Anda di halaman 1dari 21

Sustainability Perspectives:

Science, Policy and Practice


A Global View of Theories, Policies and
Practice in Sustainable Development
Pembangunan Berkelanjutan
di Indonesia (Noor Syaifudin and Yanrui Wu)
Pendahuluan

 Pembangunan ekonomi yang tidak bertujuan untuk


pelestarian lingkungan,dapat berdampak negatif
terhadap lingkungan
 karena keterbatasan kapasitas lingkungan dpt
membahayakan masa depan ekonomi dlm jangka panjang.
 Kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi dan
keberlanjutan dikemukakan oleh Malthus (1798) ketika
ia membahas keterbatasan sumber daya alam untuk
memenuhi pertumbuhan penduduk yang besar di Inggris
 Meadows (1972) menyimpulkan bahwa pertumbuhan
ekonomi akan dibatasi oleh kelangkaan sumber daya
alam
 Relevansi isu-isu dalam konteks Indonesia dibahas dgn
metode indeks komposit untuk menguji indikator-
indikator pembangunan berkelanjutan yang relevan di
tingkat provinsi di Indonesia.
 Empat skenario berbeda digunakan untuk memotret
variasi berbagai sifat provinsi di Indonesia dalam empat
aspek pembangunan berkelanjutan: ekonomi, sosial,
lingkungan dan kelembagaan.
Literatur
 Pembangunan berkelanjutan pertama kali dibahas pada Konferensi PBB
tentang Lingkungan Manusia di Stockholm pada tahun 1972 (Rogers et
al. 2006). Diskusi difokuskan pada bagaimana meningkatkan
perekonomian tanpa merusak lingkungan.
 Konsep tersebut dieksplorasi lebih lanjut dalam Strategi Konservasi Dunia
yang disusun oleh United Nations Environment Programme (UNEP),
International Union for Conservation of Nature and the Natural Resources
(IUCN), World Wide Fund for Nature (WWF pada tahun 1980 dan lagi di KTT
UNEP di Nairobi, Kenya pada tahun 1982 (Elliott 2006).
 Salah satu hasil kuncinya adalah pembentukan dewan khusus di bawah
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yang disebut Komisi Dunia untuk
Lingkungan dan Pembangunan (WCED).
 Pada tahun 1987, konsep Sustainable Pembangunan secara formal
didefinisikan dalam Laporan WCED sebagai “pembangunan yang
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan
generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”
(WCED 1987).
Defining Sustainability
 Para ekonom memiliki pandangan yang berbeda tentang arti
keberlanjutan.
 Sebelum mendefinisikan keberlanjutan, mengkorelasikan pertumbuhan
dengan karakteristik fisik dan perkembangan dengan peningkatan
kualitatif.
 Pertumbuhan dilihat sebagai sesuatu yang disebabkan oleh proses
alami seperti asimilasi atau pertambahan
 Perkembangan sebagai sesuatu yang memperluas kapasitas.
 Kesimpulan: bahwa pertumbuhan, tidak berkelanjutan dalam jangka
panjang dan menyarankan pembangunan berkelanjutan.
 Asheim dan Brekke (1993)menyatakan bahwa pembangunan
berkelanjutan membutuhkan keberlanjutan pengelolaan sumber
daya dari generasi ke generasi.
 Pezzey (1997) Keberlanjutan dicapai ketika tren kesejahteraan
manusia tidak menurun.
Sustainable Development
Indicators (SDI)
 Institusi yang berbeda memiliki perspektif yang sama tentang aspek-aspek yang
mendukung pembangunan berkelanjutan.
 aspek ekonomi,
 sosial, lingkungan dan
 kelembagaan.
 Indikator pembangunan berkelanjutan (SDI) harus menjadi alat manajemen (UN,
2007),
 Melalui CSD, UN menyediakan kerangka kerja bagi negara-negara untuk
menentukan SDI mereka. Kerangka ini membutuhkan tema dan subtema dari setiap
SDI untuk ditentukan.
 6 tema (pemerataan, kesehatan, pendidikan, perumahan, keamanan dan kependudukan),
 3 tema ekonomi (struktur ekonomi, pola konsumsi dan produksi),
 7 tema lingkungan (atmosfer, daratan, lautan, laut dan pesisir, air tawar dan
keanekaragaman hayati) dan
 2 tema kelembagaan (kerangka kelembagaan dan kapasitas kelembagaan).
 UN dan Indonesia sepakat bahwa kemitraan ekonomi global harus menjadi salah
satu tema,
 Pandangan UE berbeda dengan pandangan PBB dan
Indonesia tentang tema demografi pembangunan
berkelanjutan. Uni Eropa menafsirkan demografi sebagai
tingkat pekerjaan pekerja yang lebih tua, sedangkan
PBB dan Indonesia mengakui demografi sebagai tingkat
populasi serta pariwisata.
 Aspek kelembagaan pembangunan berkelanjutan
mewakili tata kelola. Sementara PBB dan Indonesia
melihat tata kelola sebagai fokus pada tingkat korupsi
dan kejahatan, UE memandang tata kelola sebagai
efektivitas kebijakan, keterbukaan publik, dan instrumen
ekonomi. UE juga melihat aspek kelembagaan sebagai
fokus kerja sama global
Sustainable Development Index
(SDI) for Indonesian Regions
 Indeks Pembangunan Berkelanjutan (SDI) untuk Wilayah Indonesia
Secara umum, berdasarkan dua skenario yang digunakan dalam
penelitian ini menunjukkan kecenderungan peningkatan indeks
keberlanjutan yang dicapai antar provinsi di Indonesia selama periode
penelitian (2002–2013), namun sebagian kecil provinsi menunjukkan
tren sebaliknya.
 Temuan umum lainnya adalah ketidakseimbangan dalam peningkatan
tingkat keberlanjutan dan indeks keberlanjutan itu sendiri.
 Kapasitas fiskal yang tinggi akan menghasilkan tingkat keberlanjutan yang
tinggi.
 Hal ini menegaskan bahwa provinsi miskin mengalami kesulitan dalam
mencapai target pembangunan karena keterbatasan dalam pembangunan
ekonomi dan sumber daya alam. terjadi ketimpangan dalam setiap aspek
pembangunan berkelanjutan.
 Interaksi yang saling bertentangan dan saling melengkapi antara aspek
ekonomi, sosial dan lingkungan dari pembangunan berkelanjutan dipandang
sebagai faktor utama penyebab ketimpangan pembangunan di Indonesia.
Isu Metodologis

 Dalam penelitian ini, pendekatan indeks komposit (CI)


diterapkan. CI dikenal karena kepraktisannya dalam
menyajikan indikator kinerja dan memberikan sinyal
intervensi kebijakan yang diperlukan
 Alasan teknis CI diterapkan dalam penelitian ini karena
dua alasan.
 Pertama, pendekatan CI telah banyak diterapkan dan
digunakan dalam beberapa studi empiris
 Kedua, sebagian besar data tersedia dan dikumpulkan
dalam sebuah buku berjudul “Indikator Pembangunan
Berkelanjutan” (Badan Pusat Statistik 2004–2014).
 Dengan demikian, untuk menyusun indeks komposit,
masing-masing indikator dikelompokkan berdasarkan tema
dan subtema mengikuti metode UNCSD (UN 2001).
Pemilihan indikator juga dilakukan berdasarkan
ketersediaan data.
Isu empiris
 Dalam penelitian ini, normalisasi dilakukan dengan
menggunakan metode maksimum-minimum. Referensi
digunakan dalam menentukan nilai maksimum dan
minimum. Untuk nilai normalisasi antara 0 dan 100,
 Ada dua skenario dalam penentuan SDI untuk Indonesia,
dengan pertimbangan bobot Pulau Jawa dan non Pulau
Jawa, dan perbandingan antara total GRP serta GRP
dikurangi GRP dari migas.
 Skenario 1: Semua indikator berbobot sama
 Skenario 2: Aspek Lingkungan dan Sosial provinsi-provinsi
di Jawa akan diberi bobot lebih dari Aspek Ekonomi dan
Kelembagaan. Pulau Non-Jawa akan lebih berbobot pada
Ekonomi. Dalam skenario ini, GRP adalah total GRP
dikurangi GRP dari minyak dan gas
skenario 1
 Pada tahun 2013 (Gbr. 3.1), empat provinsi mencapai indeks pembangunan
berkelanjutan lebih dari 70. Yaitu Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Daerah
Istimewa Jakarta dan Sulawesi Selatan. Pada tahun 2012 dan 2013, provinsi
tersebut termasuk provinsi yang memiliki APBD terbesar.
 Delapan provinsi memiliki indeks pembangunan berkelanjutan di bawah 60.
Provinsi-provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Barat, Papua, Sulawesi Tenggara,
Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
Rendahnya nilai keberlanjutan tersebut tercermin dari rendahnya APBD provinsi-
provinsi tersebut.
 Secara umum, semua provinsi mengalami tren peningkatan tingkat keberlanjutan,
kecuali Aceh dan Papua. Kedua provinsi tersebut mengalami tren penurunan.
 Dari tahun 2002 hingga 2013, Daerah Istimewa Jakarta mencapai tingkat
keberlanjutan tertinggi di antara provinsi.
 Di Aceh, keberlanjutannya sekitar 69 pada tahun 2002 dan menjadi 63 pada tahun
2013. Penurunan nilai tersebut didukung oleh penurunan aspek ekonomi dan
lingkungan. Kedua aspek tersebut mengalami penurunan yang cukup besar antara
tahun 2002 dan 2013. Pada tahun 2002 aspek ekonomi mencapai 89% dan menjadi
76% pada tahun 2013, atau turun sekitar 13%. Aspek lingkungan sebesar 69%
pada tahun 2002 dan menurun menjadi 53% pada tahun 2013.
 Di Papua, tiga aspek mendukung tren penurunan
keberlanjutannya yaitu aspek ekonomi, lingkungan dan
sosial, sedangkan aspek kelembagaan menunjukkan
tren yang meningkat.
 Aspek ekonomi mencapai 93% pada tahun 2002 dan
menurun menjadi 80% pada tahun 2013, atau turun
sekitar 13%. Pada tahun 2002 aspek lingkungan
mencapai 68% dan menjadi hanya 50% pada tahun
2013. Aspek sosial juga mengalami penurunan, dari
58% pada tahun 2002 menjadi hanya 54% pada tahun
2013.
Skenario 2
 Dalam skenario ini, GRP dari gas dan minyak dikecualikan, sedangkan
bobot aspek ekonomi dan kelembagaan di pulau-pulau non-Jawa lebih
banyak daripada aspek sosial dan lingkungan. Pada saat yang sama,
aspek sosial dan lingkungan di Jawa lebih berbobot daripada aspek
ekonomi dan kelembagaan. Skenario ini diterapkan untuk memberikan
perlakuan yang lebih setara kepada provinsi-provinsi di pulau-pulau non-
Jawa yang memiliki kapasitas ekonomi yang kurang.
 Gambar 3.4 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 enam provinsi
mencapai indeks keberlanjutan lebih dari 70 yaitu Kepulauan Riau,
Daerah Istimewa Jakarta, Kalimantan Timur, Jawa Timur, Kepulauan
Bangka Belitung, dan Bali. Sementara itu, enam provinsi mencapai
indeks keberlanjutan di bawah 60, yaitu Sulawesi Barat, Nusa Tenggara
Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur.
 Hasil tersebut memberikan gambaran yang hampir sama dengan
skenario sebelumnya, dimana provinsi dengan kapasitas ekonomi tinggi
mencapai indeks yang lebih tinggi. Semakin rendah kapasitas ekonomi
provinsi, semakin rendah tingkat keberlanjutannya.
 Berdasarkan skenario ini terlihat bahwa tingkat indeks
keberlanjutan dibagi cukup merata meskipun beberapa
provinsi tetap berada pada level yang rendah, hal ini
disebabkan oleh kapasitas ekonomi yang sangat rendah.
Apalagi dalam skenario ini beberapa provinsi mencapai
peningkatan indeks keberlanjutan yang tinggi dengan
sumber daya dan kapasitas yang rendah seperti
Kalimantan Tengah dan Sulawesi Selatan. Hal ini
membuktikan bahwa kedua provinsi ini menerapkan
kebijakan yang mendukung pembangunan aspek sosial
dan lingkungan.
Kesimpulan
 Kebutuhan generasi berikutnya untuk memenuhi kebutuhan
mereka menarik gagasan tentang keberlanjutan.
 Keberlanjutan memiliki beberapa prasyarat yang harus
dipenuhi, yaitu, keberlanjutan pengelolaan sumber daya
dari waktu ke waktu, keberlanjutan kesejahteraan manusia,
hasil yang berkelanjutan, dan keberlanjutan modal alam.
 Untuk mengukur tingkat pencapaian keberlanjutan, para
ahli telah memberikan beberapa indikator.
 indikator pembangunan berkelanjutan mencerminkan
empat aspek, yaitu: aspek ekonomi, lingkungan, sosial dan
kelembagaan.
 Setiap aspek kemudian dikelompokkan menjadi tema dan
subtema untuk menyusun indikator yang relevan.
 Penelitian ini menerapkan indeks komposit untuk 33 provinsi di
Indonesia dengan menggunakan 20 indikator dari tahun 2002
hingga 2013.
 Pertama, analisis pendahuluan menunjukkan pencapaian tinggi
pada aspek ekonomi, pencapaian rendah pada aspek
kelembagaan dan sosial, dan penurunan pada aspek lingkungan.
Hal ini menegaskan bahwa pembangunan hanya menekankan
pada perspektif jangka pendek, yang menitikberatkan pada
pembangunan aspek ekonomi dan infrastruktur dengan
mengorbankan pembangunan lingkungan dan sosial.
 Kedua, Secara umum, menurut skenario, sebagian besar
provinsi menunjukkan tren peningkatan antara tahun 2002 dan
2013, meskipun beberapa provinsi mengalami kecenderungan
yang berbeda. Hal ini juga menunjukkan bahwa peningkatan
tingkat keberlanjutan tidak dibagi secara merata antar provinsi.
 Selain itu, semua skenario menghasilkan indeks berkelanjutan yang
tinggi untuk provinsi dengan kapasitas fiskal tinggi dan sebaliknya.
Tingginya kapasitas fiskal suatu provinsi berasal dari tingginya dana
fiskal transfer dari pemerintah pusat karena tingginya kapasitas
sumber daya alam atau provinsi dengan pendapatan asli daerah yang
tinggi yang dapat menjadi pusat bisnis atau tujuan wisata. Temuan ini
juga menyiratkan ketidakseimbangan antara aspek pembangunan
berkelanjutan. Pembangunan menitikberatkan pada peningkatan aspek
ekonomi dan sosial tetapi menekankan pada aspek lingkungan.
 Hasil penelitian juga menunjukkan kompleksitas dalam mencapai
pembangunan yang seimbang di Indonesia karena interaksi yang
saling bertentangan dan saling melengkapi antara aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan dari pembangunan berkelanjutan. Selain itu,
hasil ini juga menegaskan bahwa ada ketimpangan antara provinsi
kaya dan miskin. Provinsi-provinsi miskin mungkin mengalami
kesulitan dalam mencapai target pembangunan mereka karena
keterbatasan dalam pembangunan ekonomi dan sumber daya alam.

Anda mungkin juga menyukai