Anda di halaman 1dari 7

TUGAS UAS ANALISIS PROSES BISNIS

NAMA: NOVIA DWIJAYANTI


JURUSAN: FTI (SI)
NPM: 181060001
HARI/TGL: SELASA,30 JUNI 2020

SOAL!
1. FOD dengan Activity Diagram merupakan alat bantu yang kegunaannya mirip. Coba jelaskan
keunggulan dan kekurangan masing-masing.
2. Sebutkan dan jelaskan kategori ukuran kinerja umum!
3. Sebutkan dan jelaskan kriteria ukuran kinerja ideal!
4. Jelaskan perbedaan Lean Six Sigma, TQM dan KPI
5. Buatlah model menggunakan activity diagram beserta DFD untuk proses peminjaman dan
pengembalian buku di perpustakaan!

JAWAB!
1. A. Kelebihan FOD:
 Menggambarkan aliran data yang dibutuhkan oleh perusahaan secara mendetail
sehingga akan memudahkan perusahaan dalam melakukan perancangan sistem
informasi perusahaan.
 Mampu mengefisiensikan sumber daya dalam hal teknologi informasi perusahaan
dengan mengintegrasikan kebutuhan data dari level atas hingga level yang paling
bawah.
 Database perusahaan sebagai dokumentasi yang memudahkan perusahaan untuk
melakukan pengarsipan dan pembuatan laporan perusahaan
 Perusahaan memiliki standardisasi dan regulasi dalam hal penyimpanan dan
penggunaan data.
 FOD dapat cocok digunakan oleh system analyst dan system designer/builder karena
FOD dapat menyatakan data storage dan entitas sehingga membuat informasi lebih
siap ke tahap pengembangan

Kekurangan FOD:
1. FOD hanya menggambarkan aliran data tanpa menyertakan aliran fisik yang terjadi.
hal ini akan berpotensi akan adanya kondisi redundansi data pada sistem.
2. jumlah proses bisnis pada tiap level setelah conteks diagram berjumlah 2-7 hal ini
mempertimbangkan kemampuan analisis manusia yang tidak akan sanggup bekerja
dengan efektif jika terdapat lebih dari 7 proses, sedangkan pada nyatanya lebih dari 7
proses dapat saja terjadi.
3. Pada FOD tidak terdapat penjelasan mengenai mekanisme dan control yang
menjalankan proses tersebut. sedangkan pada iDEF0 dan flowchart ada.

B. Kelebihan Activty Diagram:


 Bahasa pemodelan UML mencakup bahwa diagram ini biasanya mudah dipahami
oleh analis dan pemangku kepentingan.
 Dalam UML untuk Analis Bisnis TI, "Diagram aktivitas adalah yang paling berguna
bagi IT BA untuk menggambarkan alur kerja [because] mudah dimengerti-baik untuk
para BA dan pengguna akhir."
 Karena mereka termasuk di antara diagram yang paling mudah digunakan, mereka
umumnya dianggap sebagai alat penting dalam repertoar analis.
 Selain itu, seperti yang dinyatakan di atas, diagram aktivitas memungkinkan analis
untuk menampilkan banyak kondisi dan aktor dalam alur kerja melalui penggunaan
pesawat renang. Swimlanes, bagaimanapun, adalah opsional karena satu kondisi
atau aktor biasanya ditampilkan tanpa mereka.

Kekurangan Activity Diagram:


 Perubahan tambahan memungkinkan diagram untuk lebih mendukung perilaku
berkelanjutan dan berkelanjutan aliran data.
 Spesifikasi UML 2 secara signifikan memperpanjang fitur dan skala diagram aktivitas
di luar klasifikasi awal mereka sebagai kasus khusus diagram negara.
 Hari ini, aktif diagram ity dapat dianggap sebagai diagram alur untuk abad 21, dan
pemodel UML menggunakan diagram aktivitas untuk mendeskripsikannya.
 Juga, diagram ini berguna dalam metode berikut:
 Aturan Bisnis
 Fungsi yang terjadi secara paralel
 Rantai rumit dari beberapa kasus penggunaan
 Aliran perangkat lunak dan konfigurasi kontrol logika
 Prosedur dengan poin penilaian dan aliran alternatif
 Kasus penggunaan tunggal

2. Ukuran-ukuran finansial

a. Ukuran Biaya
 Kemampuan untuk mencapai pengurangan biaya yang telah dianggarkan (budgeted
cost reductions)
 Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana
dianggarkan dalam satu periode secara efisien.
 Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana
direncanakan dalam anggaran fleksibel satu periode secara efisien (misalnya biaya-
biaya yang bisa dikeluarkan dalam batas toleransi tertentu untuk setiap unit produk
atau layanan yang dihasilkan dan disediakan).

b. Ukuran Pendapatan
 Kemampuan untuk mencapai penjualan (penyediaan layanan) atau target
pertumbuhan penjualan (penyediaan layanan) sebagaimana dianggarkan dengan
efektif.
 Kemampuan untuk mencapai peningkatan atau perluasan market share (pangsa
pasar) dengan efektif.

c. Ukuran Tingkat Pengembalian dan Surplus


 Kemampuan untuk mencapai marjin kontribusi sebagaimana ditargetkan.
 Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus atau income tertentu sebagai
ditargetkan.
 Kemampuan untuk mencapai arus kas tertentu sebagaimana ditargetkan.
 Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus setelah mempertimbangkan investasi
total atau beban biaya modal (misalnya dengan menghitung residual income-nya)
 Kemampuan untuk mencapai return on asset (ROA), return on investment (ROI),
dan return on equity (ROE).
 Peningkatan harga pasar saham organisasi jika organisasi yang bersangkutan go
public melalui pasar modal.

d. Ukuran Produktivitas
 Jumlah output yang bisa dihasilkan untuk setiap pegawai atau setiap jam kerja
efektif.
 Jumlah output yang bisa dihasilkan untuk setiap unit bahan mentah (input).
 Tingkat pengurangan atau penurunan produk rusak atau cacat.
 Jumlah waktu yang dibutuhkan organisasi secara keseluruhan untuk menghasilkan
setiap unit produk atau layanan.
 Proporsi nilai tambah (value-added) dari total jam kerja efektif.
 Proporsi waktu menganggur (idle time) dari total jam kerja efektif.

e. Ukuran Kualitas
 Persentase produk tidak sempurna (defective products) misalnya produk rusak,
cacat, kembali, dan / atau layanan yang tidak memenuhi standar pelayanan
minimum (SPM).
 Jumlah biaya yang digunakan untuk mengganti (warranty costs) atau membayar
kembali (reimbursements) atas produk atau pelayanan yang tidak memadai.
 Jumlah biaya-biaya kualitas yang dikeluarkan dalam penerapan sistem manajemen
mutu terpadu (total quality management system).
 Penilaian pelanggan (masyarakat sebagai direct users) atas kualitas layanan atau
produk.

f. Ukuran Pelayanan
 Kepuasan pelanggan (masyarakat sebagai direct users) atas kualitas layanan atau
produk yang disediakan.
 Penilaian pihak ketiga (misalnya LSM, YLKI, atau auditor independen) atas tingkat
kepuasan pelanggan.
 Prosentase produk atau layanan yang disediakan secara tepat waktu.
 Jumlah keluhan atau komplain pelanggan (masyarakat sebagai direct users) setiap
periode tertentu misalnya hari, minggu atau bulan.
 Kemampuan untuk memenuhi produk atau layanan yang dibutuhkan pelanggan
(masyarakat).

g. Ukuran Inovasi
 Jumlah produk atau jenis layanan baru yang berhasil disediakan setiap periode.
 Prosentase penyediaan produk atau layanan yang digunakan untuk pengembangan
pasar baru.
 Waktu yang diperlukan untuk mengenalkan produk/layanan baru kepada
masyarakat.
 Pembandingan dengan organisasi sejenis lain yang memiliki kinerja
terbaik (benchmarking).

h. Ukuran Personalia
 Tingkat perputaran pegawai (turnover)
 Jumlah pegawai yang membolos (absen) setiap bulan.
 Tingkat kepuasan pegawai
 Jumlah pelatihan dan pengembangan pegawai
 Ukuran-ukuran kinerja tersebut tidak mutlak sama antara organisasi sektor publik.
Penggunaan ukuran-ukuran kinerja tersebut sangat tergantung pada karakteristik
organisasi dan jenis pendekatan pengukuran kinerja yang digunakan.

3. 1.   Consitency. Berbagai definisi yang digunakan untuk merumuskan indicator kinerja


harus konsisten, baik antara periode waktu maupun antar unit-unit organisasi.
2.   Comparibility. Indikator kinerja harus mempunyai daya banding secara layak.
3.   Clarity. Indikator kinerja harus sederhana, didefinisikan secara jelas dan mudah
dipahami.
4.   Controllability. Pengukuran kinerja terhadap seorang manajer publik harus
berdasarkan pada area yang dapat dikendalikannya.
5.   Contingency. Perumusan indikator kinerja bukan variabel yang independen dari
lingkungan internal dan eksternal. Struktur organisasi, gaya manajemen, ketidakpastian
dan kompleksitas lingkungan eksternal harus dipertimbangkan dalam perumusan
indikator kinerja.
6.   Comprehensiveness. Indikator kinerja harus merefleksikan semua aspek perilaku
yang cukup penting untuk pembuatan keputusan manajerial.
7.   Boundedness. Indikator kinerja harus difokuskan pada faktor-faktor utama yang
merupakan keberhasilan organisasi.
8.   Relevance. Berbagai penerapan membutuhkan indicator spesifik sehingga relevan
untuk kondisi dan kebutuhan tertentu.
9.   Feasibility. Target-target yang digunakan sebagai dasar perumusan indikator kinerja
harus merupakan harapan yang realistik dan dapat dicapai.

4. TQM – Kurangnya Integrasi : dalam Total Quality Management, kualitas tidak cukup


berhubungan dengan strategi dan kinerja. Sebuah tim yang bertanggung jawab untuk
perbaikan kualitas bersifat otonom dan terpisah, baik dari manajer serta dari eksekutif.
 Six Sigma – Integrasi yang tinggi : pada Six Sigma, proses perbaikan dan pengukuran
dipandang sebagai tanggung jawab sehari-hari semua karyawan, dan semua manajer
operasional dan eksekutif pada proses bisnis. Konsep ini memungkinkan bahwa
kualitas dan biaya, serta hubungan antar individu, menjadi bagian tak terpisahkan
dari pekerjaan masing-masing karyawan.
 TQM – Kepemimpinan yang apatis : pemimpin berkualitas adalah manajer yang
berkomitmen untuk peningkatan kualitas, advokasi untuk peningkatan kualitas, dan
mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan kualitas bisnis ke tingkat
berikutnya yang lebih tinggi. Namun, jika dukungan dari manajemen perusahaan
menghilang, maka setiap karyawan menyatakan sikap yang skeptisisme untuk ide-
ide atasan (pimpinan), suatu gagasan tetap hanya berupa ide-ide, dengan tidak ada
kemungkinan untuk implementasi di perusahaan tersebut.
 Six Sigma - Kepemimpinan sebagai pendahulunya : ide-ide dari para pemimpin
hanya mendahului atau mengenalkan proses peningkatan kualitas, karena Six Sigma
menyiratkan bahwa manajer harus memahami perlunya perubahan, dan perlunya
kualitas perbaikan bagi kelangsungan bisnis yang sukses. Hanya dengan dukungan
dari manajer, ide-ide dari para pemimpin dan karyawan dapat menjadi kenyataan.
 TQM - Stabilisasi kualitas : tujuan Total Quality Management terutama  untuk
menstabilkan tingkat kualitas, bukan memperbaikinya.
 Six Sigma - Peningkatan kualitas : Six Sigma mencakup perbaikan terus-menerus
dari perusahaan, dengan fokus pada pelanggan, manajemen proses dan perbaikan
proses.
 TQM - Tujuan yang tidak jelas : tujuan yang ingin dicapai melalui Total Quality
Management adalah "Mencapai atau melampaui kebutuhan pelanggan" namun
sebagaimana diketahui bahwa keinginan pelanggan dapat berubah dan memenuhi
kebutuhan pelanggan hari ini, tidak menjamin kepuasan mereka di masa depan.
 Six Sigma - Tujuan yang ambisius : Six Sigma mempunyai tujuan yang ambisius dan
menantang, yang dinyatakan berupa "Menyediakan cacat nol". Tujuan ini sangat
jelas, karena output yang dihasilkan diharapkan memiliki nilai cacat atau tingkat
kebenaran yang harus sekitar 99,99966%.
 TQM - Sikap yang kuat atau fanatisme teknis : Sebuah tim dalam Total Quality
Manajemen menciptakan "kebijakan mutu" dan memperhatikan bahwa proses
bisnis diwujudkan sesuai dengan kebijakan ini. Kebijakan mutu ini didefinisikan
tanpa melakukan konsultasi dengan para pelaksana teknis, tetapi mereka dipaksa
untuk mematuhi kebijakan tersebut. Oleh karena itu, pelaksana teknis sering
terasing dari kebijakan mutu yang ditetapkan.
 Six Sigma - Tingkat kekakuan tergantung pada keadaan : Six Sigma melibatkan
keahlian karyawan untuk melakukan kegiatan tertentu, khususnya dalam hal
adaptasi mereka terhadap perubahan kondisi, dan tidak hanya dalam hal penerapan
pedoman teknis, program atau kebijakan; karyawan juga diberikan kewenangan
untuk melakukan pekerjaan dengan cara yang mereka pikir adalah cara yang terbaik,
tetapi hal yang selalu harus mereka ingat adalah fakta bahwa hasil kerja mereka
mencerminkan hasil dari perusahaan secara keseluruhan.
 TQM hanya menekankan pada segi teoritis, yaitu dengan memberikan petunjuk
filosofis tentang menjaga dan meningkatkan kualitas, tetapi sukar untuk
membuktikan keberhasilan pencapaian peningkatan kualitas.
 Six Sigma lebih menekankan pada penerapan praktis di lapangan dan membuktikan
bagaimana peningkatan kualitas produk dengan mengurangi jumlah produk yang
cacat.
 TQM berfokus pada peningkatan operasional individual dalam suatu proses bisnis
yang tidak saling berkaitan satu sama lain, sedangkan program Six Sigma berfokus
pada peningkatan semua operasional dalam proses bisnis yang dianggap tunggal.

Jadi TQM berfokus pada pengembangan yang bersifat individual sedangkan Six
Sigma berfokus pada pengembangan yang bersifat menyeluruh pada semua bagian
dari sistem tersebut. Sedangkan KPI atau Key Performance Indicator adalah suatu
indikator kunci yang digunakan untuk mengukur kinerja suatu perusahaan untuk
memenuhi tujuan strategis dan operasional perusahaan. Seperti yang sudah
dijelaskan KPI dibentuk untuk membantu sebuah perusahaan memastikan seberapa
jauh kemajuan yang telah dicapai dan yang akan dicapai.
5.

Anda mungkin juga menyukai