Anda di halaman 1dari 7

Di Minangkabau, kesenian merupakan pamenan rang mudo, permainan anak

muda-muda. Pertunjukan kesenian yang merangkum semua jenis kesenian


ialah randai. Sebuah kesenian tradisi yang hidup di Minangkabau sudah ada
sejak lama, sejak antar komunitas dari satu nagari dan nagari lain
bersosialisasi. Pola melingkar dengan penonton/ penikmatnya mengelilingi
permainan randai, telah menyatukan, membaurkan antara penonton dan
pemain. Di dalam sebuah pertunjukan randai, ditemui berjenis kesenian yang
khas seperti; seni suara (dendang/ gurindam), musik (saluang, talempong,
gendang), gerak ( akting, pencak, tari, galombang), sastra/cerita atau kisah
(dialog, jok/ komik,monolog).

Lalu sejak kapan randai ini berkembangnya? Seperti juga kesenian tradisi
lainnya, tidak ada catatan pastiyang menyebutkan. Namun dari beberapa
penelitian, menyebutkan bahwa randai tercipta dan dimainkan oleh anak-anak
muda di sebuah sasaran,perguruan silat. Pada mulanya, anak laki-laki di
Minangkabau harus mampu membela diri dengan mempelajari ilmu beladiri
yang disebut silat. Gerak-gerak silat, yang disebut juga pancak,pencak, bila
dilakukan pengulangan terasa cukup ritmis dan dinamis, sehingga kalau distilir
akan nampak lebih indah, bahkan menyerupai sebuah tari. Lalu gerak-gerak
tersebut dilakukan secara melingkar, yang terkadang membentuk rantai
pertanda kekompakan. Semua pemain mengenakan celana latihan silat yang
disebut galembong, sehingga ketika celana galembong tersebut ditepuk
secara serentak akan menimbulkan bunyi yang khas, bagaikan deburan ombak
di pantai.

Legaran, gerakan melingkar tersebut kemudian diisi dengan dendang


gurindam yang diikuti oleh musik; saluang,talempong, pupuik batang padi,
dan gendang. Oleh pangkatuo pelatih silat, legaran tersebut diisi dengan kaba
cerita rakyat yang sudah ada sebelumnya. Umumnya cerita rakyat yang
dimainkan ialah cerita-cerita menarik yang menyampaikan pesan “andaian”
atau “perumpamaan”, sehingga masyarakat peminatnya menyebutnya sebagai
sebuah pertunjukan barandai, berandai, beramsal.
Randai

Bila ada cerita, maka tentu ada tokoh/ pemerannya. Menurut Chairul Harun
(1992; 112) pemegang peran dalam sebuah randai ditentukan oleh pangka tuo
randai, karena dialah yang mengetahui setiap karakter dan kemampuan
bersilat setiap pemainnya. Pemeran utama misalnya, haruslah orang yang
memiliki vocal yang lantang dan mantap. Dia haruslah seorang pendekar,yang
mahir balabek, gerak khas pesilat, pandangan mata dan seluruh geraknya
memperlihatkan kewaspadaan.
Karena umumnya latihan ini dilaksanakan pada malam hari (usai salat Isa),
maka tentu tokoh wanita dalam sebuah cerita, terpaksa dimainkan oleh laki-
laki, karena wanita di Minangkabau tidak diperbolehkan ke luar malam. Itu
sebabnya –pada mulanya - semua pemain randai adalah laki-laki. Tokoh
wanita diperankan oleh laki-laki yang suaranya mirip suara perempuan,
bahkan diberi pakaian wanita dan umumnya mengenakan kacamata hitam.
Maka jadilah ia sebuah pertunjukan di sebuah arena. Cerita rakyat yang
dimainkan, umumnya menjadi ciri khas bagi sebuah grup randai, bahkan
sekaligus menjadi nama grup randai yang memainkannya, seperti; Kaba
Anggun Nan Tongga, Cindua Mato, Sabai Nan Aluih,dan seterusnya.

Randai Kesenian Tradisional Minangkabau

Karena randai dimainkan di arena yang melingkar, maka pergantian adegan


disampaikan dalam dendang, menggiring imajinasi setiap penontonnya ke
suatu tempat peristiwa berlangsung, yang kemudian diperkuat oleh dialog
antar pemain. Itulah sebabnya, tokoh teater modern kemudian menyebut
randai adalah sebuah pertunjukan teater tradisi yang absurd.

Pertunjukan randai yang absurd, oleh kalangan pemerhati seni pertunjukan


disebut sebagai sebuah Pertunjukan TeaterTradisi yang berasal dari
Minangkabau, Sumatera Barat. Tokoh teater Indonesia yang berdomisili di
Padang, Wisran Hadi, mencoba merombak pola randai ini dalam setiap
pementasan teaternya, bahkan cerita/kisah yang dimainkan pun ia tulis dalam
bentuk teks, untuk memudahkan pemain menghafal dialog dan mengenal
karakter penokohannya.

Kenapa randai disebut sebuah pertunjukan absurd? Ya, setiap pertunjukan


randai, selalu ada adegan atau dialog yang tidak logis, namun ternyata
mampu menggiring imajinasi penontonnya ke arah yang nyata. Hanya dengan
sebuah dendang pengisah dan peralihan setting.Misalnya, dikisahkan tokoh
utama pergi ke dalam hutan, maka dengan seketika ia sudah ada dalam hutan.
Pada hal, tempatnya masih di sana. Juga dalam acting atau dialog, diceritakan
seseorang mati terbunuh, lalu tokoh yang mati itu tiba-tiba bangkit kembali
dan ikut dalam legaran galombang. Perubahan adegan atau babakan, tidak
dilakukan dengan mengganti setting, atau cahaya lampu, atau mengganti
kostum melainkan cukup dengan gurindam yang dibawakan dalam legaran
(galombang).

Gerak dasar dalam galombang yang melingkar (juga merupakan frame, atau
panggung) ialah bunga-bunga silat yang disebut pancak, pencak yang
distilirisasi menjadi gerak yang indah. Beberapa gerak pencak tersebut, juga
menjadi gerak akting yang dominan bagi setiap tokoh cerita dalam
pengisahannya..

Hampir semua gerak dalam pertunjukan randai berasal dari bunga-bunga


silat. Baik dalam galombang (legaran) yang berfungsi sebagai pengganti
adegan, babakan yang diikuti dengan dendang gurindam sebagai pengantar
cerita berikutnya mau pun dalam dialog atau akting. Seperti juga bentuk
kesenian lainnya, yang berawal dari kiasan, perumpamaan yang kemudian
dijewantahkan dalam bentuk musik,tari-tarian, dendang saluang, gurindam,
dan lain sebagainya.

Di Minangkabau, semua anak laki-laki harus ke surau sejak Magrib. Mereka


belajar mengaji dan mendengarkan ceramah agama Islam. Setelah salat Isa,
didampingi seorangtuo randai, mereka mulai mengurak langkah, belajar
membaca garak, garik, dan garoksetiap orang yang dihadapinya. Banyak
aliran, sasaran silat yang berkembang, yang kemudian mencuat menjadi gerak
gelombang dalam pertunjukan randai, seperti; Silat Lintau, Silat Kumango,
Silat Tuo, Silat Harimau Sungai Pagu, Sitaralak atauSilat Pariaman, dll.

Itulah sebabnya, sasaran atau gelanggang randai berada tidak jauh dari
masjid/surau. Mereka berandai, berandai-andai, yang tidak hanya mengacu
pada pengertian, bermisal-misal melainkan jauh lebih menukik lagi
yakni‘membaca alam dengan tanda-tanda’. Dulu, anak randai cukup disegani,
karena mereka calon pendekar, dan mahir memainkan kata-kata; petatah-
petitih, gurindam,berkias dan bermisal. Mampu ‘membaca’ gerak dari garik
dan garok.

Sebagai pamenan anak muda, randai bermanfaat tidak hanya sebagai


tontonan yang menghibur, tetapi juga sebagai tuntunan. Setiap perbuatan
buruk/jahat pada akhirnya pasti akan mengalami nasib sial, celaka atau
dikalahkan. Randai juga bermanfaat sebagai upaya mempersatukan komunitas
anak-anak muda dan menyatukannya visi anak nagari. Dalam kehidupan
sehari-hari, terutama bila anak randai, pemain randai secara individu terjun ke
tengah masyarakat di luar komunitasnya. Selain berkemampuan membela diri
dari serangan musuh, pengetahuan agamanya cukup bisa diandalkan.Fasih
membaca Al Qu’an dan salat wajib 5 kali sehari, mereka juga santun, suka
menolong sesama dan rajin bekerja (gotong royong).

Kapan dan di mana saja pertunjukan randai diadakan?

Pada mulanya, randai dimainkan disasarannya masing-masing, dan


penontonnya hanya dari komunitas tertentu saja.Bila ada yang ingin
menyaksikan randai, maka calon penonton harus mengunjungi sasaran di
mana randai tersebut dimainkan. Bagi pangka tuo randai, tidak ada istilah
‘pertunjukan atau pagelaran’,sebab bila permainan randai sudah dimulai, maka
itu mereka sebut ‘latihan’ atau bermain randai

Latihan atau bermain randai akan dimulai dengan mempertimbangkan siapa-


siapa saja yang datang menyaksikan latihan mereka. Bila di antara yang
datang kebanyakan dari kaum pendekar, maka latihan lebih banyak
memperlihatkan galombang dalam legaran, atau jumping keadegan-adegan
perkelahian. Bila yang datang kebanyakan dari kaum remaja, maka latihan
diperbanyak pada adegan-adegan perjuangan membela yang benar, adegan
percintaan, dan kegagalan atau keberhasilan sang tokoh dalam menjalankan
prinsip hidupnya, seterusnya bila yang menyaksikan dari kalangan niniak-
mamak, alim ulama dan cerdik pandai,maka dialog-dialog dipertajam pada
mamangan, kata kias, petata dan petitih tentang agama dan adat. Akibatnya,
sebuah cerita/kaba di dalam pertunjukan randai, tak pernah selesai dalam
sekali latihan atau pertunjukan. Pertunjukan randai yang utuh, sejak awal
sampai selesai, biasanya memakan waktu puluhan jam, sedikitnya 3 atau 4
malam.

Dalam perkembangannya, randai dimainkan di luar sasaran, khusus sebagai


sarana hiburan, yakni setelah panen di sawah. Randai akan main di atas
munggu,tanah ketinggian di tengah areal persawahan. Dengan alat
penerangan berupa suluah, obor dari bambu yang ditancapkan di sekeliling
munggu, atau bagi nagari yang cukup berada penerangannya dengan lampu
stromkeang, petromaks. Dalam perkembangannya, pertunjukan randai yang
bisa diselesaikan dalam satu malam, dimainkan ketika alek nagari, pesta
rakyat. Misalnya,usai malewakan datuak, pengukuhan seorang penghulu,
pesta pernikahan, hari besar Islam (Maulud Nabi, hari raya IED, pasar malam,
dll.

Randai pada akhirnya menjadi sebuah kekuatan, kebanggaan bagi sebuah


nagari yang memilikinya. Untuk menjalin silaturrahmi, randai juga sengaja
dimainkan di nagari tetangga atau di rumah,komunitas tertentu dalam bentuk
julo-julo, arisan. Misalnya, bulan ini kelompok randai A dimainkan di nagari B,
dan pada bulan berikutnya randai B yang main di nagari A, dan seterusnya.
Setiap kelompok, grup randai selalu ada yang memagari,agar tidak
dipengaruhi oleh kekuatan lain dari luar diri setiap pemainnya.

Untuk menguji ketangkasan bermain, maka sejak 1970-an randai mulai di


festifalkan.Itu artinya, permainan randai sudah ditata sedemikian rupa di
sebuah arena,gelanggang pertarungan.

**

Sejak tahun 1970-an, semenjak pemerintahan Orda Baru dengan program


unggulannya Keluarga Berencana (KB), maka muncullah kelompok-kelompok
keluarga kecil. Keluarga besar yang umumnya berada di rumah gadang, mulai
berpencar. Di pusat pemerintahan seperti kota-kota atau kabupaten, keluarga-
keluarga kecil tersebut hidup di rumah kreditan atau bangun sendiri
(Perumnas, perumahan swasta). Ini menyebabkan, anak laki-laki tidak lagi tidur
di surau, dan itu artinya mereka tidak lagi belajar silat atau berkesenian
sebagai pamenananak mudo-mudo.

Untuk mengantisipasi agar randai tidak punah, maka Pusat Kesenian Padang
(PKP, kiniTaman Budaya) mengadakan Festival Randai 1978 yang diikuti oleh
beberapa grup randai yang ada di Padang, lalu Badan Koordinasi Kesenian
Nasional Indonesia (BKKNI) Sumbar yang lebih banyak bergerak ke arah
pelestarian kesenian tradisi, mengadakan Festival Randai 1982 antar Nagari se
Sumatera Barat di Kayu Tanam. Umumnya peserta terdiri dari kelompok/grup
randai anak nagari yang pemainnya orang dewasa. Kalau pun ada anak muda,
jumlahnya sangat sedikit.Namun, sejak usai festifal tersebut, denyut kesenian
randai kembali terasa. Bahkan pihak Departemen Penerangan (Depen)
memanfaatkan randai sebagai salah satu alat kampanye, mempromosikan
program-progam pemerintah, terutama dari materi yang terkait pada dasar
negara, Pancasila.

Di Era Reformasi ini, kesenian randai diajarkan di sekolah-sekolah, sebagai


bagian dari muatan lokal (Budaya Alam Minangkabau), khususnya untuk anak-
anak kelas 4, 5, dan 6 SD dan SMP. Meski pun demikian, Festival Randai antar
SMA yang diselenggarakan oleh Komunitas Randai Padang, kelihatan cukup
banyak peminatnya. Namun patut dicatat, randai-randai festifal yang
dimainkan pelajar-pelajar tersebut, hanya sekadar menampilkan esensi randai
secara gerak, namun tidak menukik pada hal-hal yang bersifat garik, filosofi
gerak itu sendiri.

Meskipun, secara tradisi yang sudah diadatkan, grup randai di setiap nagari
sampai hari ini masih tetap eksis. Terutama di beberapa nagari di luhak Tanah
datar, Agam dan Limo puluah Koto. Kelompok, grup randai di nagari-nagari
tersebut tidak bisa dikuasai oleh orang luar.Tuo Randai,orang yang dituakan
haruslah seorang pendekar, ahli silat dari pihak penghulu.Sebab, bagaimana
pun setiap sasaran, gelanggang randai, pasti ada guru silatnya, baik secara
lahir mau pun batin.

Anda mungkin juga menyukai