Indikator Pertanian Berkelanjutanrev
Indikator Pertanian Berkelanjutanrev
net/publication/337781872
CITATIONS READS
0 3,701
1 author:
Muhammad Fajar
Universitas Padjadjaran
112 PUBLICATIONS 47 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Muhammad Fajar on 06 December 2019.
Muhammad Fajar
1
Badan Pusat Statistik
Email: mfajar@bps.go.id
ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah memberikan kerangka pembentukan indikator pertanian berkelanjutan di
Indonesia. Sumber data yang diperlukan untuk membentuk indikator tersebut berasal dari data instansi
terkait yang tersaji secara agregat tingkat wilayah tertentu. Pembentukan indikator pertanian
berkelanjutan menggunakan metode indeks komposit dengan mencakup dimensi sosial, ekonomi dan
ekologi.
ABSTRACT
The research objective is to provide a framework for the reconstruction of agricultural sustainability
indicators in Indonesia. The data source needed to form the indicator comes from the relevant agency
data presented in the aggregate at a certain regional level. The recontruction of agricultural sustainability
indicators uses the composite indices method by including social, economic and ecological dimensions.
Pendahuluan
Rata-rata kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia selama periode 2014 –
2018 berada 13,25%, hal ini jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata kontribusi sektor industri
pengolahan yang mencapai 20,52%. Sedangkan, ditinjau dari sisi produksinya, kecenderungan
indeks produksi sektor pertanian meningkat selama periode 2014 – 2018. Namun, ukuran
kontribusi dan indeks produksi hanya mencerminkan dimensi ekonomi dari pertanian dan tidak
mencerminkan “berkelanjutan” pertanian.
140
136.35
130
125.51
121.94 122.56
120 118.95
110
100
90
2014 2015 2016 2017 2018
2
mengukur pertanian berkelanjutan, dengan menggunakan set indikator yang mencakup tiga
dimensi tersebut.
4
Sumber Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Dimensi Ekologi
pertanian penuaan petani, dengan fasilitas
pendidikan dan penyimpanan kedap air
pelatihan petani, dan dari effluents, proporsi
kesetaraan gender pertanian yang membakar
residu vegetal tanpa
menggunakan lagi
1
Survei struktur ongkos usaha tani yang dilakukan BPS setiap 3 tahun sekali untuk subsektor yang berbeda
indeks kualitas air, indeks kualitas udara, dan indeks kualitas tutupan lahan. Data indeks kualitas
lingkungan hidup, air, udara dan tutupan lahan dihasilkan oleh kementerian lingkungan hidup
dan kehutanan (melalui publikasi indeks kualitas lingkungan hidup) setiap tahunnya dengan level
penyajian agregat nasional dan provinsi.
̃ ̃ ̃
dengan:
̃
̃ : PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang bekerja di sektor
Pertanian hasil normalisasi
: PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang bekerja di sektor
pertanian
: nilai minimum PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang
bekerja di sektor pertanian
: nilai maksimum PDB riil Pertanian per kapita (dibagi dengan penduduk yang
bekerja di sektor pertanian
Indeks Sosial
̃ ̃ ̃
dengan:
̃
Indeks Ekologis
̃ ̃ ̃
dengan:
̃
̃ : Rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani hasil normalisasi
: Rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai minimum rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai maksimum rata-rata pestisida per hektar yang digunakan oleh petani
̃ : Rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani hasil normalisasi
: Rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai minimum rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani
: nilai maksimum rata-rata pupuk per hektar yang digunakan oleh petani
(√ )
Pengelompokan
Untuk melihat capaian IPB antar wilayah dapat dilihat melalui pengelompokkan IPB ke dalam
beberapa kategori, yaitu:
IPB rendah : IPB < 60
IPB sedang : 60 ≤ IPB < 70
IPB tinggi : 70 ≤ IPB < 80
IPB sangat tinggi: IPB ≥ 80
Pada proses normalisasi variabel pembentuk indikator terdapat nilai maksimum dan
minimum. Diperlukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar nilai maksimum dan minimum
dari masing-masing variabel. Namun, penulis mengusulkan bahwa nilai maksimum dan minimum
dapat diketahui dengan melihat nilai empiris pada level data penyajian terendah. Misalkan data
indeks produksi pertanian terjadi sampai agregat provinsi tidak sampai wilayah kabupaten
sehingga nilai maksimum dan minimum diperoleh dari nilai indeks produksi pertanian dari 32
provinsi. Kemudian contoh lainnya lagi adalah PDB pertanian riil per kapita, dimana data tersebut
tersaji hingga level agregat kabupaten/kota, sehingga nilai maksimum dan minimum PDB riil
pertanian per kapita diperoleh dari PDB riil pertanian per kapita seluruh kabupaten/kota.
Selain pembentuk indeks komposit dengan cara seperti pada persamaan (13), dapat dijuga
dengan menggunakan analisis komponen utama. Metode analisis komponen utama
mensyaratkan bentuk hubungan linier dan jumlah observasi data pada variabel harus sama
(berarti wilayah level ketersediaan data harus sama) padahal kedua hal tersebut dapat tidak
terpenuhi dalam pembentukan indikator ini.
Kemudian terdapat variabel indeks kualitas lingkungan hidup pada dimensi ekologis yang
mencerminkan kondisi lingkungan hidup akibat aktivitas pembangunan bukan hanya akibat dari
aktivitas pertanian semata. Namun, indeks ini sebagai proxy efek aktivitas pertanian terhadap
lingkungan mengingat ketidatersediaan data tentang efek tersebut. Lalu, penulis memasukkan
variabel indeks produksi pertanian yang berbeda dari penelitian sebelumnya, indeks produksi
pertanian merupakan indeks yang menggambarkan jumlah output yang dihasilkan dari sektor
pertanian.
Pengusulan variabel pembentukan indikator pertanian berkelanjutan yang diajukan penulis
untuk menghasilkan indikator kewilayahan yang berguna sebagai bahan pertimbangan untuk
pembuatan kebijakan di sektor pertanian. Variabel-variabel yang diusulkan penulis berdasarkan
adanya keterkaitan dimensinya, ketersediaan data, dan sensivitas dalam mennangkap konsep
yang dimaksud. Diharapkan penelitian selanjutnya dapat menerapkan hasil penelitian untuk
penghitungan indikator yang dimaksud, sehingga memberikan kondisi terukur mengenai
pertanian di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Bowers J. 1995. Sustainability, agriculture, and agricultural policy. Environment and Planning
27 (8): 1231–1243
Chen SK (2000) The establishment of evaluation and indices system for Chinese sustainable development.
World Environ 1:1–9
Dantsis T, Douma C et al (2010) A methodological approach to assess and compare the sustainability level
of agricultural plant production systems. Ecol Indic 10(2):256–263
Gómez Limón JA, Riesgo L (2008) Alternative approaches on constructing a composite indicator to
measure agricultural sustainability. Paper prepared for presentation at the 107th EAAE Seminar
‘‘Modeling of Agricultural and Rural Development Policies’’. Sevilla, Spain, January 29th–
February1st
Gómez Limón JA, Riesgo L (2009) Alternative approaches to the construction of a composite indicator of
agricultural sustainability: An application to irrigated agriculture in the Duero basin in Spain. Jour
of Environ Manag 90 (11):3345–3362
8
Gómez Limón JA, Riesgo L (2010) Sustainability assessment of olive grove in Andalusia: a methodological
proposal. Research report funded by the ministry of science and innovation and for the European
regional development fund through the research project SUSTENAGRI (AGL2009-12553-C02)
Gómez Limón JA, Sanchez-Fernandez G (2010) Empirical evaluation of agricultural sustainability using
composite indicators. Ecol Econ 69(5):1062–1075
Guttenstein E, Scialabba NEH, Loh J, Courville S (2010) A conceptual framework for progressing towards
sustainability in the agriculture and food sector, FAO—ISEAL Alliance discussion paper
Hansen J W (1996) Is agricultural sustainability a useful concept?. Agri Sys 50 (2): 117-143
Hediger W (1999) Reconciling ‘weak’ and ‘strong’ sustainability. Int J Soc Econ 26 (7/8/9): 1120–1143
Nambiar KKM, Gupta AP, Fu Q, Li S (2001) Biophysical, chemical and socio-economic indicators for
assessing agricultural sustainability in the Chinese coastal zone. Agric Ecosyst Environ 87(2):
209–214
Pretty N J (1995) Regenerating agriculture, policies and practices for sustainability and self-reliance.
Earthscan Publication Limited, London 320 (in Chinese)
Qiu H J, Zhu W B et al (2007) Analysis and Designof Agricultural Sustainability Indicators System. Agri
6(4): 475-486
Roy R, Chan N W (2012) An assessment of agricultural sustainability indicators in Bangladesh: review and
synthesis. Enviro 32 (1):99–110
Saifia B, Drake L (2008) A co-evolutionary model for promoting agricultural sustainability. Ecol Econ
65(1):24–34
Smith CS, Mc-Donald GT (1998) Assessing the sustainability at the planning stage. J Environ Manage
52(1):15–37
Stoorvogel J J, Antle J M et al (2004) The trade-off analysis model: integrated bio-physical and economic
modeling of agricultural production systems. Agricul Sys 80 (1): 43-66
Van Calker KJ, Romero C et al (2006) Development and application of a multi-attribute sustainability
function for Dutch dairy farming systems. Ecol Econ 57(4):640–658
Walker J, Reuter D J (1996) Indicators of catchment health: a technical perspective. CSIRO Publishing,
Melbourne, Australia, pp 174 (in Chinese)
Waney N F L, Soemarno et al (2014) Developing indicators of sustainable agriculture at farm level. IOSR
Journal of Agriculture and Veterinary Science (IOSR-JAVS) 7 (2): 42-53
Yunlong C, Smit B (1994) Sustainability in agriculture: a general review. Agric Ecosyst Environ 49
(2): 299 – 307
Zhen L, Routray J K (2003) Operational indicators for measuring agricultural sustainability in developing
countries. Environ Manage 32(1):34–46