Anda di halaman 1dari 10

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/337781872

FRAMEWORK INDIKATOR PERTANIAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA


(Framework of Agricultural Sustainability Indicators)

Preprint · December 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.20905.54885

CITATIONS READS

0 3,701

1 author:

Muhammad Fajar
Universitas Padjadjaran
112 PUBLICATIONS   47 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Indikator Official View project

New Method View project

All content following this page was uploaded by Muhammad Fajar on 06 December 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


FRAMEWORK INDIKATOR PERTANIAN BERKELANJUTAN DI
INDONESIA
(Framework of Agricultural Sustainability Indicators)

Muhammad Fajar
1
Badan Pusat Statistik

Email: mfajar@bps.go.id

ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah memberikan kerangka pembentukan indikator pertanian berkelanjutan di
Indonesia. Sumber data yang diperlukan untuk membentuk indikator tersebut berasal dari data instansi
terkait yang tersaji secara agregat tingkat wilayah tertentu. Pembentukan indikator pertanian
berkelanjutan menggunakan metode indeks komposit dengan mencakup dimensi sosial, ekonomi dan
ekologi.

Kata kunci: pertanian, indikator, berkelanjutan

ABSTRACT
The research objective is to provide a framework for the reconstruction of agricultural sustainability
indicators in Indonesia. The data source needed to form the indicator comes from the relevant agency
data presented in the aggregate at a certain regional level. The recontruction of agricultural sustainability
indicators uses the composite indices method by including social, economic and ecological dimensions.

Keywords: agriculture, indicator, sustainability

Pendahuluan
Rata-rata kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia selama periode 2014 –
2018 berada 13,25%, hal ini jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata kontribusi sektor industri
pengolahan yang mencapai 20,52%. Sedangkan, ditinjau dari sisi produksinya, kecenderungan
indeks produksi sektor pertanian meningkat selama periode 2014 – 2018. Namun, ukuran
kontribusi dan indeks produksi hanya mencerminkan dimensi ekonomi dari pertanian dan tidak
mencerminkan “berkelanjutan” pertanian.
140
136.35

130
125.51
121.94 122.56
120 118.95

110

100

90
2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 1. Perkembangan Indeks Produksi Pertanian


Konsep keberlanjutan merupakan konsep multidimensional yang tidak dapat diukur secara
tidak langsung. Konsep ini harus mencakup bukan hanya ekonomi tapi juga lingkungan dan
sosial yang saling terjalin dan keseimbangan diantara ketiganya. Konsep ini diterapkan dalam
bidang pertanian menjadi pertanian berkelanjutan. Konsep “pertanian berkelanjutan” adalah
keduanya ambisius dan ambigu, karena berbagai faktor mempengaruhi pencapaian dan
penilaian. Konsep ini memiliki komponen yang berbeda, atribut, dan indikator pada skala yang
berbeda juga meliputi interaksi yang kompleks di antara lingkungan, ekonomi, dan masyarakat
(Roy dan Chan, 2012). Meskipun demikian, banyak para ahli telah berupaya melakukan
pengukuran konsep pertanian berkelanjutan ke dalam set indikator yang menjadi tiga bagian,
yaitu: (1) indikator ekonomi, (2) indikator sosial, dan (3) indikator ekologi atau lingkungan,
dimana setiap indikatornya tersusun atas variabel-variabel yang bersesuaian (Smith dan Mc-
Donald, 1998; Chen, 2000; Zhen dan Routray, 2003; Saifia dan Drake, 2008; Guttenstein et
al.,2010; Gómez Limón dan Riesgo, 2009; Gómez Limón dan Sanchez Fernandez, 2010).
Di Indonesia, indikator di bidang pertanian yang berorientasi pada level nasional tersaji pada
publikasi Indikator Pertanian (BPS) namun hanya berorientasi ekonomi dan tidak melibatkan
dimensi sosial dan ekologis didalamnya. Selanjutnya, Waney et al. (2014) mengusulkan
beberapa indikator untuk mengukur pertanian berkelanjutan di Indonesia,namun hanya pada
level petani. Oleh sebab itu, dalam paper ini penulis mengusulkan dan memetakan data-data
yang tersedia pada instansi terkait untuk membentuk indikator pertanian berkelanjutan
berdasarkan tiga dimensi (ekonomi, sosial, dan ekologi) secara level nasional dan perumusan
metode indikator tersebut ke dalam sebuah angka tunggal.

Konsep dan Definisi Pertanian Berkelanjutan


Pertanian keberlanjutan tidak memilki makna tunggal (Gómez Limón dan Riesgo, 2009).
Menurut Pretty (1995) bahwa konsep pertanian berkelanjutan telah menyebar luas pada tahun
1980-an dan setidaknya terdapat sekitar 70 definisi dalam literatur mengenai pertanian
berkelanjutan. Perbedaannya terletak pada nilai, prioritas dan tujuannya. Sebagaimana Hansen
(1996) menyatakan bahwa ada kesepakatan ilmiah yang luas dalam mempertimbangkan
keberlanjutan pertanian sebagai kemampuan sistem pertanian untuk memenuhi tuntutan yang
berbeda seiring perubahan zaman. Namun, definisi keberlanjutan ini memiliki beberapa kesulitan
yang membatasi penggunaannya secara empiris di dunia nyata. Pertama, berhubungan dengan
sifat temporal alamiah dari keberlanjutan. Memang, makna keberlanjutan ini terkait dengan
pemeliharaan kapasitas produksi dan memiliki nilai praktis yang kecil sehingga tidak layak
melakukan eksperimen jangka panjang. Kedua, kesulitan mengidentifikasi tuntutan yang harus
dipenuhi oleh sektor pertanian jika ingin dianggap berkelanjutan. Keberlanjutan dapat diartikan
sebagai konsep sosial yang dapat dimodifikasi dalam merespon persyaratan masyarakat. Dengan
demikian, konsep keberlanjutan harus dianggap spesifik untuk waktu dan tempat. Kedua
kesulitan tersebut membatasi kegunaan konsep pertanian berkelanjutan sebagai kriteria untuk
menuntun dan mengarahkan pembangunan pertanian.
Karena pertanian diberbagai wilayah dan negara memiliki karakteristik khas yang berbeda-
beda sehingga hal demikian dicakup dalam konsep pertanian berkelanjutan. Bowers (1995)
berpendapat bahwa di negara-negara maju, isu utama keberlanjutan adalah diversifikasi yang
hilang pada komoditas terbatas dan kepuasan kelompok aktivis lingkungan, terutama berkenaan
dengan kehilangan besar nutrisi pada tanah dan jumlah pestisida yang saat ini digunakan.
Sementara, Di negara-negara berkembang, fokus pertaniannya adalah mempertahankan
produksi pangan, sambil menjaga basis sumber daya yang mendasarinya.
Yunlong dan Smit (1994) menyatakan konsep pertanian keberlanjutan sebagai perwujudan
tiga dimensi utama: lingkungan, ekonomi dan sosial yang bergunan untuk menghindari kesulitan
yang sebelumnya dibahas. Dengan demikian, konsep pertanian berkelanjutan dapat diasumsikan
sebagai sistem pertanian yang terjadi timbal balik antara tujuan ekonomi, seperti pertumbuhan
pendapatan atau ekonomi makro stabilitas. Tujuan sosial, seperti kesetaraan atau penutup
kebutuhan dasar, dan tujuan ekologis, seperti perlindungan ekosistem atau regenerasi sumber
daya alam, mencapai nilai yang dapat diterima bagi masyarakat secara keseluruhan (Hediger,
1999; Stoorvogel et al., 2004). Atas pendekatan tersebut dapat dibuat kriteria operasional untuk

2
mengukur pertanian berkelanjutan, dengan menggunakan set indikator yang mencakup tiga
dimensi tersebut.

Pengukuran Pertanian Berkelanjutan


Untuk mengukur pertanian berkelanjutan, maka diperlukan set indikator yang terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu indikator ekonomi, sosial, dan ekologi. Masing-masing indikator terdiri
atas variabel-variabel yang mencerminkan dan berkaitan dengan tujuannya. Walker dan Reuter
(1996) membagi indikator pertanian berkelanjutan ke dalam dua jenis: indikator kondisi dan
indikator tren. Indikator kondisi adalah indikator yang menentukan keadaan sistem relatif
terhadap keadaan yang diinginkan, atau yang dapat digunakan untuk menilai kondisi lingkungan.
Indikator tren adalah indikator yang mengukur perubahan sistem, atau digunakan untuk
memantau tren dalam series waktu. Jenis indikator ini dapat digunakan untuk mendeteksi tren
perkembangan historis.
Para akademisi telah banyak meneliti mengenai pembentukan set indikator untuk mengukur
pertanian berkelanjutan. Penentuan dan pemilihan beberapa indikator yang tepat akan berefek
pada akurasi dan presisi pengukuran konsep dan sebagai gambaran representatif mengenai
pertanian berkelanjutan. Jumlah variabel yang sedikit dalam membentuk indikator atau berfokus
pada indikator tertentu menyebabkan indikator gabungan menjadi tidak sensitif dan kurang
representatif. Namun sebaliknya, jika terlalu banyak variabel atau indikator, maka menimbulkan
masalah pada pengumpulan data, validasi dan lain-lain. Sehingga penentuan dan penetapan set
indikator yang tepat merupakan masalah yang esensial.
Beikut ini disajikan tabel 1 berisi ringkasan pembentukan indikator pertanian berkelanjutan
dengan mecakup dimensi ekonomi, sosial, dan ekologi:

Tabel 1 Ringkasan Variabel-variabel Pembentukan Indikator Pertanian Berkelanjutan dari Beberapa


Penelitian
Sumber Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Ekologi
Smith and Mc- Biaya produksi, harga Akses ke sumber daya, Kemampuan lahan,
Donald (1998) produk, pendapatan keterampilan, keseimbangan nutrisi,
pertanian bersih pengetahuan, dan aktivitas biologis, erosi
kapasitas perencanaan tanah, penggunaan
petani, kesadaran pupuk/pestisida, efisiensi
petani penggunaan air
Chen (2000) Jumlah produksi Persediaan pangan per Penggunaan input
pertanian, produksi kapita, pajak eksternal, kualitas air
pangan per kapita, tanah/lahan pertanian, tanah, erosi tanah, nilai
pendapatan pertanian partisipasi dalam kerugian akibat bencana
bersih pengambilan keputusan per kapita, indeks
penanaman
Nambiar et al. Hasil produksi, Tingkat budaya, jumlah Keseimbangan nutrisi,
(2001) pendapatan per tenaga varietas/ternak, efisiensi penggunaan
kerja, output bersih riil organisme pupuk dan air irigasi, erosi
per unit tanah tanah, kadar garam, dan
kualitas tanah
Zhen and Routray Produktivitas tanaman, Kemandirian pangan, Jumlah pupuk, pestisida,
(2003) pendapatan pertanian kesetaraan, akses ke dan air yang digunakan,
bersih, rasio sumber daya dan kandungan unsur hara
keuntungan-biaya layanan pendukung, tanah, muka air tanah,
produksi, produksi pengetahuan dan efisiensi penggunaan air
tanaman sereal per kesadaran petani tanah, kandungan NO3
kapita dalam tanah and tanaman
van Calker et al. Profitabilitas Kondisi saat bekerja, Eutrofikasi
(2006) keamanan pangan, (eutrophication), polusi air
kesejahteraan dan tanah, dehidrasi tanah,
kesehatan binatang pemanasan global,
ternak dan kualitas pengasaman, eko-
lanscape toksisitas (ecotoxicity)
Qiu et al. (2007) Rasio energi fosil Indeks pembangunan Rasio air untuk irigasi
Sumber Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Ekologi
terhadap energi total, petani (indikator dalam pengisian ulang
rasio produks untuk komposit dari sumber daya air,
proses, rasio hasil kesehatan, tingkat konsentrasi NO dalam air
aktual terhadap hasil pendidikan, PDB per tanah, tingkat pencemaran
potensial kapita), rasio air permukaan, bahan
pendapatan pertanian organik tanah, rasio
per kapita dejecta yang digunakan
Saifia and Drake Ekonomi pertanian, Sistem nilai dan etika, Sistem ekologi dan
(2008) pengembangan permintaan pangan, degradasi lingkungan,
teknologi, pertanian keamanan pangan dan sumber daya alam, energi
tradisional aspek kesehatan, di luar dan di luar
keamanan dan pertanian, energi dan
distribusi makanan biomassa
Gómez-Limón and Total margin bruto, Tenaga kerja total, Keanekaragaman hayati,
Riesgo (2008) laba, subsidi publik, tenaga kerja musiman soil cover, penggunaan air,
kontribusi PDB Nitrogen dan
keseimbangan energi,
resiko pestisida
Dantsis et al. Nilai pertanian bruto Usia, tingkat Penggunaan pupuk dan
(2010) dan margin pertanian, pendidikan, aktivitas pestisida, konsumsi air
keanekaragaman majemuk dan irigasi, manajemen
tanaman, ukuran tanah banyaknya anggota pertanian, manajemen
kepemilikan, plot lahan keluarga petani dan agro-ekologi, mesin
pertanian, permesinan lapangan kerja pertanian, jenis pertanian
pertanian
Gómez Limón and Pendapatan, kontribusi lapangan kerja Ketergantungan ekonomi,
Sanchez- PDB pertanian terhadap pertanian, stabilitas area/plot, Soil cover
Fernandez (2010) PDB, lahan pertanian angkatan kerja, resiko (merujuk pada vegetasi
yang diasuransikan ditinggalkannya termasuk tanaman dan
aktivitas pertanian tanaman residu yang
berada pada permukaan
tanah), Keseimbangan
nitrogen, pestisida dan
energi, resiko pestisida,
penggunan air irigasi, area
bersubsidi
Gómez-Limón and Profitabilitas, Jumlah tenaga kerja, Varietas zaitun,
Riesgo (2010) perubahan profitabilitas produktivitas tenaga keanekaragaman hayati,
petani, indeks adaptasi, kerja, soil cover, risiko resiko pestisida,
nilai produksi, pengabaian pertanian, persentase lahan yang
perubahan penjualan keluarga dan pekerja ditanami tanaman,
produk pertanian, tetap, keanggotaan persentase lahan yang
pertambahan nilai keluarga yang menjadi tidak dapat ditanami,
pertanian, pendapatan, petani, klasifikasi tanah yang terkena erosi,
penggunaan pupuk minyak zaitun keseimbangan kandungan
materi organik, erosi,
nitrogen, dan energi,
penggunaan herbisida dan
penggunaan air irigasi
Guttenstein et al. Rasio pendapatan Status gizi, tingkat Penggunaan tanah dan air
(2010) pertanian per kapita, partisipasi penduduk permukaan,
integrasi sosial dan asli, rasio gender, rasio keanekaragaman,
keterhubungan, partisipasi dalam persentase lahan yang
keanekaragaman pendidikan, akses dan terkena proses
pertanian, volume kontrol terhadap lahan, penggurunan, emisi
barang dan jasa air dan karbondioksida
pertanian keanekaragaman hayati
Xavier A, et al. Ouput standar total per petani dengan sumber Intensitas sistem
(2018) pertanian, Ouput pendapatan lain, pertanian, Unit ternak per
standar total per penciptaan lapangan pemanfaatan lahan
hektar, luas lahan kerja pertanian, pertanian, peternakan

4
Sumber Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Ekologi
pertanian penuaan petani, dengan fasilitas
pendidikan dan penyimpanan kedap air
pelatihan petani, dan dari effluents, proporsi
kesetaraan gender pertanian yang membakar
residu vegetal tanpa
menggunakan lagi

Kriteria Selection Indikator


Pembentuk indikator dalam hal ini perlu dipilih dengan cermat sehingga dapat menghasilkan
indikator objektif dan merefleksikan fenomena yang dimaksud. Beberapa kriteria pembentuk
indikator yang dapat dijadikan sebagai rambu-rambu antara lain: (1) mudah diukur (Zhen dan
Routray, 2003), (2) peka terhadap sistem (Zhen dan Routray, 2003), (3) responsif dengan cara
yang dapat diprediksi (Zhen dan Routray, 2003), (4) mampu memprediksi perubahan (Zhen dan
Routray, 2003), (5) mudah dijelaskan (Qiu et al., 2007), (6) memiliki biaya rendah (Qiu et al.,
2007), (7) sederhana dan tidak berulang (Qiu et al., 2007), dan (8) ketersediaan data/variabel
pada instansi terkait.

Usulan Variabel Pembentuk Indikator Pertanian Berkelanjutan


Dalam penelitian ini, penulis mengusulkan beberapa variabel pembentuk indikator pertanian
berkelanjutan di Indonesia dengan level nasional, yang mencakup tiga dimensi berdasarkan
kriteria pada bagian sebelumnya, berikut:
- Dimensi Ekonomi
Untuk mengukur dimensi ekonomi, penulis mengajukan variabel: (1) indeks produksi pertanian
adalah indeks yang mengukur kuantitas produk terpilih yang dihasilkan dari sektor pertanian.
Data indeks ini dihasilkan oleh BPS (melalui publikasi indikator pertanian) setiap tahunnya
dengan level penyajian agregat nasional. (2) kontribusi PDB pertanian adalah andil/persentase
PDB pertanian terhadap PDB. Data ini dihasilkan oleh BPS (melalui publikasi PDB lapangan
usaha) dengan level penyajian dari agregat kabupaten, provinsi dan nasional, dan (3) PDB
pertanian per petani adalah nilai tambah bruto sektor pertanian (agregasi nilai tambah bruto dari
subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan, kehutanan dan
penebangan kayu, dan jasa pertanian dan perburuan) dibagi jumlah penduduk yang bekerja di
sektor pertanian. Data PDB pertanian dan penduduk yang bekerja di sektor pertanian dihasilkan
oleh BPS (melalui publikasi PDB lapangan usaha dan hasil sakernas) dengan level penyajian
agregat kabupaten, provinsi, dan nasional.
- Dimensi Sosial
Untuk mengukur dimensi sosial, penulis mengajukan variabel: (1) Proporsi penduduk yang
bekerja di sektor pertanian. Data ini dihasilkan oleh BPS (melalui publikasi hasil survei angkatan
kerja nasional) setiap tahunnya dengan level penyajian agregat nasional, provinsi, dan
kabupaten. (2) Tingkat pendidikan petani diproksi dengan proporsi petani dengan pendidikan
tertinggi SD ke bawah. Data ini dapat diperoleh melalui survei sosial ekonomi nasional
(SUSENAS) yang dilaksanakan oleh BPS dengan level penyajian agregat nasional, provinsi, dan
kabupaten. (3) rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian, data ini bersumber dari
sensus pertanian, survei pertanian antar sensus, dan sakernas.
- Dimensi Ekologis
Untuk mengukur dimensi ekologis, penulis mengajukan variabel: (1) Rata-rata pestisida per
hektar yang digunakan oleh petani. (2) rata-rata pupuk kimia per hektar yang digunakan oleh
petani. Data rata-rata pestisida per hektar dan rata-rata pupuk kimia per hektar tersedia hanya
pada subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan namun survei 1 yang
menyediakan data tersebut tidak rutin tiap tahunnya. (3) indeks kualitas lingkungan hidup,

1
Survei struktur ongkos usaha tani yang dilakukan BPS setiap 3 tahun sekali untuk subsektor yang berbeda
indeks kualitas air, indeks kualitas udara, dan indeks kualitas tutupan lahan. Data indeks kualitas
lingkungan hidup, air, udara dan tutupan lahan dihasilkan oleh kementerian lingkungan hidup
dan kehutanan (melalui publikasi indeks kualitas lingkungan hidup) setiap tahunnya dengan level
penyajian agregat nasional dan provinsi.

Metode Pembentukan Indeks Komposit


Indikator pertanian berkelanjutan yang dimaksudkan oleh penulis haruslah berupa angka
tunggal dalam hal ini indeks komposit dengan level penyajiiannya agregat nasional. Oleh karena
itu, penulis menggunakan metode pembentukan indeks komposit. Semua variabel pada setiap
dimensi terlebih dahulu harus dinormalisasikan karena setiap variabel memiliki satuan berbeda
dan skala nilai yang berbeda pula:
Indeks Ekonomi

̃ ̃ ̃

dengan:
̃

̃ : indeks produksi pertanian hasil normalisasi


: indeks produksi pertanian
: nilai minimum indeks produksi pertanian
: nilai maksimum indeks produksi pertanian

̃ : kontribusi PDB Pertanian terhadap total PDB hasil normalisasi


: kontribusi PDB Pertanian terhadap total PDB
: nilai minimum kontribusi PDB Pertanian terhadap total PDB
: nilai maksimum kontribusi PDB Pertanian terhadap total PDB

̃ : PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang bekerja di sektor
Pertanian hasil normalisasi
: PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang bekerja di sektor
pertanian
: nilai minimum PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang
bekerja di sektor pertanian
: nilai maksimum PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang
bekerja di sektor pertanian

Indeks Sosial
̃ ̃ ̃

dengan:
̃

̃ : proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian hasil normalisasi


: proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian
: nilai minimum proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian
6
: nilai maksimum proporsi penduduk yang bekerja di sektor pertanian

̃ : proporsi petani dengan pendidikan tertinggi SD ke bawah hasil normalisasi


: proporsi petani dengan pendidikan tertinggi SD ke bawah
: nilai minimum proporsi petani dengan pendidikan tertinggi SD ke bawah
: nilai maksimum proporsi petani dengan pendidikan tertinggi SD ke bawah

̃ : Rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian hasil normalisasi


: Rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian
: nilai minimum rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian
: nilai maksimum rata-rata jumlah anggota rumah tangga pertanian

Indeks Ekologis

̃ ̃ ̃

dengan:
̃

̃ : Rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani hasil normalisasi
: Rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai minimum rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai maksimum rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani

̃ : Rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani hasil normalisasi
: Rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai minimum rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai maksimum rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani

̃ : indek kualitas lingkungan hidup hasil normalisasi


: indek kualitas lingkungan hidup
: nilai minimum indek kualitas lingkungan hidup
: nilai maksimum indek kualitas lingkungan hidup

Indeks Pertanian Berkelanjutan (IPB)

(√ )

Pengelompokan
Untuk melihat capaian IPB antar wilayah dapat dilihat melalui pengelompokkan IPB ke dalam
beberapa kategori, yaitu:
IPB rendah : IPB < 60
IPB sedang : 60 ≤ IPB < 70
IPB tinggi : 70 ≤ IPB < 80
IPB sangat tinggi: IPB ≥ 80

Diskusi dan Kesimpulan

Pada proses normalisasi variabel pembentuk indikator terdapat nilai maksimum dan
minimum. Diperlukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar nilai maksimum dan minimum
dari masing-masing variabel. Namun, penulis mengusulkan bahwa nilai maksimum dan minimum
dapat diketahui dengan melihat nilai empiris pada level data penyajian terendah. Misalkan data
indeks produksi pertanian terjadi sampai agregat provinsi tidak sampai wilayah kabupaten
sehingga nilai maksimum dan minimum diperoleh dari nilai indeks produksi pertanian dari 32
provinsi. Kemudian contoh lainnya lagi adalah PDB pertanian riil per kapita, dimana data tersebut
tersaji hingga level agregat kabupaten/kota, sehingga nilai maksimum dan minimum PDB riil
pertanian per kapita diperoleh dari PDB riil pertanian per kapita seluruh kabupaten/kota.
Selain pembentuk indeks komposit dengan cara seperti pada persamaan (13), dapat dijuga
dengan menggunakan analisis komponen utama. Metode analisis komponen utama
mensyaratkan bentuk hubungan linier dan jumlah observasi data pada variabel harus sama
(berarti wilayah level ketersediaan data harus sama) padahal kedua hal tersebut dapat tidak
terpenuhi dalam pembentukan indikator ini.
Kemudian terdapat variabel indeks kualitas lingkungan hidup pada dimensi ekologis yang
mencerminkan kondisi lingkungan hidup akibat aktivitas pembangunan bukan hanya akibat dari
aktivitas pertanian semata. Namun, indeks ini sebagai proxy efek aktivitas pertanian terhadap
lingkungan mengingat ketidatersediaan data tentang efek tersebut. Lalu, penulis memasukkan
variabel indeks produksi pertanian yang berbeda dari penelitian sebelumnya, indeks produksi
pertanian merupakan indeks yang menggambarkan jumlah output yang dihasilkan dari sektor
pertanian.
Pengusulan variabel pembentukan indikator pertanian berkelanjutan yang diajukan penulis
untuk menghasilkan indikator kewilayahan yang berguna sebagai bahan pertimbangan untuk
pembuatan kebijakan di sektor pertanian. Variabel-variabel yang diusulkan penulis berdasarkan
adanya keterkaitan dimensinya, ketersediaan data, dan sensivitas dalam mennangkap konsep
yang dimaksud. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menerapkan hasil penelitian untuk
penghitungan indikator yang dimaksud, sehingga memberikan kondisi terukur mengenai
pertanian di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Bowers J. 1995. Sustainability, agriculture, and agricultural policy. Environment and Planning
27 (8): 1231–1243

Chen SK (2000) The establishment of evaluation and indices system for Chinese sustainable development.
World Environ 1:1–9

Dantsis T, Douma C et al (2010) A methodological approach to assess and compare the sustainability level
of agricultural plant production systems. Ecol Indic 10(2):256–263

Gómez Limón JA, Riesgo L (2008) Alternative approaches on constructing a composite indicator to
measure agricultural sustainability. Paper prepared for presentation at the 107th EAAE Seminar
‘‘Modeling of Agricultural and Rural Development Policies’’. Sevilla, Spain, January 29th–
February1st

Gómez Limón JA, Riesgo L (2009) Alternative approaches to the construction of a composite indicator of
agricultural sustainability: An application to irrigated agriculture in the Duero basin in Spain. Jour
of Environ Manag 90 (11):3345–3362

8
Gómez Limón JA, Riesgo L (2010) Sustainability assessment of olive grove in Andalusia: a methodological
proposal. Research report funded by the ministry of science and innovation and for the European
regional development fund through the research project SUSTENAGRI (AGL2009-12553-C02)

Gómez Limón JA, Sanchez-Fernandez G (2010) Empirical evaluation of agricultural sustainability using
composite indicators. Ecol Econ 69(5):1062–1075

Guttenstein E, Scialabba NEH, Loh J, Courville S (2010) A conceptual framework for progressing towards
sustainability in the agriculture and food sector, FAO—ISEAL Alliance discussion paper

Hansen J W (1996) Is agricultural sustainability a useful concept?. Agri Sys 50 (2): 117-143

Hediger W (1999) Reconciling ‘weak’ and ‘strong’ sustainability. Int J Soc Econ 26 (7/8/9): 1120–1143

Nambiar KKM, Gupta AP, Fu Q, Li S (2001) Biophysical, chemical and socio-economic indicators for
assessing agricultural sustainability in the Chinese coastal zone. Agric Ecosyst Environ 87(2):
209–214

Pretty N J (1995) Regenerating agriculture, policies and practices for sustainability and self-reliance.
Earthscan Publication Limited, London 320 (in Chinese)

Qiu H J, Zhu W B et al (2007) Analysis and Designof Agricultural Sustainability Indicators System. Agri
6(4): 475-486

Roy R, Chan N W (2012) An assessment of agricultural sustainability indicators in Bangladesh: review and
synthesis. Enviro 32 (1):99–110

Saifia B, Drake L (2008) A co-evolutionary model for promoting agricultural sustainability. Ecol Econ
65(1):24–34

Smith CS, Mc-Donald GT (1998) Assessing the sustainability at the planning stage. J Environ Manage
52(1):15–37

Stoorvogel J J, Antle J M et al (2004) The trade-off analysis model: integrated bio-physical and economic
modeling of agricultural production systems. Agricul Sys 80 (1): 43-66

Van Calker KJ, Romero C et al (2006) Development and application of a multi-attribute sustainability
function for Dutch dairy farming systems. Ecol Econ 57(4):640–658

Walker J, Reuter D J (1996) Indicators of catchment health: a technical perspective. CSIRO Publishing,
Melbourne, Australia, pp 174 (in Chinese)

Waney N F L, Soemarno et al (2014) Developing indicators of sustainable agriculture at farm level. IOSR
Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS) 7 (2): 42-53

Xaviera A, Freitas M D B C et al (2018) A regional composite indicator for analysing agricultural


sustainability in Portugal: A goal programming approach Ecol Indi 89: 84 – 100

Yunlong C, Smit B (1994) Sustainability in agriculture: a general review. Agric Ecosyst Environ 49
(2): 299 – 307

Zhen L, Routray J K (2003) Operational indicators for measuring agricultural sustainability in developing
countries. Environ Manage 32(1):34–46

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai