01 02 03
Pendahuluan Pengukuran Perkembangan Transformasi
Transformasi Struktural Struktural di Sejumlah
Negara
04 05
Perkembangan Landasan Teori
Transformasi Struktural dan Implikasi Transformasi
di Indonesia Struktural pada Inflasi dan
Kebijakan Moneter
1 PENDAHULUAN
Pendahuluan
• Transformasi struktural mengacu pada realokasi kegiatan ekonomi lintas
sektor pertanian, manufaktur, dan jasa yang menyertai pertumbuhan ekonomi
(Herrendorf dkk., 2013).
• Kuznets (1971) membagi transformasi struktural menjadi dua fase:
Nominal
15
80
2019, 78.85%
75 2019, 77.47%
2019, 72.3%
70
2019, 70.44%
65
60
55
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
United States United Kingdom France Italy Japan
Sumber : World Banks. World Development Indicators.
Transformasi Struktural di negara berkembang (berdasarkan
%Tenaga Kerja sektor Jasa)
Employment in services (% of total employment) in Developing Countries
50
2019, 48.95
45
40 2019, 38.01
35
30 2019, 32.03
25
20
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
Pakistan Ghana India
Sumber : World Banks. World Development Indicators.
Perkembangan Transformasi Struktural di ASEAN (Bathla, D’souza,
Joshi, 2019)
Sumber: FAO dan World Bank. World Development Indicators, diolah oleh sumber
Perkembangan Transformasi Struktural di ASEAN (Bathla,
D’Souza, Joshi, 2019)
53.56
55.00 20.00
16.48
45.00 10.00
1.98
41.55
35.00 0.00
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
Services, value added (% of GDP)
Manufacturing, value added (% of GDP)
Agriculture, forestry, and fishing, value added (% of GDP)
Sumber: World Banks. World Development Indicators.
Transformasi Struktural di berbagai negara (berdasarkan % value
added of GDP) India
50 48.45 45
39.92
45
% GDP dari Sektor Jasa
35
30
40
25
35
20
35
14.9
15
14.5 15.6
30 10
1970
1972
1974
1976
1978
1980
1982
1984
1986
1988
1990
1992
1994
1996
1998
2000
2002
2004
2006
2008
2010
2012
2014
2016
2018
Services, value added (% of GDP)
Agriculture, forestry, and fishing, value added (% of GDP)
Manufacturing, value added (% of GDP)
Sumber : World Banks. World Development Indicators.
Transformasi Struktural di berbagai negara (berdasarkan % value
added of GDP)
● Kedua negara yang berupa negara maju (Korea Selatan) dan India sebagai
negara berkembang menunjukkan adanya penurunan dalam sektor pertanian
dan peningkatan dengan pesat dalam sektor jasa.
● Perpindahan yang terjadi menunjukkan adanya bahwa dua negara tersebut
sudah mulai memasuki fase kedua dari transformasi struktural yakni disaat
atensi pada sektor pertanian, industri dan manufaktur berpindah terhadap
sektor jasa.
PERKEMBANGAN TRANSFORMASI
4
STRUKTURAL DI INDONESIA
• Indonesia menjadi salah satu
negara di dunia yang
mengalami periode
pertumbuhan ekonomi yang
pesat diiringi dengan
keberhasilan transformasi
struktural (ADB, 2017).
• Berdasarkan data tenaga
kerja, ada peningkatan dalam
sektor jasa dan penurunan di
sektor agrikultur dari tahun Sumber: World Development Indicators dan Badan Pusat Statistik (BPS), diolah
1985 hingga 2015.
Timeline Transformasi Struktural di Indonesia (Kim, dkk. 2018)
Sumber: World Development Indicators dan Badan Pusat Statistik (BPS), diolah
Sektor Prioritas di Indonesia (Negara dan Ramayandi,
2020)
• Pada pemerintahahan Presiden Jokowi, sektor manufaktur dijadikan sebagai
prioritas yang lebih karena dianggap output dari manufaktur lebih kompetitif
dibandingkan output yang dikeluarkan oleh sektor pertanian dan jasa.
• Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah, diperlukannya investasi yang
tinggi terhadap sektor manufaktur. Selain itu, pemerintah juga diharapkan
dapat mengatasi permasalahan dalam tenaga kerja yang berpindah ke sektor
dengan produktivitas rendah—sektor informal.
Tantangan Utama dalam Transformasi Struktural di
Indonesia
• Permasalahan utama yang dialami oleh negara berkembang dalam
mengimplementasikan transformasi struktural adalah meningkatnya
ketidaksamarataan.
• Salah satu penyebab meningkatnya ketidaksamarataan di Indonesia adalah
berpindahnya tenaga kerja dari sektor pertanian menjadi sektor industri
maupun sektor jasa, juga berpindahnya tenaga kerja dari desa ke kota, dan
dari sektor informal menjadi formal (Dartanto, dkk., 2017).
• Oleh karena itu, berkembangnya transformasi struktural di Indonesia harus
diikuti dengan regulasi yang meningkatkan atensi terhadap edukasi di daerah
dengan tingkat edukasi rendah.
Transformasi Struktural, Tingkat Kemiskinan, dan Gini Index
di Indonesia, 1985 -2014
Sumber: World Banks. World Development Indicators dan Badan Pusat Statisik Indonesia
LANDASAN TEORI DAN IMPLIKASI
5 TRANSFORMASI STRUKTURAL PADA
INFLASI DAN KEBIJAKAN MONETER
Model Pertumbuhan Ekonomi 2 Sektor
• Herrendorf dkk., (2013) mengembangkan model pertumbuhan ekonomi dua sektor—
sektor konsumsi dan sektor investasi.
• Barang konsumsi (dan barang investasi) merupakan agregasi dari tiga jenis barang
konsumsi: (1) pertanian, (2) manufaktur, dan (3) jasa.
𝜖
1 𝜖−1 1 𝜖−1 1 𝜖−1 𝜖−1
𝜖
𝐶𝑡 = 𝜔𝑎 𝑐𝑎𝑡 − 𝑐𝑎ҧ 𝜖 𝜖
+ 𝜔𝑚 𝑐𝑚𝑡 − 𝑐𝑚
ҧ 𝜖 𝜖
+ 𝜔𝑠 𝑐𝑠𝑡 − 𝑐𝑠ҧ 𝜖 .
dimana 𝑐ҧ adalah subsistence term, 𝜔 adalah bobot setiap jenis barang pada barang
konsumsi agregat, dan 𝜖 adalah elastisitas substitusi antar jenis barang.
Model Pertumbuhan Ekonomi 2 Sektor
• Harga relatif dua barang:
𝑝𝑎𝑡 𝜖 𝑐𝑎𝑡 −𝑐𝑎ҧ 𝜔𝑎 𝑝𝑠𝑡 𝜖 𝑐𝑠𝑡 −𝑐𝑠ҧ 𝜔
𝑝𝑚𝑡 𝑐𝑚𝑡
= ,
𝜔𝑚 𝑝𝑚𝑡 𝑐𝑚𝑡
= 𝜔𝑠.
𝑚
• Barang setengah jadi dalam perekonomian diproduksi menggunakan input jasa dan
manufaktur:
𝜇
1 𝜇−1 1 𝜇−1 𝜇−1
𝑆
𝐼𝑖,𝑡 𝑆
= 𝜔𝑆 𝑆𝑖,𝑡 𝜇
+ 𝑠𝑆ҧ 𝜇 + 1 − 𝜔𝑆 𝜇 𝑆
𝑀𝑖,𝑡 𝜇 ,
𝜇
1 𝜇−1 1 𝜇−1 𝜇−1
𝑀
𝐼𝑖,𝑡 𝑀 𝜇
= 𝜔𝑀 𝑆𝑖,𝑡 + 𝑠𝑀
ҧ 𝜇 + 1 − 𝜔𝑀 𝜇 𝑀
𝑀𝑖,𝑡 𝜇 .
• Maka, harga agregat di sektor jasa dan manufaktur juga mencerminkan adanya
kontribusi kedua barang tersebut:
1
𝑆
𝑃𝑡𝐼 = 𝜔𝑆 𝑃𝑡𝑆 1−𝜇 + (1 − 𝜔𝑆 ) 𝑃𝑡𝑀 1−𝜇 1−𝜇 ,
1
𝑀
𝑃𝑡𝐼 = 𝜔𝑀 𝑃𝑡𝑆 1−𝜇 + (1 − 𝜔𝑀 ) 𝑃𝑡𝑀 1−𝜇 1−𝜇 .
Model New Keynesian 2 Sektor
• Secara umum, harga-harga di sektor
jasa lebih kaku daripada harga-harga di
sektor manufaktur.
• Transformasi struktural mengurangi
sensitivitas inflasi terhadap kebijakan
moneter melalui beberapa jalur
transmisi:
1. Jalur komposisi—yang membuat aktivitas
perekonomian untuk condong ke sektor
jasa.
2. Jalur biaya marjinal—yang mempengaruhi
perilaku perusahaan di kedua sektor.
Mengapa Harga-harga di Sektor Jasa Lebih Kaku?
1. Proporsi tenaga kerja dalam output jasa hampir dua kali lebih besar dari
pangsa tenaga kerja di bidang manufaktur. Karena upah sangat kaku,
menyebabkan penyesuaian harga di sektor jasa lebih jarang dilakukan;
2. Sebagian besar layanan tidak dapat diperdagangkan. Sementara di sektor
manufaktur, sebagian besar barang secara mudah dapat diperdagangkan.
Maka, tingkat persaingan harga di sektor jasa menjadi lebih rendah. Mark-up
yang lebih tinggi memungkinkan perusahaan jasa untuk menyesuaikan harga
mereka lebih jarang;
3. Terjadi pergantian produk-produk barang manufaktur yang sering terjadi, yang
kemudian akan menambah frekuensi penyesuaian harga.
Model New Keynesian 2 Sektor
• Dalam kondisi steady-state, proporsi input jasa dan manufaktur sama dengan
𝑃𝑆 𝑆𝑆 𝑃𝑆 𝑆𝑀 𝜔𝑍1−𝜇
𝜕 𝑆 𝜕 𝑀 𝜕
𝑃𝐼 𝐼𝑆 𝑃𝐼 𝐼𝑀 𝜔𝑍1−𝜇 +(1−𝜔)
= = > 0.
𝜕𝑍 𝜕𝑍 𝜕𝑍
Model New Keynesian 2 Sektor
• Di sisi lain, saat 𝑍 = 1 dan 𝐴𝑀 = 𝐴𝑆 = 𝐴, bobot input jasa pada sektor manufaktur dan
jasa,
𝑃𝑆 𝑆 𝑀 ҧ
𝑠𝑀 𝑃𝑆 𝑆 𝑆 ҧ
𝑠𝑆
𝐼 𝑀 𝑀 = 𝜔 − , 𝐼 𝑆 𝑆 = 𝜔 − .
𝑃 𝐼 𝐴 𝑃 𝐼 𝐴
Maka, bobot input jasa pada kedua sektor bergantung pada 𝑠𝑀 ҧ dan 𝑠𝐴ҧ yaitu besarnya
input jasa yang diproduksi sendiri oleh perusahaan manufaktur dan jasa.
• Jika produktivitas di sektor jasa dan manufaktur meningkat, maka kontribusi negatif 𝑠𝑀
ҧ
dan 𝑠𝐴ҧ pada bobot input jasa pada kedua sektor akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu.
• Dengan kata lain, kenaikan produksi akan mengakibatkan peralihan ke input jasa jika
tidak ada perubahan produktivitas relatif di kedua sektor.
Implikasi pada Inflasi dan Kebijakan Moneter
Transformasi struktural mengurangi sensitivitas inflasi pada kebijakan
moneter melalui 2 jalur:
1. Jalur komposisi: Sektor jasa, yang harganya lebih kaku, menjadi lebih penting relatif
terhadap sektor manufaktur. Maka, secara agregat, inflasi menjadi lebih kaku dan
tidak reaktif terhadap kebijakan moneter.
2. Jalur biaya marjinal: Saat input produksi yang berupa jasa semakin mendominasi
produksi di sektor manufaktur dan sektor jasa itu sendiri, maka biaya marjinal akan
menjadi semakin kaku. Pada akhirnya, harga barang di kedua sektor tersebut akan
menjadi semakin kaku pula.
Respon Inflasi terhadap Kebijakan Moneter
Respon Inflasi terhadap Kebijakan Moneter
Transformasi struktural mengurangi reaksi inflasi agregat terutama melalui efek komposisi.
Sedangkan pendalaman sektor jasa mempengaruhi tingkat inflasi sektoral melalui jalur
biaya marjinal
• Proses transformasi struktural juga mengurangi
respons kontemporer dari tingkat inflasi
sektoral—reaksi inflasi jasa menyusut sebesar 7%
dan reaksi inflasi manufaktur menurun sebesar
10%.
• Penurunan reaksi harga sektor dicerminkan oleh
penurunan reaksi biaya marginal sektoral, yang
menurun sekitar 7% di sektor jasa dan 11% di
sektor manufaktur.
• Tanpa pendalaman sektor jasa, respons inflasi
sektoral nyaris tidak berubah.
Respon Output terhadap Kebijakan Moneter
• Guncangan kebijakan moneter memiliki efek riil yang sedikit lebih besar.
– Reaksi dari output agregat naik sebesar 10%, sedangkan reaksi dari output layanan
dan manufaktur meningkat masing-masing sebesar 3% dan 8%.
• Mengapa guncangan kebijakan moneter meningkat?
– Realokasi sektoral meningkatkan aktivitas perekonomian pada sektor jasa. Maka,
harga-harga jasa akan menaikkan kekakuan harga agregat dalam perekonomian.
– Jika harga-harga secara umum lebih kaku, reaksi inflasi terhadap kejutan-kejutan
dalam perekonomian akan berkurang.
– Perubahan pada suku bunga nominal menjadi lebih tidak netral—perubahan suku
bunga nominal akan mengakibatkan perubahan output yang lebih besar
dibandingkan saat harga-harga secara umum lebih fleksibel.
Implikasi pada Peran Bank Sentral
• Banyak bank sentral di dunia yang memiliki tujuan tunggal—yaitu kestabilan
harga.
• Pada negara-negara dengan tingkat inflasi tinggi, maka diperlukan respons
yang agresif pada fluktuasi inflasi.
• Akan tetapi, respons agresif ini akan mengakibatkan ketidakstabilan pada
output.
• Dengan kata lain, transformasi struktural menimbulkan trade-off yang lebih
besar antara stabilitas harga dan output.
Bah, El-hadj. (2009). “Structural Transformation in Developed and Developing
Countries.” Proceedings of the German Development Economics Conference,
Frankfurt a.M, Germany.
Bah, E. M. (2011). Structural Transformation Paths Across Countries. Emerging
Markets Finance and Trade, 47(Sup2), 5-19. doi:10.2753/ree1540-
496x4703s201
Bathla, D’Souza, and Joshi. (2019). Structural transformation in Southeast Asian
DAFTAR countries and key drivers. doi:10.2499/p15738coll2.133346
Dabla-Norris, E., Thomas, A. H., Garcia-Verdu, R., & Chen, Y. (2013).
PUSTAKA Benchmarking Structural Transformation Across the World. IMF Working
Papers, 13(176), 1. doi:10.5089/9781484359662.001
Dartanto, T., Yuan, E., & Sofiyandi, Y. (2017). Two Decades of Structural
Transformation and Dynamics of Income Inequality in Indonesia. Asian
Development Bank Institute Working Paper Series, 783.
Felipe, J., A. Mehta, and C. Rhee. 2014. Manufacturing matters, but it’s the jobs
that count, ADB Economics Working Paper Series No. 420. Manila: Asian
Development Bank
Ghani, E., and S. D. O’Connell. 2014. Can services be a growth escalator in low-
income Countries?, Policy Research Working Paper; No. WPS 6971
(Washington, DC, World Bank).
Herrendorf, B., Rogerson, R., and Valentinyi, A. (2013). “Growth and Structural
Transformation.” NBER Working Paper series, No. 18996. Cambridge, MA,
US: National Bureau of Economic Research (NBER).
International Labor Organization. 2019. Structural transformation for inclusive
growth and productive employment. Retrieved from
https://www.ilo.org/emppolicy/projects/sida/18-19/WCMS_735162/lang--
en/index.htm
DAFTAR Kim, K., Sumner, A., & Yusuf, A. A. (2019). Is Structural Transformation-led
Economic Growth Immiserizing or Inclusive? The Case of Indonesia.
PUSTAKA Immiserizing Growth, 226-249. doi:10.1093/oso/9780198832317.003.0010
Kuznets, S. 1971. Economic Growth of Nations. Cambridge: Harvard University
Press.
Negara, S. D., & Ramayandi, A. (2020). Laying the Foundations for Future Growth
Acceleration? Bulletin of Indonesian Economic Studies, 56(1), 1-21.
doi:10.1080/00074918.2020.1743014
Portillo, R., Zanna, L., O’Connell, S., & Peck, R. (2014). On the Implications of
Structural Transformation for Inflation and Monetary Policy (Work in
Progress). International Monetary Fund.