Anda di halaman 1dari 17

Kata Pengantar

Puji syukur kepada tuhan yang maha kuasa atas segala limpahan berkat dan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dalam
bentuk maupun isisnya yang sangat ederhana semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan,petunjuk,maupun pedoman bagi pembaca.
Makalah ini merupakan tugas akhir matakuliah Histologi yang di ampu oleh : drh.
Olan Rahayu M.Vet Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan oleh sebab itu
kami berharap masukan yang bersifat membangun

Surabaya,02 Juli 2015

TTD
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jaringan dalam biologi adalah sekumpulan sel yang memiliki bentuk dan
fungsi yang sama. Jaringan-jaringan yang berbeda dapat bekerja sama untuk suatu
fungsi fisiologi yang sama membentuk organ. Jaringan dipelajari dalam cabang
biologi yang dinamakan histologi, sedangkan cabang biologi yang mempelajari
berubahnya bentuk dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit adala
histopatologi.

Ada empat kelompok jaringan dasar yang membentuk tubuh semua hewan,
termasuk manusia dan organisme multiseluler tingkat rendah seperti artropoda:
jaringan epitelium, jaringan pengikat, jaringan penyokong, dan jaringan saraf.

Jaringan penyokong adalah jaringan yang terdiri dari jaringan tulang rawan
dan jaringan tulang yang berfungsi untuk memberi bentuk tubuh,melindungi
tubuh,dan menguatkan bentuk tubuh

Alat gerak pada vertebrata meliputi alat gerak pasif berupa tulang dan alat
gerak aktif berupa otot. Gerak adalah hasil interaksi antara tulang, otot, dan
persendian tulang.Tulang atau kerangka adalah penopang tubuh Vertebrata. Tanpa
tulang, pasti tubuh kita tidak bisa tegak berdiri.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui struktur tulang,
macam-macam tipe tulang serta hubungan tulang dengan proses bergeraknya
tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tulang

Secara umum jaringan penyokong terdiri atas dua jenis yaitu tulang rawan
(rawan) dan tulang sejati (tulang). Tulang rawan dan tulang merupakan jaringan ikat
khusus, dan seperti halnya semua jaringan ikat, terdiri atas unsur sel, serabut, dan
subtansi dasar. Serabut dan subtansi dasar bersama-sama membentuk subtansi
intersel atau matriks. Seperti jaringan ikat lain, tulang rawan berkembang dari
jaringan mesenkim yang diturunkan dari mesoderem embrional.

Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matriks
kolagen ekstraselular (type I collagen) yang disebut sebagai osteoid. Osteoid ini
termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga tulang menjadi kaku
dan kuat.

Jaringan tulang terdiri dari sel-sel tulang atau osteon yang tersimpan di dalam
matriks, matriksnya terdiri dari zat perekat kolagen dan endapan garam-garam
mineral terutama garam kalsium (kapur). Tulang merupakan komponen utama dari
kerangka tubuh dan berperan untuk melindungi alat-alat tubuh dan tempat
melekatnya otot kerangka.
Tulang merupakan jaringan terkeras dalam tubuh manusia yang berfungsi :
 Menyusun kerangka tubuh manusia.
 Menyokong struktur-struktur berdaging.
 Melindungi sistem tuas yang melipat gandakan kekuatan selama kontraksi
otot rangka dan mengubahnya menjadi gerakan tubuh.

2.1.1 Sel-sel pada tulang

a) Osteoblast : Sel ini bertanggung jawab atas pembentukan matriks tulang,


oleh karena itu banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Selnya
berbentuk kuboid atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian
puncak sel dengan kompleks Golgi di bagian basal. Sitoplasma tampak
basofil karena banyak mengandung ribonukleoprotein yang menandakan aktif
mensintesis protein.
Pada pengamatan dengan M.E tampak jelas bahwa sel-sel tersebut memang
aktif mensintesis protein, karena banyak terlihat RE dalam sitoplasmanya.
Selain itu terlihat pula adanya lisosom.

b) Osteosit : Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada


sediaan gosok terlihat bahwa bentuk osteosit yang gepeng mempunyai
tonjolan-tonjolan yang bercabang-cabang. Bentuk ini dapat diduga dari
bentuk lacuna yang ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-tonjolannya
dalam canaliculi. Dari pengamatan dengan M.E dapat diungkapkan bahwa
kompleks Golgi tidak jelas, walaupun masih terlihat adanya aktivitas sintesis
protein dalam sitoplasmanya. Ujung-ujung tonjolan dari osteosit yang
berdekatan saling berhubungan melalui gap junction. Hal-hal ini menunjukkan
bahwa kemungkinan adanya pertukaran ion-ion di antara osteosit yang
berdekatan.
Osteosit yang terlepas dari lacunanya akan mempunyai kemampuan menjadi
sel osteoprogenitor yang pada gilirannya tentu saja dapat berubah menjadi
osteosit lagi atau osteoklas.

c) Osteoklas : Merupakan sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar


antara 20 μm-100μm dengan inti sampai mencapai 50 buah. Sel ini
ditemukan untuk pertama kali oleh Köllicker dalam tahun 1873 yang telah
menduga bahwa terdapat hubungan sel osteoklas (O) dengan resorpsi tulang.
Hal tersebut misalnya dihubungkan dengan keberadaan sel-sel osteoklas
dalam suatu lekukan jaringan tulang yang dinamakan Lacuna Howship (H).
keberadaan osteoklas ini secara khas terlihat dengan adanya microvilli halus
yang membentuk batas yang berkerut-kerut (ruffled border). Gambaran ini
dapat dilihat dengan mroskop electron. Ruffled border ini dapat
mensekresikan beberapa asam organik yang dapat melarutkan komponen
mineral pada enzim proteolitik lisosom untuk kemudian bertugas
menghancurkan matriks organic. Pada proses persiapan dekalsifikasi (a),
osteoklas cenderung menyusut dan memisahkan diri dari permukaan tulang.
Relasi yang baik dari osteoklas dan tulang terlihat pada gambar (b). resorpsi
osteoklatik berperan pada proses remodeling tulang sebagai respon dari
pertumbuhan atau perubahan tekanan mekanikal pada tulang. Osteoklas juga
berpartisipasi pada pemeliharaan homeostasis darah jangka panjang.Selain
pendapat di atas, ada sebagian peneliti berpendapat bahwa keberadaan
osteoklas merupakan akibat dari penghancuran tulang. Adanya
penghancuran tulang osteosit yang terlepas akan bergabung menjadi
osteoklas. Tetapi akhir-akhir ini pendapat tersebut sudah banyak ditinggalkan
dan beralih pada pendapat bahwa sel-sel osteoklas-lah yang menyebabkan
terjadinya penghancuran jaringan tulang.

d) Sel osteoprogenitor : Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, oleh karena itu
dinamakan pula sel osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan
jaringan tulang pada periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama
pertumbuhan tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan sel
osteoblas yang kemudian akan akan membentuk tulang. Sebaliknya pada
permukaan dalam dari jaringan tulang tempat terjadinya pengikisan jaringan
tulang, sel-sel osteogenik menghasilkan osteoklas.Sel – sel osteogenik selain
dapat memberikan osteoblas juga berdiferensiasi menjadi khondroblas yang
selanjutnya menjadi sel cartilago. Kejadian ini, misalnya, dapat diamati pada
proses penyembuhan patah tulang. Menurut penelitian, diferensiasi ini
dipengaruhi oleh lingkungannya, apabila terdapat pembuluh darah maka akan
berdiferensiasi menjadi osteoblas, dan apabila tidak ada pembuluh darah
akan menjadi khondroblas. Selain itu, terdapat pula penelitian yang
menyatakan bahwa sel osteoprogenitor dapat berdiferensiasi menjadi sel
osteoklas lebih – lebih pada permukaan dalam dari jaringan tulang.

2.1.2 Struktur Makroskopik

Pada potongan tulang terdapat 2 macam struktur yaitu Substantia spongiosa


(berongga) dan Substantia compacta (padat).Bagian diaphysis tulang panjang yang
berbentuk sebagai pipa dindingnya merupakan tulang padat, sedang ujung-ujungnya
sebagian besar merupakan tulang berongga yang dilapisi oleh tulang padat yang
tipis. Ruangan dari tulang berongga saling berhubungan dan juga dengan rongga
sumsum tulang.
2.1.3 Jenis Jaringan Tulang

Secara histologis tulang dibedakan menjadi 2 komponen utama, yaitu :

 Tulang muda/tulang primer

 Tulang dewasa/tulang sekunder

Kedua jenis ini memiliki komponen yang sama, tetapi tulang primer
mempunyai serabut-serabut kolagen yang tersusun secara acak, sedang tulang
sekunder tersusun secara teratur.

2.1.4 Jaringan Tulang Primer

Dalam pembentukan tulang atau juga dalam proses penyembuhan kerusakan


tulang, maka tulang yang tumbuh tersebut bersifat muda atau tulang primer yang
bersifat sementara karena nantinya akan diganti dengan tulang sekunder
Jaringan tulang ini berupa anyaman, sehingga disebut sebagai woven bone.
Merupakan komponen muda yang tersusun dari serat kolagen yang tidak teratur
pada osteoid. Woven bone terbentuk pada saat osteoblast membentuk osteoid
secara cepat seperti pada pembentukan tulang bayi dan pada dewasa ketika terjadi
pembentukan susunan tulang baru akibat keadaan patologis.
Selain tidak teraturnya serabut-serabut kolagen, terdapat ciri lain untuk
jaringan tulang primer, yaitu sedikitnya kandungan garam mineral sehingga mudah
ditembus oleh sinar-X dan lebih banyak jumlah osteosit kalau dibandingkan dengan
jaringan tulang sekunder.
Jaringan tulang primer akhirnya akan mengalami remodeling menjadi tulang
sekunder (lamellar bone) yang secara fisik lebih kuat dan resilien. Karena itu pada
tulang orang dewasa yang sehat itu hanya terdapat lamella saja.

2.1.5 Jaringan Tulang Sekunder

Jenis ini biasa terdapat pada kerangka orang dewasa. Dikenal juga sebagai
lamellar bone karena jaringan tulang sekunder terdiri dari ikatan paralel kolagen
yang tersusun dalam lembaran-lembaran lamella. Ciri khasnya : serabut-serabut
kolagen yang tersusun dalam lamellae(lapisan) setebal 3-7μm yang sejajar satu
sama lain dan melingkari konsentris saluran di tengah yang dinamakan Canalis
Haversi. Dalam Canalis Haversi ini berjalan pembuluh darah, serabut saraf dan diisi
oleh jaringan pengikat longgar. Keseluruhan struktur konsentris ini dinamai Systema
Haversi atau osteon.
Sel-sel tulang yang dinamakan osteosit berada di antara lamellae atau
kadang-kadang di dalam lamella. Di dalam setiap lamella, serabut-serabut kolagen
berjalan sejajar secara spiral meliliti sumbu osteon, tetapi serabut-serabut kolagen
yang berada dalam lamellae di dekatnya arahnya menyilang. Di antara masing-
masing osteon seringkali terdapat substansi amorf yang merupakan bahan perekat.

Susunan lamellae dalam diaphysis mempunyai pola sebagai berikut :

 Tersusun konsentris membentuk osteon.

 Lamellae yang tidak tersusun konsentris membentuk systema interstitialis.

 Lamellae yang malingkari pada permukaan luar membentuk lamellae


circumferentialis externa.

 Lamellae yang melingkari pada permukaan dalam membentuk lamellae


circumferentialis interna.

2.1.6 Periosteum

Bagian luar dari jaringan tulang yang diselubungi oleh jaringan pengikat pada
fibrosa yang mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang terdapat di bagian
periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus ke bagian dalam
periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis Volkmanni. Bagian dalam
periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik karena memiliki potensi membentuk
tulang. Oleh karena itu lapisan osteogenik sangat penting dalam proses
penyembuhan tulang.

2.1.7 Endosteum

Endosteum merupakan lapisan sel-sel berbentuk gepeng yang membatasi


rongga sumsum tulang dan melanjutkan diri ke seluruh rongga-rongga dalam
jaringan tulang termasuk Canalis Haversi dan Canalis Volkmanni. Sebenarnya
endosteum berasal dari jaringan sumsum tulang yang berubah potensinya menjadi
osteogenik.
2.1.8 Matriks Tulang

Berdasarkan beratnya, matriks tulang yang merupakan substansi interseluler


terdiri dari ± 70% garam anorganik dan 30% matriks organic.
95% komponen organic dibentuk dari kolagen, sisanya terdiri dari substansi dasar
proteoglycan dan molekul-molekul non kolagen yang tampaknya terlibat dalam
pengaturan mineralisasi tulang. Kolagen yang dimiliki oleh tulang adalah kurang
lebih setengah dari total kolagen tubuh, strukturnya pun sama dengan kolagen pada
jaringan pengikat lainnya. Hampir seluruhnya adalah fiber tipe I. Ruang pada struktur
tiga dimensinya yang disebut sebagai hole zones, merupakan tempat bagi deposit
mineral.
Kontribusi substansi dasar proteoglycan pada tulang memiliki proporsi yang
jauh lebih kecil dibandingkan pada kartilago, terutama terdiri atas chondroitin
sulphate dan asam hyaluronic. Substansi dasar mengontrol kandungan air dalam
tulang, dan kemungkinan terlibat dalam pengaturan pembentukan fiber kolagen.
Materi organik non kolagen terdiri dari osteocalcin (Osla protein) yang terlibat dalam
pengikatan kalsium selama proses mineralisasi, osteonectin yang berfungsi sebagai
jembatan antara kolagen dan komponen mineral, sialoprotein (kaya akan asam
salisilat) dan beberapa protein.
Matriks anorganik merupakan bahan mineral yang sebagian besar terdiri dari
kalsium dan fosfat dalam bentuk kristal-kristal hydroxyapatite. Kristal –kristal
tersebut tersusun sepanjang serabut kolagen. Bahan mineral lain : ion sitrat,
karbonat, magnesium, natrium, dan potassium.
Kekerasan tulang tergantung dari kadar bahan anorganik dalam matriks, sedangkan
dalam kekuatannya tergantung dari bahan-bahan organik khususnya serabut
kolagen.

2.2 Mekanisme Kalsifikasi Dan Reabsorpsi Tulang

Proses kalsifikasi tulang yang kompleks belum diketahui secara pasti, namun
disini akan dibahas garis besarnya. Kalsifikasi dalam tulang tidak terlepas dari
proses metabolisme kalsium dan fosfat. Bahan-bahan mineral yang akan
diendapkan semula berada dalam aliran darah. Osteoblas berperan dalam
mensekresikan enzim alkali fosfatase. Dalam keadaan biasa, darah dan cairan
jaringan mengandung cukup ion fosfat dan kalsium untuk pengendapan kalsium
Ca3(PO4)2 apabila terjadi penambahan ion fosfat dan kalsium. Penambahan ion-ion
tersebut diperoleh dari pengaruh enzim alkali fosfatase dari osteoblas. Hal tersebut
juga dapat diperoleh dari pengaruh hormone parathyreoid dan pemberian vitamin D
atau pengaruh makanan yang mengandung garam kalsium tinggi.
Faktor lain yang harus diperhitungkan yaitu keadaan pH karena kondisi yang
agak asam lebih menjurus ke pembentukan garam CaHPO4 daripada Ca3(PO4)2.
Karena CaHPO4 lebih mudah larut, maka untuk mengendapkannya dibutuhkan
kadar fosfat dan kalsium yang lebih tinggi daripada dalam kondisi alkali untuk
mengendapkan Ca3(PO4)2 yang kurang dapat larut. Kenaikan kadar ion kalsium
dan fosfat setempat sekitar osteoblast dan khondrosit hipertrofi disebabkan sekresi
alkali fosfatase yang akan melepaskan fosfat dari senyawa organik yang ada di
sekitarnya.
Serabut kolagen yang ada di sekitar osteoblast akan merupakan inti pengendapan,
sehingga kristal-kristal kalsium akan tersusun sepanjang serabut.
Resorpsi tulang sama pentingnya dengan proses kalsifikasinya, karena
tulang akan dapat tumbuh membesar dengan cara menambah jaringan tulang baru
dari permukaan luarnya yang dibarengi dengan pengikisan tulang dari permukaan
dalamnya.
Resorpsi tulang yang sangat erat hubungannya dengan sel-sel osteoklas,
mencakup pembersihan garam mineral dan matriks organic yang kebanyakan
merupakan kolagen. Dalam kaitannya dengan resorpsi tersebut terdapat 3
kemungkinan :
osteoklas bertindak primer dengan cara melepaskan mineral yang disusul dengan
depolimerisasi molekul-molekul organic,
osteoklas menyebabkan depolimerisasi mukopolisakarida dan glikoprotein sehingga
garam mineral yang melekat menjadi bebas,
sel osteoklas berpengaruh kepada serabut kolagen
Rupanya, cara yang paling mudah untuk osteoklas dalam membersihkan garam
mineral yaitu dengan menyediakan suasana setempat yang cukup asam pada
permukaan kasarnya. Bagaimana cara osteoklas membuat suasana asam belum
dapat dijelaskan. Perlu pula dipertimbangkan adanya lisosom dalam sitoplasma
osteoklas yang pernah dibuktikan.
2.2.1 Pertumbuhan Tulang

Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu


osteogenesis desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya menyebabkan
jaringan pendukung kolagen primitive diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago
yang selanjutnya akan diganti pula menjadi jaringan tulang. Hasil kedua proses
osteogenesis tersebut adalah anyaman tulang yang selanjutnya akan mengalami
remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk membentuk tulang dewasa yang
tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan deposisi tulang terjadi pada
rasio yang jauh lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan yang terjadi karena
fungsi dan untuk mempengaruhi homeostasis kalsium. Perkembangan tulang ini
diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone tyroid, dan hormone sex.

Osteogenesis Desmalis merupakan nama lain dari penulangan ini yaitu


Osteogenesis intramembranosa, karena terjadinya dalam membrane jaringan.
Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal. Yang mengalami
penulangan desmal ini yaitu tulang atap tengkorak.
Mula-mula jaringan mesenkim mengalami kondensasi menjadi lembaran
jaringan pengikat yang banyak mengandung pembuluh darah. Sel-sel mesenkimal
saling berhubungan melalui tonjolan-tonjolannya. Dalam substansi interselulernya
terbentuk serabut-serabut kolagen halus yang terpendam dalam substansi dasar
yang sangat padat.
Tanda-tanda pertama yang dapat dilihat adanya pembentukan tulang yaitu
matriks yang terwarna eosinofil di antara 2 pembuluh darah yang berdekatan. Oleh
karena di daerah yang akan menjadi atap tengkorak tersebut terdapat anyaman
pembuluh darah, maka matriks yang terbentuk pun akan berupa anyaman. Tempat
perubahan awal tersebut dinamakan Pusat penulangan primer.
Pada proses awal ini, sel-sel mesenkhim berdiferensiasi menjadi osteoblas
yang memulai sintesis dan sekresi osteoid. Osteoid kemudian bertambah sehingga
berbentuk lempeng-lempeng atau trabekulae yang tebal. Sementara itu berlangsung
pula sekresi molekul-molekul tropokolagen yang akan membentuk kolagen dan
sekresi glikoprotein.
Sesudah berlangsungnya sekresi oleh osteoblas tersebut disusul oleh proses
pengendapan garam kalsium fosfat pada sebagian dari matriksnya sehingga bersisa
sebagai selapis tipis matriks osteoid sekeliling osteoblas.
Dengan menebalnya trabekula, beberapa osteoblas akan terbenam dalam
matriks yang mengapur sehingga sel tersebut dinamakan osteosit. Antara sel-sel
tersebut masih terdapat hubungan melalui tonjolannya yang sekarang terperangkap
dalam kanalikuli. Osteoblas yang telah berubah menjadi osteosit akan diganti
kedudukannya oleh sel-sel jaringan pengikat di sekitarnya. Dengan berlanjutnya
perubahan osteoblas menjadi osteosit maka trabekulae makin menebal, sehingga
jaringan pengikat yang memisahkan makin menipis. Pada bagian yang nantinya
akan menjadi tulang padat, rongga yang memisahkan trabekulae sangat sempit,
sebaliknya pada bagian yang nantinya akan menjadi tulang berongga, jaingan
pengikat yang masih ada akan berubah menjadi sumsum tulang yang akan
menghasilkan sel-sel darah. Sementara itu, sel-sel osteoprogenitor pada permukaan
Pusat penulangan mengalami mitosis untuk memproduksi osteoblas lebih lanjut

2.2.2 Osteogenesis Enchondralis

Awal dari penulangan enkhondralis ditandai oleh pembesaran khondrosit di


tengah-tengah diaphysis yang dinamakan sebagai pusat penulangan primer. Sel –
sel khondrosit di daerah pusat penulangan primer mengalami hypertrophy, sehingga
matriks kartilago akan terdesak mejadi sekat – sekat tipis. Dalam sitoplasma
khondrosit terdapat penimbunan glikogen. Pada saat ini matriks kartilago siap
menerima pengendapan garam – garam kalsium yang pada gilirannya akan
membawa kemunduran sel – sel kartilago yang terperangkap karena terganggu
nutrisinya. Kemunduran sel – sel tersebut akan berakhir dengan kematian., sehingga
rongga – rongga yang saling berhubungan sebagai sisa – sisa lacuna. Proses
kerusakan ini akan mengurangi kekuatan kerangka kalau tidak diperkuat oleh
pembentukan tulang disekelilingnya. Pada saat yang bersamaan, perikhondrium di
sekeliling pusat penulangan memiliki potensi osteogenik sehingga di bawahnya
terbentuk tulang. Pada hakekatnya pembentukan tulang ini melalui penulangan
desmal karena jaringan pengikat berubah menjadi tulang. Tulang yang terbentuk
merupakan pipa yang mengelilingi pusat penulangan yang masih berongga – rongga
sehingga bertindeak sebagai penopang agar model bentuk kerangka tidak
terganggu. Lapisan tipis tulang tersebut dinamakan pipa periosteal.
Setelah terbentuknya pipa periosteal, masuklah pembuluh – pembuluh darah dari
perikhondrium,yang sekarang dapat dinamakan periosteum, yang selanjutnya
menembus masuk kedalam pusat penulangan primer yang tinggal matriks kartilago
yang mengalami klasifikasi. Darah membawa sel – sel yang diletakan pada dinding
matriks. Sel – sel tersebut memiliki potensi hemopoetik dan osteogenik. Sel – sel
yang diletakan pada matriks kartilago akan bertindak sebagai osteoblast. Osteoblas
ini akan mensekresikan matriks osteoid dan melapiskan pada matriks kartilago yang
mengapur. Selanjutnya trabekula yang terbentuk oleh matriks kartilago yang
mengapur dan dilapisi matriks osteoid akan mengalami pengapuran pula sehingga
akhirnya jaringan osteoid berubah menjadi jaringan tulang yang masih mengandung
matriks kartilago yang mengapur di bagian tengahnya. Pusat penulangan primer
yang terjadi dalam diaphysis akan disusun oleh pusat penulangan sekunder yang
berlangsung di ujung – ujung model kerangka kartilago.

2.2.3 Pertumbuhan Memanjang Tulang Pipa

Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di daerah


epiphysis, maka teradapatlah sisa – sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan
diaphysis. Sel – sel tersebut tersusun bederet –deret memanjang sejajar sumbu
panjang tulang. Masing – masing deretan sel kartilago dipisahkan oleh matriks tebal
kartilago, sedangkan sel –sel kartilago dalam masing – masing deretan dipisahkan
oleh matriks tipis. Jaringan kartilago yang memisahkan epiphysis dan diaphysis
berbentuk lempeng atau cakram sehingga dinamakan Discus epiphysealis.
Sel –sel dalam masing – masing deretan tidak sama penampilannya. Hal ini
disebabkan karena ke arah diaphysis sel – sel kartilago berkembang yang sesuai
dengan perubahan – perubahan yang terjadi pada pusat penulangan. Karena
perubahan sel –sel dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut menunjukan
gambaran yang dibedakan dalam daerah – daerah perkembangan.

Daerah – daerah perkembangan :

1) Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel – sel
gepeng.

2) Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar.

3) Zona hypertrophy : sel –sel membesar dan bervakuola.

4) Zona kalsifikasi : matriks cartílago mengalami kalsifikasi.


5) Zona degenerasi : sel – sel cartílago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya
lacuna sehingga terbentuk trabekula.

Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di


daerah ke arah diaphysis diletakan sel –sel yang akan berubah menjadi osteoblas
yang selanjutnya akan melanjutkan penulangan.
Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin menipis, sehingga
akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan memanjangnya sudah tidak
deketemukan lagi.

2.2.4 Pembesaran Diameter Tulang Pipa

Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga


mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jeringan tulang melalui
penulangan oleh periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan pengikisan
jaringan tulang dari permukaan dalamnya.
Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun diameter
tulang bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini penting,karena
tanpa pengikisan,berat tulang akan bertambah terus sehingga mengganggu
fungsinya.

2.2.5 Perubahan Struktur Jaringan Tulang

Pada mulanya, dari perkembangan trabekula tulang terbentuk semacam


sistem harvers yang tidak teratur polanya yang dinamakan sistem Havers primitif.
Untuk membentuk sistem Havers dengan pola teratur, perlulah sistem Havers
primitif mengalami perubahan sehingga terjadilah tulang sekunder. Perubahan
dimulai pada beberapa tempat yang terletak tersebar dalam bentuk rongga – rongga
yang disebabkan erosi tulang oleh sel-sel osteoklas. Rongga – rongga tersebut
meluas sehingga terbentuk silindris yang memanjang, disusul oleh masuknya
pembuluh darah bersama jeringan sumsum tulang kedalam rongga – rongga
tersebut. Apabila rongga sudah cukup besar, erosi akan berhenti dalm mulailah
pembentukn tulang oleh osteoblas yang diletakan oleh darah pada dinding rongga.
Pembentukan tulang berlangsung sebagai lembaran – lembaran yang dimulai dari
dinding rongga yang makin lama makin mengecilkan rongga sehingga akhirnya
pembuluh darah dikelilingi penuh oleh lembaran – lembaran tulang. Dengan
demikian terbentuklah sistem harvers dengan pembuluh darah di tengahnya. Pada
perbatasan luar setiap sistem harvers terdapat substansi perekat yang merupakan
sisa matriks tulang.
Pembentukan sistem Havers tidak berhenti estela proses di atas, namun
akan terjadi pula erosi lagi yang diikuti pembentukan sistem harvers baru seperti
semula. Proses tersebut terjadi berulang-ulang sehingga pada potongan melintang
tulang pipa akan dapat dibedakan beberapa struktur :

1. Sistem Havers yang lama


2. Sistem Havers yang sedang dibentuk
3. Ruang-ruang karena erosi
4. Sisa – sisa sistem harvers sebagai lamela intersitiil.

2.2.6 persendian dan membrana synovialis

Tulang – tulang dihubungkan satu ama lain melalui persendian. Berdasarkan


strukturnya terdapat berbagai bentuk sendi yang juga menentukan keluasan gerakan
bagian – bagian tulang yang terlibat.Berdasarkan keluasan gerakannya dibedakan :

1. Synathrosis : gerakan terbatas.


2. Diathrosis : gerakan luas.

Karena luasnya gerakan dari diarthrosis maka diantara ujung – ujung tulang
berdekatan terdapat rongga yang dinamakan Cavum artikularis. Rongga ini
berdinding jaringan ikat padat.Kapsel pada sendi tersebut terdiri atas dua lapisan,
yaitu :

1. Lapisan fibrosa (di sebelah luar)


2. Lapisan sinovial (disebelah dalam)

Cairan yang berada di dalam cavum synoviale dihasilkan oleh sel – sel
sinovial. Permukaan dalam dari lapisan sinovial biasanya dibatasi oleh sel – sel
berbentuk gepeng atau kuboid. Di bawah lapisan ini terdapat jaringan pengikat
longgar atau padat dan jaringan lemak. Sel –sel membran sinovial berasal dari
jaringan mesenkhim yang dipisahkan oleh substansi dasar.
2.3 Hasil Praktikum

Gambar 1.1 Cartilage

Gambar 1.2 Bone Marow

Gambar 1.3 Development


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah dapat diketahui bahwa tulang merupakan
salah satu bagian terpenting dari tubuh hewan/manusia. Tulang terdiri dari 4 macam
sel serta matriks penyusun tulang. Pembagian jenis tulang didasarkan pada 3
macam, yakni bentuknya. Jenis penyusunya, dan histologinya. Sehingga dapat
memudahkan kita untuk lebih memahami dan mengetahui materi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, dkk. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Uwais, 2010. Histologi. http://www. HISTOLOGITULANG.htm. diakses tanggal 30


juni 2015

Budi, 2011. Histologi tulang. http://www. HISTOLOGI/JARINGAN TULANG.htm.


diakses tanggal 30 Juni 2015.

Irawan, 2009. Tulang rawan dan keras. http://www. HISTOLOGI/My School Tulang
Rawan dan Tulang Keras.htm. diakses tanggal 30 Juni 2015.

Anda mungkin juga menyukai