Anda di halaman 1dari 8

ARAHAN LOKASI POTENSIAL PASAR TRADISIONAL

DI KOTA BAUBAU
Liza Hardiyanti Hasiu 1), Arifuddin Akil 2), Wiwik Wahidah Osman 2)

1
Mahasiswa Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, email:
lizahardiyanti72@gmail.com
2
Dosen Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, email:
arifuddinak@yahoo.com DAN w_wahidahosman@yahoo.com

ABSTRAK
Pertumbuhan pasar tradisional mengalami kemundurun 8% setiap tahunnya sedangkan pasar
modern justru mengalami pertumbuhan 31,4% pertahunnya. Seiring dengan meniungkatnya jumlah
penduduk, maka permintaan akan pasar yang mudah diakses dengan segala aspek menjadi penting
untuk dikembangkan. Oleh karena itu agar tidak kalah saing dengan pasar modern, maka perlu untuk
melihat pola persebaran antara pasar tradisional dan penting untuk menyediakan lokasi pasar
tradisional yang potensial sehingga pasar tradisional dapat lebih menarik. Tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengidentifikasi kondisi dan pola persebaran, menentukan lokasi potensial dan arahan
pengembangan fasilitas pasar tradisional di Kota Baubau. Adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu analisis tetengga terdekat (neighbor analysis) dan analisis spasial menunjukkan
apliaksi GIS berbasis grid. Hasil analisis penentuan lokasi potensial, kemudian dirumuskan arahan
lokasi pengembangan fasilitas pasart tradisional. Hasil dari penelitian ini yakni pertama pola
persebaran pasar tradisional di Kota Baubau tergolong kedalam kategori acak/random, kedua lokasi
sangat potensial pasar tradisional terletak di tengah kota yang merupakan lokasi pusat kegiatan Kota
Baubau, sedangkan untuk lokasi potensial dan tidak potensial menyebar random ke seluruh kota,
ketiga terdapat 3 titik arahan pengembangan lokasi potensial untuk dijadikan pasar tradisional yakni
berada pada Kecamatan Bungi Kelurahan Ngkari-ngkari, Kecamatan Wolio Kelurahan Kadolokatapi,
dan Kecamatan Betoambari Kelurahan Sula.
Kata kunci: Pasar Tradisional, Lokasi Potensial, Kota Baubau
Abstract
Traditional markets experience a decline of 8% annually while the modern market actually grows
31.4% annually. Along with increasing population, the demand for easily accessible markets with all
aspects is important to develop. Therefore in order not to lose competitiveness with the modern
market, it is necessary to look at patterns of distribution between traditional markets and it is
important to provide potential traditional market locations so that traditional markets can be more
attractive. The purpose of this study is to identify conditions and patterns of distribution, determine
potential locations and directives for the development of traditional market facilities in Baubau City.
The method used in this study is the analysis of the nearest neighbor (neighbor analysis) and spatial
analysis showing grid-based GIS applications. The results of the analysis determine the potential
location, then the direction of the development of traditional market facilities is formulated. The
results of this study are the first distribution patterns of traditional markets in the city of Baubau
classified as random, both locations are very potential traditional markets located in the middle of
the city which is the location of the Baubau City activity center, while for potential locations and not
potential to spread randomly throughout the city , thirdly there are 3 points of development direction
for potential locations to be used as traditional markets which are located in Kecamatan Bungi
Kelurahan Ngkari-ngkari, Kecamatan Wolio Kelurahan Kadolokatapi, and Kecamatan Betoambari
Kelurahan Sula.
Keywords: Traditional Market, Potential Location, Baubau City

1. PENDAHULUAN intensitas dan kualitas kegiatan kota selalu


Pertumbuhan suatu kota beriringan berubah. Perkembangan kegiatan ekonomi
dengan berkembangnya tuntutan perkotaan, sangat erat kaitannya dengan
masyarakat sebagai pelaku kegiatan. Hal ini pertemuan permintaan dan penawaran.
berarti secara fisik dan fungsional, Pasar tradisional di Kota Baubau memulai

1
masa kejayaannya pada tahun 1974 sedangkan pasar tradisioanl justru
dengan berdirinya Pasar Wameo yang mengalami kemundurun sebesar (-)8%
berada di Kelurahan Wameo Kecamatan pertahun. Penentuan lokasi antar pasar
Batupoaro. Selanjutnya, memasuki tahun tradisional dan modern sebagai sebuah
1997 didirikan lagi sebuah pasar yakni regulasi oleh pemerintah Kota Baubau,
Pasar Sentral Laelangi yang berada pada akan sangat efektif dalam rangka
pusat pertokoan kota Baubau. Berlanjut menghidupkan ekonomi kerakyatan di
tahun 2002 kembali diresmikan pasar perkotaan. Untuk menentukan pasar
tradisional yakni pasar Karya Nugraha. tersebut, diperlukan kajian pola persebaran
Hingga saat ini berdasarkan data Dinas pasar tradisional dan pemilihan lokasi
Perindustrian dan Perdagangan Kota potensial berdasarkan parameter yang
Baubau pada tahun hingga pertengahan sesuai. Namun menimbang jumlah pasar
tahun 2018 terdapat 14 pasar tradisional modern yang jumlahnya belum terlalu
tersebar di Kota Baubau. signifikan di Kota Baubau, maka substansi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan kajian difokuskan pada pola persebaran
oleh media Nielsen pada tahun 2006 pasar tradisional ditinjau dari kedekatan
tentang pertumbuhan pasar modern dan antara satu pasar dengan pasar yang
tradisional, didapatkan fakta yang cukup lainnya, serta bagaimana menentukan
mengejutkan sebab pertumbuhan pasar lokasi potensial untuk dijadikan Pasar
modern itu mencapai 31,4% pertahun Tradisional di Kota Baubau kedepannya.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 1 Variabel Faktor Pemilihan Lokasi Perdagangan
No Variabel Karakteristik Referensi
Jumlah penduduk penduduk suatu daerah,
 Jumlah penduduk pendukung
tingkat aksesibilitas, keterkaitan spasial dan
 Aksesibilitas
1 jarak dari guna lahan lahan sekitar lokasi Diana (2003)
 Keterkaitan spasial dan jarak
perdagangan dan kelengkapan retail menjadi
 Kelengkapan Fasilitas
faktor penentu pemilihan lokasi perdagangan
Ukuran tanah yang digunakan berkiatan
 Ukuran tanah yang dengan kedekatan lokasi dengan jalur
digunakan transportasi, sosio ekonomi demografi Jones dan
2
 Sosio ekonomi dan demografi berkaitan dengan kependudukan dan Simon (1993)
 Persaingan persaingan berkaitan dengan jarak pasar
dengan pasar lain.
3  Aksesibilitas Kemudahan pencapaian lokasi Tarigan (2006)
Retcliff, 1949,
Rute lokasi perdagangan dekat memilki kases Alonso, 1964,
langsung dengan rute harian, terdapat Short, 1984,
4  Aksesibilitas pemberhentian transportasi umum, banyak dalam Yunus,
tenga kerja dan dekat dengan lalu lintas 2004) dalam
umum. Setyawarman
2015

Sumber: Penulis, 2018 dan persaingan untuk menganalisis secara


spasial.
Dapat disimpulkan bahwa lokasi
merupakan komponen penting dalam
pembangunan fasilitas perdagangan.
Mengenai faktor-faktor pemilihan lokasi
pasar, dalam penelitian ini menggunakan
variable jumlah penduduk pendukung,
aksesibilitas, jarak dan keterkaitan spasial

2
3 METODE PENELITIAN 7 Pasar Kalia- Kalia-lia Lea- Lea
Penelitian ini di lakukan pada Kota Lia
8 Pasar Palabusa Lea- Lea
Baubau Provinsi Sulawesi Tenggara.
Palabusa
9 Pasar Karya Bugi Sorawolio
Baru
10 Pasar Karya Bataraguru Wolio
Nugraha
11 Pasar Buah Tomba Wolio
12 Pasar Sentral Wale Wolio
Laelangi
13 Pasar Ikan Bone- Bone Batupoaro
Malam
14 Pasar Puja Lamangga Murhum
Sera
Gambar 1 Peta Administrasi Sumber: Analisis Penulis, 2019
Sumber: Analisis, 2019
Setelah dilakukan penomoran
Teknik Pengumpulan data yang di perhitungan jarak pada tiap tetangga
gunakan yaitu survey lapangan, pendataan terdekat masing-masing pasar Tradisional:
instansi, telaah pustaka dan dokumentasi.
Teknik anasisis yakni Analisis deskriptif Tabel 3 Jarak Tetangga Terdekat
kualitatif dan kuantitatif, Analisis Tetangga No Tetangga Terdekat Jarak
terdekat, Analisis spasial, Analisis GIS grid Lapangan
(Km)
Based dan Analisis overlay. 1 Pasar Buah - Pasar Karya 0,3
Nugraha (11-10)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 2 Pasar Sentral Laelangi - 1,35
Pasar Wameo (12 – 1)
A. Analisis Tetangga Terdekat 3 Pasar Buah - Pasar Sentral 0,5
Analisis pola persebaran pasar Laelangi (11 -12)
4 Pasar Wameo - Pasar 0,5
tradisional Kota Bau Bau dapat diketahui Tumpah Ngangaumala (1
salah satunya dengan menghitung nilai – 2)
5 Pasar Sukanayo - Pasar 2,55
indeks penyebaran tetangga terdekat.
Lokologou (5 – 4)
6 Pasar Lowu- Lowu - Pasar 1,99
Langkah awal dalam mempermudah Kalia- Lia (6 – 7)
7 Pasar Lowu- Lowu - Pasar 2,59
perhitungan nilai indeks penyebaran Lokologou (6 – 4)
tetangga terdekat dengan menggunakan 8 Pasar Lowu- Lowu - Pasar 2,27
Sukanayo (6 – 5)
Nearest Neighbour Analysis adalah dengan
9 Pasar Ikan Malam - Pasar 0,83
memberikan penomoran pada masing- Wameo (13 – 1)
masing pasar, pada tabel 5.2 akan di 10 Pasar Sula - Pasar Puja 5,42
Sera (3 – 14)
jelaskan terkait penomoranya: 11 Pasar Kalia- Lia - Pasar 8,17
Palabusa (7 – 8)
Tabel 2. Penomoran masing-masing pasar 12 Pasar Karya Baru - Pasar 10, 51
Karya Nugraha (9 – 10)
tradisonal di Kota Baubau Total 36,98
No. Nama Pasar Kelurahan Kecamatan ∑J (Total Jarak/Banyaknya 3,08
Tetangga Terdekat)
1 Pasar Wameo Wameo Batupoaro
A (Luas Lokasi Penelitian 293,18
2 Pasar Nganganaumala Batupoaro Seluruhnya)
Tumpah Sumber: Analisis Penulis, 2019
Ngangaumala
3 Pasar Sula Sula Betoambari
Pola persebaran pasar tradisional di
4 Pasar Lakalogou Kokalukuna Kota Baubau dengan menggunakan analisis
Lokologou
tetangga terdekat (nearest neightbor
5 Pasar Sukanayo Kokalukuna
Sukanayo
analysis) yakni dengan perhitungan nilai T
6 Pasar Lowu- Lowu-Lowu Lea- Lea (indeks penyebaran tetangga) adalah
Lowu dengan penjabaran rumus sebagai berikut:

3
→ 0,22
𝑗𝑢
𝑗𝑢 𝑇= = = 𝟎, 𝟗𝟓
𝑇= → 2,33
𝑗ℎ
𝑗ℎ
Dari hasil perhitungan diatas, diperoleh
Dari diagram diatas, diketahui bahwa
nilai indeks T sebesar 0,95. Jika dijadikan
jumlah pasar tradisional (N) ada 14 unit.
suatu matrik menjadi:
Untuk menentukan nilai indeks penyebaran
pasar tradisional (nilai T) dengan nearest
neightbor analysis, maka perlu dimasukkan
nilai luas wilayah Kota Baubau (A) yakni
seluas 293,19 km2. Selanjutnya dilakukan Keterangan:
perhitungan jarak rata-rata antara pasar I = Pola mengelompok (cluster pattern)
dengan pasar tetangga terdekatnya. II = Pola acak (random pattern)
Dengan demikian, bila total jarak antara III = Pola seragam (dispersed pattern)
pasar tersebut berdasarkan tetangga
terdekatnya sebesar 36,98 km maka nilai Maka dapat ditarik kesimpulan
rata-rata yang diperoleh setelah dibagi bahwa dengan menggunakan Nearest
dengan jumlah pasar yang saling Neighbour Analysis, pola persebaran pasar
berdekatan (∑ 𝑗) sebesar 3,08, setelahnya Tradisional di Kota Baubau tergolong
untuk mendapatkan nilai rata-rata (→) nilai kategori acak/random, karena berada
𝑗𝑢
(∑ 𝑗) dibagi dengan nilai jumlah pasar pada matriks dua yakni nilai 0,95 bernilai
tradisional (∑ 𝑛) yakni 3,08 dibagi 14 antara 0,7 hingga 1,4.
dihasilkan 0,22. Kemudian dilakukan lagi Namun demikian, meskipun hasil
perhitungan untuk mengetahui nilai perhitungan (T) pasar tradisional di Kota
kepadatan titik (pasar tradisional) dalam Baubau menunjukkan pola persebaran
tiap km2 (P) dengan membagi jumlah pasar kategori acak/random, bila dilihat lagi
(∑ 𝑛) = 14 terhadap luas wilayah Kota secara spasial pada persebaran pasar (lihat
Baubau (A) = 293,18 km2 . Dari gambar 5.2), dapat diketahui bahwa pola
perhitungan tersebut diperoleh nilai P pasar secara keseluruhan memang
sebesar 0,047. Jika nilai P dimasukkan tersebar secara acak namun cenderung
kedalam rumus untuk menentukan jarak membentuk kelompok. Bahkan terlihat ada
rata-rata titik mempunyai pola random → = 2 kelompok dan pasar yang acak individu
𝑗ℎ yang terbentuk dari persebaran secara
1
, maka diperoleh nilai → sebesar 2,33. acak tersebut. Kelompok kelompok
2√𝑝 𝑗ℎ
Setelah didapatkan nilai (→) = 0,22 dan tersebut yaitu kelompok yang berada di
𝑗𝑢
kawasan pusat kota, kawasan tengah kota
nilai (→) = 2,33 , maka dapat di dihitung
𝑗ℎ dan kawasan pinggiran kota dan ada pula
nilai T dengan penggambaran singkat, beberapa pasar yang terpisah secara acak
sebagai berikut: dengan 2 kelompok acak tersebut.
Dik: Secara umum keberadaan pasar
∑𝑗 = 3,08 𝑘𝑚 tradisional sangat terkait dengan faktor:
∑𝑛 = 14 kepadatan penduduk, jaringan jalan utama,
A = 293,18 km2 keterkaitan fasilitas sosekbud, dan
Maka: kemiringan lereng.
∑𝑗 3,08
→= = = 0,22 𝑘𝑚
𝑗𝑢 ∑𝑛 14 B. Analisis Penentuan Lokasi
∑𝑛 14 Potensial Fasilitas Pasar
𝑃= = = 0,047
𝐴 293,18 Tradisional Berbasis Grid
1 1 1
→= = = = 2,33 Penentuan lokasi potensial fasilitas
𝑗ℎ 2√𝑃 2√0,047 0,43
pasar tradisional di Kota Baubau diawali

4
dengan pembentukan grid dasar dengan Tabel 4 Parameter penghambat dan
menggunakan GIS berbasis grid. parameter pendukung
Penentuan Grid disesuaikan dengan lokasi Parameter Parameter
penelitian yaitu wilayah administrasi Kota Penghambat Pendukung
Baubau. Wilayah administrasi Kota Baubau RTH/ Kawasan Kepadatan
secara keseluruhan setelah diberi grid Lindung Penduduk
ukuran 250x250 m memiliki 5475 unit grid Kemiringan Lereng
Aksesibilitas
seperti pada gambar berikut: >40%
Keterkaitan
Rawan Banjir
Spasial
Kepadatan
Sungai/ Sempadan
Bangunan
Kawasan Militer
Tempat
Pembuangan Akhir
(TPA)
Sumber: Analisis Penulis, 2019
Peta grid yang akan menjadi grid
Gambar 2 Peta Grid Kota Baubau analisis lokasi potensial pasar tradisional di
Sumber: Analisis, 2019 Kota Baubau dapat dilihat pada gambar
Setelah lokasi diberi grid tidak semua berikut:
lokasi tersebut dijadikan wilayah analisis
lokasi potensial, karena dari seluruh
wilayah ada yang terletak pada lokasi
dengan parameter penghambat. Hilangkan
grid yang berada pada lokasi dengan
parameter penghambat. Sehingga yang
akan dianalisis adalah kawasan yang
berada pada lokasi parameter pendukung
saja.
Jumlah grid untuk satu wilayah kota
Baubau dengan luas 293,18 km2 ,
sebelumnya 5475 unit grid dengan ukuran Gambar 3 Peta Grid Wilayah Analisis
tiap grid 250x250 m2 setelah dilakukan Sumber: Analisis, 2019
pengurangan terhadap lokasi yang Parameter penilaian yang
terdapat faktor hambatan jumlah grid digunakan dalam menilai lokasi pasar
berkurang hingga 2350 grid menjadi 3122 tradisional meliputi 3 parameter. Parameter
unit grid. Berikut tabel 5.5 berisi parameter tersebut merupakan faktor yang digunakan
penghambat dan parameter sebagai penentu potensial atau tidaknya
pendukungnya. suatu satuan grid seperti pada tabel
berikut:

5
Tabel 5 Penilaian Grid Berdasarkan Gambar 4 dapat disimpulkan bahwa di Kota
Parameter Penilaian Baubau menghasilkan 3 kategori terkait
Parameter
Klasifikasi
Nilai pemilihan lokasi potensial pengembangan
Penilaian Grid fasilitas pasar tradisional, yaitu kategori
<200
3 sangat potensial, potensial dan tidak
Jiwa/hektar
potensial. Kategori tersebut didapatkan
Kepadatan 201- 400
2 melaui penghitungan total keseluruhan
Penduduk Jiwa/hektar
>401 skor/nilai tiap parameter grid yakni
1
Jiwa/hektar didapatkan hasil dengan nilai 3 sampai nilai
Kepadatan < 30% 3 atau skor 11. Inilah yang di bagi kedalam 3
Bangunan 30% - 60% 2
kategori, dengan patokan makin tingggi
Permukiman > 60% 1
skor/nilainya maka makin tidak
4 Lajur 3
Aksesibilitas 2 Lajur 2
berpotensial lokasinya. Sehingga nilai/skor
Jaringan Jalan Kurang dari 2 3-5 kategori tidak potensial, nilai/skor 6-8
1
Lajur kategori potensial, dan nilai/skor 9-11
Keterkaitan >500m 3 kategori sangat potensial.
Spasial dengan 250-500 m 2
Fasilitas Sosekbud
C. Arahan Lokasi Pengembangan
dan Fasum 0-250 m 1
bedasarkan Jarak Fasilitas Pasar Tradisional di Kota
Keterkaitan <2 Unit Baubau
3
Spasial dengan Fasilitas Untuk menentukan arahan lokasi
Fasilitas Sosekbud 2 UnitFasilitas 2 pengembangan fasilitas pasar tradisional
dan Fasum ditentukan berdasarkan hasil overlay nilai
>2 Unit
berdasarkan 1
Fasilitas grid lokasi potensial dan arahan RTRW kota
Jumlah
Baubau 2017-2037. Sehingga didapatkan
Sumber: Analisis Penulis, 2019
rekomendasi arahan lokasi pengembangan
Selanjutnya dari tabel tersebut
pasar tradisional kedepannya.
kemudian dimasukkan kedalam peta GIS
dengan ukuran grid 250m x 250m dengan
jumlah keseluruhan grid sebanyak 3122
unit grid.
Dari keseluruhan parameter penilaian
tersebut kemudian dilakukan analisis
overlay untuk menghitung skor
keseluruhan dari tiap unit grid. Hasil
overlay menghasilkan peta potensial untuk
pengembangan fasilitas pasar tradisional
seperti pada gambar berikut:

Gambar 5 Peta Arahan Lokasi Pengembangan


Pasar Tradisional Berdasarkan Nilai Grid dan RTRW
Sumber: Analisis, 2019

Berdasarkan gambar 5 dapat


disimpulkan bahwa arahan 3 titik lokasi
pengembangan pasar tradisional
disesuaikan berdasarkan analisis nilai grid
yakni berada pada lokasi dengan nilai grid
Berdasarkan hasil analisis seperti pada 3 – 5 dengan kategori sangat potensial.
Gambar 4 Peta Nilai Grid Lokasi Potensial Selain berdasarkan nilai grid dilihat pula
Sumber: Analisis, 2019 berdasarkan arahan pola ruang RTRW Kota
Baubau tahun 2011 – 2033 yang

6
diperuntukan sebagai ruang permukiman kedalam 3 kategori, dengan patokan
dan komersial. Jadi penempatan 3 titik makin tingggi skor/nilainya maka
lokasi tidak bertentangan dengan Rencana makin tidak berpotensial lokasinya.
Tata Ruang Wilayah. Adapun penempatan Sehingga nilai/skor 9-11 kategori tidak
3 titik tersebut secara administrative potensial, nilai/skor 6-8 kategori
terletak pada Kecamatan Bungi Kelurahan potensial, dan nilai/skor 3-5 kategori
Ngkari-ngkari, Kecamatan Wolio Kelurahan sangat potensial. Lokasi yang potensial
Kadolokatapi, dan Kecamatan Betoambari pada umumnya terletak di tengah kota
Kelurahan Sula. yang merupakan lokasi pusat kegiatan
Kota Baubau, sedangkan untuk lokasi
5 KESIMPULAN potensial dan tidak potensial menyebar
Berdasarkan hasil dan tujuan random ke seluruh kota.
penelitian dapat disimpulkan bahwa: 3. Arahan pengembangan fasilitas pasar
1. Pola persebaran pasar tradisional di tradisonal di Kota Baubau adalah
Kota Baubau tergolong kedalam terletak pada lokasi yang sesuai
kategori acak/random. Pasar dengan analisis lokasi potensial dan
tradisional sendiri memiliki pola memperhitungkan lokasi sesuai arahan
menyebar acak/random karena harus RTRW kota Baubau 2017 – 2037.
melayani permukiman dalam skala Terdapat 3 titik arahan penegmbangan
lebih luas. Namun demikian, meskipun lokasi pasar tradisional yakni terletak
hasil perhitungan anailis tetangga pada Kecamatan Bungi Kelurahan
menunjukkan pasar tradisional di Kota Ngkari-ngkari, Kecamatan Wolio
Baubau menunjukkan persebaran pola Kelurahan Kadolokatapi, dan
acak/random. Bila dilihat lagi secara Kecamatan Betoambari Kelurahan
spasial pada persebaran pasar dapat Sula. Keseluruhannya berada pada
diketahui bahwa pola pasar secara lokasi dengan kategori lokasi sangat
keseluruhan memang tersebar secara potensial dan sesuai dengan arahan
acak namun cenderung membentuk polaruang RTRW Kota Baubau.
kelompok. Bahkan terlihat ada 3
kelompok yang terbentuk dari 6 SARAN
persebaran secara acak tersebut. 1. Penelitian pola persebaran pasar
Ketiga kelompok tersebut yaitu tradisional ini adalah salah satu kajian
kelompok yang berada di kawasan yang dapat digunakan untuk melihat
pusat kota, kawasan tengah kota dan kecenderungan persaingan antara
kawasan pinggiran kota. Secara umum pasar tradisional dan pasar modern
keberadaan pasar tradisional sangat sehingga peneliti berharap selanjutnya
terkait dengan faktor: kepadatan dilakukan kajian pola persebaran pasar
penduduk, jaringan jalan utama, modern di Kota Baubau.
keterkaitan fasilitas sosekbud, 2. Penentuan lokasi pasar tradisional
kemiringan lereng, dan kedekatan tidak hanya mempertimbangkan faktor
terhadap laut. jarak dan keterkaitan spasial, jumlah
2. Kota Baubau menghasilkan 3 kategori penduduk pendukung, aksesibilitas
terkait pemilihan lokasi potensial dan persaingan. Pertimbangan faktor
pengembangan fasilitas pasar lain dapat menjadi bahan acuan yakni
tradisional, yaitu kategori sangat faktor demografi, faktor gaya hidup
potensial, potensial dan tidak dan faktor tingkat pendapatan
potensial. Kategori tersebut didapatkan penduduk sekitar.
melaui penghitungan total keseluruhan
skor/nilai tiap parameter grid yakni DAFTAR PUSTAKA
didapatkan hasil dengan nilai 3 sampai Adi. 2010. Populasi, Sampel dan Penarikan
nilai atau skor 11. Inilah yang di bagi Sampel. Universitas Jendral Sudirman

7
Adisasmita, Rahardjo. 2009. Pembangunan di Kawasan Tambalang. Jurnal.
dan Perkotaan. Yogyakarta: Graha Universitas Diponegoro.
Ilmu. Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan
Balchin, Paul N dan Jeffrey Kieve. 1982. Perkotaan. Jakarta:PT Raja Grafindo
Urban Land Economic. London: The Persada
Macmillan Press Ltd. Setyawarman. 2009. Pola Sebaran dan
Baubau dalam Angka. 2017. Buku Pusat Faktor-Faktor Pemilihan Retail Modern
Statistik. Studi Kasus Kota Surakarta. Tesis.
Fahadhillah S, 2013. Aplikasi Sistem Semarang: Universitas Diponegoro.
Informasi Geografis (SIG) untuk Susanto, Reza dan Muhammad Yusuf.
Evaluasi Sebaran 2010. Identifikasi Karakteristik Pasar
Lokasi Stasiun Pelayanan Bahan Bakar Tradisional di Wilayah Jakarta Selatan
Umum (SPBU) di Kota Kudus. Skripsi. (Studi Kasus : Pasar Cipulir, Pasar
Semarang: Universitas Negeri Kebayoran Lama, Pasar Bata Putih, dan
Semarang. Pasar Santa). Jurnal. Jakarta.
Ghozali dalam Indriaty. 2010. Analisis Universitas Esa Unggul.
Pengaruh Tingkat Kualitas Pelayanan Rachman dan Dendy Syaiful. 2010. Analisis
Jasa Puskesmas Terhadap Kepuasan Kiat Toko Tradisional (Warung) Untuk
Pasien. Skripsi. Universitas Diponegoro Bertahan Ditengah Maraknya
Handayani, Dewi dkk. 2010. Pemanfaatan Minimarket (Toko Modern). Jurnal.
Analisis Spasial untuk Pengolahan Data Universitas Widyatama
Spasial Sistem Informasi Geografis. Tarigan, R. 2006. Ekonomi Regional: Teori
Pemalang. Jurnal Informasi Dinamik dan Aplikasi (Edisi Revisi). Bumi
Vol X Aksara. Jakarta.
Iryanti, Rahma. 2003. Pengembangan Utami, Christina Widya. 2006. Manajemen
Sektor Informal sebagai Alternatif Ritail. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kesempatan Kerja Produktif. Jakarta : Peraturan Perundang-Undangan
UI Press. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
Jones, Ken dan Jim Simmon. 1993. 34 Tahun 2004 Tentang Jalan.
Location,Location,Location. Canada: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nelson Canada Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.
Ma’ruf, Hendri. 2006. Pemasaran Ritel. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Nomor: 19/PRT/M/2011 tentang
Mayasari. 2009. Pengaruh Keberadaan Mall Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria
Wiltop Trade Center (WTC) Batanghari Perencanaan Teknis Jalan
Terhadap Kondisi Sosial dan Ekonomi PP No.112 2007 Penataan dan Pembinaan
Masyarakat di Kota Jambi. Bandung. Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan
Saputra. 2012. Metode Penelitian dan Toko Modern.
Kuantitatif. Palembang: SMAP SNI 03-1733-2004 tentang Tata Cara
Setyo, Marino. 2012. Semarang. Kajian Perencanaan Lingkungan Perumahan
Perkembangan dan Lokasi Minimarket di Perkotaan

Anda mungkin juga menyukai