera sprain ligamen kolateral medial pada atlit
muda di Amerika bahwa angka kejadian cedera ini 128 kejadian dari 17.606 atlit sejak
tahun 2005-2009. 114 data cedera dari atlit pria 89% dan 14 data cedera dari wanita
11%.(Roach et al., 2014).
C. Patologi dan patologi fungsional
Kerobekan ligamen kolateral medial akan menyebabkan pembengkakan pada
sendi lutut dan terbatasnya gerak dasar fleksi dan ekstensi lutut. Atlit akan mengalami
kesulitan berjalan normal dan sulitnya mengontraksikan otot quaricep. Mekanisme cedera
ini dimana posisi sendi lutut bergerak ke posisi valgus dan biasanya diikuti dengan rotasi
dari tibia dan femur. Cedera ini sering diikuti dengan cedera ligamen krusiatum anterior
dan meniskus medial (Recondo et al., 2000, Logan et al., 2016, Bates et al., 2015).

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Atlet terjatuh dengan posisi kaki valgus/medial, terjadi trauma benturan pada tibia
lalu si atlet tidak dapat melanjutkan olah raga saat itu dan beberapa jam kemudian
terjadi bengkak.

192
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Valgus stres test
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut
b. Lingkup gerak sendi
c. Keseimbangan
d. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
v. VAS/NRS m. VAS/NRS j. Tes kekuatan 1 m. 1 leg Vertical
w. Antropometrik n. Antropometrik RM (McNair et Jump
x. Lingkup gerak o. Simetris Gerak al., 2011, n. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
y. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
z. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et k. Star Excursion o. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee p. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., p. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) l. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno et 2017, Melam et

193
al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan
robeknya ligamen kolateral medial dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas
sendi, fungsi otot, pola gerak jalan dan lari, dan koordinasi pada aktivitas
olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga
F. Prognosis fungsional
1. Derajat 1: 4 minggu
2. Derajat 2: 5 minggu-3 bulan
3. Derajat 3 : 3 bulan – 12 bulan

4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016)  Neuromuscular control of quadriceps
 Reactivation gluteus (Nadell, 2013, (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,
Saggin and Dejour, 2015) 2015, Dimitrios et al., 2012)

194
 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015,  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan
Regelski et al., 2015) quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,
 Latihan quadriceps eksentrik (Malliaras Dimitrios et al., 2012)
et al., 2015, Dimitrios et al., 2012)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et
 Active ROM al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
 Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
López et al., 2017)
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., Vriend et al., 2016)
2015, Steffen et al., 2013)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi

5. Referensi
Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016.
Lower-Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With
Patellofemoral Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.

195
Bates, N. A., Nesbitt, R. J., Shearn, J. T., Myer, G. D. & Hewett, T. E. 2015. Relative Strain In
The Anterior Cruciate Ligament And Medial Collateral Ligament During Simulated
Jump Landing And Sidestep Cutting Tasks: Implications For Injury Risk. The American
Journal Of Sports Medicine, 43, 2259-2269.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A
Global Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee
Evaluation Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury
And Osteoarthritis Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee
Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring
Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western Ontario And Mcmaster Universities
Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars), And Tegner Activity Score
(Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton,
C. J. 2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International
Patellofemoral Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical
Interventions (Exercise, Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions).
Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap
On Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee
Osteoarthritis: A Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training
With Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar
Tendinopathy. A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Emery, C. A., Roy, T.-O., Whittaker, J. L., Nettel-Aguirre, A. & Van Mechelen, W. 2015.
Neuromuscular Training Injury Prevention Strategies In Youth Sport: A Systematic
Review And Meta-Analysis. Br J Sports Med, 49, 865-870.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría,
J. L., Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry

196
Needling Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized
Parallel-Group Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation
During Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability.
Pm&R, 6, 602-611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility
And Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess
Dynamic Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A
Literature And Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower
Extremity Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle
Instability. Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training
Protocols To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A
Randomized Controlled Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current
Orthopaedic Practice, 28, 58-65.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-
Friendly Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review
Of Measurement Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip,
Thigh, Foot And Ankle Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49,
649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med,
33, 553-566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility
Performance And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science &
Medicine, 14, 864.

197
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor
And Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian
Journal Of Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-
Training Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–
Guided Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain
Syndrome: A Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy,
44, 391-B1.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle
Rehabilitation Is Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-
Analysis. Br J Sports Med, Bjsports-2015-094723.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N.
2013. Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For
The Assessment Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee
Arthroplasty. Journal Of Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Logan, C. A., O'brien, L. T. & Laprade, R. F. 2016. Post Operative Rehabilitation Of Grade Iii
Medial Collateral Ligament Injuries: Evidence Based Rehabilitation And Return To Play.
International Journal Of Sports Physical Therapy, 11, 1177-1190.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis,
Load Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 45, 887-898.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of
Static And Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic
Ankle Instability. Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De
Jesus-Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And

198
Vertical Jump Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning
Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests
In High School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of
Sports Physical Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And
Agility Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength &
Conditioning Journal.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial
Rotation On Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E.
2010. Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second
Anterior Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And
Return To Sport. The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance
Test As A Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players.
Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Recondo, J. A., Salvador, E., Villanúa, J. A., Barrera, M. C., Gervás, C. & Alústiza, J. M. 2000.
Lateral Stabilizing Structures Of The Knee: Functional Anatomy And Injuries Assessed
With Mr Imaging. Radiographics, 20, S91-S102.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A
Critically Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20,
4-12.
Roach, C. J., Haley, C. A., Cameron, K. L., Pallis, M., Svoboda, S. J. & Owens, B. D. 2014. The
Epidemiology Of Medial Collateral Ligament Sprains In Young Athletes. The American
Journal Of Sports Medicine, 42, 1103-1109.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology.
Springer.

199
Steffen, K., Emery, C. A., Romiti, M., Kang, J., Bizzini, M., Dvorak, J., Finch, C. F. &
Meeuwisse, W. H. 2013. High Adherence To A Neuromuscular Injury Prevention
Programme (Fifa 11+) Improves Functional Balance And Reduces Injury Risk In
Canadian Youth Female Football Players: A Cluster Randomised Trial. Br J Sports Med,
Bjsports-2012-091886.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis
Translating Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint
Disorders & Orthopaedic Sports Medicine, 1, 202-213.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive
Training On Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective
Randomised Study. Journal Of Sports Sciences, 33, 831-840.

200
Sprain Ligamen Krusiatum Anterior (ACL)
1. Judul :
A. Kode ICD
844.2
B. Kode ICF
b7151, b7101, b7301, b7401, b770, s75011, d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Sprain anterior cruciate ligament adalah robeknya dan putusnya ligamen anterior
cruciate ligament pada sendi lutut yang menghubungkan tulang tibia dan tulang femur.
Anterior cruciate ligament adalah salah satu ligament pada sendi lutut yang sering
bermasalah pada atlit yang menggunakan kaki sebagai tumpuan utama (Vavken and
Murray, 2013).
B. Insidensi dan prevalensi
Insidensi cedera Anterior cruciate ligament pada populasi penduduk secara umum di
Amerika Serikat 1:3000, dimana secara gender wanita lebih banyak 2 – 8 kali
dibandingkan laki laki. Dan lebih banyak dialami pada populasi atlit olahraga sekitar
80.000 sampai 250.000 setiap tahun (Mall et al., 2014)
C. Patologi dan patologi fungsional
Atlit dengan cedera anterior cruciate ligament sering dideskripsikan dengan suara
popping, diikuti nyeri langsung dan bengkak pada lutut. Adanya rasa tidak stabil pada
lutut dan juga disertai dengan terbatasnya dalam partisipasi pada aktivitas. Cedera
anterior cruciate ligament terjadi akibat kontak langsung dengan tungkai bawah dan
berputar dengan tekanan tertentu hingga menyebabkan kerobekan. Cedera traumatik
hanya mengakibatkan 30% dari cedera anterior cruciate ligament. Sedangkan cedera non
traumatik sebesar 70% yang teruama terjadi selama deselerasi dari ekstremitas bawah
dengan otot quadricep kontraksi maximal dan lutut dalam keadaan ekstensi penuh. Pada
cedera non traumatik , tekanan pada anterior cruciate ligament mirip dengan yang terjadi
dengan cedera traumatik. Ketika lutut dalam keadaan ekstensi penuh , kontraksi
quadricep meningkatkan tekanan pada anterior cruciate ligament. Hamstring, sebagai

201
penstabil posterior, mengalami minimal kontraksi selama terjadinya cedera (Agel et al.,
2016, Vavken and Murray, 2013).

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Pertanyaan untuk mengertahui apakah adanya trauma baik langsung maupun tidak
langsung pada sendi lutut pada saat gerakan hiper ekstensi dan terdengar suara
popping dan diikuti oleh terjadinya kondisi oedema.
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Anterior Drawer Test
b. Lachmann Test
c. Pivot Shift Test
d. MRI
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut
b. Lingkup gerak sendi
c. Keseimbangan
d. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
aa. VAS/NRS q. VAS/NRS m. Tes kekuatan 1 q. 1 leg Vertical
bb. Antropometrik r. Antropometrik RM (McNair et Jump
cc. Lingkup gerak s. Simetris Gerak al., 2011, r. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
dd. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,

202
ee. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et n. Star Excursion s. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee t. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., t. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) o. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno et 2017, Melam et
al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan robeknya
anterior cruciate ligament dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi dan
fungsi otot pola gerak jalan dan lari koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga

203
F. Prognosis fungsional
1. Derajat 1: 4 minggu
2. Derajat 2: 5 minggu-3 bulan
3. Derajat 3 : 3 bulan – 12 bulan
4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Kompres es/cryotherapy (van den Bekerom et  Neuromuscular control of quadriceps
al., 2012)
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016) (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,

 Neuromuscular Electrical Stimulation 2015, Dimitrios et al., 2012, Biggs et

(NMES) (Hasegawa et al., 2011) al., 2009, Palmieri-Smith et al., 2008)

 Reactivation gluteus (Nadell, 2013,  Latihan quadricep Closed Chain dan

Saggin and Dejour, 2015) open Chain (Tagesson et al., 2008,

 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015, Yabroudi and Irrgang, 2013)

Regelski et al., 2015)  Ltihan kekuatan hamstring (Lorenz and

 Latihan quadriceps (Malliaras et al., Reiman, 2011, Kruse et al., 2012)

2015, Dimitrios et al., 2012)  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan

 Latihan Keseimbangan (Emery et al., quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,

2015, Steffen et al., 2013, Wright et al., Dimitrios et al., 2012)

2008)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et

 Active ROM al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)


 Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
López et al., 2017)
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
 Latihan Keseimbangan (Emery et al.,
2015, Steffen et al., 2013, Wright et al.,
2008)

204
 Active ROM

Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., Vriend et al., 2016)
2015, Steffen et al., 2013)  Latihan spesifik olahraga (Van
Grinsven et al., 2010, Brukner, 2012)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi
5. Referensi

Agel, J., Rockwood, T. & Klossner, D. 2016. Collegiate Acl Injury Rates Across 15 Sports:
National Collegiate Athletic Association Injury Surveillance System Data Update (2004-
2005 Through 2012-2013). Clinical Journal Of Sport Medicine, 26, 518-523.
Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016.
Lower-Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With
Patellofemoral Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Biggs, A., Jenkins, W. L., Urch, S. E. & Shelbourne, K. D. 2009. Rehabilitation For Patients
Following Acl Reconstruction: A Knee Symmetry Model. North American Journal Of
Sports Physical Therapy : Najspt, 4, 2-12.
Brukner, P. 2012. Brukner & Khan's Clinical Sports Medicine, Mcgraw-Hill North Ryde.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A
Global Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.

205
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee
Evaluation Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury
And Osteoarthritis Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee
Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring
Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western Ontario And Mcmaster Universities
Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars), And Tegner Activity Score
(Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton,
C. J. 2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International
Patellofemoral Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical
Interventions (Exercise, Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions).
Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap
On Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee
Osteoarthritis: A Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training
With Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar
Tendinopathy. A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Emery, C. A., Roy, T.-O., Whittaker, J. L., Nettel-Aguirre, A. & Van Mechelen, W. 2015.
Neuromuscular Training Injury Prevention Strategies In Youth Sport: A Systematic
Review And Meta-Analysis. Br J Sports Med, 49, 865-870.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría,
J. L., Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry
Needling Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized
Parallel-Group Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation
During Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability.
Pm&R, 6, 602-611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility
And Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess
Dynamic Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A
Literature And Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower
Extremity Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle
Instability. Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training
Protocols To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A
Randomized Controlled Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current
Orthopaedic Practice, 28, 58-65.
Hasegawa, S., Kobayashi, M., Arai, R., Tamaki, A., Nakamura, T. & Moritani, T. 2011. Effect
Of Early Implementation Of Electrical Muscle Stimulation To Prevent Muscle Atrophy

206
And Weakness In Patients After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Journal Of
Electromyography And Kinesiology, 21, 622-630.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-
Friendly Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review
Of Measurement Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip,
Thigh, Foot And Ankle Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49,
649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med,
33, 553-566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility
Performance And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science &
Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor
And Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian
Journal Of Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-
Training Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–
Guided Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain
Syndrome: A Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy,
44, 391-B1.
Kruse, L., Gray, B. & Wright, R. 2012. Rehabilitation After Anterior Cruciate Ligament
Reconstruction: A Systematic Review. The Journal Of Bone And Joint Surgery.
American Volume, 94, 1737.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle
Rehabilitation Is Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-
Analysis. Br J Sports Med, Bjsports-2015-094723.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N.
2013. Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For
The Assessment Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee
Arthroplasty. Journal Of Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Lorenz, D. & Reiman, M. 2011. The Role And Implementation Of Eccentric Training In Athletic
Rehabilitation: Tendinopathy, Hamstring Strains, And Acl Reconstruction. International
Journal Of Sports Physical Therapy, 6, 27.
Mall, N. A., Chalmers, P. N., Moric, M., Tanaka, M. J., Cole, B. J., Bach Jr, B. R. & Paletta Jr,
G. A. 2014. Incidence And Trends Of Anterior Cruciate Ligament Reconstruction In The
United States. The American Journal Of Sports Medicine, 42, 2363-2370.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis,
Load Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 45, 887-898.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.

207
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of
Static And Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic
Ankle Instability. Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De
Jesus-Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And
Vertical Jump Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning
Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests
In High School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of
Sports Physical Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And
Agility Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength &
Conditioning Journal.
Palmieri-Smith, R. M., Thomas, A. C. & Wojtys, E. M. 2008. Maximizing Quadriceps Strength
After Acl Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 27, 405-424.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial
Rotation On Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E.
2010. Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second
Anterior Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And
Return To Sport. The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance
Test As A Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players.
Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A
Critically Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20,
4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology.
Springer.
Steffen, K., Emery, C. A., Romiti, M., Kang, J., Bizzini, M., Dvorak, J., Finch, C. F. &
Meeuwisse, W. H. 2013. High Adherence To A Neuromuscular Injury Prevention
Programme (Fifa 11+) Improves Functional Balance And Reduces Injury Risk In
Canadian Youth Female Football Players: A Cluster Randomised Trial. Br J Sports Med,
Bjsports-2012-091886.
Tagesson, S., Öberg, B., Good, L. & Kvist, J. 2008. A Comprehensive Rehabilitation Program
With Quadriceps Strengthening In Closed Versus Open Kinetic Chain Exercise In
Patients With Anterior Cruciate Ligament Deficiency: A Randomized Clinical Trial
Evaluating Dynamic Tibial Translation And Muscle Function. The American Journal Of
Sports Medicine, 36, 298-307.
Van Den Bekerom, M. P. J., Struijs, P. A. A., Blankevoort, L., Welling, L., Van Dijk, C. N. &
Kerkhoffs, G. M. M. J. 2012. What Is The Evidence For Rest, Ice, Compression, And
Elevation Therapy In The Treatment Of Ankle Sprains In Adults? Journal Of Athletic
Training, 47, 435-443.

208
Van Grinsven, S., Van Cingel, R., Holla, C. & Van Loon, C. 2010. Evidence-Based
Rehabilitation Following Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Knee Surgery,
Sports Traumatology, Arthroscopy, 18, 1128-1144.
Vavken, P. & Murray, M. M. 2013. Acl Injury Epidemiology. The Acl Handbook. Springer.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis
Translating Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint
Disorders & Orthopaedic Sports Medicine, 1, 202-213.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive
Training On Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective
Randomised Study. Journal Of Sports Sciences, 33, 831-840.
Wright, R. W., Preston, E., Fleming, B. C., Amendola, A., Andrish, J. T., Bergfeld, J. A., Dunn,
W. R., Kaeding, C., Kuhn, J. E. & Marx, R. G. 2008. A Systematic Review Of Anterior
Cruciate Ligament Reconstruction Rehabilitation–Part I: Continuous Passive Motion,
Early Weight Bearing, Postoperative Bracing, And Home-Based Rehabilitation. The
Journal Of Knee Surgery, 21, 217-224.
Yabroudi, M. A. & Irrgang, J. J. 2013. Rehabilitation And Return To Play After Anatomic
Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 32, 165-175.

209
Sprain Ligamen Krusiatum Posterior (PCL)
1. Judul : Sprain Ligamen Krusiatum Posterior
A. Kode ICD
844.2
B. Kode ICF
b7151, b7101, b7301, b7401, b770, s75011, d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Sprain posterior cruciate ligament adalah cedera yang terjadi akibat adanya kesalahan
dalam menumpu dan mendarat menggunakan sendi lutut saat berolahraga. Namun,
mekanisme yang paling umum dari Sprain Posterior cruciate ligament adalah
dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor. Hal ini biasanya disebut dashboard injury
akibat membentur tibia ke dashboard setelah berhenti mendadak atau dampak
mendorong tibia posterior ketika lutut fleksi (BROPHY, 2016, Seon et al., 2017)
B. Insidensi dan prevalensi
Rasio kejadian cedera PCL pada pria dan wanita 66,7% berbanding 33,3%. Sprain PCL
sering terjadi dalam cabang olahraga sepak bola 13,1% (Owesen et al., 2017, Okazaki et
al., 2015).
C. Patologi dan patologi fungsional
Pasien dengan cedera posterior cruciate ligament sering disebabkan oleh trauma
langsung pada bagian proksimal tibia dengan kaki dalam keadaan plantar fleksi dan juga
bisa disebabkan tekanan langsung dari arah bawah ke arah tungkai atas dengan lutut
dalam keadaan hiperfleksi. Cedera hiperekstensi parah sering dikaitkan dengan posterior
cruciate ligament dan cedera posterior capsules Setelah robeknya anterior cruciate
ligament (ACL). cedera posterior cruciate ligament sering disertai eksternal rotasi sendi
lutut dan posteromedial varus, trauma langsung menyebabkan antara gerak varus dan
eksternal rotasi sendi lutut mengalami ketidak stabilan (Giffin et al., 2007, Li et al., 2008,
Owesen et al., 2017).

210
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Pertanyaan untuk mengertahui apakah adanya trauma baik langsung maupun tidak
langsung pada sendi lutut pada saat gerakan hiper fleksi dan diikuti oleh terjadinya
kondisi oedema dan apakah ada kondisi gerak berhenti mendadak pada sendi lutut
yang mengakibatkan terdorongnya tibia ke arah posterior ketika posisi sendi lutut ke
arah fleksi.
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Posterior Drawer Test
b. MRI
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Bengkak
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut
b. Lingkup gerak sendi
c. Keseimbangan
d. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
ff. VAS/NRS u. VAS/NRS p. Tes kekuatan 1 u. 1 leg Vertical
gg. Antropometrik v. Antropometrik RM (McNair et Jump
hh. Lingkup gerak w. Simetris Gerak al., 2011, v. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
ii. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
jj. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et q. Star Excursion w. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,

211
Committeee x. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., x. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) r. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno et 2017, Melam et
al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan robeknya
anterior cruciate ligament dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi dan
fungsi otot pola gerak jalan dan lari koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga
F. Prognosis fungsional
1. Derajat 1: 4 minggu
2. Derajat 2: 5 minggu-3 bulan
3. Derajat 3 : 3 bulan – 12 bulan

212
4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Kompres es/cryotherapy (van den  Neuromuscular control of quadriceps
Bekerom et al., 2012) (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016) 2015, Dimitrios et al., 2012, Biggs et
 Neuromuscular Electrical Stimulation al., 2009, Palmieri-Smith et al., 2008)
(NMES) (Hasegawa et al., 2011)  Latihan quadricep Closed Chain dan
 Reactivation gluteus (Nadell, 2013, open Chain (Tagesson et al., 2008,
Saggin and Dejour, 2015) Yabroudi and Irrgang, 2013,
 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015, Cavanaugh et al., 2015, Lynch et al.,
Regelski et al., 2015) 2017)

 Latihan quadriceps (Malliaras et al.,  Latihan kekuatan hamstring (Lorenz


2015, Dimitrios et al., 2012) and Reiman, 2011, Kruse et al., 2012)

 Latihan Keseimbangan (Emery et al.,  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan


2015, Steffen et al., 2013, Wright et al., quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,
2008) Dimitrios et al., 2012)

 Active ROM  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et


al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
 Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
López et al., 2017)
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
 Latihan Keseimbangan (Emery et al.,
2015, Steffen et al., 2013, Wright et al.,
2008, Puh et al., 2014)
 Active ROM

213
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016, Saha et al., 2015) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., Vriend et al., 2016)
2015, Steffen et al., 2013)  Latihan spesifik olahraga (Van
Grinsven et al., 2010, Brukner, 2012)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi
5. Referensi
Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016. Lower-
Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With Patellofemoral
Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Biggs, A., Jenkins, W. L., Urch, S. E. & Shelbourne, K. D. 2009. Rehabilitation For Patients Following
Acl Reconstruction: A Knee Symmetry Model. North American Journal Of Sports Physical
Therapy : Najspt, 4, 2-12.
Brophy, R. H. 2016. Australian Football Injuries. Sports Medicine.
Brukner, P. 2012. Brukner & Khan's Clinical Sports Medicine, Mcgraw-Hill North Ryde.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A Global
Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.
Cavanaugh, J. T., Saldivar, A. & Marx, R. G. 2015. Postoperative Rehabilitation After Posterior Cruciate
Ligament Reconstruction And Combined Posterior Cruciate Ligament Reconstruction-Posterior
Lateral Corner Surgery. Operative Techniques In Sports Medicine, 23, 372-384.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee Evaluation
Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury And Osteoarthritis
Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee Outcome Survey Activities Of
Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western

214
Ontario And Mcmaster Universities Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars),
And Tegner Activity Score (Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton, C. J.
2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International Patellofemoral
Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical Interventions (Exercise,
Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions). Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap On
Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee Osteoarthritis: A
Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training With
Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar Tendinopathy.
A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Emery, C. A., Roy, T.-O., Whittaker, J. L., Nettel-Aguirre, A. & Van Mechelen, W. 2015. Neuromuscular
Training Injury Prevention Strategies In Youth Sport: A Systematic Review And Meta-Analysis.
Br J Sports Med, 49, 865-870.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría, J. L.,
Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry Needling
Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized Parallel-Group
Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation During
Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability. Pm&R, 6, 602-
611.
Giffin, J. R., Stabile, K. J., Zantop, T., Vogrin, T. M., Woo, S. L. & Harner, C. D. 2007. Importance Of
Tibial Slope For Stability Of The Posterior Cruciate Ligament—Deficient Knee. The American
Journal Of Sports Medicine, 35, 1443-1449.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility And
Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess Dynamic
Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A Literature And
Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower Extremity
Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle Instability.
Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training Protocols
To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A Randomized Controlled
Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current Orthopaedic
Practice, 28, 58-65.
Hasegawa, S., Kobayashi, M., Arai, R., Tamaki, A., Nakamura, T. & Moritani, T. 2011. Effect Of Early
Implementation Of Electrical Muscle Stimulation To Prevent Muscle Atrophy And Weakness In
Patients After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Journal Of Electromyography And
Kinesiology, 21, 622-630.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-Friendly
Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review Of Measurement
Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip, Thigh, Foot And Ankle
Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49, 649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med, 33, 553-
566.

215
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility Performance
And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science & Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor And
Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian Journal Of
Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-Training
Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–Guided
Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain Syndrome: A
Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 44, 391-B1.
Kruse, L., Gray, B. & Wright, R. 2012. Rehabilitation After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction:
A Systematic Review. The Journal Of Bone And Joint Surgery. American Volume, 94, 1737.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle Rehabilitation Is
Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-Analysis. Br J Sports Med,
Bjsports-2015-094723.
Li, G., Papannagari, R., Li, M., Bingham, J., Nha, K. W., Allred, D. & Gill, T. 2008. Effect Of Posterior
Cruciate Ligament Deficiency On In Vivo Translation And Rotation Of The Knee During
Weightbearing Flexion. The American Journal Of Sports Medicine, 36, 474-479.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N. 2013.
Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For The Assessment
Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee Arthroplasty. Journal Of
Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Lorenz, D. & Reiman, M. 2011. The Role And Implementation Of Eccentric Training In Athletic
Rehabilitation: Tendinopathy, Hamstring Strains, And Acl Reconstruction. International Journal
Of Sports Physical Therapy, 6, 27.
Lynch, A. D., Chmielewski, T., Bailey, L., Stuart, M., Cooper, J., Coady, C., Sgroi, T., Owens, J.,
Schenck, R. & Whelan, D. 2017. Current Concepts And Controversies In Rehabilitation After
Surgery For Multiple Ligament Knee Injury. Current Reviews In Musculoskeletal Medicine, 10,
328-345.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis, Load
Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of Orthopaedic & Sports
Physical Therapy, 45, 887-898.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of Static And
Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic Ankle Instability.
Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De Jesus-
Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And Vertical Jump
Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests In High
School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of Sports Physical
Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And Agility
Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength & Conditioning Journal.
Okazaki, K., Takayama, Y., Osaki, K., Matsuo, Y., Mizu-Uchi, H., Hamai, S., Honda, H. & Iwamoto, Y.
2015. Subclinical Cartilage Degeneration In Young Athletes With Posterior Cruciate Ligament

216
Injuries Detected With T1ρ Magnetic Resonance Imaging Mapping. Knee Surgery, Sports
Traumatology, Arthroscopy, 23, 3094-3100.
Owesen, C., Sandven-Thrane, S., Lind, M., Forssblad, M., Granan, L.-P. & Årøen, A. 2017.
Epidemiology Of Surgically Treated Posterior Cruciate Ligament Injuries In Scandinavia. Knee
Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy, 25, 2384-2391.
Palmieri-Smith, R. M., Thomas, A. C. & Wojtys, E. M. 2008. Maximizing Quadriceps Strength After Acl
Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 27, 405-424.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial Rotation On
Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E. 2010.
Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second Anterior
Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And Return To Sport.
The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance Test As A
Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players. Journal Of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Puh, U., Majcen, N., Hlebš, S. & Rugelj, D. 2014. Effects Of Wii Balance Board Exercises On Balance
After Posterior Cruciate Ligament Reconstruction. Knee Surgery, Sports Traumatology,
Arthroscopy, 22, 1124-1130.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A Critically
Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20, 4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology. Springer.
Saha, S., Adhya, B., Dhillon, M. & Saini, A. 2015. A Study On The Role Of Proprioceptive Training In
Non Operative Acl Injury Rehabilitation. Quadriceps Femoris Strength Training: Effect Of
Neuromuscular Electrical Stimulation Vs Isometric Exercise In Osteoarthritis Of Knee, 9, 3232.
Seon, J., Lee, D., Yeo, J. & Song, E. 2017. Comparison Of Function And Stability Between Conservative
Treatment And Reconstruction For Isolated Posterior Cruciate Ligament Injury. Asia-Pacific
Journal Of Sports Medicine, Arthroscopy, Rehabilitation And Technology, 9, 50.
Steffen, K., Emery, C. A., Romiti, M., Kang, J., Bizzini, M., Dvorak, J., Finch, C. F. & Meeuwisse, W. H.
2013. High Adherence To A Neuromuscular Injury Prevention Programme (Fifa 11+) Improves
Functional Balance And Reduces Injury Risk In Canadian Youth Female Football Players: A
Cluster Randomised Trial. Br J Sports Med, Bjsports-2012-091886.
Tagesson, S., Öberg, B., Good, L. & Kvist, J. 2008. A Comprehensive Rehabilitation Program With
Quadriceps Strengthening In Closed Versus Open Kinetic Chain Exercise In Patients With
Anterior Cruciate Ligament Deficiency: A Randomized Clinical Trial Evaluating Dynamic Tibial
Translation And Muscle Function. The American Journal Of Sports Medicine, 36, 298-307.
Van Den Bekerom, M. P. J., Struijs, P. A. A., Blankevoort, L., Welling, L., Van Dijk, C. N. & Kerkhoffs,
G. M. M. J. 2012. What Is The Evidence For Rest, Ice, Compression, And Elevation Therapy In
The Treatment Of Ankle Sprains In Adults? Journal Of Athletic Training, 47, 435-443.
Van Grinsven, S., Van Cingel, R., Holla, C. & Van Loon, C. 2010. Evidence-Based Rehabilitation
Following Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Knee Surgery, Sports Traumatology,
Arthroscopy, 18, 1128-1144.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis Translating
Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint Disorders & Orthopaedic
Sports Medicine, 1, 202-213.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive Training On
Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective Randomised Study. Journal
Of Sports Sciences, 33, 831-840.

217
Wright, R. W., Preston, E., Fleming, B. C., Amendola, A., Andrish, J. T., Bergfeld, J. A., Dunn, W. R.,
Kaeding, C., Kuhn, J. E. & Marx, R. G. 2008. A Systematic Review Of Anterior Cruciate
Ligament Reconstruction Rehabilitation–Part I: Continuous Passive Motion, Early Weight
Bearing, Postoperative Bracing, And Home-Based Rehabilitation. The Journal Of Knee Surgery,
21, 217-224.
Yabroudi, M. A. & Irrgang, J. J. 2013. Rehabilitation And Return To Play After Anatomic Anterior
Cruciate Ligament Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 32, 165-175.

218
Cedera Meniskus

1. Judul : Cedera Meniskus


A. Kode ICD
717
B. Kode ICF
S75011, B28016, B7101, B7151, B7301, B7401, B770, D9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Cedera meniscus juga dikenal dengan robeknya bantalan lutut yang berperan sebagai
peredam tekanan pada sendi lutut. Biasanya disebabkan oleh gerakan twisting pada sendi
lutut dalam posisi fleksi pada saat kaki menumpu (Mitchell et al., 2016, Katz et al., 2013)
B. Insidensi Dan Prevalensi
Cidera meniscus lebih banyak ditemui pada sepak bola (19%), gulat (13%) dan rugby
(9%) dan latihan militer sebanyak 5%. Berdasarkan letaknya, meniscus tear lateral
memiliki insidensi paling besar yakni 70% sedangkan meniscus tear medial sebesar 30%
(Masini et al., 2015, Mitchell et al., 2016)
D. Patologi Dan Patologi Fungsional
Gerakan twisting atau memutar secara cepat pada saat posisi lutut fleksi dengan kaki
menumpu sehingga menimbulkan pembebanan dan gesekan pada bantalan lutut yang
menyebabkan terjaninya luka pada bantalan sendi lutut atau meniscus (Beals et al., 2016,
Khan et al., 2014)
3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Atlet mengeluhkan nyeri setelah melakukan gerakan merubah arah secara cepat
pada saat bero.
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Mc murray test.

219
b. Thessaly test
c. MRI
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
b. Sendi lutut mengunci 30o
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik
b. Lingkup gerak sendi
c. Keseimbangan
d. MMT
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
kk. VAS/NRS y. VAS/NRS s. Tes kekuatan 1 y. 1 leg Vertical
ll. Antropometrik z. Antropometrik RM (McNair et Jump
mm. Lingkup aa. Simetris Gerak al., 2011, z. HOP TEST(Myers
gerak sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
nn. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
oo. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et t. Star Excursion aa. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee bb. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., bb. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) u. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno 2017, Melam et
et al., 2010) al., 2016)

220
2. Outcome Measures return to sport
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan oleh
robeknya meniskus dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi, fungsi
otot, pola gerak jalan dan lari, dan koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga
F. Prognosis fungsional
1. Derajat Ringan 5-7 minggu
2. Derajat berat 2-3 bulan

4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Kompres es/cryotherapy (van den Bekerom et  Neuromuscular control of quadriceps
al., 2012)
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016) (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,

 Neuromuscular Electrical Stimulation 2015, Dimitrios et al., 2012, Biggs et

(NMES) (Hasegawa et al., 2011) al., 2009, Palmieri-Smith et al., 2008)

 Reactivation gluteus (Nadell, 2013,  Latihan quadricep Closed Chain dan

Saggin and Dejour, 2015) open Chain (Tagesson et al., 2008,

 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015, Yabroudi and Irrgang, 2013, Kise et al.,

221
Regelski et al., 2015) 2016, Stensrud et al., 2015)
 Latihan quadriceps (Malliaras et al.,  Ltihan kekuatan hamstring (Lorenz and
2015, Dimitrios et al., 2012, Lepley et Reiman, 2011, Kruse et al., 2012)
al., 2015, Kise et al., 2016)  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,
2015, Steffen et al., 2013, Wright et al., Dimitrios et al., 2012)
2008)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et
 Active ROM al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
 Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
López et al., 2017)
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
 Latihan Keseimbangan (Emery et al.,
2015, Steffen et al., 2013, Wright et al.,
2008, Feehan et al., 2017)
 Active ROM
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., Vriend et al., 2016)
2015, Steffen et al., 2013)  Latihan spesifik olahraga (Van
Grinsven et al., 2010, Brukner, 2012)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan

222
c. Manual Terapi

5. Referensi
Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016. Lower-
Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With Patellofemoral
Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Beals, C. T., Magnussen, R. A., Graham, W. C. & Flanigan, D. C. 2016. The Prevalence Of Meniscal
Pathology In Asymptomatic Athletes. Sports Medicine, 46, 1517-1524.
Biggs, A., Jenkins, W. L., Urch, S. E. & Shelbourne, K. D. 2009. Rehabilitation For Patients Following
Acl Reconstruction: A Knee Symmetry Model. North American Journal Of Sports Physical
Therapy : Najspt, 4, 2-12.
Brukner, P. 2012. Brukner & Khan's Clinical Sports Medicine, Mcgraw-Hill North Ryde.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A Global
Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee Evaluation
Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury And Osteoarthritis
Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee Outcome Survey Activities Of
Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western
Ontario And Mcmaster Universities Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars),
And Tegner Activity Score (Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton, C. J.
2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International Patellofemoral
Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical Interventions (Exercise,
Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions). Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap On
Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee Osteoarthritis: A
Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training With
Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar Tendinopathy.
A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Emery, C. A., Roy, T.-O., Whittaker, J. L., Nettel-Aguirre, A. & Van Mechelen, W. 2015. Neuromuscular
Training Injury Prevention Strategies In Youth Sport: A Systematic Review And Meta-Analysis.
Br J Sports Med, 49, 865-870.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría, J. L.,
Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry Needling
Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized Parallel-Group
Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feehan, J., Macfarlane, C. & Vaughan, B. 2017. Conservative Management Of A Traumatic Meniscal
Injury Utilising Osteopathy And Exercise Rehabilitation: A Case Report. Complementary
Therapies In Medicine.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation During
Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability. Pm&R, 6, 602-
611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility And
Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess Dynamic
Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A Literature And
Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.

223
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower Extremity
Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle Instability.
Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training Protocols
To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A Randomized Controlled
Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current Orthopaedic
Practice, 28, 58-65.
Hasegawa, S., Kobayashi, M., Arai, R., Tamaki, A., Nakamura, T. & Moritani, T. 2011. Effect Of Early
Implementation Of Electrical Muscle Stimulation To Prevent Muscle Atrophy And Weakness In
Patients After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Journal Of Electromyography And
Kinesiology, 21, 622-630.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-Friendly
Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review Of Measurement
Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip, Thigh, Foot And Ankle
Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49, 649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med, 33, 553-
566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility Performance
And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science & Medicine, 14, 864.
Katz, J. N., Brophy, R. H., Chaisson, C. E., De Chaves, L., Cole, B. J., Dahm, D. L., Donnell-Fink, L. A.,
Guermazi, A., Haas, A. K. & Jones, M. H. 2013. Surgery Versus Physical Therapy For A
Meniscal Tear And Osteoarthritis. New England Journal Of Medicine, 368, 1675-1684.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor And
Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian Journal Of
Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-Training
Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Khan, M., Evaniew, N., Bedi, A., Ayeni, O. R. & Bhandari, M. 2014. Arthroscopic Surgery For
Degenerative Tears Of The Meniscus: A Systematic Review And Meta-Analysis. Canadian
Medical Association Journal, 186, 1057-1064.
Kise, N. J., Risberg, M. A., Stensrud, S., Ranstam, J., Engebretsen, L. & Roos, E. M. 2016. Exercise
Therapy Versus Arthroscopic Partial Meniscectomy For Degenerative Meniscal Tear In Middle
Aged Patients: Randomised Controlled Trial With Two Year Follow-Up. Bmj, 354, I3740.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–Guided
Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain Syndrome: A
Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 44, 391-B1.
Kruse, L., Gray, B. & Wright, R. 2012. Rehabilitation After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction:
A Systematic Review. The Journal Of Bone And Joint Surgery. American Volume, 94, 1737.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle Rehabilitation Is
Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-Analysis. Br J Sports Med,
Bjsports-2015-094723.
Lepley, L. K., Wojtys, E. M. & Palmieri-Smith, R. M. 2015. Does Concomitant Meniscectomy Or
Meniscal Repair Affect The Recovery Of Quadriceps Function Post-Acl Reconstruction? Knee
Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy, 23, 2756-2761.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N. 2013.
Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For The Assessment
Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee Arthroplasty. Journal Of
Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.

224
Lorenz, D. & Reiman, M. 2011. The Role And Implementation Of Eccentric Training In Athletic
Rehabilitation: Tendinopathy, Hamstring Strains, And Acl Reconstruction. International Journal
Of Sports Physical Therapy, 6, 27.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis, Load
Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of Orthopaedic & Sports
Physical Therapy, 45, 887-898.
Masini, B. D., Dickens, J. F., Tucker, C. J., Cameron, K. L., Svoboda, S. J. & Owens, B. D. 2015.
Epidemiology Of Isolated Meniscus Tears In Young Athletes. Orthopaedic Journal Of Sports
Medicine, 3, 2325967115s00107.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of Static And
Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic Ankle Instability.
Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De Jesus-
Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And Vertical Jump
Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning Research, 27, 1370-1377.
Mitchell, J., Graham, W., Best, T. M., Collins, C., Currie, D. W., Comstock, R. D. & Flanigan, D. C.
2016. Epidemiology Of Meniscal Injuries In Us High School Athletes Between 2007 And 2013.
Knee Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy, 24, 715-722.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests In High
School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of Sports Physical
Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And Agility
Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength & Conditioning Journal.
Palmieri-Smith, R. M., Thomas, A. C. & Wojtys, E. M. 2008. Maximizing Quadriceps Strength After Acl
Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 27, 405-424.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial Rotation On
Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E. 2010.
Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second Anterior
Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And Return To Sport.
The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance Test As A
Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players. Journal Of Orthopaedic
& Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A Critically
Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20, 4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology. Springer.
Steffen, K., Emery, C. A., Romiti, M., Kang, J., Bizzini, M., Dvorak, J., Finch, C. F. & Meeuwisse, W. H.
2013. High Adherence To A Neuromuscular Injury Prevention Programme (Fifa 11+) Improves
Functional Balance And Reduces Injury Risk In Canadian Youth Female Football Players: A
Cluster Randomised Trial. Br J Sports Med, Bjsports-2012-091886.
Stensrud, S., Risberg, M. A. & Roos, E. M. 2015. Effect Of Exercise Therapy Compared With
Arthroscopic Surgery On Knee Muscle Strength And Functional Performance In Middle-Aged
Patients With Degenerative Meniscus Tears: A 3-Mo Follow-Up Of A Randomized Controlled
Trial. American Journal Of Physical Medicine & Rehabilitation, 94, 460-473.

225
Tagesson, S., Öberg, B., Good, L. & Kvist, J. 2008. A Comprehensive Rehabilitation Program With
Quadriceps Strengthening In Closed Versus Open Kinetic Chain Exercise In Patients With
Anterior Cruciate Ligament Deficiency: A Randomized Clinical Trial Evaluating Dynamic Tibial
Translation And Muscle Function. The American Journal Of Sports Medicine, 36, 298-307.
Van Den Bekerom, M. P. J., Struijs, P. A. A., Blankevoort, L., Welling, L., Van Dijk, C. N. & Kerkhoffs,
G. M. M. J. 2012. What Is The Evidence For Rest, Ice, Compression, And Elevation Therapy In
The Treatment Of Ankle Sprains In Adults? Journal Of Athletic Training, 47, 435-443.
Van Grinsven, S., Van Cingel, R., Holla, C. & Van Loon, C. 2010. Evidence-Based Rehabilitation
Following Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Knee Surgery, Sports Traumatology,
Arthroscopy, 18, 1128-1144.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis Translating
Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint Disorders & Orthopaedic
Sports Medicine, 1, 202-213.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive Training On
Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective Randomised Study. Journal
Of Sports Sciences, 33, 831-840.
Wright, R. W., Preston, E., Fleming, B. C., Amendola, A., Andrish, J. T., Bergfeld, J. A., Dunn, W. R.,
Kaeding, C., Kuhn, J. E. & Marx, R. G. 2008. A Systematic Review Of Anterior Cruciate
Ligament Reconstruction Rehabilitation–Part I: Continuous Passive Motion, Early Weight
Bearing, Postoperative Bracing, And Home-Based Rehabilitation. The Journal Of Knee Surgery,
21, 217-224.
Yabroudi, M. A. & Irrgang, J. J. 2013. Rehabilitation And Return To Play After Anatomic Anterior
Cruciate Ligament Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 32, 165-175.

226
Cedera Cartilage Lutut
1. Judul : Cedera Cartilage Lutut
A. Kode ICD
717
B. Kode ICF
S75011, B28016, B7101, B7151, B7301, B7401, B770, D9201

2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Cedera kartilago adalah pecahnya jaringan kartilago atau tulang rawan yang diakibatkan
oleh benturan maupun gerakan beputar pada sendi lutut dalam posisi fleksi pada saat kaki
menumpu.
B. Insidensi Dan Prevalensi
Sampai saat ini, insidensi dan prevalensi pasti dari idera kartilago masih belum diketahui
berapa jumlah penderitanya. Di belanda, diperkirakan terdapat 3000 sampai 5000 pasien
per tahunnya (Windt 2016) Aspetar
E. Patologi Dan Patologi Fungsional
Gerakan twisting atau memutar secara cepat pada saat posisi lutut fleksi dengan kaki
menumpu sehingga menimbulkan pembebanan dan gesekan pada bantalan lutut yang
menyebabkan terjaninya luka pada bantalan sendi lutut atau meniskus

3. Pemeriksaan
A. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Atlet mengeluhkan sakit atau nyeri pada area lutut dan terkadang lutut terasa
mengunci.
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
a. Mc murray test.
b. Thessaly test
c. MRI
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
b. Sendi lutut mengunci 30o
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik

227
b. Lingkup gerak sendi
c. Keseimbangan
d. MMT
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
pp. VAS/NRS cc. VAS/NRS v. Tes kekuatan 1 cc. 1 leg Vertical
qq. Antropometrik dd. Antropometrik RM (McNair et Jump
rr. Lingkup gerak ee. Simetris Gerak al., 2011, dd. HOP TEST(Myers
sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
ss. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
tt. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et w. Star Excursion ee. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee ff. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., ff. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) x. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
jump test al., 2015,
(Menzel et al., Nimphius et al.,
2013, Paterno et 2017, Melam et
al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures return to sport


a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%

228
E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut yang diakibatkan oleh
rusaknya tulang rawan dengan penurunan mobilitas sendi, stabilitas sendi, fungsi
otot, pola gerak jalan dan lari, dan koordinasi pada aktivitas olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga
F. Prognosis fungsional
1. Prognosa baik setelah minimal 3 bulan

4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Kompres es/cryotherapy (van den Bekerom et  Neuromuscular control of quadriceps
al., 2012)
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016) (Kooiker et al., 2014, Malliaras et al.,

 Neuromuscular Electrical Stimulation 2015, Dimitrios et al., 2012, Biggs et

(NMES) (Hasegawa et al., 2011) al., 2009, Palmieri-Smith et al., 2008)

 Reactivation gluteus (Nadell, 2013,  Latihan quadricep Closed Chain dan

Saggin and Dejour, 2015) open Chain (Tagesson et al., 2008,

 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015, Yabroudi and Irrgang, 2013, Kise et al.,

Regelski et al., 2015) 2016, Stensrud et al., 2015)

 Latihan quadriceps (Malliaras et al.,  Ltihan kekuatan hamstring (Lorenz and

2015, Dimitrios et al., 2012, Lepley et Reiman, 2011, Kruse et al., 2012)

al., 2015, Kise et al., 2016)  Latihan Fleksibilitas Hamstring dan

 Latihan Keseimbangan (Emery et al., quadricep (Hrubes and Nicola, 2014,

2015, Steffen et al., 2013, Wright et al., Dimitrios et al., 2012)

2008)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et

 Active ROM al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)


 Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
López et al., 2017)

229
 Cardiovascular training(Keogh and
Winwood, 2017)
 Latihan Keseimbangan (Emery et al.,
2015, Steffen et al., 2013, Wright et al.,
2008, Feehan et al., 2017)
 Active ROM
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
 Latihan Keseimbangan (Emery et al., Vriend et al., 2016)
2015, Steffen et al., 2013)  Latihan spesifik olahraga (Van
Grinsven et al., 2010, Brukner, 2012)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi

5. Referensi

Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016.
Lower-Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With
Patellofemoral Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Biggs, A., Jenkins, W. L., Urch, S. E. & Shelbourne, K. D. 2009. Rehabilitation For Patients
Following Acl Reconstruction: A Knee Symmetry Model. North American Journal Of
Sports Physical Therapy : Najspt, 4, 2-12.
Brukner, P. 2012. Brukner & Khan's Clinical Sports Medicine, Mcgraw-Hill North Ryde.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A
Global Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee
Evaluation Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury

230
And Osteoarthritis Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee
Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring
Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western Ontario And Mcmaster Universities
Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars), And Tegner Activity Score
(Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton,
C. J. 2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International
Patellofemoral Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical
Interventions (Exercise, Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions).
Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap
On Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee
Osteoarthritis: A Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Dimitrios, S., Pantelis, M. & Kalliopi, S. 2012. Comparing The Effects Of Eccentric Training
With Eccentric Training And Static Stretching Exercises In The Treatment Of Patellar
Tendinopathy. A Controlled Clinical Trial. Clinical Rehabilitation, 26, 423-430.
Emery, C. A., Roy, T.-O., Whittaker, J. L., Nettel-Aguirre, A. & Van Mechelen, W. 2015.
Neuromuscular Training Injury Prevention Strategies In Youth Sport: A Systematic
Review And Meta-Analysis. Br J Sports Med, 49, 865-870.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría,
J. L., Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry
Needling Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized
Parallel-Group Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feehan, J., Macfarlane, C. & Vaughan, B. 2017. Conservative Management Of A Traumatic
Meniscal Injury Utilising Osteopathy And Exercise Rehabilitation: A Case Report.
Complementary Therapies In Medicine.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation
During Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability.
Pm&R, 6, 602-611.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility
And Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess
Dynamic Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A
Literature And Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower
Extremity Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle
Instability. Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training
Protocols To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A
Randomized Controlled Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current
Orthopaedic Practice, 28, 58-65.
Hasegawa, S., Kobayashi, M., Arai, R., Tamaki, A., Nakamura, T. & Moritani, T. 2011. Effect
Of Early Implementation Of Electrical Muscle Stimulation To Prevent Muscle Atrophy

231
And Weakness In Patients After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Journal Of
Electromyography And Kinesiology, 21, 622-630.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-
Friendly Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review
Of Measurement Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip,
Thigh, Foot And Ankle Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49,
649-656.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med,
33, 553-566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility
Performance And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science &
Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor
And Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian
Journal Of Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-
Training Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.
Kise, N. J., Risberg, M. A., Stensrud, S., Ranstam, J., Engebretsen, L. & Roos, E. M. 2016.
Exercise Therapy Versus Arthroscopic Partial Meniscectomy For Degenerative Meniscal
Tear In Middle Aged Patients: Randomised Controlled Trial With Two Year Follow-Up.
Bmj, 354, I3740.
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–
Guided Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain
Syndrome: A Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy,
44, 391-B1.
Kruse, L., Gray, B. & Wright, R. 2012. Rehabilitation After Anterior Cruciate Ligament
Reconstruction: A Systematic Review. The Journal Of Bone And Joint Surgery.
American Volume, 94, 1737.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle
Rehabilitation Is Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-
Analysis. Br J Sports Med, Bjsports-2015-094723.
Lepley, L. K., Wojtys, E. M. & Palmieri-Smith, R. M. 2015. Does Concomitant Meniscectomy
Or Meniscal Repair Affect The Recovery Of Quadriceps Function Post-Acl
Reconstruction? Knee Surgery, Sports Traumatology, Arthroscopy, 23, 2756-2761.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N.
2013. Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For
The Assessment Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee
Arthroplasty. Journal Of Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Lorenz, D. & Reiman, M. 2011. The Role And Implementation Of Eccentric Training In Athletic
Rehabilitation: Tendinopathy, Hamstring Strains, And Acl Reconstruction. International
Journal Of Sports Physical Therapy, 6, 27.
Malliaras, P., Cook, J., Purdam, C. & Rio, E. 2015. Patellar Tendinopathy: Clinical Diagnosis,
Load Management, And Advice For Challenging Case Presentations. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 45, 887-898.

232
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of
Static And Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic
Ankle Instability. Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De
Jesus-Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And
Vertical Jump Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning
Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests
In High School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of
Sports Physical Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And
Agility Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength &
Conditioning Journal.
Palmieri-Smith, R. M., Thomas, A. C. & Wojtys, E. M. 2008. Maximizing Quadriceps Strength
After Acl Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 27, 405-424.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial
Rotation On Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E.
2010. Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second
Anterior Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And
Return To Sport. The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance
Test As A Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players.
Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A
Critically Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20,
4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology.
Springer.
Steffen, K., Emery, C. A., Romiti, M., Kang, J., Bizzini, M., Dvorak, J., Finch, C. F. &
Meeuwisse, W. H. 2013. High Adherence To A Neuromuscular Injury Prevention
Programme (Fifa 11+) Improves Functional Balance And Reduces Injury Risk In
Canadian Youth Female Football Players: A Cluster Randomised Trial. Br J Sports Med,
Bjsports-2012-091886.
Stensrud, S., Risberg, M. A. & Roos, E. M. 2015. Effect Of Exercise Therapy Compared With
Arthroscopic Surgery On Knee Muscle Strength And Functional Performance In Middle-
Aged Patients With Degenerative Meniscus Tears: A 3-Mo Follow-Up Of A Randomized
Controlled Trial. American Journal Of Physical Medicine & Rehabilitation, 94, 460-473.
Tagesson, S., Öberg, B., Good, L. & Kvist, J. 2008. A Comprehensive Rehabilitation Program
With Quadriceps Strengthening In Closed Versus Open Kinetic Chain Exercise In

233
Patients With Anterior Cruciate Ligament Deficiency: A Randomized Clinical Trial
Evaluating Dynamic Tibial Translation And Muscle Function. The American Journal Of
Sports Medicine, 36, 298-307.
Van Den Bekerom, M. P. J., Struijs, P. A. A., Blankevoort, L., Welling, L., Van Dijk, C. N. &
Kerkhoffs, G. M. M. J. 2012. What Is The Evidence For Rest, Ice, Compression, And
Elevation Therapy In The Treatment Of Ankle Sprains In Adults? Journal Of Athletic
Training, 47, 435-443.
Van Grinsven, S., Van Cingel, R., Holla, C. & Van Loon, C. 2010. Evidence-Based
Rehabilitation Following Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Knee Surgery,
Sports Traumatology, Arthroscopy, 18, 1128-1144.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis
Translating Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint
Disorders & Orthopaedic Sports Medicine, 1, 202-213.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive
Training On Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective
Randomised Study. Journal Of Sports Sciences, 33, 831-840.
Wright, R. W., Preston, E., Fleming, B. C., Amendola, A., Andrish, J. T., Bergfeld, J. A., Dunn,
W. R., Kaeding, C., Kuhn, J. E. & Marx, R. G. 2008. A Systematic Review Of Anterior
Cruciate Ligament Reconstruction Rehabilitation–Part I: Continuous Passive Motion,
Early Weight Bearing, Postoperative Bracing, And Home-Based Rehabilitation. The
Journal Of Knee Surgery, 21, 217-224.
Yabroudi, M. A. & Irrgang, J. J. 2013. Rehabilitation And Return To Play After Anatomic
Anterior Cruciate Ligament Reconstruction. Clinics In Sports Medicine, 32, 165-175.

234
Illiotibial Band Friction Syndrome (ITBFS)
1. Judul : Illiotibial Band Friction Syndrome
A. Kode ICD
728.89
B. Kode ICF
S75008, b7101, b7151,b7300, B7350 b7401,b770,d9201
2. Kondisi Kesehatan
A. Pengertian
Gejala Illiotibial band syndrome dapat dirasakan pada sisi luar lutut tepatnya pada sisi
lateral lutut pada daerah epicondylus femur / tonjolan tulang paha akibat tendinitis
illiotibial band. Nyeri biasanya timbul saat aktivitas berlari dimulai dan nyeri bertambah
hebat bila aktivitas lari terus dilanjutkan. Nyeri akan berkurang bila posisi istirahat dan
nyeri akan timbul kembali bila memulai aktvitas berlari (Foch and Milner, 2014).
B. Insidensi dan prevalensi
Illiotibial band syndrome didokumentasikan angka kejadian yang tinggi mencapai 22,2%
dari total insiden pada ekstremitas bawah pada atlit lari. Illiotibial band syndrome juga
diidentifikasi pada atlit sepeda sebesar 15% dari seluruh cedera overuse pada regio sendi
lutut (Baker and Fredericson, 2016)
C. Patologi dan patologi fungsional
Illiotibial band syndrome terjadi akibat fleksi sendi lutut repetitif (termasuk pelari),
Illiotibial band syndrome repetitif bergeser terlalu kedepan dan kebelakang melebihi
lateral femoral condyle, menyebabkan friction dan inflamasi dari Illiotibial band
(Noehren et al., 2014, Louw and Deary, 2014) .
3. Pemeriksaan
C. Anamnesis
1. Pembuktian Hipotesa Patologi Dan Patologi Fungsional
Pertanyaan untuk mengetahui apakah adanya nyeri disisi luar sendi lutut terutama
pada daerah epicondylus femur, apakah nyeri timbul saat dilakukan aktivitas.

235
B. Pemeriksaan klinis
1. Evidence Base Clinical Practise
Ober Test
C. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
a. Bengkak
2. Pemeriksaan Fisik Berdasarkan Bukti
a. Antropometrik lingkar sendi lutut dan quadricep
b. Stabilitas patela
c. Lingkup gerak sendi
d. Keseimbangan
e. Kekuatan otot
D. Evaluasi
1. Pengukuran Objektif
Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
uu. VAS/NRS gg. VAS/NRS y. Tes kekuatan 1 gg. 1 leg Vertical
vv. Antropometrik hh. Antropometrik RM (McNair et Jump
ww. Lingkup ii. Simetris Gerak al., 2011, hh. HOP TEST(Myers
gerak sendi Fungsional Lienhard et al., et al., 2014,
xx. MMT (Cabral et al., 2013, Menzel et Hegedus et al.,
yy. International 2016, al., 2013) 2015)
Knee Demirbüken et z. Star Excursion ii. T-TEST DRILL
Documentation al., 2016) Balance Test (Jeffriess et al.,
Committeee jj. Stork test(Melam (SEBT)(Plisky 2015, Nimphius et
(IKDC) 2000 et al., 2016) et al., 2006, al., 2017)
(Collins et al., Gribble et al., jj. HEXAGONAL
2011, Hart et al., 2012) TEST
2017) aa. 2 leg Vertical DRILL(Jeffriess et
zz. VISA-P Score jump test al., 2015,
(Hernandez- (Menzel et al., Nimphius et al.,
Sanchez et al., 2013, Paterno et 2017, Melam et

236
2012) al., 2010) al., 2016)

2. Outcome Measures
a. Tidak ada nyeri
b. KEKUATAN OTOT MINIMUM 95%
c. HOPTEST MINIMUM 95%
d. KESEIMBANGAN DINAMIS (SEBT) 95%

E. Diagnosa Fisioterapi
1. Berdasarkan ICF komplemen terhadap ICD
Adanya gangguan gerak dan fungsi pada sendi lutut sisi lateral epicondylus
femoral akibat adanya tendinitis illiotibial dengan penurunan mobilitas sendi,
stabilitas sendi dan fungsi tendon, pola gerak jalan dan lari, koordinasi pada aktivitas
olahraga.
2. Problema aktual dan potensial yang dijumpai
a. Bengkak
b. Rasa nyeri
c. Penurunan fungsi olahraga
F. Prognosis fungsional
a. Tingkat ringan : 5 minggu - 7 minggu
b. Tingkat berat (operatif) : + 6 bulan
4. Intervensi
A. ICF target (Body Functional and Body Structure impairment target,
disability target, dan enviromental target)
Fase 1: Fase 2:
Terapi : Terapi :
 Taping (Wild et al., 2016, Campbell  Neuromuscular control of quadriceps
and Valier, 2016) (Kooiker et al., 2014)
 Mobilisasi patela (Crossley et al., 2016)  Latihan Fleksibilitas Hamstring
 Reactivation gluteus (Nadell, 2013, (Hrubes and Nicola, 2014)

237
Saggin and Dejour, 2015)  Latihan Fleksibilitas IT- Band (Park et
 Latihan otot sendi hip(Lack et al., 2015, al., 2016, Gomaa and Zaky, 2015)
Regelski et al., 2015)  Latihan Kekuatan Sendi Ankle (Espí-
 Latihan quadriceps (Kooiker et al., López et al., 2017)
2014)  Cardiovascular training(Keogh and
 Active ROM Winwood, 2017)
Fase 3 Fase 4
Terapi: Terapi :
 Latihan Quadriceps progresiv  Latihan Gerak Fungsional Dasar
 Endurance training Olahraga (Hale et al., 2014, Feger et al.,
 Flexibility exercise 2014, Hall et al., 2015)
 Proprioceptive exercise(Araújo et al.,  Latihan Plyometric dan kelincahan
2016) (Keles et al., 2014, Winter et al., 2015,
Vriend et al., 2016)

B. Modalitas yang direkomendasikan


a. Elektroterapi (Faradic Underpreassure, NMES, Ultrasound, & Cryotherapy)
b. Terapi Latihan
c. Manual Terapi

5. Referensi

Araújo, C. G. A., Shirabe, N., Shigaki, L., Macedo, C. S. G., Pereira, C. & Da Silva, R. A. 2016.
Lower-Limb Muscle Activation During Five Sensory-Motor Exercises In Women With
Patellofemoral Pain Syndrome. Physical Therapy In Sport, 18, E4.
Baker, R. L. & Fredericson, M. 2016. Iliotibial Band Syndrome In Runners. Physical Medicine
And Rehabilitation Clinics, 27, 53-77.
Cabral, S., Resende, R. A., Clansey, A. C., Deluzio, K. J., Selbie, W. S. & Veloso, A. P. 2016. A
Global Gait Asymmetry Index. Journal Of Applied Biomechanics, 32, 171-177.

238
Campbell, S. A. & Valier, A. R. 2016. The Effect Of Kinesio Taping On Anterior Knee Pain
Consistent With Patellofemoral Pain Syndrome: A Critically Appraised Topic. Journal
Of Sport Rehabilitation, 25, 288-293.
Collins, N. J., Misra, D., Felson, D. T., Crossley, K. M. & Roos, E. M. 2011. Measures Of Knee
Function: International Knee Documentation Committee (Ikdc) Subjective Knee
Evaluation Form, Knee Injury And Osteoarthritis Outcome Score (Koos), Knee Injury
And Osteoarthritis Outcome Score Physical Function Short Form (Koos‐ Ps), Knee
Outcome Survey Activities Of Daily Living Scale (Kos‐ Adl), Lysholm Knee Scoring
Scale, Oxford Knee Score (Oks), Western Ontario And Mcmaster Universities
Osteoarthritis Index (Womac), Activity Rating Scale (Ars), And Tegner Activity Score
(Tas). Arthritis Care & Research, 63.
Crossley, K. M., Van Middelkoop, M., Callaghan, M. J., Collins, N. J., Rathleff, M. S. & Barton,
C. J. 2016. 2016 Patellofemoral Pain Consensus Statement From The 4th International
Patellofemoral Pain Research Retreat, Manchester. Part 2: Recommended Physical
Interventions (Exercise, Taping, Bracing, Foot Orthoses And Combined Interventions).
Br J Sports Med, 50, 844-852.
Demirbüken, İ., Özyürek, S. & Angın, S. 2016. The Immediate Effect Of Patellar Tendon Strap
On Weight-Bearing Asymmetry During Squatting In Patients With Unilateral Knee
Osteoarthritis: A Pilot Study. Prosthetics And Orthotics International, 40, 682-688.
Espí-López, G. V., Serra-Añó, P., Vicent-Ferrando, J., Sánchez-Moreno-Giner, M., Arias-Buría,
J. L., Cleland, J. & Fernández-De-Las-Peñas, C. 2017. Effectiveness Of Inclusion Of Dry
Needling Into A Multimodal Therapy Program For Patellofemoral Pain: A Randomized
Parallel-Group Trial. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 1-43.
Feger, M. A., Donovan, L., Hart, J. M. & Hertel, J. 2014. Lower Extremity Muscle Activation
During Functional Exercises In Patients With And Without Chronic Ankle Instability.
Pm&R, 6, 602-611.
Foch, E. & Milner, C. E. 2014. The Influence Of Iliotibial Band Syndrome History On Running
Biomechanics Examined Via Principal Components Analysis. Journal Of Biomechanics,
47, 81-86.
Gomaa, E. F. & Zaky, L. A. 2015. Effect Of Iliotibial Band Myofascial Release On Flexibility
And Patellar Alignment In Patients With Knee Osteoarthritis. J. Adv. Res., 3, 399-410.

239
Gribble, P. A., Hertel, J. & Plisky, P. 2012. Using The Star Excursion Balance Test To Assess
Dynamic Postural-Control Deficits And Outcomes In Lower Extremity Injury: A
Literature And Systematic Review. Journal Of Athletic Training, 47, 339-357.
Hale, S. A., Fergus, A., Axmacher, R. & Kiser, K. 2014. Bilateral Improvements In Lower
Extremity Function After Unilateral Balance Training In Individuals With Chronic Ankle
Instability. Journal Of Athletic Training, 49, 181-191.
Hall, E. A., Docherty, C. L., Simon, J., Kingma, J. J. & Klossner, J. C. 2015. Strength-Training
Protocols To Improve Deficits In Participants With Chronic Ankle Instability: A
Randomized Controlled Trial. Journal Of Athletic Training, 50, 36-44.
Hart, R., Safi, A., Jajtner, P., Puskeiler, M., Hartová, P. & Komzák, M. 2017. Tibiofemoral
Chondromalacia Treated With Platelet-Rich Plasma And Hyaluronic Acid. Current
Orthopaedic Practice, 28, 58-65.
Hegedus, E. J., Mcdonough, S. M., Bleakley, C., Baxter, D. & Cook, C. E. 2015. Clinician-
Friendly Lower Extremity Physical Performance Tests In Athletes: A Systematic Review
Of Measurement Properties And Correlation With Injury. Part 2—The Tests For The Hip,
Thigh, Foot And Ankle Including The Star Excursion Balance Test. Br J Sports Med, 49,
649-656.
Hernandez-Sanchez, S., Hidalgo, M. D. & Gomez, A. 2012. Responsiveness Of The Visa-P
Scale For Patellar Tendinopathy In Athletes. Br J Sports Med, Bjsports-2012-091163.
Hrubes, M. & Nicola, T. L. 2014. Rehabilitation Of The Patellofemoral Joint. Clin Sports Med,
33, 553-566.
Jeffriess, M. D., Schultz, A. B., Mcgann, T. S., Callaghan, S. J. & Lockie, R. G. 2015. Effects Of
Preventative Ankle Taping On Planned Change-Of-Direction And Reactive Agility
Performance And Ankle Muscle Activity In Basketballers. Journal Of Sports Science &
Medicine, 14, 864.
Keles, S., Sekir, U., Gur, H. & Akova, B. 2014. Eccentric/Concentric Training Of Ankle Evertor
And Dorsiflexors In Recreational Athletes: Muscle Latency And Strength. Scandinavian
Journal Of Medicine & Science In Sports, 24.
Keogh, J. W. & Winwood, P. W. 2017. The Epidemiology Of Injuries Across The Weight-
Training Sports. Sports Medicine, 47, 479-501.

240
Kooiker, L., Van De Port, I. G., Weir, A. & Moen, M. H. 2014. Effects Of Physical Therapist–
Guided Quadriceps-Strengthening Exercises For The Treatment Of Patellofemoral Pain
Syndrome: A Systematic Review. Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy,
44, 391-B1.
Lack, S., Barton, C., Sohan, O., Crossley, K. & Morrissey, D. 2015. Proximal Muscle
Rehabilitation Is Effective For Patellofemoral Pain: A Systematic Review With Meta-
Analysis. Br J Sports Med, Bjsports-2015-094723.
Lienhard, K., Lauermann, S., Schneider, D., Item-Glatthorn, J., Casartelli, N. & Maffiuletti, N.
2013. Validity And Reliability Of Isometric, Isokinetic And Isoinertial Modalities For
The Assessment Of Quadriceps Muscle Strength In Patients With Total Knee
Arthroplasty. Journal Of Electromyography And Kinesiology, 23, 1283-1288.
Louw, M. & Deary, C. 2014. The Biomechanical Variables Involved In The Aetiology Of
Iliotibial Band Syndrome In Distance Runners–A Systematic Review Of The Literature.
Physical Therapy In Sport, 15, 64-75.
Mcnair, P. J., Colvin, M. & Reid, D. 2011. Predicting Maximal Strength Of Quadriceps From
Submaximal Performance In Individuals With Knee Joint Osteoarthritis. Arthritis Care &
Research, 63, 216-222.
Melam, G. R., Alhusaini, A. A., Perumal, V., Buragadda, S. & Kaur, K. 2016. Comparison Of
Static And Dynamic Balance Between Football And Basketball Players With Chronic
Ankle Instability. Saudi Journal Of Sports Medicine, 16, 199.
Menzel, H.-J., Chagas, M. H., Szmuchrowski, L. A., Araujo, S. R., De Andrade, A. G. & De
Jesus-Moraleida, F. R. 2013. Analysis Of Lower Limb Asymmetries By Isokinetic And
Vertical Jump Tests In Soccer Players. The Journal Of Strength & Conditioning
Research, 27, 1370-1377.
Myers, B. A., Jenkins, W. L., Killian, C. & Rundquist, P. 2014. Normative Data For Hop Tests
In High School And Collegiate Basketball And Soccer Players. International Journal Of
Sports Physical Therapy, 9, 596-603.
Nadell, R. S. 2013. The Effects Of Different Warm-Up Modalities On Gluteus Medius Activation,
University Of Rhode Island.

241
Nimphius, S., Callaghan, S. J., Bezodis, N. E. & Lockie, R. G. 2017. Change Of Direction And
Agility Tests: Challenging Our Current Measures Of Performance. Strength &
Conditioning Journal.
Noehren, B., Schmitz, A., Hempel, R., Westlake, C. & Black, W. 2014. Assessment Of Strength,
Flexibility, And Running Mechanics In Men With Iliotibial Band Syndrome. Journal Of
Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 44, 217-222.
Park, J.-H., Kang, S.-Y., Choung, S.-D., Jeon, H.-S. & Kwon, O.-Y. 2016. Effects Of Tibial
Rotation On Ober's Test And Patellar Tracking. The Knee, 23, 600-603.
Paterno, M. V., Schmitt, L. C., Ford, K. R., Rauh, M. J., Myer, G. D., Huang, B. & Hewett, T. E.
2010. Biomechanical Measures During Landing And Postural Stability Predict Second
Anterior Cruciate Ligament Injury After Anterior Cruciate Ligament Reconstruction And
Return To Sport. The American Journal Of Sports Medicine, 38, 1968-1978.
Plisky, P. J., Rauh, M. J., Kaminski, T. W. & Underwood, F. B. 2006. Star Excursion Balance
Test As A Predictor Of Lower Extremity Injury In High School Basketball Players.
Journal Of Orthopaedic & Sports Physical Therapy, 36, 911-919.
Regelski, C. L., Ford, B. L. & Hoch, M. C. 2015. Hip Strengthening Compared With Quadriceps
Strengthening In Conservative Treatment Of Patients With Patellofemoral Pain: A
Critically Appraised Topic. International Journal Of Athletic Therapy And Training, 20,
4-12.
Saggin, P. R. F. & Dejour, D. 2015. Anterior Knee Pain In Football. Football Traumatology.
Springer.
Vriend, I., Gouttebarge, V., Van Mechelen, W. & Verhagen, E. 2016. Neuromuscular Training Is
Effective To Prevent Ankle Sprains In A Sporting Population: A Meta-Analysis
Translating Evidence Into Optimal Prevention Strategies. Journal Of Isakos: Joint
Disorders & Orthopaedic Sports Medicine, 1, 202-213.
Wild, C. Y., Hickey, A. & Hall, T. 2016. The Effect Of The Mulligan Knee Taping Technique
On Patellofemoral Pain And Lower Limb Biomechanics: Response. The American
Journal Of Sports Medicine, 44, Np39-Np40.
Winter, T., Beck, H., Walther, A., Zwipp, H. & Rein, S. 2015. Influence Of A Proprioceptive
Training On Functional Ankle Stability In Young Speed Skaters–A Prospective
Randomised Study. Journal Of Sports Sciences, 33, 831-840.

242

Anda mungkin juga menyukai